Anda di halaman 1dari 40

PEDOMAN TENTANG BANTEN PITRA YADNYA

PEDOMAN TETANDINGAN
BANTEN PITRA YADNYA

RING GRIYA AGUNG BANYU


TAMAN LANGGENG

DUSUN IDERAN, DESA KAYU PUTIH


KECAMATAN BANJAR, KABUPATEN BULELENG
PEDOMAN TENTANG BANTEN PITRA YADNYA

A. SEKILAS TENTANG PITRA YADNYA


Hidup sebagai manusia terkait dengan kewajiban, antara lain Tri Rnam. Salah satu
dari Tri Rnam yang wajib Kita lakukan adalah Pita Rnam. Pitra Yadnya adalah persembahan
suc Kepada leluhur, yang merupakan suatu pembayaran hutang (Pitra Rnam). Leluhur
dimaksud adalah ibu, bapak, kakek, buyut dan lain-lainnya, yang merupakan garis lurus ke
atas, yang menurunkan Kita. Di dalam sekripsinya | Gede Sugata Yadnya Manuaba dengan
judul Analisi Struktur Dan Fungsi Sosial Kala Tatwana halaman 58 termuat sastranya pada
lembaran naskah 8b sebagai berikut

Kutipan :
“Samangkana pratekaning sawa aweha mukti swarga sang dewa pitara, apan hana
dosamya nguni duk kari mahurip ring madhya pada, mangke ring Yama ning loka
timemunya, sangsara dinenda de mira Sang Hyang Yamadhipati, pinalara de nira watek
kingkhara bhuta, karaning hana wenang tinebas dening pangaci-aci manut sakramanira
puja pitre de ning Pitra Yadnya maka prasidhaning sang atma mantuk ing swarga loka”.

Artinya :
Demikian Upacara Terhadap jenasah, memberikan Sang Dewa Pitara (lelubur) untuk
menikmati sorga. oleh karena ada dosanya pada waktu masih hidup di dunia, makanya
sekarang menerima penderitaan di neraka dihukum oleh Sang Hyang Yama Dipati, dihukum
oleh para Kingkara Bhuta. Itu yang menyebabkan patut ditebus dengan satu upacara sesuai
dengan tatacara memuja Pitra (roh leluhur) dengan Pitra Yadnya sebagai sarana agar sang
atma dapat kembal ke alam sorga.

Upacara menghormati leluhur dalam tradisi Hindu disebut dengan Sraddha Hal ini
dijelaskan dalam Menawa Dharma Sastra sebagai berikut :

; Pitra Yadnya yang harus kamu lakukan, hendaknya setiap harinya melakukan
sraddha dengan mempersembahkan nasi atau dengan air dan susu, dengan
umbi-umbian. Dan dengan demikian ia menyenangkan para lelubur.
(M.D.S.1.82)

Demikian juga Ithihasa Ramayana, memberikan landasan hukum akan adanva Pitra
Yadnya itu. Terjemahannya sebagai berikut :
Sangat bijaksanalah Sang Dasaratha, tahu dan paham beliau pada Veda, selalu
bhakti kepada para dewar, dan tidak pernah lupa memuja lelubur, belian selalu
kasih dan sayang pada keluarga semuanya (Ramayana 1.3.)

Melaksanakan Pitra Yadnya adalah kewajiban pretisentana (pewaris). Sebelum


selesai melaksanakan Pitra Yadnya ini, ia belum berhak mewarisi. Tugas pretisentana
adalah sampai ngelianggikang dan memujanya di sanggah rong tiga (kemulan). Setelah
kewajiban ini dilaksanakan, barulah pretisentana itu berhak atas waris. Pitra Yadnya
vang berarti korban suci kepada leluhur, secara garis besarnya dapat dibagi menjadi
dua, yaitu :
PEDOMAN TENTANG BANTEN PITRA YADNYA

1. Memeliharanya dengan baik semasih mereka hidup.


Memelihara orang tua ketika masih hidup, antars lain dengan cara memelihara
kesehatannya, dan menjamin ketenangan batinnya, dan selalu memuaskan batinnya.
Memuaskan batin orang tua dapat ditempuh dengan bermacam-macam cara. Cara yang
terpenting adalah selalu mengindahkan nasehatnya dan mohon restu untuk s egala
tindakan yang akan kita ambil. Inilah pelaksanaan Pitra Yadnya, ketika orang tua masih
hidup.
2. Menyelenggarakan upacara setelah kematiannya.
Melaksanakan upacara Pitra Yadnya setelah kematian, adalah dengan menjalankan
upacara pembersihan jenazah (sawa) untuk mempercepat pengembalian unsur panca
maha butanyapada asalnya, kemuclian menyelenggarakan upacara penyucin rohnya (atma)
untuk dapat kembali kepada asalnya sesuai dengan subha asubha karmanya.
Adapun perincian upacara kematian adalah :
1. Membersihkan jasadnya (mresibang sawa).
2. Mendem Sawa sementara karena suatu hal belum bisa diaben/ atiwa-tiwa.
3. Ngaben (atiwa-tiwa)
4. Ngroras/ Mamukur/ Nyekah.
PEDOMAN TENTANG BANTEN PITRA YADNYA

B. LANDASAN FILOSOFIS
Menurut agama Hindu, manusia itu terdiri dari lapisan yaitu raga sarira, suksma
sarira, dan antahkarana sarira. Raga sarira adalah badan kasar, badan yang
dilahirkan karena nafsu antara ibu dan bapak. Suksma sarira adalah badan astral atau
badan halus yang terdiri dari alam pikiran, perasaan, keinginan dan nafsu, (cilia,
manah, indria, dan ahamkara). Anthakarana sarira adalah yang menyebabkan hidup,
atau Sang Hyang Atma.
Raga sarira atau badan kasar manusia terdiri dari unsur panca maha bhuta, yaitu
prethiwi, apah, teja, bayu, akasa. Pretiwi adalah unsur tanah, yakni bagian-bagian badan
yang cair seperti darah, kelenjar. Teja adalah api. Apah yakni panas badan (suhu). Bayu adalah
angin, yaitu nafas. Akasa adalah eter, yak.ni unsur badan yang terhalus yang menjadikan
rambut dan kuku.
Ketika manusia meninggal, suksma sarira clan atma akan pergi meninggalkan badao
Atma yang sudah begitu lama menyatu dengan sarira, atas kungkungan suksma sarira, sulit
sekali meninggalkan badan itu, padahal badan sudah tidak dapat difunfsikan lagi, lantaran
beberapa bagian sudah rusak. Hal ini merupakan penderitaan bagi atma, Untuk tidak
terlalu lama atma terhalang perginya, perlu badan kasarnya diupacarakan untuk mempercepat
proses kembalinya, kepada sumbernya, yakni panca maha bhuta di alam macrocosmos.
Demikian juga bagi sang atma perlu dibuatkan upacara untuk pergi ke alam pitra dan
memutuskan keterkaitannya dengan badan kasarnya. Proses inilah yang disebut Ngaben.
Kalau ngaben tidak dilaksanakan dalam kurun waktu yang cukup lama. badan
kasarnya akao menjadi bibit penyakit, yang disebut bhuta cuil, dan atmanya akan mendapat
neraka. Hal ini dapat dilihat pada soka berikut :
"Yan wwang mati mapendhem ring prethiw salawasnya tankinenan widhi-
widhana, byakta matemahan roghaning bhuwana, haro-hara gering marana ring rat
atemahan gadgad......"
Artinya : kalau orang mati ditanam pada tanah selamanya tidak diupacarai/ di aben,
sesungguhnya akan menjadi penyakit, bumi kacau sakit mrana di dunia menjadi
gadgad...............
PEDOMAN TENTANG BANTEN PITRA YADNYA

C. ALA AYUNING DEWASA


Mengenai dewasn nyu untuk melakaanakan upncars stiwn-tiwa, discbutkan secara
bervarisi antara berbagai lontar, seperti yama tattwa, wariga gemet, warlga keimping, tutur
bhagawan garga, pengalihan tri lingga, dan schagainya,
Tetapi semuanya itu telah diseminarkan oleh Parisadha (PHI), dan hasilnya tertuang
dalam Piagam Campuhan,
Piagam Campuhan, sebagai hasil dari pesamuhan agung tanggal 17 s/d 23 Nopember
1961. memutuskan bahwa pelaksanaan atiwa-tiwa/ pembakaran mayat, ditetapkan menurut
ketentnan dalam Yama Purana Tatwa, terutama mengenai upakarabebantenannya, dan
dilaksanakan di dalam tujuh hari dengan tidak memilih dewasa.
Harapan agar ngaben dilaksanakan di dalam tujuh hari dengan tidak memilih dewasa,
perlu direnungkan kembali dengan penjelasan-penjelasan yang gamblang supaya tidak
menimbulkan penafsiran yang berbeda-beda. Memperhatikan uraian lontar-Jontar sumber
pedewasan tersebut di atas, dapat diambil pedoman sebagai berikut :

a. Di dalam tujuh hari tidak memilih dewasa, harus tetap masih


memperhitungkan desa, kala, patra. Misalnya jika ada yang sedang
melakukan piodalan/ Dewa Yadnya di Pura Kahyangan Tiga, maupun
Khyangan yang lainnya dalam satu wilayah desa adat atau desa adat dalam
suasana ‘nyengker’, janganlah melakukan atiwa-tiwa.
b. Dalam tujuh hari tidak memilih dewasa, hendaknya masih tetap memilih
hari yang paling baik, yang memungkinkan untuk atiwa-tiwa, dengan
menghindari pantangan/ larangan padewasan seperti : saniscara kliwon,
budha kliwon, anggara kliwon, budha wage, prewani, tilem, dora (pasah),
kala gotongan, semut sadulur, patirthan ring Kahyangan Tiga, dan patirthan
ring sanggar/ pemerajan sang madruwe kematian.
c. Jalan keluarnya, jika ada orang meninggal pada waktu itu ialah di pendam/
dikubur di malam hari atau hari menjelang pagi (tatas lemakh), tanpa
upacara atiwa-tiwa, dan tempat pemakaman (gagumuk) diisi bambu yang
disebut dengan peloncor, sebagai simbol belum dikebumikan sebagaimana
PEDOMAN TENTANG BANTEN PITRA YADNYA

mestinya. Bila sudah datang hari baik, barulah diupacarai serta melalui
peloncoran tirtha dimasukkan, kemudian dicabut, dan bekas peloncoran di
tutup dengan tanah.
PEDOMAN TENTANG BANTEN PITRA YADNYA

D. SASTRA AGAMA (LONTAR) INDIK PITRA YADNYA

1. LING NING WIDHI SASTRA PURWA YAMA TATTWA


Mangke hana pawarahiku ri kita, risnda kala hana wang mati, sinurupang ring sititala
ring setra, ik mala Kapatyan ngaran wangke ika, yan tan sinirating tirtha pangentas de sang
panditha putus, Kunang riwekasnya, yon hana hamre teka ring desa pakraman, sebel ta aku
punah tekapnya, salwirnya sawn wwang mati kang pinendem ikn mawak bhuta cuil, aja
hamreteka ring desa, ring setra juga kKawenanganya preteka.
Kunang van suruping sitidarani, ika ngaran wangkening wang mekalan, yadyapin
mati bener, apan salah hidep mati bener, apan salah hidep mati kabengawan. Mangkana
halaning wang mati bener yan pinendem.
Yan tan sida mreteka sawaning wang mati bener, mwah hana kehalangan ring desa
pakraman, kengkengin sawaning wang mat wang mati bener pinendem, kewala mapajati
rumuhun ring Sang Hyang Ibu Prethiwi, ring Prajapati, mwang ring sedahan setra, mwang
siniratin tirtha pangentas de pandhita putus.
Kunang yan hana sengkalaning bhumi, hana wang mati tapwan hana sida mageseng,
wenang sira hawen pejati ramubun ring Sang Sedahan Setra, ring Ibu Perthiwi, mwang ring
Prajapati, saduri rumuhun ring Sang Sedahan Setra, ring Ibu Perthiwi, mwang ring Prajapati,
sadurunge jaga mendem sawaning wang mati.
Nihan wupakaranya: daksine, suci, ajuman, peras, panyeneng. DagNihan
upakaranya: daksina, suci, ajuman, peras, panyeneng. Dagingya hamelaku dununganing
sawa ring Sang Hyang Ibu Prethiwi. Mangkana kramanya hamendem sawaning wang mati,
apan tan wenangmati, apan tan wenang wangkening wang mat wangkening wang mati bener
pinendem.
Gesengakna juga sayogyanya, swasta akna ring Sang Hyang Agni, yeka pada
paripurna sang mati tekaning jagat kabeh, mwang santananya tekaning sang ratu panjang
yusa.
PEDOMAN TENTANG BANTEN PITRA YADNYA

2. IKI LINGING PURWANA YAMA TATTWA

Minurut saking pawarah Bhatara Yama, indik ngewangun wyadin ngokoh/ ngangkid,
yan wenten padem tur katanem, yan durung tutug sengkernya atahun.

Yan hana mapajati ring Bhatari Prethiwi, ring Sedahan Setra muwah ring Dalem
Panguluning Setra. Kalih yan tan mapajati miwah mapangentas sadawege mendem. tan
wenten kengin wangunang. Yan sampun ngangge pejati, sckadi inucap ring ajeng. sinalih
tunggil matoya pangentas sckama-kama wenang wangunang. Yan mapajati satahun, dwang
tahun patut wangunang. Yan liwat sengkernya sekadi mengpah ring ajeng, phalanya tan
hilang letuh ikang atma, tan sida kang prateka, atmanya matemahan dete, tonyan sefra,
manyusup ring desa pradesa, hangawe gering hasapuniko kadadosan ipun.
PEDOMAN TENTANG BANTEN PITRA YADNYA

Ring dina pabresihane semeng, sawane mapendem patut gagah, upakaranya: banten
panebusan genep mentah rateng, yan mati bener, lwir bebanten nyane, banten panebusan
mentah rateng dena genep, suci asoroh, peras penyeneng asoroh, nasi punjungan maulam
hebat bawi akarang, sajeng toya, jajeron bawi mentah, getih, rumbah gile, segehan, daksina
gede asoroh sarwa pat, jinah panebusan 3000 keteng. Banten penyilur bambang: panak biyu
asiki, pitik asiki, peras tulung sesayut lan saruntutanya.

Yan durung tutug sengkemya kadi menggah ring ajeng, upakaranyanc maweweh
banten pejati telung soroh, keatur ring Bhatari Prethiwi asoroh, keatur ring Sedahan Kawah
asoroh, ring Sang Kala Pati asoroh, malih pengambu atma saha saruntutannya.

Yan ring dina pabresihane, wangunang tulang wangke ika, raris wasuh antuk toya
kumkuman, sawuhnya malih wasuh antuk toya kalungah nyuh bulan utawi nyuh gading
tulange punika. Ri sampune bersih tulange punika, raris reka, pasangin kuwangen
pangringkesan mwah saruntutan nyane, pateh sekadi inucap rikala mresihin sawa ring
pakubon/ pangringkesan wang mati. Rawuhin ring awak-awakan wang mati punika, antuk
taru cendana utawi majagahu, panjang nyane alengkat ring amusti, lumbengnya petang nyari,
madaging surat Dasa Aksara, Ongkara Mula, Tri Aksara, Rwa Bhineda, mwah gambar
wong-wongan, hidep wangkening wang mati, ring sibakane surat wastan sang ke
wangunang, raris wehin saji tarpana saka buatan, pateh sekadi inucap ring sawa preteka
mwah saruntutan ipun, risampune puput maupakara, nyantos panumaya pacang mageseng.
Mankana tingkahing ngawangun wangke wus kapendem.

3. IKI TATANING UPAKARA LAN UPACARA PABERSIHAN


(PANGRINGKESAN WANG MATI)
Minurut saking ucapan lontar pawangun sira Sang Kul Putih, duk penyenengan sira
dalem Jaya Pangus, taler manut kecaping lontar Kerthi Parwa, pawangun sira Bhagawan
Domya, duk panyenengan Ida Sang Yudistira, taler miturut saking lontar Sundan Gama
Tirthane, taler nganutin kaputusan pasamuhan para Sulinggih ring “Seminar Kesatuan Tafsir
Terhadap Aspek-aspek Agama Hindu ke XI” (25 s/d 26 Maret 1985).
PEDOMAN TENTANG BANTEN PITRA YADNYA

Lwir Tingkahe :
Ri wawu pejah kang jadma, raris sasapin handuk toyan cendana, raris rurubin, ri
sampun rauh panemaya dina pabersihane, wawu tedunang sawane rawuh ring bale
panusangane, raris lukarin sahanan rurubanya, tur raris I krama nyiramin layone antuk toya, ri
sampune puput raris borehin, hurudin, ambuhin, pupurin, tur malih panjusin, risampune puput
raris kambenin, raris tirthanin antuk tirtha panglukatan.
Raris pasangin pangringkesane, wire :
Kewangi 7 siki, tingkahe ngenahang kewangine;
o Sane asiki madaging pucuk don dapdap 2 muncuk madaging jinah 11 keteng
magenah ring hulu marep tuwun,
o Sane malih siki madaging jinah 11 keleng ring selagan susune marep menek,
o Kewangene malih asiki madaging sckar tunjung majinah 9 keteng magenah ring
hulun hati,

o Kewangen malih kalih madaging jinah 5 keteng suang-suang kewangi, mabunga


pusuh cepaka putih pada 5 katih, magenah ring tangan kekalih.
o Kewangene sane malih 2, antuk keraras, madaging jinah 5 keteng suwang-suwang
kewangi, mabunga pusuh cempaka kuning pada 5 katih, magenah ring cokor
kekalih.

Malih jinah buku-buku 16 bundelan medaging wajn 16 tebih;


o Sane abundel medaging jinah 25 keteng mwang waja atebih, kaput antuk don
dapdap tegul antuk benang, magenah ring buku-buku.
o malih jinah gegalenge 225 keteng, maiket ring biyu kayune 9 bulih antuk benang
selem.
o Malih waja 32 tebih magenah ring gigi.
o Pusuh menuh 3 katih, magenah ring cangkem akatih, ring cunguh 2 katih,
o Meka 2 tebih magenah ring mata.
o Maleme dadosang asiki ring bundelang buku-bukune, pinaka buku-buku.
o Malih bebek sari kuning ring muwa/ muka.
o Ring bahu tengen katik cengkeh.
o Ring bahu kiwa jebugarum.
o Ring hulun hati masuwi.
o Ring bokongan samparwantu.
o Ring baga purus lembekkastori, hampok-hampok don tuwung.
o Momon mirah windusara.
PEDOMAN TENTANG BANTEN PITRA YADNYA

Dulurin minyak wangi-wangi, raris tirthanin antuk tirtha pabersihan, mwang tirtha
panunase ring sanggah/ pamerajan, risampune puput raris tirthanin antuk tirtha
pangringkesane. Raris kona sentananya ngubakti, risampune puput raris ringkes sawane, wus
puput maringkes unggahang ring balene wehin saji saka buatan.
Yan prade sawane pacang kapendem, patut kadulurin antuk mapejati ring pura
Prajapati, ring Prethiwi, ring Sang Sedahan Setra saha kadulurin antuk toya pangentas saking
Panditha putus.
E. TETANDINGAN BANTEN ATIWA-TIWA SAWA PRAKERTI MANUT YAMA
TATTWA
1. DUDONAN UPAKARA RING PANGASKARAN

 Soroh Banten Pengresikan / Pebersihan


1. Banten bayakaon.
2. Banten tebasan durmangala
3. Banten pangulapan
4. Lis bale gading

 Soroh Banten Munggah Ring Sanggar Surya


1. Daksina 2 soroh
2. Suci asoroh
3. Banten peras
4. Sodan/ajuman
5. Ketipat kelanan
6. Banten sor surya (banten gelar sanga)

 Soroh Banten Ring Ajeng Sawa


1. Banten ayaban tumpeng 11 utawi tumpeng 21
2. Suci asoroh
3. Banten saji saka buatan
4. Banten panjang ilang mentah lan rateng
5. Banten pangadang-ngadangan
6. Banten nasi angkeb
7. Bubur pirata
8. Dyus kamaligi
9. Sekar ura
10. Adegan Sawa, ponjen lan paneteh
PEDOMAN TENTANG BANTEN PITRA YADNYA

 Soroh Banten Pemelaspas Kajang


1. Banten ayaban tumpeng 5 asoroh
2. Suci asoroh
3. Daksina gde asoroh
4. Banten peras pemlaspas
5. Kuwangen 22 besik, rurub sinom, sekar ura
6. Tebasan pasupati

 Soroh Banten Pemerasan


1. Banten ayaban tumpeng 5 asoroh lan suci asoroh
2. Banten sorohan: jaja bantal 33, jaja pasung 33, sate 33 katih, tipat sirikan 33
3. Banten papegatan asoroh

 Sorohan Banten Ring Ajeng Sulinggih


1. Banten pejati saha banten peras gde, suci asoroh
2. Daksina gde asoroh
3. Pemanisan

 Mekarya Tirtha
1. Tirtha panembak
2. Tirtha pangentas
3. Tirtha panyeeb
4. Tirtha pamralinan
5. Utik saha geni paralinan

 Soroh Banten Tedun Sawane


Banten caru ayam brumbun saha eedannyane

II. DUDONAN UPAKARA RING TUNON UTAWI RING SETRA


 Sorohan Banten Pengersikan/ Pabersihan
1. Banten bayakaonan
2. Banten tebasan durmangala
3. Banten tebasan prayascita
4. Lis gde bale gading
5. Banten pengulapan
PEDOMAN TENTANG BANTEN PITRA YADNYA

 Soroh Banten Munggah Ring Sanggar Surya


1. Banten pejati asoroh
2. Banten suci asoroh jangkep
3. Banten pras gde asoroh
4. Banten pengambian tumpeng 5

 Soroh Banten Sor Surya


1. Banen pejati saha banten gelar sanga
2. Banten penebusan mentah lan rateng
3. Daksina gde asoroh
4. Salaran hidup

 Soroh Banten Ring Ajeng Sawa/ Puspalingga


1. Banten ayaban tumpeng 11 utawi tumpeng 21
2. Suci asoroh jangkep
3. Banten saji saka buatan
4. Banten panjang ilang mentah lan rateng
5. Banten pangadang-ngadangan
6. Bubur pirata putih kuning lan nasi angkeb
7. Dyuskamaligi
8. Pasucian lan rantasan

 Soroh Banten Panyumpit Areng


1. Banten pejati asoroh
2. Banten panyumpit areng asoroh
3. Pane asiki, toya anyar, klungah nyuh bulan/ nyuh gading

 Sorohan Banten Lan Eteh-eteh Pangrekan


1. Banten peati asoroh
2. Punjungan putih kuning adulan.
3. Kasa lan daun pisang kaikik (pisang Bali/ pisang alas)
4. Kuwangen 22 siki, saha kembang ura
5. Pasucian, rurub sinom, klasa/ tikeh
6. Sasenden, carang dapdap muang tebu anggen nguyeg
7. Klungah nyuh gading saha eedan puspa lingga
PEDOMAN TENTANG BANTEN PITRA YADNYA

 Banten Ring Tunon (Pamuunan) Sawusan Ngeseng Sawa


1. Banten Caru ayam brumbun
2. Gelar sanga

 Banten Panganyutan
A. Pejati saha suci asoroh
B. Sodan’ punjungan putih kuning adulang
C. Segehan manca wama asoroh

 Sorohan Banten Penyanggara ( sadurung memarga ke setra )


1. Banten nuwur pakuluh ring mrajan, paibon, panti lan pura kawitan
2. Banten nuwur tirtha lan atur piuning ring pura dalem, penguluning setra, lan praja
pati
3. Banten panuwuran sulinggih
4. Banten gambelan lan sekha santhi, lan sane siyosan

CATATAN:
Apabila ingin ngelanus utawi pacang nyekah patut ngulapin/ mamitin (ngedasin) rin, ring
segara utawi genahe nganyut. Ring jeroan sang madrewe karya ngawentenang pacaruan/
makelud/ makala mijian.

Banten caru pakeludan :


1. Ringnatah :Macaru antuk ayam brumbun bebek belang kalung
2. Ring Merajan : Mecaru antuk ayam brumbun saha banten panyepuhan asoroh

III. DUDONAN BANTEN NGULAPIN/ MAMITIN RING SEGARA UTAWI


GENAHE NGANYUT
1. Banten pejati asoroh saha suci, maka upasaksi ring surya
2. Banten ayaban tumpeng lima saha suci asoroh
3. Banten pengajeng pinanditha
4. Canang oyodan, rantasan pasucian, panastan, cecepan
5. Kawangen majinah 11 keteng anggen lingga sang kaulapin
6. Carang dapdap macanggah tiga anggen panuntun saha benang tebusan
PEDOMAN TENTANG BANTEN PITRA YADNYA

IV. TATANING UPAKARA/ BANTEN NGARORASIN, NYEKAH, MAMUKUR


“NYEKAH KURUNG".
Ri kalaning jaga ngawentenang karya panychuhan, patut Rariymin antuk upacar
ngangget don bingin, luwir upakara nyane :
PEDOMAN TENTANG BANTEN PITRA YADNYA

1. DUDONAN UPAKARA NGANGGET DON BINGIN


1. Banten munggah ring surya banten pejati saha suci asoroh
2. Banten pangresikan, bayakaon, durmangala, prayascitta, pengulapin
3. Banten tumpeng lima asoroh, suci asoroh, banten soroahan asoroh utawi manut
desa mawacara
4. Banten Papendakan: Canang oyodan, canang tambur, kawas anggen papendakan
(manut desa mawacara)
5. Tiying gading anggen ngalap don bingin, klasa/ tikeh pandan madaging kasa,
bokoran madaging kasa kalih (2) siki, Tiyuk/ lemad suddhamala, Tatopong,
genjer-genjer, kulambi, umbul-umbul tiga sampir, lan sane siyosan manut desa
mawacara,

2. DUDONAN UPAKARA MANAH TOYA HNING

1. Banten pangresikan, bayakaon, durmangala, prayascitta, pengulapin


2. Banten munggah ring surya banten pejati saha suci asoroh
3. Soroh banten ayaban, patch sekadi ring ajeng
4.Soroh banten papendakan, pateh sekadi ring ajeng
5.Eteh-eteh/ perangkadan nyane taler pateh sekadi ring ajeng
6.Toples/ genah tirtha, panah, lan sane siyosan manut dresta.

3. UPAKARA NYEKAH KURUNG:


a. Sorohan Banten Pengresikan
1. Banten bayakaon
2. Banten tebasan prayascitta
3. Banten tebasan durmangala
4. Banten pangulapan
5. Lis bale gading
6. Padudusan alit asoroh saha catur sari asoroh
PEDOMAN TENTANG BANTEN PITRA YADNYA

b. Soroh Banten Munggah Ring Sanggar Surya


1. Suci 2 soroh jangkep
2. Daksina gde asoro
3. Banten pejati asoroh
4. Banten peras pangambeyan
5. Dewa-dewi
6. Tatebasan ardhanareswari
7. Tetebasan sidhakarya
8. Daksina lingga asoroh
9. Catur sari asoroh

c. Sorohan Banten Sor Surya


1. Banten pejati asoroh
2. Banten gelar sanga asoroh
3. Banten pegenian asoroh
4. Segehan

d. Sorohan Banten Ring Damar Kurung


1. Suci asoroh jangkep
2. Banten pejati asoroh
3. Catur sari asoroh
4. Peras pengambian
5. Banten saji asele (jauman)

e. Soroh Banten Mapurwa Daksina/ Nedunang Bhatara Lingga


1. Banten pejati asoroh
2. Banten ayaban tumpeng 5 asoroh saha suci
3. Banten caru ayam brumbun sejangkepnyane
4. Banten gelar sanga asoroh
5. Banten anggen mapurwa daksina (daksina gde medaging pejati lan
suci asoroh,mas. selaka, tembaga, perak, besi lan mirah)

f. Sorohan Banten Ring Arepan Sekar/ Sekah/ Puspa Lingga


1. Banten pejati, suci, catur, pada asoroh ring lingga
2. Banten pejati, suci, catur, pada asoroh ring sangge
3. Banten catur sari, suci, pejati pada asoroh ring sekah
4. Banten ayaban tumpeng 21 (selikur)
5. Banten saji 2 soroh putih kuning magula pasir (anggen ring sangge lan
ring puspalingga)
6. Banten sesayut pangideran 5 soroh
7. Adegarn/ puspa lingga
8. Peras arepan
9. Tahenan
10. Kaklentingan
11. Rantasan saperadeg lan pasucian
PEDOMAN TENTANG BANTEN PITRA YADNYA

12. Dyus kamaligi asoroh

g. Soroh Banten Ring Ajeng Sang Sulinggih


1. Daksina gde asoroh
2. Bantn pejati saha suci
3. Banten peras
4. Punia saka sidan
5. Pemanisan

h. Soroh Banten Mamutru


1. Banten pejati saha suci asoroh
2. Banten pras
3. Punia saka sidan
4. Pamanisan

i. Soroh Banten Ngeliwet/ Makarya Bubur


1. Banten pejati asoroh
2. Suci asoroh
3. Keren utawi kompor
4. Payuk madaging toya anyar
5. . Beras, madu, susu, behem warak
6. Daun plasa utawi don ancak, anggen tatakan bubur

j. Sorohan Banten Pangilen (Manut Desa Mawa Cara)


1. . Canang oyodan, canang tambur
2. Banten papendakan
3. Puja pralina sekah, muspang sekah (pralina)

k. Soroh Banten/ Etch-Eth Ngeseng Sckah


1. Sasenden anggen genah ngeseng
2. Tebu atugel anggen nguyeg, saha sidu asiki
3. Klungah nyuh gading madaging bablonyoh
4. Kamben sekah saha sekar sejangkepnyane
5. Bokoran, lungka-lungka
6. Rikala ngadegan, banten rayunan putih kuning

l. Soroh Banten Penyanggra


1. Banten gambelan
2. Banten sekha santi
3. Banten panuwuran sulinggih
4. Banten nuwur tirtha manut sane ka apti
5. Lan sane siosan manut sane ka apti
PEDOMAN TENTANG BANTEN PITRA YADNYA

CATATAN :
Ri sajeroning karya panyekahan/ ngaroras, mungguwing kawentenan upakara/ banten
nyane sane munggah ring ajeng puspa lingga ne yan prade ring panyekahane sawa’/ puspa
lingga ne langkungan ring asiki, upakara sane patut kawewehin inggih punika :

1. Banten pejati asoroh suang-suang puspa lingga


2. Banten suci asoroh suang-suang puspa lingga
3. Banten catur sari asoroh suang-suang puspa lingga
4. Adegan sekah manut akeh nyane sane nyarengin
5. Pras arepan saha tahenan
6. Kaklentingan, rantasan, pasucian
7. Dyuskumaligi
Yan prade nglantur pacang nyegara gunung/ maajar-ajar, banten panganyutan nyane
maweweh banten ngulapin/ mamitin, saha banten nyegara gunung, mungguing upakara
Mmamitin/ ngulapin, pateh sekadi sane munggah ring ajeng (banten ngulapin/ mamitin rikala
jagi nyekah). Taler daksina mapayas asiki utawi manut akeh nyane jaga pacang kaulapin
kapamitang.
Rikalaning karya atiwa-tiwa, janten jaga mamuatang kawentenan tirtha-tirtha sane
maka larapan pabersihan lan pamuput. Inggih punika: tirtha pabersihan lan tirtha panglukatan
kawentenan nyane kalih soroh, sajroning kalih wadah/ genah, nanghing kanggen sinarengan,
nenten nehenan kemargiang siki-siki, umpaman nyanc wantah panglukatan kewanten, utavi
pabersihan kewanten.
Tirtha-tirtha inucap seringan wenten ring sahananing pemargin yadnya, tirtha punika
maka prelambang penyucian angga sarira (stula sarira), lan penyucian atma sang inangaskara.
Yan kabuatan nyane ring pitra yadnya, punika maka jalaran sidane Sang Hyang Atma luput
ring lara rogha, inggih punika luput ring kaletehan sekala niskala, mangdane ngentas ngulati
jagat sunya.
Tirtha pabersihan, mawadah payuk anyar medaging toya, tirtha pabersihane
kacecirinin antuk sekar bang. Tirtha panglukatan, mawadah payuk anyar madaging toya,
tirtha penglukatan kacecirinin antuk sckar putih. Tirtha punika sami katunas ring Ida sang
maraga wikw/ sulinggih, tirtha punika maka cihna purusa kalawan predana.
PEDOMAN TENTANG BANTEN PITRA YADNYA

 Tirtha Wangsuh Pada


Tirtha Wangsuh Pada utawi tirtha kakuluh, inggih punika, wantah tirtha sane katunas
utawi katuwur ring Ida Bhatara-bhatari, mekadi ring mrajan, paibon, panti, kawitan,
mwah ring Dalem panghuluning setra, indik pemargin tirtha kakuluh punika wantzh
pinaka pamuput ring sajroning karya inucap.

 Tirtha Pangentas
Manut kadi artos, kakecap pangentas, artos nyane sarana jalaran memargi,
munguwing saking tatuwek sangaskara, tirtha pangentas punika maka prelambang
patitis pamargin atma sang lampus, ngulati sangkan nyane nguni. Tirtha pangentas
punika wantah patut kakaryanin olih sang maraga panditha kewanten, tan dados
lianan ring sang pandhita putus. Munggwing eteh-eteh nyane: payuk anyar masurat
dasa bayu, madaging toya hning, paripian, cendana, mirah, jijih 9, wealungan. walan
taga masurat padma, majepit lidi, matanceban ring sahet mingmang 33 katih
ambengan, ring muncuk nyane madaging dahenang walantaga marupa kadi kupu-
kupu, masurat tri aksara, kalpika majepit lidi.

 Tirtha Panyeheb
Mungguwing kawigunan tirtha panyeheb punika, wantah anggen nycheb utawi
nyeduh tawulan sawane sane sampun puput/ wusan mageseng, gumanti madados
areng saksana.
PEDOMAN TENTANG BANTEN PITRA YADNYA

TETANDINGAN BANTEN ATIWASTIWA/ NGAREN

Upakara/ bebantonan, foppihc punikn: mak pawilangan sarann sone anggen mekodi
ttaearn nythmavang tateleb pangrasn blink drewene, sane pumonti ngardi- legawaning
Kahyun, yoadyan song yajomana dangasonryn, snpunikn tales song lampus, sajroning ngulati
stddhantng don, Ring sor puniki knpidartayang indik tetandingan nynne,

1. Saji Pakiriman
Saji tarpana sakabuatan, penek 1, katipat pesor 1, ulam sakewennng, rakn sagenepn,
saserodan, nin magoreng neeper, lebong, antuk andus neeper, malih penek sekul |
maulam bebek, punjungan putih Kuning maulam bebek, sami matekep antuk upih.
Snsvodan bvienyas bungan tem, jaja kuskus bark, jojo kuskos putih, sumping,
bluluk, cacorot, pasung, Kalil sarontutan nyane, Malili bubur pirat putih kuning, sane
putih 54 besik dadi neeper/ atanding, bubur pirata kuning 54 besik dadi atanding, sami
matanceb padang lepns, ambengan, sambel, mojo keling, soha saruntutan nyane.
Mangkana tingKahing banten saji terpana ring sang, pitra,

2. Tetandingan Nasi Angkeb


Medasar antuk sasenden, merupa padma, taledan antuk tamas ental, medaging ceper,
saha johe, pisang, tape, piringan madaging daun tabia 11 bidang, maka aled,
madaging nasi, plaus ental, pula kretti, benang tukelan, medaging beras, tuwak
ajembung.

3. Penek Catur Warna


Madasar antuk taledan, madaging nasi putih, barak, kuning, selem, mwang nasi
brumbun, madaging ulam nyalian, udang, yuyu, lele, lan sradu sami pada aceper.

4. Bubur Pirata
Bubur pirata kawentenan nyane kalih warni, bubur pirata sane puth 54 dados
atanding, bubur pirata sane kuning 54 dados atanding, bubure sami matanceb padang
PEDOMAN TENTANG BANTEN PITRA YADNYA

lepas, muncuk ambengan, masambel maja keling.

5. Saji/ Sagi Catur warna


Nasi catur warna (barak, putih, Kuning, selem) matatakan aled Kulit sesavut,
metatakan tatempeh, ring tengah nyane madaging bubur/ bubuh masiam antuk
empehan, matatakan doun ancak lan dulang kayu masurat padma. maconger padang
lepas, maulam jangkep sarwa suci, guling bebek pineresin mica pinten

6. Panjang Hang Rateng/ Lebeng


Nasi makoput, kacang komak, sudang taluh, embotan bumi, sesate 5. calon 4, pelaus,
hebatan bawi, tadah sukla, tumpeng matambus, maulam avam mapangpang.
mesambel cakeak, masampiyan angkeb, cemeng madaging arak [an berem.

7. Panjang llang Mentah


Pisang, ubi, keladi, kacang komak, Ketan, injin, gedang, bunghil bivo. lakar base
genep, dawanyn muncuk dapdap, muncuk tiying, beluluk, bulun merak. bulun
Kambing, bulun angsa, madaging wstra 3 warna, barak, putib, ireng. Rambawon,
bukuh 2 tugel, mapanjang acengkang sane tan madaging buku, makaput sate put,
matali pita wasutra madaging joum 2 katih, matabeng jebugarum, madaging mulem,
malih buluh katut buku, madaging sajeng, ketang, injin, pantun sami majepit pada 9
katih, penyalin atugel, woh-wohan, base, ambengan, jambe pahyasan, maulam balung
gagending, jajron, getih sami pada mentah.

8. Saji Pangadang-Adangan
Matatakan antuk ngiyu masrembeng, madaging nosi 9 pulung, ubi, keladi, kncang
komak, ketan, injin, gedang, babungkilan lnkar base sogenepa, gerang 2, taluh 2, wet
be kakul, woh-wohan, sedah ambungan, jambe payasan, uyah, sere barak, bayem
Juhur, bawang jahe, bulun merak, nyuh masibak, maulam urutan mapanggang, sesate
9 wana sami makatik, balung pagending, dendeng bawi, ketupang brabas ayung-
ayung, salaran 2, brengkes, jajron Icbeng lan matah dados atamns maka sami.
PEDOMAN TENTANG BANTEN PITRA YADNYA

9, Banten Panebusan Matah


Madasar antuk sok mastembeng, madaging nyuh abungkul (nyuh makulit, beten
nyanc macapah), tulung scsayut, sampiyan nagasari, madaging ron, busung, sang,
sami mategul, tanding dados awadah.

10. Panebusan Lebeng/ Rateng


Madasar antuk sok masrembeng, madaging daksina 2, suci asoroh, ajuman/ sodan,
panyeneng alit, pras tulung sesayut, tebog limas madaging nasi, ulam bebek lebeng,
lis pelesan, padma, canang payasan, payuk pere 1, coblong 1, tanding dados awadah.
Eedan nyane daksina gede 1, salaran bebek lan ayam pada asiki.

11. Gelar Sanga


Taledan alit 9, madaging nasi sasah, olah-olahan jangkep, sesate 9 katih, jinah 9
keteng, wewakulan kalih siki, swang-swang medaging bantal, beras, taluh, tetabuhan,
metatakan pangorengan.

12. Sekar Ura


Beras catudr warna, samsam, jinah bolong, dados abokor.

13. Banten Teben


Sega sagulung, maiwak balung gagending, taluh bebek abungkul, sesatc, calon,
katupang matah, dadi atanding. Nasi duang gulung maulam katupang dadi atanding
Nasi patok, penek matatakan prepatan, maulam balung bolong, taluh bebek asiki,
tingkih matusuk misi ulakan dadi atanding. Banten Widyadari: nasi putih kuning,
mewadah pangkonan, matanceb be taluh madadar, nasine sane putih tancebin bunpa
putih, nasi kuning tancebin bunga kuning dadi atanding, Banten Orti Kakulung: nasi
pangkonan, nasi katipat pesor, maulam kawisan.
PEDOMAN TENTANG BANTEN PITRA YADNYA

14. Banten Tutuan


Babungkilan genep, jagung tuh, jawa, gembal, matah-matah, kadi kramaning daksina,
nyuh abungkul matanceb bagiya, maduluran gebogan alit, nasi nyagan, dpinpnya
warna 4, jinah 1725.

15. Banten Bakang-Bakang


Nasi cacah maiwak balung cili, iga, tangkah, cunguh, kuping, cadik, layah, maa. alis,
ikut, jajron genep dadi apajegan, daksina, ketipat kelanan, mabe karangan, nai sokan.
bubuh pirata aceper.

16. Banten Panyupitan Areng


Banten gagladagan, tumpeng duang bungkul matatakan nyu, coblony masine
menyan astanggi, panyeneng tatehus, maiwak jejatah calon 5, iga-iga, alir-aliran, hai
matusuk 5 tebih, ketupang aguny, daksina 1, jinah 225.
Banten Gula Sakerek: nyuh asibak misi jijih, gula, nyuh asibak misi nasi putih, getih
matah, banten pancbusan aschet, lebeng matah, tegen-tegenan, bebek siap, daksing
gde, jinah 225.
Banten Areng sane Alit: base jeriji 5 bikas, misi jinah 5 besik, sane abikas kwangi 1,
jinah 2, mabebeh sekar wangi, sepit tiying gading.

17. Dyuskamaligi
Dyus anyar makalung jinzh 25, masaab buwus-buwus, canang pasucian, mwizh yan
arep mawewich banten arengnya, dulurin, panjang ilang, lebeng matzh, guling
bebangkit, magayah recah, suci asoroh jangkep, ring arep sanggar surya, pancbuszn
lebeng matzh, masarma 8525 genep, bija catur wana, ambengan, padzng lepzs,
glagah, don dapdap, bungkak makastori, dadi atanding magenzh ring gjeng arenge.
Banten Pakiriman: Szji asoroh, suci asoroh genep, soda putih kuning, bija catur
warna dadi atanding, kembang ura atanding, subeng 108.
PEDOMAN TENTANG BANTEN PITRA YADNYA

DUDONAN NGESENG SAWA RING SETIA

1. Genahang riyin tulange/ tawulange ring pamalungane, raris tatas antuk lemad pangentas.
2. Sesampune puput, aris genahang kajange ring duwur tawulane, taler tatas antuk
lemad pangentas.
3. Tumuli aris tedunan adegan sawane, ambil sane nenten patut kageseng, makadi:tungked,
jinah, andel-andel, mule-mule.
4. Tedunan panetchnyane genahang/ ketogan ring waduk/ basang.
5. Tedunan sok-sokane taler ketogan ring tangkah tawulane.
Yan sampun puput, raris tibakang tirthane sami.
Mungguwing dudonan nyane:
a. Tirtha Panembak
b. Tirtha Panglukatan/ pabersihan
c. Tirtha panunase sami (mrajan, ibu, panti, dadya, dadya agung)
d. Tirtha Pangentas saking sang Pangditha/ sang Putus.
e. Tirtha Prajapati.
f. Tirtha Dalem Panghuluning Setra.
6. Sesampune sami mamargi nuli sawane raris kageseng.
7. Sesampun puput geseng, sampun dados abu, raris tibakang tirtha panembak/ tirtha
payeeb, nuli ambil galih nyane.
8. Sesampune telas antuk ngambil, raris wasuh antuk toya anyar, saha wasuh antuk toya
bungkak nyuh bulang/ nyuh gading.
9. Sesampune galihe bersih raris rineka pindayang kadi awak-awakan manusa,
matataken antuk panca laywan, daun pisang kaikik rinajah, dagingin kwangen
pangrekan, pasangin rurub sinom, sekar ura.
10. Sesampune puput raris wehin pabersihan saha saji putih kuning, sesampune puput,
Raris ambil galihe antuk daun dadap, genahang ring bungkak nyuh gadinge, nuli payasin
adegane, kadi payasan sekah.
PEDOMAN TENTANG BANTEN PITRA YADNYA

I. ITI PUJA PANGRINGKESAN


1. Nviraman Sawa.
M: Om asucirwa suci rwapi
Sarwa kama gatat piwa
Cintya ved dewanhisanem
Sembahya byantara suci.
2. Tirtha Pangening-cning, M :,
Om tirtha amertha sadha nirmala ya namah
3. Pebersihan, M:
Om Rudra pabgesenganing lara roga wigna
Dasa mala, panca mala, tri mala papa petaka.
Mari papa. ong ung ong parisudha ya namah swaha.
Sa Ba Ta A 1 Na Ma Si Wa Ya, Ang — Ah.
Ong pretista nama swaha, wastu, wastu,wastu.
4. Penglukatan, M:
Ong pancaksara triaksara
Maha tirtha pawitram sarwa papa winasanam
Sarwa klesa winasaya
Sarwa wigna winasanam
Sarwa papa Koti winasaya
Sanwa roga segara kawet
Rama wijava nama swaha
Ong hrang hring sah Pramasiwa ya namah swaha.
5. Pangelukatan Atma, M:
Ong upataning Sang Hyang jadma lebur kalukat dening Sang Hyang Taya,
Lebur-lebur tan hana kari, papa klesa, sa petakaning mangjadma, dasa mala,
Panca mala,caturmala, tri mala, sakwehing sebel kandel, lebur murhyangning
Lara, Ong pretistha parisudhamam swaha. Sidhi rastu tadastu astu ya namah
swaha.
PEDOMAN TENTANG BANTEN PITRA YADNYA

6. Pangelukatan Sudha Mala (yan mati cuntaka/mati salah pati


M : Ong ang uang mang mertha ya namah
Sahatma paratma nirwigna sudhanta
Saha suksma ya namah
7. Saji Tarpana
M : Om buktyantu pitaro, buktyantu pitaro ganam, buktyantu pitaro sarwa,
pitaro sarwa byo namah swada
Om Treptyantu ..............
Om Ksamantu ...............
.......................................

II. ITI PUJA ETEN-ETEN NGERINGKES


A. Untu Waja, M :
Ong sudha lara pati, sang lara yo namah swada

B. BEbEk, M
Ong geluga sumelem, ambune tan andih, tan abecik, angisep sarining wangi,
Mur muksah terus hilang ya namah swada
C. Pupur, M:
Ong winda suksma prabatana, sidha purna namah swada
D. Ambuh, M:
Ong banyu kelamukan tan hana praha pamatuhing papa klesa dandha uapata ya
namah swada
E. Lengis, M:
Ong lenganing mala suci, angilangaken sarwa mala juwitane sianu (............ ) teke
sidha purna ya namah swada
F. Wewangian, M:
Ong gandha purawangi bungkahing hati ning hulun, sira guru ning bayu, iringaken
selaning hening
PEDOMAN TENTANG BANTEN PITRA YADNYA

G. Geluga, M:
Ong galuga lumalah lumpat bhetari tan hana mis, tan hana bacin, ambune si anu
(.......) angisep sarining wewangi sangkebing rat, lepas manah citane muang idepe
yan Dewa satya
H. Lengis Mako, M:
Ong Sang Hyang Adiya Muani, bungkahing kapurusan.
Sang Hyang anaput lulut asih, mungguh tungtunging ka purusan
I. Tikeh, M:
Ong pandan wong tengahing segara murub melebar kekaran lah beber ser
J. Galeng, M:
Ong idep sih anunggah ulu gunung
K. Ngulung sawa, M:
Sang Hyang Nilagandha asari pudak kasturi
Sang Hyang Gandha Sona asari menuhangsana
Sang Hyang Pudak Sategal asari gambir er mawa
Gandha lepas mulih maring dewa
Bayu mulih maring nilawati
Bayu sabdha idep titi jati prelina.
PEDOMAN TENTANG BANTEN PITRA YADNYA

SERILAS TENTANG NGERINGKES SAWA


(Yong Telah i Kajl Ulnng)

Ngeringhes adalah suntu upacarn merawat sawn (Jenasah), bagaimona cara


memandikan, mengulung, memberihan mempersiapkan petlengkapannyn yang juga disebut
atiwa twa hingga sawa emasah) itn diperabukan (Agni Preling) atau dikubur ( mertiwi),
Metin dan Agat Peeling metupakan suai upacarn mekinsan yaitu menguburkan atau
membakar sawa (jenasah) secara darurat tanpa disertai upaeara dan upakara pengabenan

SARANA DAN PERALATAN UNTUK ORANG MENINGGAL

*. Persiapan Sacana Peralatan


a. Kain Panckep putih, bentuknya segi empat untuk penutup beberapa organ tubuh,jenasah.
Fungsinya sebagai penutup organ — organ tubuh tertentu seperti
Penekep muka Penekep sarira

b. Sebuah cincinmomon bermata mirah (Windusara) dipakai alat menulliskan aksara suci
c. Satu ember air bersih dan sabun untuk sarana mandi
d. Sau takir ambuh (cuci rambut)
e. Sau ceper berisi petat dan suah (untuk menyisir rambut)
f. Satu takir sigsig (jajaan dibakar hingga gosong sebagai pengganti odol (pasta pipi)untuk
membersihkan gigi
g. Satu takir beblonyoh atau boreh miyik untuk mengurut kotoran pada kulit jenasah.
h. Satu toples air kumkuman untuk pembersih dan pengharum badan jenasah
i. Secarik kain putih atau handuk untuk lap pembersih badan jenasah.
PEDOMAN TENTANG BANTEN PITRA YADNYA

j. Satu stel pakain sembahyang untuk pakaian pebaktian


k. Satu bokor kwangen pebaktian, berisi dupa sebanyak anggota keluarga yang akan
sembahyang sebagai sarana persembahyangan (pebaktian)
l. Tirtha pebersihan untuk membersihkan segala mala dan kekotoran jenasah
m. Tirtha penglukatan untuk ngelukat segala mala petaka jenasah
n. Tirtha kekuluh sebagai restu Hyang kawitan dan Bhatara kahyangan Tiga pada jenasah
 Jalankan sesuai dengan Tradisi

PEBERSIHAN WANG MATI

1. Tikeh Plasa sebagai alas jenasah saat ngeringkes


2. Kain pengulungan jenasah letaknya dintas tikeh plasa dengan rerajahan

Panjangnya 2 meter atau 1 depa + 1 Hasta + 1 Musti


3. Leluhur nyiraman (kain putih dirajah)

4. Tiuk sudamala untuk mengerik membersihkan kuku jenasah guna menghilangkan


kekotorannya.
5. Busana putih untuk pakaian jenasah yang telah disucikan
6. Busana jangkep sebagai pakaian yang lengkap pengganti dialam sunya (Rantasan).
PEDOMAN TENTANG BANTEN PITRA YADNYA

7. Galeng pengrekan (tatak bahu) sebagai alas kepala jenasah saat disucikan . sarana
galeng pengrekan (tatak bahu) terdiri dari :
- Satu ijas / sisir pisang kayu diatasnya berisi 225 keteng uang kepeng (jinzh
bolong), belayag, pucuk daun dadap, akar pakis (paku) dibungkus kain
putih berisi sebuah kwangen dengan uang sesari 11 keteng uang kepeng
(jinah bolong) kemudian diikat denganbenang tridatu (merah, putih, hitam)
layaknya seperti bantal (galeng)

8. Kwangen pengrekan , fungsinya sebagai pengurip pada tempat — tempat simpul


magnetic tubuh. Masing — masing kwangen dipasangkan pada :
a. Kedua ruas bahu, masing — masing memakai kwangen berisi uang sesari 11
keteng ( jumlah uang sesari 2 x 11 = 22 keteng
b. Kedua ruas siku masing — masing memakai kwangen berisi uang sesari 11 keteng
c. (jumlah vang kepeng 2 x 11 = 22 keteng)Kedua ruas pergelangan tangan masing ~
masing kwangen berisi nang sesari 11 keteng (2 x 11 =22 keteng)
d. Kedua ruas pangkal paha masing — masing kwangen berisi uang sesari 11
keteng (2x 11 =22 keteng)
e. Kedua ruas lutut sesari masing — masing 11 keteng (2 x 11 = 22 keteng)
f. Kedua ruas pergelangan kaki masing — masing sesari 11 keteng (12 x 11 = 22keteng)
g. Pinggul berisi sebuah kwangen dengan sesari 33 keteng
h. Kedua jari tangan , kiri dan kanan masing — masing berisi (dipasang) 5 buah base
Iekesan diikat pada masing — masing jari . masing — masing jari berisi sesari :
 Pada ibu jari : 2 keteng
 Telunjuk : 3 keteng
 Jari tengah : 3 keteng
 Jari manis : 3 keteng
 Kelingking : 3 keteng
(Jumlah vang sesari 2 x 2+3+3+3+3 = 28 keteng)

i. Kedua jari kaki, kiri dan kanan masing — masing jari berisi (dipasang) 5 buah base
lekesan diikat pada masing — masing jari dengan uang sesari :
 Padaibujari : 2 keteng
 Telunjuk : 3 keteng
 Jari tengah : 3 keteng
 Jari manis : 3 keteng
 Kelingking : 3 keteng
PEDOMAN TENTANG BANTEN PITRA YADNYA

j. Dada yaitu pada ulu hati berisi dua buah kwangen. Pemasangannya sebuah
menghadap keatas dan sebuah lagi menghadap kebawah masing — masing berisi
sesari 2 keteng ( jumlah 2 x 2 = 4)
# Jadi keseluruhan menghabiskan uang sesari untuk kwangen pengringkesan
sebanyak 225 keteng

 Pemasangan Pancadatu, fungsinya dalam pengringkesan sebagai pengganti organ — organ


tubuh tertentu agar kelak bilah menjelmalahir kembali unsure Panca Maha Buthanya
lahir sempurna lengkap. Adapun sarana Pancadatu seperti :
8. Daun Intaran , fungsinya sebagai pengganti kedua alis jenasah
9. Bunga Teleng putih sebagai pengganti diantara kedua kening
10. Kepingan waja sebagai pengganti gigi jenasah
11. Kepingan cermin sebagai pengganti mata jenasah
12. Daun delem sebagai pengganti daun telinga jenasah
13. Malem sebagai pengganti isi telinga jenasah
14. Pucuk bunga menuhmelati sebagai pengganti hidung jenasah

SARANA PERLENGKAPAN LAINNYA, seperti:


1. Momon diletakkan pada mulut jenasah fungsinya sebagai penetralisir bau busuk dan amis
jenasah
2. Penckep sarira (kain yang telah dirajah) dilapisi daun terung bolo berisikan rempah —
rempah, dipakai penutup kemaluan jenasal
3. Sekapa / umbi gantung diiris - iris, diusapkan atau digosokan pada ruas — ruas
persendian tubuh jenasah, fungsinya untuk penyucian
4. Pagemel berupa uang perak atau wang kepeng 9jinah bolong) 11 keteng dibungkus
dengan daun dapdap dan dilapisi kain rerajahan diletakkan diataskedua telapakan
sah, fungsinya sebagai bekal.
PEDOMAN TENTANG BANTEN PITRA YADNYA

PROSESI NGERINGKES (MEMANDIKAN JENASAH)

Adapun urutannya sebagai berikut :


1. Jenasah dibaringkanditempat memandikan jenasah (pepaga) yang telah dialaskan
dengan daun pisang kaikikpisang kepok lembar dan diatas pepaga telah dipasang
leluhur

 Rajah pisang kaikik

2. Semua kain penutup jenasah dibuka, selanjutnya kain penutup muka (angkeb rai)
yang telah dirajah dan kain angkeb (penutup) lainnya semua dipasang
3. Prosesi memandikan dimulai dari kepala dibersihkan dan dikeramasi dengan
santan kelapa
4. Giginya dibersihkan dengan sigsig (berasrengginang dibakar)
5. Sawa/jenasah diberi lulur (boreh) yaitu gamongan untuk muka, isen (lengkuas)
untuk badan dan kunyit untuk tangan dan kaki
6. Kekosok yang putih dan kuning untuk seluruh tubuh dan belonyoh yang putih
untuk kepala dan yang kuning untuk badan, tangan dan kaki
7. Untuk menghilangkan bau selanjutnya disiram dengan air asem
8. Untuk membuat wangi jenasah disiram dengan air kumkuman
9. Selanjutnya jenasah dikeringkan dengan lap bersib/handuk
10. Usapkan telor ayam mentah dari kepala hingga kaki
11. Tarik daun yang dipakai alas pemandian jenasah
12. Kemudian siapkan tikar/tikeh plasa yang sudah lengkap dengan kain pengulungan.
lalu ditaruh diatas pepaga dibawah jenasah, adapun posisi kain adalah sebagai
berikut :
 Posisi paling bawah tikartikeh pengulungan
 Diatasnya ditaruh kain pengulungan yang telah dirajah
PEDOMAN TENTANG BANTEN PITRA YADNYA

 Diatasnya lagi ditaruh kampuh/saput agak keatas (kalau laki — laki)


 Diatas kapuh baru kamben/kain lebar dan sabuk
 Kalau prempuan diatas kain pengulungan dipasang kamben/kain lebar agak
Keatas
 Diatasnya diisi kain dalam/tapih dan sabuk
 Diatas kain penutup dada bagi perempuan ditaruh agak keatas supaya tepat
ada dibawah ketiak/sipah.
 Setelah semua kain dipasang lalu kain beserta perlengkapannya terschut
dipasang sebagaimana layaknya scscorang baik lakiperempuan memakai kain
 Posisi jenasah disesuaikan supaya pas dengan kondisi kain pengulungan yang
ada dibawahnya

13. Dilanjutkan dengan pemasangan eteh — etch pebersihan, dimana posisi jenasah
berada diatas kain pengulungan yang masih berada diatas pepaga. Adapun urutan
pemasangan eteh — etch sebagai berikut :
a. Kuku tangan dan kaki dikerik dengan pisau sudamala
b. Itik —itik diikatkan
c. Rabut diisi minyak rambut dan disisir dengan rapi selanjutnya dipasang udeng
(destar) untuk laki — laki dan jika pcrempuan rambutnya dipusungkan
d. Daun intaran dipasang pada alis kanan kiri
e. Cermin dipasang pada kedua mata yang diatasnya diisi kembang ccleng
f. Pada kedua lubang hidung dipasang pusuh menuh
g. Waja dipasang pada gigi
h. Momon/bunga medori putih dipasang dimulut denga posisi permatanya berada
didalam mulut
i. Diatas dada dipasang bija catur warna (putih, kuning, merah, hitam)
j. Pemasangan kwangen seperti yang telah disebutkan didepan
k. Sebagai saran pemuspan bagi sawa (jenasah) I buah kwangen ditaruh ditanganyang telah
meitik — itik arah dada (25 keteng)
l. Setelah semuanya siap/ lengkap baru kemudian melakukan pengelisan dengan
menggosokan lis gede dari ujung kepala hingga ujung kaki
PEDOMAN TENTANG BANTEN PITRA YADNYA

m. Kemudian dilanjutkan dengan upacara menggulung sawa (jenasah) olch


pemangku (eka jati) yaitu : persaksian kepada Sang Hyang Siwa Raditya
(sanggah surya), persaksian ke sanggah kemulan yang bersangkutan,
pemberian saji kepada sawa (jenasah). Tradisi nyumbah dengan cara nyulubin
hendaknya dihilangkan/ditinggalkan.

Tirtha yang dipergunakan saat pengringkesan antara lain :


- Tirtha penglukatan
- Tirtha pebersihan
- Tirtha Pura Kahyangan Tiga/Jagat
- Tirtha Pengringkesan denga pemercikan sebanyak 3 kali pada kepala,
badan dan kaki.
n. Selanjutnya jenasah digulung dengan kain pengulungan dengann posisi :
1) Laki — laki ujung kain sebelah kiri berada didalam, ditutup dengan ujung
kain sebelah kanan
2) Perempuan, ujung kain sebelah kiri menutupi ujung kain sebelah kanan

o. Paling luar tikar , cara menggulung sama dengan gulungan kain didalamny:
(melihat kondidi laki/perempuan)
p. Bagian kepala dan kaki dibuat pocongan
q. Tali wangke diikatkan pada bagian atas, tengah dan bawah
r. Selanjutnya dimasukan kedalam peti( diprayascita) dan leluhur diatas tempat memandikan
jenasah ditaruh diatas peti dilengkapi dengan canang sari + rantasan
s. Peti diisi kain putih terlebih dahulu sebagai penutup dan dihiasi sckar sinom
(rangkaian hiasan janur berisi bunga sesuni ukuran bendusa (peti jenasah) sebanyak 3 buah
yang memanjang dan 3 buah yang pendek
t. Setelah dilakukan prosesi mepepegat atau muspa oleh angpota keluarga maka
bendusa (peti jenasah) siap di usung ke kuburan (setra)
PEDOMAN TENTANG BANTEN PITRA YADNYA

SEKILAS TENTANG KAJANG

I Pendahuluan.

Bagi kehidupan masyarakat Hindu di Bali Yajna merupakan suatu masalah


yang sangat komplek. Setiap gerak atau langkah manusia selalu diikuti olch yajna,
sehingga dalam hal ini sudah merupakan kewajiban bagi sctiap masyarakat untuk
beryajna di dalam kehidupannya. Ditckankan disini bahwa “beryajna itu bukanlah
merupakan suatu paksaan bagi umatnya”.
Kewajiban melakukan yajna sudah tumbuh dengan sendirinya di dalam hati
nurani umatnya, meskipun dalam kehidupannya mereka termasuk golongan ekonomi
yang tidak mampu. Tetapi kalau sudah waktunya melakukan yajna akan dikorbankan
segalanya tanpa melihat atau mengharapkan imbalannya karena mereka percaya
bahwa adanya kita sekarang sudah tentu ada para pendahulu (Nenek moyang / para
leluhur) dan segala sesuatu yang dibutuhkan dalam setiap gerak kehidupannya di
dunia ini, semua adalah berkat Ida Sang Hyang Widhi Wasa.
Yang dimaksud dengan Leluhur adalah : Ibu, Bapak, Kakek, Buyut dan lain-
lainnya, yang merupakan satu garis lurus keatas, yang menurunkan kita. Kita telah
berhutang terhadap mereka, hutang kepada leluhur disebut Pitra Rnam, hutang ini
wajib dibayar, membayar hutang kepada para leluhur salah satunya dengan
membuatkan rerajahan kajang merupakan suatu wujud bhakti kepada leluhur di saat
beliau meninggal dunia.
Oleh sebab itulah pembuatan kajang dalam suatu prosesi upacara pitra yajna
sangatlah penting adanya. Lebih-lebih hal ini diperkuat dengan adanya suatu pepatah
hidup yang mengatakan “ Uling iraga mara lekad suba mabekel aksara (ari-ari di
tanam bersama lontar yang di isi aksara suci), sampai keliang kubur iraga mabekel
aksara (rerajahan kajang) ".
Kata rerajahan bukanlah asli bahasa Bali, melainkan bahasa serapan dari
bahasa Sansekerta. Dan sampai akhirnya di Bali secara umum diketahui bahwa
rerajahan itu realitasnya berasal dari tulisan dan gambar yang dipergunakan sebagai
PEDOMAN TENTANG BANTEN PITRA YADNYA

media komunikasi yang bersifat gaib.


Untuk lebih jelasnya, dapat diketahui melalui pendapat para ahli sastra seperti
: L. Mardiwarsito, dalam kamus Bahasa Jawa Kuna — Indonesia (1985 : 458),
menguraikan kata “Rajah” (s), yang artinya jimat. Kemudian berkembang menjadi
“Rajah-an” = Rajah-rajahan yang artinya berbagai macam jimat. Kemudian karena
pengaruh jaman menjadi bahasa kawi jawa (Kw) yang berarti retak tangan (tulisan
tangan). Kemudian menjadi bahasa Indonesia, yaitu “Rajah” yang artinya suratan
(gambaran, tanda-tanda)yang mengandung kekuatangaib atau megis religius.
Rerajahan adalah suatu adalah salah suatu proses pengobatan berbentuk lukisan atau
gambaran yang mengandung kekuatan gaib magis religius.
Lukisan ini dikombinasikan dengan aksara Bali biasa (wreastra dan swalalita),
maupun aksara suci (wijaksara/bijaksara dan modre).
Kata rerajahan dalam filsafat sastra dapat dijelaskan kata raja-an kemudian
menjadi rajah-rajahan atau rerajahan (yang merupakan perulangan dwi purwa lingga
dan mendapat akhiran an), yang artinya hasil karya berupa tulisan / aksara suci dan
berupa lukisan.
Sedangkan pengertian kajang itu sendiri menurut Surayin (2002 : 84)
menguraikan bahwa kajang sebagai kebesaran bagi orang yang meninggal. Kajang itu
dibuat untuk memberikan tanda bhakti; tanda cinta dari keluarga-keluarga dekat
dengan penuh rasa kerohanian suka-duka sekala-niskala untuk mengantarkan Roh
menuju kesucian. Kalau hanya Kajang, tanpa Rerajahan dan Upakaranya maka proses
perjalanan Roh menuju kesucian tidak ada artinya. Sebab Kajang (kasa) yang dirajah
(huruf/lukisan) adalah untuk menghidupkan (roh) orang yang sudah mati, hal ini
dilakukan sebanyak tiga kali, yaitu pada saat Ngaben, Nyekah, dan Memukur
(nyegara gunung dan akhirnya ngelinggihan leluhur di Merajan).
PEDOMAN TENTANG BANTEN PITRA YADNYA

IL Munculnya Rerajahan Kajang.


Pada tahun 1460-1550, Bali dibawah kekuasaan Dalem Waturenggong, yang
sangat termasyur diantara raja-raja sebelumnya. Sesuai dengan jejak pemerintahan
ayahnya ( Dalem Ketut Ngelesir ) perhatiannya pada umumnya pada penduduk Bali
Asli. Pada masa inilah datang di Bali, Penghulu Agama Siwa yang terbesar, yang
diberi julukan Pedanda Sakti Wawu Rauh. Beliau inilah yang mengubah banguran
huruf Jawa Hindu sebagai yang dikenal hingga sekarang. Karena kehidmatan
menjungjung keadilan memerangi perlakuan sewenang-wenang. Sehingga Dalem
Waturenggong berhasil memperluas kekuasaan seperti: Belambangan. Lombok,
Sumbawa, Bone (Sulawesi), Madura dan Pasuruan. Dalam pemerintahan terscbut
yang paling mendapat perhatian adalah kedyatmikanan (filsafat) yang dilahirkan oleh
agama dan dalam lontar-lontar tentang ilmu ke-Tuhan-an (weda) hokum dan undang-
undang (agama), kesosialan (sesana), peraturan Darma (iti), perbintangan (Wariga),
ilmu pengobatan (usada), parwa gaguritan (itihasa), tentang sejarah (babad), sebagian
besar merupakan pustaka Majapahit, yang di bawa ke Bali oleh para sastrawan-
sastrawan Jawa saat runtuhnya kerajaan Majapahit pada abad ke-16, tapi banyak juga
lontar-lontar yang diciptakan di Bali. Jadi jelas bahwa Bali menjadi Maju karena
Dalem Waturenggong do dalam melaksanakan pemerintahannya sangat tegas,
siapapun yang bersalah baik rakyat maupun mentrinya tetap di hokum, melaluhi
tuntunan purohita beliau yang bernama DangHyang Nirarta.
Pada Tahun Saka 1411 (tahun 1489) tiba di Bali, Danghyang Nirarta yang
memeluk agama Siwa. Tidak lama sesudah di Bali, Danghyang Nirarta oleh Dalem
Gelgel Sri Waturenggong diangkat menjadi Bhagawan (rohaniawan) kerajaan.
Sedangkan kakaknya yaitu Dang Nyang Angsoka tetap tinggal di Daha Jawa Timur
Soebandi, (2004 : 26).
Penghargaan yang diberikan oleh Raja kepada Warga Pasek dan Bendesa,
vang dikirim oleh Dalem kadesa-desa. Dang Hyang Nirarta sebagai Puruhita Kerajaan
juga berkenan memberi anugrah yang merupakan ijin terhadap masyarakat warga
pasek dan Bendesa Manik Mas, yaitu : wewenang memakai lontar weda-weda tattwa-
tattwa dan lain sebagainya yang berisi ajaran kerohanian yang menyangkut suka duka
PEDOMAN TENTANG BANTEN PITRA YADNYA

sekala-niskala harus melakukan dharma susila, melakukan kepanditaan mengucapkan


weda Ke-Tuhan-an,seperti: weda Sulambang Gni, Pasupati Recana, Canting Mas dan
Siwer Mas, terutama Aji Kelepasan dan melakukan tapa, brata serta yoga Samadhi.
Dari uraian diatas menunjukan bahwa “Rerajahan Kajang” adalah anugrah
dari Dang Hyang Nirarta, dengan mengubah aksara Jawa menjadi aksara Bali sekitar
tahun 1489.
Kemudian berkembang sesuai dengan tingkat seni yang dimiliki oleh para
seniman “Rerajahan Kajang”, dimasing-masing golongan, sehingga terdapat
"Rerajahan Kajang” untuk golongan Brahmana, Ksatrya, Wesya, Sudra, Pasek, Pande
dan yang lainnya. Kemudian berkembang lagi menjadi: Walaka (umum/tanpa ekajati
PEDOMAN TENTANG BANTEN PITRA YADNYA

BUMI SUDHA

Nihan tingkahing mabumi sudha


Enjing dinaning atitiwa, binaresihang ikang Pancaka (semasana) denapened. Ring
stananing pawalungan. Terapakena caru sedandanan jangkep, ka tengen sakeng pawalungan,
Telas sakramaning caru. Puja dening Pretiwi Stawa, wusing akarya toya. Raris sira nycpat
ikang lemah.
Lumekas sira ngawitin sakeng Neriti marep Ersania. Wus ring Ersania raris ka
Wayabia, raris ka Neriti, terus ka Genean, malih ke Wayabia, laju ke Ersania, terus ka Neriti,
puput.
Ngembatang lawe ka Ersania kumereb.
Pascima Neriti angelumah, pujaning anukat, ma:
Om Ang Akasa Sudha Ya Namah,
Om Ah Ang Pretiwi Sudha Ya Namah.

Sirat ka caru antuk a, s, p, s, pranayama, utpeti, stiti, pang tarpana dewa, tri buana,giri
pati, brahma prajapati, ke pitra, ma; subantu pitara dewa, gancantu, swargantu, moksantu,
kon mebakti pratisentanania.

Anda mungkin juga menyukai