Anda di halaman 1dari 5

FUNGSI DALAM ARSITEKTUR (INTENTION IN ARCHITECTURE)

Calvin Rinaldi Ocktavius – 20162320004

Mahasiswa Program Studi Arsitektur Universitas Matana

ABSTRAK

Dalam “ber-arsitektur” kita tidak akan pernah lepas dari istilah “fungsi”. Namun
istilah fungsi seringkali dibatasi pada pengertian fungsi sebagai wadah aktivitas
manusia baik didalam maupun diluar bangunan. Pengertian yang sempit ini
mengakibatkan penyalahtafsiran makna “arsitektur” dan “bangunan”. Sangat
dimungkinkan kita sebagai arsitek akan dihadapkan dengan sebuah obyek yang
menjalankan satu atau beberapa atau bahkan seluruh fungsi. Keadaan dimana
arsitektur memiliki kemampuan untuk menjalankan serta melaksanakan berbagai
fungsi dikatakan sebagai Multifungsionalitas Arsitektur (Josep Prijotomo, 1998).
Seiring dengan perkembangan pemikiran multifungsi ini, beberapa orang, baik yang
berkecimpung dalam bidang arsitektur maupun orang yang berada diluar arsitektur
mencoba untuk melontarkan beberapa fungsi yang dapat dilaksanakan oleh
arsitektur. Salah satu tokoh yang mengemukakan teori ini adalah C. Norberg Schulz.
Dalam artikel ini, penulis akan mendefinisikan 4 poin utama yang dijabarkan oleh
Schulz dalam bukunya yang berjudul “Intention in Architecture”.

Christian Norberg-Schulz menyatakan bahwa segenap pengetahuan tentang


arsitektur termasuk pengetahuan teoritik mengenai fungsi arsitektur berawal dari
pertanyaan filsafati “What is architecture?” (Apakah arsitektur itu?). Menurutnya arsitektur
adalah suatu lingkungan binaan (built environment) yang “dibuat” atau “dibina” oleh
manusia. Dari pertanyaan tersebut muncul pertanyaan lanjutan yang menjadi landasan
dalam pengembangan konsepsi teori “fungsi” arsitektur. Norberg-Schulz mengemukakan
tiga kategori “fungsi arsitektur” yang disebutnya dengan “functional-practical purposes,
millieu-creating purposes, symbolizing purposes.” seperti halnya Broadbent, Schulz
menyebut ketiga fungsi arsitektur ini dengan sebutan “Building Task.”

Norberg-Schulz meyakini bahwa fungsi arsitektur tidak dapat ditinjau secara fisik
saja, tapi juga harus secara sosiokultural. Karena itu ia mengelaborasi konsep teoritiknya
tentang fungsi arsitektur dengan mengajukan sejumlah kategori fungsi arsitektur, yang
diuraikan dalam 4 poin yaitu :

1. Physical Control (Pengendali Faktor Alam)


Berupa fungsi dan peran bangunan dalam mengendalikan factor alam, yakni
bangunan dapat melindungi manusia dari terpaan pergantian cuaca, dapat
melindungi dari bencana, dan lain sebagainya. Karena itu arsitek memerlukan
abstraksi tentang apa-apa yang berhubungan langsung dengan aspek fisik pada
bangunan. Misalnya kita bisa menyelidiki kemampuan bahan bangunan sebagai
insulator terhadap dingin, suara, kelembaban dan sebagainya. Kita juga dapat
memanfaatkan bantuan alat-alat secara mekanis untuk menciptakan “iklim
artifisial”. Fungsi bangunan sebagai physical control erat kaitannnya dengan
kajian fisika bangunan. Contoh, bangunan arsitektur dengan prinsip “green”
yang memiliki konsep dalam pengurangan pemakaian energi. Konsep bangunan
ini ada untuk menjawab permasalahan keterbatasan kualitas sumber daya alam
yang kian merosot tiap waktunya karena aktivitas manusia.

Penerapan konsep “green” pada Green School, Bali


Sumber : Googlemaps

2. Functional Frame (kerangka fungsi)


Arsitektur dapat menciptakan kerangka fungsi, dalam artian functional frame
ialah sebuah bangunan atau ruangan yang dibedakan dari aktivitas yang terjadi
didalamnya. Pada dasarnya manusia selalu melakukan kegiatan, sehingga
membutuhkan wadah arsitektural untuk menampung kegiatan tersebut. Dua
bangunan dapat berperan dengan baik untuk fungsi yang sama tanpa harus
menciptakan suasana yang sama. Ketika kita berbicara mengenai aktivitas
sebagai fungsi, maka tipologi bangunan merupakan kajian yang paling erat
kaitannya. Contoh, bangunan rumah tinggal dan hotel merupakan bangunan
yang memiliki fungsi sama, yaitu sebagai wadah hunian. Namun, rumah tinggal
dan hotel secara bentuk tiga dimensi maupun dua dimensi tentu berbeda. Hal ini
disebabkan oleh pola perilaku dan aktivitas penggunanya. Hotel cenderung
dihuni ketika seseorang melakukan perjalanan secara temporer (sementara),
berbeda dengan rumah tinggal yang sifatnya lebih tetap.

Perbedaan bentuk rumah tinggal dan hotel


Sumber : Googlemaps
3. Social Milieu (lingkungan social)
Bangunan dapat membentuk lingkungan sosial. Arsitektur seringkali dianggap
sebagai alat untuk mengekspresikan status sosial penggunanya atau pemiliknya.
Merupakan sebuah keniscayaan bahwa arsitektur mengekspresikan tujuan-
tujuan tertentu dalam kerangka pranata sosial masyarakat dimana ia dihadirkan.
Dengan kata lain, arsitektur dihadirkan untuk menjamin proses interaksi sosial
yang berlangsung sebagaimana mestinya, serta memberikan efek psikologis
terhadap lingkungan sosial budayanya. Contoh, salah satu rumah adat tradisional
Riau, rumah Lontiok memiliki perbedaan dalam pengekpresian strata sosial
dalam lingkungannya. Perbedaan ini ditunjukan dari jumlah ornament pada
dinding rumah. Banyaknya ornament yang terhias pada dinding rumah
menandakan seberapa kaya raya si pemilik rumah.

Rumah Adat Tradisional Riau, Lontiok


Sumber : Googlemaps

4. Cultural Symbolization (symbol budaya)


Bangunann dapat menjadi symbol budaya masyarakat setempat di lingkungan
terdapatnya bangunan tersebut. Arsitektur adalah obyek budaya dan juga
merupakan hasil karya manusia yang melayani aktivitas manusia secara umum.
Arsitektur dengan segenap olahannya senantiasa mengekspresikan nilai-nilai
dan sistem sosial budaya masyarakat dimana arsitektur itu dihadirkan. Contoh,
salah satu karya arsitektur yang ada di Barcelona, Sagrada Familia
menggambarkan bagaimana sebuah bangunan dapat menjadi symbol maupun
ikon, bukan hanya di lingkungan sekitarnya tetapi di kota nya, yaitu Barcelona.

Sagrada Familia, Barcelona, Spain


Sumber : Googlemaps
Sagrada Familia menjadi symbol kota Barcelona bukan karena tanpa alasan,
desainnya yang penuh dengan nuansa Gothic, sangat memengaruhi elemen
estetik kota Barcelona. Gaya gothic milik Arsitek nya, Antoni Gaudi, seakan
sudah menjadi ikon resmi Kota Barcelona. Bagi warga Barcelona pun gereja
buatan Gaudi ini seakan menjadi pengikat hubungan antara warga Catalan dari
generasi ke generasi.

Kesimpulan

Dalam merancang, seorang arsitek dituntut untuk bisa menganalisis dan


memecahkan segala masalah yang terkait pada objek desain nya. Salah satu masalah yang
cenderung seringkali dihadapi adalah masalah fungsi. Seperti yang sudah dipaparkan diatas,
Schulz mengkategorikan fungsi dalam arsitektur dalam 4 poin yaitu Physical Control,
Functional Frame, Social Milieu, dan Cultural Symbolization. Seorang arsitek wajib
menguasai bangunan terhadap kajian fungsi berdasarkan masing-masing dari kategori
tersebut. Mulai dari yang paling dasar yaitu desain perlindungan bangunan terhadap
kondisi alam, kemudian kajian ruang berdasarkan aktivitas manusia, lalu arsitektur sebagai
bentuk pengekpresian status sosial, sampai arsitektur sebagai sebuah symbol atau ikon
kultural.
DAFTAR PUSTAKA

Norberg-Schulz, Christian. (1996). Intention in Architecture. Skandinavia.

Anda mungkin juga menyukai