Anda di halaman 1dari 43

Kimia Fisika

Sifat dan Wujud Zat

Disusun Oleh Kelompok 1 1KD : - Della Fatria

- Muhammad Ikhsan Syahputra

-Viorin Kika Anggani

Dosen Mata Pelajaran : Meilianti, S.T., M.T.

POLITEKNIK NEGERI SRIWIJAYA

PALEMBANG

2018
Daftar Isi
Daftar Isi……………………….……………………….. i

Kata Pengantar………………………………………….. ii

Bab I Pendahuluan

1. Latar Belakang…………………………………….. 1
2. Rumusan Masalah………………………………….. 1
3. Tujuan Pembahasan……….……………………….. 1

Bab II Pembahasan

1. Pengertian Zat…………….………………………..
2. Jenis-jenis Zat…………….………………………..
3. Zat padat...................................................................
4. Zat cair......................................................................
5. Zat gas......................................................................
6. Sifat-sifat Zat……………..………………………..
7. Perubahan Wujud Zat…….………………………..
8. Susunan Partikel Zat……...………………………..
9. Gaya Tarik Antar Partikel zat……………………...
10. Contoh-contoh Zat dalam Kehidupan Sehari-hari….

Bab III Penutup

1. Kesimpulan…………………………………………

Daftar Pustaka…………………………………………….
Kata Pengantar

Assalamualaikum wr.wb
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Swt. Yang telah memberikan
rahmat dan karunia-Nya kepada kami semua sehingga kami bisa menyelesaikan
makalah tentang Sifat dan Wujud Zat ini. Sholawat beseta salam selalu tercurahkan
kepada nabi kita Nabi Muhammad Saw. beserta keluarga-Nya, sahabat-sahabat-Nya,
dan umatnya hingga akhir zaman.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, hal ini karena
kemampuan dan pengalaman kami yang masih dalam keterbatasan. Untuk itu, kami
mengharapkan saran dan kritik yang masih ada dalam keterbatasan. Untuk itu, kami
mengharapakan kritik dan saran yang bersifat membangun, demi perbaikan untuk
kedepannya.
Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi para pembacanya. Akhir
kata kami mengucapkan terima kasih.

Palembang, 11 September 2018

Penulis
Bab I
PENDAHULUAN

1.1    Latar belakang
Dalam kehidupan sehari-hari, kita seringkali menemukan berbagai macam wujud zat.
Seperti, padat, cair dan gas. Zat menempati ruang, mempunyai massa dan dapat berada dalam
wujud yang berbeda. Wujud dari suatu zat tergantung pada suhunya. Senyawa H 2O pada suhu
kamar berupa air (wujud cair), pada suhu rendah berupa es (wujud padat), dan pada suhu
tinggi berubah menjadi uap (wujud gas).

1.2    Rumusan Masalah
a. Apa saja yang akan dibahas dalam sifat dan wujud zat?
b. Hukum-hukum apa saja yang berlaku dalam zat, dan penerapannya?
c. Persamaan dan reaksi kimia zat?

1.3 Tujuan Pembahasan


Berdasarkan latar belakang di atas, maka tujuan penulisan ini adalah:
1. Dapat mengetahui sifat dari masing-masing wujud zat.
2. Dapat mengetahui hukum-hukum yang berlaku dalam zat dan bagaimana penerapannya.
3. Dapat mengetahui persamaan dan reaksi kimia dari masing-masing zat.
Bab II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN ZAT
Zat adalah sesuatu yang menempati ruang dan memiliki massa. Apakah benda-benda
memerlukan tempat? Misal tersedia air yang berada di dalam gelas. Tuanglah air tersebut ke
dalam kaleng. Apakah air menempati kaleng? Ternyata air memerlukan tempat atau wadah.
Selanjutnya jika air dalam wadah itu ditimbang ternyata memiliki massa. Demikian halnya
dengan udara ternyata juga menempati ruang dan memiliki massa.
B. JENIS-JENIS ZAT
Di sekitar kita terdapat benda-benda yang dapat kita kelompokkan kedalam tiga
wujud zat. Beberapa benda seperti besi, kayu, aluminium termasuk zat padat. Air, minyak
termasuk zat cair, sedangkan gas elpiji, udara termasuk zat gas. Pada prinsipnya terdapat tiga
wujud zat yaitu : zat padat, zat cair dan zat gas.
■ Zat Padat adalah zat yang bentuk dan volumenya tetap. Contohnya kelereng yang
berbentuk bulat, dipindahkan ke gelas akan tetap berbentuk bulat. Begitu pula dengan
volumenya. Volume kelereng akan selalu tetap walaupun berpindah tempat ke dalam gelas.
Hal ini disebabkan karena daya tarik antarpartikel zat padat sangat kuat. Pada umumnya zat
padat berbentuk kristal (seperti gula pasir atau garam dapur) atau amorf (seperti kaca dan
batu granit).
■ Zat Cair adalah zat yang memiliki volume tetap tetapi bentuk berubah-ubah sesuai dengan
yang ditempatinya. Apabila air dimasukkan ke dalam gelas, maka bentuknya seperti gelas,
apabila dimasukkan ke dalam botol, maka bentuknya akan seperti botol. Tetapi volumenya
tetap. Hal ini disebabkan partikel-partikel penyusunnya agak berjauhan satu sama lain. Selain
itu, partikelnya lebih bebas bergerak karena ikatan antarpartikelnya lemah.
■ Zat Gas adalah zat yang bentuk dan volumenya sesuai dengan tempatnya. Gas terdapat di
balon memiliki bentuk dan volume yang sama dengan balon. Gas yang terdapat di dalam
botol, bentuk dan volumenya sama dengan botol. Partikel-partikel gas bergerak acak ke
segala arah dengan kecepatan bergantung pada suhu gas, akibatnya volumenya selalu
berubah.
C. SIFAT-SIFAT ZAT
1. Sifat-Sifat Zat Padat

 Memiliki bentuk yang tetap.


 Memiliki volume yang tetap.
 Memiliki susunan molekul yang teratur dan berdekatan (rapat).
 Memiliki gaya tarik menarik atau ikatan antar molekul yang sangat kuat.
 Memiliki molekul yang tidak dapat bergerak bebas, dan tidak mudah terpisah.
 Tidak mengikuti bentuk wadahnya.
2. Sifat-Sifat Zat Cair

 Memiliki bentuk yang tidak tetap ( dapat berubah-ubah).


 Memiliki volume yang tetap.
 Memiliki susunan molekul yang tidak teratur dan agak berjauhan.
 Memiliki gaya tarik menarik atau ikatan antar molekul yang tidak terlalu kuat.
 Memiliki molekul yang dapat bergerak bebas, namun tidak mudah terpisah.
 Dapat mengikuti bentuk wadahnya.

3. Sifat-Sifat Zat Gas

 Memiliki bentuk yang dapat berubah-ubah.


 Memiliki volume yang dapat berubah-ubah.
 Memiliki susunan molekul yang tidak teratur dan berjauhan.
 Memiliki gaya tarik menarik atau ikatan antar molekul yang sangat lemah.
 Memiliki molekul yang dapat bergerak bebas, dan dapat terpisah.
 Dapat mengikuti bentuk wadahnya.

Dari penjelasan mengenai sifat-sifat zat berdasarkan wujudnya, yaitu padat, cair dan
gas, maka dapat kita rangkum sifat atau karakteristik dari masing-masing wujud zat tersebut
seperti yang ditunjukkan pada tabel berikut ini.
Tabel Volume dan Bentuk Wujud Zat

Wujud Zat Volume Zat Bentuk Zat


Padat Tetap Tetap
Cair Tetap Berubah-ubah
Gas Berubah-ubah Berubah-ubah

D. Zat Padat
ISI MATERI
1. Kristalisasi dan Peleburan
Bila zat cair didinginkan, gerakan translasi molekul-molekul menjadi lebih kecil dan
daya tarik molekul semakin besar, hingga setelah mengkristal molekul mempunyai
kedudukan tertentu di dalam kristal. Panas yang terbentuk pada kristalisasi disebut panas
pengkristalan :
∆Hc = Hs – Hi
Hs = entalpi zat padat
Ht = entalpi zat cair
Selama terjadi pengkristalan temperatur tetap, di sini terjadi kesetimbangan : Zat cair
 zat padat
Temperatur akan turun lagi setelah pengkristalan selesai.
Peristiwa kebalikan dari pengkristalan ialah peleburan
Zat padat  zat cair
Panas yang diperlukan untuk melebur 1 mol zat padat disebut panas peleburan, besarnya
sama dengan panas pengkristalan hanya tandanya berlawanan :
∆Hf = HI – c = -∆Hc
Titik lebur zat padat berubah terhadap tekanan luar, perubahan ini dinyatakan oleh
persamaan Clayperon :
dP ∆H dT T (V 2−V 1)
= atau =
dT T (V 2−V 1) dP ∆H
dT T (V 2−V 1)
=
dP ∆ Hf
Vl = volume molar cairan
Vs = volume molar zat padat
dT = perubahan titik lebur
dP = perubahan tekanan
Pada rumus di atas, T dan ∆Hf selalu positif, maka:
dP positif, dT positif bila Vl>VS (missal : CO2)
dP positif, dT negative bila Vl<VS (missal : H2O)
Untuk dapat diintegrasikan, pada persamaan di atas harus diketahui fungsi temperatur dari
∆Hf dan (Vl-VS). Hal ini sukar dikemukakan, hingga persamaan di atas tetap dipakai dalam
bentuk diferensial.
Contoh :
Untuk asam asetat titik lebur : 16,60 ˚C
∆Hf = 46,42 kal
(Vl-VS) = 0,1601 cc/gram

∆ T T (Vl−Vs) 289,8(0,1601)M
= =
∆P ∆ Hf ( 46,42 ×41,2 ) M

1 kal = 41,2 cc atm/mol M = berat molekul


∆T
= 0,0242 der/atm
∆P
Pada tekanan total 11 atm, ∆P = 10, hingga:
Titik lebur = 16,0 + 0,0242 ×10
= 16,84 ˚C
Ternyata pengaruh tekanan terhadap titik lebur sangat kecil hingga untuk perubahan
tekanan yang kecil dapat diabaikan.
Tekanan Sublimasi Zat Padat
Beberapa zat padat seperti iodium dan naftalena, dapat langsung berubah dari zat
padat menjadi uapnya.
Pada temperatur yang tetap, tekanan uap zat ini juga tetap dan disebut tekanan
sublimasi. Untuk sublimasi ini diperlukan panas sublimasi, yang besarnya : ∆Hs = Hv – Hc
Tekanan sublimasi juga bertambah bila temperatur naik, hal ini juga dinyatakan oleh
rumus Clapeyron :
DP ∆ Hs
=
DT T (Vg – Vs)

I2

Gambar. 1.22. Pengauapn I2


P = tekanan sublimasi
T = temperatur
Vg = volume molar uap
Vs = volume molar zat padat
Vs << Vg
dP ∆ H
=
dT TVg

Bila uap dianggap ideal :


PVg = RT => Vg = RT/P
dP ∆ Hs ∆ Hs . P
= =
dT T (V 2 – V 1) RT 2
D∈P ∆ Hs
=
DT RT 2

Bila DP = ∆Hs dianggap tetap terhadap temperatur :


−∆ Hs
Log P = (1/T) +¿C
2,303 R
atau
−∆ Hs
Log P1/P2 = (T2-T1/T1T2)
2,303 R
Rumus ini tidak lain daripada rumus Clausius – Clapeyron yang juga berlaku untuk
penguapan.
KAPASITAS PANAS ZAT PADAT
Kapasitas panas berubah terhadap temperatur untuk beberapa zat dapat dilihat dalam grafik
berikut :

5 Ag

Cp 4 Cu

Kal/mol 3 Al

2 Si

1 C

Gambar.
0 100 1.23.200
Variasi
300Cp400
terhadap temperatur
Untuk Al, Cu dan Ag Cp = 0 pada 0 ˚K dan naik dengan cepat dengan naiknya temperatur.
Harga ini mencapai 3R = 5,97 kal mol -1 pada temperatur kamar. Untuk Si dan C
kenaikan tersebut sangat lambat, C baru mencapai 3R pada temperatur > 1300 ˚C Albert
Einstein (1907) memberikan antara Cv untuk zat padat kristal mono atomic

e h ʋ /kl
Cv = 3k N (h υ/kT)2
( e h ʋ/ kT −1 ) 2
Cv = kapasitas panas pada volume tetap
N = bilangan Avogadro
K = R/N = 1,380 ×10 - 16 erg/der
E = bilangan alam
H = tekanan Planck 6,625 × 10 – 27 erg
υ = frekuensi dari vibrasi atom-atom
Dari persamaan tersebut dapat diambil kesimpulan
Cv = 0 pada T = 0
Cv ~ 3R pada T kamar (dicapai secara asimtot)
Namun demikian pada temperatur intermediate, Cv lebih rendah daripada hasil eksperimen.
Pieter Debye (1912) memberikan persamaan yang lebih lengkap dari kapasitas panas
zat padat. Debey menganggap bahwa zat padat tidak bergetar dengan frekuensi tertentu tetapi
bergetar dari 0 – vm. Persamaan Debey jauh lebih sulit daripada persamaan Einstein.

9R eh ʋ / kT
Cv = ᶴ (hυ/kT)2
υ2dυ
υm ( e h ʋ/ kT −1 ) 2
Debye juga mendapatkan bahwa Cv = 0 pada T = 0 dan mendekati harga 3R secara asimtot
pada temperatur kamar. Pada temperatur sangat rendah :
Cv = A. T3 A = tetapan
Rumus ini dipakai untuk menetapkan secara kira-kira Cv dibawah 20˚K, karena Cv tidak
mungkin ditentukan secara percobaan dibawah temperature 15 atm 20 ˚K.
Rangkuman
Zat padat mempunyai volume dan bentuk yang tetap, ini disebabkan karena molekul-
molekul dalam zat padat menduduki tempat yang tetap di dalam Kristal. Molekul-molekul zat
padat juga mengalami gerakan tetapi sangat terbatas.
Zat padat dapat dibedakan antara zat padat kristal dan amorf. Di dalam kristal, atom
atau molekul penyusunnya mempunyai struktur tetap,tetapi dalam zat amorf tidak. Zat padat
amorf dapat dianggap sebagai cairan yang membeku terlambat dengan viskositas sangat
besar. Keduanya dapat dibedakan dengan bermacam-macam cara misalnya dari titik
leburnya. Kristal mempunyai titik lebur tegas, sedang zat padat amorf titik leburnya tidak
tegas, tetapi terdapat dalam suatu interval temperatur.
Bila zat cair didinginkan, gerakan translasi molekul-molekul menjadi lebih kecil dan
daya tarik molekul semakin besar, hingga setelah mengkristal molekul mempunyai
kedudukan tertentu di dalam kristal. Panas yang terbentuk pada kristalisasi disebut panas
pengkristalan.
Padat yang diperlukan untuk melebur 1 mol zat padat disebut panas peleburan,
besarnya sama dengan panas pengkristalan hanya saja tandanya berlawanan :
∆Hf = Hl – c = -∆Hc
Contoh Soal :
1. Apa yang dimaksud dengan zat padat, sebutkan sifat zat padat?
2. Berilah contoh sublimasi zat padat?
Jawaban :

1. Zat padat adalah zat yang bentuk dan volumenya tetap.

Sifat-Sifat Zat Padat :

 Memiliki bentuk yang tetap.


 Memiliki volume yang tetap.
 Memiliki susunan molekul yang teratur dan berdekatan (rapat).
 Memiliki gaya tarik menarik atau ikatan antar molekul yang sangat kuat.
 Memiliki molekul yang tidak dapat bergerak bebas, dan tidak mudah terpisah.
 Tidak mengikuti bentuk wadahnya.

2. Contoh sublimasi zat padat


- Pada proses pembuatan kapur barus. Campuran kapur barus yang dapat menyublim akan
menguap, setelah didinginkan zat tersebut berubah kembali menjadi padat.

E. Zat Cair

PENDAHULUAN

Cairan mempunyai volume tetap dan hanya sedikit dipengaruhi oleh tekanan. Rapat
dan viskositasnya lebih besar daripada gas. Dua zat cair dapat bercampur sempurna,
bercampur sebagian atau tidak bercampur.

Dari teori kinetik dapat dianggap, bahwa cairan dalah kelanjutan dari fase gas,
molekul-molekulnya mempunyai gaya tarik yang kuat, hingga dapat menahan volume yang
tetap. Namun demikian molekul-molekulnya masih dapat bergerak bebas, hanya gerakannya
terbatas, tidak seperti dalam fase gas. Gaya yang bekerja antara molekul-molekul cairan
berupa gaya Van der Waals atau gaya listrik akibat adanya dipole. Gaya ini menyebabkan
adanya asosiasi molekul. Tidak seperti pada gas, pengetahuan tentang cairan belum lengkap.

ISI MATERI:

1. KEADAAN KRITIS CAIRAN


Bila air diletakkan dalam bejana tertutup, air mempunyai tekanan uap tertentu.
Tekanan uap ini tergantung temperatur, misalnya:
P25C= 23,76 mmHg
P100c= 760mmHg
Kalau temperatur dinaikkan terus, tekanan uap juga bertambah, tetapi selalu ada
kesetimbangan antara: Air ↔ Uap
Pada temperatur 374,4 ˚C, batas antara air, dan uap hilang. Air dalam keadaan
ini disebut ada pada titik kritis. Zat cair yang lain bila dipanaskan pada bejana
tertutup, akan menjalani peristiwa sama. Temperatur pada titik kritis disebut tekanan
kritis dan volume molarnya disebut volume kritis.
Untuk air: tc= 374,4 ˚C
Pc= 219,5 atm
Vc= 58,7 cc/mol
Kalau temperatur dinaikkan, keadaan diatas terjadi sebaliknya
1.1 Hubungan P-V-T Cairan dan Gas
Hubungan P-V-T untuk cairan-gas, mula-mula didapatkan oleh Andrews untuk
karbondioksida. Dia mengukur variasi volume CO2 dengan tekanan pada temperatur
tetap. Ia mendapatkan bahwa zat ini mempunyai temperatur kritis 31 ˚C dan tekanan
kritis 73 atm.

Tekanan

(atm) C 48,1˚C D

80 32,5˚C

70 31,1˚C

50 A 21,5˚C 30,98˚C

0 volume (cc) B

40 80 120 160 200


Gambar 1.9. Isothermal CO2
Grafik tersebut merupakan grafik isoterm. Pada 48,1 ˚C gas CO2 tidak mungkin
dicairkan. Pada 30,98 ˚C dan tekanan 73 atm, mulai terdapat CO2 air. Titik ini
merupakan titik kritis. Pada temperatur di bawah 30,98 ˚C, misalnya 21,5 ˚C, bila CO2
ditekan akan mencair. Selama pencairan tekanan tetap. Selama ini ada kesetimbangan:
CO2(l) ↔CO2(g)
Setelah semua CO2 mencair, penambahan tekanan hanya menambah tekanan daripada
CO2 dan grafik naik dengan tegak
Klor mempunyai temperatur kritis 144 ˚C hingga mudah dicairkan, sebaliknya
helium mempunyai temperatur kritis -268 ˚C hingga sukar sekali dicairkan, sebab gas
tidak mungkin mencair di atas temperatur kritis.
1.2 Prinsip Kontinuitas Keadaan
Menurut prinsip ini, fase cair merupakan kelanjutan dari fase gas. Hal ini dapat
dilihat dari grafik P-V-T untuk CO2. Kalau kita mengubah cairan CO2 dari A ke B
pada temperatur sama, perubahan ini akan melalui perubahan fase yang jelas.
Tapi kalau perubahan itu melalui C, D dan kemudian B maka perubahan fase cair
ke gas pada saat melewati garis isotermal kritis, tidak dapat diikuti. Atas prinsip
ini, persamaan keadaan untuk gas berlaku pula untuk keadaan kritis atau bahkan
keadaan cair.
1.3 Persamaan Van der Waals untuk isothermal CO2
(P+n2a/ v2) (V-nb)= nRT
Bila n=1 (P+a/v2) (V-b)= RT
Menurut Prinsip kontinuitas keadaan, persamaan tersebut dikenakan pada
temperatur di atas dan di bawah temperatur kritis. Bila hal ini dikenakan terhadap
CO2 diperoleh hasil seperti gambar 1.10

Tekanan

(atm)

80˚

70˚

60˚

50˚

0 50 100 150 200

Volume (CC)

Gambar 1.10. Isothermal CO2 menurut persamaan Van Der Waals

Untuk temperatur di atas dan pada temperatur kritis, hasil hitungan sama dengan
percobaan. Untuk temperatur di bawah temperatur kritis terdapat pada sedikit
perbedaan, Namun demikian bila penekanan dilakukan perlahan-lahan keadaan
akan cocok dengan percobaan. Hanya keadaan ini tidak stabil
1.4 Penetapan Tetapan Van der Waals
Bila persamaan Van der Waals berlaku pada temperatur kritis, maka tetapan Van
der Waals a dan b dapat dihitung dari tetapan pada temperatur kritis
(P+a/v2) (V-b)= RT
PV3-V2(RT+Pb) + aV-ab= 0
V3- (RT/P+Pb/P) V2/P+(a) V/P- ab/P= 0

Persamaan ini akan menghasilkan 3 harga V untuk tiap harga P dan T. Pada 25 ˚C
harga V ialah b,c, dan d. Pada 50 ˚C harga V yang nyata 1, sedang pada
temperatur kritis ketiga harga tersebut sama yaitu sama dengan Vc.
V = Vc
V-Vc = 0
Hingga: (V-Vc)3 = 0
V3-(3Vc)V2+(3V2c)V-V3c = 0

Persamaan ini identik dengan persamaan di atas, hingga:

3VC = RTC + b PC / Pc
3VC2 = a/PC ------------------ a = 3Vc2 PC
VC3 = a. b/ PC-----------------b = Vc3.Pc/a
= VC3 PC x 1/3VC3. PC
b = VC/3

Harga Vc paling tidak tepat dibandingkan dengan Pc dan Tc, hingga lebih baik a
dan b dicari dari Pc dan Tc
b = Vc/3 ; 3 Vc= RTc+ b Pc/ Pc
b = R Tc/ 8Pc
a = 3 Vc2 . Pc ; b = Vc/3 ; b= R Tc/ 8 Pc
a = 3 (3b)2 Pc = 3(9) (R Tc/8Pc)2. Pc = 27. R2 Tc2/ 64 Pc
Harga R juga dapat diperoleh dari persamaan :
3 Vc= R Tc+ b Pc/ Pc ; b= Vc/3

R= 8/3 Pc Vc/ Tc = 2,67 Pc Tc/ Tc


Hasil-hasil percobaan menyatakan bahwa tetapan 2,67 tersebut dalam
percobaan lebih tinggi. Untuk helium 3,18 dan air 4,97, ini disebabkan oleh
ketidaktetapan persamaan Van der Waals.
1.5 Tetapan Kritis Gas
Dalam table berikut diberikan tetapan gas pada temperatur kritis, yaitu tc, Pc, dan
dc. Rapat kritis ialah massa zat tiap cc pada titik kritis.

Gas Tc (˚C) Pc (atm) Dc (gr/cc)

NH3 132,4 111,5 0,235


Ar -122 48 0,531
CO2 30,98 73,0 0,460
Cl2 144,0 76,1 0,311
He -267,9 2,26 0,0693
H2O 374,4 219,5 0,307
Cailletet dan mathias mendapatkan, bahwa harga rata-rata hitung rapat dalam keadaan cair
dan uapnya yang setimbang, merupakan fungsi linear dari temperatur dalam C.

t = A+B (dl +dv ) dl = rapat cairan dv = rapat uapnya

Pada temperatur kritis tc , maka dc = dl = dc hingga persamaan menjadi :


t= A+B (2dc)/2 A+B dc

Bila tc diketahui, maka dcdapat ditentukan lebih tepat daripada mengukur dc secara langsung.

Tc = 157,5

160 ………….......

120

80 rapat rapat

40 uap (dv) cairan (dl)

0 dl + dv / 2

0 0,4 0,8 1,2 1,6

Gambar 1.11. variasi rapat rata-rata SO2 terhadap temperatur

Persamaan Keadaan Tereduksi

(P + a/V2) (V – b)= RT

a = 3Vc2 Pc (P + 3 Vc2 Pc/ V2) (V-Vc/3) = 8 PcVcT/3T

b = Vc/3 (P/Pc + 3Vc2/V2) (V/Vc – 1/3) = 8/3 T/Tc

(Pr + 3/Vr2) (3Vr – 1) = 8 Tr

P/Pc = Pr = tekanan tereduksi V/Vc = Vr = volume tereduksi

T/Tc = Tr = temperatur tereduksi

Persamaan diatas disebut persamaan keadaan tereduksi, tidak adanya tetapan-tetapan yang
berhubungan dengan suatu zat menunjukkan persamaan itu berlaku untuk semua zat cair dan
gas. Persamaan itu berlaku untuk semua zat cairdan gas. Persamaan ini tidak begitu tepat,
tetapi persamaan tersebut banyak digunakan dalam thermodinamika dan chemical
engineering terutama pada tekanan-tekanan tinggi.

Pencairan Gas

Cara pencairan suatu gas tergantung daripada jenisnya. Untuk gas-gas yang mempunyai titik
cair di sekitar temperatur kamar dan tekanan atm, mudah dicairkan hanya dengan penekanan,
misalnya:
gas Cl2, gas SO2, gas H2S, gas CH3Cl, gas Freon (C F2 Cl2)

Gas-gas ini mempunyai temperature kritis yang tinggi, karena mudah dicairkan banyak
dipakai untuk refrigerant di rumah tangga.

Untuk gas dengan temperatur kritis rendah sebelum dapat dicairkan, temperaturnya
harus diturunkan dibawah temperature kritis. Untuk memperoleh temperatur rendah dapat
dilakukan:

- Pengembangan adiabatic ( joule-thompson-effect linde pricess)


- Penegmbangan adiabatic dengan melakukan kerja (Claude-Process)

Gas-gas yang biasa dicairkan dengan cara ini ialah udara, hydrogen, dan helium

Udara yang dicairkan dengan proses Linde, mula-mula ditekan sampai 100 atm hingga
uap air menegmbun. Udara yang tertekan dikembangkan. Proses ini diulang berkali-kali
hingga akhirnya udara mencair.

Pada proses Claude, udara yang tertekan dikembangkan dengan melakukan kerja, yaitu
dipaksa menggerakkan piston. Proses demikian diulang hingga akhirnya udaramencair.
Proses ini lebih efektif, karena ada recovery tenaga.

2. Tekanan Uap Cairan


2.1. Arti Tekanan Uap

Penguapan cairan terjadi karena molekul-molekul cairan di permukaan cairan


meninggalkan cairan. Molekul-molekul ini mempunyai tenaga lebih besar daripada tenaga
rata-rata dalam cairan. Penguapan tidak terjadi terus-menerus, sebab sebagian daripada uap
kembali ke dalam cairan (Gambar 4.1). Bila kecepatan penguapan dan pegembunan sama,
terjadi kesetimbangan dan tekanan uap yang terjadi disebut tekanan uap jenuh pada
temperatur tersebut atau tekanan uap.

Banyaknya panas yang diperlukan untuk menguapkan cairan tergantung


daripada:

- Jenis cairan
- Banyaknya cairan
- temperatur

Untuk suatu temperatur tertentu, banyaknya panas yang diperlukan untuk menguapkan 1 mol
cairan disebut panas penguapan molar, ∆Hv

∆Hv = ∆Hv - ∆Hl


Hv= entalpi uap
Hl= entalpi cairan
Karena : ∆H = ∆E + P∆V ∆Hv= berharga positif
Maka : ∆Hv= ∆E + P∆V ∆V= Vv-Vl P= tekanan uap cairan
Besarnya tekanan uap cairan dapat ditentukan dengan macam-macam cara, namun
semuanya dapat digolongkan pada:

Cara statis dan cara dinamis.

2.2 Variasi tekanan uap terhadap temperatur

Tekanan uap cairan tergantung daripada temperatur, makin tinggi temperature makin
besar tekanan uapnyadan mencapai harga maksimum pada temperature kritis. Menurut teori
kinetik, bila temperatur diperbesar, molekul-molekul cairan dengan tenaga tinggi bertambah,
hingga lebih banyak yang meninggalkan cairan, akibatnya tekanan uap lebih besar. Pada
temperatur kritis, kehendak unutk menjadi gas sangat besar dan pada saat tersebut tidak ada
fase cair lagi.

Kenaikan tekanan uap lambat pada temperatur rendah dan sngat cepat pada
temperature tinggi. Hal ini dapat dlihat dalam grafik antara temperature dan tekanan uap
untuk berbagai cairan (Gambar. 1.12)

Perubahan tekanan uap erhadap temperature dapat diyatakan dengan persamaan


Clausius-Clapeyron

dP / dT = ∆H / T(V2-V1)

P = tekanan uap pada temperature T

V2 = volume uap (Vg)

V1 = volume cairan (Vl)

∆H = panas penguapan (∆Hv)

dP / dT = ∆H / T(V2-V1)

CCl4 C2H5OH

700 H20 CH3COOH

500

300

100

20 40 60 80 100
Gambar 1.13. Variasi tekanan uap terhadap temperatur

Pada temperature jauh dari temperature kritis Vl<<<Vg dan bila uap dianggap ideal,
maka:

dP / dT = ∆H / T(V2-V1) = ∆Hv.P / RT2

P d ∈P ∆ H
= =
dT dT RT2

PVg = RT Vg= RT / P

Bila ∆Hv = f (T)

∆ Hv dT
D In P =
RT 2

∆ Hv dT +Cl
Ln P =
RT 2

=
−∆ Hv ( T1 )+Cl
R

Log P =
−∆ Hv ( T1 )+Cl
2,303 R

C dan Cl = tetapan

Ini berarti bahwa grafik log P terhadap 1/T linier dengan tg α = ∆Hv /2, 303 R

Log P

1/T

Gambar 1.14. Grafik log P terhadap 1/T


Slope = -∆Hv/ 2,303 R
-∆Hv = (slope) (2,303 R) kal/ mole
C dapat dihitung engan memasukkan harga ∆H hitungan, kemudian mengambil 1 titik
dalam grafik untuk menentukan harga log P dan 1/ T yang harus diambil. Setelah C
diperoleh, harga ini bersama dengan ∆Hv dapat dipakai untuk menghitung P pada
setiap suhu. Dalam hal ini, ∆Hv dan R mempunyai satuan sama, maka satuan
dariapada P tidak tergantung daripada satuan ∆Hv atau R.
Persamaan di atas dapat diselesaikan dengan cara lain:

∆ Hv dT
d In P =
R T2

∆ Hv dT
d In P = FT2
R T2

P 2 ∆ Hv (T 2−T 1)
In =
P1 R T 1T 2

P2 ∆ Hv (T 2−T 1)
In =
P 1 2,303 R T 1 T 2

Bila ∆Hv tetap, persamaan persamaan di atas dapat dipakai. Bila ∆Hv merupakan
fungsi temperature, lebih dahulu dicari hubungan antara ∆Hv dan T, baru persamaan:

d ∈P ∆ Hv
= diintegrasikan
dT RT 2

Bila data-data ini tidak ada, P dapat dicari dari persamaan:

Log P = A – B/T + Clog T + DT + …….

Pada penguapan cairan juga dapat ditentukan secara kalorimetris, yaitu dengan
mengembunkan sejumlah tertentu uap dan mengukur kenaikan temperature calorimeter atau
memberikan tenaga listrik kepada cairan dan mengukur berat uap yang terjadi.

Umumnya ∆Hv turun dengan naiknya temperature kecuai asam asetat, ∆Hv mula-
mula naik setelah mencapai maksimum lalu turun lagi. Panas penguapan air dan alcohol
relative tinggi dibandingkan dengan zar-zat lain.

2. 3 TITIK DIDIH CAIRAN


Titik didih normal ialah disaat tekanan uap cairan sama dengan 760 mmHg. Bila
tekanan luar diubah, titik didih juga berubah. Jadi titik didih cairan adalah temperature
pada saat tekanan uap sama dengan tekana luar terhadap permukaan cairan.
Oerubahan titik didih terhadap tekanan dapat dicari dengan persamaan Clausius
Clapeyron bila ∆Hv diketahui. Bila ∆Hv tidak diketahui, dapat ditentukna dengan
hokum Trouton.

∆Hv / Tb = tetap ̴ 21
Harga ini untuk hydrogen dan asam-asam lebih rendah sedang alcohol dan air lebih
tinggi. Untuk nitrogen, amoniak dan sebagainya, hal tersebut memenuhi syarat-syarat.

TEGANGAN MUKA CAIRAN

Arti Tegangan Muka

Gaya tarik molekul-molekul dalam cairan sama ke segala arah, tetapi molekul-
molekul pada permukaan cairan lebih tertarik ke dalam cairan. Ini disebabkan karena jumlah
molekul dalam fase uap lebih kecil dari pada fase cair. Akibatnya zat cair selalu berusaha
mendapatkan luas permukaan terkecil. Karena itu tetesan cairan dan gelembung gas
berbentuk bulat, karena bentuk ini mempunyai luas permukaan terkecil.

Gambar 1.15 Terjadinya Tegangan Muka

Untuk memperluas permukaan cairan, diperlukan kerja untuk membawa molekul-molekul


dari bagian dalam melawan gaya tariknya. Tenaga permukaan ialah kerja yang diperlukan
untuk memperbesar luas permukaan caritan sebesar 1 cm2. Satuan Tenaga Permukaan=
erg/cm2.
Adanya gaya-gaya kearah dalam yag menyebabkan adanya kecenderungan untuk mengkerut,
juga menyebabkan permukaan cairan seakan-akan berada dalam keadaan tegang. Tegangan
ini disebut tegangan muka, yang didefinisikan sebagai gaya dalam dyne yang bekerja
sepanjang 1 cm pada permukaan zat cair. Satuan tegangan muka= dyne/cm. Jadi sama dengan
tenaga permukaan.
Besarnya tenaga yang diperlukan untuk memperluas permukaan dapat ditunjukkan dengan
percobaan sebagi berikut:
Pada kawat ABCD terdapat lapisan zat cair, kawat CD dapat bergerak bebas dan tidak
mempunya gesekan. Bila F= gaya yang diperlukan untuk menggeserkan DC ke EG, kerja
yang dilakukan W=(F)(X). Gaya F diperlukan untuk melawan gaya akibat tegangan muka.
Kalau tegangan muka/cm disebut γ, maka besarnya gaya akibat tegangan muka adalah 2γ1
(sebab ada 2 lapisan)

Jadi: W=2γ1atau w=Fx=2γ1x

γ= F/21 dyne/cm

karena 21x=ΔA; maka γ-W/ ΔA erg/cm2

w=γ(21x)=γΔA

Jadi: γ- gaya dalam dyne yang bekerja sepanjang 1 cm pada permukaan= usaha dalam erg
yang diperlukan untuk memperluas permukaan cairan sebesar 1cm2

PENGUKURAN TEGANGAN MUKA


Tegangan muka cairan dapat diukur dengan beberapa cara seperti dengan:
- tensiometer
-cara bubble pressure
-cara drop weight
-cara capillary rise
Cara terakhir merupakan cara terpenting. Cara ini berdasarkan kenyataan bahwa kebanyakan
cairan dalam pipa kapilaer mempunyai permukaan lebih tinggi daripada permukaan diluar
pipa. Ini terjadi, bila cairan membasahi bejana, dalam hal ini cairan membentuk permukaan
yang cekung. Bila cairan tidak membasahi bejana, cairan membentuk permukaan cembung.

Cekung bila : gaya adhesi lebih besar daripada kohesi


Cembung bila: gaya adhesi lebih kecil daripada kohesi
Gambar 1.17 penetapan dengan cara kenaikan kapiler

Pipa kapiler dengan jari-jari r dimasukkan dalam cairan yang membasahi gelas. Dengan
dinding bagian dalam, zat cair ini naik, kenaikan ini disebabkan oleh gaya akibat adanya
tegangan muka:
F1=2 π r cos γ θ

F1= gaya keatas

r= jari-jari kapiler

γ= tegangan muka

θ= sudut kontak

Kenaikan cairan dalam pipa kapiler akan berhenti setelah cairan mencapai tinggi h, sebab
gaya F1 diimbangi oleh gaya F2 akibat beratnya cairan:

F2= πr 2 h d g
d= rapat cairan

g= percepatan gravitasi

h= tinggi cairan

F1=F2

2π r γ cos θ= πr2 h d g

γ= πr2 h d g/2π r cos θ= r h d g/ 2 cos θ

Untuk cairan yang membasahi gelas θ~0 hingga cos θ=1 γ= r h d g/2

Untuk pekerjan-pekerjaan teliti harus ada koreksi, yaitu untuk volume dari miniskus dan
rapat gas di atas cairan. Rumus menjadi :
γ = (h+r/3)(d1-dv)rg/2

Dalam cara tensiometer (cara du Nuoy) suatu cincin Pt dimasukkan dalam cairan diselidiki
dan gaya yang diperlukan untuk memisahkan cincin dari permukaan cairan diukur. Besarnya
gaya ke bawah akibat tegangan mukka: F2=21γ

Gambar 1. 18 penetapan dengan cara du Nuoy

γ= tegangan muka
1= keliling lingkaran
2= ada 2 permukaan luar dan dalam

Pada saat tepat cincin lepas: F1=F2


F1=21γ
γ=F1/21

Tabel 11 γ pada 20°C beberapa cairan

Variasi γ terhadap temperature

Tegangan muka semua zat cair turun bila temperature naik dan menjadi nol pada temperature
kritis. Perubahan γ terhadap temperature dinyatakan oleh persamaan Ramsay-Shields:
γ(M/d1)2/3=K(tc-t-6)

M = berat molekul

d1 = rapat cairan
Tc = temperature kritis
T= temperature percobaan
M/d1= volume molar cairan

γ(M/d1)2/3 dapat dianggap sebagai “Molar Surface energy”.

Persamaan tersebut berlaku sampat 30°-50°C di bawah temperature kritis untuk kebanyakan
cairan. Persamaan tersebut dapat ditulis:

γ(M/d1)2/3=-kt + k(tc-6)

Grafik γ(M/d1)2/3vs t berupa garis lurus dengan tg α=-k, hingga k dapat ditentukan tanpa
mengetahui tc. Untuk kebanyakan zat cair k berharga 2,12. Beberapa cairan mempunyai
harga<2,12.

Cairan dengan k:2,12 mempunyai B M normal, sedang dengan k<2,12 dalam bentuk cair
membentuk asosiasi hingga B M nya> B M seharusnya. Zat cair yang mengikuti hokum
Trouton mempunyai har ga k normal (2,12) tetapi yang tidak menuruti Hukum Trouton.
Seperti air, alcohol dan asam asetat mempunyai k<2,12. Untuk benzil amil dan amil stearate,
k>2,12 menunjukkan bahwa zat berdisosiasi.

Kekurangan lain daripada persamaan Ramsa-Shields ialah:


γ=0 pada t=tc-6 hingga pada temperature krits γ menjadi negative. Untuk mengatasi hal ini
Katayama memberikan rumus yang dimodifikasikan:

γ( M )2/3=k (tc-t)
d1-dv dv=rapat uap pada temperature t

Dalam hal ini γ=0 pada tc=t

Persamaan lain yang menyatakan hubungan antara γ dan t ialah persamaan Mc. Leo(1923).
γ= c(di-dv)2 c= tetapan

VISKOSITAS CAIRAN

Cairan mempunyai gaya gesek yang lebih besar untuk mengalir daripada gas, hingga
cairan mempunyai koefisien viskositas yang lebih besar daripada gas.Viskositas gas
bertambah dengan naiknya temperature, sedangkan viskositas cairan turun dengan naiknya
temperature. Koefisien viskositas gas pada tekanan tidak terlalu besar, tidak tergantung
tekanan, tetapi untuk cairan naik dengan naiknya tekanan.
Penetapan Viskositas Cairan

Viskositas cairan ditentukan berdasarkan persamaan Poiseuille. Besarnya koefisien


viskositas untuk fluida: ղ= πPr4t
81V
V- Volume cairan dengan viskositas ղ yang mengalir selama t melalui tabung kapiler dengan
jari-jari r dan Panjang 1 di bawah tekanan P dyne/cm2
Untuk dua zat cair dengan tabung kapiler sama, maka :

ղ1 = πP1r4t1 81V= P1t1


ղ2 81V πP2r4t2 P2t2

Karena tekanan berbanding lurus dengan rapatnya, maka:


ղ1 = P1t1 = P1t1
ղ2 P2t2 d2t2

Jadi bila ղ2,d2 dan d1 diketahui maka dengan mengukur waktu yang diperlukan untuk
mengalir melalui kapiler, dapat ditentukan ղ1.

Penetapan ղ ini dapat dilakukan dengan Viskometer Otswald (gambar 1.11). Sejumlah zat
cair dimasukkan dalam viscometer yang diletakkan dalam thermostat. Cairan ini dihisap
dengan pompa ke dalam bolaB, hingga permukaan cairan di atas a. Cairan dibiarkan mengalir
ke bawah dan waktu yang diperlukan untuk mengalir dari a ke b dicatat dengan stopwatch.
Percobaan diulangi dengan cairan pembanding setelah dibersihkan. Dengan ini dapat
ditentukan t1 dan t2.

Viskositas cairan juga dapat ditentukan berdasarkan hokum Stokes. Hukum Stokes
berdasarkan jatuhnya benda melalui medium zat cair. Benda bulat dengan radius r dan rapat
d, yang jatuh karena gaya gravitasi melalui fluida dengan ramat d m, akan dipengaruhi oleh
gaya gravitasi sebesar:
F1=4/3πr3(d-dm)g
Benda yang jatuh mempunya kecepatan yang makin lama makin besar. Tetapi dalam
medium ada gaya gesek, yang makin besar bila kecepatan benda jatuh makin besar. Pada saat
kesetimbangan, besarnya kecepatan benda jatuh tetap,V. Menurut George G stokes, untuk
benda bulat tersebut besarnya gaya gesek pada kesetimbangan:

F2=6πrղv
F1=F2
4/3 πr3(d-dm)g=6πrղv

ղ= 2r2(d-dm)g
9v

Rumus ini berlaku bila jari-jari benda yang jatuh relative besar bila dibandingkan dengan
jarak antara molekul-molekul fluida.
Hukum Stokes merupakan dasar visco meter bola jatuh. Viskometer ini terdiri dari
gelas silinder dengan cairan yang akan diteliti dan dimasukkan dalam thermostat.

Bola baja dengan rapat d dan diameter r dijatuhkan ke dalam tabung dan waktu yang
diperlukan untuk jatuh antara 2 tanda a dan b, dicatat dengan stopwatch.

a ->

b ->

Gambar 1. 20 viskometer bola jatuh

S= jarak bola jatuh


Dm= rapat cairan

ղ= 2r2(d-dm)g r= jari jari bola


9(s/t)(1+2,4/R) T= waktu bola jatuh
R= jari-jari tabung
viscometer
2Δr/R merupakan factor koreksi
untuk bejana tidak berarti bila
R>>>r

Untuk 2 cairan

ղ1 = (d-dm1)t1
ղ2 (d-dm2)t2

Dengan ini dapat ditentukan ղ1 bila ղ2, dm1,t1 dan t2 diketahui tanpa mencari S,V dan R
Yang dimaksud Fluiditas adalah harga kebalikan daripada viskositas:

ф=1/ղ

Variasi ղ terhadap temperature

Viskositas cairan turun dengan bertambahnya temperature. Salah satu hubungan ղ


dengan T dinyatakan persamaan:

Log ղ=A/T+B A dan B= tetapan


Persamaan lain:
Log ղ= A/T+B LogT+ C A,B,C= tetapan

TABEL III.KOEFISIEN VISKOSITAS (ղ) DALAM SENTIPOISE

Cairan 0˚C 20˚C 40˚C 60˚C 80˚C 100˚C

H20 1, 794 1, 009 0, 654 0, 470 0, 357 0, 284


CH3OH 0, 808 0, 593 0, 499 0, 349
C2H5OH 1, 772 1, 200 0, 834 0, 592
C6H6 0, 900 0, 647 0, 492 0, 384

RANGKUMAN

Persamaan keadaan untuk gas dapat diturunkan dari data eksperimen. Berdasarkan hasil
eksperiment pada tekanan rendah menunjukkan sifat yang sama untuk semua gas, sifat ini
dikenal dengan sebutan gas ideal. Persamaan gas ideal diturunkan dari persamaan Robert
Boyle dan Charles-Gay Lussac, sehingga didapat rumus PV= n R T.

Persamaan keadaan gas ideal ini data digunakan untuk menentukan berat molekul dengan
rumus dan tekanan uap zat cair. Sebenarnya gas ideal itu tidak ada yang ada adalah gas nyata,
besarnya factor daya mampat Z didefinisikan sebagai Z=P V/ n R T
Faktor Z tergantung pada jenis zat, tekanan dan temperature.
Persamaan keadaan Van Der Waals dipakai untuk menghitung tekanan dan volume gas nyata,
Persamaan ini merupakan koreksi dari persamaan gas ideal terhadap tekanan dan volume
yaitu : {-(2a/V2)}(V-nb)= n R T, harga a dan b dapat ditentukan dari data P, V dan T.
Salah satu cara untuk mentukan viskositas gas ialah metode transpirasi oleh Poiseuille yaitu
gas dialirkan melalui suatu kapiler dengan Panjang tertentu dan beda tekanan pada kedua
ujung iukur. Viskositas cairan turun dengan bertambahnya temperature.

TEST FORMATIF2

1. Hitung jumlah tabrakan perdetik permolekul dan jumlah nol tabrakan perliter perdetik
untuk gas oksigen pada 25°Cdan 1 atm. Diameter Oksigen= 3,61A?
2. Jika diketahui diameter molekul CO ialah 3,19 x 10 cm. Hitunglah pada 300°K dan
tekanan 100 torr: a) jumlah molekul yang bertabrakan per cm3 perdetik,b) jumlah
tabrakan biomolekul c) jarak bebas rata-rata?
3. Koefisien viskositas uap air pada 150° C dan 1 atm ialah 144,5 mikrropoise hitunglah
a) kecepatan akar kuadrat rata rata c akr
b) kecepatan rata rata,c
c) diameter tabrakan,d
d) jarak bebas rata-rata,γ
e) jumlah tabrakan permolekul perdetik
f) jumlah tabrakan biomolekul per cm perdetik, Z
4. Koefisien viskositas dari helium adalah 1,88 x 10-5 Pa x s pada 0°C, Hitung
a. garis Tengah helium
b. Koefisien diffuse pada 1 atm

F. Gas
1. SIFAT-SIFAT GAS

Gas terdiri atas molekul-molekul yang bergerak lurus kesegala arah, dengan
kecepatan yang tinggi. Molekul gas selalu bertumbukan dengan molekul lain uatau dengan
dinding bejana sehingga menyebabkan adanya tekanan. Volume molekul zat sangat kecil bila
dibandingkan dengan yang ditempati oleh gas tersebut, sehingga banyak ruang yang kosong
antara molekul-molekulnya, hal ini yang menyebabkan gas mempunyai rapatan yang lebih
kecil dibandingkan cairan atau padatan, dan hal ini juga menyebabkan gas bersifat
kompresibel atau mudah ditekan. Karena molekul gas selalu bergerak ke segala arah, maka
gas mudah bercampur dengan gas lain (difusi).

Gas dibagi menjadi dua jenis :


1. Gas Ideal : yaitu gas yang secara sempurna mengikuti hukum-hukum gas (Boyle, Gay
Lussac, dsb)2
2. Gas non Ideal atau nyata : yaitu gas yang hanya mengikuti hukum-hukum gas pada
tekanan rendah.

Gas ideal sebenarnya tidak ada, jadi hanya merupakan gas hipotesis. Pada gas ideal dianggap
molekul-molekulnya tidak tarik menarik dan volume molekulnya dapat diabaikan terhadap
volume gas itu sendiri atau ruang yang ditempati. Sifat ideal ini hanya didekati oleh gas
beratom satu pada tekanan rendah dan pada temperatur yang relatif tinggi.

2. HUKUM-HUKUM GAS

Sifat-sifat gas dapat dipahami dari segi eksperiment, hukum-hukum berlaku diperoleh dari
eksperimen.

HUKUM BOYLE (1662)


“ Volume dari sejumlah tertentu gas pada temperatur tetap berbanding terbalik dengan
tekanannya”.

Secara matematis dapat ditunjukkan :


V : I / P atau V=K1 / P
Dimana : V = Volume gas
P = Tekanan gas
K1 = tetapan yang besarnya tergantung temperatur, berat gas, jenis gas dan
satuan P dan V
Atau P1V1 = P2V2 = K2 K2 = tetapan
Atau P1 / P2 = V 1 / V2
Untuk sejumlah gas tertentu, grafik P terhadap V pada tiap-tiap temperatur merupakan suatu
hyperbola dan disebut grafik isoterm, gambar 1.

HUKUM CHARLES – GAY LUSSAC


Pada tahun 1787 Charles mendapatkan bahwa gas-gas H 2, udara, CO2 dan O2, berkembang
dengan jumlah volume yang sama pada pemanasan antara 0 – 80 oC pada tekanan tetap. Pada
tahun 1802 Gay Lussac mendapatkan bahwa semua gas pada pemanasan dengan tekanan
tetap, volumenya bertambah 1/273 x volumenya pada 0 oC. Bila Vo = volume gas pada 0 oC
dan V = Volume gas tersebut pada toC, maka :
V = Vo + t/273 x Vo
= Vo ( 1 + t/273 )
Bila (273 + t) dan 273 masing-masing diberi symbol baru T dan To, yaitu derajat Kelvin atau
absolut, maka :
V = Vo (T/To)
Atau V/Vo = T/To
V2/V1 = T2/T1 V = K2T
Jadi ; Volume sejumlah tertentu gas pada tekanan tetap berbanding lurus dengan temperatur
absolutnya. Grafik V suatu gas terhadap T pada berbagai tekanan disebut Isobar, gambar 2.

HUKUM BOYLE – GAY LUSSAC


Kedua hukum gas diatas dapat dijadikan satu, untuk memperoleh perubahan
Volume gas terhadap temperatur dan tekanan.

Pada perubahan A, menurut hukum Boyle,


P2 VX = P1 V1
Vx = P1 V1 / P2
Pada perubahan B, menurut hukum Gay Lussac
V2 T2 = Vx / T1
V2 = Vx T2/T1 Vx = P1V1 /P2
V2 = P1 V1 / P2 T2 / T1
V2P2 / T2 = V1P1 / T1 = K
Atau P V/T = K3 , K = tetapan
Rumus ini merupakan rumus umum, yang menyatakan hubungan antara P,V dan t suatu gas.
Hukum Boyle dan Gay Lussac, hanya menyatakan pada keadaan-keadaan yang khusus.
Pada T tetap PV = K1 ( Boyle )

Pada P tetap V = K2T ( Gay Lussac )

TETAPAN GAS UMUM ( R )

Harga K pada persamaan PV =KT ditentukan oleh mole gas, satuan P dan T, tetapi
tidak tergantung jenis gas. Mole gas pada P dan T tertentu, K berbanding lurus dengan V atau
jumlah mole gas = n dan tetapan gas tiap mole = R, maka :

K=nR R = tetapan gas umum (untuk 1 mole)

Atau PV=nRT

Persamaan ini disebut persamaan gas ideal, satuan R berbeda-beda, tergantung satuan
dari P dan V, tetapi semua merupakan satuan tenaga.

R – P V / n T = gaya / luas x luas x panjang / mole x derajad

= gaya x panjang / mole x derajad

= usaha / der.mole

Bila V = liter

P = atm

R = PV/Nt = 1 X 22,4 / 1 x 273 = 0,08206 liter atm / der.mole

Bila V = liter

P = atm

R = P V / n T = 1 x 22415 / 1 x 273,15 = 82,06 cc.atm / der.mole

Biasanya R dinyatakan dalam erg, Joule, atau kalori

R = 8,325 x 107 erg / der.mole


= 8,315 joule / der.mole

= 8,315 / 4,184 = 1,987 kal / der.mole ( 1 kal = 4,184 joule )

Dengan mempergunakan hukum gas ideal diatas, kita dapat mencari besaran yang belum
diketahui dari rumus P V = n R T

HUKUM DALTON

Pada temperatur tetap, tekanan total suatu campuran gas sama dengan jumlah tekanan
parsialnya.

Ptotal = P1 + P2 + P3 + Pn

P1, P2, P3, dan seterusnya adalah tekanan parsial.

Tekanan parsial gas ialah tekanan dari gas tersebut bila sendirian berada di dalam ruangan.
Bila untuk masing-masing gas dalam campuran dikenakan hukum gas ideal maka diperoleh :

Ptotal = n1 RT/V + n2 RT/V + n3 RT/V

= ( n1 + n2 + n3) / V RT

= n1 / V RT nt = n total

Masing-masing tekanan parsial gas mempunyai hubungan dengan tekanan total sebagai
berikut :

P1 = n1 / V RT

Pt = nt / V RT

P1 = n1 / nt Ptotal

P2 = n2 / nt Ptotal

P3 = n3 / nt Ptotal

Besaran n1 / nt disebut fraksi mole dari gas dalam campuran


n1 / nt = N1 ; n2 / nt = N2 dan seterusnya

Jumlah fraksi mole dalam campuran :

N1 + N2 + N3 + Nn = 1

HUKUM AMAGAT

Hukum ini hampir sama dengan hukum Dalton, tetapi untuk volume parsial. Di dalam
tiap-tiap campuran gas, volume total gas sama dengan jumlah volume parsialnya.

Vtotal = V1 + V2 + V3 + Vn

V1 , V2 dst = volume gas parsial

Volume parsial gas di dalam campuran ialah volume gas tersebut, bila sendirian dalam ruang
pada temperatur dan tekanan campuran. Sesuai dengan hukum Dalton, disini juga dapat
dinyatakan bahwa :

V1 / Vtotal = N1 ; V2 / Vtotal = N2 dan seterusnya

HUKUM GRAHAM ( 1829 )

Pada temperatur dan tekanan tetap, kecepatan difusi berbagai-bagai gas berbanding
terbalik dengan akar rapatnya atau berat moleulnya.

V1 / V2 = √d2/d1 V1, V2 = kecepatan difusi

d1, d2 = rapat gas

Pada tekanan dan temperatur sama dua gas mempunyai volume molar sama :

V1/V2 = √d2. V m/d1. Vm = √ M2/M2

M2, M1 = berat molekul gas

Vm = volume molar gas


Sifat gas juga dapat dijelaskan dengan teori kinetik gas. Teori ini mula-mula diberikan
oleh bernouli pada tahun 1738 dan disempurnakan oleh Clausius, Boltzmann, Van Der
Waals, dan Jeans.

Hal-hal yang dapat diterangkan dengan Teori Kinetik Gas

a. Hukum Boyle :
Tenaga Kinetis : Temperatur absolut
½ m µ2 :: T ( untuk 1 molekul )
½ m n1 µ2 :: T ( untuk semua molekul )
½ m n1 µ2 = K1 T
PV = 2/3 ( ½ M n1 µ2 )
PV = 2/3 K1 T
Pada T tetap : PV = tetap

HUKUM CHARLES

PV = 2/3 K1T

V = 2/3 K1 T/P

Pada P tetap : V = K2T

HUKUM AVOGADRO

Pada temperatur dan tekanan sama, gas-gas yang volumenya sama mempunyai jumlah
molekul yang sama pula. Hukum ini mudah dijabarkan dari teori kinetik gas.

P dan V sama, jadi P1V1 = P2V2, JADI :

1/3 m1 n1 1μ2 = 1/3 m2 n1 2μ2

Temperatur sama, jadi tenaga kinetik sama.

½ m1 μ12 = ½ m2 μ22
Ini berarti bahwa n11 = n21

Jumlah molekul dalam 1 mol gas disebut bilangan Avogadro N dan ini besarnya : 6,0232 x
1023 dengan ini dapat dicari masa tiap-tiap molekul.

Misal : 1 mole O2 32 gr

m O2 = 32/ 6,0232 x 1023 = 5,31 x 1023 gr / molekul

HUKUM GRAHAM

Untuk dua jenis gas dengan V dan P sama :

1/3 m1 n11 μ12 = 1/3 m2 n21 μ22

μ12 / μ22 = m2 n21 / m1 n11

μ1 / μ2 = √m2 n21 / m1 n11

Bila n21 = n11 = N ; maka :

μ1/μ2 = √m2 N/ m1 N = √M2 / M1

Karena pada P dan T tetap, volume molar gas juga sama, maka

μ1 / μ2 = √d2 / d1 d = rapat gas

Dari teori diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa rumus teoritis dan eksperimen untuk
gas sama :

PV = 1/3 m n1 μ2

PERUBAHAN WUJUD ZAT


Jika air dipanaskan, maka air akan mendidih. Air yang sudah mendidih apabila
dipanaskan terus-menerus, maka air akan berkurang dan lama kelamaan habis. Ke manakah
air tersebut? Air itu menguap menjadi gas.
Air dapat berada dalam tiga wujud, yaitu padat (es), cair (air), dan gas (uap air). Jadi,
baik es, air, dan uap air terdiri dari zat yang sama hanya wujudnya berbeda. Perubahan wujud
seperti ini disebut perubahan fisika. Perubahan fisika adalah perubahan zat yang tidak
menghasilkan zat baru.

Berikut skema perubahan wujud zat cair, padat, dan gas.

Perubahan wujud zat secara fisika digolongkan menjadi enam peristiwa sebagai berikut.
■ Membeku adalah peristiwa perubahan wujud dari cair menjadi padat. Dalam peristiwa ini
zat melepaskan energi panas.
■ Mencair adalah peristiwa perubahan wujud zat dari padat menjadi cair. Dalam peristiwa
ini zat memerlukan energi panas.
■ Menguap adalah peristiwa perubahan wujud dari cair menjadi gas. Dalam peristiwa ini zat
memerlukan energi panas.
■ Mengembun adalah peristiwa perubahan wujud dari gas menjadi cair. Dalam peristiwa ini
zat melepaskan energi panas.
■ Menyublim adalah peristiwa perubahan wujud dari padat menjadi gas. Dalam peristiwa ini
zat memerlukan energi panas.
■ Menyublim (mengkristal) adalah peristiwa perubahan wujud dari gas menjadi padat.
Dalam peristiwa ini zat melepaskan energi panas.
Tabel Perubahan Wujud Zat

Perubahan Melepas/Menerima
Dari wujud Ke wujud
Wujud Kalor (Panas)
Mencair Cair Padat Menerima kalor
Membeku Padat Cair Melepas kalor
Menguap Cair Gas Menerima kalor
Mengembun Gas Cair Melepas kalor
Menyublim Padat Gas Menerima kalor
Mengkristal Gas Padat Melepas kalor

Selain perubahan wujud yang merupakan perubahan fisika adalah perubahan bentuk,
perubahan panjang dan volume (pemuaian dan penyusutan), dan melarut (misalnya gula atau
garam melarut dalam air).
Apabila kalian membakar kertas, maka kertas tersebut akan berubah menjadi abu.
Dapatkah abu tersebut diubah menjadi kertas lagi? Kertas yang dibakar selain menghasilkan
abu juga menimbulkan asap. Perubahan ini menghasilkan jenis zat baru. Sebab asap, abu, dan
kertas adalah zat yang berbeda. Perubahan ini disebut dengan perubahan kimia. Perubahan
kimia adalah perubahan zat yang menyebabkan terjadinya jenis zat baru.
Perubahan kimia disebut reaksi kimia, perubahan kimia antara lain berupa
pernapasan, perkaratan besi, pelapukan kayu, peragian (singkong menjadi tape), dan
perubahan air susu menjadi masam.

SUSUNAN PARTIKEL ZAT


Zat terdiri atas bagian-bagian yang sangat kecil yang disebut dengan partikel.
Meskipun partikel-partikel zat sangat kecil dan tidak dapat dilihat oleh mata, namun susunan
dan sifat partikel ini sangat menentukan wujud suatu zat, apakah berwujud padat, cair, atau
gas.
1. Susunan Partikel Zat Padat

Partikel zat padat mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:


□ Letaknya sangat berdekatan dan susunannya teratur.
□ Gerakannya tidak bebas, terbatas (hanya bergetar).
□ Sifat bentuk dan volumenya tetap.
□ Gaya tarik-menarik antarpartikel sangat kuat.

Pada kebanyakan zat padat, partikel-partikelnya tertata secara teratur dan terulang.
Zat padat yang demikian disebut kristal, contoh: garam dapur (NaCl). Ada sebagian zat padat
yang bukan kristal, sebab zat padat tersebut tidak memiliki susunan partikel yang teratur. Zat
padat yang demikian disebut amorf, contoh: gelas, plastik, dan lilin.

2. Susunan Partikel Zat Cair

Partikel zat cair mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:


□ Letaknya agak berdekatan dan susunannya agak teratur.
□ Gerakannya lebih bebas.
□ Volumenya tetap dan bentuk mudah berubah.
□ Gaya tarik-menarik antarpartikelnya kurang kuat.

3. Susunan Partikel Zat Gas

Partikel zat gas mempunyai ciri-ciri sebagai berikut.


□ Letak partikelnya berjauhan dan susunannya tidak teratur.
□ Gerakannya sangat bebas.
□ Gaya tarik-menarik antarpartikelnya sangat lemah.
GAYA TARIK ANTAR PARTIKEL ZAT

Antarpartikel terdapat gaya tarik-menarik. Gaya tarik-menarik ini ada dua macam, yaitu
sebagai berikut.
1. Kohesi
Kohesi adalah gaya tarik-menarik antara partikel-partikel yang sejenis. Contoh: gaya
tarik-menarik antara partikel-partikel air, gaya tarik-menarik antara partikel kertas, gaya
tarik-menarik antara partikel minyak, gaya tarik-menarik antara partikel kaca, dan
sebagainya.
2. Adhesi
Adhesi adalah gaya tarik-menarik antara partikel-partikel yang tidak sejenis. Contoh:
gaya tarik-menarik antara partikel kapur dengan partikel-partikel papan tulis, sehingga kapur
menempel pada papan tulis.
Dengan adanya gaya kohesi dan adhesi, menyebabkan bentuk permukaan zat cair
dapat berbeda-beda.
□ Zat cair yang tidak membasahi dinding tempatnya, miniskus (permukaannya) cembung, sebab
kohesi lebih besar dari adhesinya.
□ Zat cair yang membasahi dinding tempatnya, miniskus (permukaannya) cekung, sebab adhesinya
lebih besar daripada kohesinya.

Kapilaritas
Mengapa minyak tanah dapat naik pada sumbu kompor? Mengapa air dapat meresap ke
dalam kain? Untuk memahami penyebabnya, lakukan kegiatan berikut ini.
Percobaan Sederhana
Tujuan:
Memahami gejala kapilaritas.
Alat dan Bahan:
1. Bejana kaca
2. 2 pipa kapiler dengan diameter berbeda
3. Air
4. Air raksa
Cara Kerja:
1. Sediakan sebuah bejana kaca dan isilah dengan air.
2. Ambillah 2 pipa kapiler yang lubangnya tidak sama besar (diameternnya berbeda).
3. Masukkan pipa tersebut ke dalam bejana berisi air. Apakah yang terjadi? Bagaimana tinggi
permukaan air dalam pipa?
4. Lakukan kembali kegiatan-kegiatan di atas dengan mengganti air dengan raksa! Apa yang
terjadi? Bagaimana permukaan raksa dalam pipa?

Dari kegiatan di atas, ternyata permukaan air dalam pipa kapiler lebih tinggi dari permukaan
air dalam bejana. Makin kecil diameter pipa, maka semakin tinggi kenaikan permukaan air
dalam pipa.

Untuk raksa, permukaan raksa dalam pipa kapiler lebih rendah dari permukaan raksa dalam
bejana. Makin kecil diameter pipa, maka semakin besar penurunan permukaan raksa dalam
pipa. Peristiwa-peristiwa di atas dinamakan kapilaritas. Kapilaritas adalah gejala turun atau
naiknya permukaan zat cair dalam pipa yang sempit (pipa kapiler).

Gejala kapilaritas dari zat cair dapat dijelaskan sebagai berikut.


1. Air
Bila pipa kapiler diisi air, maka permukaannya akan naik, karena gaya tarik-menarik antara
partikel-partikel dinding pipa dengan partikel-partikel air lebih besar daripada gaya tarik-
menarik antara partikel-partikel air itu sendiri. Dengan kata lain, adhesi lebih kuat daripada
kohesi.

2. Raksa
Bila pipa kapiler diisi raksa maka permukaannya akan turun, karena gaya tarik-menarik
antara partikel-partikel raksa lebih kuat daripada gaya tarik-menarik antara partikel dinding
dengan partikel raksa. Dengam kata lain, kohesi lebih kuat dari adhesi. Besar kecilnya
kapilaritas ditentukan oleh lebar sempitnya pipa serta adanya adhesi dan kohesi.
Manfaat kapilaritas dalam kehidupan sehari-hari antara lain sebagai berikut.
□ Naiknya minyak tanah pada sumbu lampu minyak atau kompor.
□ Air yang tumpah di lantai dapat dibersihkan dengan kain atau kertas tisu.
□ Tanaman dapat tumbuh karena menyerap air melalui akar-akarnya.

CONTOH-CONTOH ZAT DALAM KEHIDUPAN SEHARI-HARI


Berikut ini adalah beberapa contoh zat padat, cair dan gas yang sering kita temukan dalam
kehidupan sehari-hari beserta fungsi atau kegunaannya. Silahkan kalian simak dan pelajari
baik-baik.
Tabel Volume dan Bentuk Wujud Zat

Wujud Zat Contoh Zat Kegunaan


Padat Kayu Bahan mebel
Batu Bahan pahatan patung
Pasir Bahan bangunan
Tanah liat Bahan gerabah
Batako Bahan bangunan
Cair Air Minuman
Santan Makanan
Susu cair minuman
Sirop Minuman
Minyak goreng Bahan masakan
Bensin Bahan bakar kendaraan
Solar Bahan bakar kendaraan
Gas Oksigen (O2) Pernapasan
Karbon dioksida (CO2) Bahan fotosintesis tumbuhan
Gas LPG Kompor gas
Gas metana (CH4) Bahan pembuatan pupuk
Gas amonia (NH3 Obat-obatan dan campuran pupuk
Bab III
KESIMPULAN
1. Wujud zat terbagi menjadi tiga yaitu padat,cair dan gas. Pada saat tertentu umumnya
zat hanya berada dalam satu wujud saja, tetapi zat dapat berubah dari wujud yang satu
ke wujud yang lain.

2. Wujud benda:
1. Benda padat, setiap benda yang berwujud padat bentuknya selalu tetap.
2. Benda cair, benda cair mengikuti bentuk wadahnya, sifat benda cair yang lain ialah
selalu memiliki permukaan datar dan sifat air yang selanjutnya, yaitu bergerak ke
segala arah dari tempat yang tinggi ke tempat yang rendah.
3. Benda gas, udara dan asap tergolong benda gas. Berbeda dengan benda padat dan
cair, gas sulit diamati. Hanya gas-gas tertentu yang dapat dilihat. Misalnya, asap
pembakaran dan asap knalpot kendaraan. Tetapi berhati-hatilah jika menghirup gas
yang mengandung zat berbahaya ini. Udara merupakan gas yang tidak dapat dilihat.
Akan tetapi, kita dapat merasakan keberadaannya.

Perubahan Wujud Benda,


Perubahan dari Cair ke Padat dan Sebaliknya, Perubahan es, dari wujud cair ke padat
disebut membeku. Agar tetap berwujud padat, es harus disimpan di tempat yang dingin
seperti lemari es. Ketika es berada di tangan, es berada di tempat yang lebih panas
dibandingkan dengan di lemari es. Panas yang ada di sekitar es tersebut akan
menyebabkan es berubah menjadi wujud cair. Perubahan es dari wujud padat ke wujud
cair disebut meleleh atau mencair.
4. Perubahan dari Cair ke Gas dan Sebaliknya, Perubahan air dari wujud cair ke wujud
gas disebut proses penguapan. Uap air yang panas apabila didinginkan, akan
berubah menjadi wujud cair kembali. Perubahan air dari wujud gas ke wujud cair
disebut proses pengembunan.
5. Perubahan dari Padat ke Gas, Perubahan wujud padat ke wujud gas
disebut menyublim.

Daftar Pusaka
http://kumpulan-ilmu-pengetahuan-umum.blogspot.com/2017/09/pengertian-dan-sifat-zat-
padat-cair-dan-gas-beserta-contohnya.html (Selasa 11 September 13.17)

https://juniorsciences.blogspot.com/2018/04/zat-materi-SMP-kelas-7.html (Selasa 11
September 13.17)

https://bangakil.wordpress.com/2012/03/02/makalah-wujud-zat/ (Selasa 11 September 14.22)

Anda mungkin juga menyukai