Anda di halaman 1dari 71

Filsafat & Teori Arsitektur

Filsafat adalah rangkaian


pertanyaan yang membuka
sejumlah pintu pengenalan suatu
fenomena tertentu. Masing-masing
pertanyaan atau pintu pengenalan
mewakili sudut tinjau yang berbeda
terhadap fenomena yang
bersangkutan.
Berfilsafat tentang arsitektur = mempertanyakan hakekat
fenomena yang kita sebut dengan “arsitektur”.

• “Apa arsitektur itu?”,


• “Mengapa manusia mencipta arsitektur?”,”
• “Untukapa ia dihadirkan?”,
• “Apa ukuran kualitas arsitektur; benar-salah, indah-
jelek, baik-buruk ?”,
• “Manusia seperti apa yang mencipta arsitektur?”,
• “Siapa yang menggunakan / memanfaatkan
arsitektur?”,
• ”Bagaimana seharusnya arsitektur diciptakan?”
Wayne Attoe (1991) mengemukakan bahwa segenap
pengetahuan yang membicarakan arsitektur, berakar
pada permasalahan filsafati yang dapat diuraikan
dalam tiga pertanyaan mendasar, yaitu :

• “Apakah Arsitektur Itu ?”


• “ApaYang Diharapkan Dari Arsitektur ?”
• “Bagaimana Cara Merancang (Arsitektur)Yang
Terbaik ?”

Segenap pengetahuan tentang arsitektur berkembang


melalui upaya penjelasan atau pemberian jawaban
yang memuaskan bagi ke-tiga pertanyaan filsafati di
atas.
Christian Norberg Schulz (1965) menyatakan bahwa
segenap pengetahuan tentang arsitektur berawal dari
pertanyaan mendasar yaitu

“Apakah arsitektur itu ?”.

Jawaban terhadap pertanyaan ini merupakan landasan


ontologis dari pengetahuan bahkan ilmu arsitektur.

Sebagai respon pertanyaan di atas, Schulz


mendefinisikan arsitektur sebagai :

“... produk manusia yang ditujukan untuk menata


dan meningkatkan hubungan antara manusia
dengan lingkungannya ...”
Sebagai respon lanjutan...akan muncul pertanyaan,

“Dalam konteks menata dan meningkatkan


hubungan manusia dengan lingkungannya, apakah
sebenarnya tugas (fungsi) dari arsitektur?”.

Pertanyaan ini menjadi landasan dalam pengembangan


konsepsi teori “fungsi” arsitektur. Norberg Schulz
mengemukakan tiga kategori “fungsi arsitektur” yang
disebutnya dengan “functional practical purposes”,
“milieu-creating purposes”, “symbolizing purposes”.

Sebagai responlanjutan...akan muncul pertanyaan,

“bagaimana cara atau solusi dari tugas arsitektur


ini?”
Norberg Schulz mengemukakan bahwa solusi “fungsi
arsitektur” ini dapat dibedakan atas “struktur formal” dan
“teknik”.
Struktur formal adalah suatu organisasi atau
konfigurasi ruang dan bentuk tertentu yang asosiatif
dengan fungsi arsitektur, sementara teknik adalah
segala sesuatu yang memungkinkan pengorganisasian
ruang dan bentuk ini bisa terlaksana.

Norberg Schulz menyebut kondisi ini sebagai “totalitas


arsitektur” yang terdiri dari “tasks and solutions”.
Bagi Norberg Schulz, filsafat arsitektur adalah segenap
pertanyaan yang mempersoalkan tentang totalitas
arsitektur ini, yang terdiri dari sebuah pertanyaan
mendasar “Apakah arsitektur itu ?” dan dua pertanyaan
derivatif masing-masing ;
“Apa tujuan penghadiran arsitektur / apa fungsi
arsitektur?” dan
“Apa solusi dari tugas arsitektur tersebut?”.
Jika arsitektur diyakini sebagai produk manusia yang
didedikasikan untuk mendukung kemampuan interaksi
manusia dengan lingkungan, maka dengan pemahaman
filsafat arsitektur NorbergSchulz, arsitektur dapat
dipandang sebagai

“Representasi atau realisasi fungsi arsitektur yang


terdefinisi dengan jelas melalui suatu solusi yang
berupa struktur formal spesifik yang di dukung
oleh teknik yang spesifik pula”

Jika struktur formal & teknik didenotasikan sebagai


gubahan ruang & bentuk, maka definisia rsitektur:

“Gubahan bentuk dan ruang yang kontekstual


berdasarkan fungsinya”
Pengertian Desain
Berdasarkan penelusuran etimologis, pengertian desain
dapat dikelompokkan dalam 2 pengertian. Yang pertama
adalah pengefian sebagai suatu "aktivitas" dan yang
kedua sebagai suatu "substansi" yang menunjuk pada
hasil dari aktifitas tertentu.
Sebagai aktivitas, desain dapat didefinisikan sebagai
suatu kegiatan yang dilakukan sedemikian rupa
sehingga suatu objek tertentu akan berubah menjadi
suatu sistem tanda yang memiliki arti, makna atau citra
tertentu yang berbeda dibanding arti, makna atau citra
sebelumnya.
Sebagai substansi, desain dapat didefinisikan sebagai
produk yang dihasilkan dari serangkaian kegiatan
tertentu. Lebih dari itu, produk ini dapat dipandang
sebagai suatu objek yang secara mandiri merupakan
suatu sistem tanda yang memiliki arti, makna atau citra
tertentu.
Ciri desain sebagai aktivitas :

• Berdasarkan pada maksud atau tujuan


yang jelas / spesifik (Purposive Actions)
• Memiliki sudut pandang atau konteks yang
jelas dan spesifik (Contextual Actions)
• Memiliki prosedur, tata langkah atau urut-
urutan tindakan (Procedural Actions)
• Menggunakan Metode / Cara Kerja
Tertentu (Methodic Actions)
• Menghasilkan sesuatu yang bersesuaian
dengan tujuan awal (Product Oriented
Actions)
Ciri desain sebagai
substansi :

• Dihasilkan melalui serangkaian


kegiatan yang spesifik (Produced or
Created by Certain Actions)

• Dapat dipandang sebagai suatu sistem


tanda secara integralistik (Act as an
Integralistic Symbolic System)

• Memiliki makna, arti atau citra yang


secara kontekstual direfleksikan melalui
sistem tanda. (Has an Inherent
Persoalan yang perlu dipertanyakan
selanjutnya adalah bagaimana halnya dengan
ihwal desain arsitektur secara spesifik.
Persoalan ini didasari pada kenyataan yang
menunjukkan bahwa ihwal desain sangatlah
beragam, khususnya dalam hal perbedaan
substansi produknya. Arsitektur hanya
Persoalan
menempati yang mengemuka
sebagian dapat
kecil dari peta ihwal
dikelompokkan dalam dua persoalan, yaitu:
desain secara universal.

• Bagaimanakah ciri-ciri aktivitas desain


arsitektural, atau bagaimanakah proses
desain arsitektural yang baik dan berkualitas?

• Bagaimanakan ciri-ciri produk (substansi)


desain arsitektur yang baik dan berkualitas?
Pemberian jawaban terhadap kedua
pertanyaan di atas telah menimbulkan
polarisme yang tajam dalam kegiatan
berarsitektur.
Kelompok praktisi arsitektur tertentu
cenderung memberikan perhatian
berlebihan pada aspek "proses
desain arsitektur" yang
mengutamakan kualitas metodologi
desain.

Kelompok praktisi lain justru


memberikan perhatian yang
berlebihan pada aspek “produk
desain arsitektur", yang diukur dari
kualifikasi performanya sebagai suatu
Dalam praktik berarsitektur teramati dua
gejala kontradiktif yakni “process oriented"
dan "product oriented".

Yang pertama dipandang berpihak pada aspek


ilmiah atau dimensi ilmu dari arsitektur.

Yang kedua dipandang berpihak pada aspek


artistik atau dimensi seni.

Polarisme ini mengakibatkan hadirnya 2


proses desain arsitektur yang dikenal dengan
“glass box process" dan "black box
process".
Macam Proses Desain Menurut
Geoffrey Broadbent
Desain Arsitektur memiliki perbedaan yang
mendasar dengan kegiatan desain dalam
bidang yang lain. Pelaku kegiatan desain
arsitektural adalah seorang desainer yang
disebut secara khusus dengan julukan arsitek.
Pemahaman terhadap bagaimana suatu proses
desain arsitektural itu dilaksanakan, dapat
Menurut Geoffrey Broadbent (1973), keahlian
dijawab dengan memahami pola kerja sang
yang benar-benar unik bagi seorang arsitek
arsitek sebagai pelaku kegiatan.
adalah ……
…. kepekaan spatial dan
kemampuan mengembangkan
atau memvisualisasikan
bentuk-bentuk 3 dimensional
serta ruang-ruang interior /
Macam Proses Desain Menurut
Geoffrey Broadbent
"So, if we try to separate out those skills
which are unique to the architect, we shall
find that they are concerned with spatial
ability and in particular with his capacity
for visualizing, or otherwise generating,
the three dimesional forms of buildings,
interior spaces and the spaces about
“Jadi, jika kita mencoba untuk membedaan
buildings.“
keterampilan yang unik bagi arsitek, kita
akan menemukan bahwa mereka sangat
memperhatikan hal-hal yang berkaitan
dengan kemampuan spasial dan khususnya
dengan kemampuannya untuk
memvisualisasikan, atau menghasilkan,
bentuk tiga dimesi bangunan, ruang
Dalam mengembangkan bentuk arsitektural,
para arsitek biasanya menggunakan 4 cara
yang spesifik, yang bisa juga dikatakan
sebagai 4 kategori proses desain arsitektural
dalam versinya.
Keempat cara ini terdiri dari :

• Desain Pragmatis (Pragmatic


Design),
• Desain Ikonis (lconic Design),
• Desain dengan Analogi
(Design by Analogy),
Keempat cara ini
• Desain juga menggambarkan
Kanonis (Canonic
perkembangan proses desain arsitektural
Design)
secara kronologis historis.
Desain Pragmatik (Pragmatic Design)
Penciptaan bentuk 3
dimensional atau proses
desain secara pragmatis,
mengacu pada proses coba-
coba (trial and error),
The Primitive
dengan memanfaatkan Hut (Konsep
Hunian Purba)
berbagai sumber daya dihadirkan
(material) yang ada secara
pragmatis
Proses desain
sedemikian rupa sehingga
pragmatis
memenuhi inimaksud yang
dipandang sebagai
ingin dicapai.
cara pertama yang
dilakukan manusia
dalam menciptakan
suatu karya
Desain Pragmatik (Pragmatic Design)
Metode pragmatis ini
tetap dipergunakan juga
di masa sekarang,
khususnya dalam kaitan
dengan pemanfaatan
material-material baru
Teknologi konstruksi
yang baru juga sering
didasari pada proses
pragmatis ini.
esain Ikonik (Iconic Design)
Setelah suatu bentuk 3
dimensional berhasil
dikembangkan secara
pragmatis dan
memenuhi kebutuhan
ataupun selera para
pembuatnya, bentukan
ini biasanya akan hadir
secara terus-menerus.

Bentukan spesifik
akan mengalami
perulangan yang
intensif dalam suatu
lingkup budaya
Bentuk tidak lagi diciptakan
secara pragmatis (coba-
coba), tapi dengan cara
mengacu (meniru atau
menjiplak) dari bentukan
Peniruan yang
yang telah ada sebelumnya.
berulang-ulang pada
akhirnya akan
mengakibatkan
terbentuknya image
dalam masyarakat
yang bersangkutan
bahwa bentukan
tersebut adalah
Cara seperti
bentukan yanginilah yang
ideal
disebut dengan
bagi mereka danproses desain
ikonis.
perlu dipertahankan.
Desain Analogis (Analogic Design)
Gramatika Bahasa

d a c ug p aku uka mu Aku cinta kamu


sukaasam saku
b l n samakamu tinta
o
h me i j cukacinta muak Cintaku, kamu
ku
k t t muka aukanti Kamu, kucinta
huruf kata kalimat

unsur komponen Bangunan


Arsitektur
Penyepadanan proses sesuatu hal yang belum diketahui
dengan memakai proses lain yg sudah dikenal inilah yg disebut
Analogi
Analogi
Linguistic
Gramatical
Desain Analogis (Analogic Design)
(lanjutan)
Proses desain analogis ini berkembang
sebagai tuntutan kreatifitas dari para
desainer dalam menyikapi monotoni dalam
penciptaan secara ikonik, dan memungkinkan
hadirnya bentukan-bentukan baru yang
kreatif dan inovatif.

Banyak produk arsitektur nusantara masa


Dalam
lampaupengetahuan teoritis bukti
yang menunjukkan tentang analogi,
historis
hal-hal yang dapat
penggunaan metode dikembangkan
analogi. sebagai
analog bagi objek arsitektural sangatlah
bervariasi. Variasi ini mendukung kategorisasi
analogi.
Desain Analogis (Analogic Design)
(lanjutan)
Penciptaan bentukan arsitektural dengan
pendekatan analogi, dapat dijelaskan sebagai
upaya desain yang berangkat dari suatu
“penyepadanan".

Objek arsitektur atau elemen arsitektur


tertentu disepadankan sebagai suatu hal lain
yang spesifik.

Perlu dibedakan antara yang dianalogikan


dan analoginya.

Yang dianalogikan menunjuk pada objek yang


akan didesain, sementara analognya adalah
Desain Analogis (Analogic Design)
(lanjutan)
1. Analogi Linguistik
Analogi linguistik menganut pandangan bahwa bangunan-
bangunan dimaksudkan untuk menyampaikan informasi kepada
para
a. pengamat
Model Tata dengan salah satu dari tiga cara sebagai berikut
bahasa
: Arsitektur dianggap terdiri dari unsur-unsur (kata-kata) yang
ditata menurut aturan (tata bahasa dan sintaksis) yang
memungkinkan masyarakat dalam suatu kebudayaan
tertentu cepat memahami dan menafsirkaa apa yang
disampaikan oleh bangunan tersebut. lni akan tercapai jika
b. Model Ekspresionis
‘bahasa’ yang digunakan adalah bahasa umum/publik yang
Dalam hal ini bangunan dianggap sebagai suatu wahana yanng
dimengerti semua orang (langue).
digunakan arsitek untuk mengungkapakan sikapnya terhadap
proyek bangunan tersebut. Dalam hal ini arsitek menggunakan
‘bahasa’nya pribadi (parole). Bahasa tersebut mungkin
dimengerti
c. orang lain dan mungkin juga tidak.
Model Semiotik
Semiologi adalah ilmu tentang tanda-tanda. Penafsiran
semiotik tentang arsitektur menyatakan bahwa suatu
bangunan merupakan suatu tanda penyampaian informasi
mengenai apakah ia sebenarnya dan apa yang dilakukannya.
Sebuah bangunan berbentuk bagaikan piano akan menjual
piano. Sebuah menara menjadi tanda bahwa bangunan itu
Desain Analogis (Analogic Design)
(lanjutan)
2. Analogi Matematis
Beberapa ahli teori menganggap bahwa bangunan-
bangunan yang dirancang dengan bentuk-bentuk murni,
ilmu hitung dan geometri (seperti golden section) akan
sesuai dengan tatanan alam semesta dan merupakan
bentuk yang paling indah. Prinsip-prinsip ini banyak
3. Analogi Romantik
digunakan pada bangunan jaman Renaissance.
Arsitektur harus mampu menggugah tanggapan emosional
dalam diri si pengamat. Hal ini dapat dilakukan melalui dua
cara, yaitu dengan menimbulkan asosiasi (mengambil
rujukan dari bentuk-bentuk alam, dan masa lalu yang akan
menggugah emosi pengamat) atau melalui pernyataan yang
dilebih-lebihkan (penggunaan kontras, ukuran, bentuk yang
tidak biasaAdhocis
4. Analogi yang mampu menggugah perasaan takut,
khawatir,
Arsitekturkagum
berartidan lain-lain).kebutuhan langsung dengan
menanggapi
menggunakan bahan-bahan yang mudah diperoleh tanpa
membuat rujukan dan cita-cita.
Desain Analogis (Analogic Design)
(lanjutan)
5. Analogi Mekanik
Menurut Le Corbusirr, sebuah rumah adalah mesin untuk
berhuni merupakan contoh analogi mekanik dalam arsitektur.
Bangunan seperti halnya dengan mesin hanya akan
menunjukkan apa sesungguhnya mereka, apa yang
dilakukan, tidak menyembunyikan fakta melalui hiasan yang
tidak relevan dengan bentuk dan gaya-gaya, atau dengan
kata lain keindahan adalah fungsi yang akan menyatakan
6. Analogi
apakah Biologis
mereka itu dan apa yang mereka lakukan.
Pandangan para ahli teori yang menganalogikan arsitektur
sebagai analogi biologis berpendapat bahwa membangun
adalah proses biologis…bukan proses estetis. Analogi
biologis terdiri dari dua bentuk
yaitu ‘organik’ (dikembangkan oleh Frank Lloyd Wright).
Bersifat umum ; terpusat pada hubungan antara bagian-
bagian bangunan atau antara bangunan dengan
penempatannya/penataannya. dan ‘biomorfik’. Lebih bersifat
khusus. ; terpusat pada pertumbuhan proses-proses dan
kemampuan gerakan yang berhubungan dengan organisme.
Desain Analogis (Analogic Design)
(lanjutan)
7. Analogi Pemecahan Masalah
Arsitektur adalah seni yang menuntut lebih banyak
penalaran daripada ilham, dan lebih banyak pengetahuan
faktual daripada semangat (Borgnis, 1823). Pendekatan ini
sering juga disebut dengan pendekatan rasionalis, logis,
sistematik, atau parametrik. Pendekatan ini menganggap
bahwa kebutuhan-kebutuhan lingkungan merupakan
masalah
8. Analogiyang dapat
Bahasa diselesaikan melalui analisis yang
Pola
seksama dan prosedur-prosedur
Manusia secara yang khusus
biologis adalah serupa, dirumuskan
dan dalam suatu
untuk itu.
kebudayaan tertentu terdapat kesepakatan-kesepakatan
untuk perilaku dan juga untuk bangunan. Jadi arsitektur
harus mampu mengidentifikasi pola-pola baku kebutuhan-
kebutuhan agar dapat memuaskan kebutuhan-kebutuhan
tersebut. Pendekatan tipologis atau pola menganggap bahwa
hubungan lingkungan perilaku dapat dipandang dalam
pengertian satuan-satuan yang digabungkan untuk
membangun sebuah bangunan atau suatu rona kota.
Desain Analogis (Analogic Design)
(lanjutan)
9. Analogi Dramaturgi
Kegiatan-kegiatan manusia dinyatakan sebagai teater
dimana seluruh dunia adalah panggungnya, karena itu
lingkungan buatan dapat dianggap sebagai pentas
panggung. Manusia memainkan peranan dan bangunan-
bangunan merupakan rona panggung dan perlengkapan
yang menunjang pagelaran panggung. Analogi dramaturgi
digunakan dengan dua cara, dari titik pandang para aktor
dan dari titik pandang para dramawan.

Dalam hal pertama arsitek menyediakan alat-alat


perlengkapan dan rona-rona yang diperlukan untuk
memainkan suatu peranan tertentu. Dari titik pandang para
dramawan, arsitek dapat menyebabkan orang bergerak dari
satu tempat ke tempat lain dengan memberikan petunjuk-
petunjuk visual. Pemanfaatan analogi dramaturgi ini
membuat sang arsitek yang bertindak hampir seperti dalang,
mengatur aksi seraya menunjangnya.
Desain Analogis (Analogic Design)
(lanjutan)
Desain Analogis (Analogic Design)
(lanjutan)
esain Kanonik ( Canonic Design)
Seiring dengan dikenalnya penggunaan
gambar sebagai alat bantu dalam proses
penciptaan bentuk, para desainer mulai
memberikan perhatian yang serius
terhadap aspek keteraturan dalam suatu
bentukan tiga dimensional. Dengan media
gambar banyak praktisi arsitektur mulai
Selain pendekatankonsep
mengembangkan pragmatis,
konsepikonis dan
tentang
analogis, ada yang
pola, tatanan juga pendekatan
semuanya mengarah
perancangan lain yang lebih bernuansa
pada keteraturan.
intelektual. Pendekatan ini disebut dengan
proses desain secara kanonis, atau
perancangan yang didasarkan pada
berbagai aturan tertentu, seperti aspek
geometrika objek, sistem proporsi, modul,
pragmatic
- coba2- iconic
- pengulangan bentuk
- bentukan baru - simbolisasi bentuk

canonic analogic
- pemadanan bentuk
- formulasi bentuk - bentukan baru

Ikonisasi & formulasi bentuk


Bentukan2 baru
Urutan penyebutan ke-empat tipe desain
mengisyaratkan sikuens historiknya dalam
perkembangan peradaban manusia. Urutan ini
juga mengisyaratkan perkembangan ciri
intelektualitas yang terkandung di dalamnya
(pragmatic yg paling awal dan kanonik yg paling
intelektual).
Ini bukan berarti salah satu atau tipe yang
terakhir
"These,lebih
then,baik ketimbang
are the yangoflain.
four basic ways Keempat
designing, or
cara ini sering
types dilakukan
of design, in sequencesecara kombinatif
of their origin. This oleh
parachronology implies an increasing
arsitek profesional, sophistication,
sekalipun salah satu with
pragmatic design
pendekatan as the most
cenderung lebihprimitive,
dominan way of
ketimbang
designing and canonic as the most intellectual. That is
yang lain.
true, but it does not mean that the later ways of
designing superseded the earlier ones or that each
was used exclusively at a particular time. An
extensive survey suggest that throughout recorded
history, creative architects have used them in
Pada akhirnya, ihwal desain dan profesionalitas
arsitek cenderung untuk mengalami polarisme
yang sangat kuat pada abad 19 - 20. Hal ini
dipicu dengan berkembangnya pemahaman
yang bertolaktertentu
Kelompok belakang tentang ihwal
menempatkannya
arsitektur
sebagaisebagai
bidang suatu
kajianbidang kajian.
seni, sementara yang
lainnya menempatkannya sebagai bidang
kajian ilmiah. Ecole des Beaux Art adalah
salah
Di satu
pihak sekolah
lain Bauhaus seni di Perancis (abad
(Jerman,1920) serta18-
19) yang menjadikan
Hochschule arsitektur
fur Gestaltung (Ulm,sebagai
Jerman,
mata ajarannya.
1942), merupakan sekolah desain yang
cenderung menempatkan arsitektur sebagai
suatu cabang ilmu. Satu hal yang penting,
penempatan arsitektur pada bidang ilmu,
telah mendorong berkembangnya berbagai
teori tentang metode dan proses desain
Christopher Alexander (1964), praktik
proses desain dapat dibedakan atas :

• Not self-conscious tradition (dalam


era / kondisi masyarakat yang divisi
profesinya terbatas dan desain prototipikal
telah berkembang lama, terkait kondisi
lingkungan fisik sosial yang relatif stabil) ~
Black Box Process

• Self-conscious tradition (merupakan


praktik yang umum dewasa ini ... oleh
para profesional, terutama didorong oleh
berkembangnya perhatian terhadap
kedudukan arsitektur sebagai ilmu) ~
Beberapa pionir dalam pengembangan
pemahaman tentang “proses desain”,
antara lain :
• Vitruvius & Alberti (1485) ; ...
Architectural design is the process
of selecting parts to achieve a
whole
• Descartes (1637) ; ... Discourse of
Method
• Laugier (1753) ; ... Design
Secaraprocess
umum, ...dalam pemahaman
Decomposing a tentang
prosesproblem,
desain, praktisi
solvingarsitektur
these terbagi
atas Proses
3 components
kelompok pendapat
desain ~
andProses: synthesizing
then
Intuitif
these partial solutions into whole
Proses
ones desain ~ Proses
Rasional
Proses Desain Intuitif / Black Box / Not–
Self Conscoius
Desain merupakan serangkaian sikuen
tindakan / operasi yang terinternalisasi
di dalam benak pikiran sang
perancang dan tidak dapat
didiferensiasikan, sekalipun dipahami
bahwa sikuens tersebut terdiri atas
Seorang
sub desainer
proses diibaratkan
analitikal, sintetikalsebagai
dan
suatu kotak hitam (black box) yang
evaluatif.
mengubah input menjadi output
melalui serangkaian proses yang
misterius di dalamseakan-akan
Seorang desainer benak pikirannya
merupakan seorang tukang sulap.
Proses Desain Glass Box / Self-Conscious
Praktik desain pada era terkini umumnya
menerapkan model proses yang sadar diri.
Seorang desainer diibaratkan suatu Kotak
Kaca (Glass Box), dimana aktivitas
transformasi input menjadi output
Praktik ini didukung
dapat dikenali oleh
atas perkembangan
sejumlah prosedur
beragam
tindakanteori
yangtentang model-model proses
sikuensial.
desain yang dikemukakan oleh berbagai
pihak. Umumnya teori-teori tentang model
proses desain diformulasikan berdasarkan
pengalaman individual dari pihak yang
memformulasikan teori tersebut, atau
dengan mengacu pada teori-teori prosedural
pada bidang-bidang studi lain yang telah
oses Desain Glass Box / Self–Conscious (lanjutan)
eberapa model yang dikenal, antara lain :

• Model Herbert •Model Mario


Swinburne (1967) : Salvadori (1974) :
1.Definition 1. Programming
2.Analysis 2. Schematic Phase
3.Synthesis 3. Preliminary Design
4.Development Phase
5.Implementation 4. Working Document
6.Operation Phase
7.Evaluation 5. Construction
Phase
oses Desain Glass Box / Self–Conscious (lanjutan)
Model Umum menurut John Dewey (1910),
Herbert Simon (1960, 1969), dan C.W.
Churchman et all (1967) :
1.Intellegence Phase
2.Design Phase
3.Choice Phase
4.Implementation Phase
5.Postimplementation
Karakteristik Evaluation
hubungan atau Phase
interelasi antar
tahap proses desain di atas telah menjadi pokok
perdebatan di kalangan ahli metodologi desain,
yang bermuara pada dikotomi karakteristik
proses desain
Oleh Horst yang
Rittel di satu
(1972) sisi disebutproses
model-model berciri
rasionalistik
desain yang dan di sisi
berciri yang lain disebut
Rasionalistik berciri dengan
argumentatif.
Proses Desain Generasi I, sementara yang bericiri
Argumentatif disebut dengan Proses Desain
Dikemukakan pada era 1960-an

Proses desain diasosiasikan sebagai proses


pengambilan keputusan yang terdiri dari sejumlah
operasi berbeda yang terjadi dalam suatu tatanan
berurut sikuensial ke arah tertentu (consist of a
discrete set of operations that take place in a
unidirectional sequential order).

Didasarkan pada asumsi bahwa beragam ide dan


prinsip metode ilmiah dapat diterapkan pada
proses pengambilan keputusan ... Dan bahwa
analisis permasalahan yang lebih cermat,
penguasaan pengetahuan perancang yang
semakin komprehensif bahkan penggunaan
algoritma matematis akan makin menjamin
eberapa model yang utama :

Christopher Alexander (1964)

Proses desain terdiri dari dua tahapan


utama ; Analisis & Sintesis.
• Analisis ~ decomposing a problem into
components that are as independent of
each other as possible, establish
hierarchy among them, finding patterns
of the environment that meet the
requirement of each component.
• Sintesis ~ penyatuan kembali seluruh
komponen permasalahan dan alternatif
solusinya menjadi satu kesatuan.
berapa model yang utama : (lanjutan)
Bruce Archer (1970)
Proses desain terdiri dari tahap :
• analisis (observation & inductive
reasoning)
• sintesis (selection & creative thinking)
• eksekusi (describing, translating,
transmitting the design to those who will
Raymond
implementStuder
it) (1970)
• Defining the requisite behavior system
(define the function)
• Defining the requisite physical system
(design the form)
• Realizing the requisite physical system
(built the form)
• Verifying the resultant environment-
Menurut Horst Rittel (1972), langkah-langkah
umum dalam proses desain generasi I adalah
sebagai berikut :
• The fisrt step, which has been given
different name by different authors is to
understand the problems
• The second step is ro gather information
particularly to gather its context from the
view point of the problem. Then for some
people (though others deny this) something
happwns called the “creative leap”, the
great idea.
• The third step is to analyse the information.
• The fourth step is to generate solution, or al
least one.
• The fifth atep is to access the solutions and
to decide ro take that solution which comes
Karakterisitk umum model PD
Rasionalistik / Generasi I

• Terdiri dari aktivitas analisis, sintesis dan


evaluasi
• Merupakan proses sikuens berseri (serial
sequences) / linier dari sejumlah tahapan
• Perancang diasumsikan harus memiliki
pengetahuan yang komprehensif serta
berpkir rasional
• Menghindari realitas dari kapabilitas
manusiawi serta realitas hubungan
manusia dan lingkungan serta makna
simbolik suatu lingkungan yang sulit
dipahami

ojects are planned as a linear process ….
Paradoks Rasionalistik & Konsep
“Wicked Problems” Sebagai Dasar
Urgensi Argumentatif (PD Generasi II)
Menurut Horst Rittel (1972), kelemahan
utama model Rasionalistik (PD Generasi
I), terutama karena :

1.Sifat paradoksal dari “rasionalitas”


berpikir yang menjadi inti model PD
Generasi I

2.Model PD generasi I, lebih tepat


diterapkan pada konteks permasalahan
yang sederhana (tame problems),
sementara umumnya permasalahan
perancangan merupakan
onsepsi “Wicked Problems”
• Conceptual Complexity
• Technical Complexity
• Social Complexity
onsepsi “Wicked Problems”
Rittel & Webber (1973)
• There is no definitive formulation of a wicked
problem.
• Wicked problems have no stopping rule.
• Solutions to wicked problems are not true-or-false,
but better or worse.
• There is no immediate and no ultimate test of a
solution to a wicked problem.
• Every solution to a wicked problem is a "one-shot
operation"; because there is no opportunity to learn
by trial-and-error, every attempt counts significantly.
• Wicked problems do not have an enumerable (or an
exhaustively describable) set of potential solutions,
nor is there a well described set of permissible
operations that may be incorporated into the plan.
• Every wicked problem is essentially unique.
• Every wicked problem can be considered to be a
Jeff Conklin

• The problem is not understood until after


formulation of a solution.

• Stakeholders have radically different world


views and different frames for understanding
the problem.

• Constraints and resources to solve the


problem change over time.

• The problem is never solved.


Robert Horn
• No unique “correct” view of the problem;
• Different views of the problem and
contradictory solutions;
• Most problems are connected to other
problems;
• Data are often uncertain or missing
• Multiple value conflicts;
• Ideological and cultural constraints;
• Political constraints;
• Economic constraints;
• Often a-logical or illogical or multi-valued
thinking;
• Numerous possible intervention points;
• Consequences difficult to imagine;
• Considerable uncertainty, ambiguity;
• Great resistance to change; and,
Sebagai konsekuensi ...
(adanya sifat paradoksal proses
pikir rasionalistik dan fakta
bahwa permasalahan
perancangan merupakan
“wicked problems” ) ... maka ...
Proses desain harus
dilihat sebagai suatu
proses yang
argumentatif, bukan
sebagai suatu proses
Prinsip-prinsip proses desain
argumentative menurut Horst Rittel
(1972):
1.Pengetahuan yang dibutuhkan dalam
perancangan terkait dengan permasalahan
tertentu yang bersifat “wicked problems”
tidak terkonsentrasi pada satu pihak tertentu,
termasuk sang desainer / arsitek.
2.Perancangan akan melibatkan seluruh pihak
yang “terkait” sebagai partisipan dalam
kegiatan perancangan (konsep participatory
community planning/design)
3.Setiap langkah evaluatif / penilaian ... tidak
dilakukan berdasarkan kepakaran ilmiah
(scientific expertise) ... tapi pada pada yang
disebut dengan “premis deontik” --- premis
personal tentang “keharusan” yang sifatnya
Prinsip-prinsip proses desain
argumentative menurut Horst Rittel
(1972): (lanjutan)
4. Pengambilan keputusan tidak bersifat
otoritatif, tapi melalui pemahaman mutual di
antara sesama partisipan perancangan yang
didasarkan pada kejelasan
argumentasi/objektifikasi pendapat.
5. Perancang / perencana bukanlah berperan
sebagai seorang pakar, tapi lebih berperan
sebagai seorang yang membantu
memperjelas problem perancangan dan ...
menginformasikan kemungkinan solusi tanpa
pretensi (?). (He is a mid-wife of problems
rather than an offerer of therapies. He is a
teacher rather than a doctor. He is casting
doubt on something.Hemoderatesoptimism)
Model-model proses desain argumentatif
umumnya diperkenalkan pada eraakhir
1960-an s/dawal 1970-an
Terutama didasarkan pada upaya untuk lebih
memberikan perhatian pada proses
pengambilan keputusan yang berbasis pada
partisipasi yang seluas-luasnya dari para
pemangku kepentingan.
Banyak model didasarkan pada asumsi bahwa
seorang perancang merupakan seorang
teknisi yang menyediakan informasi yang
akan menjadi dasarpengambilan keputusan.
Lebih mengacu pada proses perancangan
yang aktual (the nature of planning / design
process) dan penolakan terhadap proses yang
melibatkan rasionalitas tingkat tinggi.
• Design is not a strictly sequential
Didasarkan pada anggapan bahwa segenap
proses desain bersifat temporal dan sikuensial
tapi tidak serial (linier).
Proses desain cenderung bersifat
spiralistik.:
(1)... designers seem to backtrack at
certain times _ to move away from,
rather than toward, the goal of
increasing problem resolution
(2)… designers repeat a series of
activities again and again, resolving
new problems with each repetition;
(3) ... These apparent multidirectional
Proses movements
desain adalah prosesresult
together belajar
in one
Proses movement
desain adalah serangkaian
directed toward aproses
single
perumusan,
action.hipotesis dan )test.
(John Zeisel
Model proses desain
argumentatif yang bisa dirujuk
antara lain :
1.Siklus Imajinasi –
Presentasi – Test (Image –
Present – Test) oleh John
2.Zeisel
Pengembangan Varietas –
Reduksi Varietas (Variety
Generation–Variety
Reduction) oleh Horst Rittel
Five Design Caracteristics (John Zeisel) :
• Three Elmentary Actvities : Proses desain terdiri
atas tiga aktivitas elementer : imaging,
presenting dan testing.
• Two Types of Information : Informasi dalam
proses desain berguna dalam dua konteks :
katalisator imajinasi dan referensi test/evaluasi.
• Shifting Visions of Final Product : Perancang
akan secara kontinyu merubah prediksi hasil
final sebagai respon terhadap informasi-
informasi yang baru atau sebelumnya. Proses
desain pada akhirnya akan merupakan
serangkaian perubahan konseptual (conceptual
shifts) ataupun lompatan kreatifitas (creative
leaps).
• Toward a Domain of Acceptable Responses :
Seorang perancang akan tertuju pada satu
Menurut Horst Rittel :
• Terdapat dua aktivitas utama dalam proses
desain : pengembangan varietas dan
reduksi varietas.
• Pengembangan varietas adalah identifikasi
/ kreasi dari kemungkinan / alternative
deskripsi permasalahan dan solusinya.
• Reduksi varietas adalah prediksi dan
evaluasi performa alternatif deskripsi
permasalahan dan solusinya, serta seleksi
dari alternatif yang terbaik.
• Dua aktifitas ini berlangsung secara
berulang, bukan secara serial tapi
berkelanjutan dengan argumentasi yang
dalam.
• Kedua aktivitas berlangsung dalam
Kedua model di atas secara eksplisit
mengindikasikan perlunya upaya
pengembangan pengetahuan seorang
perancang yang akan menjadi sumber
informasi dalam eksekusi aktivitas elementer
baik imajinasi, presentasi dan test versi John
Zeisel atau pengembangan varietas dan
Oleh Jon Lang, tahapan proses desain
reduksi varietas versi Horst Rittel.
didiferensiasikan atas:
1. Intellegence Phase
2. Design Phase
3. Choice Phase
4. Implementation Phase
5. Post Cccupancy
Evaluation Phase
Intellegence Phase menunjuk pada tahapan di
mana seorang perancang mengumpulkan
beragam informasi yang dibutuhkan seperti
terindikasi di atas.

Informasi yang terkumpulkan pada prinsipnya tdk


akan menjadi referensi satu-satunya dalam
pelaksanaan aktivitas “image-present-test” atau
“variety generation–variety reduction”.

Dalam praktiknya, informasi kolektif dari pihak


Dalam garis besar partisipan dalam suatu
partisipan lain juga “harus” menjadi referensi
proses desain terdiri dari :
yang penting.
1. Arsitek
2. Klien
3. Pengguna (aktif maupun pasif)
4. Regulator
Sebagai konsekuensi, tahapan proses desain
dalam kerangka pikir ini dapat dibedakan atas
dua tahapan utama yang berjalan secara simultan
dan tidak serial :

• Tahap Pengembangan Wawasan Komprehensif


Perancang : Dalam tahap ini perancang
berupaya memahami konteks permasalahan
perancangan yang dihadapi.

• Tahap Inisiasi, Transformasi dan Finalisasi


Konsep Rancangan : Dalam tahap ini
perancang berikhtiar mengembangkan konsep
rancangan sampai ke titik optimum dengan
Konsep final akan ditindaklanjuti dengan tahap
mekanisme tertentu, berdasarkan pada
implementasi desain diawali dengan presentasi
argumentasi dengan segenap partisipan dalam
teknis konsep sebagai rancangan definitif,
rangka tercapainya “konsensus”.
melalui dokumen gambar, maket dan dokumen
Tahapan inisiasi, transformasi dan finalisasi
konsep dapat ditempuh dengan mekanisme
“siklus imajinasi – presentasi – test” atau
“pengembangan varietas – reduksi varietas”,
dengan konstrain utama adalah kondisi
ketersediaan sumberdaya perancangan yang
dimiliki.

Dalam praktiknya, baik mekanisme “imajinasi –


presentasi – test” atau “pengembangan varietas –
reduksi varietas” dapat dilaksanakan dalam dua
pola yang sifatnyaoptional ;

• Integralistik : Image atau Varietas Konsep


digagas secara komprehensif meliputi seluruh
aspekformasi arsitektural.

Anda mungkin juga menyukai