Anda di halaman 1dari 9

PEMBAHASAN

A. PERUBAHAN ANATOMIS DAN FISIOLOGIS IBU HAMIL


Kehamilan adalah serangkaian proses yang dialami oleh wanita yang
dimulai dengan pertemuan antara sel telur dan sel sperma di dalam indung telur
(ovarium) wanita, lalu berlanjut ke penyusunan zigot, perlekatan ataupun
menempel di dinding rahim, penyusunan plasenta, dan pertumbuhan juga
perkembangan hasil konsepsi sampai cukup waktu (aterm).
Menurut Yesie, 2010, berikut adalah perubahan-perubahan anatomi dan
fisiologis yang dialami ibu hamil :
1. Sistem Traktus Genitalis/Reproduksi
a. Uterus/Rahim
Pada perempuan normal dalam keadaan tidak hami, besar uterus sekitar
70g dengan kapasitas kurang dari 10ml, saat hamil besar uterus berubah
menjadi 1000g dengan kapasitas 5-20 liter atau lebih. Sel-sel otot pada
uterus meregang dan terjadi hypertrophy.
b. Serviks/leher Rahim
Selama kehamilan, terjadi pelunakan dan sianosis pada serviks.
Kelenjar serviks mengalami proliferasi (pertumbuhan).
c. Ovarium/indung telur
Biasanya hanya korpus luteum (kelenjar endokrin kuning) tunggal yang
ditemukan pada ovarium ibu hamil. Korpus luteum berfungsi untuk
memberikan kontribusi terhadap produksi progesterone dan mengalami
regresi pada minggu ke-8 kehamilan.
d. Vagina dan perineum
Perubahan yang terjadi pada vagina selama kehamilan antara lain
terjadinya peningkatan vaskularitas dan hyperemia pada kulit dan otot
perineum, dan vulva, pelunakan pada jaringan ikat, munculnya tanda
chadwick serta adanya keputihan karena sekresi serviks meningkat.
e. Kulit
Perubahan pada kulit selama hamil yaitu munculnya stretchmark seperti
striae gravidarum, linea nigra dan chloasma gravidarum.
f. Payudara
Payudara mengalami pertumbuhan dan perkembangan sebagai
persiapan dalam memberikan ASI untuk masa menyusui yang
dipengaruhi oleh hormone progesterone, estrogen dan somatomatropin.
2. Sistem Gastrointestinal Track/Penyerapan Makanan
a. Kavitas oral (gangguan pada gigi)
Pengeroposan gigi selama kehamilan diakibatkan oleh penurunan pH
mulut selama kehamilan. Hipertrophi (kenaikan jumlah sel) dan gusi
yang rapuh dapat terjadi akibat peningkatan hormone estrogen.
b. Motilitas gastrointestinal (gerakan penyerapan makanan)
Selama kehamilan, motilitas gastrointestinal mengalami penurunan
akibat peningkatan hormone progesterone. Pada saat hamil, waktu
transit makanan yang melewati gastrointestinal melambat dan
menyebabkan peningkatan penyerapan air dan sodium di usus besar
yang mampu mengakibatkan konstipasi.
c. Lambung dan usufagus
Asam hidroklorik meningkat terutama pada trimester pertama
kehamilan. Pada ibu hamil terdapat peningkatan produksi asam
lambung dan hormone gastin sehingga volume lambung meningkat tapi
pH lambung menurun. Peristaltik usufagus menurun menyebabkan
refluks gastrik (regresi asam).
d. Kandung empedu
Terjadi perubahan fungsi kandung empedu pada ibu hamil karena
hipotonia (kemunduran) pada otot dinding kandung empedu. Empedu
mengalami penebalan dan empedu yangstatis menyebabkan formasi
batu empedu.
3. Sistem Ginjal dan Saluran Urinaria
a. Dilatasi renal/pembesaran ginjal
Selama kehamilan, masing-masing ginjal memanjang sekitar 1-1,5 cm
dan secara bersamaan bertambah beratnya. Ureter berdilatasi sampai
tepi atas tulang pelvis. Ureter juga memanjang, melebar dan menjadi
lebih lengkung sehingga meningkatkan kejadian statis urin. Glomerular
Filtration Rate (GFR) mengalami peningkatan sampai 50% sehingga
menimbulkan oeningkatan zat dalam serum yaitu kreatinin clearen
endogen.
b. Bladder (kandung kemih)
Uterus membesar menyebabkan kandung kemih terangkat.
Vaskularisasi bladder meningkat dan tonus otot menurun. Kapasitas
bladder/kandung kemih meningkat sampai dengan 1500mL.
4. Sistem Hematologi
a. Volume darah
Peningkatan volume darah berlangsung sampai kehamilan aterm. Rata-
rata peningkatan volume darah pada kehamilan aterm adalah 45-50%.
b. Sel darah putih
Jumlah total leukosit meningkat selama kehamilan. Jumlah leukosit pada
perempuan tidak hamil yaitu 4300-4500/mL dan pada perempuan hamil
meningkat mencapai 5000-12000/mL selama kehamilan trimester akhir.
5. Sistem Cardiovaskuler/Jantung
a. Posisi dan ukuran jantung
Pada saat hamil, posisi jantung bergeser ke atas dan sedikit kea rah kiri
dengan rotasi pada aksis jantung, sehingga denyut jantung pada apeks
bergerak lateral. Kapasitas jantung meningkat sebanyak 70-80mL yang
disebabkan oleh meningkatnya volume atau hipertropi otot jantung.
Ukuran jantung meningkat sebanyak 12%.
b. Kardiak output/kerja jantung
Kardiak output meningkat kurang lebih 40% selama kehamilan yang
bisa mencapai 1,5 liter/menit diatas kadar orang yang tidak hamil.
c. Tekanan darah
Tekanan darah sistemik sedikit menurun selama kehamilan. Ada sedikit
perubahan pada tekanan darah sistolik namun tekanan darah diastolic
menurun 5-10mmHg pada usia kehamilan 12-26 minggu dan akan
meningkat pada usia kehamilan 36 minggu. Turunnya tekanan darah dan
edema pada bagian bawah disebabkan oleh penurunan kardiak output.

B. JENIS KEGAWATDARURATAN OBSTETRIK


Kedaruratan obstetrik adalah kondisi kesehatan yang mengancam jiwa dan
terjadi dalam kehamilan atau selama dan sesudah persalinan dan kelahiran.
Terdapat sekian banyak penyakit dan gangguan dalam kehamilan yang
mengancam keselamatan ibu dan bayinya. Jenis-jenis kedaruratan obstetri yang
dibahas yakni Pendarahan Pasca Salin (PPS), Ruptur Uteri, Distosia Bahu dan
Hipertensi dalam kehamilan.
1. Perdarahan Pasca Salin (PPS)
Perdarahan pasca salin merupakan penyebab penting kematian
maternal meliputi ¼ dari seluruh kematian di dunia (Sibai, 2011).
Menurut WHO, perdarahan pasca salin diklasifikasikan sebagai
perdarahan pasca Salin dini (perdarahan dari jalan lahir ≥ 500 ml dalam
24 jam pertama setelah bayi lahir) dan perdarahan pasca salin lanjut
(perdarahan dari jalan lahir ≥ 500 ml setelah 24 jam pertama
persalinan). Berdasarkan jumlah perdarahan, dibagi menjadi perdarahan
pasca salin minor (jumlah perdarahan antara 500-1000 ml tanpa tanda
syok secara klinis) dan perdarahan pasca salin mayor (jumlah
perdarahan > 1000 ml atau <1000 ml dengan disertai tanda syok) (Bose,
2006). Penyebab PPS adalah satu atau lebih dari 4 faktor yakni tonus,
tissue, trauma, dan trombin (Anderson, 2007). Atonia Uteri merupakan
penyebab utama PPS dini. Penatalaksanaan PPS disingkat dengan
istilah HAEMOSTASIS yaitu :
H – ask for Help
A – Assess (vital parameters, blood loss) and resuscitate
E – Establish the cause, ensure availability of blood
M – Massage uterus
O – Oxytocin infusion
S – Shift to theatre/anti-shock garment – bimanual compression
T – Tamponade test
A – Apply compression sutures
S – Systematic pelvic devascularisation
I – Interventional radiologist – if appropriate, uterine artery
embolisation S – Subtotal/total abdominal hysterectomy (Callaghan,
2011).

2. Ruptur Uteri
Ruptura uteri terjadi jika terdapat robekan dinding uterus saat
kehamilan atau persalinan (Walfish, 2009). Kasus ini merupakan
keadaan emergensi obstetri yang mengancam nyawa ibu dan janin.
Ruptura uteri dapat bersifat komplit atau inkomplit. Disebut ruptura
uteri komplit apabila robekan yang menghubungkan rongga amnion dan
rongga peritoneum sehingga semua lapisan dinding uterus terpisah.
Sedangkan ruptur uteri inkomplit terjadi jika rongga abdomen dan
rongga uterus masih dibatasi oleh peritoneum viserale. Bila terjadi
ruptur uteri total maka biasanya akan berakibat fatal bagi ibu dan janin
(Sibai, 2011).
Faktor risiko terjadinya ruptura uteri adalah adanya riwayat ruptura
uteri sebelumnya, riwayat seksio sesarea atau histertektomi, riwayat
reseksi kornu pada kehamilan ektopik, riwayat perforasi uterus,
kuretase, overdistensi uterus, kehmailan multifetus, polihidramnion,
persalinan dengan forceps atau vakum, plasenta akreta, dan partus
macet (Sibai, 2011). Tanda dari ruptur uteri berupa kematian janin,
syok hipovolemik, atau perdarahan pervaginam. Secara umum
diagnosis ruptur uteri ditegakkan dengan ditemukannya Van Bandl
Ring yang semakin tinggi, segmen bawah uterus menipis, nyeri
abdomen, his kuat terus menerus, dan tanda gawat janin. Manajemen
yang dilakukan setelah terjadi ruptura uteri adalah mengatasi syok
dengan resusitasi cairan/transfusi darah, tindakan operatif (histerorafi
atau histerektomi), dan pemberian antibiotika (Cunningham, 2010).

3. Distosia Bahu
Distosia bahu adalah suatu keadaan gawat darurat yang tidak dapat
diprediksi dimana kepala janin sudah lahir tetapi bahu terjepit dan tidak
dapat dilahirkan.
Diagnosa :
a. Kepala janin lahir tetapi bahu tetap terjepit kuat didalam vulva
b. Dagu mengalami retraksi dan menekan perineum
c. Traksi pada kepala gagal untuk melahirkan bahu yang terjepit
dibelakang symphisis pubis.
Penatalaksanaan :
a. Ask for Help
b. Episiotomi
c. Posisikan ibu :
- Lakukan Manuver McRobert
- Perasat Masanti
- Manuver Wood corkscrew
- Manuver Rubine (Cunningham, 2010)
- Perasat dan tindakan lanjutan lain seperti pengeluaran lengan
posterior, kleidotomi bahkan simfisiolisis
Pengawasan harus dilakukan akibat trauma yang ditimbulkannya
terhadap ibu & bayi.

4. Hipertensi dalam kehamilan


Hipertensi dalam kehamilan adalah komplikasi kehamilan setelah
kehamilan 20 minggu yang ditandai dengan timbulnya hipertensi,
disertai salah satu dari : edema, proteinuria, atau kedua-duanya. Yang
merupakan kegawatdarutan adalah preeklampsia dan eklampsia.
Komplikasi preeklampsia berat yang umumnya dapat dijumpai pada
kehamilan lebih dari 20 minggu yaitu bila dijumpai :
a. Tekanan darah sistolik > 160 mmhg, diastolik > 110 mmhg
b. Proteinuri lebih dari 5 gram /24 jam
c. Gangguan cerebral atau visual
d. Edema
e. Nyeri epigastrik atau kwadran atas kanan
f. Gangguan fungsi hati tanpa sebab yang jelas
g. Trombositopeni
h. Pertumbuhan janin terhambat
i. Peningkatan serum kreatinin
Permasalahan yang ditemukan terutama berkaitan dengan
Preeklampsia Berat, apalagi yang onset dini maupun Eklampsi. Kondisi
lain yang sering menyulitkan termasuk Sindroma HELLP, Edema Paru,
Krisis Hipertensi dan IUGR. Apabila ditemukan kejang pada keadaan ini
(eklampsia), maka penanganan yang diberikan berupa :
a. Beri obat anti kejang (anti konvulsan)
Magnesium sulfat merupakan obat pilihan untuk mencegah dan
mengatasi kejang pada preeklampsia dan eklampsia. Alternatif
lain adalah Diazepam, dengan risiko terjadinya depresi neonatal.
b. Perlengkapan untuk penanganan kejang (jalan nafas, penghisap
lendir, masker oksigen, oksigen).
c. Lindungi pasien dari kemungkinan trauma
d. Aspirasi mulut dan tenggorokan
e. Baringkan pasien pada sisi kiri, posisi Trendelenburg untuk
mengurangi risiko aspirasi
f. Berikan O2 4-6 liter/menit
Pengelolaan umum :
a. Jika tekanan diastolik > 110 mmHg, berikan antihipertensi
sampai tekanan diastolik antara 90-100 mmHg
b. Pasang infus Ringer Laktat dengan jarum besar no.16 atau lebih
c. Pemeriksaan laboratorium darah lengkap, enzim hati, dan profil
metabolic
d. Pemberian magnesium sulfat (MgSO4) dosis initial 4 gr
diberikan dalam 20 menit, dilanjutkan dosis maintenance 6 gr
dalam cairan Ringer Laktat 500 ml.
e. Kateterisasi urin untuk pengukuran volume dan pemeriksaan
proteinuria
f. Infus cairan dipertahankan 1.5 – 2 liter/24 jam
g. Jangan tinggalkan pasien sendirian. Kejang disertai aspirasi dapat
mengakibatkan kematian ibu dan janin
h. Observasi tanda vital, refleks dan denyut jantung janin setiap 1
jam
i. Auskultasi paru untuk mencari tanda edema paru. Adanya
krepitasi merupakan tanda adanya edema paru. Jika ada edema
paru, hentikan pemberian cairan dan berikan diuretik (mis.
Furosemide 40 mg IV)
j. Nilai pembekuan darah dengan uji pembekuan. Jika pembekuan
tidak terjadi setelah 7 menit, kemungkinan terdapat koagulopati
Pasien yang diberi cairan perlu dievaluasi input dan outpus. Pulse
oxymetry dan auskultasi penting dilakukan khususnya pada pasien
dengan hipertensi kronis, fungsi ginjal abnorma, dan solutio plasenta.
Pemberian MgSO4 dilanjutkan sedikitnya 24 jam pascasalin atau setelah
kejang terakhir atau keduanya. Jika terjadi insufisiensi ginjal, kurangi
MGSO4 dan rasio pemberian cairan. Setelah persalinan, obat
antihipertensi oral dapat diberikan untuk memelihara sistolik < 155
mmHg dan diastolik <105 mmHg. Dapat diberikan setiap 6 jam atau
nifedipine 10 mg setiap 6 jam. Nifedipine oral serta diuretik diberikan
pascasalin dan pemberiannya bersamaan dengan MgSO4 tidak
memberikan resiko efek samping. Diuretik oral diberikan jika ingin
meningkatkan diuresis.
DAFTAR PUSTAKA

Anderson JM. Prevention And Managemnet of Postpartum Hemorrhage. Am Fam


Physician. 2007 Mar 15;75(6):875-882.

Callaghan WM, Creanga AA, Kuklina EV. Severe Maternal Morbidity Among
Delivery and Postpartum Hospitalizations in The United Stase. Obstet
Gynecol. 2012;120:1029-36.

Cunningham FG, Leveno KJ, Bool SL, et al. William Obstetric. Obstetrical
Hemorrhage. McGrawHill Company 23rd Ed. 2010;35:757-803.

Sibai, Baha M. Managemnet of Obstetrics Emergency, Elsevier Saunders.


Philadelphia, 2011. 41-60.

Walfish M, Nauman A, Wlody D. Maternal Haemorrgahe. Br.J.Anaesh,


2009;103(1):147156. 8. Sibai BM. Evaluation and Management of Antepartum
and Intrapartum Hemorrhage. In Management of Acute Obstetric Emergencies.
Elsevier, Philadelpia. 2011; 3:15-40.

Yesie, A. (2010). Hipnostetri : Rileks, Nyaman, dan Aman Saat Hamil &
Melahirkan. Jakarta : Gagas Media

Anda mungkin juga menyukai