Anda di halaman 1dari 6

15

KONSEPSI KETUHANAN DALAM GEGURITAN JAPATUAN


(TELAAH SINGKAT PERSPEKTIF FILOSOFIS)

I Made Suweta
Sekolah Tinggi Agama Hindu Negeri Mpu Kuturan Singaraja
madesuwetabali@yahoo.com

ABSTRACT
Geguritan Japatuan in the story there are two main characters who have different
characters in observing something. Based on this background, there are three formulations to
be discussed, namely: (1) what is the teaching structure contained in Geguritan Japatuan?, (2)
what is the concept of divinity in the Geguritan Japatuan text?, and (3) how is local wisdom
contained in Geguritan Japatuan text? In data discovery used literature study techniques, while
in data analysis used descriptive qualitative techniques; while in writing, verbal language is
used narratively, with a combination of inductive and deductive techniques. Structurally, the
Geguritan Japatuan text can be divided into three parts: introduction, content, and closing. The
concept of God in Geguritan Japatuan is the mention of the name of God as a manifestation of
God, namely: Lord Shiva, Lord Vishnu, and Lord Indra; While Local Wisdom in Geguritan
Japatuan is related to Catur Sanak.

Keywords: Geguritan Japatuan, Text Structure, Godhead, Local Wisdom.

I. PENDAHULUAN kesempatan ini akan mencoba mengkaji salah


Di Bali banyak terdapat karya sastra satu traskip lontar tema rasa atau estitika-
klasik, yang sangat penting dijadikan objek religius yaitu Geguritan Japatuan. Geguritan
penelitian. Karya sastra agama Hindu sering sebuah karya Bali tradisional yang teknik
juga disebut dengan Pustaka suci yang penggunaannya dengan cara melagukan,
menjadi kepustakaan Hindu di Bali yang karena bentuknya dibangun atas puisi
mewariskan sistem tradisi nyastra, yang bertembang. Geguritan Japatuan dalam
tertulis di daun lontar. Di Bali lontar ini ceritanya terdapat dua tokoh utama yang
dihargai dan dimuliakan sebagai wadah ilmu memiliki karakter yang berbeda dalam
pengetahuan. Lontar di Bali memlikiki tiga mengamati sesuatu. Berdasarkan sekilas latar
karakter yaitu jnana, susila, rasa. (1) Tema belakang tersebut, ada tiga rumusan masalah
jnana, yaitu pengetahuan hakikat diwujudkan yang akan dibahas yaitu: (1) bagaimana
menjadi lontar tattwa. Isinya didominasi oleh struktur ajaran yang terdapat dalam Geguritan
dokrin-dokrin teologis-filosofis. (2) Tema Japatuan? (2) bagaimana konsep ketuhanan
susila diwujudkan menjadi lontar sesana dan dalam teks Geguritan Japatuan?, dan (3)
niti. Isi teksnya didominasi oleh ajaran moral bagaimana kearifan lokal apa saja yang
dan kepemimpinan. (3)Tema rasa atau terdapat dalam teks Geguritan Japatuan?
estetika-religius diwujududkan dalam lontar
seni dan lontar-lontar religious-magis. II. PEMBAHASAN
Sosiologi humanistic berasumsi bahwa 2.1 Sinopsis Geguritan Japatuan
symbol, nilai, dan makna merupakan dasar Dikisahkan di desa wilayah kekuasaan
karena atas dasar itu manusia memandang Jagat Daha, ada pasangan suami istri, yang
dirinya sebagai manusia dan berbagai anggota laki-laki bernama I Angkara, istrinya bernama
masyarakat (Triguna, 1997:4) sehubungan Ni Ahkara. Didalam cerita mereka berdua
dengan itu, ketiga tema utama tersebut jelas memiliki dua orang anak, kakaknya bernama I
merupakan pokok nilai kearifan Hindu yang Gagakturas dan adiknya I Japatuan. I Japatuan
mengajegkan kebudayaan Bali. Pada pengantin baru, memperistri seorang gadis
16

cantik bernama Ratnaningrat. Mereka hidup sedangkan I Japatuan didampingi I


sangat berbahagia, namun kebahagiaan Gagakturas. Pada malam harinya, mereka
mereka tidak dapat berlangsung lama, karena mendengar suara gaib dari angkasa, mereka
Ni Ratnaningrat mendadak jatuh sakit. Tujuh disuruh mengubur mayat Ni Ratnaningrat
hari ia telah menderita penyakit, dan tidak ada dengan baik. Setelah suara gaib itu lenyap,
yang mampu mengibati, sampai akhirnya Ni tiba-tiba tanah kunuran meledak, lalu
Ratnaningrat menemui ajalnya. keluarlah Sang Hyang Jatu Tunggal (Dewa
Melihat kenyataan itu maka suaminya Siwa), memberitahukan bahwa Ni
sangat sedih hatinya, selalu menangis dan Ratnaningrat telah dijadikan penari legomg di
memanggil-manggil nama istrinya. Karena swarga Dewa Indra. Dewa Siwa juga
kesedihanya I Japatuan bertekad ingin bunuh menyarankan, jika hendak mencari atma
diri dengan kerisnya, akan tetapi tindakannya istrinya agar dating saja ke surga, tetapi
dihalangi oleh kakaknya Gagakturas. Di saat sebelumnya harus minta izin Dewa Wisnu
itulah I Gagakturas menasehati adiknya bahwa yang bersemayang di sungai Serayu. Akhirya
perbuatan bunuh diri itu adalah tindakan tidak dua bersaudara itu pergi menuju sungai Serayu
baik. I Japatuan sadar akan nasihat yang untuk melakukan semadi dan mohon anugrah
diberikan oleh kakaknya, sehingga ia dari Dewa Wisnu. Dewa Wisnupun
mengurungkan niatnya untuk bunuh diri. mengabulkan permohonan I Japatuan dan
Walaupun demikian Japatuan tetap menangisi memberikan petunjuk jalan menuju surga.
istrinya yang tercinta. Melihat hal itu Dalam perjalanan menuju surga,
tetangganya berdatangan menengok I Japatuan ditengah jalan mereka dihadang oleh para
sambil menasehati agar mayat istrinya segera penghuni surga yang berupa raksasa. Mereka
dikubur. Nasihat tetangganya tidak dihiraukan, diganggu dan dihalang-halangi perjalannya
malah tangisannya semakin jadi. Ia tetap namun mereka tetap tabah menghadapinya,
menangis sambil memeluk mayat istrinya, sehingga mereka selamat dijalan. Di
tanpa mengenal siang dan malam. persimpangan jalan mereka mendengar suara
Beberapa hari kemudian, tetangganya sloka sruti (doa-doa pujaan kepada Tuhan) dan
mulai rebut. Mereka sudah tidak tahan suara genta yang sayup-sayup. I Japatuan dan
mencium bau busuk dari mayat istrinya I Gagakturas terus berjalan mengikuti arah
Japatuan, sedangkan I Japatuan tetap memeluk datangnya suara genta tersebut. Ternyata suara
mayat istrinya walaupun sudah busuk namun sloka sruti itu datangnya dari tempat
tanpa merasa jijik. Akhirnya tetangga Japatuan Bhagawan Sukra dan Bhagawan Wrehaspati,
beramai-ramai datang kepada Kepala Desa yang sedang melakukan pemujaan. Dihadapan
untuk melaporkan hal tersebut. Untuk para Bhagawan, I Japatuan dan Gagakturas
mengatasi kejadian itu maka Kepala Desa langsung bersujud dan mohon tirta (air suci)
minta nasihat kepada pendeta. Pendeta agar hatinya suci dan bersih. Setelah para
menasehati agar balai beserta mayat Ni Bhagawan memercikan tirta kepada dua orang
Ratnaningrat diangkut kekuburan. Oleh tersebut, para Bhagawan pun memberikan
Kepala Desa nasehat itu sebelumnya petunjuk jalan yang baik menuju surga, nereka
dipertimbangkan kepada Raja, dan rajapun pun mohon diri seraya meneruskan
menyetujui nasihat pendeta dan perjalanannya.
memerintahkan kepala desa untuk segera Dalam perjalanan berikutnya, mereka
mengangkut mayat itu kekuburan. Kalau hal it banyak juga mendapat godaan dan rintangan.
tidak dilaksanakan, maka bau busuk tersebut Sang Jogor Manik tertawa terbahak-bahak lalu
dapat menimbulkan penyakit diseluruh desa. berkata “atma siapa yang datang kesini” dan
Dengan dipimpin oleh kepala desa, dijawablah oleh Japatuan “saya bukan atma,
maka balai (dipan) I Japatuan beserta mayat saya manusia biasa yang datang kesini” dan
istrinya beramai-ramai diusung kekuburan. anda adalah saudaranya saya”. Jika benar
Setiba dikuburan, balai atau dipan I Japatuan memang engkau saudaraku coba ceritakan
beserta mayat istrinya ditinggalkan disana, begitulah kata dari Sang Suratma. Japatuan
17

menjawab: “pada waktu dulu semasih berada dapat dipilah dalam tiga bagian: pendahuluan,
dalam kandungan sang ibu. Kakak bernama: I isi, dan penutup. Bagian pertama pada teks
Lembana, I Abra, I Kered, dan I Sugian. Geguritan Japatuan berisi ajaran tentang masa
Setelah lahir, kakak bernama: I Salahir, I menuntut ilmu pengetahuan atau Brahmacari.
Jalahir, I Mokahir, dan I Salabir. Pada waktu Mempelajari tentang silsilah aksara Bali.
dewasa kakak berupa detya yang bernama: Bagian kedua dalam Geguritan
Anggapati, Mrajapati, Banaspati, Banaspati Japatuan mengisahkan tentang pernikahan
Raja. Dan sekarang saat kakak berada di surga Japatuan dengan Ratnaninggrat serta sampai
bernama: Sang Jogormanik, Sang Suratma, dengan meninggalnya Ratnaninggrat, yang
Sang Dora Kala, Sang Mahakala. Diantaranya menyebabkan sedih yang mendalam pada
godaan itu, ujian dari Sang Suratma yang Japatuan. Serta bagian ini mengisahkan
paling menakutkan. Sang Suratma diikuti oleh selama proses pencarian Ratnaninggrat
seekor garuda dan raksasa yang menghadang menuju alam Surga oleh Japatuan dan
mereka. Melihat hal tersebut I Gagakturas Gagakturas.
gemetar ketakutan, I Japatuan tetap tabah dan Bagian penutup bertemunya kembali
tenang menuturkan maksud dan tujuan Japatuan dengan Ratnaninggrat dalam wujud
kedatangannya untuk mencari istrinya disurga. babi betina yang diplangka di Indra Loka,
Mereka diijinkan masuk dengan selamat serta kembalinya ke mercapada atau alam
sampai di tempat Dewa Indra bersemayam. manusia dan dianggapnya Japatuan menjadi
Dari singgasananya, Dewa Indra dengan raja di Daha
senang hati menerima kedatangan dua orang
bersaudara tersebut. I Japatuan menuturkan 2.3 Konsep Ketuhanan Geguritan Japatuan
bahwa kedatangannya ke surga untuk mencari Sebagai kesusastraan Bali, Geguritan
istrinya Ni Ratnaningrat. Dengan penuturan I Japatuan mengandung ajaran-ajaran yang
Japatuan demikian, maka Dewa Indra bersifat religius; terutama apabila ditelaah
menyuruh I Japatuan untuk memilih diantara secara filosofis akan ditemukan nilai religius
para bidadari yang ada di surga, mungkin yang berkaitan dengan konsep ketuhanan.
diantaranya adalah istrinya. Akan tetapi Dalam Geguritan Japatuan, banyak
diantara sekian banyak bidadari tersebut tiada disebutkan beberapa konsepsi tentang
ditemukan istrinya. Oleh karena itu Dewa ketuhanan, yang dinarasikan dalam berbagai
Indra memerintahkan untuk mengundang para nama sebagai personifikasi Tuhan. Personi
Dewa agar segera datang ke tempat Dewa Tuhan yang dimaksudkan adalah nama-nama
Indra. Diantara para Dewata yang datang, ada Dewa yang diyakini sebagai sinar suci Tuhan
yang membawa seekor babi yang terikat yang melindungi umat manusia yang
lehernya (meplangka). Melihat babi tersebut, meyakininya. Nama-nama Dewa sebagai
maka I Japatuan segera mengambilnya dan manifestasi Tuhan dapat disebutkan
mengatakan bahwa babi itulah istrinya yang sebagaimana uraian berikut.
sejati. Dewa Indra lalu berkata bahwa 1. Dewa Siwa (Sang Hyang Jatu
Japatuan dianggap orang utama dan disuruh Tunggal); Kata Siwa berarti: yang
kembali kedunia untuk menjadi raja di Daha. memberikan keberuntungan
(kerahayuan), yang baik hati, ramah,
2.2 Struktur Teks Geguritan Japatuan suka memaafkan, menyenangkan,
Geguritan Japatuan sudah tidak asing memberi banyak harapan, yang
lagi bagi masyarakat Bali. Geguritan tenang, membahagiankan dan
Japatuan, di samping sebagai cerita yang sejenisnya (Monier, 1990:1074).
sudah melegenda pada masyarakat Bali, juga Tokoh Dewa Siwa memberi petunjuk
ada dalam bentuk geguritan, yakni berbentuk jalan agar Japatuan mencari istrinya ke
puisi Bali tradisional yang bertembang diikat surga. (geguritan Japatuan, lembar
oleh pada lingsa dalam bentuk pupuh tertentu. 6a).
Menurut bentuknya teks Geguritan Japatuan
18

2. Dewa Wisnu; Kata Dewa Wisnu Atas dasar pandangan tersebut, nilai
berarti pekerja, yang meresapi kearifan lokal yang dimaksudkan dalam
segalanya dan sejenisnya (Monier, tulisan ini adalah ungkapan-ungkapan teks
1990:999). Kemahakuasaan Sang Geguritan Japatuan yang khas menceritakan
Hyang Wisnu dalam memelihara alam kepribadian lokal daerah Bali, sebagaimana
semesta beserta isinya didukung oleh paparan berikut.
sakti-Nya yang bernama Sri Laksmi. Kearifan Lokal Catur Sanak Teks
Tokoh Dewa Wisnu pertama-tama Geguritan Japatuan; Di Bali memahami empat
yang menanyakan kedatangan Japatuan dewata itu sebagai empat saudara yang disebut
dan Gagakturas ke surga, karena catur sanak, yaitu empat saudara. Dengan
dianggap aneh kedatangan mereka merujuk Lontar Penugrahan Dalem. Catur
berupa manusia (geguritan Japatuan, Sanak inilah dalam ajaran kediatmikan,
lembar 8a: bait 13). makhluk yang bersifat dewata sampai yang
3. Dewa Indra; Kata Dewa Indra berasal bersifat raksasa. Daya sakti yang
dari kata: “Ind” dan “dri” yang dipersonifikasikan dalam berbagai perwujudan
artinya memberi makan. Dewa Indra dapat dilihat dalam table berikut ini:
pada mulanya adalah dewa hujan yang Keterangan: dari nomor 1 menuju ke 6 berarti
mengalahkan raksasa Vrta, senjatanya murti (menjelma, berubah wujud) dari
adalah petir, selanjutnya Dewa Indra perwujudan halus ke perwujudan yang lebih
lebih dikenal sebagai dewa perang. kasar, sebaliknya dari nomor 6 menuju ke 1
Tokoh Dewa Indra muncul ketika berarti ruwat (sudamala).
Japatuan sampai dialam Indraloka Pelaksanaan ritual untuk Sang Catur
untuk menjemput istrinya yang sedang Sanak di Bali hingga kini masih eksis untuk
diubah menjadi babi yg diplangka. dilakukan terutama akan dilihat pada waktu
(geguritan Japatuan, lembar 43.a: bait proses penanaman ari-ari, ritual pecolongan,
1). serta tiga bulanan. Bahkan dalam pelaksanaan
ritual yang bersifat kediatmikan yang
2.5 Kearifan Lokal Teks Geguritan dilakukan oleh penekun spiritual-spritual Bali
Japatuan juga berusaha mendapatkan kekuatan ilahi
Kebudayaan terdiri atas nilai dan dengan cara memuja Sang Catur Sanak demi
symbol. Nilai-nilai budaya itu tidak kasat meningkatkan ilmunya.
mata, sedangkan symbol budaya yang Silsilah Keluarga dalam Teks
merupakan perwujudan nilai itulah yang kasat Geguritan Japatuan; Teks Geguritan Japatuan,
mata (Kuntowijoyo, 2002:7). Kearifan lokal I Japatuan I Gagakturas adalah keturunan dari
adalah istilah yang diterjemahkan dari istilah kaum sudra hal ini dapat dilihat dari
local genius. Istilah ini pertama-tama pemakaian sebuah nama awalan “I” yang
dikemukakan oleh seorang tokoh arkeologi menyatakan dari golongan kebanyakan, yang
Qaritch Wales (dalam Ayatrohaedi, 1986:28). tanpa menggunakan istilah “Ída” untk
Istilah ini dikemukakan untuk menjelaskan golongan priyayi. Dalam system silsilah
nilai yang khas lokal atau ciri-ciri daerah. keluarga untuk menyebutkan leluhurnya yang
Poespoprodjo (1984) memilah ciri-ciri lokal dimulai dari: bapa, pekak, kumpi, kelab, buyut,
genius menjadi lima bagian: (1) mampu canggah, wareng, dan terakhir krepek.
bertahan terhadap budaya luar; (2) memiliki (Geguritan Japatuan, lembar 34-a & 39-a).
kemampuan mengakomodasi unsur-unsur Perjalanan Atma Dalam Lontar
budaya luar; (3) mempunyai kemampuan Japatuan Ritual Pitra Yadnya; Selama proses
mengintegrasi unsur-unsur budaya luar sang Atma menuju alam Baka di Gegutitan
kedalam kebudayaan aslinya; (4) memiliki Japatuan cenderung pemaknaannya terhadap
kemampuan mengendalikan; dan (5) mampu ritual Pitra Yadnya yang begitu kental. Selama
memberi arah pada perkembangan budaya. proses perjalanan kea lam baka, ada banyak
hal yang dilihat oleh Japatuan dan
19

Gagagkturas seperti: pohon kelapa, pohon tulang cetik. Sehingga dikenal dengan
buah (pinang), bambu, sandat, penyalin sebutan: O, E, A ,NA ,CA, RA, KA, DA, TA,
(rotan), pandan, ambengan (ilalang), padang SA, WA, LA, MA, GA, BA, NGA, PA, JA, YA,
lepas. Bambu, sandat, dan pohon buah itu NYA. Sehingga jumlah aksaranya ada 20.
berasal dari perlengkapan wadah. Penyalin, Yang jumlahnya 20 tersebut dalam ajaran
dan pandan dipergunakan sebagai Japatuan diringkas menjadi Dasaksara,
pengulungan/pembungkus jenasah setelah
dimandikan. III. PENUTUP
Penjabaran Aksara Dalam Lontar 3.1 Simpulan
Japatuan; Bagus (1980:9) menjelaskan bahwa Berdasarkan pembahasan yang
aksara Bali menurut bentuk dan fungsinya dilakukan tentang “Konsepsi Ketuhanan
dibedakan atas dua bagian: aksara biasa dan dalam Geguritan Japatuan (Telaah Perspektif
aksara suci. Aksara biasa juga dibagi menjadi Filosofis), maka dapat disimpulkan
dua: aksara wreastra dan aksara swalalita. sebagaimana uraian berikut.
Aksara Wreastra digunakan untuk menulis 1. Menurut bentuknya teks Geguritan
hal-hal mengenai kehidupan sehari-hari, Japatuan dapat dipilah dalam tiga
sedangkan aksara swalalita digunakan untuk bagian: pendahuluan, isi, dan penutup.
menulis karya-karya berbahasa Kawi dan 2. Dalam Geguritan Japatuan termuat
Sanskerta. Sedangkan jenis aksara suci tentang konsep lokal genius tentang
dibedakan menjadi dua: aksara modre dan kanda pat, atau sang catur sanak,
wijaksara. Aksara modre adalah aksara suci dalam Geguritan Japatuan juga
yang khas dengan berbagai atribut yang lebih mengenalkan tentang tingkatan-
banyak difungsikan untuk kepentingan tingkatan dalam sistem keluarga
religious magis atau kediatmikan. Sebaliknya patriliniar. Tata ritual dalam kegiatan
wijaksara adalah aksara suci yang lebih pengabenan.
berfungsi religious, dipandang sebagai inti 3. Konsep ketuhanan dalam Geguritan
aksara simbol Tuhan dan manifestasi-Nya. Japatuan adalah adanya penyebutan
Dalam geguritan Japatuan penjabaran aksara manifestasi Tuhan yakni: Dewa Siwa,
dimulai dari Windu yang menghasilkan Ekara, Dewa Wisnu, dan Dewa, dan Dewa
yang terketak di selagin lelata. Dari Ekara Indra.
menghasilkan Akara, yang terletak diubun- 3.2 Saran
ubun kepala. Akara menghasilkan Na yang 1. Sastra-sastra yang memiliki ajaran adi
terletak antara kedua alis. Na menghasilkan luhur, perlu disebarluaskan agar
Ca, yang terletak di kedua mata. Ca masyarakat tertarik membacanya yang
menghasilkan Ra yang terletak di telinga dikemas dalam bentuk cerita sehingga
kanan dan kiri. Ra mengadakan Ka, di hidung lebih mudah untuk memahaminya.
tempatnya. Ka menghasilkan Da di bibir 2. Para peneliti karya sastra klasik, sangat
letaknya. Da menghasilkan Ta yang terletak penting diberikan reward, baik bersifat
di dada. Ta menghasilkan Sa yang, berada di material maupun inmaterial, berupa
bahu kanan. Sa menghasilkan Wa, yang insentif penelitian dan pelatian
terletak dibahu kiri. Wa menghasilkan La yang penelitian.
terletak di gigi. La mengadakan Ma yang 3. Pemerintah Pusat maupun Pemerintah
terletak di susu bagian kanan. Ma mengadakan daerah sangat penting mengadakan
Ga di susu bagian kiri letaknya. Ga penelitian tentang budaya lokal yang
mengadakan Ba yang terletak pada pusar. Ba banyak terdapat dalam sastra klasik,
menghasilkan Nga yang terletak pada kelamin. karena mengandung nilai-nilai
Nga menghasilkan Pa dipantat letaknya. Pa humanitis.
mengadakan Ja yang teretak ditulang ekor. Ja
mengadakan Ya yang teretak di tulang
belakang. Ya mengadakan Nya yang terletak di
20

DAFTAR PUSTAKA Suamba,I.B.Putu.2007. Siwa-Buddha Di


Indonesia Ajaran dan
Kantor Dokumentasi Budaya Bali.1993. Alih Perkembangannya. Denpasar:
Aksara Lontar Gaguritan Program Magister Ilmu Agama
Japatuan. Denpasar Dan Kebudayaan Universitas
Kantor Wilayah Depertemen Agama Hindu Hindu Indonesia Widya Dharma.
Provinsi Bali. 2005.Kamus Istilah
Agama Hindu.
Pemerintah Provinsi Bali. 2009.Siwa Sidhanta
Brahmawidya Teks Tattwa Jnana.
Denpasar. Widya Dharma

Anda mungkin juga menyukai