Anda di halaman 1dari 11

Tutur Atma Prasangsa

Teks Atma Prasangsa ini merupakan salinan lontar yang memuat ajaran Sivaistik sesuai dengan
penjelasannya bahwa tujuan akhir adalah menuju ke Siva Lokha.

Tokoh utama dalam Teks Atma Prasangsa yang paling menonjol yaitu “Bhagawan Penyarikan”.

Sang Bhagawan Penyarikan ini dilukiskan sebagai seorang Brahmana yang mengetahui tentang
ajaran Veda salah satunya mengenai perjalanan sang roh dan menegetahui apa penyebab para
roh berada di “Tegal Penangsaran” tersebut.

Seperti yang termuat dalam kutipan teks berikut:

Purusāh Pañarikan ca, masastrāh ratna trayajnāh, likitāh kāpalangkānah, prākretih kārah gatināh.
Artānya, Bhagawan Pañarikan sirā mangāji ring Sang Hyang Ratna-trayajnāh sirā,
tumākwanakenā prawretini janmā saka sowing-sowang, ri denya yā tinuduh de Bhātarā maring
naraka, ana tinuduh maring swarga gātinya, telas pwā de Bhagawan Pañarikan manghaji yuga
sengkor

Atma Prasangsa

Terjemahan : 

Awal mulanya, diceritakan ada seorang Bhagawan Penyarikan sedang berguru atau belajar
kepada Sang Ratna Traya. Beliau mempelajari dan menanyakan perjalan atau perputaran
manusia masing-masing. Pada waktu Bhagawan Penyarikan menamatkan segala ilmu yang
dituntutnya sampai kebatas-batasnya yang ditentukan, Beliau diperintahkan oleh Bhatara menuju
ke neraka dan juga ke Swarga.

kāruna manāh Bhagawan Pañarikan tuminggal ing sarwa papā samuhā, tan pakecāp sire teher
mālintang, anan manguwuh-uwuh, anan masyangi rawongnya, anan mamapagi lāmpah
Bhagawan Pañarikan, tan iyan pāngucap nikāng ātma samuha

Atma Prasangsa

Terjemahan :

Tak kuasa Bhagawan Penyarikan menahan rasa kasih sayang dan belas kasihannya, tetapi beliau
lewat begitu saja tanpa mengeluarkan sepatah katapun dari bibirnya. Kepiluan hatinya semakin
bertambah tatkala menyaksikan para atman ada yang merintih menahan rasa sakit, ada yang
mengajak sesama berkumpul disuatu tempat, dan nada yang mengikuti kemana perginya
Bhagawan Penyarikan. Semuanya berharap agar diberikan bantuan dan kesejukan untuk
meringankan penderitaannya.
Māngke harep weruha ri wasananya, manke ta kamung ātma, padā kita kari /hariwasana ing
kene, angāntiha ring wasāna ing ātma, padā atadāh tangan ikāng ātman lānang wadon, sinungān
bubur pirāta adakara sāsuru mas turte sowing, watrā den irā dum

Atma Prasangsa

Terjemahan :

Dan sekarang tengadahkanlah tanganmu baik para atma laki-laki maupun perempuan, akan ku
berikan bubur pirate sekedar untuk makananmu tetapi kandungan amertanya luar biasa, kepada
para atman dibagikan secara merata.

Dari kutipan tersebut di atas sangat jelas dikatakan bahwa Bhagawan Penyarikan adalah seorang
yang berhati mulia, penuh dengan kasih sayang dan memiliki pengetahuan yang tinggi mengenai
perjalanan para atman atau roh di alam kehidupan setelah mati.

Tokoh pendamping dalam Teks Atma Prasangsa ini yaitu Bhagawan Mercukunda

dan Sang Hyang Narada. Bhagawan Mercukunda adalah seorang pendeta yang betemu dengan
Bhagawan Penyarikan di tengah perjalan menuju ke sebuah pertapaan di dekat kuburan tersebut,
seperti yang termuat dalam kutipan berikut: 

Mānolih Sāng Bhagawan Pañarikan, kāncit samānta jing hawān, dātang Bhagawan Marcukunda,
samā araryān sirā ring heb ning kayu tejā, prāsama sirā

Atma Prasangsa

Terjemahan :

Hal itu diketahui oleh Bhagawan Penyarikan. Tiba-tiba ditengah perjalan, datang Bhagawan
Marcukunda, bersama berdiri ditengah jalan dengan Bhagawan Penyarikan. Bersama-sama juga
beliau beristirahat dan berteduh dibawah pohon teja.

Bhagawan Mercukunda memiliki sifat seperti Bhagawan Penyarikan, kasih sayang dan sangat
peduli dengan semua makhluk, namun beliau tidak muncul dari awal cerita hinggga akhir, hanya
muncul dipertengahan cerita saja. Beliau menanyakan dan membicarakan mengapa para atman
mendapatkan penderitaan yang sangat berlebihan, seperti kutipan berikut:

Māwuwus Bhagawan Marcukunda ring Bhagawan Pañarikan, mangkanā ling nirā, uduh
Bhagawan Pañarikan kamākara denā ikāng atma māngamasi pāncāgati sāngsarā, padā sinekitān
den ikāng Yamābalā. Samāngkāna tan kahān kawes ikāng manusā kāng kari ring madyāpadā
ikāng angulahākena kādursilān ri denya ngāmbekāken drembā mohā, sāhasa cāpala, hāngkarā
banggā porakā, ikā kāng ginerek ing selāmātekep

Atma Prasangsa
Terjemahan : 

Lantas berkata Bhagawan Mercukunda kepada Bhagawan Penyarikan, uduh Bhagawan


Penyarikan, sangat berlebihan para atma mendapatkan penyiksaan walaupun itu sudah
merupakan buah karmanya yang harus diterima dari Yama Bala. Walaupun demikan tidak juga
manusia di manusia loka mau dan sadar sehinga mengurangi perbuuatan dursila dan keangkara
murkaannya. Malah semakin meraja lela, seolah-olah tak memikirkan pahit getirnya siksaan dan
kesengsaraan di neraka seperti ini.

Dari kutipan tersebut sangat jelas dikatakan bahwa Bhagawan Mercukunda memiliki sifat yang
peduli terhadap sesama makhluk dan sifat kasih sayang. Beliau hanya muncul dalam pertengahan
cerita untuk memperjelas isi dari cerita ini. Setelah demikian beliau kembali ke pertapaannya.
Dan tidak muncul lagi dalam lanjutan cerita berikutnya.

Tokoh pendamping selanjutnya yaitu Sang Hyang Narada. Beliau adalah utusan dari Bhatara
Iswara untuk melihat keadaan di madyapada. Hal ini desebutkan dalam kutipan berikut:

Dādi tā Sāng Narada inutus de Bhātara Iswāra, atilikā ikāng rāt ring Madyapada, angādeg Sāng
Narada ring madyān ikāng āwyāti, ring luhur Sāng Narada Mānglāyang ring Ambārakāsa,
kātinggalān den irā sāng Narada ing sor ikāng akāsa ambāra, nga. Pating kredāp, pating kredep,
pati gurilap, pating ing sārwa katon

Atma Prasangsa

Terjemahan :

Pada saat itu Ida Sang Narada diutus oleh Bhatara Iswara, menyelidiki keadaan dunia. Ditengah
– tengah Biomantara Sang Narada berdiri tetapi sudah jelas terlihat segala sesuatu yang ada di
permukaan bumi ini. Di angkasa raya beliau terbang kesana – kemari, terlihat oleh beliau di
bawah (dipermukaan bumi) ada cahya warna warni pati gurilap itulah yang pertama dilihat dari
angkasa.

Sang Narada yang merupakan utusan dari Bhatara Iswara, turun ke dunia yaitu memeriksa
bagaimana keadaan manusia di dunia. Di dunia beliau menemukan lebih banyak cahaya yang tak
sedap di lihat di bandingkan cahaya yang sedap dipandang.

Latar merupakan salah satu unsur sastra yang berhubungan dengan tempat dan waktu terjadinya
sebuah peristiwa atau alur cerita tersebut. Dalam Teks Atma Prasangsa ditemukan beberapa
tempat yang dicantumkan oleh pengarang diantaranya yaitu:

Kuburan Dan Taman adalah tempat dimana berkumpulnya para Atman, Sang Hyang Ratna
Tranaya yang memerintahkan Bhagawan Penyarikan untuk pergi Ketempat tersebut seperti yang
terdapat dalam kutipan Teks Atma Prasangsa berikut: 

Nimitān ing Sang Peñarikan tinuduh de Bhatara, dātenge ring tamān ri wāsana, ksetre māgeng,
pāpupulan ing hidep nikāng wwang jālwistri, mwang kāng wwang halā-hayu
Atma Prasangsa

Terjemahan :

Pertama sang Penyarikan disuruh oleh Bhatara datang ke taman dan wilayah kuburan yang maha
luas. Di tempat itulah merupaka pusat terkumpulnya para roh dengan berbagai macam
penderitaan baik maupun buruk.

Dari hasil kutipan diatas sangat jelas dikatakan bahwa tempat kejadian atau peristiwa yaitu di
taman dan kuburan yang maha luas. Disinilah tempat berkumpulnya berbagai jenis roh.

Berdasarkan Teori Roh, pernyataan tentang alam kehidupan setelah mati itu benar adanya, dalam
teori ini dinyatakan bahwa setelah kematian, sang roh akan berada di dunia atau alam setelah
kematian, namun roh tersebut masih terpengaruh dengan sifat duniawi. Roh tersebut masih
dalam keadaan bingung dan masih merasa terikat dengan sifat duniawi. Dalam Teks Atma
Prasangsa dikatakakn sebagai berkut:

Ikāng tan kawāsa minutur sakā ring unggwānya, mangrengān mamalāku wwai nasi, kāruna
manāh Bhagawan Pañarikan tuminggāl ing sarwa papā samuha, anān manguwuh-uwuh, anan
masyāngi rowāgnya, anan māpagi lāmpah Bhagawan Panarikan, tān iyan pāngucap nikāng ātma
samuhā. Kapilu Bhagawan Pañarikan sawet ning welās nira, henti ta welās nirā umulāt ing
rikāng papa kābeh. Punāpa ta dāwn ing drerida parāka, atāna -tana papa sukā sowang –
soawangan

Atma Prasangsa

Terjemahan :

Kepiluan hati Bhagawan Penyarikan makin bertambah tatkala menyaksikan para atman ada yang
merintih menahan rasa sakit, ada yang mengajak sesama atman untuk berkumpul disuatu tempat
dan ada yang mengikuti kemana perginya sang Bhagawan. Selurhnya berharap agar diberikan
bantuan dan kesejukan untuk meringankan penderitaannya.

Pada bab sebelumnya telah dijelaskan secara singkat mengenai alam kehidupan setelah mati.
Pada bab ini akan dijelaskan secara menyeluruh mengenai hal tersebut. Ada pendapat
mengatakan bahwa segala kenyataan kehidupan setelah kematian badan fisik adalah hal yang
tidak bisa diketahui akan tetapi setelah perkembangan penyelidikan observasi, riset tentang
keadaan setelah kematian, maka keadaan dialam sesudah mati menjadi benar-benar dapat
dipahami.

Langkah pertama untuk menuju pemahaman tentang kehidupan setelah mati adalah
mempertanyakan, siapakah aku?

Pertama kita harus memahami bahwa badan ini bukanlah Aku, tapi Aku adalah roh yang
bersemayam di dalam sebuah badan. Sebagai roh, kita telah ada sebelum tubuh seorang bayi
terbentuk. Untuk lahir sebagai manusia, maka kita sebagai roh terlebih dahulu memasuki dan
bergabung dengan tubuh seorang bayi di dalam kandungan.

Jenis-jenis kematian dan penyebab kematian itu banyak hal  yaitu mati tidak wajar, mati akibat
bunuh diri atau dibunuh, tenggelam, jatuh dari pohon, jatuh dari kuda, tertidas batu hingga mati,
mati mendadak tanpa sebab, mati karena tersiram air panas, dan jenis-jenis penyebab kematian
lainnya secara mendadak.

Ketika mengalami kematian, harus segera melepaskan badan halunya agar tidak terus
bergentayangan di dunia ini. Yaitu dengan cara mengembangkan rasa ikhlas untuk berpisah
dengan benda – benda duniawi dan berusaha menyadari bahwa adanya kehidupan yang lebih
agung di alam yang lebih halus (alam kehidupan setelah mati).

Hal pertama yang perlu diberi penjelasan dalam menggambarkan tentang alam astral, yakni
tentang realitasnya yang mutlak. Yaitu, bahwa benda – benda dan penduduk alam astral sungguh
nyata, mereka adalah kenyataan yang tidak dapat diabaikan, karena sebagian besar umat manusia
belum dapat menyadarinya.

Dalam Teks Atma Prasangsa, yang dikatakan alam yang lebih luhur adalah tempat yang lebih
tinggi dari pada surga seperti kutipan berikut:

Wus māngkāna umungguh ring kā Widyādaren, alinggih ring pādmasana mānik, angāyep ing
widyadari, ingāturan boga suboga sādrasa, sināmoni den ing saptaswāra gamelan, ganjāran ing
wwang sādu tuhu

Atma Prasangsa

Terjemahan: 

Setelah naik menuju widyadaren, duduk dipadmasana manik, berdoa kepada widyadari, dan
menghaturkan Bhoga Subhoga Sadrasa, diiringi oleh suara gamelan, yang merdu indah
mempesona. Itulah hadiah atau upah terhadap siapapun yang benar – benar Sang Sadhu Dharma.

Kutipan diatas merupakan tempat dimana seseorang yang telah berbuat dharma maka akan
memperoleh tempat yang lebih luhur dari pada surga. Surga (suvah loka) adalah tempat para
atman yang telah berbuat Dharma atau berbuat kebaikan namun belum mendapatkan tempat
yang lebih istimewa. Alam yang lebih luhur.

Perjalanan Roh di Tutur Atma Prasangsa

Dalam cerita ini diceritakan orang yang suci tersebut dapat segera menyadari bahwa badan
halusnya telah terpisah dari badan kasarnya, dalam ceritera ini atma dari orang suci tersebut
melihat badan kasarnya sangat mengerikan jika diandaikan seperti melihat sosok Barong  biasa
ditarikan dalam tarian barong dibali), atma tersebut duduk didepan jasatnya yang tengah
diupacarai oleh keluarganya dimana ketika duduk di samping jasatnya di ceritakan atma tersebut
berterima kasih kepada jasatnya yang telah diajaknya hidup semasa hidupnya di Dunia
(mercepada), sambil menangis sang atma berpesan kepada jasatnya.

Pesan yang disampaikan antara lain agar sang jasat yang sangat disayangi, dimana telah diajak
semasa hidupnya mengarungi kehidupan, tempat untuk belajar agama dan kehidupan kembali
keasalnya sesuai dengan perintah ( titah ) Sang Pencipta, yang berasal dari api kembali ke api
( Brahma Loka ), yang berasal dari angin kembali ke angin, yang berasal dari air kembali ke air,
yang berasal dari tanah kembali ke tanah, semua unsur kembali dari asalnya masing –masing,
jika tiba saatnya nanti (reingkarnasi) yang kembali ke tanah akan masuk ke tubuh ibu melalui
tanaman dan menjadi unsure tubuh, yang kembali ke angin maka akan masuk pada saat
manusia / si ibu bernapas begitu juga unsur lainnya di dalam kandungan sang ibu maka seluruh
unsure akan berkumpul dan akan membentuk kembali tubuh manusia.

Diceritakan setelah menyampaikan pesan terakhir tersebut sang atma yang telah mengerti /
mempelajari aji kemoksan menuju pura di rumah ( pemerajan ) untuk menghadap kepada Ida
Betara Hyang Guru untuk memohon petunjuk menuju perjalanannya selanjutnya, petunjuk yang
diperoleh dari Ida Betara Hyang Guru supaya sang atma melanjutkan perjalanan menuju Pura
Dalem menghadap kepada Ida Hyang Betari Durga yang merupakan ratu dari dunia kegelapan
dimana Ida Hyang Betari Durga akan menunjukan jalan yang harus ditempuh oleh sang atma.
Diceritakan Sang atma melanjutkan perjalanan untuk menuju tempat yang di tunjukkan oleh Ida
Betara Hyang Guru.

Sang atma sudah berada di sekitar areal Pura Dalem untuk menghadap Ida Hyang Betari Durga,
setelah tiba di pura dalem atma tersebut mendengar suara yang sangat keras seperti suara singa
yang sangat galak sehingga sang atma merasa terkejut dan ragu, namun karena sang atma sudah
sangat mengerti dengan ajaran kemoksan ( perjalanan menuju kehidupan selanjutnya ) maka
sang atma melanjutkan perjalanan untuk menghadap Ida Hyang Betari Durga tanpa rasa takut,
pada saat itu sang surya sudah mulai bersembunyi pertanda malam telah tiba.

Setelah tiba di tempat Ida Hyang Betari Durga kebetulan Ida Hyang Betari Durga sedang
melakukan pertemuan kecil dengan para bawahannya (rencangnya) dimana bawaha Ida Hyang
Betari Durga sangat banyak dan dengan rupa yang menyeramkan serta mengerikan rupanya
disamping itu para bawahan Ida Hyang Betari Durga terlihat sangat beringas siap untuk
menerkam dan memangsa sang atma, para bawahan Ida Hyang Betari Durga seperti macan
kelaparan dan tidak terkendali melihat sang atma yang hadir dalam pertemuan tersebut namun
mereka tidak berani untuk mendekati sang atma sebelum ada perintah dari Ida Hyang Betari
Durga.

Ida Hyang Betari Durga yang melihat kehadiran sang atma suci tersebut langsung menghampiri
sang atma, dan duduk didepan sang atma yang sedang duduk menghaturkan sembah bakti, Ida
Hyang Betari Durga berkata kepada sang atma sambil menangis adapun perkataan Ida Hyang
Betari Durga antara lain “ wahai anakku sang atma suci jangan takut melihat semua bawahan dan
muridku yang ada disini apalagi engkau seorang atma yang suci dimana semasa hidup telah
dapat menerapkan ajaran agama dengan baik dan benar dapat menjaga hubungan baik dengan
sang pencipta, sesama manusia dan dengan alam sekitarnya “.
Sang atma menghaturkan sembah bakti kepada Ida Hyang Betari Durga sambil berkata “sembah
bakti hamba haturkan kepada Ida Hyang Betari Durga semoga hamba tidak kena chakra wibawa,
tidak kena kutukan dan tidak kena kutukan sebagai atma yang durhaka, Ida Hyang Betari Durga
di sebut Sang Hyang Bhagawati ketika di puja di Pura Bale Agung dimana pada saat dipuja
disana Sang Hyang Betari memberikan ilmu dan kepintaran.

Ketika berada di Pura Dalem Sang Hyang Betari disembah sebagai Ida Hyang Betari Durga yang
berhak untuk mengatur dan memberikan jalan kepada seluruh roh / atma, Ketika berada di
Pemuhun (tempat pembakaran mayat ) Sang Hyang Betari bernama Sang Hyang Berawi, ketika
berstana di Gunung Agung Sang Hyang Giri Putri nama Sang Hyang Betari, ketika dipuja di
Gunung Batur Sang Hyang Danu nama Sang Hyang Betari.

Kalau Sang Hyang Betari berada di telaga dan di pancoran Dewi Gayatri nama Sang Hyang
Betari, jikalau Sang Hyang Betari berada di sungai yang besar dan dalam (tukad) Dewi Gangga
nama Sang Hyang Betari. Jika berstana di pura sawah (ulun carik) Betari Sri nama Sang Hyang
Betari semua anugrah Sang Hyang Betari sangat besar bagi kehidupan umat manusia, saat ini
terimalah sembah bakti hamba dan sesajen yang telah disiapkan oleh sanak saudara hamba
semoga Sang Hyang Betari dapat menerima dan memaklumi segala kekurangannya “

Sang Hyang Betari Durga berkata “wahai engkau atma suci yang telah mendalami ajaran
kemoksan sekarang silakan lanjutkan perjalananmu menuju swarga loka semoga mendapatkan
swarga bhuana yang sangat baik, semoga kamu tegar dalam perjalanan karena dalam perjalanan
nanti kamu akan melewati banyak rintangan dimana akan melewati goa, gunung dan hutan yang
angker, “

Setelah selesai menerima pesan dari Sang Hyang Betari Durga dan menghaturkan sembah untuk
berpamitan akhirnya sang atma melanjutkan perjalanan keluar dari candi bentar yang ada di pura
dalem menuju arah timur laut ( kaja kangin / airsenia ) sepanjang jalan yang dilalui oleh sang
atma terlihat pemandangan yang indah mempesona, banyak sekali bunga yang sedang berbunga
disana sini serta berwarna warni dengan bau yang harum semerbak hal tersebut dikarenakan pada
saat itu adalah musim semi dimana semua tanaman dan bunga sedang berbunga dan berbuah,
burung – burung bersuara merdu bagaikan musik dari kayangan

Diceritakan sang atma sudah sampai di sebuah sungai yang sangat besar (tukad ageng) dimana
airnya sangat jernih, dipinggir sungai tersebut ada sebuah batu kali yang bentuknya pipih serta
dipayungi oleh pahon cempaka yang sangat rindang, sang atma duduk di batu tersebut sambil
melihat kearah seberang sungai yang sangat jauh, melihat air yang sangat jernih dan sejuk timbul
keinginan sang atma untuk mandi di sungai tersebut, namun ketika sang atma akan melanjutkan
niatnya tersebut tiba – tiba muncul seekor buaya yang sangat besar mendekati sang atma dan siap
untuk menggigit serta memangsa sang atma.

Untuk menghindari sang buaya sang atma naik kembali ke atas batu sambil melihat mata sang
buaya yang ada di depannya, sang atma berkata “uduh dewa (wahai engkau) sang jugul ageng
(sang buaya besar), jangan engkau mengelak karena aku sudah mengetahui siapa engkau
sebenarnya, engkau adalah adikku yang lahir dari satu rahim ibu, waktu itu engkau dan aku lahir
bersamaan tidak lain engkau adalah ari – ari.
Wahai sang jugul ageng (buaya besar) engkau dan aku bersaudara untuk itu sebaikan antar aku
menyebrangi sungai ini supaya lebih cepat aku bisa menyelesaikan perjalanan ini, siapa lagi
selain idewa (engkau) yang pantas menolong aku “ mendengan penjelasan sang atma, sang buaya
sadar dan menangis seraya berkata” uduh kakak sang atma mohon ampun atas kesalahan hamba,
silakan naik ke punggungku akan ku antar kakak sampai di tepi sungai besar ini “ setelah sampai
ketepian sang atma menyampaikan terima kasih kepada sang buaya dan melanjutkan
perjalanannya menuju arah semula timur laut (kaja kangin / airsenia).

Sang atma sekarang telah tiba di tepi hutan rimba yang sangat mengerikan, ketika sang atma
hendak masuk ke hutan tersebut sang atma merasa terkejut melihat semua hewan lari tunggang
langgang, burung – burung yang ada di dahan pohon semuanya terbang ke angkasa semua hewan
mencari tempat persembunyian, terdengar dari hutan tersebut suara yang menyerupai auman
macan menuju ke arah sang atma, setelah menunggu beberapa saat muncul raksasa perempuan
yang sangat besar menutup jalan sang atma raksasa tersebut besar bentuknya bulat tidak
memiliki tubuh, matanya besar dan melotot, taringnya yang terlihat sangat besar dan tajam,
ketika sang raksasi itu berteriak maka seperti suara gemuruh yang menggoncangkan ibu pertiwi.
Raksasa tersebut tidak memili badan dan hanya kepala saja yang sangat besar (raksasi ulu).

Tanpa rasa takut sang atma mendekati raksasi ulu tersebut sampil berkata dengan sangat halus, “
ibu terimalah sembah bakti hamba, hamba tidak ada lain adalah anakmu engkau lahirkan dahulu,
hamba mengerti penjelmaan MU ini adalah salah satu kesaktian dari rahim yang ada dalam
tubuhmu, ijinkan hamba lewat untuk menuju tempat yang harus hamba tuju “ sang raksasi ulu
menjawab “ wahai engkau anakku sang atma suci, engkau sangat paham dengan aji kemoksan
( ajaran moksa ) dan sangat tekun dan taat kepada ajaran agama untuk itu ibu sangat mendoakan
perjalananmu semoga kamu tidak menemui rintangan sang sulit dan semoga kamu mendapat
tempat yang utama nantinya, aku akan membuatkanmu jalan melewati daerah kekuasaanku “
setelah selesai menerima sembah bakti dari sang atma raksasi tersebut berbalik dan bergelinding
membuatkan jalan untuk sang atma karena kesaktian sang raksasi apapun yang tersentuh olehnya
hancur berantakan.

Sang atma melanjutkan perjalanan setelah menghaturkan terima kasih kepada sang raksasi ulu,
didepan terlihat pegunungan yang cukup sulit untuk dilewati di sebuah lembah sang atma
kembali bertemu dengan macan yang sangat galak dan mengerikan, sambil mengeluarkan suara
yang menyayat sang macan bersiap untuk menerkam sang atma, sang atma berhenti sambil
berkata dengan lembah lembut “ uduh idewa ( wahai engkau ) sang macan mungkin engkau
belum mengetahui siapa aku sebenarnya, aku tiada lain adalah soudaramu di kehidupan yang
lalu, sewaktu didalam kandungan wujudmu adalah darah, setelah waktunya untuk lahir engkau
dan aku secara bersamaan lahir dari rahim sang ibu, kelahiran kita secara bersamaan pada saat
kehidupan di dunia “

Setelah mendengan perkataan sang atma ssang macan mengerti dan menunduk sambil
meninggalkan sang atma yang sedang berdiri, sang atma melanjutkan perjalanannya setelah
melewati lebmah tersebut sang atma kembali melihat hutan dimana di hutan tersebut penuh
dengan pohon bunga yang sedang berbunga, bau semerbak wangi dari bunga – bunga yang
sedang mekar tersebut membuat sang atma terkagum – kagum, disisi lain burung dan hewan
lainnya bernyani riang seperti musik yang menyambut kehadiaran sang atma, sambil berlompat
kesana kemari binatang – binatang yang ada di hutan tersebut seperti menari – nari melihat
kehadiran sang atma tidak bisa diceritakan keindahan yang ada di tempat tersebut.

Sang atma melihat seekor anjing besar berwarna hitam pekat menghampiri sang atma seraya
duduk didepan sang atma, sang atma yang betul – betul sudah mempelajari ajaran agama dengan
baik dan menerapkannya samasa hidupnya berkata dengan lembut “ uduh asu selem idewa
( wahai sanga ajing hitam engkau ), aku tiada lain adalah kakakmu dikehidupan yang lalu dimana
pada saat di dalam kandungan sang ibu engkau berwujud air ketuban ( yeh nyom ) engkau adalah
adikku dalam kehidupan yang lalu dimana kita bersama – sama lahir kedunia “ . mendengan
perkataan sang atma tersebut sang anjing hitam tersebut menunduk sambil menjilat sang atma,
terasa kesedihan dalam diri sang anjing, sambil berdoa dalam hati sang anjing melepas
kerinduannya kepada sang atma, selanjutnya sang anjing meninggalkan sang atma.

Setelah itu sang atma kembali melanjutkan perjalanannya tidak diceritakan jalan yang ditempuh,
sampai sang atma sangat lelah dan dahaga, timbul niat sang atma untuk berhenti melepas lelah di
sebuah pancuran yang ada didepannya, setelah tiba di pancuran tersebut sang atma duduk
disebuah batu yang ada disana. Tanpa disadari oleh sang atma ada sekelompok bebutan ( sejenis
raksasa ) melesat menghampiri sang atma sambil mengepungnya, sambil bersorak gembira
bebutan tersebut mengepung sang atma bersiap untuk memangsanya, dengan mengeluarkan
senjata masing – masing para bebutan tersebut bersiap untuk mengoyak dan menikam sang
atma .

Sang atma berkata dengan sangat halus kepada kelompok bebutan tersebut “ uduh idewa sang
bebuthan sami, kalau memang boleh jangan marah dengan keberadaan hamba disini, engkau
sang bhawal, sang badpamiad dan seterusnya ……… , engkau dan hamba adalah sama, aku
sudah menjadi atma sudah berada di alam niskala ( dialam lain ), lebih baik engkau ke
mercepada ( dunia ) disana keluaga hamba telah mempersiapkan sesajen yang berhak untuk
kalian nikmati, idewa sang bhuta badmoti segehan bubuh dagianmu, idewa sang bhuta mrajasela
sekar ura punyamu, merupa bubur pirata sang bhuta bhawal punyamu dan seterusnya ………….”
Setelah mendengan perkataan sang atma suci kelompok bebhutan tersebut segera menghilang
dari tempat tersebut.

Diceritakan sang atma sudah sampai di simpang tiga ( marga tiga ), sang atma bermaksud untuk
berhenti sejenak untuk beristirahat namun belum sempat sang atma untuk duduk tiba – tiba
terdegar suara gemuruh yang sangat keras angin bertiup sangat kencang semua hewan berlarian
seperti ketakutan, namun sang atma tetap tegar menunggu apa yang akan datang, secara tiba –
tiba muncul empat kala ( sejenis raksasa ) didepan sang atma rambutnya merah dan kusut, sambil
setengah menari ke-empat kala tersebut secara bersamaan tertawa, suaranya sangat keras
menyerupai gemuruh guntur dan kilat, keempat kala tersebut berkata “ ini ada atma disini
tampaknya sangat enak untuk dimangsa “ mendengar perkataan keempat kala tersebut sang atma
menghaturkan sembah sambil berkata dengan lembut “ uduh beli ( wahai kakakku ) sang
Jogormanik, sang Suratma, sang Maha kala adikku, begitu juga sang Doro kala, hamba mohon
engkau tidak menghlangi perjalanan hamba karena engkau berempat dan aku tidak ada lain dan
tiada bukan adalah bersaudara, ketika engkau kecil sang angga pati yang pertama sang prajepati
yang kedua sang banas pati yang ketiga dan yang keempat sang banaspati raja , didalam tubuh
engkau juga memiliki tempat seperti sang prajapati engkau di hati tempatmu dan seterusnya
…………….. begitulah keberadaan kalian semuanya, lebih baik kalian berempat kerumah
hamba di mercapada ( bumi ) disana telah disiapkan saji darpana agung silakan dinikmati di
sana. Selanjutnya ijinkan saya melanjutkan perjalanan”.

Keempat kala tersebut berkata “ inggih sang atma suci silakan melanjutkan perjalanan semoga
engkau memperoleh sorga yang utama” selanjutnya dicerikan sang atma dan sang kala berpissah,
sang atma melanjutkan perjalanannya menuju timur laut ( kaja kangin / airsenia ), setelah
melewati beberapa rintanggan akhirnya sang atma tiba disebuah taman yang sangat indah dan
semerbak wangi dari kembang yang tumbuh di sekitar taman tersebut airnya sangat suci dan
dingin taman tersebut bernama Pancaka Tirta, sang atma mandi ditaman tersebut untuk
mensucikan dirinya karena taman tersebut adalah anugrah Ida Sang Hyang Wisnu untuk
mensucikan atma yang bendak menuju sorga.

Ketika sang atma sedang mandi berita tentang kedatangan sang atma sudah tiba di swarga
selanjutnya para dewa – dewi, bidadari mempersiapkan penyambutan, dengan diiringi suara
musik yang sendu rombongan penyambut tersebut menuju tempat Pancaka Tirta tempat sang
atma mensucikan diri.

Diceritakan kembali sang atma yang telah selesai mandi berteduh disebuah pohon untuk melepas
lelah sambil menikmati pemandangan, terdengan suara sayup – sayup musik yang sangat indah
dari kejauhan dengan diiringi bau harum yang semerbak, sang atma duduk bersila sambil
menunggu kedatangan suara tersebut, setelah rombongan penjemput tersebut tiba sang atma
menghaturkan sembah bakti kepada para dewa yang mendekatinya.

Salah satu dari para dewa tersebut berkata “uduh dewa (wahai engkau) sang atma engkau sangat
taat, suci dan uttama kami semua datang untuk menjemput kedatangan mu menuju sorga, kamu
pantas untuk mendapatkan sorga yang utama, yang akan kamu peroleh adalah rumah yang
terbuat dari emas yang terbaik”

Sang atma menghaturkan sembah seraya berkata “sembah sujud hamba kehadapat para dewata
semua hamba mohon jangan melebih – lebihkan hamba sebenarnya hamba tidak mengetahui apa
– apa, hamba mohon ampun jika perkataan hamba ada yang salah “

Dewa tersebut berkata “itu memang benar dalam kehidupanmu di dunia kamu telah sangat tulus
dalam berbuat baik kepada dewa, manusia, dan alam, menjalankan apa yang menjadi tugasmu
tanpa pambrih, tidak tergoda dan selalu menghaturkan sesajen walaupun sekedar canang dan
dupa, walaupun hanya dengan doa, yang penting adalah ketulusan. Ingat dengan leluhur,
beryadnya semampunya, nah sekarang naiklah ke joli emas itu kita lanjutkan perjalanan menuju
sorga “

Setelah mendengan perkataan dewa tersebut sang atma tidak berani membantah dan naik keatas
joli emas yang sangat indah dihiasi dengan manik dan batu permat, diceritakan rombongan
tesebut telah tiba di pintu gerbang menuju sorga didepan pintu gerbang tersebut terdapat sebuah
balai (bangunan) yang sangat indah dihiasi emas dan permata, di tempat tersebut telah menunggu
Rsi sorgawi untuk menyucikan sang atma. Upacara penyucian untuk sang atma digelar dengan
sangat khusuk, setelah upacara tersebut selesai sang atma diantar menuju sorga dan tempat yang
terlah ditentukan, di tempat tersebut sang atma bertemu dengan orang tua dan sanak saudaranya
yang telah terlebih dahulu menempuh perjalanan tersebut, sambil menangis keluarga tersebut
melepas kerinduannya.

Tidak diceritakan berapa lama sang atma berada di tempat tersebut sampai akhirnya semua atma
dijemput menuju Siwa Loka, tempat bersatunya Atma dengan Parama-Atma atau Jiva dengan
Brahman.

Anda mungkin juga menyukai