Anda di halaman 1dari 5

Generasi Muda Kurang Peduli Budaya Sendiri

Rabu, 26 November 2008 | 17:32 WIB

JAKARTA, RABU - Rasa bangga dan kepedulian melestarikan budaya kurang tertanam di generasi muda
Indonesia saat ini. Minat mereka untuk memperlajarinya kurang. Mereka lebih tertarik belajar
kebudayaan asing. Salah satu faktor penyebabnya adalah kurangnya informasi kekayaan yang dimiliki
Bangsa Indonesia. Padahal Indonesia memiliki tujuh warisan budaya, tiga di antaranya warisan budaya
dunia.

Demikian benang merah yang diungkapkan Koordinator IndoWYN Lenny Hidayat, Program Specialist
Unesco Office, Jakarta, Masanori Nagaoka, dan Wakil Koordinator IndoWYN Hindra Liu, pada jumpa pers
Pelatihan dan Pendidikan Warisan Budaya untuk Kaum Muda Indonesia. Rabu (26/11) di Jakarta.

Pelatihan dan Pendidikan Warisan Budaya untuk Kaum Muda Indonesia itu, dilangsungkan di Villa
Amitayus, Puncak, 28-30 November, diikuti 35 anggota IndoWYN, Jaringan Kaum Muda Peduli Warisan
Budaya Dunia Indonesia (Indonesia World Heritage Youth Network) .

Lenny Hidayat mengatakan, Indonesia memiliki kekayaan budaya yang menjadi warisan dunia seperti
Candi Borobudur, Candi Prambanan, dan Situs Manusia Purba Sangiran. Walau sudah dikenal luas di
dunia, namun masyarakat Indonesia masih banyak yang tidak paham makna yang terkandung di
dalamnya.

Contoh yang paling terlihat adalah Borobudur. Sudah 30 tahun masa restorasi berlalu, tapi masih saja
minimnya informasi yang tersedia di situs tersebut. Indonesia sebenarnya memiliki kapasitas untuk
melestarikan budaya, hanya saja semua pengetahuan masih tersimpan rapi di generasi pendahulu.
"Tidak ada lagi sumber pendidikan budaya yang bisa menjadi referensi kaum muda," katanya.

Selain Borobudur, Prambanan, dan Situs Sangiran, empat warisan dunia lainnya yang ada di Indonesia
adalah Pulau Komodo, Hutan Hujan Tropis Sumatera, Taman Nasional Lorenz, dan Taman Nasional
Ujung Kulon. Ada 24 warisan budaya dalam daftar tentatif Pemerintah Indonesia untuk diajukan sebagai
warisan dunia.

Masanori Nagaoka mengatakan, terdaftarnya suatu situs budaya dalam daftar warisan dunia bukanlah
tujuan akhir, melainkan sebuah awal upaya pelestarian untuk generasi berikutnya. Unesco yang diberi
mandat untuk membantu pemerintah dan rakyatnya dalam upaya perlindungan terhadap situs-situs
warisan dunia, siap membantu pemerintah Indonesia memperkuat kapasitas dalam hal manajemen
situs-situs warisan dunia yang ada di Indonesia, katanya.

Hendra Liu menambahkan, Pelatihan dan Pendidikan Warisan Budaya untuk Kaum Muda Indonesia,
khususnya anggota IndoWYN, diharapkan bisa menggugah kepedulian generasi muda dan pemaongku
kepentingan, untuk melestarikan warisan budaya dunia di Indonesia.
Tindak lanjutnya, anggota jaringan IndoWYN akan melatih anggota lainnya dan memberikan presentasi
di sekolah-sekolah terdekat. "Selain itu, IndoWYN akan terus aktif memberikan masukan dan kontribusi
ke pemangku kepentingan," katanya.

Tahun 2009, IndoWYN akan melakukan riset sosial dan persepsi terhadap warisan budaya Indonesia.
Kontribusi ke usaha pengadopsian warisan budaya sebagai kurikulum sekolah. Kemudian membuat buku
dokumentasi foto-foto borobudur kolaborasi dengan para fotografer Indonesia.

Sumber:

https://amp.kompas.com/nasional/read/2008/11/26/17323361/generasi.muda.kurang.peduli.budaya.s
endiri
Lagu Wajib yang Makin Dilupakan (9 Juli 2012 19:33)

Miris rasanya melihat penampilan sebuah grup musik yang anggotanya masih terdiri dari anak-anak bau
kencur, tapi sudah piawai menyanyikan lagu-lagu cinta.Penampilan anak-anak ini kusaksikan pada
tayangan di sebuah stasiun televisi swasta, tepatnya pada acara yang bertajuk Show Imah yang dipandu
oleh seorang selebriti wanita yang sedang naik daun, Soimah. Pada acara tersebut menampilkan
sekumpulan anak-anak yang mengusung nama Coboy Junior.

Lebih miris lagi hal yang kutemui di daerahku. Seorang remaja ini sering kulihat memainkan gitarnya
dengan piawai, dan sama piawainya dengan menyanyikan lagu-lagu Barat yang lumayan fasih. Suatu kali
aku sengaja mendekat ke remaja yang sedang asyik bermain gitar tersebut. Kuberikan pujian atas
kepiawaiannya memainkan gitar dan menyanyikan lagu-lagu Barat.

Muncullah niatku saat itu ingin menguji remaja tersebut. Aku pun memintanya menyanyikan sebuah
lagu, yakni berjudul "Indonesia Pusaka". Remaja itu tampak bingung saat aku menyebut judul lagu
tersebut. Akhirnya aku pun memberi contoh menyanyikannya di bait pertama;.........Indonesia tanah air
beta, pusaka.....abadi nan jaya............ Aku memintanya untuk meneruskan, namun remaja tersebut tak
dapat melakukan permintaanku, tidak hapal, padahal lagu tersebut tidak lebih panjang dari lagu
Imagine-nya The Beatles.

Kusebutkan lagi beberapa judul lagu lainnya; Satu Nusa Satu Bangsa, Bangun Pemuda Pemudi, Rayuan
Pulau Kelapa, dan Sepasang Mata Bola, ia mengaku ada diantaranya yang pernah ia dengar, tapi lagi-lagi
tidak hapal.

Aku ingat saat masa sekolah dulu. Guru kami akan memberikan prioritas pulang terlebih dulu di akhir
jam pelajaran jika dapat menyanyikan lagu-lagu nasional (istilahnya dulu lagu wajib) secara benar. Kami
pun berlomba mengangkat tangan agar mendapatkan giliran pertama untuk dapat menyanyikan lagu
yang diminta. Kebanggaan akan menyeruak di dada, tidak saja dapat pulang lebih dulu daripada teman-
teman, tapi juga kebanggaan karena dapat hapal lagu-lagu nasional dengan benar.

Ironis sekali kini, lagu-lagu yang memiliki nilai historis itu hanya dinyanyikan pada acara-acara resmi
kenegaraan. Lagu-lagu yang dapat membangkitkan semangat nasionalisme itu kalah dan terpuruk oleh
lagu-lagu Justin Bieber, Lady Gaga, Rihanna, Scorpion, Gun N Roses, Queen, Super Junior, dan
lainnya.Kupikir untuk membangkitkan rasa nasionalisme, tak perlu muluk-muluk melakukan hal-hal yang
besar dan rumit. Mencintai lagu-lagu nasional (lagu wajib) tentu lebih mudah dilakukan, yang penting
bukan sejenis lagu Iwak Peyek, Belah Duren, Hamil 3 Bulan, Cinta Satu Malam, ataupun Hancur Hatiku
milik Olga Syahputra.

Sumber: https://www.kompasiana.com/imizona/lagu-wajib-yang-makin-
dilupakan_5512226c8133113754bc5fd2
..

Anda mungkin juga menyukai