Anda di halaman 1dari 79

MK.

TEORI ARSITEKTUR ii
Program Studi S1 ARSITEKTUR
Jurusan ARSITEKTUR
Fakultas Teknik Universitas Sam Ratulangi MANADO

Disusun Oleh :
Judy O. Waani
IHWAL DESAIN ARSITEKTUR
 FILSAFAT & TEORI ARSITEKTUR

 PENGERTIAN DESAIN

 DESAIN ARSITEKTUR DAN PERKEMBANGANNYA

 TEORI PROSES DESAIN


Filsafat & Teori Arsitektur

Filsafat adalah rangkaian pertanyaan yang membuka sejumlah


pintu pengenalan suatu fenomena tertentu. Masing-masing
pertanyaan atau pintu pengenalan mewakili sudut tinjau yang
berbeda terhadap fenomena yang bersangkutan.
Filsafat & Teori Arsitektur

• Berfilsafat tentang arsitektur = mempertanyakan hakekat fenomena yang


kita sebut dengan “arsitektur”.

• “Apa arsitektur itu?”,

• “Mengapa manusia mencipta arsitektur?”,”

• “Untuk apa ia dihadirkan?”,

• “Apa ukuran kualitas arsitektur; benar-salah, indah-jelek, baik-buruk ?”,

• “Manusia seperti apa yang mencipta arsitektur?”,

• “Siapa yang menggunakan / memanfaatkan arsitektur?”,

• ”Bagaimana seharusnya arsitektur diciptakan?”


Filsafat & Teori Arsitektur

FILSAFAT ARSITEKTUR MENURUT WAYNE ATTOE

• Wayne Attoe (1991) mengemukakan bahwa segenap


pengetahuan yang membicarakan arsitektur, berakar pada
permasalahan filsafati yang dapat diuraikan dalam tiga
pertanyaan mendasar, yaitu :

• “Apakah Arsitektur Itu ?”


• “Apa Yang Diharapkan Dari Arsitektur ?”
• “Bagaimana Cara Merancang (Arsitektur) Yang Terbaik ?”

• Segenap pengetahuan tentang arsitektur berkembang melalui


upaya penjelasan atau pemberian jawaban yang memuaskan
bagi ke-tiga pertanyaan filsafati di atas.
Filsafat & Teori Arsitektur

FILSAFAT ARSITEKTUR CHRISTIAN NORBERG SCHULZ

• Christian Norberg Schulz (1965) menyatakan bahwa


segenap pengetahuan tentang arsitektur berawal dari
pertanyaan mendasar yaitu “Apakah arsitektur itu?”.
Jawaban terhadap pertanyaan ini merupakan landasan
ontologis dari pengetahuan bahkan ilmu arsitektur.

• Sebagai respon pertanyaan di atas, Schulz mendefinisikan


arsitektur sebagai :

“... produk manusia yang ditujukan untuk menata dan


meningkatkan hubungan antara manusia dengan
lingkungannya ...”
Filsafat & Teori Arsitektur

• Sebagai respon lanjutan ... akan muncul pertanyaan,

“Dalam konteks menata dan meningkatkan hubungan manusia


dengan lingkungannya, apakah sebenarnya tugas (fungsi) dari
arsitektur?”.

• Pertanyaan ini menjadi landasan dalam pengembangan konsepsi


teori “fungsi” arsitektur. Norberg Schulz mengemukakan tiga
kategori “fungsi arsitektur” yang disebutnya dengan “functional-
practical purposes”, “milieu-creating purposes, “symbolizing
purposes”.

• Sebagai respon lanjutan ... akan muncul pertanyaan,

“bagaimana cara atau solusi dari tugas arsitektur ini?”


Filsafat & Teori Arsitektur

• Norberg Schulz mengemukakan bahwa solusi “fungsi arsitektur” ini


dapat dibedakan atas “struktur formal” dan “teknik”. Struktur
formal adalah suatu organisasi atau konfigurasi ruang dan bentuk
tertentu yang asosiatif dengan fungsi arsitektur, sementara teknik
adalah segala sesuatu yang memungkinkan pengorganisasian
ruang dan bentuk ini bisa terlaksana. Norberg Schulz menyebut
kondisi ini sebagai “totalitas arsitektur” yang terdiri dari “tasks
and solutions”.

• Bagi Norberg Schulz, filsafat arsitektur adalah segenap pertanyaan


yang mempersoalkan tentang totalitas arsitektur ini, yang terdiri
dari sebuah pertanyaan mendasar “Apakah arsitektur itu ?” dan
dua pertanyaan derivatif masing-masing ; “Apa tujuan
penghadiran arsitektur / apa fungsi arsitektur?” dan “Apa
solusi dari tugas arsitektur tersebut ?”.
Filsafat & Teori Arsitektur

• Jika arsitektur diyakini sebagai produk manusia yang


didedikasikan untuk mendukung kemampuan interaksi manusia
dengan lingkungan, maka dengan pemahaman filsafat arsitektur
Norberg Schulz, arsitektur dapat dipandang sebagai

“Representasi atau realisasi fungsi arsitektur yang terdefinisi


dengan jelas melalui suatu solusi yang berupa struktur formal
spesifik yang di dukung oleh teknik yang spesifik pula”

• Jika struktur formal & teknik didenotasikan sebagai gubahan


ruang & bentuk, maka definisi arsitektur :

• “Gubahan bentuk dan ruang yang kontekstual berdasarkan


fungsinya”
Pengertian Desain

A.Tinjuan Pengertian "Desain" Secara Etimologis

Tinjauan etimologis berarti tinjauan berdasarkan asal-usul dari kata yang akan ditelusuri
pengertiannya. Dalam hal ini yang akan dikaji adalah pengerrian etimologis dari kata "desain ".

"sic - sec" (Perancis/verb) : memotong atau membuat takikan pada


sebatang kayu dengan gergaji yang
tujuannya untuk memberi tanda pada
batang kayu tersebut.
"sign" (Inggris/k. benda), "signum" (Perancis/k.kerja) : tanda atau simbol
“designare"(Latinlk.kerja), : kegiatan untuk menandai dengan maksud
menghadirkan suatu citra (image) baru
(baca: tertentu).
"design" (Inggris), "desscing" (Perancis), "desain" (Indonesia)
"merancang ", "rancangan l perancangan" : proses kegiatan mematok dengan kayu
pada sebidang tanalz, .memberikan tanda
dengan arti tertentu pada bidang tanah
tersebut, atau hasil pematokan tersebut.
Pengertian Desain

A. Tinjuan Pengertian "Desain" Secara Etimologis


Berdasarkan penelusuran etimologis, pengertian desain dapat
dikelompokkan dalam 2 pengertian. Yang pertama adalah pengefian
sebagai suatu "aktivitas" dan yang kedua sebagai suatu "substansi"
yang menunjuk pada hasil dari aktifitas tertentu.

Sebagai aktivitas, desain dapat didefinisikan sebagai suatu kegiatan


yang dilakukan sedemikian rupa sehingga suatu objek tertentu akan
berubah menjadi suatu sistem tanda yang memiliki arti, makna atau
citra tertentu yang berbeda dibanding arti, makna atau citra
sebelumnya.

Sebagai substansi, desain dapat didefinisikan sebagai produk yang


dihasilkan dari serangkaian kegiatan tertentu. Lebih dari itu, produk ini
dapat dipandang sebagai suatu objek yang secara mandiri merupakan
suatu sistem tanda yang memiliki arti, makna atau citra tertentu.
Pengertian Desain

A.Tinjuan Pengertian "Desain" Secara Etimologis


Pengertian Desain
B. Desain Sebagai Kegiatan (Proses) Dan Sebagai Substansi (Produk)
Ciri desain sebagai aktivitas :
• Berdasarkan pada maksud atau tujuan yang jelas / spesifik (Purposive
Actions)
• Memiliki sudut pandang atau konteks yang jelas dan spesifik (Contextual
Actions)
• Memiliki prosedur, tata langkah atau urut-urutan tindakan (Procedural Actions)
• Menggunakan Metode / Cara Kerja Tertentu (Methodic Actions)
• Menghasilkan sesuatu yang bersesuaian dengan tujuan awal (Product
Oriented Actions)

Ciri desain sebagai substansi :


• Dihasilkan melalui serangkaian kegiatan yang spesifik (Produced or Created
by Certain Actions)
• Dapat dipandang sebagai suatu sistem tanda secara integralistik (Act as an
Integralistic Symbolic System)
• Memiliki makna, arti atau citra yang secara kontekstual direfleksikan melalui
sistem tanda. (Has an Inherent Contextual Meaning)
Desain Arsitektur Dan Perkembangannya

Persoalan yang perlu dipertanyakan selanjutnya adalah bagaimana halnya


dengan ihwal desain arsitektur secara spesifik. Persoalan ini didasari pada
kenyataan yang menunjukkan bahwa ihwal desain sangatlah beragam,
khususnya dalam hal perbedaan substansi produknya. Arsitektur hanya
menempati sebagian kecil dari peta ihwal desain secara universal.

Persoalan yang mengemuka dapat dikelompokkan dalam dua persoalan, yaitu:


• Bagaimanakah ciri-ciri aktivitas desain arsitektural, atau bagaimanakah
proses desain arsitektural yang baik dan berkualitas?
• Bagaimanakan ciri-ciri produk (substansi) desain arsitektur yang baik dan
berkualitas?

Ungkapan persoalan di atas adalah refleksi filsafat arsitektur Wayne Attoe


(What is Architecture?, What Achievement of Architecture?, How Best to
design?). Jawaban kedua pertanyaan di atas akan bertebaran dalam
sedemikian banyaknya pengetahuan teori arsitektur yang kita ketahui.
Desain Arsitektur Dan Perkembangannya

Pemberian jawaban terhadap kedua pertanyaan di atas telah menimbulkan


polarisme yang tajam dalam kegiatan berarsitektur.

Kelompok praktisi arsitektur tertentu cenderung memberikan perhatian


berlebihan pada aspek "proses desain arsitektur" yang mengutamakan
kualitas metodologi desain. Kelompok praktisi lain justru memberikan perhatian
yang berlebihan pada aspek “produk desain arsitektur", yang diukur dari
kualifikasi performanya sebagai suatu sistem tanda secara otonom.

Dalam praktik berarsitektur teramati dua gejala kontradiktif yakni “process


oriented" dan "product oriented". Yang pertama dipandang berpihak pada
aspek ilmiah atau dimensi ilmu dari arsitektur. Yang kedua dipandang berpihak
pada aspek artistik atau dimensi seni. Polarisme ini mengakibatkan hadirnya 2
konsep dasar tentang proses desain arsitektur yang dikenal dengan “glass
box process" dan "black box process".
Desain Arsitektur Dan Perkembangannya
A. Macam Proses Desain Menurut Geoffrey Broadbent

Desain Arsitektur memiliki perbedaan yang mendasar dengan kegiatan desain


dalam bidang yang lain. Pelaku kegiatan desain arsitektural adalah seorang
desainer yang disebut secara khusus dengan julukan arsitek. Pemahaman
terhadap bagaimana suatu proses desain arsitektural itu dilaksanakan, dapat
dijawab dengan memahami pola kerja sang arsitek sebagai pelaku kegiatan.

Menurut Geoffrey Broadbent (1973), keahlian yang benar-benar unik bagi


seorang arsitek, adalah kepekaan spatial dan kemampuan mengembangkan
atau memvisualisasikan bentuk-bentuk 3 dimensional serta ruang-ruang
interior / ruang-ruang yang ada dalam suatu bangunan.

"So, if we try to separate out those skills which are unique to the architect, we
shall find that they are concerned with spatial ability and in particular with his
capacity for visualizing, or otherwise generating, the three dimesional forms of
buildings, interior spaces and the spaces about buildings.“
Desain Arsitektur Dan Perkembangannya

A. Macam Proses Desain Menurut Geoffrey Broadbent

Dalam mengembangkan bentuk arsitektural, para arsitek biasanya


menggunakan 4 cara yang spesifik, yang bisa juga dikatakan sebagai 4
kategori proses desain arsitektural dalam versinya.

Keempat cara ini terdiri dari :

• Desain Pragmatis (Pragmatic Design),


• Desain Ikonis (lconic Design),
• Desain dengan Analogi (Design by Analogy),
• Desain Kanonis (Canonic Design)

Keempat cara ini juga menggambarkan perkembangan proses desain


arsitektural secara kronologis historis.
Desain Arsitektur Dan Perkembangannya

A. Macam Proses Desain Menurut Geoffrey Broadbent

Desain Pragmatik (Pragmatic Design)

Penciptaan bentuk 3 dimensional atau proses desain secara pragmatis,


mengacu pada proses coba-coba (trial and error), dengan memanfaatkan
berbagai sumber daya (material) yang ada sedemikian rupa sehingga
memenuhi maksud yang ingin dicapai.

Proses desain pragmatis ini dipandang sebagai cara pertama yang


dilakukan manusia dalam menciptakan suatu karya arsitektural.

Metode pragmatis ini tetap dipergunakan juga di masa sekarang, khususnya


dalam kaitan dengan pemanfaatan material-material baru Teknologi
konstruksi yang baru juga sering didasari pada proses pragmatis ini.
Desain Arsitektur Dan Perkembangannya

A. Macam Proses Desain Menurut Geoffrey Broadbent


Desain Pragmatik (Pragmatic Design)

The Primitive Hut


(Konsep Hunian Purba)

dihadirkan secara
pragmatis
Desain Arsitektur Dan Perkembangannya

A. Macam Proses Desain Menurut Geoffrey Broadbent


Desain Pragmatik (Pragmatic Design)

The Indian Tepee Tents

The Eskimo Igloo House


Desain Arsitektur Dan Perkembangannya

A. Macam Proses Desain Menurut Geoffrey Broadbent


Desain Pragmatik (Pragmatic Design)

Other Primitive Huts (Wooden Huts)


Desain Arsitektur Dan Perkembangannya

A. Macam Proses Desain Menurut Geoffrey Broadbent


Desain Pragmatik (Pragmatic Design)

Other Primitive Huts (Stoned Huts)


Desain Arsitektur Dan Perkembangannya

A. Macam Proses Desain Menurut Geoffrey Broadbent

Desain Ikonik (Iconic Design)

Setelah suatu bentuk 3 dimensional berhasil dikembangkan secara pragmatis


dan memenuhi kebutuhan ataupun selera para pembuatnya, bentukan ini
biasanya akan hadir secara terus-menerus. Bentukan spesifik akan
mengalami perulangan yang intensif dalam suatu lingkup budaya masyarakat
tertentu. Disini kita berhadapan dengan suatu metode penciptaan bentuk yang
"baru". Bentuk tidak lagi diciptakan secara pragmatis (coba-coba), tapi dengan
cara mengacu (meniru atau menjiplak) dari bentukan yang telah ada
sebelumnya. Peniruan yang berulang-ulang pada akhirnya akan
mengakibatkan terbentuknya image dalam masyarakat yang bersangkutan
bahwa bentukan tersebut adalah bentukan yang ideal bagi mereka dan perlu
dipertahankan. Cara seperti inilah yang disebut dengan proses desain ikonis.
Desain Arsitektur Dan Perkembangannya

A. Macam Proses Desain Menurut Geoffrey Broadbent


Desain Ikonik (Iconic Design)
Desain Arsitektur Dan Perkembangannya

A. Macam Proses Desain Menurut Geoffrey Broadbent


Desain Ikonik (Iconic Design)
Desain Arsitektur Dan Perkembangannya

A. Macam Proses Desain Menurut Geoffrey Broadbent


Desain Ikonik (Iconic Design)
Desain Arsitektur Dan Perkembangannya

A. Macam Proses Desain Menurut Geoffrey Broadbent


Desain Ikonik (Iconic Design)
Desain Arsitektur Dan Perkembangannya

A. Macam Proses Desain Menurut Geoffrey Broadbent

Desain Analogis (Analoglc Design I Design By Analogy)

Penciptaan bentukan arsitektural dengan pendekatan analogi, dapat


dijelaskan sebagai upaya desain yang berangkat dari suatu "pegibaratan /
pengandaian". Objek arsitektur atau elemen arsitektur tertentu diibaratkan
sebagai suatu hal lain yang spesifik. Perlu dibedakan antara yang
dianalogkan dan analoginya. Yang dianalogkan menunjuk pada objek yang
akan didesain, sementara analognya adalah objek yang menjadi sumber
pengibaratan. Sebagai contoh, Sidney Opera House karya John Utzon
diibaratkan sebagai jajaran perahu layar. Di sini Opera House merupakan
objek yang dianalogkan, sementara perahu-perahu layar adalah
analognya.
Desain Arsitektur Dan Perkembangannya
A. Macam Proses Desain Menurut Geoffrey Broadbent

Desain Analogis (Analoglc Design I Design By Analogy)

Dalam pengetahuan teoritis tentang analogi, hal-hal yang dapat dikembangkan


sebagai analog bagi objek arsitektural sangatlah bervariasi. Variasi ini
mendukung kategorisasi analogi, seperti analogi linguistik (bahasa sebagai
analog), analogi biologis (mahluk hidup sebagai analog), dan berbagai
kategorisasi lainnya.

Proses desain analogis ini berkembang sebagai terobosan kreatif dari para
desainer dalam menyikapi monotoni dalam penciptaan secara ikonik, dan
memungkinkan hadirnya bentukan-bentukan baru yang kreatif dan inovatif.
Banyak produk arsitektur nusantara masa lampau yang menunjukkan bukti
historis penggunaan metode analogi. Sebagai contoh, desain atap Tongkonan
di Tana Toraja merupakan produk analogis dengan bentuk tanduk kerbau atau
sosok sebuah perahu sebagai analognya.
Desain Arsitektur Dan Perkembangannya

A. Macam Proses Desain Menurut Geoffrey Broadbent


Desain Analogis (Analoglc Design I Design By Analogy)

Sidney Opera House, John Utzon

TWA Internation Airport, Eero Saarinen


Desain Arsitektur Dan Perkembangannya
A. Macam Proses Desain Menurut Geoffrey Broadbent
Desain Analogis (Analoglc Design I Design By Analogy)

Gugenheim Museum,
Frank Ll. Wright Ronchamp Chapel & Villa Savoye, Le Corbusier

Falling Water House, Frank Lloyd Wright


Desain Arsitektur Dan Perkembangannya
A. Macam Proses Desain Menurut Geoffrey Broadbent
Desain Analogis (Analoglc Design I Design By Analogy)

Burj Dubai, .........................


Desain Arsitektur Dan Perkembangannya

A. Macam Proses Desain Menurut Geoffrey Broadbent


Desain Analogis (Analoglc Design I Design By Analogy)

Tongkonan, Rumah Tradisional Toraja


Desain Arsitektur Dan Perkembangannya

A. Macam Proses Desain Menurut Geoffrey Broadbent

Desain Kanonik ( Canonic Design)

Seiring dengan dikenalnya penggunaan gambar sebagai alat bantu dalam


proses penciptaan bentuk, para desainer mulai memberikan perhatian yang
serius terhadap aspek keteraturan dalam suatu bentukan tiga dimensional.
Dengan media gambar banyak praktisi arsitektur mulai mengembangkan
konsepkonsep tentang pola, tatanan yang semuanya mengarah pada
keteraturan.

Selain pendekatan pragmatis; ikonis dan analogis, ada juga pendekatan


perancangan lain yang lebih bernuansa intelektual. Pendekatan ini disebut
dengan proses desain secara kanonis, atau perancangan yang didasarkan
pada berbagai aturan tertentu, seperti aspek geometrika objek, sistem
proporsi, modul, pola / tatanan, dan sebagainya, yang dalam peristilahan
Francis D.K. Ching (1979) disebut dengan order (tatanan).
Desain Arsitektur Dan Perkembangannya
A. Macam Proses Desain Menurut Geoffrey Broadbent
Desain Kanonik ( Canonic Design)

The Golden Section in The Parthenon, Greek


Desain Arsitektur Dan Perkembangannya

A. Macam Proses Desain Menurut Geoffrey Broadbent


Desain Kanonik ( Canonic Design)

Modul dalam Desain Arsitektural


Desain Arsitektur Dan Perkembangannya

A. Macam Proses Desain Menurut Geoffrey Broadbent

Urutan penyebutan ke-empat tipe desain mengisyaratkan sikuens historiknya


dalam perkembangan peradaban manusia. Urutan ini juga mengisyaratkan
perkembangan ciri intelektualitas yang terkandung di dalamnya. Ini bukan
berarti salah satu atau tipe yang terakhir lebih baik ketimbang yang lain.
Keempat cara ini sering dilakukan secara kombinatif oleh para arsitek
profesional, sekalipun salah satu pendekatan cenderung lebih dominan
ketimbang yang lain.

"These, then, are the four basic ways of designing, or types of design, in
sequence of their origin. This chronology implies an increasing sophistication,
with pragmatic design as the most primitive, way of designing and canonic as
the most intellectual. That is true, but it does not mean that the later ways of
designing superseded the earlier ones or that each was used exclusively at a
particular time. An extensive survey suggest that throughout recorded history,
creative architects have used them in combination, although usually with a
certain emphasis on one or other of them.“
Desain Arsitektur Dan Perkembangannya

B. Perkembangan Desain Arsitektur Dari Jaman ke Jaman

Pada masa Yunani dan Mesir kuno, seorang desainer disebut sebagai
seorang “juru” (seseorang dengan keahlian dalam bidang tertentu). Cara yang
digunakan umumnya bersifat pragmatik dan ikonik. Dalam hal tertentu,
pendekatan analogik juga mulai dikembangkan, khususnya dalam upaya
menghadirkan objek yang baru.

Salah satu hal penting pada masa ini, khususnya di Mesir (yang dipelopori
oleh Imhotep seorang "juru" yang terkemuka dan belakangan diagungkan
sebagai seorang dewa utama Mesir), adalah aplikasi gambar sebagai alat
bantu desain. Gambar ini biasanya dibuat pada lempengan-lempengan batu
atau lembaran papirus dan disebut dengan ostrakon.
Desain Arsitektur Dan Perkembangannya

B. Perkembangan Desain Arsitektur Dari Jaman ke Jaman

Pada masa Romawi, para desainer disebut dengan magong. Di masa ini
konsep tentang geometri serta perhitungannya mulai dikembangkan. Konsep
ini juga diaplikasikan dalam rancangan objek arsitektural. Selain
menggunakan metode tradisional (metode ikonik), yaitu dengan melakukan
peniruan terhadap bentukan yang telah hadir sebelumnya di berbagai daerah
jajahan imperium Romawi (tennasuk Yunani dan Mesir), para desainer masa
Romawi juga mulai melakukan perancangan secara kanonik.

Analisis terhadap berbagai objek arsitektur masa tersebut menghasilkan


pemahaman tentang aspek keteraturan yang luar biasa.. Salah satu pola
keteraturan yang sering disebut adalah sistem proporsi "the Golden Section".
Keagungan arsitektur Romawi beserta metode desainnya sangat
mempengaruhi perkembangan arsitektur Eropa hingga abad pertengahan.
Desain Arsitektur Dan Perkembangannya

B. Perkembangan Desain Arsitektur Dari Jaman ke Jaman

Dalam abad 17-18, menyusul era abad pencerahan (Enligthment Age /


Renaissance), terjadi perubahan sistem tata sosial masyarakat Barat dari
agraris ke kapitalis, dan dari struktur masyarakat yang cenderung homogen
menjadi lebih heterogen. Profesi desainer mengalami heterogenisasi atau
spesialisasi. Ada yang lebih bertanggung jawab terhadap perencanaan dan
ada yang bertanggung jawab sebagai pelaksana. Salah satu hal yang
mendukung perubahan ini adalah evolusi gambar yang sangat intensif
sehingga suatu objek telah dapat divisualisasikan terlebih dahulu secara
mendetail sebelum ia dibangun. Hal ini memungkinkan terjadinya peralihan
tugas dari sang pembuat gambar kepada yang akan membaca dan
menjadikan gambar tersebut objek yang realistik. Dalam hal ini mekanisme
rekayasa (engineering) mulai berkembang.
Desain Arsitektur Dan Perkembangannya

B. Perkembangan Desain Arsitektur Dari Jaman ke Jaman

Pada akhirnya, ihwal desain dan profesionalitas arsitek cenderung untuk


mengalami polarisme yang sangat kuat pada abad 19 - 20. Hal ini dipicu
dengan berkembangnya pemahaman yang bertolak belakang tentang ihwal
arsitektur sebagai suatu bidang kajian. Kelompok tertentu menempatkannya
sebagai bidang kajian seni, sementara yang lainnya menempatkannya
sebagai bidang kajian ilmiah. Ecole des Beaux Art adalah salah satu sekolah
seni di Perancis (abad 18-19) yang menjadikan arsitektur sebagai mata
ajarannya. Di pihak lain Bauhaus (Jerman,1920) serta Hochschule fur
Gestaltung (Ulm, Jerman, 1942), merupakan sekolah desain yang cenderung
menempatkan arsitektur sebagai suatu cabang ilmu. Satu hal yang penting,
penempatan arsitektur pada bidang ilmu, telah mendorong berkembangnya
berbagai teori tentang metode dan proses desain yang ideal.
Teori Proses Desain
Oleh Christopher Alexander (1964), praktik proses desain
dapat dibedakan atas :

• Not self-conscious tradition


(dalam era / kondisi masyarakat yang divisi profesinya
terbatas dan desain prototipikal telah berkembang lama,
terkait kondisi lingkungan fisik sosial yang relatif stabil)
~ Black Box Process

• Self-conscious tradition
(merupakan praktik yang umum dewasa ini ... oleh para
profesional, terutama didorong oleh berkembangnya
perhatian terhadap kedudukan arsitektur sebagai ilmu)
~ Glass Box Process
Teori Proses Desain
Beberapa pionir dalam pengembangan pemahaman tentang
“proses desain, antara lain :
• Vitruvius & Alberti (1485) ; ... Architectural design is the
process of selecting parts to achieve a whole
• Descartes (1637) ; ... Discourse of Method
• Laugier (1753) ; ... Design process ... Decomposing a
problem, solving these components and then synthesizing
these partial solutions into whole ones

Secara umum, dalam pemahaman tentang proses desain,


praktisi arsitektur terbagi atas 3 kelompok pendapat :
• Proses desain ~ Proses Intuitif
• Proses desain ~ Proses Rasional
• Proses desain ~ Proses Argumentatif
Proses Desain Intuitif / Black Box / Not – Self Conscoius

Desain merupakan serangkaian sikuen tindakan / operasi yang


terinternalisasi di dalam benak pikiran sang perancang dan
tidak dapat didiferensiasikan, sekalipun dipahami bahwa
sikuens tersebut terdiri atas sub proses analitikal, sintetikal
dan evaluatif.

Seorang desainer diibaratkan sebagai suatu kotak hitam (black


box) yang mengubah input menjadi output melalui serangkaian
proses yang misterius di dalam benak pikirannya.

Seorang desainer seakan-akan merupakan seorang tukang


sulap.
Proses Desain Glass Box / Self - Conscious
Praktik desain pada era terkini umumnya menerapkan model
proses yang sadar diri. Seorang desainer diibaratkan suatu
Kotak Kaca (Glass Box), dimana aktivitas transformasi input
menjadi output dapat dikenali atas sejumlah prosedur tindakan
yang sikuensial.

Praktik ini didukung oleh perkembangan beragam teori tentang


model-model proses desain yang dikemukakan oleh berbagai
pihak. Umumnya teori-teori tentang model proses desain
diformulasikan berdasarkan pengalaman individual dari pihak
yang memformulasikan teori tersebut, atau dengan mengacu
pada teori-teori prosedural pada bidang-bidang studi lain yang
telah berkembang sebelumnya, seperti teori pengambilan
keputusan (Decision Making) atau teori Riset Operasi
(Operation Research / OR)
Proses Desain Glass Box / Self - Conscious
Beberapa model yang dikenal, antara lain :

• Model Herbert Swinburne (1967) :


1. Definition
2. Analysis
3. Synthesis
4. Development
5. Implementation
6. Operation
7. Evaluation

• Model Mario Salvadori (1974) :


1. Programming
2. Schematic Phase
3. Preliminary Design Phase
4. Working Document Phase
5. Construction Phase
Proses Desain Glass Box / Self - Conscious
Beberapa model yang dikenal, antara lain :

• Model Umum menurut John Dewey (1910), Herbert Simon (1960, 1969),
dan C.W. Churchman et all (1967) :
1. Intellegence Phase
2. Design Phase
3. Choice Phase
4. Implementation Phase
5. Postimplementation Evaluation Phase

Karakteristik hubungan atau interelasi antar tahap proses desain di atas


telah menjadi pokok perdebatan di kalangan ahli metodologi desain, yang
bermuara pada dikotomi karakteristik proses desain yang di satu sisi
disebut berciri rasionalistik dan di sisi yang lain berciri argumentatif.

Oleh Horst Rittel (1972) model-model proses desain yang berciri


Rasionalistik disebut dengan Proses Desain Generasi I, sementara yang
bericiri argumentatif disebut dengan Proses Desain Generasi II
Proses Desain Rasionalistik (PD Generasi I)
Dikemukakan pada era 1960-an
Proses desain diasosiasikan sebagai proses pengambilan keputusan
yang terdiri dari sejumlah operasi berbeda yang terjadi dalam suatu
tatanan berurut sikuensial ke arah tertentu (consist of a discrete set
of operations that take place in a unidirectional sequential order).
Didasarkan pada asumsi bahwa beragam ide dan prinsip metode
ilmiah dapat diterapkan pada proses pengambilan keputusan ... Dan
bahwa analisis permasalahan yang lebih cermat, penguasaan
pengetahuan perancang yang semakin komprehensif bahkan
penggunaan algoritma matematis akan makin menjamin hadirnya
hasil yang lebih baik ketimbang pendekatan yang intuitif.
Sangat bertumpu pada rasionalitas tingkat tinggi pada diri seorang
perancang ... Arsitek / perancang adalah sang pengambil keputusan
(decision maker).
Proses Desain Rasionalistik (PD Generasi I)
Beberapa model yang terutama :
Christopher Alexander (1964)
 Proses desain terdiri dari dua tahapan utama ; Analisis & Sintesis.
Analisis ~ decomposing a problem into components that are as
independent of each other as possible, establish hierarchy among
them, finding patterns of the environment that meet the
requirement of each component. Sintesis ~ penyatuan kembali
seluruh komponen permasalahan dan alternatif solusinya menjadi
satu kesatuan.
Bruce Archer (1970)
Proses desain terdiri dari tahap : analisis (observation & inductive
reasoning), sintesis (selection & creative thinking) dan eksekusi
(describing, translating, transmitting the design to those who will
implement it)
Proses Desain Rasionalistik (PD Generasi I)
Beberapa model yang terutama :
Raymond Studer (1970)
 Defining the requisite behavior system (define the function)
 Defining the requisite physical system (design the form)
 Realizing the requisite physical system (built the form)
 Verifying the resultant environment-behavior system ( evaluate the
function-form relationship)
Proses Desain Rasionalistik (PD Generasi I)
Menurut Horst Rittel (1972), langkah-langkah umum dalam proses
desain generasi I adalah sebagai berikut :
Proses Desain Rasionalisitk (PD Generasi I)
Menurut Horst Rittel (1972), langkah-langkah umum dalam proses
desain generasi I mengacu pada tahapan Operation Research (OR)
sbb :
Proses Desain Rasionalisitk (PD Generasi I)

Karakterisitk umum model PD Rasionalistik / Generasi I


 Terdiri dari aktivitas analisis, sintesis dan evaluasi
 Merupakan proses sikuens berseri (serial sequences) / linier dari
sejumlah tahapan
 Perancang diasumsikan harus memiliki pengetahuan yang
komprehensif serta berpkir rasional
 Menghindari realitas dari kapabilitas manusiawi serta realitas
hubungan manusia dan lingkungan serta makna simbolik suatu
lingkungan yang sulit dipahami
 Lebih tertarik untuk merancang dengan konsisten secara internal,
ketimbang mengakomodir isu-isu validitas eksternal.
 Cenderung menyederhanakan permasalahan perancangan.
 Lebih mengutamakan kejelasan proses.
Proses Desain Rasionalisitk (PD Generasi I)
Proses Desain Argumentatif (PD Generasi II)
Paradoks Rasionalistik & Konsep “Wicked Problems”
Sebagai Dasar Urgensi PD Generasi II

Menurut Horst Rittel (1972), kelemahan utama model PD


Generasi I, terutama karena :
1) Sifat paradoksal dari “rasionalitas” berpikir yang menjadi inti
model PD Generasi I
2) Model PD generasi I, lebih tepat diterapkan pada konteks
permasalahan yang sederhana (tame problems), sementara
umumnya permasalahan perancangan merupakan
permasalahan yang kompleks (wicked problems)
Proses Desain Argumentatif (PD Generasi II)
Konsepsi “Wicked Problems”
Proses Desain Argumentatif (PD Generasi II)
Konsepsi “Wicked Problems”
Proses Desain Argumentatif (PD Generasi II)
Konsepsi “Wicked Problems”
Proses Desain Argumentatif (PD Generasi II)
Konsepsi “Wicked Problems”
Rittel & Webber (1973)
 There is no definitive formulation of a wicked problem.
 Wicked problems have no stopping rule.
 Solutions to wicked problems are not true-or-false, but better or worse.
 There is no immediate and no ultimate test of a solution to a wicked problem.
 Every solution to a wicked problem is a "one-shot operation"; because there is no
opportunity to learn by trial-and-error, every attempt counts significantly.
 Wicked problems do not have an enumerable (or an exhaustively describable)
set of potential solutions, nor is there a welldescribed set of permissible
operations that may be incorporated into the plan.
 Every wicked problem is essentially unique.
 Every wicked problem can be considered to be a symptom of another problem.
 The existence of a discrepancy representing a wicked problem can be explained
in numerous ways. The choice of explanation determines the nature of the
problem's resolution.
 The planner has no right to be wrong (planners are liable for the consequences
of the actions they generate).
Proses Desain Argumentatif (PD Generasi II)
Konsepsi “Wicked Problems”

Jeff Conklin
 The problem is not understood until after formulation of a
solution.
 Stakeholders have radically different world views and different
frames for understanding the problem.
 Constraints and resources to solve the problem change over
time.
 The problem is never solved.
Proses Desain Argumentatif (PD Generasi II)
Konsepsi “Wicked Problems”
Robert Horn
 No unique “correct” view of the problem;
 Different views of the problem and contradictory solutions;
 Most problems are connected to other problems;
 Data are often uncertain or missing
 Multiple value conflicts;
 Ideological and cultural constraints;
 Political constraints;
 Economic constraints;
 Often a-logical or illogical or multi-valued thinking;
 Numerous possible intervention points;
 Consequences difficult to imagine;
 Considerable uncertainty, ambiguity;
 Great resistance to change; and,
 Problem solver(s) out of contact with the problems and potential solutions.
Proses Desain Argumentatif (PD Generasi II)

Sebagai konsekuensi ... (adanya sifat paradoksal


proses pikir rasionalistik dan fakta bahwa
permasalahan perancangan merupakan “wicked
problems” ... Maka ...
Proses desain harus dilihat sebagai suatu
proses yang argumentatif, bukan sebagai
suatu proses yang rasional semata-mata.
Proses Desain Argumentatif (PD Generasi II)
Prinsip-prinsip proses desain argumentatif menurut Horst Rittel (1972) :
1. Pengetahuan yang dibutuhkan dalam perancangan terkait dengan
permasalahan tertentu yang bersifat “wicked problems” tidak
terkonsentrasi pada satu pihak tertentu, termasuk sang desainer /
arsitek.
2. Perancangan akan melibatkan seluruh pihak yang “terkait” sebagai
partisipan dalam kegiatan perancangan (konsep participatory community
planning / design)
3. Setiap langkah evaluatif / penilaian ... tidak dilakukan berdasarkan
kepakaran ilmiah (scientific expertise) ... tapi pada pada yang disebut
dengan “premis deontik” --- premis personal tentang “keharusan” yang
sifatnya politis terkait dengan aspek moral dan etika umum. Proses
harus bersifat transparan.
4. Pengambilan keputusan tidak bersifat otoritatif, tapi melalui pemahaman
mutual di antara sesama partisipan perancangan yang didasarkan pada
kejelasan argumentasi / objektifikasi pendapat.
Proses Desain Argumentatif (PD Generasi II)
Prinsip-prinsip proses desain argumentatif menurut Horst Rittel (1972) :
5. Perancang / perencana bukanlah berperan sebagai seorang pakar, tapi
lebih berperan sebagai seorang yang membantu memperjelas problem
perancangan dan ... menginformasikan kemungkinan solusi tanpa
pretensi (?). (He is a mid-wife of problems rather than an offerer of
therapies. He is a teacher rather than a doctor. He is casting doubt on
something. He moderates optimism)
6. Model proses desain generasi II dapat disebut sebagai model yang
“konspiratif”, ... Dibandingkan dengan model proses desain generasi I
yang dapat disebut sebagai ... “Expert Model”
Proses Desain Argumentatif (PD Generasi II)

Model-model proses desain argumentatif umumnya diperkenalkan


pada era akhir 1960-an s/d awal 1970-an
Terutama didasarkan pada upaya untuk lebih memberikan perhatian
pada proses pengambilan keputusan yang berbasis pada partisipasi
yang seluas-luasnya dari para pemangku kepentingan.
Banyak model didasarkan pada asumsi bahwa seorang perancang
merupakan seorang teknisi yang menyediakan informasi yang akan
menjadi dasar pengambilan keputusan.
Lebih mengacu pada proses perancangan yang aktual (the nature of
planning / design process) dan penolakan terhadap proses yang
melibatkan rasionalitas tingkat tinggi.
 Design is not a strictly sequential process
 Design problems are “wicked”
Proses Desain Argumentatif (PD Generasi II)

Didasarkan pada anggapan bahwa segenap proses desain bersifat


temporal dan sikuensial tapi tidak serial (linier).
Proses desain cenderung bersifat spiralistik.
(1) ... designers seem to backtrack at certain times _ to move away from,
rather than toward, the goal of increasing problem resolution (2)
designers repeat a series of activities again and again, resolving new
problems with each repetition; (3) ... These apparent multidirectional
movements together result in one movement directed toward a single
action.
John Zeisel
Proses desain adalah proses belajar
Proses desain adalah serangkaian proses perumusan hipotesis dan
test.
Proses Desain Argumentatif (PD Generasi II)
Proses Desain Argumentatif (PD Generasi II)
Proses Desain Argumentatif (PD Generasi II)

Model proses desain argumentatif yang bisa dirujuk antara lain :


1. Siklus Imajinasi – Presentasi – Test (Image – Present – Test)
oleh John Zeisel
2. Pengembangan Varietas – Reduksi Varietas (Variety
Generation – Variety Reduction) oleh Horst Rittel
Image – Present – Test Cycle
Menurut John Zeisel :
 Proses desain terdiri atas tiga aktivitas elementer : imajinasi,
presentasi dan test.
 Informasi dalam proses desain berguna dalam dua konteks :
katalisator imajinasi dan referensi test / evaluasi.
 Perancang akan secara kontinyu merubah prediksi tentang hasil
final sebagai respon terhadap informasi-informasi yang baru atau
sebelumnya. Proses desain pada akhirnya akan merupakan
serangkaian perubahan konseptual (conceptual shifts) ataupun
lompatan kreatifitas.
 Seorang perancang akan tertuju pada satu solusi responsif tertentu
di antara sejumlah solusi alternatif.
 Perubahan konseptual dan pengembangan solusi rancangan
terjadi sebagai akibat dari pergerakan yang berulang dalam hal tiga
aktivitas elementer di atas.
Image – Present – Test Cycle
Image – Present – Test Cycle
Variety Generation – Variety Reduction
Menurut Horst Rittel :
 Terdapat dua aktivitas utama dalam proses desain :
pengembangan varietas dan reduksi varietas.
 Pengembangan varietas adalah identifikasi / kreasi dari
kemungkinan / alternatif deskripsi permasalahan dan solusinya
 Reduksi varietas adalah prediksi dan evaluasi performa alternatif
deskripsi permasalahan dan solusinya, serta seleksi dari alternatif
yang terbaik
 Dua aktifitas ini berlangsung secara berulang, bukan secara serial
tapi berkelanjutan dengan argumentasi yang dalam.
 Kedua aktivitas berlangsung dalam keterlibatan berbagai partisipan
yang memiliki kemampuan dan pengetahuan komprehensifnya
serta otoritasnya masing-masing yang menjadi dasar perdebatan
dan adu argumentasi menuju satu deskripsi masalah dan solusi
yang “terbaik”
Variety Generation – Variety Reduction

Alternatif
Konsep 1

Alternatif
Konsep 2
Reduksi
Pengembangan Alternatif Varietas : Alternatif
Varietas Konsep 3 •Selektif Terpilih
•Kombinatif
Alternatif
Konsep 4

Alternatif
Konsep 5
Additional Notes

Kedua model di atas secara eksplisit mengindikasikan perlunya


upaya pengembangan pengetahuan seorang perancang yang akan
menjadi sumber informasi dalam eksekusi aktivitas elementer baik
imajinasi, presentasi dan test versi John Zeisel atau pengembangan
varietas dan reduksi varietas versi Horst Rittel.

Oleh Jon Lang, tahapan proses desain didiferensiasikan atas :


1. Intellegence Phase
2. Design Phase
3. Choice Phase
4. Implementation Phase
5. Post Cccupancy Evaluation Phase
Additional Notes

Intellegence Phase menunjuk pada tahapan di mana seorang


perancang mengumpulkan beragam informasi yang dibutuhkan
seperti terindikasi di atas.

Informasi yang terkumpulkan pada prinsipnya tdk akan menjadi


referensi satu-satunya dalam pelaksanaan aktivitas “image-present-
test” atau “variety generation – variety reduction”. Dalam praktiknya,
informasi kolektif dari pihak partisipan lain juga “harus” menjadi
referensi yang penting.

Dalam garis besar partisipan dalam suatu proses desain terdiri dari :
1. Arsitek
2. Klien
3. Pengguna (aktif maupun pasif)
4. Regulator
Additional Notes
Sebagai konsekuensi, tahapan proses desain dalam kerangka pikir
ini dapat dibedakan atas dua tahapan utama yang berjalan secara
simultan dan tidak serial :
 Tahap Pengembangan Wawasan Komprehensif Perancang
Dalam tahap ini perancang berupaya memahami konteks
permasalahan perancangan yang dihadapi.
 Tahap Inisiasi, Transformasi dan Finalisasi Konsep
Rancangan
Dalam tahap ini perancang berikhtiar mengembangkan konsep
rancangan sampai ke titik optimum dengan mekanisme tertentu,
berdasarkan pada argumentasi dengan segenap partisipan dalam
rangka tercapainya “konsensus”.

Konsep final akan ditindaklanjuti dengan tahap implementasi desain


diawali dengan presentasi teknis konsep sebagai rancangan definitif,
melalui dokumen gambar, maket dan dokumen pendukung lainnya.
Additional Notes
Tahapan inisiasi, transformasi dan finalisasi konsep dapat ditempuh
dengan mekanisme “siklus imajinasi – presentasi – test” atau
“pengembangan varietas – reduksi varietas”, dengan konstrain
utama adalah kondisi ketersediaan sumberdaya perancangan yang
dimiliki

Dalam praktiknya, baik mekanisme “imajinasi – presentasi – test”


atau “pengembangan varietas – reduksi varietas” dapat
dilaksanakan dalam dua pola yang sifatnya optional ;
• Integralistik
Image atau Varietas Konsep digagas secara komprehensif
meliputi seluruh aspek formasi arsitektural.
• Diferensialistik
Image atau Varietas Konsep digagas secara elemeter
berdasarkan aspek formasi arsitektural tertentu secara hirakhis
menuju pada sintesis seluruh aspek .

Anda mungkin juga menyukai