Anda di halaman 1dari 54

TUGAS

MAKALAH

KEWIRAUSAHAAN

Disusun oleh :

SULFITRI
15.1301.021

PROGRAM STUDI D IV BIDAN PENDIDIK


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS INDONESIA TIMUR
TAHUN 2020
KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur kami panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat

limpahan Rahmat dan Karunia-nya sehingga kami dapat menyusun makalah ini dengan baik dan

benar, serta tepat pada waktunya. Dalam makalah ini kami akan membahas mengenai

“Kewirausahaan”.

Makalah ini telah dibuat dengan berbagai observasi dan beberapa bantuan dari berbagai

pihak untuk membantu menyelesaikan tantangan dan hambatan selama mengerjakan makalah

ini. Oleh karena itu, kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak

yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini..

Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang mendasar pada makalah ini.

Oleh karena itu kami meminta pembaca untuk memberikan saran serta kritik yang dapat

membangun kami. Kritik konstruktif dari pembaca sangat kami harapkan untuk penyempurnaan

makalah selanjutnya. Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita

semua.
Daftar Isi
BAB I..........................................................................................................................................................4
PENDAHULUAN.......................................................................................................................................4
1. LATAR BELAKANG...................................................................................................................4
2. TUJUAN BERWIRAUSAHA.....................................................................................................16
3. RUMUSAN MASALAH..............................................................................................................18
BAB II.......................................................................................................................................................19
PEMBAHASAN.......................................................................................................................................19
3.1 SEJARAH KEWIRAUSAHAAN...........................................................................................19
3.2 INTI DAN HAKIKAT KEWIRAUSAHAAN........................................................................20
3.3 SIKAP KEWIRAUSAHAAN..................................................................................................21
3.4 MODAL KEWIRAUSAHAAN...............................................................................................22
3.5 KARAKTERISTIK KEWIRAUSAHAAN............................................................................22
3.6 FAKTOR-FAKTOR PEMICU KEWIRAUSAHAAN..........................................................39
3.7 FAKTOR PENYEBAB KEBERHASILAN DAN KEGAGALAN BERWIRAUSAHA.....39
3.8 KEUNTUNGAN DAN KERUGIAN BERWIRAUSAHA....................................................41
3.9 BERFIKIR KREATIF DALAM KEWIRAUSAHAAN.......................................................42
3.10 MANAJEMEN DAN STRATEGI KEWIRAUSAHAAN.....................................................43
3.11 IMBALAN DALAM WIRAUSAHA......................................................................................44
A. Imbalan Berupa Laba.................................................................................................................44
B. Imbalan Berupa Kebebasan.......................................................................................................44
C. Imbalan Berupa Kepuasan Dalam Menjalani Hidup..................................................................45
3.12 GOLONGAN WIRAUSAHA DAN PENGUSAHA..............................................................45
BAB 3.......................................................................................................................................................47
PENUTUP.................................................................................................................................................47
1. Kesimpulan..................................................................................................................................47
2. Saran.............................................................................................................................................47
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................................48
Resep Nasu Cemba Enrekang....................................................................................................................50
BAB I

PENDAHULUAN

1. LATAR BELAKANG

Kewirausahaan (entrepreneurship) adalah perencanaan, pengorganisasian,

pengoperasian, dan pengambilan risiko dari suatu usaha bisnis. Seorang wirausahawan

adalh seseorang yang terlibat dalam kewirausahaan.

Apa yang membedakan seorang wirausahawan dengan yang lain? Yang

membedakan adalah kemampuannya mengambil factor-faktor produksi seperti lahan,

tenaga kerja, dan modal, dan menggunakannya untuk memproduksi barang atau jasa

baru. Wirausahawan menyadari peluang yang tidak dilihat atau tidak dipedulikan oleh

eksekutif bisnis lainnya.

Wirausahawan berbeda dengan manajer. Seorang manajer bisa menjalankan usah

milik orang lain dan mengolah sumber daya orang lain. Namun seorang wirausaha

mempertaruhkan sumber dayanya sendiri dan mengambil risiko pribadi demi

keberhasilan atau bahkan kegagalan dari usaha yang dijalaninya. Manajer juga mengurusi

koordinasi proses produksi yang sudah berjalan. Sementar menurut Paul H. wilken,

kewirausahaan adalah “Fenomena yang terputus-putus, muncul untuk mengawali

perubahan dalam proses produksi dan kemudian hilang sampai muncul lagi untuk

mengawali perubahan yang lain. Salah satu perbedaan mencolok antara para

wirausahawan dengan  para pekerja adalah wirausahawan selalu berpikir untuk

menciptakan bisnis (business cretion) sementara para pekerja berpikir mencari pekerjaan.
Para wirausahawan ini sangat bersemangat bila diajak berbicara tentang penciptaan bisnis

dan gagasan bisnis baru.

Saat ini di Indonesia terdapat banyak pengangguran. Mulai dari yang tidak pernah

sekolah hingga yang berpendidikan perguruan tinggi. Hal ini terjadi karena jumlah tenaga

kerja tidak sebanding dengan jumlah lapangan pekerjaan yang tersedia. Kesenjangan

antara penawaran dan permintaan tenaga kerja tersebut menimbulkan kemiskinan. Oleh

karena itu, diperlukan cara untuk mengatasi pengangguran. Solusi tenaga kerja dapat

hidup sejahtera tanpa menggantungkan dirinya menjadi pegawai atau karyawan adalah

dengan memberikan arahan agar bisa menjadi pengusaha mikro. Hasilnya adalah

tersedianya lapangan pekerjaan bagi orang lain. Dalam menjadi seorang pengusaha, yang

diperlukan adalah bekal keterampilan berwirausaha yang cukup.

Kebanyakan lulusan perguruan tinggi bekerja menjadi karyawan seusai

mengenyam pendidikan. Keinginan untuk menjadi bos bagi dirinya sendiri masih kurang

besar. Kondisi di Indonesia bisa dilihat pada Tabel Hubungan Status Pendidikan Tinggi

dan Jenis Pekerjaan berdasarkan sumber Sakrenas, BPS, 2004.

Hadirnya pengusaha baru yang kreatif dan inovatif bisa meningkatkan

perekonomian hingga berkali-kali lipat. Contohnnya adalah negara-negara maju seperti

Amerika Serikat. Di negara tersebut setiap saat tumbuh wirausahawan baru, lapangan

pekerjaan baru pun ikut muncul. Lulusan sekolah bisnis, seperti MIT dan Harvard, yang

memiliki mata kuliah kewirausahaan, membuat mahasiswanya tidak segan melakukan

praktik wirausaha.
Berwirausaha merupakan salah satu cara seseorang untuk bekerja dan menitih karir

untuk kehidupan mereka di masa yang akan datang. Dengan berwirausaha dapat pula

membukakan lapangan pekerjaan baru bagi orang-orang yang membutuhkan atau sedang

mencari sebuah pekerjaan, selain itu dapat membantu tugas pemerintah dalam

mengurangi pertumbuhan pengangguran di negeri ini.

Yudha (2016), menyebutkan bahwa Indonesia masih membutuhkan jutaan

wirausahawan baru. Ketua Umum Badan Pengurus Pusat Himpunan Pengusaha Muda

Indonesia (BPP Hipmi) Bahlil Lahadalia mengatakan, Indonesia masih kekurangan

wirausaha. Dari total penduduk sebanyak 250 juta jiwa, jumlah wirausaha tercatat hanya

1,56 persen. Menurut Bahlil, jumlah minmal wirausaha yang ideal pada suatu negara

adalah 2 persen dari total penduduk. "Untuk menuju ideal, berarti kita butuh 1,7 juta

pengusaha baru," ujarnya. Bahlil menjelaskan, jumlah wirausaha di Indonesia masih

kalah dengan sejumlah negara anggota ASEAN. Semisal, Vietnam yang memiliki 3,4

persen wirausaha dari total penduduk. "Kalau kita menggunakan standar bank dunia yang

minimal empat persen, artinya kita membutuhkan 5,8 juta generasi baru untuk jadi pelaku

usaha. Siapa yang harus mengisi ini?" kata Bahlil. Bahlil menyebut, masih minimnya

jumlah wirausaha disebabkan oleh bagaimana pola pikir sarjana lulusan perguruan tinggi

saat ini. Berdasarkan survei BPP Hipmi, 83 persen responden mahasiswa cenderung ingin

menjadi karyawan. Sementara, yang berminat menjadi wirausaha hanya empat persen.

Kendati Indonesia dinyatakan masih banyak membutuhkan wirausahawan baru,

Badan Pusat Stastistik (BPS) pada tahun 2016 lalu telah mencatat data pendaftaran

sementara usaha Sensus Ekonomi (SE) sebanyak 26,7 juta wirausahawan yang asrtinya
naik sekitar 17,6 persen atau sekitar 4 juta dibandingkan SE pada tahun 2006 yaitu 22,7

juta wirausahawan. Di pulau Jawa sendiri jumlah usaha naik sebanyak 1,7 juta dari 14,5

juta pada tahun 2006 dan naik menajdi 16,2 juta wirausaha (dalam Fauzi, 2016).

Ciputra (dalam Mopangga, 2014) mengemukakan bahwa wirausaha merupakan

solusi tepat untuk menyelesaikan masalah pengangguran dan kemiskinan di Indonesia,

karena dengan hanya berbekal ijazah tanpa kecakapan entrepreneurship, siapkanlah diri

untuk antri pekerjaan karena saat ini pasokan tenaga kerja lulusan perguruan tinggi tidak

sebanding dengan peluang kerja yang tersedia. Saat ini, ketika Amerika Serikat sudah

memiliki 11,5 hingga 12 persen, Singapura 7 persen serta Cina dan Jepang 10 persen,

maka wirausaha Indonesia baru mencapai 0,24 persen dari total 238 juta jiwa, dan itu

berarti masih dibutuhkan sekitar 4 juta wirausaha baru. Padahal bangsa ini menghasilkan

sekitar 700 ribu orang sarjana baru setiap tahunnya, dan memiliki kemampuan untuk

melipat gandakan pertumbuhan ekonomi, pendapatan total maupun perkapita,

menurunkan angka pengangguran dan kemiskinan bilamana mampu meningkatkan

jumlah wirausaha sukses dengan pemanfaatan teknologi yang tumbuh pesat dewasa ini.

Dikutip dari Pradewo (2016), tingkat pengangguran terbuka di Ibukota tercatat

306.230 orang atau 5,77 persen dari seluruh angkatan kerja sebanyak 5,31 juta orang.

Kendati turun, namun jumlah pengangguran di Jakarta menjadi salah satu yang tertinggi

di Indonesia dan berada di atas rata-rata nasional yang sebesar 5,5 persen. Wakil Ketua

Kamar Dagang dan Industri (Kadin) DKI Jakarta, Sarman Simanjorang, menyatakan

pembangunan berbagai proyek infrastruktur dan pengembangan kawasan baru dapat

menjadi salah satu alternatif penyelesaian masalah kemiskinan dan tenaga kerja. Dia

mencontohkan, proyek reklamasi Teluk Jakarta yang di dalamnya memuat pembangunan


infrastruktur, pengembangan kawasan, dan industri jasa dapat menjadi salah satu

alternatif solusi dalam membuka lapangan pekerjaan.

Data Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan tingkat pengangguran terbuka

Indonesia hingga Februari 2015 mencapai 7,45 juta orang. Adapun di kota Solo angka

pengangguran terbuka selama 2014 mencapai 17.496 orang atau 6,08% dari jumlah

angkatan kerja. Jumlah pengangguran tersebut turun bila dibandingkan tahun 2013 yang

mencapai 20.100 orang atau 7,18% (dalam Setyahadi, 2016). Apabila dilihat dari kasus

pengangguran di Jakarta maupun di Solo memang saat ini yang paling dibutuhkan oleh

negara kita adalah peluang dan lapangan kerja baru yang dapat menampung masyarakat

yang membutuhkan pekerjaan. Karena sedikitnya lapangan pekerjaan yang tersedia tidak

sebanding dengan banyaknya jumlah lulusan universitas dengan gelar sarjana yang

membutuhkan pekerjaan. Akibatnya banyak dari mereka yang bingung dan takut

memikirkan nasib mereka setelah lulus dari perguruan tinggi.

Fenomena banyaknya pengangguran dan sedikitnya lapangan pekerjaan terkadang

dapat memunculkan ide oleh orang-orang tertentu untuk membangun sebuah usaha atau

berwirausaha tanpa harus bergantung dengan lapangan pekerjaan yang sudah tersedia dan

berusaha untuk menciptakan lapangan pekerjaan itu sendiri. Menurut Coulter (dalam

Nurhidayah, 2014) “kewirausahaan sering dikaitkan dengan proses, pembentukan atau

pertumbuhan suatu bisnis baru yang berorientasi pada pemerolehan keuntungan,

penciptaan nilai, dan pembentukan produk atau jasa baru yang unik dan inovatif”.

Pada zaman modern ini tidak hanya orang-orang dewasa atau tua yang berani untuk

memulai bisnis mereka, sekarang banyak terlihat generasi muda yang sudah berani

melangkah untuk memulai usaha mereka dan tidak sedikit pula yang dapat meraih
kesusksesan di usia muda. Banyak kita lihat disekitar kita usaha-usaha yang ternyata di

pelopori oleh anak muda yang notebene masih menempuh pendidikan mereka. Entah itu

usaha makanan, fashion, motivator dan lain sebagainya. Mereka mulai berfikir untuk

menghasilkan keuntungan sendiri tanpa harus bekerja untuk orang lain. Dengan

banyaknya wirausahawan baru tanpa sadar dapat mengurangi jumlah pengangguran

dimasyarakat. Penduduk Indonesia pun tidaklah asing dengan sebutan wirausaha atau

wirausahawan sebagai pelaku. Tidak sedikit pula masyarakat yang lebih memilih untuk

mendirikan usaha mereka sendiri daripada menggantungkan kehidupan mereka dengan

bekerja sebagai karyawan swasta maupun negeri. Dengan tekat dan keuletan segala

macam peluang dapat dijadikan sebuah usaha yang menghasilkan pundi-pundi

keuntungan. Tergantung bagaimana mereka dapat memanfaatkan peluang tersebut serta

memanfaatkan waktu, tenaga dan uang untuk bisa menjadi seorang pengusaha sukses.

Badan Pusat Statistik (dalam Mopangga, 2014), menyatakan jumlah wirausaha di

Indonesia melonjak dari 0,24 persen tahun 2009 menjadi 1,65 persen di akhir 2013.

Namun jumlah ini harus terus ditingkatkan menuju jumlah ideal, yakni 2 persen dari total

penduduk. Sebab wirausaha yang akan menjadi penggerak pembangunan ekonomi tanah

air. Faktanya, minat mahasiswa untuk berwirausaha masih rendah. Di tahun 2011 tercatat

10.000 lebih mahasiswa mengikuti program sarjana wirausaha namun hanya 5.000-an

yang merealisasikannya. Dari 4,8 juta mahasiswa hanya 7,4 persen yang meminati

wirausaha. Selain itu seperti yang dikemukakan oleh Ant (2015), bahwa sebenarnya

banyak dikalangan mahasiswa yang sudah membangun usaha mereka sendiri namun saat

mereka lulus dari perguruan tinggi mereka lebih memilih untuk meninggalkan usaha

yang telah mereka bangun dan lebih memilih untuk bekerja sebagai karyawan swasta
maupun negeri. “Menjadi pengusaha memang sebuah pilihan, seperti halnya menjadi

pekerja. Jangan sampai peluang yang sudah ada ditinggalkan," kata Deddy Wijaya, Ketua

Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo). Dia mengamati, bahwasanya banyak

bermunculan pelaku usaha dari lingkungan kampus. Bahkan beberapa pengusaha di Jawa

Barat dan di tingkat nasional adalah orang-orang yang meneruskan usaha mereka yang

telah mereka bangun sejak menjadi seorang mahasiswa. "Hal yang penting adalah pelaku

usaha harus bisa mengikuti ritme dan siklus bisnis yang itu tidak dipelajari di kampus,

seperti saat usaha menanjak atau turun, situasi itu ada pada setiap tahunnya," imbuhnya

(dalam Ant , 2015).

Beberapa Fakultas Ekonomi Dan Bisnis merupakan media dan wadah bagi mereka

yang ingin mempelajari bagaimana cara membangun dan menjalankan sebuah usaha,

salah satunya adalah dengan diberikannya mata kuliah kewirausahaan. Dimana mereka

didorong untuk memunculkan keinginan berwirausaha, sebagai contoh adalah kegiatan

yang diselenggarakan oleh Universitas Brawijaya juga menyelenggarakan sebuah

program yang dapat mendorong mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) untuk

berani memulai berwirausaha, dengan didirikannya Program Dana Bergilir dari piha

jurusan. Program ini merupakan program peminjaman modal bagi mahasiswa yang ingin

mencoba berwirausaha dan modal yang diberikan tanpa bunga sepeserpun. Walaupun

program ini adalah fasilitas yang diberikan kepada mahasiswa, pengajuan pinjaman tidak

dapat dilakukan sembarangan. Mahasiswa harus melewati beberapa syarat dan seleksi.

Kemudian jurusan FEB ini juga menyediakan fasilitas tambahan untuk lebih mendorong

mahasiswa mereka berwirausaha, yaitu dengan menyediakan Laboratoriun


Kewirausahaan yang dimaksudakan untuk para mahasiswa berwirausaha atau merintis

usaha mereka (dalam Ris, 2014).

Selain itu Universitas Muhammadiyah Surakarta juga tidak luput dari usaha mereka

untuk membantu menumbuhkan jiwa kewirausahaan dalam diri mahasiswa. Salah satu

mata kuliah di FEB yaitu Kewirausahaan memiliki agenda tetap untuk melakukan

praktek kewirausahaan yang disebut dengan Expo Kewirausahaan, dimana kegiatan

tersebut dimaksudkan untuk memberikan tempat dan wadah bagi mahasiswa untuk

belajar membuat perencanaan bisnis sesuai passion mereka dan melihat apakah bisnis

yang telah direncakan dapat berjalan sesuai dengan perencanaan bisnis yang telah

disusun. Dengan adanya expo tersebut diharapkan dapat membantu mahasiswa untuk

membentuk karakter entrepreneur sehingga mendorong mahasiswa untuk meningkatkan

intensi berwirausaha mereka.

Selain pembentukan karakter diharapkan juga dapat membentuk kemampuan

bersosialisasi. Kemampuan bersosialisasi ini sangat dibutuhkan dalam lajur perencanaan

bisnis yang akan dibuat yaitu dalam aspek pemasaran bisnis ,dimana terdapat 4 aspek

yang perlu diperhatikan sebelum menjalani expo maupun usaha sungguhan yaitu SDM

(operasional), produksi, pemasaran, dan keuangan. Oleh karena itu tidak dipungkiri

bahwa pencetak jiwa kewirausahaan seseorang salah satunya adalah pembelajaran materi

kewirausahaan yang diselenggarakan oleh jurusan ekonomi dan bisnis disetiap

universitas indonesia. Tidak ada salahnya seseorang yang bercita-cita menjadi

wirausahawan memilih mengenyam pendidikan di jurusan ekonomi dan bisnis ini.


Berdasarkan data alumnus FEB yang dihimpun dalam program studi manajemen

menunjukkan bahwa intensi berwirausaha mahasiswa cukup rendah, hal ini sesuai dengan

gambar dibawah ini.

Gambar 1. Prosentase Alumni Fakultas Ekonomi dan Bisnis 2010-2015

Berdasarkan gambar diatas, dapat diuraikan bahwa dari 2200 alumnus terdapat 10%

(220 orang) alumnus yang menjadi wirausahawan. Prosentase tersebut masih tergolong

rendah apabila dibandingkan dengan alumnus yang bekerja disektor swasta bahkan

dibandingkan dengan yang bekerja disektor BUMN tidak terlalu jauh berbeda, dengan

prosentase secara berurutan 40% (880 orang) disektor swasta dan 25% (550 orang)

disektor BUMN. Sehingga menunjukkan bahwa intensi berwirausaha mahasiswa FEB

masih tergolong rendah, walaupun mereka telah diberikan wadah untuk menumbuhkan

jiwa kewirausahaan yaitu expo kewirausahaan. Sangat disayangkan memang apabila

mahasiswa yang telah dididik dan diharapkan dapat menjadi wirausahawan tetap memilih

untuk bekerja kantoran.


Suparyanto (2013) berpendapat bahwa banyaknya kasus mahasiswa yang

meninggalkan usaha mereka saat lulus dari perguruan tinggi dikarenakan kurang

tingginya intensi mereka dalam berwirausaha dan ketakutan mereka akan masa depan

usaha mereka sendiri. Selain itu ketidak percayaan diri atas kemampuan mereka untuk

mengembangkan usaha mereka dan bayang-bayang akan kegagalan di masa mendatang

menjadikan intensi mereka dalam berwirausaha semakin rendah. Terdapat beberapa cara

untuk mendukung pertumbuhan jiwa wirausaha pada masyarakat, salah satunya dengan

kewirausahaan dijadikan sebagai pelajaran atau mata kuliah wajib. Menurutnya jiwa

kewirausahaan dapat dibentuk dan dikembangkan melalui proses pendidikan dan

pengalaman langsung oleh individu tersebut, oleh karena itu tidak ada salahnya untuk

menyusun pendidikan kewirausahaan pada kurikulum pendidikan di masyarakat. Selain

itu kesuksesan dari misi pendidikan tersebut juga ditunjang oleh ketersediaan guru dan

dosen yang memiliki kualifikasi yang dibutuhkan dalam bidan kewirausahaan.

Untuk memulai langkah menjadi seorang wirausahawan, individu tersebut harus

berani mengambil resiko dan memiliki keyakinan dengan usaha yang akan diambil.

Karena dalam dunia bisnis, intensi berwirausaha dan keyakinan akan kemampuan diri

adalah kunci untuk menjadikan usaha tersebut sukses atau akan menurun. Ketika

seseorang terjun kedalam dunia wirausaha maupun berorganisasi komitmen selaku

pemilik dan karyawan sangatlah penting bagi kemajuan usaha itu sendiri, tanpa

komitmen yang pasti mereka tidak akan mampu mempertahankan apa yang dimiliki pada

saat tertimpa masalah. Suparyanto (2013) mengemukakan dalam bukunya bahwa untuk

meningkatkan dan menanamankan jiwa kewirausahaan pada masyarakat Indonesia

merupakan tugas dan tanggung jawab dari berbagai pihak, sseperti dari pemerintah,
pengusaha, akademisi, cendikiawan, dan semua unsur masyarakat harus turut serta untuk

mendukung terwujudnya pemanfaatan potensi yang dimiliki pada diri setiap orang.

Menurut penelitian Sofia (2017) yang mengacu pada pernyataan Kuncara mengenai

perilaku berwirausaha yang dipengaruhi oleh 2 faktor, yaitu faktor internal dan faktor

eksternal. Faktor internal terdiri dari kecakapan pribadi yang menyangkut soal bagaimana

seseorang mengelola diri sendiri. Kecakapan pribadi seseorang terdiri atas 3 unsur

terpenting, yaitu kesadaran diri, pengaturan diri, dan motivasi. Kemudian faktor eksternal

terdiri dari kecakapan sosial dan lingkungan (environment). Kecakapan sosial yang

menyangkut soal bagaimana seseorang menangani suatu hubungan. Kecakapan sosial

seseorang terdiri atas 2 unsur terpenting, yaitu empati, dan keterampilan sosial. Termasuk

dalam hal ini adalah taktik-taktik untuk meyakinkan orang, berkomunikasi secara jelas,

bernegosiasi dan mengatasi silang pendapat, bekerja sama untuk tujuan bersama, dan

menciptakan sinergi kelompok dalam memperjuangkan kepentingan bersama.

Dikutip Indarti dan Rostiani (dalam Handaru dkk, 2014), “dengan memperhatikan

intensi yang dimiliki seseorang dapat menjadikannya sebagai dasar untuk memahami

apakah seseorang tersebut dapat menjadi seorang wirausaha atau tidak”. Menurut

Bandura (dalam Vemmy, 2012) intensi adalah sebuah usaha yang dilakukan sungguh-

sungguh agar dapat menghasilkan sesuatu di masa yang akan datang. Dalam usaha untuk

memulai berwirausaha atau berorganisasi diperlukan keuletan dan tanggung jawab,

seperti yang dikemukakan oleh Michael (dalam Hutasuhut, 2016) bahwa pembagian

tugas dan tanggung jawab dalam organisasi haruslah jelas karena pembagian tersebut

berhubungan dengan role requirements. Role requirements itu sendiri merupakan


wewenang seseorang untuk mempertanggung jawabkan dalam pelaksanaan peran

mereka.

Pantang menyerah dan usaha yang gigih merupakan prinsip utama wirausaha dalam

perjalanan usahanya. Dalam dunia wirausaha tidak dapat dipisahkan dengan hubungan

sosial, diperlukan banyak interaksi sosial untuk membantu seseorang mencapai

keberhasilannya. Oleh karena itu dibutuhkannya social competence yang baik untuk

menjalankan wirausaha tersebut. Dam (2007) mendefinisikan social competence sebagai

kemampuan individu untuk bekerja sama dan melakukan komunikasi yang baik dengan

individu untuk bekerja sama dan melakukan komunikasi yang baik dengan orang lain

yang memiliki berbagai macam latar belakang.

Chasbiansari (2007) dalam penelitiannya membuktikan adanya hubungan yang

komples antara kompetensi sosial dengan kewirausahaan. Kemudian hasil penelitian

lainnya yang dilakukan oleh Zahreni, dkk (2012), menyebutkan bahwa adversity quotient

(AQ) mempengaruhi secara signifikan terhadap intensi berwirausaha. Seseorang yang

memiliki tingkat AQ tinggi, cenderung mudah menangkap kesempatan usaha karena

mereka lebih berani untuk mengambil resiko, kreatif dan inisiatif. Selain itu, Meutia

(2013) melakukan penelitian lain yang menunjukkan bahwa semakin tinggi kompetensi

sosial berwirausaha makan akan berdampak pada kinerja dan jaringan bisnis yang lebih

tinggi pula.

Berdasarkan uraian diatas dapat dibuat rumusan masalah: apakah ada hubungan

antara social competence dengan intensi berwirausaha. Mengacu pada pertanyaan

penelitian tersebut peneliti tertarik untuk melaksanakan penelitian yang berjudul:


“Hubungan social competence dengan intensi berwirausaha mahasiswa Fakultas

Ekonomi Dan Bisnis Program Studi Manajemen Universitas Muhammadiyah Surakarta.

2. TUJUAN BERWIRAUSAHA

Tujuan seseorang untuk berwirausaha antara lain karena memperoleh empat

imbalan berkut ini.

Gambar 2.  Imbalan Berwirausaha (Sumber: Leonardus Saiman. 2009.

Kewirausahaan Teori, Praktik, dan Kasus-kasus. Penerbit Salemba Empat. Hal 26)

a. Laba

Laba berarti dapat menentukan laba yang dikehendaki atau keuntungan yang

diterima, serta berapa yang akan dibayarkan kepada pegawai atau pihak lain.

b. Kebebasan

Kebebasan yaitu bebas mengatur waktu, bebas dari supervisi dan intervensi, serta

bebas dari budaya dan organisasi perusahaan.

c. Impian personal

Impian personal merupakan hak menentukan visi dan misi sendiri, bebas mencapai

standar hidup yang diharapkan, lepas dari rutinitas yang membosankan.

d. Kemandirian

Kemandirian adalah mengatur segalanya, seperti permodalan, pengelolaan,

pengawasan secara mandiri atau menjadi manajer bagi dirinya sendiri. 

Perbedaan esensial antara wirausahawan dan karyawan adalah sebagai berikut.


Tabel 1.  Perbedaan Karyawan dan Wirausahawan (Sumber: Leonardus Saiman. 2009.

Kewirausahaan Teori, Praktik, dan Kasus-kasus. Penerbit Salemba Empat. Hal 27)

No Perbedaan Karyawan Wirausahawan


1 Penghasilan Teratur Bervariasi
2 Peluang menjadi kaya Lebih besar Relatif
3 Sifat pekerjaan Rutin Tidak rutin
4 Kebebasan waktu Terikat jam kerja Tinggi
5 Perkiraan jumlah kekayaan Bisa dihitung Tidak ada kepastian
6 Kreativitas & inovasi Tidak dituntut Dituntut
7 Ketergantungan Tinggi Rendah
8 Risiko Rendah Tinggi
9 Peluang menjadi bos Rendah Tinggi
10 Tanggung jawab Relatif Besar

Hampir tujuh puluh lima persen orang-orang terkaya di dunia, menurut majalah

Forbes, merupakan wirausahawan generasi pertama. Menurut hasil penelitian Thomas

Stanley dan William Danko, pemilik perusahaan mencapai dua per tiga dari jutawan di

Amerika Serikat. Orang-orang yang bekerja sendiri memiliki peluang empat kali lebih

besar menjadi miliarder, daripada orang-orang yang bekerja untuk orang lain atau

karyawan perusahaan.

3. RUMUSAN MASALAH

2.1 Bagaimanakah sejarah, inti dan hakikat dari kewirausahawan ?

2.2 Sebutkan apa saja yang menjadi sikap, modal, karakteristi, dan modal dari seorang

wirausaha !
2.3 Faktor-faktor seperti apakah yang memicu seseorang untuk mulai untuk

berwirausaha?

2.4 Apa saja yang dapat membuat suatu usaha menjadi gagal ataupun berhasil ?

2.5 Keuntungan dan kerugian seperti apa yang didapat dari seseorang yang berwirausaha?

2.6 Kenapa berfikir kreatif sangat diperlukan bagi seorang berwirausaha ?

2.7 Manajemen dan strategi seperti apakah yang dipakai oleh wirausahawan ?

2.8  Imbalan seperti apakah yang diterima oleh seorang wirausaha ?

BAB II

PEMBAHASAN

3.1 SEJARAH KEWIRAUSAHAAN


Wirausaha secara historis sudah dikenal sejak diperkenalkan oleh Richard Castillon

pada tahun 1755. Di luar negeri, istilah kewirausahaan telah dikenal sejak abad 16,

sedangkan di Indonesia baru dikenal pada akhir abad 20. Beberapa istilah wirausaha seperti

di Belanda dikenadengan ondernemer, di Jerman dikenal dengan unternehmer.

 Pendidikan kewirausahaan mulai dirintis sejak 1950-an di beberapa negara seperti

Eropa, Amerika, dan Kanada. Bahkan sejak 1970-an banyak universitas yang mengajarkan

kewirausahaan atau manajemen usaha kecil. Pada tahun 1980-an, hampir 500 sekolah di

Amerika Serikat memberikan pendidikan kewirausahaan. DI Indonesia, kewirausahaan

dipelajari baru terbatas pada beberapa sekolah atau perguruan tinggi tertentu saja. Sejalan

dengan perkembangan dan tantangan seperti adanya krisis ekonomi, pemahaman

kewirausahaan baik melalui pendidikan formal maupun pelatihan-pelatihan di segala lapisan

masyarakat kewirausahaan menjadi berkembang.

Adapun beberapa pendapat para ahli tentang kewirausahaan ialah sebagai berikut

 Menurut Suparman Sumahamijaya

Kewirausahaan adalah sebuah kemampuan dalam berpikir secara kreatif dan

melakukan inovasi. Pikiran kreatif dan inovasi ini merupakan dasar dan juga

sumber penggerak sehingga dapat digunakan sebagai tumpuan dalam

menghadapi tantangan di depan.

 Menurut S Wijandi

Menurut beliau ke merupakan sebuah sifat. Sifat berani dalam mengambil

resiko.

Kedua pengertian ini merupakan dasar dari pengertian dari kewirausahaan itu

sendiri. Jika digabung, kewirausahaan merupakan sebuah pikiran dan juga sifat. Pikiran
dimana seorang wirausahawan dapat mencari inovasi dengan pikiran kreatifnya serta

sikap berani dalam mengambil keputusan dan juga memulai. Jika sebuah pikiran kreatif

tidak dibarengi dengan adanya keberanian untuk mengambil tindakan untuk memulai

sebuah kewirausahaan, maka kewirausahaan juga tidak akan terjadi, begitu juga dengan

sebaliknya.

3.2 INTI DAN HAKIKAT KEWIRAUSAHAAN

Kewirausahaan (Entrepreneurship) atau Wirausaha adalah proses mengidentifikasi,

mengembangkan, dan membawa visi ke dalam kehidupan. Visi tersebut bisa berupa ide

inovatif, peluang, cara yang lebih baik dalam menjalankan sesuatu. Hasil akhir dari proses

tersebut adalah penciptaan usaha baru yang dibentuk pada kondisi risiko atau

ketidakpastian.  Kewirausahaan memiliki arti yang berbeda-beda antar para ahli atau sumber

acuan karena berbeda-beda titik berat dan penekanannya. Richard Cantillon (1775),

misalnya, mendefinisikan kewirausahaan sebagai bekerja sendiri (self-employment).

Seorang wirausahawan membeli barang saat ini pada harga tertentu dan menjualnya

pada masa yang akan datang dengan harga tidak menentu. Jadi definisi ini lebih

menekankan pada bagaimana seseorang menghadapi risiko atau ketidakpastian. Berbeda

dengan para ahli lainnya, menurut Penrose (1963) kegiatan kewirausahaan mencakup

indentfikasi peluang-peluang di dalam sistem ekonomi sedangkan menurut Harvey

Leibenstein (1968, 1979) kewirausahaan mencakup kegiatan yang dibutuhkan untuk

menciptakan atau melaksanakan perusahaan pada saat semua pasar belum terbentuk atau

belum teridentifikasi dengan jelas, atau komponen fungsi produksinya belum diketahui

sepenuhnya dan menurut Peter Drucker, kewirausahaan adalah kemampuan untuk

menciptakan sesuatu yang baru dan berbeda. Orang yang melakukan kegiatan
kewirausahaan disebut  wirausahawan. Muncul pertanyaan mengapa seorang wirausahawan

(entrepreneur) mempunyai cara berpikir yang berbeda dari manusia pada umumnya. Mereka

mempunyai motivasi, panggilan jiwa, persepsi dan emosi yang sangat terkait dengan nilai

nilai, sikap dan perilaku sebagai manusia unggul.

3.3 SIKAP KEWIRAUSAHAAN

1. Memiliki sifat keyakinan, kemandirian, individualitas, optimisme.

2. Selalu berusaha untuk berprestasi, berorientasi pada laba, memiliki ketekunan dan

ketabahan, memiliki tekad yang kuat, suka bekerja keras, energik dan memiliki inisiatif.

3. Memiliki kemampuan mengambil risiko dan suka pada tantangan.

4. Bertingkah laku sebagai pemimpin, dapat bergaul dengan orang lain dan suka terhadap

saran dan kritik yang membangun.

5. Memiliki inovasi dan kreativitas tinggi, fleksibel, serba bisa dan memiliki jaringan bisnis

yang luas.

6. Memiliki persepsi dan cara pandang yang berorientasi pada masa depan.

7. Memiliki keyakinan bahwa hidup itu sama dengan kerja keras.

3.4 MODAL KEWIRAUSAHAAN

1. Modal Intelektual dapat diwujudkan dalam bentuk ide-ide sebagai modal utama yang

disertai pengetahuan, kemampuan, keterampilan, komitmen, dan tanggung jawab sebagai

modal tambahan.
2. Modal Sosial dan Moral diwujudkan dalam bentuk kejujuran dan kepercayaan, sehingga

dapat terbentuk citra.

3. Modal Mental aadalah kesiapan mental berdasarkan landasan agama, diwujudkan dalam

bentuk keberanian untuk menghadapi resiko dan tantangan.

4. Modal Material adalah modal dalam bentuk uang atau barang. Modal ini terbentuk

apabila seseorang memiliki jenis-jenis modal diatas.

3.5 KARAKTERISTIK KEWIRAUSAHAAN

Para ahli mengemukakan karakteristik kewirausahaan dengan konsep yang berbeda-

beda. Geoffrey G. Meredith (1996: 5-6), misalnya, mengemukakan ciri-ciri dan watak

kewirausahaan sebagai berikut:

1. KARAKTERISTIK

Secara etimologis, istilah karakteristik tafsir merupakan susunan dua kata yang

terdiri dari kata; karakteristik dan tafsir. Istilah karakteristik diambil dari bahasa Inggris

yakni characteristic, yang artinya mengandung sifat khas. Ia mengungkapkan sifat-sifat

yang khas dari sesuatu.

Dalam kamus lengkap psikologi karya Chaplin, dijelaskan bahwa karakteristik

merupakan sinonim dari kata karakter, watak, dan sifat yang memiliki pengertian di

antaranya:

1. Suatu kualitas atau sifat yang tetap terus-menerus dan kekal yang dapat

dijadikan cirri untuk mengidentifikasikan seorang pribadi, suatu objek, suatu

kejadian.
2. Intergrasi atau sintese dari sifat-sifat individual dalam bentuk suatu untas

atau kesatuan.

3. Kepribadian seeorang, dipertimbangkan dari titik pandangan etis atau

moral.

Jadi di antara pengertian-pengertian di atas sebagaimana yang telah

dikemukakan oleh Chaplin, dapat disimpulkan bahwa karakteristik itu adalah suatu sifat

yang khas, yang melekat pada seseorang atau suatu objek. Misalnya karakteristik tafsir

artinya suatu sifat yang khas yang terdapat dalam literature tafsir, seperti sistematika

penulisan, sumber penafsiran, metode, corak penafsiran dan lain sebainya.

2. WATAK

Ada beberapa sifat-sifat yang harus dimiliki seorang wirausahawa yang diantaranya

yaitu:

 Disiplin

Dalam melaksanakan kegiatannya, seorang wirausahawan harus memiliki

kedisplinan yang tinggi. Arti dari kata disiplin itu sendiri ialah ketepatan

komitemn wirausahawan terhadap tugas dan pekerjaannya.

Dalam ketepatan yang dimaksud bersifat menyeluruh yaitu ketepatan

terhadap waktu, kualitas pekerjaan, sistem kerja dan sebagainya. Ketepatan

terhadap waktu, kualitas pekerjaan, sistem kerja dan sebagainya. Ketepatan

terhadap waktu, dapat dibina dalam diri seseorang dengan berusaha

menyelesaikan pekerjaan sesuai dengan waktu yang direncanakan. Sifat sering

menunda pekerjaan dengan berbagai macam alasan ialah kendala yang dapat

menghambat seorang wirausahawan meraih keberhasilan.


Kedisiplinan terhadap komitmen akan kualitas pekerjaan dapat dibina

dengan ketaatan wirausahawan akan komitmen tersebut. Dalam wirausahawan

harus taat asa, hal tersebut akan dapat tercapai jika wirausahawan memiliki

kedisplinan yang tinggi terhadap sistem kerja yang telah ditetapkan. Ketaatan

wirausahawan akan kesepakatan-kesapakatan yang dibuatnya ialah contoh dari

kedisiplinan akan kualitas pekerjaan dan sistem kerja.

 Berkomitmen Tinggi

Komitmen merupakan kesepakan mengenai sesuatu hal yang dibuat oleh

seseorang, baik terhadap dirinya sendiri maupun orang lain. Dalam melaksanakan

kegiatannya, seorang wirausahawan harus memiliki komitmen yang jelas, terarah

dan bersifat progresif “berorientasi pada kemajuan”. Komitmen terhadap dirinya

sendiri dapat dibuat dengan identifikasi cita-cita, harapan dan target-target yang

direncanakan dalam hidupnya.

Sedangkan untuk contoh komitmen dalam wirausahawan terhdapat orang

lain terutama konsumennya ialah pelayanan prima yang berorientasi pada

kepuasan konsumen, kualitas produk yang sesuai dengan harga produk yang

ditawarkan, penyelesaian bagi masalah konsumen dan sebagainya.

Seorang wirausahawan yang teguh menjaga komitmennya terhadap

konsumen akan memiliki nama baik di mata konsumen yang akhirnya

wirausahawan tersebut akan mendapatkan kepercayaan dari konsumen dengan

dampak pembelian terus meningkat sehingga pada akhirnya tercapai target

perusahaan yaitu memperoleh laba yang diharapkan.

 Sifat Jujur
Untuk hal ini kejujuran merupakan sebuah landasan moral yang kadang-

kadang dilupakan oleh seorang wirausahawan. Kejujuran dalam berprilaku

bersifat kompleks. kejujuran mengenai karakteristik produk “barang dan jasa”

yang ditawarkan, kejujuran mengenai promosi yang dilakukan. Kejujuran

mengenai pelayanan prunajual yang dijanjikan dan kejujuran mengenai segala

kegiatan yang terkait dengan penjualan produk yang dilakukan oleh

wirausahawan.

 Kreatif dan Inofatif

Untuk dapat memenagkan persaingan maka seorang wirausahawan harus

memiliki daya kreativitas yang tinggi. Daya kreativitas tersebut sebaiknya

dilandasi oleh cara berpikir yang maju, penuh dengan gagasan-gagasan baru yang

berbeda dengan produk-produk yang telah ada selama ini di pasar.

Gagasan-gagasan yang kreatif umumnya tidak dapat dibatasi oleh ruang,

bentuk ataupun waktu. justru seringkali ide-ide jenius yang memberikan trobosan-

terobosan baru dalam dunia usaha awalnya ialah dilandasi oleh gagasan-gagasan

kreatif yang kelihatannya mustahil.

Memiliki perilaku inovatif tinggi merupakan salah satu

kunci dari semangat berwirausaha. Sebenarnya setiap orang

dibekali talenta atau jiwa wirausaha walaupun dalam derajat

kapabilitas yang berbeda-beda. Jika jiwa wirausaha atau talenta

tersebut diberikan wadah yang baik, maka perkembangan dan

kemajuannya akan memberikan hasil sebagaimana mana yang


diharapkan. Jiwa wirausaha yang terdapat pada setiap orang itu

tumbuh karena beberapa hal (1) setiap orang pasti memiliki cita-

cita, impian dan harapan untuk meningkatkan kualitas hidup, (2)

setiap orang mempunyai intuisi untuk bekerja dan berusaha, (3)

setiap orang mempunyai daya imajinasi yang dapat digunakan

untuk berfikir kreatif, (4) setiap orang mempunyai kemampuan

untuk belajar sesuatu yang sebelumnya tidak dikuasainya. Itulah

modal awal dan faktor dominan yang diberikan oleh Allah SWT

kepada manusia dan bukan makhluk lainnya, sehingga setiap

manusia pada dasarnya memiliki akal budi dan kecerdasan yang

merupakan landasan dasar dari jiwa wirausaha.

Manusia juga dikarunia bekal kemampuan untuk belajar

dari pengalaman masa lalunya. Sejumlah pengalaman hidup

yang terkait aspek keberhasilan dan kegagalan, kebahagiaan,

kesedihan, kesulitan, tantangan, peluang, kelemahan dan

kekuatan semuanya akan membentuk mind-set manusia yang

dapat menghasilkan perilaku inovatif tinggi khususnya untuk

mengambil keputusan yang terbaik bagi hidupnya yang akan

datang.

Setiap orang akan terkait dengan beberapa perspektif

waktu, yaitu masa lalu yang merupakan pengalaman hidup yang

sudah dilaluinya dan sebagai masa untuk melakukan


pembelajaran. Saat ini adalah masa menjadi kenyataan hidup

yang sedang dilalui dan menjadi persiapan untuk masa

selanjutnya dengan mengkaji masa lalu, serta masa depan yang

menjadi harapan dan cita-cita yang ingin diraihnya. Ketiga masa

itulah yang akan membentuk manusia memiliki keberanian

untuk menyongsong masa depan dengan berprilaku inovatif

yang tinggi. Dalam hal ini Nabi SAW pernah bersabda bahwa “

Allah SWT tidak akan merubah nasib suatu bangsa jika bangsa

itu tidak mau merubahnya”.

Nabi SAW juga bersabda bahwa “orang yang celaka adalah

yang hari ini lebih buruk dari hari kemarin, orang yang rugi

adalah yang keadaan hari ini sama dengan hari kemarin dan

orang yang beruntung jika keadaan hari ini lebih baik dari hari

kemarin. Inilah sabda Nabi SAW yang mengharuskan manusia

untuk bekerja cerdas dengan penuh optimis bahwa ALLAH SWT

akan memberikan berkah dan hidayah dalam setiap langkah dan

usaha manusia dalam memperbaiki nasib dan kualitas hidupnya

di masa yang akan datang.

Drucker dalam Suryana (2003) menjelaskan bahwa setiap

orang yang memiliki keberanian untuk mengambil keputusan

dapat belajar menjadi wirausaha dan berprilaku seperti

wirausaha. Hal ini memberikan pemahaman bahwa


kewirausahaan lebih merupakan perilaku daripada gejala

kepribadian yang dasarnya terletak pada konsep dan teori yang

mengarahkan orang kepada kepemimpinan. Padahal perilaku,

konsep dan teori merupakan hal yang dapat dipelajari oleh

siapapun yang menganut konsep belajar berkesinambungan dan

seumur hidup. Oleh sebab itu belajar berwirausaha dapat

dilakukan oleh siapa saja, meskipun tidak harus menjadi

wirausaha besar namun sekurang-kurangnya dalam setiap

kegiatannya manusia dapat menerapkan jiwa kewirausahaan di

dalamnya.

Suatu kenyataan bahwa beberapa wirausahawan

terkemuka dan terkaya dunia bukanlah orang yang mempunyai

kemampuan akademik optimal, seperti Warren Buffet (pialang

saham terkemuka) dan Bill Gate (pemilik Microsoft). Khusus di

Indonesia, hasil Sakernas (2003) memperlihatkan bahwa dari

lulusan perguruan tinggi, hanya 26,29% yang menjadi

wirausahawan sedangkan untuk lulusan SLTA dan di bawahnya

mencapai 73,71%. Inilah data yang mengindikasikan bahwa di

Indonesia, semakin tinggi pendidikannya semakin rendah jiwa

kewirausahaannya.

Kunci keberhasilan kedua wirausahawan itu (Warren Buffet

dan Bill Gate) dalam sejarah tercatat karena beberapa hal yaitu
(1) mempunyai kemauan belajar yang terus menerus, (2)

mempunyai ketabahan dalam menghadapi kegagalan atau

tantangan, (3) berani membuat inovasi baru dan tampil beda

dengan yang lain, (4) tidak puas dengan setiap hasil usaha yang

dilakukan, (5) mempunyai kemampuan beradaptasi, baik dengan

lingkungan internal maupun eksternal. Inilah sebabnya maka

Ansoff (1990) mengatakan bahwa “organisasi yang sukses

bukanlah organisasi yang besar tetapi organisasi yang sukses

adalah organisasi yang dapat beradaptasi dengan perubahan

lingkungannya”.

Suryana (2003) menjelaskan kiat sukses berwirausaha

pada dasarnya tidak memerlukan orang-orang yang luar biasa

dengan IQ tinggi, tetapi orang-orang dengan IQ sedang dan

rendahpun dapat belajar melakukannya. Goleman menjelaskan

bahwa kesuksesan seseorang 80% ditentukan oleh kecerdasan

emosional (EQ) dan hanya 20% ditentukan oleh kecerdasan

intelektual (IQ). Kecerdasan emosional adalah kecerdasan sosial,

yang ketiadaannya akan mendorong seseorang berperilaku

agresif, cemas, menghindari tantangan dan tidak dapat

memanfaatkan peluang, serta tidak dapat menerapkan

manajemen konflik secara produktif.


Sebaliknya, penguasaan terhadap kecerdasan emosional

akan menghasilkan individu yang lebih ramah, kemauan untuk

bekerjasama dan meningkatnya kemampuan untuk menerapkan

manajemen konflik yang produktif. Oleh sebab itu Suryana

(2003) menunjukkan adanya kiat-kiat berwirausaha yang sukses

dan dapat diterapkan pada berbagai tingkatan IQ adalah sebagai

berikut :

1. Digerakkan oleh ide dan impian (visi).

2. Lebih mengandalkan kreativitas.

3. Menunjukkan keberanian.

4. Percaya pada hoki, tetapi lebih percaya pada dunia nyata.

5. Melihat masalah sebagai peluang.

6. Memilih usaha sesuai hobi dan minat.

7. Mulai dengan modal seadanya.

8. Senang mencoba hal baru.

9. Selalu bangkit dari kegagalan, dan

10. Tidak mengandalkan gelar akademis semata-mata.

 Mandiri

Seseorang dikatakan “mandiri” apabila orang tersebut dapat melakukan

keinginan dengan baik tanpa adanya ketergantungan pihak lain dalam mengambil

keputusan atau bertindak, termasuk mencukupi kebutuhan hidupnya, tanpa adanya

ketergantungan dengan pihak lain. Kemandirian merupakan sifat mutlak yang


harus dimiliki oleh seorang wirausahawan. Pada prinsipnya seorang

wirausahawan harus memiliki sikap mandiri dalam memenuhi kegiatan usahanya.

 Realistis

Seseorang dikatakan realistis bila orang tersebut mampu dapat

menggunakan fakta / realita sebagai landasan berfikir yang rasional dalam setiap

pengambilan keputusan maupun tindakan / perbuatannya. Banyak seorang calon

wirausahawan yang berpotensi tinggi, namun pada akhirnya mengalami

kegagalan hanya karena wirausahawan tersebut tidak realitis, objektif dan rasional

dalam pengambilan keputusan bisnisnya.

Karena itu, dibutuhkan kecerdasan dalam melakukan seleksi terhadap

masukan-masukan / sumbang saran yang ada keterkaitan erat dengan tingkat

kebrehasilan usaha yang sedang dirintis.

 Percaya Diri

Orang yang tinggi percaya dirinya adalah orang yang sudah matang

jasmani dan rokhaninya. Karakteristik kematangan seseorang adalah ia tidak

tergantung pada orang lain, memiliki rasa tanggung jawab yang tinggi, obyektif,

dan kritis, emosionalnya stabil, tidak gampang tersinggung dan naik pitam.

 Berorientasi Pada Tugas dan Hasil


Berbagai motivasi akan muncul dalam bisnis jika kita berusaha

menyingkirkan prestise. Kita akan mampu bekerja keras, enerjik, tanpa malu

dilihat teman, asal yang kita kerjakan adalah halal.

 Pengambilan Resiko

Berani mengambil resiko tidak sama dengan spekulasi.

Artinya resiko yang ditanggung oleh seorang wirausahawan

adalah resiko yang sudah diperhitungkan secara matang.

Richard Cantillon adalah orang yang pertama menggunakan

istilah entrepreneur dan mengatakan bahwa entrepreneur

adalah seseorang yang berani menanggung resiko. Keberanian

menanggung resiko yang disertai perhitungan yang mapan

merupakan karakteristik wirausaha yang unggul. Keberanian

untuk menangung resiko juga merupakan peubah pertama yang

mendorong timbulnya inisiatif dan mendorong sifat untuk

menyukai usaha-usaha yang lebih menantang. Namun, resiko

yang menjadi nilai dalam kewirausahaan adalah resiko yang

sudah diperhitungkan dan penuh realistis. Pilihan terhadap

alternatif resiko yang diambil tergantung pada beberapa faktor,

yaitu :

1. Daya tarik setiap alternatif.

2. Kesediaan untuk menanggung kerugian.

3. Perhitungan terhadap peluang sukses atau gagal.


Selain itu, kemampuan untuk melalukan pilihan terhadap

alternative resiko yang diambil tergantung dari beberapa faktor,

yaitu :

1. Keyakinan pada diri sendiri.

2. Kesediaan untuk menggunakan kemampuan dalam

mencari peluang dan kemungkinan mendapatkan

keuntungan.

3. Kemampuan untuk menilai situasi resiko secara realistis.

Keberanian dalam mengambil resiko terkait langsung dengan

kepercayaan pada diri sendiri. Dengan demikian, semakin besar

keyakinan seseorang pada kemampuan sendiri, maka semakin

besar pula keberaniannya dalam mengambil resiko yang

diperhitungkannya sebagai tindakan yang kreatif inovatif. Oleh

sebab itu, orang yang berani mengambil resiko diketemukan

pada pada orang-orang yang kreatif dan inovatif dan

 Kepemimpinan

Jiwa kepemimpinan, keteladanan dan kepeloporan selalu

dimiliki oleh seorang wirausaha yang sukses. Seorang yang

memiliki jiwa kepemimpinan pada umumnya ingin tampil

berbeda, lebih dahulu (lebih cepat) dan lebih menonjol. Hal inilah

yang melandasi mengapa seorang wirausaha yang memiliki jiwa

kepemimpinan akan menggunakan kemampuan kreativitas dan


inovasinya untuk menghasilkan barang dan jasa dengan lebih

cepat dipasarkan dan berbeda dari pesaingnya. Wirausaha

seperti inilah yang menganggap perbedaan sebagai suatu

peluang untuk menambah nilai barang dan jasa yang dihasilkan,

sehingga ia akan menjadi leader, baik dalam bidang produksi

maupun pemasaran. Seorang wirausaha yang memiliki jiwa

kepemimpinan selalu ingin mencari peluang, terbuka menerima

kritik dan menjadikan saran sebagai pertimbangan dalam

melakukan perbaikan. Seorang wirausaha yang memiliki

leadership ability akan mampu menggunakan pengaruh tanpa

kekuatan (power) dan mengutamakan strategi mediator dan

negosiator dibandingkan cara-cara diktator. Berdasarkan

semangat, prilaku dan kemampuannya dalam kepemimpinan

(leadership ability) maka Instruksi Presiden Republik Indonesia

Nomor 4 Tahun 1995 mengelompokkan kemampuan wirausaha

dalam 3 (tiga) tingkatan, yaitu wirausaha andal, wirausaha

tangguh dan wirausaha unggul. Namun, Suryana (2003)

membedakan wirausaha dalam 2 (dua ) kelompok, yaitu

administrative entrepreneur dan innovative entrepreneur. Dalam


hal ini administrative entrepreneur adalah wirausaha yang

perilaku dan kemampuannya lebih menonjol dalam memobilisasi

sumber daya dan dana, serta mentransformasikannya menjadi

output dan memasarkannya secara efisien, sedangkan

innovative entrepreneur adalah wirausaha yang perilaku dan

kemampuannya lebih menonjol dalam bidang kreativitas, inovasi

serta menonjol dalam mengantisipasi dan menghadapi resiko.

 Keorisinilan

Yang dimaksud orisinal di sini ialah I tidak hanya mengekor pada orang

lain, tetapi memiliki pendapat sendiri, ada ide yang orisinil, ada kemampuan

untuk melaksanakan sesuatu. Orisinil tidak berarti baru sama sekali, tetapi produk

tersebut mencerminkan hasil kombinasi baru atau reintegrasi dari komponen-

komponen yang sudah ada, sehingga melahirkan sesuatu yang baru.

 Memiliki Kemampuan Manajerial

Memiliki kemampuan manajerial merupakan salah satu

aspek yang harus ada pada setiap wirausaha. Kemampuan

manajerial merupakan kemampuan untuk mengambil keputusan


usaha dan melaksanakan seluruh fungsi manajemen, yaitu

membuat rencana usaha, mengorganisasikan usaha, mengelola

usaha (termasuk mengelola sumber daya manusia), melakukan

publikasi/promosi hasil usaha dan mengontrol pelaksanaan

usaha. Seluruh kemampuan manajerial harus dilakukan secara

konsisten dan terintegrasi sehingga seluruh aspek manajerial

tersebut tidak saling kontra produktif terhadap pencapaian

tujuan organisasi. Kemampuan manajerial seorang

wirausahawan harus mampu membuat organisasi menjadi “fit”

dengan lingkungannya. Suatu organisasi (khususnya organisasi

bisnis) harus dinamis dan fleksibel, dikelola oleh manajer yang

bervisi ke depan dan mempunyai lingkungan kerja yang

kondusif. Selain itu, pengembangan organisasi atau perusahaan

harus didasarkan atas visi, misi dan tujuan yang jelas sehingga

dapat berkembang (sukses) dan hidup untuk selama-lamanya

(going concern). Agar perusahaan dapat sukses dan going

concern, terdapat 8 (delapan) roh organisasi, yaitu (1) roh

kesucian dan kesehatan, (2) roh kebaikan dan kemurahan, (3)


roh cinta dan suka cita, (4) roh keunggulan dan kesempurnaan,

dan (5) dikelola oleh manajer bervisi ke depan.

Manajer yang bervisi ke depan adalah manajer yang selalu

optimis dan menganggap setiap masalah organisasi sebagai

suatu peluang. Dengan demikian manajer yang bervisi ke depan

dapat mengarahkan organisasi untuk menyongsong masa

depannya secara optimis dan realistis. Terdapat 8 (delapan)

kompetensi yang harus dimiliki oleh manajer yang bervisi ke

depan, yaitu (1) memiliki kemampuan strategi, (2) memiliki

kemampuan sintesis, (3) memiliki kemampuan berorganisasi, (4)

memiliki kemampuan komunikasi, (5) memiliki kemampuan

negosiasi, (6) memiliki kemampuan presentasi (publikasi ide

kreativitas), (7) memiliki kemampuan yang dinami dan tangguh

(mengembangkan diri), dan (8) memiliki lingkungan kerja yang

kondusif.

Lingkungan kerja yang kondusif merupakan salah satu

syarat utama agar suatu organisasi dapat memberikan

kenyamanan dan ketenangan kepada pemilik, pengelola


(manajer) dan pekerjanya. Persyaratan agar suatu lingkungan

kerja dapat disebut kondusif ada 8 (delapan), yaitu adanya :

1. upah yang layak

2. kondisi (peralatan) kerja yang aman dan sehat

3. kesempatan untuk belajar dan menggunakan

ketrampilan-ketrampilan baru.

4. kesempatan untuk mengembangkan karir

5. integrasi sosial ke dalam organisasi

6. perlindungan terhadap hak-hak individu (pekerja)

7. keseimbangan antara berbagai tuntutan (tuntutan

kerja dan bukan kerja)

8. rasa bangga terhadap pekerjaannya dan terhadap

organisasi

 Kreatifitas

Menurut Conny Setiawan (1984:8), kreativitas diartikan sebagai

kemampuan untuk menciptakan suatu produk baru. Produk baru artinya tidak

perlu seluruhnya baru, tapi dapat merupakan bagian-bagian produk saja.

Memiliki kreativitas tinggi berarti mempunyai kemampuan untuk

berfikir yang baru dan berbeda (thinking new thing and


different). Namun demikian untuk berfikir yang baru dapat

bersumber dari sesuatu yang lama tetapi dilakukan dengan cara-

cara yang baru dan tidak harus seluruhnya baru. Zimmerer

dalam Suryana (2003) menyebutkan bahwa ide-ide kreativitas

sering muncul ketika seorang wirausaha melihat sesuatu yang

lama dan berfikir sesuatu yang baru dan berbeda.

Kreativitas adalah berfikir untuk menciptakan sesuatu dari

yang asalnya tidak ada (generating something from nothing).

Sedangkan inovasi adalah kemampuan untuk menerapkan

kreativitas dalam rangka memecahkan persoalan-persoalan dan

peluang untuk meningkatkan dan memperkaya kehidupan

(Suryana, 2003).

Dengan demikian kreativitas (daya cipta) mengandung

beberapa aspek penting, antara lain (1) menciptakan sesuatu

yang sebelumnya tidak ada (generating something from nothing,

(2) muncul ketika melihat sesuatu yang lama dan berfikir

sesuatu yang baru dan berbeda (arise when look at something

old and think something new and different), dan (3)

menggantikan sesuatu dengan sesuatu yang lebih sederhana


dan lebih baik (change something with something more simple

and better).

Dengan demikian rahasia kewirausahaan adalah

menciptakan nilai tambah barang dan jasa dengan menerapkan

kreativitas dan inovasi untuk memecahkan masalah dan meraih

peluang yang dihadapi setiap hari tanpa menunggu perintah

(berinisiatif sendiri).

Zimmerer (1996) menyebutkan adanya 7 (tujuh) tahap

dalam proses berfikir kreatif dalam kewirausahaan, yaitu :

Tahap 1 : Persiapan (Preparation)

Tahap 2 : Penyelidikan (Investigation)

Tahap 3 : Transformasi (Transformation)

Tahap 4 : Penetasan (Incubation)

Tahap 5 : Penerangan (Illumination)

Tahap 6 : Pengujian (Verification)

Tahap 7 : Implementasi (Implementation)

CIRI-CIRI UMUM KEWIRAUSAHAAN

1.  Memiliki motif berprestasi tinggi


2.  Memiliki perspektif ke depan

3. Memiliki kreatifitas tinggi

4. Memiliki sifat inovasi tinggi

5.  Memiliki komitmen terhadap pekerjaan

6. Memiliki tanggung jawab

7. Memiliki kemandirian atau ketidaktergantungan terhadap orang lain

8. Memiliki keberanian menghadapi resiko

9. Selalu mencari peluang

10. Memiliki jiwa kepemimpinan

11. Memiliki kemampuan manajerial

12. Memiliki kemampuan personal.

3.6 FAKTOR-FAKTOR PEMICU KEWIRAUSAHAAN

David C. McClelland (1961: 207) mengemukakan bahwa kewirausahaan

ditentukan oleh motif berprestasi, optimisme, sikap nilai, dan status kewirausahaan atau

keberhasilan. Perilaku kewirausahaan dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal

meliputi hak kepemilikan (property right-PR), kemampuan/kompetensi

(ability/competency-C), dan insentif (incentive-I), sedangkan faktor eksternal meliputi

lingkungan (environment-E). Menurut Ibnoe Soedjono, karena kemampuan afektif

mencakup sikap, nilai, aspirasi, 

perasaan dan emosi yang semuanya sangat bergantung pada kondisi lingkungan

yang ada, amka dimensi kemampuan afektif dan kemampuan kognitif merupakan bagian

dari pendekatan kemampuan kewirausahaan. Jadi, kemampuan berwirausaha merupakan


fungsi dari perilaku kewirausahaan dalam mengombinasikan kreativitas, inovasi, kerja

keras, dan berani menghadapi resiko untuk memperoleh peluang.

3.7 FAKTOR PENYEBAB KEBERHASILAN DAN KEGAGALAN BERWIRAUSAHA

 Penyebab Keberhasilan Berwirausaha:

 Kemampuan dan kemauan

  Tekad yang kuat dan kerja keras

 Mengenal peluang yang ada dan berusaha meraihnya ketika ada kesempatan

 Menurut Zimmerer (dalam Suryana, 2003 : 44-45) ada beberapa faktor yang

menyebabkan wirausaha gagal dalam menjalankan usaha barunya:

 Tidak kompeten dalam manajerial.

Tidak kompeten atau tidak memiliki kemampuan dan pengetahuan mengelola

usaha merupakan faktor penyebab utama yang membuat perusahaan kurang

berhasil.

 Kurang berpengalaman baik dalam kemampuan mengkoordinasikan,

keterampilan mengelola sumber daya manusia, maupun kemampuan

mengintegrasikan operasi perusahaan.

 Kurang dapat mengendalikan keuangan. Agar perusahaan dapat berhasil dengan

baik, faktor yang paling utama dalam keuangan adalah memelihara aliran kas.

Mengatur pengeluaran dan penerimaan secara cermat. Kekeliruan memelihara

aliran kas menyebabkan operasional perusahan dan mengakibatkan perusahaan

tidak lancar.

 Gagal dalam perencanaan.


 Perencanaan merupakan titik awal dari suatu kegiatan, sekali gagal dalam

perencanaan maka akan mengalami kesulitan dalam pelaksanaan.

 Lokasi yang kurang memadai.

 Lokasi usaha yang strategis merupakan faktor yang menentukan keberhasilan

usaha. Lokasi yang tidak strategis dapat mengakibatkan perusahaan sukar

beroperasi karena kurang efisien.

 Kurangnya pengawasan peralatan.

 Pengawasan erat berhubungan dengan efisiensi dan efektivitas. Kurang

pengawasan mengakibatkan penggunaan alat tidak efisien dan tidak efektif.

 Sikap yang kurang sungguh-sungguh dalam berusaha.

 Sikap yang setengah-setengah terhadap usaha akan mengakibatkan usaha yang

dilakukan menjadi labil dan gagal. Dengan sikap setengah hati, kemungkinan

gagal menjadi besar.

 Ketidakmampuan dalam melakukan peralihan/transisi kewirausahaan.

 Wirausaha yang kurang siap menghadapi dan melakukan perubahan, tidak akan

menjadi wirausaha yang berhasil. Keberhasilan dalam berwirausaha hanya bisa

diperoleh apabila berani mengadakan perubahan dan mampu membuat peralihan

setiap waktu.

 Beberapa potensi yang membuat seseorang mundur dari kewirausahaan menurut

Zimmerer (1996-7):

 Pendapatan yang tidak menentu

 Kerugian akibat hilangnya modal investasi

 Perlu kerja keras dan waktu yang lama


 Kualitas hidup yang tetap rendah meskipaun usahanya telah berhasil

3.8 KEUNTUNGAN DAN KERUGIAN BERWIRAUSAHA

 Keuntungan Berwirausaha

 Otonomi yaitu pengelolaan yang bebas dan tidak terikat membuat wirausaha menjadi

seorang “bos” yang penuh kepuasan.

 Tantangan awal dan perasaan motif berprestasi. Tangtangan awal atau perasaan

bermotivasi yang  tinggi merupakan hal yang menggembirakan. Peluang untuk

mengembangkan konsep usaha yang dapat menghasilkan keuntungan sangat

memotivasi wirausaha.

 Kontrol finansial. Wirausaha memiliki kebebasan untuk mengelola keuangan dan

merasa kekayaan sebagai milik sendiri.

 Kerugian Berwirausaha

 Pengorbanan persoanal. Pada awalnya, wirausaha harus bekerja dengan waktu yang

lama dan sibuk. Sedikit sekali waktu yang tersedia.

 Beban tanggung jawab. Wirausaha harus mengelola semua fungsi bisnis, baik

pemasaran, keuangan, personal, maupun pengadaan dan pelatihan.

 Kecilnya margin keuntungan dan besarnya kemungkinan gagal. Karena wirausaha

menggunakan sumber daya miliknya sendiri, maka margin laba/keuntungan yang

diperoleh akan relatif kecil.

3.9 BERFIKIR KREATIF DALAM KEWIRAUSAHAAN


Menurut Zimmererr (1996) untuk mengembangkan keteramplan berfikir, seseorang

menggunakan otak sebelah kanan. Sedangkan untuk belajar mengembangkan ketrampilan

berpikir digunakan otak sebelah kiri, ciri-cirinya :

 Selalu bertanya : Apa ada cara yang lebih baik.

 Selalu menantang kebiasaan, tradisi dan kebiasaan rutin

 Mencoba untuk melihat masalah dari perspektif yang berbeda

 Menyadari kemungkinan banyak jawaban ketimbang satu jawaban yang benar

 Melihat kegagalan dan kesalahan sebagai jalan untuk mencapai sukses

 Mengkorelasikan ide-ide yang masih samar terhadap masalah untuk menghasilkan

pemecahan inovasi

Memiliki ketrampilan helicopter yaitu kemampuan untuk bangkit di atas kebiasaan

rutin dan melihat permasalahan dari perspektif yang lebih luas kemudian memfokuskannnya

pada kebutuhan untuk berubah.

3.10 MANAJEMEN DAN STRATEGI KEWIRAUSAHAAN

Manajemen kewirausahaan menyangkut semua kekuatan perusahaan yang menjamin

bahwa usahanya betul-betul eksis. Bila bahasa baru ingin berhasil , maka wirausaha harus

memiliki empat kompetensi, diantaranya:

1. Fokus pada pasar,  bukan pada teknologi

2. Buat ramalan pendanaan untuk menghindari tidak terbiayainya perusahaan

3. Bangun tim managemen, buakn menonjolkan perorangan

4. Beri peran tertentu, khusus bagi wirausaha penemu


Jika managemen kewirausahaan menyangkut lingkungan internal perusahaan, maka

strategi kewirausahaan menyangkut kesesuaian kemampuan internal dan aktivitas

perusahaan dengan lingkukngan eksternal, dimana perusahaan harus bersaing dengan

menggunakan kepetusan-keputusan strategis. Dalam melakukan strategi usahanya,

wirausaha biasanya menggunakan salah satu strategi dari empat strategi, sebagai berikut:

1. Berada pertama di pasar dengan prodek dan jasa baru.

2. Posisikan produk dan jasa baru tersebut pada relung pasar yang tidak terlayan.

3. Fokuskan barang dan jasa pada relung yang kecil tetapi bisa bertahan

4. Mengubah karakteristik produk, pasar atau industri

3.11 IMBALAN DALAM WIRAUSAHA

Tiap orang tertarik kepada kewirausahaan karena berbagai imablan yang dapat

dikellompokkan dalam tiga kategori dasar : Laba, kebebasan, dan kepuasan dalam menjalani

hidup.

A. Imbalan Berupa Laba

Wirausaha mengharapkan hasil yang tidak hanya mengganti kerugian waktu dan

uang yang diinvestasikan tetapi juga memberikan imbalan yang pantas bagi resiko dan

inisiatif yang mereka ambil dalam mengoperasikan bisnis mereka sendiri. Dengan

demikian imbalan berupa laba merupakan motofasi yang kuat bagi wirausaha tertentu.

Laba adalah salah satu cara dalam mempertahankan nilai perusahaan. Beberapa

wirausaha mungkin mengambil laba bagi dirinya sendiri atau membagikan laba

tersebut, tetapi kebanyakan wirausaha puas dengan laba yang pantas.

B. Imbalan Berupa Kebebasan


Kebebasan untuk menjalankan perusahaannya merupakan imbalan lain bagi

seorang wirausaha. Hasil survey dalam bisnis berskala kecil tahun 1991 menunjukkan

bahwa 38% dari orang-orang yang meninggalkan pekerjaan nya di perusahaan lain

karena mereka ingin menjadi bos atas perusahaan sendiri. Beberapa wirasuaha

menggunakan kebebasannya untuk menyusun kehidupan dan perilaku kerja pribadnya

secara fleksibel. Kenyataannya banyak wirausaha tidak mengutamakan fleksibiltas

disatu sisi saja. Akan tetapi wirausaha menghargai kebebasan dalam karir

kewirausahaan, seperti mengerjakan urusan mereka dengan cara sendiri, memungut

laba sendiri dan mengatur jadwal sendiri.

C. Imbalan Berupa Kepuasan Dalam Menjalani Hidup

Wirausaha sering menyatakan kepuasan yang mereka dapatkan dalam

menjalankan bisnisnya sendiri. Pekerjaan yang mereka lakukan memberikan

kenikmatan yang berasal dari kebebasan dan kenikmatan ini merefleksikan pemenuhan

kerja pribadi pemilik pada barang dan jasa perusahaan. Banyak perusahaan yang

dikelolah oleh wirausaha tumbuh menjadai besar akan tetapi ada juga yang relative

tetap berskala kecil.

3.12 GOLONGAN WIRAUSAHA DAN PENGUSAHA

Sebelum kita masuk lebih jauh terkait perbedaan pengusaha dan wirausaha, kita

harus mengetahui terlebih dahulu pengertian dari kedua istilah tersebut. Seorang

pengusaha adalah orang yang menjalankan sebuah bisnis seperti aktivitas jual-beli,

termasuk produksi barang dan lain sebagainya. Yang mana, tujuan pengusaha yaitu

memperoleh keuntungan dari aktivitas usaha jual-beli dan menanggung risiko bisnis
yang dijalankan seperti gagal produksi, penurunan penjualan, hingga terparah

mengalami gulung tikar. Sedangkan memilih sebagai wirausaha, berarti kamu layaknya

seseorang yang super kreatif dengan memanfaatkan barang-barang yang sudah tidak

berguna, untuk kamu manfaatkan kembali untuk suatu hal yang berguna dan memiliki

nilai jual tentunya. Contohnya memanfaatkan ampas kopi, kulit telur, dll untuk karya

seni yang bernilai tinggi yang diincar para kolektor. Jika kamu memilih sebagai

pengusaha atau wirausaha pasti kedua-duanya memiliki tingkat risiko bisnis yang perlu

ditanggung dalam menjalankan profesi ini, berikut ini merupakan risiko seorang

pebisnis yang mungkin perlu kamu ketahui ketika menjadi seorang pengusaha atau

wirausaha.

Ada pun 3 golongan pengusaha antara lain:

 Golongan Pengusaha Besar

Pengusaha Besar adalah seseorang yang Memiliki modal yang besar untuk

berbisnis sampai ke mancanegara dan biasa nya memiliki banyak karyawan.

Contoh Pengusaha Besar : Pengusaha Penjualan Konstruksi Bangunan

“Krakatau Steel Cilegon”

 Golongan Pengusaha Menengah

Menengah adalah Seseorang yang memiliki modal yang lumayan, biasa

nya target untuk pengusaha Menengah adalah pasaran lokal yang berada di negara

sendiri, pengusaha menengah pun memiliki beberapa orang karyawan tetapi tidak

sampai sebanyak pengusaha Besar.

Contoh Pengusaha Menengah adalah : Pengusaha Restaurant yang Berada

di Pantai Indah Kapuk.


 Golongan Pengusaha Kecil

Pengusaha Kecil adalah Pengusaha yang biasanya target berada di dalam

lingkup sekitar lingkungan nya saja, dan biasanya modal yang di butuhkan tidak

besar ataupun harus memiliki seorang karyawan yang terdapat pada golongan

besar dan menengah,

Contoh Pengusaha Kecil: Penjual Gorengan yang berada di sekitar kita,

ataupun Penjual Nasi Uduk.

BAB 3

PENUTUP

1. Kesimpulan

Keberhasilan atau kegagalan wirausaha sangat dipengaruhi oleh sifat dan

kepribadian seseorang. The officer of Advocacy of Small Business Administration. bahwa

kewirausahaan yang berhasil pada umumnya memiliki sifat-sifat kepribadian.

Seperti telah diungkapkan bahwa wirausaha sebenarnya adalah seorang inovator atau

individu yang mempunyai kemampuan naluriah untuk melihat benda-benda materi

sedemikian rupa yang kemudian terbukti benar, mempunyai semangat.

Para ahli mengemukakan bahwa seseorang memiliki minat berwirausaha karena

adanya suatu motif tertentu, yaitu motif berprestasi (achievement motive). Motif berprestasi
ialah suatu nilai sosial yang menekankan pada hasrat untuk mencapai yang terbaik guna

mencapai kepuasan secara pribadi.

2. Saran

Disarankan bagi mahasiswa yang nantinya akan memulai berwirausaha untuk

meneladani dan dapat mencontoh sikap, karakteristik, dan sebagainya dari apa yang tertulis

di Bab Pembahasan di atas. Seorang wirausaha memang perlu untuk menghadapi sebuah

risiko, karena dari proses risiko itu sendiri nantinya akan membawa sesuatu yang besar. Dan

juga semangat, kerja keras, ulet, serta tidak putus asa sikap yang sangat dibutuhkan oleh

seorang wirausaha agar terus berkarya dengan usaha yang di jalankannya.

DAFTAR PUSTAKA

Dr.Suryana, M.Si.2006.Kewirausahaan.Jakarta:Salemba Empat.

Adji Wahyu, Suwerli, & Suratno. Editor : Setiawan Yusuf. S, Utami Diyah .P. 2007.

Kewirausahaan, Jakarta:Penerbit Erlangga

Kuratho H. 2004. Entrepreneurship : Theory, Proccess and Practise. Six edition. Thomson South

Western.

Kusnendi. 2004. Modul 19. Membuat Rencana Usaha. Penerbit Lembaga Penelitian Universitas

Indonesia.

Winarno, M. 2001. Pengantar Kewirausahaan Kerangka Dasar Memasuki Dunia Bisnis. edisi

pertama. BPFE UGM Yogyakarta.


Lupiyoadi, Rambat. 2007. Entrepreneurship : From Mindset to Strategy. Edisi ke tiga. Lembaga

Penerbit FE UI Jakarta.

Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia. Dikti – Depdiknas : Kewirausahaan dan

Pengembangan Revenue di Perguruan Tinggi. Malang. 2002.

Rusman Hakim. 1998. Kiat Sukses Berwirausaha. Penerbit Gramedia. Jakarta.

Peter F Drucker. 1994. Kewirausahaan. Penerbit PT Gelora Aksara Pratama.

Pickering.Peg. 2006. How to Manage Conflict (Tj: Kiat Menangani Konflik, Jadikan Konflik

Sebagai Kesempatan Untuk Maju). Penerbit Esensi. Jakarta.

Panduan Pelaksanaan Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat – VI. Pedoman

Pengelolaan Program Pengembangan Budaya Kewirausahaan Bab VI.

Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1995 Tentang Gerakan Nasional

Memasyarakatkan dan Membudayakan Kewirausahaan.

Suryana. 2003. Memahami Karakteristik Kewirausahaan. Direktorat Pendidikan Menengah

Kejuruan. Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Departemen Pendidikan

Nasional.

Supardi.S. 2004. Model 6. Kiat Mengambil Risiko dan Tanggung Jawab. Penerbit Lembaga

Penelitian Universitas Indonesia.


Resep Nasu Cemba Enrekang
Bahan-bahan :

 1 kg daging sapi

 2 kg tulang iga

Bumbu :

 5 siung bawang putih

 8 butir bawang merah

 6 buah jahe

 2 buah kemiri

 1/2 sendok makan merica

 1/2 sendok makan kunyit

 2 sendok makan kelapa sangrai (dihaluskan sampai mengeluarkan minyak)

 Daun cemba (asam) yang masih muda.

 Garam
 Penyedap rasa

Cara memasak :

1. Cuci bersih daging sapi dan tulang iga kemudian potong-potong sesuai dengan selera.

2. Haluskan bawang putih, bawang merah, jahe dan kemiri kemudian campur dan tumis
hingga berasa harum.

3. Masukkan daging sapi yang telah dipotong-potong tadi ke dalam panci dan masak

4. Kemudian masukkan bawang putih, bawang merah, jahe dan kemiri yang telah ditumis
dan jangan lupa tambahkan merica dan kunyit. Menyusul tambahkan juga garam dan
penyedap rasa secukupnya.

5. Masukkan kelapa sangrai yang telah dihaluskan sampai mengeluarkan minyak sebanyak
2 sendok makan. Lalu tambahkan daun cemba segenggam dan masak hingga 3 jam
selanjutnya Nasu Cemba siap dihidangkan. Selamat Menikmati.

Anda mungkin juga menyukai