Anda di halaman 1dari 169

7

Dalam batas yang fisiologis, keadaan ini dapat diatasi. Akibat

mual dan muntah, nafsu makan berkurang.

c) Ngidam, wanita hamil sering menginginkan makanan tertentu,

keinginan yang demikian disebut ngidam.

d) Sinkop atau pingsan, terjadinya gangguan sirkulasi ke daerah

kepala (sentral) menyebabkan iskemia susuran saraf pusat dan

menimbulkan sinkop atau pingsan. Keadaan ini menghilang

setelah usia kehamilan 16 minggu.

e) Payudara tegang. Pengaruh estrogen – progesteron dan

somatomamotrofin menimbulkan deposit lemak, air, dan garam

pada payudara. Payudara membesar dan tegang. Ujung saraf

tertekan menyebabkan rasa sakit terutama pada hamil pertama.

f) Sering miksi. Desakan rahim kedepan menyebabkan kandung

kemih cepat terasa penuh dan sering miksi. Pada triwulan kedua,

gejala ini sudah menghilang.

g) Konstipasi atau obstipasi. Pengaruh progesteron dapat

menghambat peristaltik usus, menyebabkan kesulitan untuk

buang air besar.

h) Pigmentasi kulit. Keluarnya melanophore stimulating hormone

hipofisis anterior menyebabkan pigmentasi kulit disekitar pipi

(kloasma gravidarum), pada dinding perut (strie livide, strie

nigra, linea alba makin hitam), dan sekitar payudara

(hiperpigmentasi areola mamae, puting susu makin menonjol,


8

kelenjar montgomery menonjol, pembulu darah menifes sekitar

payudara), di sekitar pipi (cloasma gravidarum).

i) Epulsi. Hipertrofi gusi yang disebut epulsi, dapat terjadi bila

hamil.

j) Varises atau penampakan pembulu darah vena. Karena pengaruh

dari estrogen dan progesteron terjadi penampakan pembulu dah

vena, terutama bagi mereka yang mempunyai bakat. Penampakan

pembulu darah itu terjadi disekitar genetalia eksterna, kaki, betis,

dan payudara. Penampakan pembuluh darah ini dapat

menghilang setelah persalinan (Manuaba et al, 2010; 107-108).

2. Tanda Tidak Pasti Kehamilan

a. Rahim membesar, sesuai tuanya hamil.

b. Pada pemeriksaan dalam, dijumpai tanda Hegar, tanda

Chadwicks, tanda Piscaseck, kontraksi Braxton Hicks, dan teraba

ballottement.

c. Pemeriksaan tes biologis kehamilan positif. Tetapi sebagian

kemungkinan positif palsu(Manuaba et al, 2010; 108).

3. Tanda Pasti Kehamilan

a. Gerakan janin dalam rahim

b. Terlihat/ teraba gerakan janin dan teraba bagian-bagian janin

c. Denyut jantung janin. Didengar stetoskop Laenec, alat

kardiotokografi, alat Doppler. Dilihat dengan ultrasonografi.


9

Pemeriksaan dengan alat canggih, yaitu rontgen untuk melihat

kerangka janin, ultrasonografi (Manuaba et al, 2010; 109).

B. Perubahan Fisiologis Dalam Kehamilan

Perubahan anatomi dan fisiologi pada perempuan hamil sebagian

besar sudah terjadi segera setelah fertilisasi dan terus berlanjut selama

kehamilan. Kebanyakan perubahan ini merupakan respon terhadap

janin. Satu hal yang menakjubkan adalah bahwa hamper semua

perubahan ini akan kembali speerti keadaan sebelum hamil setelah

proses persalinan dan menyusui selesai (Prawirohardjo, 2014 : 174).

1. Uterus

Selama kehamilan, uterus akan beradaptasi untuk menerima dan

melindungi hasil konsepsi (janin, plasenta, amnion) sampai

persalinan. Pada perempuan tidak hamil, uterus mempunyai berat 70

g dan kapasitas 10 ml atau kurang. Selama kehamilan, uterus akan

berubah menjadi suatu organ yang mampu menampung janin,

plasenta, dan cairan amnion rata-rata pada akhir kehamilan volume

totalnya mencapai 5 l bahkan dapat mencapai 20 l atau lebih dengan

berat rata-rata 1100 g.

Pembesaran uterus meliputi peregangan dan penebalan sel-sel

otot, sementara produksi miosit yang baru sangat terbatas.

Bersamaan dengan hal itu terjadi akumulasi jaringan ikat dan elastik,

terutama pada lapisan otot luar. Kerja sama tersebut akan

meningkatkan kekuatan dinding uterus. Daerah korpus pada bulan-


10

bulan pertama akan menebal, tetapi seiring dengan bertambahnya

usia kehamilan akan menipis. Pada akhir kehamilan, ketebalannya

hanya berkisar 1,5 cm bahkan kurang (Prawirohardjo, 2014 : 175).

2. Serviks

Satu bulan setelah konsepsi, serviks akan menjadi lebih lunak

dan kebiruan. Perubahan ini terjadi akibat penambahan vaskularisasi

dan terjadinya edema pada seluruh serviks, bersamaan dengan

terjadinya hipertrofi dan hiperplasia pada kelenjar-kelenjar serviks.

Selama kehamilan, kolagen secara aktif disintesis dan secara terus

menerus diremodel oleh kolagenase, yang disekresi oleh sel-sel

serviks dan neutrofil. Kolagen didegradasi oleh kolagenase

intraseluler yang menyingkirkan struktur prokolagen yang tidak

sempurna untuk mencegah pembentukan kolagen yang lemah dan

kolagenase ekstraseluler yang secara lambat akan melemahkan

matriks kolagen agar persalinan dapat berlangsung (Prawirohardjo,

2014 : 177).

Proses remodeling ini sangat kompleks dan melibatkan proses

kaskade biokimia, interaksi antara komponen seluler dan matriks

eksraseluler, serta infiltrasi stroma serviks oleh sel-sel inflamasi

seperti netrofil dan makrofag. Proses remodeling ini berfungsi agar

uterus dapat mempertahankan kehamilan sampai aterm dan

kemudian proses desktruksi serviks yang membuatnya berdilatasi

memfasilitasi persalinan. Proses perbaikan serviks terjadi setelah


11

persalinan sehingga siklus kehamilan yang berikutnya akan berulang.

Waktu yang tidak tepat bagi perubahan kompleks ini akan

mengakibatkan persalinan preterm, penundaan persalinan menjadi

postterm, dan bahkan gangguan persalinan spontan.

3. Ovarium

Proses ovulasi selama kehamilan akan terhenti dan pematangan

folikel baru juga ditunda. Hanya satu korpus luteum yang dapat

ditemukan di ovarium. Folikel ini akan berfungsi maksimal selama

6-7 minggu awal kehamilan dan setelah itu akan berperan sebagai

penghasil progeteron dalam jumlah yang relatif minimal.

4. Vagina dan Perineum

Selama kehamilan peningkatan vaskularisasi dan hyperemia

terlihat jelas pada kulit dan otot-otot di perineum dan vulva, sehingga

pada vagina akan terlihat berwarna keunguan yang dikenal dengan

tanda Chadwick. Perubahan ini meliputi penipisan mukosa dan

hilangnya sejumlah jaringan ikat dan hipertrofi dari sel-sel otot

polos. Dinding vagina mengalami banyak perubahan yang

merupakan persiapan untuk mengalami peregangan pada waktu

persalinan dengan meningkatnya ketebalan mukosa,

mengendorornya jaringan ikat dan hipertrofi sel otot polos

(Prawirohardjo, 2014 : 178).

Peningkatan volume sekresi vagina juga terjadi, dimana sektresi

akan berwarna keputihan, menebal dan PH antara 3,5-6 yang


12

merupakan hasil dari peningkatan produksi asam laktat glikogen

yang dihasilkan oleh epitel vagina sebagai aksi dari lactobacillus

acidophilus.

5. Kulit

Pada kulit dinding perut akan terjadi perubahan warna menjadi

kemerahan, kusam, dan kadang juga akan mengenai daerah payudara

dan paha. Perubahan ini dikenal dengan nama striae gravidarum.

Pada multipara selain striae kemerahan itu seringkali ditemukan

garis berwarna perak berkilau yang merupakan sikatrik dari striae

sebelumnya.

Pada banyak perempuan kulit di garis pertengahan perutnya

(linea alba) akan berubah menjadi hitam kecoklatan yang disebut

dengan linea nigra. Kadang-kadang akan muncul dalam ukuran yang

bervariasi pada wajah dan leher yang disebut dengan chloasma atau

melasma gravidarum. Selain itu, pada areola dan daerah genital juga

akan terlihat pigmentasi yang berlebihan.

6. Payudara

Pada awal kehamilan perempuan akan merasakan payudaranya

menjadi lebih lunak. Setelah bulan kedua payudara akan bertambah

ukurannya dan vena-vena di bawah kulit akan lebih terlihat. Setelah

bulan pertama cairan kuning bernama kolostrum akan keluar.

Kolostrum ini berasal dari kelenjar-kelenjar asinus yang mulai

bersekresi. Meskipun dapat dikeluarkan, air susu belum dapat


13

diprosuksi karena hormon prolaktin ditekan oleh prolaktin inhibiting

hormone. Setelah persalinan kadar progesteron dan estrogen

menurun sehingga pengaruh inhibisi progesterone terhadap α-

laktalbumin akan hilang. Peningkatan prolaktin akan merangsang

sintesis lactose dan pada akhirnya akan meningkatkan produksi air

susu (Prawirohardjo, 2014 : 179).

7. Perubahan Metabolik

Sebagian besar penambahan berat badan selama kehamilan

berasal dari uterus dan isinya. Diperkirakan selama kehamilan berat

badan akan bertambah 12,5 kg. Pada trimester ke-2 dan ke-3 pada

perempuan dengan gizi baik dianjurkan menambah berat badan per

minggu sebesar 0,4 kg, sementara pada perempuan dengan gizi

kurang atau berlebih dianjurkan menambah berat badan per minggu

masing-masing sebesar 0,5 kg dan 0,3 kg (Prawirohardjo, 2014 :

180).

Peningkatan jumlah cairan selama kehamilan adalah suatu hal

yang fisiologis. Hal ini disebabkan oleh turunnya osmolaritas dari 10

mOsm/kg yang diinduksi oleh makin rendahnya ambang rasa haus

dan sekresi vasoprotein. Pada kehamilan normal akan terjadi

hipoglikemia puasa yang disebabkan oleh kenaikan kadar insulin,

hiperglikemia postprandial dan hiperinsulinemia (Prawirohardjo,

2014 : 181).
14

8. Sistem Kardiovaskuler

Pada minggu ke-5 cardiac output akan meningkat dan

perubahan ini terjadi untuk mengurangi resistensi vaskular sistemik.

Selain itu, juga terjadi peningkatan denyut jantung. Antara minggu

ke-10 dan 20 terjadi peningkatan volume plasma sehingga juga

terjadi peningkatan preload. Performa ventrikel selama kehamilan

dipengaruhi oleh penurunan resistensi vaskuler sistemik dan

perubahan pada aliran pulsasi arterial. Kapasitas vaskuler juga akan

meningkat untuk memenuhi kebutuhan. Peningkatan estrogen dan

progesteron juga akan menyebabkan terjadinya vasodilatasi dan

penurunan resistensi vaskuler perifer (Prawirohardjo, 2014 : 182).

9. Sistem Respirasi

Selama kehamilan sirkumferensia torak akan bertambah ± 6

cm, tetapi tidak mencukupi penurunan kapasitas residu fungsional

dan volume residu paru-paru karena pengaruh diafragma yang naik ±

4 cm selama kehamilan. Frekuensi pernafasan hanya mengalami

sedikit perubahan selama kehamilan, tetapi volume tidal, volume

ventilasi per menit dan pengambilan oksigen per menit akan

bertambah secara signifikan pada kehamilan lanjut. Perubahan ini

akan mencapai puncaknya pada minggu ke-37 dan akan kembali

hampir seperti sedia kala dalam 24 minggu setelah persalinan.


15

10. Traktus Digestivus

Seiring dengan makin besarnya uterus, lambung dan usus akan

tergeser. Demikian juga dengan yang lainnya seperti apendiks yang

akan bergeser ke arah atas dan lateral. Perubahan yang nyata akan

terjadi pada penurunan motilitas otot polos pada traktus digestivus

dan penurunan sekresi asam hidroklorid dan peptin di lambung

sehingga akan menimbulkan gejala berupa pyrosis (heartburn) yang

diebabkan oleh refluks asam lambung ke esophagus bawah sebagai

akibat perubahan posisi lambung dan menurunnya tonus sfingter

esophagus bagian bawah. Mual terjadi akibat penurunan asam

hidroklorid dan penurunan motilitas, serta konstipasi sebagai akibat

penurunan motilitas usus besar.

Gusi akan menjadi lebih hiperemis dan lunak sehingga dengan

trauma sedang saja bisa menyebakan perdarahan. Hemorrhoid juga

merupakan suatu hal yang sering terjadi akibat konstipasi dan

peningkatan tekanan vena pada bagian bawah karena pembesaran

uterus. Hati pada manusia tidak mengalami perubahan selama

kehamilan baik secara anatomik maupun morfologik.

11. Traktus Urinarius

Pada bulan-bulan pertama kehamilan kandung kemih akan

tertekan oleh uterus yang mulai membesar sehingga menimbulkan

sering berkemih. Keadaan ini akan hilang dengan makin tuanya

kehamilan bila uterus keluar dari rongga panggul. Pada akhir


16

kehamilan, jika kepala janin sudah mulai turun ke pintu atas panggul,

keluhan itu akan timbul kembali (Prawirohardjo, 2014 : 185).

12. System Endokrin

Selama kehamilan normal kelenjar hipofisis akan membesar ±

135%. Pada perempuan yang mengalami hipofisektomi persalinan

dapat berjalan dengan lancar. Hormon prolaktin akan meningkat 10 x

lipat pada saat kehamilan aterm. Sebaliknya, setelah persalinan

konsentrasinya pada plasma akan menurun. Hal ini juga ditemukan

pada ibu-ibu yang menyusui.

13. Sistem Musculoskeletal

Lordosis yang progesif akan menjadi bentuk yang umum pada

kehamilan. Akibat kompensasi dari pembesaran uterus ke posisi

anterior, lordosis menggeser pusat daya berat ke belakang ke arah

dua tungkai. Sendi sakroilliaka, sakrokoksigis dan pubis akan

meningkat mobilitasnya, yang diperkirakan karena pengaruh

hormonal. Mobilitas tersebut dapat mengakibatkan perubahan sikap

ibu dan pada akhirnya menyebabkan perasaan tidak enak pada

bagian bawah punggung terutama pada akhir kehamilan

(Prawirohardjo, 2014 : 186).

C. Perubahan dan Adaptasi Psikologis Selama Kehamilan

Secara normal ibu hamil akan mengalami perubahan pada fisik dan

psikologi. Sebelum kita memberikan pelayanan kepada ibu hamil, perlu


17

kita mengingat kembali adanya perubahan yang terjadi pada ibu hamil

trimester III (minggu 27-40).

Tabel 2.1

Perubahan psikologi ibu hamil Trimester III

Trimester Perubahan Psikologi


1) Waspada
2) Ibu merasa tidak sabar menunggu kelahiran
bayinya
3) Ibu merasa khawatir atau takut apabila bayi
Minggu 27-40
yang dilahirkannya tidak normal
4) Ibu merasa sedih akan berpisah dari bayinya
dan kehilangan perhatian khusus yang diterima
selama hamil
Sumber : Kementerian Kesehatan.

Trimester ketiga ini sering disebut sebagai periode penantian.

Periode ini wanita menanti kehadiran bayinya sebagai bagian dari

dirinya, dia menjadi tidak sabar untuk segera melihat bayinya.

Trimester ketiga adalah waktu untuk mempersiapkan kelahiran dan

kedudukan sebagai orang tua, seperti terpusatnya perhatian pada

kehadiran bayi. Sejumlah ketakutan terlihat selama trimester tiga.

Wanita mungkin khawatir terhadap hidupnya dan bayinya, dia tidak

akan tahu kapan dia akan melahirkan (Kusmiyati dkk, 2009) (Intan,

2015).
18

D. Kebutuhan Gizi, Perawatan, dan Pencegahan Infeksi pada Wanita

Hamil

1. Kebutuhan Gizi pada Wanita Hamil

Berat badan diukur setiap ibu datang atau berkunjung untuk

mengetahui kenaikan BB atau penurunan BB (Berat Badan).

Kenaikan berat badan ibu normal rata-rata antara 6,5 kg sampai 16

kg (Wiknjosastro, 2010 : 10).

Menurut buku asuhan kebidanan kehamilan yaitu mengatakan

kenaikan berat badan selama hamil 9- 13,5 kg yaitu pada trimester

1 kenaikan berat badan minimal 0,7 –1,4 kg , pada trimester 2

kenaikan berat badan 4,1 kg dan pada trimester 3 kenaikan berat

badan 9,5 kg. Standar kenaikan berat selama hamil adalah sebagai

berikut :

a) Kenaikan berat badan trimester 1 kurang lebih 1 kg. kenaikan

berat badan ini hampir seluruhnya merupakan kenaikan berat

badan ibu.

b) Kenaikan berat badan trimester 2 adalah 3 kg atau 0,3 per

minggu. Sebesar 60% kenaikan berat badan ini dikarenakan

pertumbuhan jaringan pada ibu 13.

c) Kenaikan berat badan trimester 3 adalah 6 kg atau 0,3 sampai

0,5 kg per minggu. Sekitar 60% dan kenaikan berat badan ini

karena pertumbuhan jaringan pada janin. Timbunan lemak pada

ibu lebih kurang 3 kg (Pantikawati, 2010).


19

Seorang ibu hamil akan melahirkan bayinya yang sehat apabila

status giziznya baik, diawali sejak ibu belum hamil. Status gizi

yang baik diperoleh bilamana selama ini mendapat asupan giiz

seimbanng yang cukup sesuai dengan kebutuhan dan tidak

menderita penyakit infeksi atau penyaki kronis lainnya yang

berpengaruh terhadap kondisi tubuh lainnya. Saat hamil seorang

ibu memerlukan gizi seimbang lebih banyak daripada sebelum

hamil baik sumber kalori (karbohidrat dan lemak), protein, asam

folat, Vit B12, zar besi, kalsium, vitamin C, vitamin A, vitamin D,

vitamin B6, vitamin E, termasuk pemenuhan kandungan nutrisi

yang dibutuhkan bagi janin diantaranya DHA, gangliosida (GA),

asam folat, zat besi, EFA, FE, dan kolin (Kemenkes, 2014 : 50).

a) Sumber Kalori dan Lemak

Kebutuhan energy pada trimester I meningkat secara

minimal, kemudian meningkat sepanjang trimester II dan III

sampai akhir kehamilan. Energi tanbahan untuk trimester II

diperlukan untuk pemekaran jaringan ibu seperti, penambahan

volume darah, pertumbuhan uterus dan payudar, serta

penumpukan lemak. Selama trimester III tambahan energi

digunakan untuk pertumbuhan janin dan plasenta.

Sumber karbohidrat antara lain nasi, roti, sereal dan

gandum, serta umbi-umbian. Lemak juga menghasilkan energy,

dan menghemat protein untuk dimanfaatkan dalam fungsi-fungsi


20

pertumbuhan, digunakan untuk pembentukan materi membrane

sel dan pembentukan hormone, pembentukan jaringan lemak,

serta membantu tubuh untuk menyerap nutrisi. Namun

demikian, dalam kondisi hamil asupan lemak juga harus dibatasi

karena kandungan kalorinya yang tinggi.

b) Protein

Sama halnya dengan energi, selama kehamilan kebutuhan

protein juga meningkat, bahkan sampai 68% dari sebelum

kehamilan. Hal ini disebabkan protein diperlukan untuk

pertumbuhan jaringan pada janin. Jumlah protein yang harus

tersedia sampai akhir kehmailan diperkirakan sebanyak 925 g,

yang tertimbun dalam jaringan ibu, plasenta, serta janin.

Dianjurkan penambahan protein sebanyak 12 g/hari selama

kehamilan. Dengan demikian, dalam satu hari asupan protein

dapat mencapai 75-100 g (sekitar 12% dari jumlah total kalori).

Pemenuhan protein bersumber hewani lebih besar

daripadakebutuhan protein nabati, sehingga ikan, telur, daging,

maupus susu perlu lebih banyak dikonsumsi dibandingkan

tempe, tahu, kacang-kacangan.


21

c) Kebutuhan Gizi Mikro

Berikut beberapa kebutuhan gizi mikro yang dibutuhkan ibu

selama hamil :

(a) Asam Folat

Asam folat termasuk vitamin B kompleks, yakni

vitamin B9. Kebutuhan asam folat pada ibu hamil dan usia

subur sebanyak 400 mikrogram per hari. Folat didapatkan

dari sayuran berwarna hijau (seperti bayam dan asparagus),

jeruk, buncis, kacang-kacangan, dan roti gandum. Selain

itu, folat juga dapat didapatkan dari suplementasi asam

folat (Kemenkes, 2014 : 51).

Dalam tubuh, asam folat berfungsi sebagai ko-enzim

dalam sintesis asam amino dan asam nukleat. Folat juga

diperlukan pada pembentukan dan pematangan sel darah

merah dan sel darah putih di sumsum tulang. Selain itu,

folat juga berperan sebagai pembawa karbon tunggal pada

pembentukan heme pada molekul hemoglobin. Kekurangan

asam folat menyebabkan gangguan metabolisme DNA.

Akibatnya, terjadi perubahan dalam morfologi inti sel,

terutama sel-sel yang cepat membelah seperti eritrosit,

leukosit, sel epitel lambung dan usus, epitel vagina, dan

servik uterus. Pada ibu hamil folat memegang peran

penting dalam perkembangan embrio, di antaranya adalah


22

pembentukan neural tube pada bulan pertama kehamilan.

Neural tube inilah sebagai awal pembentukan otak dan

sumsum tulang belakang.

Kekurangan folat dapat terjadi karena intake makanan

berkurang, gangguan absorbs pada pencrnaan, alkoholis,

pengaruh obat, atau kebutuhan internal yang meningkat

karena pertumbuhan sel yang cepat misalnya pada

kehamilan, ibu menyusui, nemia hemolitik dan leukemia.

Kekurangan asam folat pada ibu hamil menyebabkan

meningkatnya risiko anemia, keguguran, neural tube defect.

Pada janin kekurangan asam fokat akan meningkatkan

risiko bayi lahir dengan berat badan rendah atau lahir

dengan cacat bawaan, kecacatan pada otak dan sumsum

tulang belakang, down’s syndrome, bibir sumbing, kelainan

pembuluh darah, dan lepasnya plasenta sebelum waktunya.

(b) Zat Besi

Anemia defisiensi besi merupakan salah satu gangguan

yang paling sering terjadi selama kehamilan. Ibu hamil

pada umumnya mengalami deplesi besi sehingga hanya

sedikit memberi zat besi kepada janin yang dibutuhkan

untuk metabolisme besi normal. Zat besi dibutuhkan untuk

pembentukan hemoglobin, sedangkan selama kehamilan

volume darah akan meningkat akibat perubahan pada tubuh


23

ibu dan pasokan darah bayi. Kekurangan zat besi dapat

menimbulkan gangguan dan hambatan pada pertumbuhan

janin baik sel tubuh maupun sel otak, kematian janin dalam

kandungan, abortus, cacat bawaan, lahir dengan berat badan

rendah dan anemia pada bayi.

Tablet besi atau tablet tambah darah diberikan pada ibu

hamil sebanyak 1 tablet setiap hari berturut-turut selama 90

hari selama masa kehamilan. Tablet tambah darah

mengandung 60 mg besi elemental dan 400 mcg asam folat.

Tablet tambah darah tersebut sebaiknya diminum sejak

awal kehamilan 1 tablet per hari (Kemenkes, 2014 : 52).

(c) Kalsium

Janin mengumpulkan kalsium dari ibunya sekitar 25

sampai 30 mg sehari. Paling banyak ketika trimester ketiga

kehamilan. Ibu hamil dan bayi membutuhkan kalsium

untuk menguatkan tulang dan gigi. Selain itu kalsium juga

digunakan untuk membantu pembuluh darah berkontraksi

dan berdilatasi. Kalsium juga diperlukan untuk

mengantarkan sinyal saraf, kontraksi otot dan sekresi

hormone. Jika kebutuhkan kalsium tidak tercukupi dari

makanan, kalsium yang dibutuhkan janin akan diambil dari

ibu. Kebutuhan kalsium ibu hamil adalah sekitar 1000 mg

perhari. Sumber kalsium dari makanan di antaranya produk,


24

susu seperti susu dan yoghurt. Ikan teri juga merupakan

sumber kalsium yang baik

(d) Vitamin C

Vitamin C yang dibutuhkan janin tergantung dari

asupan makanan ibunya. Vitamin C merupakan antioksidan

yang melindungi jaringan dari kerusakan dan dibutuhkan

untuk membentuk kolagen dan menghantarkan sinyal kimia

ke otak. Wanita hamil setiap harinya disarankan

mengkonsumsi 85 mg vitamin C per hari. Anda dapat

dengan mudah mendapatkan vitamin C dari makanan

seperti tomat, jeruk, stroberi, jambu biji, dan brokoli.

Makanan yang kaya vitamin C juga membantu penyerapan

zat besi dalam tubuh.

(e) Vitamin A

Vitamin A memegang peranan penting dalam fungsi

tubuh, termasuk fungsi penglihatan, imunitas, serta

perkembangan dan pertumbuhan embrio. Kekurangan

vitamin A dapat mengakibatkan kelahiran prematur dan

bayi berat lahir rendah. Vitamin ini bisa diperoleh lewat

sayuran wortel dan juga terdapat pada mentega, kuning

telur maupun susu (Kemenkes, 2014 : 53).


25

2. Perawatan pada Wanita Hamil

Perawatan pada ibu hamil tidak saja penting bagi ibu hamil

tersebut juga bayi yang dikandungnya. Buku KIA berisi cukup

informasi terkait perawatan, pelayanan dan deteksi dini tanda bahaya

kehamilan, oleh karenanya bidan harus mampu memfasilitasi ibu dan

keluarga menerapkan pesan yang disampaikan pada buku KIA.

Materi yang perlu disampaikan pada saat Komunikasi

Informasi dan Edukasi antara lain memeriksa kehamilan sesuai

anjuran, perawatan sehari-hari, kebutuhan gizi, persiapan persalinan,

hal yang boleh dan ditinggalkan selama kehamilan, deteksi dini

tanda bahaya kehamilan dan persalinan, serta anjuran mengikuti

Kelas Ibu Hamil. Walaupun risiko kehamilan dapat saja terjadi pada

sebagian ibu hamil namun bidan tetap harus memfasilitasi ibu hamil

dan keluarga menerima kehamilan dalam suasana yang bahagia,

tanpa melupakan pesan penting lainnya termasuk bagaimana suami

dan keluarga harus mendukung kesehatan fisik dan mental ibu hamil

dalam menjalani kehamilannya agar tetap sehat.

3. Pencegahan Infeksi pada Wanita Hamil

Infeksi pada masa kehamilan akan beropengaruh terhadap ibu

dan bayi yang dikandungnya, dapat berupa abortus, premature,

sepsis, infeksi intra uterine bahkan cacat pada bayi yang

dikandungnya. Oleh karenanya sebaiknya dipastikan bahwa ibu tidak

menderita penyakit infeksi kronis sebelum hamil, deteksi sedini


26

mungkin dan mendapatkan pengobatan adekuat jika dijumpai

keluhan infeksi kronis maupun akut. Jika menjumpai hal ini, bidan

melakukan rujukan dengan cepat dan tepat.

Mencegah agar tidak terkena infeksi merupakan anjuran yang

sangat ditekankan pada setiap ibu hamil. Menghindari terpapar dari

orang yang menderita penyakit menular baik yang disebabkan oleh

bakteri maupun virus, menjaga kebersihan diri, menghindari dari

binatang yang dapat menyebabkan infeksi seperti kucing, kera

termasuk menghindari gigitan nyamuk pada daerah endemis malaria.

Tidak kalah pentingnya membiasakan diri cuci tangan dengan sabun

dan air bersih mengalir secara dan minuman. Kebersihan di daerah

kemaluan dan menjaga selalu dalam kondisi kering tidak saja

menghindrkan infeksi pada organ reproduksi namun juga saluran

kemih (Kemenkes, 2014 : 54).

E. Standar Pelayanan Antenatal care (14 T)

1. Ukur Berat badan dan Tinggi Badan ( T1 ).

Keadaan normal kenaikan berat badan ibu dari sebelum hamil

dihitung dari TM I sampai TM III yang berkisar anatar 9-13,9 kg

dan kenaikan berat badan setiap minggu yang tergolong normal

adalah 0,4 - 0,5 kg tiap minggu mulai TM II. Berat badan ideal

untuk ibu hamil sendiri tergantung dari IMT (Indeks Masa Tubuh)

ibu sebelum hamil. Indeks massa tubuh (IMT) adalah hubungan


27

antara tinggi badan dan berat badan. Ada rumus tersendiri untuk

menghitung IMT anda yakni :

IMT = Berat Badan (kg)/(Tinggi Badan (cm))2

2. Ukur Tekanan Darah (T2)

Diukur dan diperiksa setiap kali ibu datang dan berkunjung.

Pemeriksaan tekanan darah sangat penting untuk mengetahui

standar normal, tinggi atau rendah. Tekanan darah yang normal

110/80 - 120/80 mmHg.

3. Ukur Tinggi Fundus Uteri (T3)

Tujuan pemeriksaan TFU menggunakan tehnik Mc. Donald

adalah menentukan umur kehamilan berdasarkan minggu dan

hasilnya bisa di bandingkan dengan hasil anamnesis hari pertama

haid terakhir (HPHT) dan kapan gerakan janin mulai dirasakan.

TFU yang normal harus sama dengan UK dalam minggu yang

dicantumkan dalam HPHT.

4. Pemberian Tablet Fe sebanyak 90 tablet selama kehamilan (T4)

Tablet ini mengandung 200mg sulfat Ferosus 0,25 mg asam

folat yang diikat dengan laktosa. Tujuan pemberian tablet Fe adalah

untuk memenuhi kebutuhan Fe pada ibu hamil dan nifas, karena

pada masa kehamilan kebutuhannya meningkat seiring pertumbuhan

janin. Zat besi ini penting untuk mengkompensasi penigkatan


28

volume darah yang terjadi selama kehamilan dan untuk memastikan

pertumbuhan dan perkembangan janin.

5. Pemberian Imunisasi TT (T5)

Imunisasi tetanus toxoid adalah proses untuk membangun

kekebalan sebagai upaya pencegahan terhadap infeksi tetanus.

Vaksin tetanus yaitu toksin kuman tetanus yang telah dilemahkan

dan kemudian dimurnikan. Pemberian imunisasi tetanus toxoid (TT)

artinya pemberian kekebalan terhadap penyakit tetanus kepada ibu

hamil dan bayi yang dikandungnya.

6. Pemeriksaan Hb (T6)

Pemeriksaan Hb yang sederhana yakni dengan cara Talquis

dan dengan cara Sahli. Pemeriksaan Hb dilakukan pada kunjungan

ibu hamil pertama kali, lalu periksa lagi menjelang persalinan.

Pemeriksaan Hb adalah salah satu upaya untuk mendeteksi Anemia

pada ibu hamil.

7. Pemeriksaan Protein urine (T7)

Pemeriksaan ini berguna untuk mengetahui adanya protein

dalam urin ibu hamil. Adapun pemeriksaannya dengan asam asetat

2-3% ditujukan pada ibu hamil dengan riwayat tekanan darah tinggi,

kaki oedema. Pemeriksaan protein urin ini untuk mendeteksi ibu

hamil kearah preeklampsia.


29

8. Pemeriksaan VDRL (Veneral Disease Research Lab) (T8)

Pemeriksaan Veneral Desease Research Laboratory

(VDRL) adalah untuk mengetahui adanya treponema pallidum/

penyakit menular seksual, antara lain syphilis. Pemeriksaan kepada

ibu hamil yang pertama kali datang diambil spesimen darah vena ±

2 cc. Apabila hasil tes dinyatakan postif, ibu hamil dilakukan

pengobatan/rujukan. Akibat fatal yang terjadi adalah kematian janin

pada kehamilan < 16 minggu, pada kehamilan lanjut dapat

menyebabkan premature, cacat bawaan.

9. Pemeriksaan urine reduksi (T9)

Untuk ibu hamil dengan riwayat DM. bila hasil positif maka

perlu diikuti pemeriksaan gula darah untuk memastikan adanya

Diabetes Melitus Gestasioal. Diabetes Melitus Gestasioal pada ibu

dapat mengakibatkan adanya penyakit berupa pre-eklampsia,

polihidramnion, bayi besar.

10. Perawatan Payudara (T10)

Senam payudara atau perawatan payudara untuk ibu hamil,

dilakukan 2 kali sehari sebelum mandi dimulai pada usia kehamilan

6 Minggu.
30

11. Senam Hamil ( T11 )

Senam hamil bermanfaat untuk membantu ibu hamil dalam

mempersiapkan persalinan. Adapun tujuan senam hamil adalah

memperkuat dan mempertahankan elastisitas otot-otot dinding

perut, ligamentum, otot dasar panggul, memperoleh relaksasi tubuh

dengan latihan-latihan kontraksi dan relaksasi.

12. Pemberian Obat Malaria (T12)

Diberikan kepada ibu hamil pendatang dari daerah malaria

juga kepada ibu hamil dengan gejala malaria yakni panas tinggi

disertai mengigil dan hasil apusan darah yang positif. Dampak atau

akibat penyakit tersebut kepada ibu hamil yakni kehamilan muda

dapt terjadi abortus, partus prematurus juga anemia.

13. Pemberian Kapsul Minyak Yodium (T13)

Diberikan pada kasus gangguan akibat kekurangan Yodium

di daerah endemis yang dapat berefek buruk terhadap tumbuh

kembang manusia.

14. Temu wicara / Konseling ( T14 )

(Pantikawati, 2010).

F. Pelayanan Antenatal Terpadu

1. Pelayanan Antenatal

Pelayanan kesehatan ibu hamil tidak dapat dipisahkan dengan

pelayanan persalinan, nifas dan bayi baru lahir. Pelayanan Antenatal


31

Terpadu merupakan pelayanan konprehensif dan berkualitas

mencakup pelayanan promotif, preventif, kuratif dan rehabilitative

yang meliputi pelayanan KIA, gizi, penyakit menular, PTM, KtP

selama kehamilan, yang bertujuan untuk memenuhi hak setiap ibu

hamil memperoleh pelayanan antenatal yang berkualitas sehingga

mampu menjalani kehamilan dengan sehat, bersalin dengan selamat,

dan melahirkan bayi yang sehat (Kemenkes, 2014 : 55).

2. Sasaran Pelayanan

Untuk mendapatkan pelayanan terpadu dan komprehnsif sesuai

standar minimal 4 kali selama kehamilan. Kontak 4 kali dilakukan

sebagai berikut.

a) 1 kali pada trimester pertama, yaitu selama usia kehamilan 14

minggu.

b) 1 kali pada trimester kedua, yaitu selama kehamilan 14-28

minggu.

c) 2 kali pada trimester ketiga, yaitu selama kehamilan 28-36

minggu dan setelah umur kehamilan 36 minggu.

Pelayanan antenatal bisa lebih dari 4 kali bergantung pada

kondisi ibu dan janin yang dikandungnya. Jadwal standar ideal

pemeriksaan ibu hamil 0-12 minggu (1 bulan sekali), 13-27 minggu

(1 bulan sekali), 28-35 minggu (2 minggu sekali), 36-40 minggu (1

minggu sekali).
32

Pelayanan kesehatan pada ibu hamil tidak dapat dipisahkan

dengan pelayanan persalinan, pelayanan nifas dan pelayanan

kesehatan bayi baru lahir. Kualitas pelayanan antenatal yang

diberikan akan mempengaruhi kesehatan ibu hamil dan janinnya, ibu

bersalin dan bayi baru lahir serta ibu nifas. Dalam pelayanan

antenatal terpadu, tenaga kesehatan harus dapat memastikan bahwa

kehamilan berlangsung normal, mampu mendeteksi dini masalah dan

penyakit yang dialami ibu hamil dan melaksanakan rujukan dengan

cepat dan tepat sesuai dengan indikasi medis, dan dengan melakukan

intervensi yang adekuat diharapkan ibu hamil siap menjalani

persalinan.

Setiap kehamilan dalam perkembangannya mempunyai risiko

mengalami penyulit atau komplikasi. Oleh karena itu, pelayanan

antenatal harus dilakukan secara rutin, sesuai standard an terpadu

untuk pelayanan antenatal yang berkualitas seperti :

1) Memberikan pelayanan dan konseling kesehatan termasuk gizi

agar kehamilan berlangsung sehat;

2) Melakukan deteksi dini masalah, penyakit dan

penyulit/komplikasi kehamilan;

3) Menyiapkan persalinan yang bersih dan aman;

4) Merncanakan antisipasi dan persiapan dini untuk melakukan

rujukan jika terjadi penyulit/komplikasi;


33

5) Melakukan penatalaksanaan kasus serta rujukan cepat dan tepat

waktu bila diperlukan;

6) Melibatkan ibu dan keluarganya terutama suami dalam menjaga

kesehatan gizi ibu hamil, menyiapkan persalinan dan kesiagaan

apabila terjadi penyulit/komplikasi (Kemenkes, 2014 : 56).

3. Jenis Pelayanan

Pelayanan antenatal terpadu terdiri dari :

a. Anamnesis

Dalam memberikan pelayanan antenatal terpadu, ada

beberapa hal yang perlu diperhatikan ketika melakukan

anamnesis, yaitu sebagai berikut :

1) Menanyakan status kunjungan (baru atau lama), riwayat

kehamilan yang sekarang, riwayat kehamilan dan persalinan

sebelumnya dan riwayat penyakit yang diderita ibu.

2) Menanyakan keluhan atau masalah yang dirasakan oleh ibu

saat ini (Kemenkes, 2014 : 57).

3) Menanyakan tanda bahaya yang terkait dengan masalah

kehamilan dan penyakit yang kemungkinan diderita ibu

hamil.

4) Menanyakan status imunisasi Tetanus Toksoid

5) Menanyakan jumlah tablet Fe yang dikonsumsi

6) Menanyakan obat yang dikonsumsi


34

7) Di daerah endemis malaria, tanyakan gejala malaria dan

riwayat pemakaian obat malaria

8) Di daerah risiko tinggi IMS dan riwayat penyakit pada

pasangannya

9) Menannyakan pola makan ibu selama hamil yang meliputi

jumlah, frekuensi dan kualitas asupan

10) Menanyakan kesiapan menghadapi persalinan dan

menyikapi kemungkinan terjadinya komplikasi dalam

kehamilan

b. Pemeriksaan

Pemeriksaan dalam pelayanan antenatal terpadu, meliputi

berbagai jenis pemeriksaan termasuk meliputi keadaan umum

(fisik) dan psikologis (kejiwaan) ibu hamil. Pemeriksaan

laboratorium/penunjang dapat dijelaskan laboratorium

sederhana (Hb, Protein uri dan reduksi). Apabila di fasilitas

tidak tersedia, tenaga kesehatan harus merujuk ibu hamil ke

fasilitas pelayanan kesehatan yang lebih tinggi.

4. Komunikasi, Informasi, dan Edukasi (KIE) yang Efektif

KIE efektif termasuk konseling bagian pelayanan antenatal

terpadu yang diberikan sejak kontak pertama untuk membantu ibu

hamil mengatasi masalahnya (Kemenkes, 2014 : 59).


35

G. Hipertensi Dalam Kehamilan

1. Definisi

Hipertensi dalam kehamilan adalah hipertensi yang terjadi saat

kehamilan berlangsung dan biasanya pada bulan terakhir

kehamilan atau lebih setelah 20 minggu usia kehamilan pada

wanita yang sebelumnya normotensive, tekanan darah mencapai

nilai 140/90 mmHg, atau kenaikan tekanan sistolik 30 mmHg dan

tekanan diastolic 15 mmHg di atas nilai normal (Junaidi, 2010).

2. Klasifikasi

a) Hipertensi Kronik adalah hipertensi yang timbul sebelum umur

kehamilan 20 minggu atau hipertensi yang pertama kali

didiagnosis setelah umur kehamilan 20 minggu dan hipertensi

menetap sampai 12 minggu persalinan.

b) Preeklampsia adalah hipertensi yang timbul setelah 20 minggu

kehamilan disertai dengan proteinuria. Eklampsia adalah

preklampsia yang disertai dengan kejang-kejang dan/atau

koma.

c) Preeclampsia pada hipertensi kronik (preeclampsia

superimposed upon chronic hypertension) adalah hipertnsi

kronik disertai tanda-tana preeclampsia atau hipertensi kronik

disertai proteinuria.

d) Hipertensi gestasional adalah hipertensi yang timbul pada

kehamilan tanpa disertai proteinuria dan hipertensi menghilang


36

setelah 3 bulan pascapersalinan atau kematian dengan tanda-

tanda preeklampsi tetapi tanpa proteinuria (Prawirohardjo,

2013).

2.1.2 Persalinan

A. Definisi

Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konspsi (janin dan

plasenta) yang telah cukup bulan atau dapat hidup di luar kandungan

melalui jalan lahir atau melalui jalan lain, dengan bantuan atau tanpa

bantuan (kekuatan sendiri) (Ida Ayu, 2010 : 164).

Dasar asuhan persalinan normal adalah asuhan yang bersih dan

aman selama persalinan dan setelah bayi lahir, serta upaya pencegahan

komplikasi terutama perdarahan pasca persalinan, hipotermia, dan

asfiksia bayi baru lahir. Sementara itu, fokus utamanya adalah mencegah

terjadinya komplikasi. Hal ini merupakan suatu pergeseran paradigm

dari sikap menunggu dan menangani komplikasi menjadi mencegah

komplikasi yang mungkin terjadi (Prawirohardjo, 2014 : 334).

B. Tujuan Asuhan Persalinan

Tujuan asuhan persalinan normal adalah mengupayakan

kelangsungan hidup dan mencapai derajat kesehatan yang tinggi bagi ibu

dan bayinya, melalui berbagai upaya yang terintegrasi dan lengkap serta

intervensi minimal sehingga prinsip keamanan dan kualitas pelayanan


37

dapat terjaga pada tingkat yang optimal. Kegiatan yang tercakup dalam

asuhan persalinan normal, adalah sebagai berikut :

1) Secara konsisten dan sistematik menggunakan praktik pencegahan

infeksi.

2) Memberikan asuhan rutin dan pemantauan selama persalinana dan

setelah bayi lahir, termasuk penggunaan partograf.

3) Memberikan asuhan sayang ibu secara rutin selama persalinan,

pascapersalinan, dan nifas, termasuk menjelaskan kepada ibu dan

keluarganya mengenai proses kelahiran bayi dan meminta para suami

dan kerabat untuk turut berpartisipasi dalam proses persalinan dan

kelahiran bayi.

4) Menyiapkan rujukan bagi setiap ibu bersalin atau melahirkan bayi.

5) Menghindari tindakan berlebihan atau berbahaya, seperti episiotomi

rutin, amniotomi, kateterisasi, dan penghisapan lendir secara rutin

sebagai upaya untuk mencegah perdarahan pascapersalinan.

6) Memberikan asuhan bayi baru lahir, termasuk mengeringkan dan

menghangatkan tubuh bayi, memberi ASI secara dini, mengenal sejak

dini komplikasi dan melakukan tindakan yang bermanfaat secara

rutin.

7) Memberikan asuhan dan pemantauan ibu dan bayi baru lahir,

termasuk dalam masa nifas dini secara rutin.


38

8) Mengajarkan kepda ibu dan keluarganya untuk mengenali secara dini

bahaya yang mungkin terjadi selama masa nifas dan pada bayi baru

lahir.

9) Mendokumentasikan semua asuhan yang telah diberikan

(Prawirohardjo, 2014 : 335).

Tingginya kasus kematian ibu dan kesakitan sebagian besar penyebab

utamanya perdarahan pascapersalinan, eklampsia, sepsis dan komplikasi

bisa dicegah. Melalui upaya pencegahan yang efektif bisa menurunkan

angka kesakitan dan kematian pada ibu.

C. Lima Benang Merah dalam Asuhan Persalinan Normal

Ada lima aspek dasar, atau lima benang merah, yang penting dan

saling terkait dalam asuhan persalinan normal yang bersih dan aman,

termasuk Inisiasi Menyusu Dini dan beberapa hal yang wajib

dilaksanakan bidan yaitu :

1. Aspek Pengambilan Keputusan Klinik

Membuat keputusan klinik adalah proses pemecahan masalah

yang digunakan untuk merencanakan asuhan bagi ibu dan bayi baru

lahir. Hal ini merupakan proses sistematik dalam mengumpulkan

data, mengidentifikasi masalah, membuat diagnosis kerja atau

membuat rencana tindakan yang sesuai dengan diagnosis,

melaksanakan rencana tindakan dan akhirnya mengevaluasi hasil


39

asuhan atau tindakan yang telah diberikan kepada ibu dan/atau bayi

baru lahir.

2. Asuhan Sayang Ibu dan Bayi

Asuhan sayang ibu dan bayi adalah asuhan dngan prinsip saling

menghargai budaya, kepercayaan, dan keinginan sang ibu. Tujuan

asuhan sayang ibu dan bayi adalah memberikan rasa nyaman pada

ibu dalam proses persalinan dan pada masa pasca persalinan.

Salah satu prinsip dasar asuhan sayang ibu adalah

mengikutsertakan suami dan keluarga untuk memberi dukungan

selama proses persalinan dan kelahiran bayi. Asuhan tersebut bisa

mengurangi jumlah persalinan dengan tindakan (Kemenkes, 2014 :

84).

3. Pencegahan Infeksi

Pencegahan infeksi mutlak dilakukan pada setiap

melaksanakan pertolongan persalinan, hal ini tidak hanya bertujuan

melindungi ibu dan bayi dari infeksi atau sepsis namun juga

melindungi penolong persalinan dan orang sekitar ataupun yang

terlibat dari terkenanya infeksi yang tidak sengaja.

Tindakan pencegahan infeksi (PI) tidak terpisah dari

komponen lain dalam asuhan sebelum persalinan, selama dan setelah

persalinan dan kelahiran bayi. Tindakan ini harus diterapkan dalam

setiap aspek asuhan untuk melindungi ibu, bayi baru lahir, keluarga,

penolong persalinan dan tenaga kesehatan dari infeksi bakteri, virus


40

dan jamur. Dilakukan pula upaya untuk menurunkan risiko penularan

penyakit berbahaya yang hingga kini belum ditemukan

pengobatannya seperti Hepatitis dan HIV.

a) Prinsip Pencegahan Infeksi

1) Setiap orang (ibu, bayi baru lahir, penolong persalinan) harus

dianggap dapat menularkan karena penyakit yang disebabkan

infeksi dapat bersifat asimptomatik (tanpa gejala).

2) Setiap orang harus dianggap berisiko terkena infeksi.

3) Permukaan benda di sekitar kita, peralatan dan benda lainnya

yang akan dan telah bersentuhan dengna permukaan kulit yang

tidak untuh, lecet selaput mukosa atau darah harus dianggap

terkontaminasi hingga setelah digunakan harus diproses secara

benar. Jika tidak diketahui apakah permukaa, peralatan atau

benda lainnya telah diproses dengan benar maka semua itu

dianggap masih terkontaminasi.

4) Risiko infeksi tidak bisa dihilangkan secara total tapi dapat

dikurangi hingga sekecil mungkin dengan menerapkan

tindakan Pencegahan Infeksi secara benar dan konsisten.

b) Pencegahan Infeksi pada Asuhan Persalinan Normal

Hal yang harus dilaksanakan dalam pertolongan persalinan

adalah pedoman pencegahan infeksi yang terdiri dari (Kemenkes,

2014 : 85) :
41

1) Cuci Tangan : cuci tangan dengan sabun dan air bersih

mengalir merupakan prosedur paling penting dari pencegahan

penyebaran infeksi yang dapat menyebabkan kesakitan dan

kematian ibu dan bayi baru lahir (Kemenkes, 2014 : 86).

2) Memakai Sarung Tangan : pakai sarung tangan sebelum

menyentuh sesuatu yang basah, peralatan sarung tangan, atau

sampah terkontaminasi.

3) Perlindungan Diri : perlengkapan perlindungan diri digunakan

untuk mencegah petugas terpapar mikroorganisme.

4) Penggunaan Antiseptik dan Desinfektan : antiseptik dan

desinfektan digunakan untuk tujuan yang berbeda. Antiseptik

digunakan pada kulit dan jaringan, sedangkan desinfektan

digunakan untuk mendekontaminasi peralatan atau instrumen

yang digunakan dalam prosedur bedah.

5) Pemrosesan Alat : tiga proses yang direkomendasikan untuk

pemrosesan peralatan dan benda lain dalam upaya pencegahan

infeksi adalah dekontaminasi, cuci bilas, dan desinfeksi

tingkat tinggi (Kemenkes, 2014 : 87).

6) Penanganan Peralatan Tajam : luka tusuk benda tajam

merupakan salah satu alur utama infeksi HIV dan Hepatitis B

di antara penolong persalinan. Oleh karena itu, penanganan

peralatan tajam bekas pakai ada tiga cara, yaitu dibakar,

dikubur, dan enkapsulasi.


42

7) Pembuangan Sampah : sampah harus dikelola dengan benar

karena sampah terkontaminasi berpotensi untuk menginfeksi

siapapun yang melakukan kontak dengan sampah dengan cara

memisahkan sampah medis dan nonmedis.

8) Kebersihan Lingkungan : pembersihan yang teratur dan

saksama akan mengurangi pertumbuhan dan penyebaran

mikroorganisme yang ada pada bagian permukaan benda.

c. Persiapan Tempat Persalinan

1) Mempersiapkan ruangan yang hangat, bersih dan nyaman

2) Terdapat sumber air bersih dan mengalir

3) Tersedianya penerangan yang baik

4) Mengatur kebersihan dan kerapihan dengan cara berikut.

a) Pastikan selalu tersedianya satu ember berisi larutan klirin

0,5% yang belum terpakai

b) Segera bersihkan percikan darah dengan larutan klorin 0,5%

c) Bersihkan lantai, alat, tempat, meja dengan larutan klorin

0,5%

d. Persiapan Alat

1) Troli persalinan siap pakai

2) Perlengkapan pencegahan infeksi (Kemenkes, 2014 : 88)

e. Persiapan Penolong

1) Cuci tangan dengan sabun dan air bersih mengalir


43

2) Memakai alat perlindungan diri

3) Menggunakan teknik asepsis atau aseptic

4) Memproses alat bekas pakai

5) Menangani peralatan benda tajam dengan aman

6) Menjaga kebersihan dan sanitasi lingkungan

f. Persiapan Ibu

1) Ibu dalam keadaan bersih dan nyaman

2) Mempersiapkan pendamping ibu dalam persalinan

3) Memilih tempat persalinan

4) Memilih penolong persalinan yang terlatih

5) Mempersiapkan biaya persalinan

6) Mempersiapkan keperluan ibu dan bayi (Kemenkes, 2014 :

89)

4. Pencatatan SOAP dan Partograf

Pendokumentasian adalah bagian penting dari proses membuat

keputusan klinik dalam memberikan asuhan yang diberikan selama

proses persalinan dan kelahiran bayi.

Pendokumentasian SOAP dalam persalinan:

a. Pencatatan selama fase laten kala I persalinan

b. Dicatat dalam SOAP pertama dilanjutkan dilembar berikutnya

c. Obeservasi denyut jantung janin, his, nadi setiap 30 menit

d. Observasi pembukaan, penurunan bagian terendah, tekanan

darah, suhu setiap 4 jam kecuali ada indikasi


44

Partograf merupakan alat untuk memantau kemajuan persalinan

yang dimulai sejak fase aktif (Ida Ayu, 2010 : 165).

5. Rujukan

Sistem rujukan adalah suatu sistem pelayanan kesehatan di

mana terjadi pelimpahan tugas dan tanggung jawab timbal balik atas

kasus atau masalah kesehatan yang timbul secara horizontal maupun

vertical, baik untuk kegiatan pengiriman, pendidikan, maupun

penelitian (Kemenkes, 2014 : 89).

Sisten rujukan paripurna terpadu merupakan suatu tatanan, di

mana berbagai komponen dalam jaringan pelayanan kebidanan dapat

berinteraksi dua arah timbal balik, antara bidan desa, bidan dan

dokter Puskesmas di pelayanan kesehatan dasar, dengan para dokter

spesialis di RS Kabupaten untuk mencapai rasionalisasi penggunaan

sumber daya kesehatan dalam penyelamatan ibu dan bayi baru lahir

yaitu penanganan ibu risiko tinggi dengan gawat-obstetrik atau

gawat-darurat-obstetrik secara efisien, efektif, professional, rasional,

dan relevan dalam pola rujukan terencana (Kemenkes, 2014 : 90).

Bentuk persalinan berdasarkan definisi adalah sebagai berikut:

1) Persalinan spontan. Bila persalinan seluruhnya berlangsung

dengan kekuatan ibu sendiri.

2) Persalinan buatan. Bila proses persalinan dengan bantuan tenaga

dari luar.
45

3) Persalinan anjuran (partus presipitatus)

Bila kekuatan yang diperlukan untuk persalinan

ditimbulkan dari luar dengan jalan rangsangan. Beberapa istilah

yang berkaitan dengan usia kehamilan dan berat janin yang

dilahirkan adalah sebagai berikut:

a) Abortus, terhentinya dan dikeluarganya hasil konsepsi

sebelum mampu hidup diluar kandungan usia kehamilan

sebelum 28 minggu berat janin kurang dari 1000 g.

b) Persalinan prematuritas. Persalinan sebelum usia kehamilan 28

sampai 36 minggu berat janin kurang dari 2499 g.

c) Persalinan aterm. Persalinan antara usia 37 sampai 42 minggu

berat janin diatas 2500 g.

d) Persalinan serotinus. Persalinan melampaui usia kehamilan 42

minggu. Pada janin terdapat tanda postmaturitas.

e) Persalinan presipitatus. Persalinan berlangsung cepat kurang

dari 3 jam (Ida Ayu, 2010 : 166).

D. Faktor-Faktor Penting dalam Persalinan

Menurut Rohani (2013: 16-36) ada beberapa faktor yang

mempengaruhi persalinan yaitu:

1. Power (Tenaga/Kekuatan)

Kekutan yang mendorong janin dalam persalinan adalah his, kontraksi

otot-otot perut, kontraksi diagfragma, aksi dari ligament. Kekuatan power


46

yang diperlukan dalam persalinan adalah his, sedangkan sebagai kekuatan

sekundernya adalah tenaga meneran ibu.

2. Passage (Jalan Lahir)

Jalan lahir terdiri atas panggul ibu, yakni bagian tulang yang padat,

dasar panggul, vagina, dan introitus. Janin harus berhasil

menyesuaikan dirinya terhadapa jalan lahir yang relatif kaku, oleh

karena itu ukuran dan bentuk panggul harus ditentukan sebelum

persalinan dimulai.

3. Passenger (Janin dan Plasenta)

Cara penumpang (passanger) atau janin bergerak di sepanjang jalan

lahir merupakan akibat interaksi beberapa faktor, yaitu ukuran kepala

janin, presentasi, letak, sikap, dan posisi janin. Plasenta juga harus

melalui jalan lahir sehingga dapat juga dianggap sebagai penumpang

yang menyertai janin.

4. Psikis (Psikologis)

Banyak wanita normal bisa merasakan kegairahan dan kegembiraan

saat merasa kesakitan diawal menjelang kelahiran bayinya. Perasaan

positif ini berupa kelegaan hati, seolah-olah pada saat itulah benar-

benar realitas “kewanitaan sejati”, yaitu muncul rasa bangga bisa

melahirkan atau memproduksi anak.

5. Penolong
47

Peran dari penolong persalinan adalah mengantisipasi dan menangani

komplikasi yang mungkin terjadi pada pada ibu dan janin, dalam hal

ini tergantung dari kemampuan dan kesiapan penolong dalam

menghadapi proses persalinan.

E. Penatalaksanaan Asuhan Persalinan

Bidan melaksanakan langkah kegiatan sesuai dengan standar

operasional prosedur, dan tercatat setiap langkah yang dikerjakan.

Persiapan meliputi persiapan tempat, keluarga menjadi fokus karena

untuk lainnya sudah dipastikan kesiapannya sebelum ibu datang

mendapatkan pertolongan persalinan (Kemenkes, 2014 : 92).

Bidan diharapkan mendampingi ibu dan keluarga dengna

menggunakan buku KIA sebagai media KIE untuk menjelaskan proses

persalinan disamping penjelasan lain yang tidak tercantum dalam buku

tersebut. Fasilitasi keluarga untuk memberi semangat pada ibu dalam

menjalani proses persalinan.

Selain proses persalinan juga dijelaskan pelayanan yang akan

diberikan dan memastikan bahwa ibu dan keluarga memahami, termasuk

rasa sakit yang memang harus dijalani serta kemungkinan terjadinya

penyulit yang mengharuskan ibu dirujuk bila tidak dapat ditangani di

fasilitas ini, baik karena masalah pada ibu maupun maslaah pada bayi.

Gunakan bahasa yang sederhana, intonasi suara serta bahasa tubuh yang

membuat ibu lebih tenang, siap dan nyaman dalam menjalani persalinan

(Kemenkes, 2014 : 93).


48

1. Kala I Persalinan

Kala I persalinan dimulai sejak adanya kontraksi uterus yang

teratur, bertambah frekuensi dan kekuatannya serta mempengaruhi

pembukaan serviks sampai 10 cm (lengkap). Asuhan persalinan kala I

terdiri dari:

a) Mendiagnosis Inpartu

Membuat diagnosis inpartu dengan memperhatikan tanda berikut:

(1) Penipisan dan pembukaan srviks

(2) Kontraksi uterus yang mengakibatkan pembukaan serviks

(minimal 2 kali dalm 10 menit)

(3) Lendir bercampur darah (show) melalui vagina.

b) Pemantauan His yang Adekuat

Pemantauan His yang adekuat dilakukan dengan cara

menggunakan jarum detik. Secara hati-hati, letakkan tangan

penolong di atas uterus dan palpasi, hitung jumlah kontraksi yang

terjadi dalam kurun waktu 10 menit dan tentukan durasi atau lama

setiap kontraki yang terjadi.

Pada fase aktif, minimal terjadi dua kontraksi dalam 10 menit

dan lama kontraksi adalah 40 detik atau lebih. Di antara dua

kontraksi akan terjadi relaksasi dinding uterus (Kemenkes, 2014 :

93).
49

c) Memberikan Asuhan Sayang Ibu Selama Proses Persalinan

Persalinan saat yang menegangkan dan dpat menggugah

emosi ibu dan keluarganya atau bahkan dapat menjadi saat yang

menakutkan bagi ibu. Upaya untuk mengatasi gangguan emosional

dan pengalaman yang menegangkan tersebut sebaiknya dilakukan

melalui asuhan sayang ibu selama persalinan dan proses kelahiran

bayinya (Kemenkes, 2014 : 94).

Peran petugas kesehatan adalah memantau dengan seksama

dan memberikan dukungan serta kenyamanan pada ibu, baik segi

emosi/perasaan maupun fisik. Tindakan yang dilakukan:

(1) Menghadirkan orang yang dianggap penting oleh ibu seperti:

suami, keluarga pasien, atau teman dekat.

(2) Mengatur aktivitas dan posisi ibu

(3) Menjaga privasi ibu

(4) Penjelasan tentang kemajuan persalinan

(5) ‘menjaga kebersihan diri

(6) Mengatasi rasa panas

(7) Masase

(8) Pemberian cukup minum

(9) Mempertahankan kandung kemih tetap kosong

(10) Sentuhan (Prawirohardjo, 2009 : 109).


50

d) Mengenal Fase Laten dan Fase Aktif

(1) Fase Laten Kala I Persalinan dimulai sejak awal berkontraksi

yang menyebabkan penipisan dan pembukaan secara

bertahap, berlangsung hingga serviks membuka kurang dari 4

jam. Pada umumnya fase laten berlangsung kurang lebih 8

jam.

(2) Fase Aktif Kala I Persalinan adalah pembukaan 4 cm hingga

mencapai pembukaan lengkap atau 10 cm, akan terjadi

dengan kecepatan rata-rata 1 cm per jam (nulipara atau

primigravida) atau lebih dari 1 cm hingga 2 cm (multipara)

(Kemenkes, 2014 : 94).

e) Penapisan untuk Mendeteksi Kemungkinan Komplikasi Gawat

Darurat Kala I Persalinan

Pada saat memberikan asuhan bagi ibu bersalin, penolong

harus selalu waspada terhadap kemungkinan timbulnya masalah

atau penyulit. Ingat bahwa menunda pemberian asuhan

kegawatdaruratan akan meningkatkan risiko kematian dan

kesakitan ibu dan bayi baru lahir.

Selama anamnesis dan pemeriksaan fisik tetap waspada

terhadap indikasi kegawatdaruratan. Langkah dan tindakan yang

akan dipilih sebaiknya dapat memberikan manfaat dan memastikan

bahwa proses persalinan akan berlangung aman dan lancer


51

sehingga akan berdampak baik terhadap keselamatan ibu dan bayi

yang akan dilahirkan (Kemenkes, 2014 : 94).

f) Persiapan Perlengkapan, bahan dan obat yang diperlukan

Harus tersedia daftar perlengkapan, bahan dan obat yang

diperlukan untuk asuhan persalinan dan kelahiran bayi serta adanya

serah terima antar petugas pada saat pertukaran waktu jaga. Setiap

petugas harus memastikan kelengkapan dan kondisinya dalam

keadaan aman dan siap pakai. Periksa semua peralatan obat-obatan

dan bahan sebelum dan setelah memberikan asuhan persalinan.

g) Pencatatan Persalinan dengan Menggunakan SOAP dan Partograf

Penggunaan partograf sebagai berikut:

(1) Pengertian Partograf

Partograf adalah alat bantu untuk memantau kemajuan

kala satu persalinan dan informasi untuk membuat keputusan

klinik. Pencatatan partograf mulai sejak fase aktif persalinan.

(2) Kegunaan Partograf

Mencatat kemajuan persalinan, mencatat kondisi ibu dan

janin, mencatat asuhan yang diberikan selama persalinan,

mendeteksi secara dini penyulit persalinan, membuat keputusan

klinik cepat dan tepat.


52

(3) Kunci Partograf

(a) Lima poin yang harus dicatat pada garis pertama, selain itu

ke sebelah kanan garis; DJJ, pembukaan serviks, penurunan

kepala, tekanan darah, nadi.

(b) Fokus utama partograf adalah grafik pembukaan serviks.

(c) Partograf digunakan untuk memantau persalinan kala I.

(d) Tekanan darah diberi warna merah, nadi dan suhu diberi

warna biru.

(4) Penilaian dan Pencatatan Kondisi Ibu dan Bayi

(a) Setiap setengah jam (1/2 jam): denyut jantung janin,

frekuensi dan lamanya kontraksi uterus, dan nadi.

(b) Setiap 4 jam: pembukaan serviks, penurunan, tekanan darah

dan temperature tubuh, serta produksi urin, aseton dan

protein setiap 2 sampai 4 jam (Kemenkes, 2014 : 95).

(5) Pencatatan Selama Fase Aktif Persalinan

Halaman depan pertograf mencantumkan bahwa

observasi dimulai pada fase aktif persalinan dan menyediakan

lajur dan kolom untuk mencatat hasil pemeriksaan selama fase

aktif persalinan, termasuk hal berikut:

(a) Informasi tentang ibu : Nama, umur, gravida, para, abortus

(keguguran), nomor catatan medis/nomor puskesmas,

tanggal dan waktu mulai dirawat (atau jika dirumah tanggal


53

dan waktu penolong persalinan mulai merawat ibu), waktu

pecahnya selaput ketuban.

(b) Kondisi Janin : DJJ, warna dan adanya air ketuban (nilai air

ketuban setiap kali dilakukan pemeriksaan dalam , dan nilai

warna air ketuban jika selaput ketuban pecah). Gunakan

lambing berikut ini:

U : Ketuban Utuh (belum pecah)

J : Ketuban sudah pecah dan air ketuban jernih

M : Ketuban sudah pecah dan air ketuban bercampur

mekonium

D : Ketuban sudah pecah dan air ketuban bercampur

darah

K : Ketuban sudah pecah dan tidak ada air ketuban

(“kering”)

Penyusupan (molase) kepala janin, setiap kali

melakukan pemeriksaan dalam, nilai penyusupan kepala

janin. Catat temuan di kotak yang sesuai dibawah lajur air

ketuban. Gunakan lambing berikut ini:

0 : Tulang kepala janin terpisah, sutura dengan mudah

dapat dipalpasi

1 : Tulang kepala janin hanya saling bersentuhan

2 : Tulang kepala janin saling tumpang tindih, tapi masih

dapat dipisahkan
54

3 : Tulang kepla janin tumpah tindih dan tidak dapat

dipisahkan (Kemenkes, 2014 : 96)

(c) Kemajuan Persalinan

Pembukaan serviks, penurunan bagian terbawah janin

atau presentasi janin, garis waspada dan garis bertindak.

(d) Jam dan Waktu

Waktu mulainya fase aktif persalinan dan waktu actual

saat pemeriksaan atau penilaian.

(e) Kontraksi Uterus

Catat setiap setengah jam; lakukan palpasi untuk

menghitung banyaknya kontraksi dalam 10 menit dan

lamanya masing-masing kontraksi dalam hitungan detik.

Kurang dari 20 detik.

Antara 20 dan 40 detik

Lebih dari 40 detik (Prawirohardjo, 2009 : 104).

(f) Obat-obatan dan Cairan yang Diberikan

Oksitosin, obat lainnya dan cairan IV yang diberikan.

(g) Kondisi Ibu

Nadi, tekanan darah dan temperature tubuh juga urine

(volume, aseton atau protein).

(h) Asuhan, Pengamatan, dan Keputusan Klinik Lainnya

Dicatat dalam kolom yang tersedia di sisi partograf

atau di catatan kemajuan persalinan (Kemenkes, 2014 : 97).


55

2. Kala II Persalinan

Persalinan kala II ditegakkan dengan melakukan

pemeriksaan dalam untuk memastikan pembukaan sudah

lengkap atau kepala janin sudah tampak di vulva dengan

diameter 5-6 cm (Saifuddin dkk, 2010 : N-14).

a. Mengenal Tanda Gejala Kala II dan Tanda Pasti Kala II

(1) Adanya dorongan untuk meneran

(2) Adanya tekanan pada anus

(3) Perineum menonjol

(4) Vulva-vagina dan sfinkter ani membuka

(5) Meningkatnya pengeluaran lendir bercampur darah

(Kemenkes, 2014 : 98).

b. Penanganan

(1) Memberikan dukungan terus menerus kepada ibu

(2) Menjaga kebersihan diri

(3) Mengipasi dan masase untuk menambah kenyamanan

bagi ibu

(4) Memberikan dukungan mental untuk mengurangi

kecemasan atau ketakutan ibu

(5) Mengatur posisi ibu. Dalam membimbing mengedan

dapat dipilih posisi berikut:

Jongkok

Menungging
56

Tidur miring

Setengah duduk

(6) Menjaga kandung kemih tetap kosong, ibu dianjurkan

berkemih sesering mungkin

(7) Memberikan cukup minum (Saifuddin dkk, 2010 : N-

15).

c. Posisi Ibu Saat Meneran

(1) Bantu ibu untuk memperoleh posisi yang paling

nyaman baginya.

(2) Ibu dibimbing mengedan selama his, anjurkan kepada

ibu untuk mengambil napas.

(3) Periksa DJJ pada saat kontraksi dan setelah setiap

kontraki untuk memastikan janin tidak mengalami

bradikardi (<120 x/m) (Saifuddin dkk, 2010 : N-15).

d. Kemajuan Persalinan dalam Kala II

Penurunan yang teratur dari janin di jalan lahir dan

dimulainya fase pengeluaran (Saifuddin dkk, 2010 : N-16).

e. Kelahiran Kepala Bayi

(1) Mintalah ibu mengedan atau memberikan sedikit

dorongan saat kepala bayi lahir

(2) Letakkan satu tangan ke kepala bayi gar defleksi tidak

terlalu cepat
57

(3) Menahan perineum dengan satu tangan lainnya jika

diperlukan

(4) Mengusap muka bayi untuk membersihkannya dari

kotoran lendir/darah

(5) Periksa tali pusat

f. Kelahiran Bahu dan Anggota Seluruhnya

(1) Biarkan kepala bayi berputar dengan sendirinya

(2) Tempatkan kedua tangan pada sisi kepala dan leher

bayi

(3) Lakukan tarikan lembut ke bawah untuk melahirkan

bahu depan

(4) Lakukan tarikan lembut ke atas untuk melahirkan bahu

belakang

(5) Selipkan satu tangan anda ke bahu dan lengan bagian

belakang bayi sambil menyangga kepala dan selipkan

satu tangan lainnya ke punggung bayi untuk

mengeluarkan tubuh bayi seluruhnya

(6) Letakkan bayi tersebut di atas perut ibunya

(7) Secara menyeluruh, keringkan bayi, bersihkan

matanya, dan nilai pernapasan bayi

(8) Klem dan potongan tali pusat

(9) Pastikan bahwa bayi tetap hangat dan memiliki kontak

kulit dengan dada ibu (Saifuddin dkk, 2010 : N-17).


58

3. Manajemen Aktif Kala III

a) Tujuan Manajemen Aktif Kala III (MAK III)

Tujuan MAK III adalah untuk menghasilkan kontraksi

uterus yang lebih efektif sehingga dapat mempersingkat

waktu, mencegah perdarahan, dan mengurangi kehilangan

darah selama kala III persalinan jika dibandingkan dengan

penatalaksanaan fisiologis.

b) Mengetahui Fisiologi Kala III

Pada kala III persalinan, otot uterus berkontraksi

mengikuti penyusutan volume rongga uterus. Tempat

implantasi plasenta mengalami pengerutan akibat

pengosongan kavum uteri dan kontraksi lanjutan, sehingga

plasenta dilepaskan dari perlekatannya dan pengumpulan

darah pada ruang uteroplasenter akan mendorong plasenta

ke luar dari jalan lahir (Kemenkes, 2014 : 101)

Terdapat tanda lepasnya plasenta, yaitu :

(1) Perubahan bentuk dan tinggi fundus uterus

(2) Tali pusat memanjang

(3) Semburan darah mendadak.

c) Keuntungan MAK III

(1) Persalinan kala III menjadi singkat

(2) Mengurangi jumlah kehilangan darah

(3) Mengurangi kejadian retensio plasenta


59

d) Langkah MAK III Sesuai Standar

(1) Pemberian suntikan oksitosin dalam 1 menit setelah

bayi lahir

(2) Melakukan peregangan tali pusat terkendali (PTT)

(3) Masase fundus uteri

e) Deteksi Atonia Uteri

Deteksi atonia uteri di mana 15 menit massage fundus

uteri tidak berkontraksi. Penatalaksanaannya yaitu bi dan

melakukan kompresi bimanual internal dan kompresi

bimanual eksterna (Kemenkes, 2014 : 102).

4. Kala IV dan Penjahitan Laserasi Perinium

a) Pemantauan Kala IV

Dua jam pertama setelah persalinan merupakan waktu

yang kritis bagi ibu dan bayi. Keduanya baru saja

mengalami perubahan fisik yang luar biasa. Ibu melahirkan

bayi dari perutnya dan bayi sedang menyesuaikan diri dari

dalam perut ibu ke dunia luar (Saifuddin dkk, 2010 : N-21).

Pemantauan Kala IV setiap 15 menit pada jam

pertam, dan setiap 30 menit jam ke dua. Keadaan yang

dipantau meliputi keadaan umum ibu, tekanan darah,

pernapasan, suhu dan nadi, tinggi fundus uteri, kontraksi,

kandung kemih, dan jumlah darah.


60

b) Memeriksa dan Menilai Perdarahan

Periksa dan temukan penyebab perdarahan meskipun

sampai saat ini belum ada metode yang akurat untuk

memperkirakan jumlah darah yang keluar. Estimasi

perdarahan sebagai berikut:

(1) Apabila perdarahan menyebabkan terjadinya perubahan

tanda vital (hipotensi), maka jumlah darah yang keluar

telah mencapai 1000-1200 ml.

(2) Apabila terjadi syok hipovolemik, maka jumlah

perdarahan telah mencapai 2000-2500 ml (Kemenkes,

2014 : 103).

c) Penjahitan Perineum

Jika ditemukan robekan perineum atau adanya luka

episiotomy lakukan penjahitan laserasi perineum dan

vagina yang bertujuan menyatukan kembali jaringan tubuh

dan mencegah kehilangan darah yang tidak perlu.

Kewenangan bidan pada laserasi grade 1 dan 2 (Kemenkes,

2014 : 104).

d) Pendokumentasian SOAP dalam Persalinan

Pencatatan selama fase laten kala I Persalinan

(1) Dicatat dalam soap pertama dilanjutkan di lembar

berikutnya

(2) Observasi DJJ, His, dan nadi setiap 30 menit


61

Observasi pembukaan, penurunan bagian terendah,

tekanan darah, suhu setiap 4 jam kecuali ada indikasi

(Kemenkes, 2014 : 105).

F. Tanda-Tanda Persalinan

1. Tanda Permulaan Persalinan

Menurut Manuaba (2010; h. 167-169), dengan penurunan hormon

progesteron menjelang persalinan dapat terjadi kontaksi. Kontraksi

otot rahim menyebabkan:

1. Turunya kepala, masuk ke PAP (Lightening).

2. Perut lebih melebar karena fundus uteri turun.

3. Munculnya nyeri di daerah pinggang karena kontraksi ringan otot

rahim. Terjadi perlunakan serviks karena terdapat kontraksi otot

rahim.

4. Terjadi pengeluaran lendir.

2. Tanda dan Gejala Persalinan

a) Tanda – tanda permulaan persalinan

Menurut Manuaba (2010; h. 167-169), dengan penurunan

hormon progesteron menjelang persalinan dapat terjadi kontaksi.

Kontraksi otot rahim menyebabkan:


62

1. Turunya kepala, masuk ke PAP (Lightening).

2. Perut lebih melebar karena fundus uteri turun.

3. Munculnya nyeri di daerah pinggang karena kontraksi ringan otot

rahim. Terjadi perlunakan serviks karena terdapat kontraksi otot

rahim.

4. Terjadi pengeluaran lendir.

b) Tanda dan gejala persalinan

Menurut Manuaba (2010; h. 169) tanda persallinan adalah

sebagai berikut:

1. Kekuatan his makin sering terjadi dan teratur dengan jarak

kontraksi yang semakin pendek.

2. Dapat terjadi pengeluaran pembawa tanda (pengeluaran

lendir, lendir bercampur darah).

3. Dapat disertai ketuban pecah.

4. Pemeriksaan dalam, dijumpai perubahan serviks (perlunakan,

pendataran, dan pembukaan serviks).

60 Langkah Asuhan Persalinan Normal (APN) yaitu:

I. MENGENALI GEJALA DAN TANDA KALA DUA

1) Mendengar dan Melihat tanda dan gejala kala II persalinan


63

Ibu merasa ada dorongan kuat dan meneran, ibu merasakan tekanan yang

semakin meningkat pada rektum atau vaginanya, perineum menonjol, vulva-

vagina dan sfingter ani membuka.

II. MENYIAPKAN PERTOLONGAN PERSALINAN

2) Pastikan kelengkapan peralatan, bahan, dan obat-obatan esensial untuk

menolong persalinan dan menatalaksanakan komplikasi segera pada ibu dan

bayi baru lahir.

Untuk asuhan bayi baru lahir atau resusitasi-siapkan :

(a) Tempat datar, rata bersih, kering dan hangat

(b) 3 handuk/ kain bersih dan kering (termasuk ganjal bahu bantal)

(c) Alat penghisap lender

(d) Lampu sorot 60 watt dengan jarak 60cm dari tubuh bayi

Untuk ibu :

(a) Menggelar kain di perut bawah ibu

(b) Menyiapkan oksitosin 10 unit

(c) Alat suntik steril sekali pakai di dalam partus set

3) Pakai celemek plastic atau dari bahan yang tidak tembus cairan.

4) Melepaskan dan menyimpan semua perhiasan yang dipakai dibawah siku,

mencuci kedua tangan dengan sabun dan air bersih yang mengalir kemudian

mengeringkan tangan dengan tissue atau handuk pribadi yang bersih dan

kering.

5) Pakai sarung tangan dengan Desinfeksi Tingkat Tinggi (DTT) pada yang

akan digunakan untuk periksa dalam.


64

6) Memasukkan oksitosin ke dalam tabung suntik (gunakan tangan yang

memakai sarung tangan DTT atau steril dan pastikan tidak terjadi

kontaminasi pada alat suntik).

III. MEMASTIKAN PEMBUKAAN LENGKAP DAN KEADAAN JANIN

7) Membersihkan vulva dan perineum, menyekanya dengan hati- hati dari

anterior (depan) ke posterior (belakang) menggunakan kapas atau kasa yang

dibasahi air DTT.

(a) Jika introitus vagina, perineum atau anus terkontaminasi tinja,

bersihkan dengan seksama dari arah depan ke belakang.

(b) Buang kapas atau kasa pembersih (terkontaminasi) dalam wadah yang

tersedia.

(c) Jika terkontaminasi, lakukan dekontaminasi, lepaskan dan rendam

sarung tangan tersebut dalam larutan klorin 0,5% -> langkah #9. Pakai

sarung tangan DTT/Steril untuk melaksanakan langkah lanjutan.

8) Lakukan periksa dalam untuk memastikan pembukaan lengkap. Bila selaput

ketuban masih utuh saat pembukaan sudah lengkap maka lakukan

amniotomi.

9) Dekontaminasi sarung tangan (celupkan tangan yang masih memakai sarung

tangan kedalam larutan klorin 0,5% lepaskan sarung tangan dalam keadaan

terbaik, dan rendam dalam klorin 0,5% selama 10 menit). Cuci tangan

setelah sarung tangan dilepaskan dan setelah itu tutup kembali partus set.
65

10) Periksa Denyut Jantung Janin (DJJ) setelah kontraksi berakhir uterus

mereda (relaksasi) untuk memastikan DJJ dalam batas normal (120-160

kali/menit).

(a) Mengambil tindakan yang sesuai jika DJJ tidak normal,

(b) Mendokumentasikan hasil- hasil periksa dalam, DJJ, semua temuan

pemeriksaan dan asuhan yang diberikan kedalam partograf.

IV. MENYIAPKAN IBU DAN KELUARGA UNTUK MEMBANTU

PROSES MENERAN

11) Beritahukan pada ibu bahwa pembukaan sudah lengkap dan keadaan janin

cukup baik, kemudian bantu ibu menemukan posisi yang nyaman dan

sesuai dengan keinginannya.

(a) Tunggu hingga timul kontraksi atau rasa ingin meneran, lanjutkan

pemantauan kondisi dan keyamanan ibu dan janin (ikuti pedoman

penatalaksanaan fase aktif) dan dokumentasikan semua temuan yang

ada.

(b) Jelaskan pada anggota keluarga tentang peran mereka untuk

mendukung dan memberi semangat pada ibu dan meneran secara

benar.

12) Meminta keluarga membantu untuk menyiapkan posisi ibu meneran jika

ada rasa ingin meneran atau timbul kontraksi yang kuat. Pada kondisi itu,

ibu diposisikan setengah duduk atau posisi yang lain yang diinginkan dan

pastikan ibu merasa nyaman.


66

13) Melaksanakan bimbingan meneran saat ibu merasa ingin meneran atau

timbul kontraksi yang kuat:

a) Bimbing ibu agar dapat meneran secara benar dan efektif

b) Dukung dan beri semangat pada saat meneran dan perbaiki cara

meneran apabila caranya tidak sesuai.

c) Bantu ibu mengambil posisi yang nyaman sesuai pilihannya ( kecuali

posisiberbaring terlentang dalam waktu yang lama)

d) Anjurkan ibu untuk beristirahat di antara kontraksi

e) Berikan cukup asupan cairan per-oral (minum)

f) Menilai DJJ setiap kontraksi uterus selesai

g) Segera rujuk jika bayi belum atau tidak akan segera lahir setelah

pembukaan lengkap dan dipimpin meneran ≥ 120 menit (2jam) pada

primigravida atau ≥ 60 menit (1 jam) pada multigravida.

14) Anjurkan ibu untuk berjalan, berjongkok, atau mengambil posisi yang

nyaman. Jika ibu belum merasa ada dorongan ingin meneran dalam waktu

60 menit.

V. PERSIAPAN UNTUK MELAHIRKAN BAYI

15) Meletakkan handuk bersih (untuk mengeringkan bayi) di perut bawah ibu,

jika kepala bayi telah membuka vulva dengan diameter 5-6 cm.

16) Letakan kain bersih yang dilipat 1/3 bagiansebagai alas bokong ibu.

17) Buka tutup partus dan periksa kembali kelengkapan peralatan dan bahan.

18) Pakai sarung tangan DTT/ steril pada kedua tangan


67

VI. PERTOLONGAN UNTUK MELAHIRKAN BAYI

Lahirnya Kepala

19) Setelah tampak kepala bayi dengan diameter 5-6 cm membuka vulva maka

lindungi perineum dengan satu tangan yang dilapisi dengan kain bersih

dan kering, tangan yang lain menahan belakang kepala untuk

mempertahankan posisi fleksi dan membantu lahirnya kepala. Anjurkan

ibu meneran secara efektif atau bernafas cepat dan dangkal.

20) Periksa kemungkinan adanya lilitan tali pusat ( ambil tindakan yang sesuai

jika hal itu terjadi), segera lanjutkan proses kelahiran bayi.

Perhatikan !

(a) Jika tali pusat melilit leher secara longgar, lepaskan .lilitan lewat

bagian atas kepala bayi.

(b) Jika tali pusat melilit leher secara kuat, klem tali pusat di dua tempat

dan potong tali pusat di antara dua klem tersebut.

21) Setelah kepala lahir, tunggu putaran paksi luar yang berlangsung secara

spontan.

Lahirnya Bahu

22) Setelah putaran paksi luar selesai, pegang kepala bayi secara biparietal.

Anjurkan ibu untuk meneran saat kontraksi. Dengan lembut gerakkan

kepala ke arah bawah dan distal hingga bahu depan muncull dibawah

arkus pubis dan kemudian gerakkan kea rah atas dan distal untuk

melahirkan bahu belakang.


68

Lahirnya Badan dan Tungkai

23) Setelah kedua bahu lahir, satu tangan menyangga kepala dan bahu

belakang tangan yang lain menyusuri lengan dan siku anterior bayi serta

menjaga bayi terpegang baik.

24) Setelah tubuh dan lengan lahir, penelusuran tangan atas berlanjut ke

punggung, bokong, tungkai dan kaki. Pegang kedua mata kaki ( masukkan

telunjuk diantara kedua kaki dan pegang kedua kaki dengan melingkarkan

ibu jari pada saat sisi dan jari-jari lainnya pada sisi yang lain agar bertemu

dengan jari telunjuk).

VII.ASUHAN BAYI BARU LAHIR

25) Lakukan penilaian (selintas):

(a) Apakah bayi cukup bulan?

(b) Apakan bayi menangis kuat dan / atau bernapas kesulitan?

(c) Apakah bayi bergerak dengan aktif?

Bila salah satu jawaban adalah TIDAK, lanjutke langkah resusitasi pada

bayi baru lahir dengan asfeksia (lihat penuntun Belajar Resusitasi Bayi

Asfeksia)

Bila semua jawabatn IYA , lanjutkan ke -26

26) Keringkan tubuh bayi

Keringkan tubuh bayi mulai dari muka, kepala dan bagian tubuuh lainnya (

kecuali kedua tangan) tanpa membersihkan verniks. Gantihanduk basah

dan handuk/ kain yang kering. Pastikan bayi dalam posisi dan kondisi

aman di perut bagian bawah ibu.


69

27) Periksa kembali uterus untuk memastikan hanya satu bayi yang lahit (

hamil tunggal) dan bukan kehamilan ganda ( gemeli).

28) Beritahu ibu bahwa ia akan disuntik oksitosin agar uterus berkontraksi

baik.

29) Dalam waktu `1 menit setelah bayi lahir, suntikkan oksitosin 10 unit (

intramuscular) di 1/3 distal lateral paha (lakukan aspirasi sebelum

menyuntikkan oksitosin.

30) Setelah dua menit sejak bayi lahir ( cukupbiulan), jepit tali pusat dengan

klem kira-kira 2-3 cm dari pusar bayi. Gunakan jari telunjuk dan jari

tengah tangan yang lain untuk mendorong isi tali pusat kea rah ibu, dan

klem tali pusat pada sekitar 2 cm klem pertama.

31) Pemotongan dan Pengikatan tali pusat:

a. Dengan satu tangan, pegang tali pusat yang telah dijepit (lindungi perut

bayi), dan lakukan pengguntingan tali pusat di antara 2 klem tersebut.

b. Ikat tali pusat dengan benang DTT/Steril pada satu sisi kemudian

lingkarkan lagi benang tersebut dan ikat tali dengan simpul kunci pada

simpul lainnya

c. Lepaskan klem dan masukkan dalam wadah yang telah disediakan

32) Letakkan bayi tengkurap di dada ibu untuk kontak kulit ibu-bayi. Luruskan

bahu bayi sehingga dada bayi menempel di dada ibunya. Usahakan kepala

bayi berada di antara payudara ibu dengan posisi lebih rendah dari putting

susuatau areola mame ibu.


70

(a) Selimuti ibu-bayi dengan kain kering dan hangat, pasang topi di kepala

bayi

(b) Biarkan bayi melakukan kontak kulit ke kulit di dada ibu paling sedikit

1 jam

(c) Sebagian besar bayi akan berhenti melakukan inisiasi menyusu dini

dalam waktu 30- 60 menit. Menyusu untuk pertama kali akan

berlangsung sekitar 10-15 menit. Bayi cukup menyusu dari satu

payudara

(d) Biarkan bayi berada di dada ibu selama I jam walaupun sudah berhasil

menyusu

VIII. MANAJEMEN AKTIF KALA TIGA PERSALINAN (MAK III)

33) Pindahkan klem tali pusat hingga berjarak 5-10 cm dari vulva

34) Letakkan satu tangan di atas kain pada perut bawah ibu (di atas simfisis)

untuk mendeteksi kontraksi. Tangan lain memegang klem untuk

menegangkan

35) Pada saat uterus berkontraksi, tegangkan tali pusat kearah bawah sambil

tangan yang lain mendorong uterus ke arah belakang-atas (dorso-cranial)

secara hati-hati (untuk mencegah inversion uteri). Jika plasenta tidak lepas

setelah 30-40 detik, hentikan penegangan tali pusat dan tunggu hingga

timbul kontraksi berikutnya kemudian ulangi kembali prosedur di atas.

Jika uterus tidak segera berkontraksi, minta ibu/suami untuk melakukan

stimulasi putting susu.


71

Mengeluarkan Plasenta

36) Bila pada penekanan bagian bawah dinding depan uterus ke arah dorsal

ternyata diikuti lengan pergeseran tali pusat ke arah distal maka lanjutkan

dorongan ke arah cranial hingga plasenta dapat dilahirkan.

(a) Ibu boleh meneran tetapi tali pusat hanya ditegangkan (jangan ditarik

secara kuat terutama jika uterus tak berkontraksi) sesuai dengan

sumbu jalan lahir (ke arah bawah-sejajar lantai-atas).

(b) Jika tali pusat bertambah panjang, pindahkan klem hingga berjarak

sekitar 5-10 cm dari vulva dan lahirkan plasenta

(c) Jika plasenta tidak lepas setelah 15 menit menegangkan tali pusat:

1) Ulangi pemberian oksitosin 10 unit IM

2) Lakukan kateterisasi (gunakan teknik aseptic) jika kandung kemih

penuh

3) Minta keluarga untuk menyiapkan rujukan

4) Ulangi tekanan dorso-kranial dan penegangan tali pusat 15 menit

berikutnya

5) Jika plasenta tak lahir dalam 30 menit sejak bayi lahir atau terjadi

perdarahan maka segera lakukan tindakan plasenta manual

37) Saat plasenta muncul di introitus vagina, lahirkan plasenta dengan kedua

tangan. Pegang dan putar plasenta hingga selaput ketuban terpilin

kemudian lahirkan dan tempatkan plasenta pada wadah yang telah

disediakan.
72

Jika selaput ketuban robek, pakai sarung tangan DTT atau steril untuk

melakakukan eksplorasi sisa selaput kemudian gunakan jari-jari tangan

atau klem ovum DTT/steril untuk mengeluarkan selaput yang tertinggal.

Rangsangan Taktil (Masase) Uterus

38) Segera setelah plasenta dan selaput ketuban lahir, lakukan masase uterus,

letakkan telapak tangan di fundus dan lakukan masase dengan gerakan

melingkar dengan lembut hingga uterus berkontraksi (fundus teraba keras).

Lakukan tindakan yang diperlukan (Kompresi Bimanul Internal, Kompresi

Aorta Abdominalis, Tampon Kondom-Kateter) jika uterus tidak

berkontraksi dalam 15 detik setelah rangsangan taktil/masase.

IX. MENILAI PERDARAHAN

39) Evaluasi kemungkinan perdarahan dan laserasi pada vagina dan perineum.

Lakukan penjahitan bila terjadi laserasi derajat 1 atau 2 dan atau

menimbulkan perdarahan. Bila ada robekan yang menimbulkan

perdarahan aktif segera lakukan penjahitan.

40) Periksa kedua sisi plasenta (maternal-fetal) pastikan plasenta telah

dilahirkan lengkap. Masukkan plasenta kedalam kantung plastic atau

tempat khusus.

X. ASUHAN PASCA PERSALINAN

41) Pastikan uterus berkontraksi dengan baik dan tidak terjadi perdarahan

pervaginam

42) Pastikan kandung kemih kosong. Jika penuh, lakukan kateterisasi


73

Evaluasi

43) Celupkan tangan yang masih memakai sarung tangan ke dalam larutan

klorin 0,5%, bersihkan noda darah dan cairan tubuh, dan bilas di air DTT

tanpa melepas sarung tangan kemudian keringkan dengan tissue atau

handuk pribadi yang bersih dan kering

44) Ajarkan ibu/keluarga cara melakukan masase uterus dan menilai kontraksi

45) Memeriksa nadi ibu dan pastikan keadaan umum ibu baik

46) Evaluasi dan estimasi jumlah kehilangan darah

47) Pantau keadaan bayi dan pastikan bahwa bayi bernapas dengan baik (40 60

x/menit)

(a) Jika bayi sulit bernapas, merintih, atau retraksi, di resusitasi dan

segera merujuk ke rumah sakit

(b) Jika bayi napas terlalu cepat atau sesak napas, segera rujuk ke RS

rujukan

(c) Jika kaki teraba dingin, pastikan ruangan hangat. Lakukan kembali

kontak kulit ibu-bayi dan hangatkan ibu-bayi dalam satu selimut

Kebersihan dan Keamanan

48) Bersihkan ibu dari paparan darah dan cairan tubuh dengan menggunakan

air DTT. Bersihkan cairan ketuban, lendir dan darah di ranjang atau

disekitar ibu berbaring. Menggunakan larutan klorin 0,5%, lalu bilas

dengan air DTT. Bantu aibu memakai pakaian yang bersih dan kering

49) Pastikan ibu merasa nyaman. Bantu ibu memberikan ASI. Anjurkan

keluarga untuk memberi ibu minuman dan makanan yang diinginkannya


74

50) Tempatkan semua peralatan bekas pakai dalam larutan klorin 0,5% untuk

dekontaminasi (10 menit). Cuci dan bilas peralatan setelah

didekontaminasi

51) Buang bahan-bahan yang terkontaminasi ke tempat sampah yang sesuai

52) Dekontaminasi tempat bersalin dengan larutan klorin 0,5%

53) Celupkan tangan yang masih memakai sarung tangan ke dalam larutan

klorin 0,5%, lepaskan sarung tangan dalam keadaan terbalik dan rendam

dalam larutan klorin 0,5% selama 10 menit

54) Cuci kedua tangan dengan sabun dan air mengalir kemudian keringkan

tangan dengan tissue atau handuk pribadi yang bersih dan kering

55) Pakai sarung tangan bersih/DTT untuk memberikan vitamin K1 (1 mg)

intramuskuler di paha kiri bawah lateral dan salep mata profilaksis infeksi

dalam 1 jam pertama kelahiran

56) Lakukan pemeriksaan fisik lanjutan (setelah 1 jam kelahiran bayi).

Pastikan kondisi bayi tetap baik. (pernapasan normal 40-60 kali/menit dan

temperatur tubuh normal 36,5C-37,5C) setiap 15 menit

57) Setelah satu jam pemberina vitamin K1 berikan suntikan imunisasi

Hepatitis B di paha kanan bawah lateral. Letakkan bayi di dalam

jangkauan ibu agar sewaktu-waktu dapat disusukan

58) Lepaskan sarung tangan dalam keadaan terbalik dan rendam larutan klorin

0,5% selama 10 menit

59) Cuci kedua tangan dengan sabun dan air mengalir kemudian keringkan

dengan tissue atau handuk pribadi yang bersih dan kering


75

Dokumentasi

60) Lengkapi partograf (halaman depan dan belakang)

2.1.3 Masa Nifas

Pelayanan kesehatan pada ibu tidak cukup hanya diberikan kepada ibu

hamil dan bersalin saja, akan tetapi tidak kalah penting pelayanan kesehatan

yang diberikan setelah bersalin/masa nifas. Beberapa keadaan perlu

diperhatikan pada masa nifas di antaranya perdarahan postpartum sekunder

yang menjadi penyebab kejadian kematian ibu (Kemenkes, 2014 : 134).

B. Definisi

Masa nifas atau puerperium dimulai sejak 1 jam setelah lahirnya

plasenta sampai dengan 6 minggu (42 hari) setelah itu. Pelayanan

pascapersalinan harus terselenggara pada masaitu untuk memenuhi

kebutuhan ibu dan bayi, yang meliputi upaya pencegahan, deteksi dini

dan pengobatan komplikasi dan penyakit yang mungkin terjadi, serta

penyediaan pelayanan pemberian ASI, cara menjarangkan kehamilan,

imunisasi, dan nutrisi bagi ibu (Prawirohardjo, 2014 : 356).

Periode pascapersalinan meliputi masa transisi kritis bagi ibu, bayi,

dan keluarganya secara fisiologis, emosional dan sosial. Baik di Negara

maju maupun Negara berkembang, perhatian utama bagi ibu dan bayi

terlalu banyak tertuju pada masa kehamilan dan persalinan, sementara

keadaan yang sebenarnya justru merupakan kebalikannya, oleh karena


76

risiko kesakitan dan kematian ibu serta bayi lebih sering terjadi pada

masa pascaperalinan. Keadaan ini terutama diebabkan oleh konsekuensi

ekonomi, di samping ketidaktersediaan pelayanan atau rendahnya

peranan fasilitas kesehatan dalam menyediakan pelayanan kesehatan

yang cukup berkualitas. Rendahnya kualitas pelayanan kesehatan juga

menyebabkan rendahnya keberhasilan promosi kesehatan dan deteksi

dini serta penatalaksanaan yang adekuat terhadap masalah dan penyakit

yang timbul pada masa pscapersalinan (Prawirohardjo, 2014 : 357).

C. Perubahan Fisiologis pada Ibu Masa Nifas

Pada masa nifas terjadi perubahan fisiologis berikut :

1. Involusi Uterus

Involusi atau pengerutan uterus merupakan suatu proses dimana

uterus kembali ke kondisi sebelum hamil dengan berat sekitar 30

gram. Proses ini dimulai segera setelah plasenta lahir akibat kontraksi

otot polos uterus (Kemenkes, 2014 : 134)

Tabel 2.2

TFU dan Berat Uterus Menurut Masa Involusi

Involusi TFU Berat Uterus


Setinggi pusat, 2 jari di bawah
Bayi lahir 1.000 gr
pusat
1 minggu Pertengahan pusat simfisis 750 gr
2 minggu Tidak teraba di atas simfisis 500 gr
6 minggu Normal 50 gr
8 minggu Normal seperti sebelum hamil 30 gr

Sumber : Kementerian Kesehatan.

2. Lochea
77

Lochea adalah eksresi cairan rahim selama masa nifas. Lochea

mengandung darah dan sisa jaringan desidua yang nekrotik dari

dalam uterus. Pemeriksaan lochea meliputi perubahan warna dan

bau karena lochea memiliki ciri khas amis atau khas daerah dan

adanya bau busuk menandfakan adanya infeksi. Jumlah total

pengeluaran seluruh periode lochea rata-rata kira-kira 240-270 ml.

Lochea terbagi 4 tahapan :

a) Lochea Rubra/Merah (Cruenta)

Lochea ini muncul pada hari 1 sampai hari ke-3 masa

postpartum. Cairan yang keluar berwarna merah karena berisi

darah segar, jaringan sisa plasenta, dinding rahim, lemak bayi,

lanugo, dan meconium.

b) Lochea Sanguinolenta

Cairan yang keluar berwarna merah kcoklatan dan

berlendir. Berlangsung dari hari ke-4 sampai hari ke-7

postpartum.

c) Lochea Serosa

Lochea ini berwarna kuning kecoklatan karena

mengandung serum, leukosit, dan robekan/laserasi plasenta.

Muncul pada hari ke-8 sampai hari ke-14 postpartum.

d) Lochea Alba/Putih
78

Mengandung leukosit, sel desidua, sel epitel, selaput lendir

serviks, dan serabut jaringan yang mati. Lochea alba bisa

berlangsung selama 2 sampai 6 minggu postpartum.

3. Proses Laktasi

Sejak masa hamil payudara sudah memproduksi air susu di

bawah kontrol beberapa hormone, tetapi volume yang diproduksi

masih sangat sedikit. Selama masa nifas payudara bagian alveolus

mulai optimal memproduksi air susu (ASI). Dari alveolus ini ASI

disalurkan ke dalam slauran kecil (duktulus), di mana bberapa

aluran kecil bergabung membentuk saluran yang lebih besar

(duktus). Di bawah areola, saluran yang besar ini mengalami

pelebaran yang disebut sinus. Akhirnya semua saluran yang besar

ini memusat ke dalam putting dan bermuara ke luar. Di dalam

dinding alveolus maupun saluran, terdapat otot yang apabila

berkontraksi dapat memompa ASI keluar (Kemenkes, 2014 : 135).

a) Jenis ASI

(1) Kolostrum : cairan pertama yang dikeluarkan oleh kelenjar

payudara pada hari pertama sampai dengan hari ke-3,

berwarna kuning keemasan, mengandung protein tinggi

rendah laktosa.

(2) ASI Transisi : keluar pada hari ke 3-8 jumlah ASI meningkat

tetapi protein rendah dan lemak, hidrat arang tinggi.


79

(3) ASI Mature : ASI yang keluar hari ke 8-11 dan seterusnya,

nutrisi terus berubah sampai bayi 6 bulan.

b) Beberapa Hormon yang Berperan dalam Proses Laktasi

(1) Hormon Prolaktin

Ketika bayi menyusu, payudara mengirimkan

rangsangan ke otak. Otak kemudian bereaksi mengeluarkan

hormone prolaktin yang masuk ke dalam aliran darah

menuju kembali ke payudara. Hormone prolaktin

merangsang sel-sel pembuatan susu untuk bekerja,

memproduksi susu.

Semakin sering dihisap bayi, semakin banyak ASI

yang diproduksi. Semakin jarang menyusu, semakin sedikit

ASI yang diproduksi. Jika bayi berhenti menyusu, payudara

juga akan berhenti memproduksi ASI.

(2) Hormon Oksitosin

Setelah menerima rangsangan dari payudara, otak

juga mengeluarkan hormone oksitosin. Hormone oksitosin

diprosuksi lebih cepat daripada prolaktin. Hormon ini juga

masuk ke dalam aliran darah menuju payudara. Di

payudara, hormone oksitosin ini merangsang sel-sel otot

untuk berkontraksi. Kontraksi ini menyebabkan ASI yang

diproduksi sel-sel pembuat susu terdorong mengalir melalui

pembuluh menuju muara saluran ASI. Kadang-kadang,


80

bahkan ASI mengalir hingga keluar payudara ketika bayi

sedang tidak menyusu. Mengalirnya ASI ini disebut refleks

pelepasan ASI (Kemenkes, 2014 : 136).

D. Perubahan Psikologis

Perubahan psikologis mempunyai peranan yang sangat penting

pada ibu dalam masa nifas. Ibu nifas menjadi sangat sensitive, sehingga

diperlukan pengertian dari keluarga terdekat. Peran bidan sangat

penting pada masa nifas untuk memberi pengarahan pada keluarga

tentang kondisi ibu serta pendekatan psikologis yang dilakukan bidan

pada ibu nifas agar tidak terjadi perubahan psikologis yang patologis.

1. Fase Taking In

Fase ini merupakan periode ketergantungan yang berlangsung

dari hari pertama sampai hari kedua setelah melahirkan. Pada saat

ini, fokus perhatian ibu terutama pada dirinya sendiri. Pengalaman

selama proses persalinan sering berulang diceritakannya. Kelelahan

membuat ibu cukup istirahat untuk mencegah gejala kurang tidur,

seperti mudah tersinggung. Hal ini membuat ibu cenderung menjadi

pasif terhadap lingkungannya. Oleh karenaitu, kondisi ibu perlu

dipahami dengan menjaga komunikasi yang baik. Pada fase ini

perlu diperhatikan pemberian ekstra makanan untuk proses

pemulihannya (Kemenkes, 2014 : 137).


81

2. Fase Taking Hold

Fase ini berlangsung antara 3-10 hari setelah melahirkan. Pada

fase taking hold, ibu merasa khawatir akan ketidakmampuan dan

rasa tanggung jawabnya dalam merawat bayi. Selain itu

perasaannya sangat sensitive sehingga mudah tersinggung jika

komunikasinya kurang hati-hati. Oleh karena itu, ibu memerlukan

dukungan karena saat ini merupakan kesempatan yang baik untuk

menerima berbagai penyuluhan dalam merawat diri dan bayinya

sehingga tumbuh rasa percaya diri.

3. Fase Letting Go

Fase ini merupakan fase menerima tanggung jawab akan peran

barunya yang berlangsung 20 hari setelah melahirkan. Ibu sudah

mulai menyesuaikan diri dengan ketergantungan bayinya.

Keinginan untuk merawat diri dan bayinya meningkat pada fase ini

(Kemenkes, 2014 : 138).

G. Jadwal Kunjungan Masa Nifas

1. Kunjungan pertama dilakukan 6-8 jam setelah persalinan

a) Mencegah perdarahan waktu nifas karena atonia uteri.

b) Mendeteksi dan merawat penyebab lain perdarahan, rujuk bila

perdarahan berlanjut.

c) Memberikan konseling pada ibu atau salah satu anggota keluarga

bila terjadi perdarahan yang banyak.

d) Pemberian asi awal


82

e) Melakukan hubungan antara ibu dan bayi

f) Menjaga bayi agar tetap sehat dengan cara mencegah terjadinya

hipotermia. Jika petugas kesehatan menolong persalinan petugas

harus tinggal dan mengawasi sampai 2 jam pertama

2. Kunjungan kedua 3-7 hari setelah persalinan

a) Memastikan involusi uteri berjalan normal, uterus berkontraksi,

fundus uteri dibawah umbilicus, tidak ada perdarahan dan tidak

berbau.

b) Menilai adanya tanda-tanda demam, infeksi atau perdarahan

abnormal.

c) Memastikan ibu mendapat cukup makanan, cairan dan istirahat.

d) Memastikan ibu menyusui bayinya dengan baik dan tidak

menunjukan tanda-tanda penyakit.

e) Memberikan konseling pada ibu mengenai asuhan pada bayi, tali

pusat, menjaga bayi supaya tetap hangat dan merawat bayi sehari-

hari.

3. Kunjungan ketiga 8-14 hari setelah persalinan

a) Memastikan involusio uteri berjalan normal,uterus

berkontraksi,fundus uteri di bawah umbilicus,tidak ada

perdarahan dan tidak berbau.

b) Menilai adanya tanda-tanda demam,infeksi atau perdarahan

abnormal.

c) Memastikan ibu mandapat cukup makanan,cairan dan istirahat.


83

d) Memastikan ibu menyusui bayinya dengan baik dan tidak

menunjukan tanda-tanda penyakit.

e) Memberikan konseling pada ibu mengenai asuhan pada bayi

supaya tetap hangat dan merawat bayi.

4. Kunjungan ke empat 2-6 minggu setelah persalinan.

a) Menanyakan pada ibu tentang penyakit-penyakit yang ibu dan

bayi alami.

b) Memberikan konseling KB secara dini.

c) Tali pusat harus tetap kering, ibu perlu diberitahu bahaya

membubuhkan sesuatu pada tali pusat bayi, misal minyak atau

bahan lain. Jika ada kemerahan pada pudat, perdarahan tercium

bau busuk, bayi segera di rujuk.

d) Perhatikan kondisi umum bayi, apakah ada ikterus atau tidak,

ikterus pada hari ketiga post partum adalah fisiologis yang tidak

perlu pengobatan.Namun bila ikterus terjadi pada hari ketiga atau

kapan saja dan bayi malas untuk menetek serta tampak mengantuk

maka seger rujuk bayi ke RS.

e) Bicarakan pemberian ASI dengan ibu dan perhatikan apakah bayi

menetek dengan baik.

f) Nasehati ibu untuk hanya memberikan ASI kepada bayi selama

minimal 4-6 bulan dan bahaya pemberian makanan tambahan

selain ASI sebelum usia 4-6 bulan.

g) Catat semua dengan tepat hal-hal yang diperlukan .


84

h) Jika ada yang tidak normal segeralah merujuk ibu dan atau bayi ke

puskesmas atau RS (Depkes RI).

H. Kebutuhan Ibu dalam Masa Nifas

1. Nutrisi dan Cairan

a) Mengonsumsi tambahan 500 kalori tiap hari

b) Minum sedikitnya 3 liter air setiap hari

c) Pil zat besi harus diminum untuk menambah zat gizi, setidaknya

selama 40 hari pasca persalinan

2. Pemberian Kapsul Vitamin A 200.000 IU

Kapsul vitamin A 200.000 IU pada masa diberikan sebanyak

dua kali, pertama segera setelah melahirkan, kedua diberikan setelah

24 jam pemberian kapsul vitamin A pertama. Manfaat kapsul vitamin

A untuk ibu nifas sebagai berikut:

a) Meningkatkan kandungan vitamin A dalam Air Susu Ibu (ASI)

b) Bayi lebih kebal dan jarang kena penyakit infeksi

c) Kesehatan ibu lebih cepat pulih setelah melahirkan

d) Ibu nifas harus minum 2 kapsul vitamin A karena: Bayi lahir

dengan cadangan vitamin A yang rendah, kebutuhan bayi akan

vitamin A tinggi untuk pertumbuhan dan peningkatan daya tahan

tubuh, pemberian 1 kapsul vitamin A 200.000 IU warna merah

pada ibu nifas hanya cukup untuk meningkatkan kandungan

vitamin A dalam ASI selama 60 hari, sedangkan dengan pemberian


85

2 kapsul dapat menambah kandungan vitamin A sampai bayi 6

bulan.

3. Ambulasi

Ambulasi dini (early ambulation) ialah kebijaksanaan agar

secepat mungkin bidan membimbing ibu postpartum bangun dari

tempat tidurnya dan membimbing ibu secepat mungkin untuk

berjalan. Ibu postpartum sudah diperbolehkan bangun dari tempat

tidur dalam 24-48 jam postpartum.

Early ambulation tidak diperbolehkan pada ibu postpartum

dengan penyulit, misalnya anemia, penyakit jantung, paru-paru,

demam dan sebagainya.

4. Eliminasi

Ibu diminta untuk buang air kecil 6 jam postpartum. Jika dalam

8 jam belum dapat berkemih atau sekali berkemih atau belum melbihi

100 cc, maka dilakukan kateterisasi. Akan tetapi, kalau ternyata

kandung kemih penuh, tidak perlu menunggu 8 jam untuk kateterisasi.

Ibu postpartum diharapkan dapat buang air besar setelah hari ke-

2 postpartum. Jika hari ke-3 belum juga BAB, maka perlu diberi obat

pencahar per oral atau per rektal.

5. Personal Hygine

Kebersihan diri sangat penting untuk mencegah infeksi.

Anjurkan ibu untuk menjaga kebersihan seluruh tubuh, terutama

perineum. Sarankan ibu untuk mengganti pembalut dua kali sehari,


86

mencuci tangan dengan sabun dan air sebelum dan sesudah

membersihkan daerah kelaminnya dan bagi ibu yang mempunyai luka

episiotomy atau laserasi, disarankan untuk mencuci luka tersebut

dengan air dingin dan menghindari menyentuh daerah tersebut

(Kemenkes, 2014 : 140).

6. Istirahat dan Tidur

Sarankan ibu untuk istirahat cukup. Tidur siang atau beristirahat

selagi bayi tidur.

7. Seksual

Ibu diperbolehkan untuk melakukan aktivitas kapan saja ibu siap

dan secara fisik aman serta tidak ada rasa nyeri (Kemenkes, 2014 :

141).

I. Deteksi Dini Penyulit pada Masa Nifas dan Penangannya

Perdarahan paska persalinan dibagi menjadi perdarahan pasca

persalinan primer dan sekunder.

1. Perdarahan Pasca Persalinan

Perdarahan pasca peralinan primer (early postpartum)

Haemorrhage, atau perdarahan pasca persalinan segera. Perdarahan

pasca persalinan primer terjadi dalam 24 jam pertama. Penyebab

utama perdarahan pasca persalinan primer adalah atonia uteri, retensio

plasenta, sisa plasenta, dan robekan jalan lahir. Terbanyak dalam 2

jam pertama.
87

Perdarahan pasca persalinan sekunder (late postpartum

haemorrhage), atau perdarahan masa nifas, perdarahan paska

persalinan lambat. Perdarahan pasca persalinan sekunder terjadi

setelah 24 jam pertama. Penyebab utama perdarahan pasca persalinan

sekunder adalah robekan jalan lahir dan sisa plasenta atau membran.

2. Infeksi Masa Nifas

Merupakan infeksi peradangan pada semua alat genitalia pada

masa nifas oleh sebab apapun dengan ketentuan meningkatnya suhu

badan melebihi 380C tanpa menghitung hari pertama dan berturut-

turut selama 2 hari. Gejala infeksi masa nifas sebagai berikut:

a) Tampak sakit dan lemah

b) Suhu meningkat > 380C

c) TD meningkat/menurun

d) Pernapasan dapat meningkat/menurun

e) Kesadaran gelisah/koma

f) Terjadi gangguan involusi uterus

g) Lochea bernanah berbau

3. Keadaan Abnormal pada Payudara

Keadaan abnormal yang mungkin terjadi adalah bendungan ASI,

mastitis, dan abses mamae (Kemenkes, 2014 : 145).

4. Demam

Pada masa nifas mungkin terjadi peningkatan suhu badan atau

keluhan nyeri. Demam pada masa nifas menunjukkan adanya infeksi,


88

yang tersering infeksi kandungan dan saluran kemih. ASI yang tidak

keluar, terutama pada hari ke 3-4, terkadang menyebabkan demam

disertai payudara membengkak dan nyeri. Demam ASI ini umumnya

berakhir setelah 24 jam.

5. Pre-Eklampsia dan Eklampsia

Keadaan preeclampsia dan eklampsia ditanai dengan :

a) Tekanan darah tinggi

b) Oedema pada muka dan tangan, dan

c) Pemeriksaan laboratorium protein urine positif

Selama masa nifas di hari ke-1 sampai 28, ibu harus mewaspadai

munculnya gejala preeclampsia. Jika keadannya bertambah berat bisa

terjadi eklampsia, di mana kesadaran hilang dan tekanan darah

meningkat. Sehingga dapat menyebabkan kematian.

6. Infeksi dari Jalan Lahir ke Rahim

Jalan lahir harus tetap dijaga kebersihannya karena pintu masuk

kuman ke dalam lahir. Risiko ini menjadi semakin besar selama nifas

berlangsung karena proses peralinan mengakibatkan adanya

perlukaan pada dinding rahim dan jalan lahir.

7. Infeksi pada Perineum, Vulva, Vagina, Serviks, dan Endometrium

Gejala yang harus diperhatikan sebagai berikut:

a) Demam lebih dari 380C

b) Nyeri pada perut bagian bawah

c) Rasa nyeri di jalan lahir


89

d) Keluar cairan seperti nanah

e) Cairan yang keluar berbau

f) Keluar darah secara tiba-tiba setelah lochea alba

g) Keputihan (Kemenkes, 2014 : 146).

2.1.4 Neonatus (Bayi Baru Lahir)

A. Definisi

Nenonatus atau bayi baru lahir normal adalah bayi baru lahir

normal dengan berat lahir antara 2.500-4.000 gram, cukup bulan, lahir

langsung menangis, dan tidak ada kelainan kongenital (cacat bawaan)

yang berat (Intan, 2015 : 209). Salah satu masalah BBL yang sering

terjadi adalah kejadian Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR). BBLR

dengan berat lahir 1500-2499 gram, Berat Bayi Lahir Sangat Rendah

(BBLSR) dengan berat 1000-1499 gram, dan Berat Bayi Lahir Ekstrim

Rendah (BBLER) dengan berat <1000 gram (Prawirohardjo, 2009).

Ciri-ciri Bayi Baru Lahir

1. Berat badan 2.500-4.000 gram.

2. Panjang badan 48-52 cm.

3. Lingkar dada 30-38 cm.

4. Lingkar kepala 33-35 cm.

5. Frekuensi jantung 120-160 kali/menit.

6. Pernapasan ± 40-60 kali/menit.

7. Kulit kemerah-merahan dan licin karena jaringan subkutan cukup.


90

8. Rambut lanugo tidak terlihat, rambut kepala biasanya telah

sempurna.

9. Kuku agak panjang dan lemas.

10. Genitalia : pada bayi perempuan labia mayora sudah menutupi labia

minora, pada bayi laki-laki testis sudah turun, skrotum sudah ada.

11. Refleks isap dan menelan sudah terbentuk dengan baik.

12. Refleks moro atau gerak memeluk bila dikagetkan sudah baik.

13. Eliminasi baik, mekonium akan keluar dalam 24 jam pertama,

mekonium berwarna hitam kecoklatan.

B. Asuhan Bayi Baru Lahir

1. Tujuan Asuhan Bayi Baru Lahir

Secara khusus asuhan bayi baru lahir normal bertujuan untuk

sebagai berikut :

a) Mencapai dan mempertahankan jalan napas dan mendukung

pernapasan.

b) Mempertahankan kehangatan dan mencegah hipotermia.

c) Memastikan keamanan dan mencegah cedera dan infeksi.

d) Mengidentifikasi masalah-masalah actual atau potensial yang

memerlukan perhatian segera.

e) Memfasilitasi terbinanya hubungan dekat orang tua dan bayi.

f) Membantu orang tua dalam mengembangkan sikap sehat tentang

praktik membesarkan anak.


91

g) Memberikan informasi kepada orang tua tentang perawatan bayi

baru lahir.

2. Asuhan Segera Bayi Baru Lahir

Asuhan segera pada bayi baru lahir adalah asuhan yang diberikan

pada bayi baru lahir dimulai sejak proses persalinan hingga kelahiran

bayi (dalam satu jam pertama kehidupan). Asuhan segera, aman, dan

brsih untuk bayi baru lahir.

3. Pencegahan Infeksi

Pencegahan infeksi merupakan penatalaksanaan awal yang harus

dilakukan pada bayi baru lahir karena bayi baru lahir sangat rentan

terhadap infeksi. Pada saat penanganan bayi baru lahir, pastikan

penolong untuk melakukan tindakan pencegahan infeksi pada bayi

baru lahir, adalah sebagai berikut.

a) Cuci tangan dengan saksama sebelum dan setelah bersentuhan

dengan bayi.

b) Pakai sarung tangan bersih pada saat menangani bayi yang belum

dimandikan.

c) Pastikan semua peralatan dan bahan yang digunakan, terutama

klem, gunting, pengisap lendir DeLee, dan benang tali pusat telah

didesinfeksi tingkat tinggi atau steril.

d) Pastikan semua pakaian, handuk, selimut, dan kain yang digunakan

untuk bayi, sudah dalam keadaan bersih. Demikian pula dnegan


92

timbangan, pita pengukur, thermometer, stetoskop (Intan, 2015 :

210).

4. Melakukan Penilaian dan Inisiasi Pernafasan Spontan

Sebagian besar bayi yang baru lahir akan menunjukkan usaha

pernapasan spontan dengan sedikit bantuan atau gangguan. Segera

setelah bayi lahir dilakukan upaya inisiasi pernapasan spontan 0-30

detik secara cepat dan tepat,dengan langkah-langkahsebagai berikut.

a. Melakukan penilaian kondisi bayi baru lahir secara tepat dan

tepat,bayi diletakkan di atas perut ibu yang dilapisi dengan

handuk. Pertanyaan yang perlu dipertimbangkan,yaitu sebagai

berikut.

1) Apakah air ketuban jernih,tidak bercampur mekonium?

2) Apakah bayi bernapas spontan?

3) Apakah kulit bayi berwarna kemerahan?

4) Apakah tonus/kekuatan otot bayi cukup?

5) Apakah kehamilan ini cukup bulan?

Bila kalimat pertanyaan diatas jawabannya yam aka bayi

dapat diberikan kepada ibunya untuk segera menciptakan

hubungan emosional, kemudian dilakukan ashuan bayi baru lahir

normal.

b. Evaluasi data yang terkumpul, buat diagnosis, dan tentukan

rencana untuk asuhan bayi baru lahir.


93

c. Melakukan rangsangan taktil untuk mengaktifkan reflek pada

tubuh bayi baru lahir. Salah satu teknik dalam melakukan

rangsangan adalah dengan mengeringkan bayi. Cara ini dapat

merangsang pernapasan spontan pada bayi yang sehat.

Tabel 2.3

Sistem Penilaian APGAR

No Tanda Nilai
0 1 2
1 Warna Biru/Pucat Tubuh Seluruh tubuh
kemerahan, kemerahan
ekstremitas biru
2 Fekuensi Jantung Tidak Ada Lambat <100 Cepat > 100
kali/menit kali/menit
3 Refleks Tidak Ada Gerakan sedikit Gerakan kuat
atau melawan
4 Aktifitas/Tonus Lumpuh/Lemah Ekstremitas Gerakan aktif
Otot Fleksi
5 Usaha Napas Tidak Ada Lambat, Tidak Menangis kuat
teratur

Sumber : Kumalasari, Intan.

Apabila nilai APGAR :

7-10 : Bayi mengalami asfeksia ringan atau dikatakan bayi dalam

keadaan normal,

4-6 : Bayi mengalami asfeksia sedang,

0-3 : Bayi mengalami asfeksia berat.

Apabila ditemukan APGAR score di bawah enam maka bayi

tersebut membutuhkan tindakan resusitasi.


94

5. Pencegahan Kehilangan Panas

Mekanisme kehilangan panas adalah sebagai berikut.

a. Evaporasi

Penguapan cairan ketuban pada permukaan tubuh oleh panas tubuh

bayi sendiri karena setelah lahir, bayi tidak segera dikeringkan.

b. Konduksi

Kehilangan panas tubuh melalui kontak langsung antara tubuh bayi

dengan permukaan yang dingin, meja, tempat tidur, timbangan

yang temperaturnya lebih rendah dari tubuh bayi akan menyerap

panas tubuh bayi bila bayi diletakkan di atas benda-benda tersebut.

c. Koveksi

Kehilangan panas tubuh terjadi saat bayi terpapar udara sekitar

yang lebih dingin, suhu ruangan yang dingin, adanya aliran udara

dari kipas angina, embusan udara melalui ventilasi, atau pendingin

ruangan.

d. Radiasi

Kehilangan panas yang terjadi karena bayi ditempatkan di dekat

benda-benda yang mempunyai suhu lebih rendah dari suhu tubuh

bayi, karena banda-benda tersebut menyerap radiasi panas tubuh

bayi (walaupun tidak bersentuhan secara langsung) (Intan, 2015 :

213).

Cara mencegah kehilangan panas adalah sebagai berikut :

a. Keringkan bayi dengan seksama


95

b. Selimuti bayi dengan selimut atau kain bersih dan hangat

c. Selimuti bagian kepala bayi

d. Anjurkan ibu untuk memeluk dan menyusui bayinya

e. Jangan segera menimbang atau memandikan bayi baru lahir

(Intan, 2015 : 214).

6. Mempertahankan Suhu Tubuh Bayi

Pada waktu lahir, bayi belum mampu mengatur tetap suhu

badannya, dan membutuhkan pengaturan dari luar untuk membuatnya

tetap hangat. Bayi baru lahir harus dibungkus hangat. Suhu tubuh bayi

merupakan tolok ukur kebutuhan akan tempat tidur yang hangat

sampai suhu tubuhnya sudah stabil. Suhu bayi harus dicatat.

Bayi baru lahir tidak dapat mengatur temperature tubuhnya secara

memadai dan dapat dengan cepat kedinginan jika kehilangan panas

tidak segera dicegah. Bayi yang mengalami kehilangan panas

(hipotermia) berisiko tinggi untuk jatuh sakit atau meninggal, jika

bayi dalam keadaan basah atau tidak diselimuti mungkin akan

mengalami hipotermia, meskipun berada dalam ruangan yang relative

hangat. Bayi prematur atau berat lahir rendah sangat rentan terhadap

terjadinya hipotermia.

7. Pencegahan Perdarahan

Memberikan vitamin K untuk mencegah trjadinya perdarahan

karena defisiensi vitamin K pada bayi baru lahir normal atau cukup

bulan perlu diberi vitamin K per oral 1 mg/hari selama tiga hari, dan
96

bayi berisiko tinggi diberi vitamin K parenteral dengan dosis 0,5-1 mg

IM (Intan, 2015 : 215).

C. Inisiasi Menyusu Dini (IMD)

Segera setelah dilahirkan, bayi diletakkan di dada atau perut atas

ibu selama paling sedikit satu jam untuk memberi kesempatan pada bayi

untuk mencari dan menemukan putting ibunya.

Manfat IMD bagi bayi adalah membantu stabilisasi pernapasan,

mengendalikan suhu tubuh bayi lebih baik dibandingkan dengan

incubator, menjaga kolonisasi kuman yang mana untuk bayi dan

mencegah infeksi nososkomial. Kada bilirubin bayi juga lebih cepat

normal karena pengeluaran meconium lebih cepat sehingga dapat

menurunkan insiden ikterus bayi baru lahir. Kontak kulit dengan kulit

juga membuat bayi lebih tenang sehingga didapat pola tidur yang lebih

baik. Bagi ibu, IMD dapat mengoptimalkan pengeluaran hormone

oksitosin, prolaktin, dan secara psikologis dapat menguatkan ikatan batin

antara ibu dan bayi (Prawirohardjo, 2014 : 369).

D. Pengikatan dan Pemotongan Tali Pusat

Pengikatan dan pemotongan tali pusat segera setelah persalinan

banyak dilakukan secara luas di seluruh dunia, tetapi penelitian

menunjukkan hal ini tidak bermanfaat bagi ibu ataupun bayi, bahkan

dapat berbahaya bagi bayi. Penundaan pengikatan tali pusat memberikan

kesempatan bagi terjadinya transfusi fetomaternal sebanyak 20-50%

(rata-rata 21%) volume darah bayi. Variasi jumlah darah transfuse


97

fetomaternal ini tergantung dari lamanya penundaan pengikatan tali

pusat dan posisi bayi dari ibunya. Transfusi berlangsung paling cepat

dalam menit pertama, yaitu 75% dari jumlah transfusi, dan umumnya

selesai dalam 3 menit. Penelitian pada bayi dengan penundaan

pengikatan tali pusat sampai pulsasi tali pusat berhenti, dan diletakkan

pada perut ibunya menunjukkan bayi tersebut memiliki 32% volume

darah lebih banyak dibandingkan dengan bayi dengan pengikatan dini

tali pusat.

Peningkatan hemoglobin dan hematikrit dan status besi (Fe)

mencegah terjadinya anemia pada bayi terutama dalam 2-3 bulan

pertama.

Penanganan tali pusat di kamar bersalin harus dilakukan secara

asepsis untuk mencegah infeksi tali pusat dan tetanus neonatorum. Tali

pusat diikat pada jarak 2-3 cm dari kulit bayi, dengan menggunakan

klem yang terbuat dari plastic, atau menggunakan tali pusat yang bersih

(lebih baik bila steril) yang panjangnya cukup untuk membuat ikatan

yang cukup kuat (±15 cm). kemuadian tali pusat dipotong ± 1 cm di

distal tempat tali pusat diikat, menggunakan instrument yang steril dan

tajam. Penggunaan instrumen yang tumpul dapat meningkatkan risiko

terjadinya infeksi bkarena terjadi trauma lebih banyak pada jaringan

(Prawirohardjo, 2014 : 370).


98

E. Perawatan Tali Pusat

Perawatan tali pusat yang benar dan lepasnya tali dalam minggu

pertama secara bermakna mengurangi insiden infeksi pada neonatus.

Jelly Wharton yang membentuk jaringan nekrotik dapat berkolonisasi

dengan organisme pathogen, kemudian menyebar dan menyebabkan

infeksi kulit dan infeksi sistemik pada bayi. Yang terpenting dalam

perawatan tali pusat ialah menjaga agar tali pusat tetap kering dan berih.

Cuci tangan dengan sabun dan air bersih sebelum merawat tali pusat.

Bersihkan dengan lembut kulit disekitar tali pusat dengan kapas basah,

kemudian bungkus dengan longgar/tidak terlalu rapat dengan kasa

berih/steril. Popok atau celana bayi diikat di bawah tali pusat, tidak

menutupi tali pusat untuk menghindari kontak dengan feses dan urin.

Hindari penggunaan kancing, koin atau uang logam untuk membalut

tekan tali pusat. Perawatan tali pusat yang baik dan aman adalah dnegan

menjaga tali pusat tetap kering dan bersih.

F. Pelabelan

Label nama bayi atau nama ibu harus dilekatkan pada pergelangan

tangan atau kaki sejak di ruang bersalin. Pemasangan dilakukan dengan

sengaja agar tidak terlalu ketat ataupun longgar sehingga mudah lepas.

J. Profilaksis Mata

Konjungtivitis pada bayi baru lahir sering terjadi terutama pada

bayi dengan ibu yang menderita penyakit menular seksual seperti gonore

dan klamidiasis. Sebagian besar konjungtivitis muncul pada 2 minggu


99

pertama setelah kelahiran. Pemberian antibiotic profilaksis pada mata

terbukti dapat mencegah terjadinya konjungtivitis. Profilaksis mata yang

sering digunakan yaitu tetes mata silver nitrat 1%, salep mata eritromisin,

dan salep mata tetrasiklin. Ketiga preparat ini efektif untuk mencegah

konjungtivitis gonore. Saat ini silver nitrat tetes mata tidak dianjurkan

lagi karena sering terjadi efek samping berupa iritasi dan kerusakan mata

(Prawirohardjo, 2014 : 371).

K. Pemberian Vitamin K

Perdarahan akibat defisiensi vitamin K (PDVK) diklasifikasikan

menjadi 3 yaitu, PDVK dini (umur 1-2 hari), PDVK klasik (umur 2-7

hari), PDVK lambat (2 minggu sampai 6 bulan).

Melihat bahaya dari PDVK, Departemen Kesehatan telah membuat

kebijakan nasional yang berisi semua bayi baru lahir harus mendapat

profilaksis vitamin K1 (fetomenadion).

1. Jenis vitamin K yang digunakan adalah vitamin K1.

2. Vitamin K1 diberikan intramuscular atau oral.

3. Dosis untuk semua bayi baru lahir :

a) Intramuskular 1 mg dosis tunggal

b) Oral, 3 kali 2 mg, diberikan pada waktu bayi baru lahir, umur 3-7

hari, dan pada saat bayi berumur 1-2 bulan.

4. Bayi ditolong oleh dukun wajib diberikan vitamin K1 secara oral.


100

5. Penyediaan vitamin K1 dosis injeksi 2 mg/ml/ampul, dosis oral

mg/tablet/ yang dikemas dalam bentuk strip 3 tablet atau

kelipatannya.

6. Profilaksis vitamin K1 pda bayi baru lahir diajadikan sebagai program

nasional (Prawirohardjo, 2014 : 372).

L. Pengukuran Berat dan Panjang Lahir

Bayi yang abru lahir harus ditimbang berat lahirnya. Dua hal yang

selalu ingin diketahui orang tua tentang bayinya yang baru lahir adalah

jenis kelamin dan beratnya. Pengukuran panjang lahir tidak rutin

dilakukan karena tidak banyak bermakna. Pengukuran dengan

menggunakan pita ukur tidak akurat. Bila diperlukan data mengenai

panjang lahir, maka sebaiknya dilakukan dengan menggunakan

stadiometer baui dengan menjaga bayi dalam posisi lurus dan ekstremitas

dalam keadaan ekstensi (Prawirohardjo, 2014 : 372).

M. Memandikan Bayi

Memandikan bayi merupakan hal yang sering dilakukan, tetapi

masih banyak kebiasaan yang salah dalam memandikan bayi, seperti

memandikan bayi segera setelah lahir yang dapat mengakibatkan

hipotermia. Pada beberapa kondisi seperti bayi kurang sehat, beyi belum

lepas dari tali pusat atau dalam perjalanan, tidak perlu dipaksakan untuk

mandi berendam. Bayi cukup diseka dengan sabun dan air hangat untuk

memastikan bayi tetap segar dan bersih.


101

Saat mandi bayi berada dalam keadaan telanjang dan basah

sehingga mudah kehilangan panas. Suhu ruang saat memandikan bayi

harus hangat (>250C) dan suhu air yang optimal adalah 400C untuk bayi

kurang dari 2 bulan dan dapat berangsur turun sampai 300C untuk bayi di

atas 2 bulan (Prawirohardjo, 2014 : 373).

Tabel 2.4

Waktu Kunjungan Neonatus

Kunjungan Penatalaksanaan
Kunjungan Neonatal 1. Mempertahankan suhu tubuh bayi
ke-1 (KN 1) Hindari memandikan bayi hingga sedikitnya enam jam dan hanya
dilakukan dalam setelah itu jika tidak terjadi masalah medis dan jika suhunya
kurun waktu 6-48 36.5 Bungkus bayi dengan kain yang kering dan hangat, kepala
jam setelah bayi lahir. bayi harus tertutup
2. Pemeriksaan fisik bayi
3. Dilakukan pemeriksaan fisik
a. Gunakan tempat tidur yang hangat dan bersih untuk pemeriksaan
b. Cuci tangan sebelum dan sesudah pemeriksaan lakukan
pemeriksaan
c. Telinga : Periksa dalam hubungan letak dengan mata dan kepala
d. Mata :. Tanda-tanda infeksi
e. Hidung dan mulut : Bibir dan langitanPeriksa adanya sumbing
Refleks hisap, dilihat pada saat menyusu
f. Leher :Pembekakan,Gumpalan
g. Dada : Bentuk,Puting,Bunyi nafas,, Bunyi jantung
h. Bahu lengan dan tangan :Gerakan Normal, Jumlah Jari
i. System syaraf : Adanya reflek moro
j. Perut : Bentuk, Penonjolan sekitar tali pusat pada saat menangis,
Pendarahan tali pusat ? tiga pembuluh, Lembek (pada saat tidak
menangis), Tonjolan
k. Kelamin laki-laki : Testis berada dalam skrotum, Penis berlubang
pada letak ujung lubang
l. Kelamin perempuan :Vagina berlubang,Uretra berlubang, Labia
minor dan labia mayor
m. Tungkai dan kaki : Gerak normal, Tampak normal, Jumlah jari
n. Punggung dan Anus: Pembekakan atau cekungan, Ada anus atau
lubang
o. Kulit : Verniks, Warna, Pembekakan atau bercak hitam, Tanda-
Tanda lahir
102

Kunjungan Penatalaksanaan
p. Konseling : Jaga kehangatan, Pemberian ASI, Perawatan tali
pusat, Agar ibu mengawasi tanda-tanda bahaya
q. Tanda-tanda bahaya yang harus dikenali oleh ibu : Pemberian
ASI sulit, sulit menghisap atau lemah hisapan, Kesulitan bernafas
yaitu pernafasan cepat > 60 x/m atau menggunakan otot tambahan,
Letargi –bayi terus menerus tidur tanpa bangun untuk
makan,Warna kulit abnormal – kulit biru (sianosis) atau kuning,
Suhu-terlalu panas (febris) atau terlalu dingin (hipotermi), Tanda
dan perilaku abnormal atau tidak biasa, Ganggguan gastro internal
misalnya tidak bertinja selama 3 hari, muntah terus-menerus, perut
membengkak, tinja hijau tua dan darah berlendir, Mata bengkak
atau mengeluarkan cairan
r. Lakukan perawatan tali pusat Pertahankan sisa tali pusat dalam
keadaan terbuka agar terkena udara dan dengan kain bersih secara
longgar, Lipatlah popok di bawah tali pusat ,Jika tali pusat terkena
kotoran tinja, cuci dengan sabun dan air bersih dan keringkan
dengan benar
4. Gunakan tempat yang hangat dan bersih
5. Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan pemeriksaan
6. Memberikan Imunisasi HB-0
Kunjungan Neonatal 1. Menjaga tali pusat dalam keadaaan bersih dan kering
ke-2 (KN 2)
2. Menjaga kebersihan bayi
dilakukan pada kurun
3. Pemeriksaan tanda bahaya seperti kemungkinan infeksi
waktu hari ke-3 bakteri, ikterus, diare, berat badan rendah dan Masalah
sampai dengan hari pemberian ASI
ke 7 setelah bayi 4. Memberikan ASI Bayi harus disusukan minimal 10-15 kali dalam
lahir. 24 jam) dalam 2 minggu pasca persalinan
5. Menjaga keamanan bayi
6. Menjaga suhu tubuh bayi
7. Konseling terhadap ibu dan keluarga untuk memberikan ASI
ekslutif pencegahan hipotermi dan melaksanakan perawatan
bayi baru lahir dirumah dengan menggunakan Buku KIA
8. Penanganan dan rujukan kasus bila diperlukan
Kunjungan Neonatal 1. Pemeriksaan fisik
ke-3 (KN-3)2. Menjaga kebersihan bayi
dilakukan pada kurun 3. Memberitahu ibu tentang tanda-tanda bahaya Bayi baru lahir
waktu hari ke-8
4. Memberikan ASIBayi harus disusukan minimal 10-15 kali dalam
sampai dengan hari 24 jam) dalam 2 minggu pasca persalinan.
ke-28 setelah lahir. 5. Menjaga keamanan bayi
6. Menjaga suhu tubuh bayi
7. Konseling terhadap ibu dan keluarga untuk memberikan ASI
ekslutif pencegahan hipotermi dan melaksanakan perawatan
bayi baru lahir dirumah dengan menggunakan Buku KIA
8. Memberitahu ibu tentang Imunisasi BCG
9. Penanganan dan rujukan kasus bila diperlukan
Sumber : Depkes RI
103

2.1.5 KB / Kontrasepsi

A. Definisi

KB (Keluarga berencana) merupakan usaha untuk mengukur jumlah

anak dan jarak kelahiran anak yang diinginkan. Maka dari itu,

Pemerintah mencanangkan program atau cara untuk mencegah dan

menunda kehamilan (Sulistyawati, 2013). Kontrasepsi berasal dari kata

“kontra” berarti mencegah atau melawan, sedangkan “konsepsi” adalah

pertemuan antara sel telur (sel wanita) yang matang dan sel sperma (sel

pria) yang mengakibatkan kehamilan. Kontrasepsi adalah menghindari

atau mencegah terjadinya kehamilan sebagai akibat pertemuan antara sel

telur yang matang dengan sel sperma (Intan, 2015 : 277).

Tujuan dilaksanakan program KB yaitu untuk membentuk keluarga

kecil sesuai dengan kekuatan sosial ekonomi suatu keluarga dengan cara

pengaturan kelahiran anak agar diperoleh suatu keluarga bahagia dan

sejahtera yang dapat memenuhi kebutuhan hidupnya (Sulistyawati,

2013).

B. Jenis Kontrasepsi Non-Hormonal

1. Senggama Terputus (Koitus Interuptus)

Senggama terputus ialah penarikan penis dari vagina sebelum

terjadinya ejakulasi. Hal ini berdasarkan kenyataan, bahwa kaan

terjadinya ejakulasi disadari sebelumnya oleh sebagian besar laki-laki,

dan setelah itu masih ada waktu kira-kira “detik” sebelum ejakulasi
104

terjadi. Waktu yang singkat ini dapat digunakan untuk menarik penis

keluar dari vagina. Keuntungan, cara ini tidak membutuhkan biaya,

alat ataupun persiapan, tetapi kekurangannya adalah untuk

menyukseskan cara ini dibutuhkan pengendalian diri yang besar dari

pihak laki-laki. Beberapa laki-laki karena factor jasmani dan

emosional tidak dapat mempergunakan cara ini. Selanjutnya,

penggunaan cara ini dapat menimbulkan neurasteni.

Efektivitas cara ini umumnya dianggap kurang berhasil,

sungguhpun penyelidikan yang dilakukan di Amerika dan Inggris

membuktikan bahwa angka kehamilan dengan cara ini hanya sedikit

lebih tinggi dibandingkan dengan cara yang mempergunakan

kontrasepsi mekanis atau kimiawi. Kegagalan dengan cara ini dapat

disebabkan oleh :

(1) Adanya pengeluaran air mani sebelum ejakulasi (praejaculation

fluid)

(2) Terlambatnya pengeluaran penis dari vagina

(3) Pengeluaran semen dekat pada vulva (petting)

(Prawirohardjo S, 2011 : 438)

2. Pembilasan Pascasenggama (Postcoital Douche)

Pembilasan vagina dengan air biasa dengan atau tanpa

tambahan larutan obat (cuka atau obat lain) segera setelah koitus

merupakan suatu cara yang telah lama sekali digunakan untuk tujuan
105

kontrasepsi. Maksudnya ialah untuk mengeluarkan sperma secara

mekanik dari vagina. Penambahan cuka ialah untuk memeperoleh

efek spermisida serta menjaga asiditas vagina. Efektivitas cara ini

mengurangi kemungkinan terjadinya konsepsi hanya dalam batas

tertentu karena sebelum dilakukannya pembilasan spermatozoa dalam

jumlah besar sudah memasuki serviks uteri.

3. Pantang Berkala (Rhytm Method)

Pada perempuan dengan daur haid tidak teratur dengan variasi

yang tidak jauh berbeda, dpaat ditetapkan masa subur dengan suatu

perhitungan, di mana daur haid terpendek dikurangi dengan 18 hari

dan daur haid terpanjang dikurangi dengan 11 hari. Masa aman ialah

sebelum daur haid terpendek yang telah dikurangi. Untuk dapat

memepergunakan cara ini, perempuan yang bersangkutan sekurang-

kurangnya harus mempunyai catatan tentang lama daur haidnya

selama 6 bulan, atau lebih baik jika perempuan tersebut mempunyai

catatan tentang lama daur haidnya selama satu tahun penuh

(Prawirohardjo S, 2011 : 439).

Efektivitas cara ini akan lebih tepat jika dibarengi dengan cara

pengukuran suhu basal badan (SBB). Dengan pengukuran ini dapat

ditentukan dengan tepat saat terjadinya ovulasi. Menjelang ovulasi

suhu basal badan turun, kurang dari 24 jam sesudah ovulasi suhu
106

basal badan naik lagi sampai tingkat lebih tinggi daripada tingkat

suhu sebelum ovulasi, dan tetap tinggi sampai akan terjadinya haid.

Dengan menggunakan suhu basal badan, kontasepsi dengan cara

pantang berkala dapat ditingkatkan efektivitasnya. Akan tetapi, harus

diingat bahwa bebrapa faktor dapat menyebabkan kenaikan suhu

basal badan tanpa terjadinya ovulasi, misalnya karena infeksi, kurang

tidur, atau minum alkohol (Prawirohardjo S, 2011 : 440).

4. Kondom

Prinsip kerja kondom ialah sebagai perisai dari penis sewaktu

melakukan koitus, dan mencegah pengumpulan sperma dalam vagina.

Bentuk adalah silindris dengan pinggir yang tebal pada ujung yang

terbuka, sedang ujung yang buntu berfungsi sebagai penbampung

sperma. Biasanya diameternya 31-36,5 mm dan panjangnya lebih

kurang 19 cm (Prawirohardjo S, 2011 : 441).

Keuntungan kondom, selain untuk memberi perlindungan

terhadap penyakit kelamin, juga dapat digunakan untuk tujuan

kontrasepsi. Kekurangannya ialah ada kalanya pasangan yang

mempergunakannya merasakan selaput karet tersebut sebagai

penghalang dalam kenikmatan sewaktu melakukan koitus. Ada pula

pasangan yang tidak menyukai kondom oleh karena adanya asosiasi

dengan soal pelacuran. Sebab kegagalan memamai kondom ialah

bocor atau koyaknya alat itu atau tumpahnya sperma yang disebabkan
107

oleh tidak dikeluarkannya penis segera setelah terjadinya ejakulasi.

Efek samping kondom tidak ada, kecuali jika ada alergi terhadap

bahan kondom itu sendiri. Efektivitas kondom ini tergantung dari

mutu kondom dan dari ketelitian dalam penggunaannya. Hal yang

perlu diperhatikan ketika menggunakan kondom:

(1) Jangan melakukan koitus sebelum kondom terpasang dengan baiki

(2) Pasanglah kondom sepanjang penis yang sedang dalam ereksi.

Pada laki-laki yang tidak bersunat, prepisium harus ditarik terlebih

dahulu.

(3) Tinggalkan sebgaian kecil dari ujung kondom untuk menampung

sperma

(4) Pergunakanlah bahan pelicin secukupnya pada permukaan

kondom untuk mencegah terjadinya robekan.

(5) Keluarkanlah penis dari vagina sewaktu masih dalam keadaan

ereksi dan tahanlah kondom pada tempatnya ketika penis

dikeluarkan dari vagina supaya sperma tidak tumpah

(Prawirohardjo S, 2011 : 442).

6. Diafragma Vaginal

Diafragma vaginal terdiri atas kantong karet yang berbentuk

mangkuk dengan per elastis pada pinggirnya. Per ini ada yang terbuat

dari logam tipis yang tidak dapat berkarat, ada pula yang dari kawat
108

halus yang tergulur sebagai spiral dan mempunyai sifat seperti per

(Prawirohardjo S, 2011 : 442).

Diafragma dimasukkan ke dalam vagina sebelum koitus untuk

menjaga jangan sampai sperma masuk ke dalam uterus. Untuk

memperkuat khasiat diafragma, obat spermatisisda dimasukkan ke

dalam manghkuk dan dioleskan pada pinggirnya. Diafragma vaginal

sering dianjurkan pemakaiannya dalam hal seperti berikut :

(1) Keadaan dimana tidak tersedia cara yang lebih baik;

(2) Jika frekuensi koitus tidak seberapa tinnggi, sehingga tidak

dibutuhkan perlindungan yang terus menerus;

(3) Jika pemakaian pil, IUD, atau cara lain harus dihentikan untuk

sementara waktu oleh karena sesuatu sebab.

Kelemahan diafragma vaginal ini ialah :

(1) Diperlukannya motivasi yang cukup kuat;

(2) Umumnya hanya untuk perempuan yang terpelajar dan tidak

untuk dipergunakan secara massal;

(3) Pemakaian yang tidak teratur dapat menimbulkan kegagalan;

(4) Tingkat kegagalan lebih tinggi daripada pil atau IUD.

Keuntungan dari cara ini adalah :

(1) Hampir tidak ada efek samping;

(2) Dengan motivasi yang baik dan pemakaian yang betul, hasilnya

cukup memuaskan;
109

(3) Dapat dipakai sebagai pengganti pil, IUD atau pada perempuan

yang tidak boleh mempergunakan pil atau IUD oleh karena

sesuatu sebab (Prawirohardjo S, 2011 : 443).

7. Kontrasepsi dengan Obat Spermitisida

Obat spermitisida yang dipakai untuk kontrasepsi terdiri atas 2

komponen, yaitu zat kimiawi yang mampu mematikan

spermatozoon, dan vehikulum yang nonaktif dan yang diperlukan

untuk membuat tablet atau cream/jelly. Makin erat hubungan antara

zat kimia antara zat kimia dan sperma, makin tinggi efektivitas obat.

Oleh sebba itu, obat yang paling baik adalah yang membuat busa

setelah dimasukkan ke dalam vagina, sehingga kelak busanya dapat

mengelilingi serviks uteri dan menutup ostium uteri eksternum. Cara

kontrasepsi dengan obat spermatisida umumnya digunakan bersama

dengan cara lain (diafragma vaginal), atau apabila ada kontraindikasi

terhadap cara lain. Efek samping jarang terjadi dan umumnya berupa

reaksi alergik (Prawirohardjo S, 2011 : 444).

8. Metode Amenorea Laktasi (MAL)

Metode Amenorea Laktasi (MAL) adalah kontrasepsi yang

mengandalkan pemberian Air Susu Ibu (ASI) secara ekslusif, artinya

hanya diberikan ASI tanpa tambahan makanan atau minuman apa

pun lainnya. Cara kerjanya menunda atau menekan ovulasi.


110

MAL dapat dipakai sebagai kontrasepsi bila :

(1) Menyusui secara penuh (full breast feeding) lebih efektif bila

pemberian ≥ 8 kali sehari

(2) Belum haid

(3) Umur bayi kurang dari 6 bulan

Hanya efektif digunakan sampai 6 bulan dan harus

dilanjutkan dengan pemakaian metode kontrasepsi lainnya.

Keuntungan Kontrasepsi MAL :

(1) Efektivitas tinggi (keberhasilan 98% pada 6 bulan pasca

persalinan

(2) Segera efektif

(3) Tidak mengganggu senggama

(4) Tidak ada efek samping secara sistematik

(5) Tidak perlu pengawasan medis

(6) Tidak perlu obat atau alat

(7) Tanpa biaya (Affandi B dkk, 2011 : MK-1)

Keterbatasan Kontrasepsi MAL :

(1) Perlu persiapan sejak perawatan kehamilan segera menyusui

dalam 30 menit pasca persalinan

(2) Mungkin sulit dilaksana kan karena kondisi social


111

(3) Efektivitas tinggi hanya sampai kembalinya haid atau sampai

dengan 6 bulan

(4) Tidak melindungi terhadap IMS termasuk virus hepatitis

B/HBV dan HIV/AIDS

Yang dapat menggunakan MAL, ibu yang menyusui

secara ekslusif beyinya berumur kurang dari 6 bulan dan belum

mendapat haid setelah melahirkan (Affandi B dkk, 2011 : MK-2).

Yang seharusnya tidak pakai MAL, ibu sudah mendapat

haid setelah bersalin, tidak menyusui secara ekslusif, bayinya

sudah berumur lebih dari 6 bulan, bekerja dan terpisah dari bayi

lebih dari 6 jam (Affandi B dkk, 2011 : MK-3).

C. Kontrasepsi Hormonal

1. Pil Kontrasepsi

a. Pil Kombinasi

Pil kombinasi yang sekarang dipergunakan tidak berisi

estrogen dan progesterone alamiah, melainkan steroid sintetik.

Ada dua jenis progesterone sintetik yang dipakai, yaitu yang

berasal dari 19 nor-testosteron, dan yang berasal dari 17 alfa-

asetoksi-progesteron. Estrogen yang banyak dipakai untuk pil

kontasepsi ialah etnil estradiol dan mesotranol.

Mekanisme Kerja. Komponen estrogen dlama pil menekan

sekresi FSH menghalangi maturasi folikel dalam ovarium.


112

Karena pengaruh estrogen dari ovarium tergadap hipofisis tidak

ada, maka tidak terdapat pengeluaran LH. Pada pertengahan

siklus haid kadar FSH rendah dan tidak terjadi peningkatan

kadar LH, sehingga menyebabkan ovulasi terganggu.

Komponen progestagen dalam pil kombinasi memperkuat

khasiat estrogen untuk mencegah ovulasi, sehingga dalam 95-

98% tidak terjadi ovulasi (Prawirohardjo S, 2011 : 445).

Keuntungan Pil Kombinasi :

(1) Efektivitasnya dapat dipercaya (daya guna teoritis hamper

100%, daya guna pemakaian 95-98%).

(2) Frekuensi koitus tidak perlu diatur

(3) Siklus haid jadi teratur

(4) Keluhan disminorhea yang primer menjadi berkurang atau

hilang sama sekali (Prawirohardjo S, 2011 : 447)

Keterbatasan Pil Kombinasi :

(1) Mahal dan membosankan karena harus menggunakannya

setiap hari

(2) Mual, terutama pada 3 bulan pertama

(3) Perdarahan bercak atau perdarahan sela, terutama 3 bulan

pertama

(4) Pusing

(5) Nyeri payudara


113

(6) Berat badan naik sedikit, tetapi pada perempuan tertentu

kenaikan berat badan justru memiliki dampak positif

(7) Berhenti haid (amenorea), jarang pada pil kombinasi

(8) Tidak boleh diberikan pada perempuan menyusui

(mengurangi ASI)

(9) Pada sebagaian kecil peempuan dapat menimbulkan depresi,

dan perubahan suasana hati, sehingga keinginan untuk

melakukan hubungan seks berkurang.

(10)Dapat meningkatkan tekanan darah dan retensi cairan,

sehingga resiko stoke dan gangguan pembekuan darahvena

dalam sedikit meningkat. Pada perempuan usia > 35 tahun

dan merokok perlu hati-hati.

(11)Tidak mencegah IMS (Infeksi Menular Seksual), HBV,

HIV/AIDS (Affandi B dkk 2011 : MK-32).

Yang Dapat Menggunakan Pil Kombinasi :

(1) Usia reproduksi

(2) Telah memiliki anak ataupun yang belum memiliki anak

(3) Gemuk atau kurus

(4) Menginginkan metode kontrasepsi dengan efektivitas tinggi

(5) Setelah melahirkan dan tidak menyusui

(6) Setelah melahirkan 6 bulan yang tidak memberikan ASI

ekslusif, sedangkan semua cara kontrasepsi yang dianjurkan

tidak cocok bagi ibu tersebur


114

(7) Pascakeguguran

(8) Anemia karena haid berlebihan

(9) Nyeri haid hebat

(10) Siklus haid tidak teratur

(11) Riwayat kehamilan ektopik

(12) Kencing manis tanpa komplikasi pada ginjal, pembuluh

darah, mata, dan saraf

(13) Penyakit tiroid, penyakit radang panggul, endometritis, atau

tumor ovarium jinak

(14) Menderita tuberculosis (kecuali yang sedang menggunakan

rifampisin)

(15) Varises vena

Yang Tidak Boleh Menggunakan Pil Kombinasi :

(1) Hamil atau dicurigai hamil

(2) Menyusui ekslusif

(3) Perdarahan pervaginam yang belum diketahui penyebabnya

(4) Penyakit hati akut (Hepatitis)

(5) Perokok dengan usia > 35 tahun

(6) Riwayat penyakit jantung, stroke, atau tekanan darah >

180/110 mmHg

(7) Kanker payudara atau dicurigai kanker payudara

(8) Migraine dan gejala neurologic fokal (epilepsi/riwayat

epilepsi)
115

(9) Tidak dapat menggunakan pil secara teratur setiap hari

(Affandi B dkk, 2011 : MK-33)

Efek Samping.

(1) Amenorhea (Tidak ada perdarahan atau spotting)

(2) Mual, pusing, atau muntah (akibat reaksi anafilaktik)

(3) Perdarahan pervaginam/spotting

(4) Nyeri dada hebat, batuk, napas pendek

(5) Sakit kepala hebat

(6) Nyeri tungkai hebat (betis atau paha)

(7) Nyeri abdomen hebat

(8) Kehilangan penglihatan atau kabur

(9) Tidak terjadi perdarahan/spotting setelah selesai minum pil

(Affandi B dkk, 2011 : MK-35,36)

b) Pil Sekuensial

Di Indonesia pil sekuensial tidak diedarkan. Pil sekuensial

itu tidak seefektif pil kombinasi, dan pemakaiannya hanya

dianjurkan pada hal tertentu saja. Pil diminum yang hanya

mengandung estrogen saja untuk 14-16 hari, disusul dengan pil

yang mengandung estrogen dan progesterone 5-7 hari.

c) Postcoital Contraception (Morning After Pill)

Estrogen dalam dosis tinggi dapat mencegah kehamilan jika

diberikan segera setelah koitus yang tidak dilindungi. Prnrlitian


116

dilakukan pda perempuan sukarelawan dan perempuan yang

diperkosa. Kepada sebagian dari perempuan tersebut diberikan

50 mg dietilstilbestrol (DES) dan kepada sebagian lagi diberikan

etnil-estradiol (EE) sebanyak 0,5 sampai 2 mg sehari selama 4-5

hari setelah terjadinya koitus. Kegagalan cara ini dilaporkan

dalam 2,4% dari jumlah kasus. Cara ini dapat menghalangi

implantasi blastokista dalam endometrium

(Prawirohardjo S, 2011 : 449).

d. Kontrasepsi Pil Progestin (Minipil)

Jenis Minipil.

(1) Kemasan dengan isi 35 pil : 300 µg levonorgestrel atau 350

µg noretindron

(2) Kemasan dengan isi 28 pil : 75 µg desogestrel

Mekanisme Kerja :

(1) Menekan sekresi gonadotropin dan sintesis steroid sek di

ovarium (tidak begitu kuat)

(2) Endometrium mengalami transformasi lebih awal sehingga

implantasi lebih sulit

(3) Mengentalkan lendir serviks sehingga menghambat

penetrasi sperma

(4) Mengubah motilitas tuba sehingga transportasi sperma

terganggu
117

Efektivitas. Sangat efektif (98,5%). Pada penggunaan

minipil jangan sampai terlupa satu-dua tablet atau jangan sampai

terjadi gangguan gastrointestinal (muntah,diare), karena

akibatnya kemungkinan terjadi kehamilan sangat besar.

Penggunaan obat mukolitik asetilsistein bersamaan dengan

minipil perlu dihindari karena mukolitik jenis ini dapat

meningkatkan penetrasi sperma sehingga kemampuan

kontraseptif dari minipil dapat terganggu.

Agar didapatkan kehandalan yang tinggi, maka :

(1) Jangan sampai ada tablet yang lupa

(2) Tablet digunakan pada jam yang sama (malam hari)

(3) Senggama sebaiknya dilakukan 3-20 jam setelah

penggunaan minipil (Affandi B dkk, 2011 : MK-51)

Keuntungan Kontrasepsi :

(1) Sangat efektif bila digunakan secara benar

(2) Tidak mengganggu hubungan seksual

(3) Tidak mempengaruhi ASI

(4) Kesuburan cepat kembali

(5) Nyaman dan mudah digunakan

(6) Sedikit efek samping

(7) Dapat dihentikan setiap saat

(8) Tidak mengandung estrogen


118

Kerugian Kontrasepsi :

(1) Hampir 30-60% mengalami gangguan haid (perdarahan sela,

spotting, amenorea)

(2) Peningkatan/penurunan berat badan

(3) Harus digunakan setiap hati dan pada waktu yang sama

(4) Bila lupa satu pil saja, kegagalan menjadi lebih besar

(5) Payudara menjadi tegang, mual, pusing, dermatitis atau

jerawat

(6) Risiko kehamilan ektopik cukup tinggi (4 dari 100

kehamilan), tetapi risiko ini lebih rendah jika dibandingkan

dengan perempuan yang tidak menggunakan minipil

(7) Efektivitasnya menjadi rendah bila digunakan bersaman

dengan obat tuberculosis atau obat epilepsi

(8) Tidak melindungi diri dari infeksi menular seksual atau

HIV/AIDS

(9) Hirsutisme (tumbuh rambut/bulu berlebihan di daerah

muka), tetapi sangat jarang terjadi

Yang Boleh Menggunakan Minipil :

(1) Usia reproduksi

(2) Telah memiliki anak, atau yang belum memiliki anak

(3) Menginginkan suatu metode kontrasepsi yang sangat efektif

selama periode menyusui


119

(4) Pascapersalinan dan tidak menyusui

(5) Pascakeguguran

(6) Perokok segala usia

(7) Mempunyai tekanan darah tinggi (selama <180/110 mmHg)

atau dengan masalah pembekuan darah

(8) Tidak boleh menggunakan estrogen atau lebih senang tidak

menggunakan estrogen

Yang Tidak Boleh Menggunakan Minipil :

(1) Hamil atau diduga hamil

(2) Perdarahan pervaginam yang belum jelas penyebabnya

(3) Tidak dapat menerima terjadinya gangguan haid

(4) Menggunakan obat tuberculosis (rifampisin), atau obat

untuk epilepsy (fenitoin atau barbiturat)

(5) Kanker payudara atau riwayat kanker payudara

(6) Sering lupa menggunakan pil

(7) Miom uterus. Progestin memicu pertumbuhan miom uterus

(8) Riwayat stroke. Progestin menyebabkan spasme pembuluh

darah (Affandi B dkk, 2011 : MK-52)

Efek Samping :

(1) Amenorea

(2) Perdarahan tidak tertur/spotting


120

2. Kontrasepsi Suntikan

a. Suntikan Kombinasi/ Suntikan Setiap Bulan (Monthly

Injectable)

Suntikan bulanan mengandung 2 macam hormone progestin

dan estrogen seperti hormone alami pada tubuh perempuan.

Juga disebut sebagai kontrasepsi suntikan kombinasi (Combined

Injectable Contraceptive). Preparat yang dipakai adalah

medroxy progesterone acetate (MPA) / estradiol caprionate

atau norethisterone enanthate (NET-EN) / estradiol valerate.

Berbagai macam nama telah beredar antara lain Cyclofem,

Cycloprovera, Mesygna, dan Norigynon (Prawirohardjo S, 2011

: 450).

Mekanisme Kerjanya :

(1) Menekan ovulasi

(2) Membuat lendir serviks menjadi kental sehingga penetrasi

sperma terganggu

(3) Perubahan pada endometrium (atrofi) sehingga implantasi

terganggu

(4) Menghambat transportasi gamet oleh tuba.

Efektivitasnya. Sangat efektif (0,1-0,4 kehamilan per 100

perempuan) selama tahun pertama pengguna.


121

Keuntungan Kontrasepi :

(1) Risiko terhadap kesehatan kecil

(2) Tidak berpengaruh pada hubungan suami istri

(3) Tidak diperlukan pemeriksaan dalam

(4) Jangka panjang

(5) Efek samping sangat kecil

(6) Klien tidak perlu menyimpan obat suntik (Affandi B dkk,

2011 : MK-36).

Kerugian Kontrasepsi :

(1) Terjadi peruvbahan pada pola haid, seperti tidak teratur,

perdarahan bercak/spotting, atau perdarahan sela sampai 10

hari.

(2) Mual, sakit kepala, nyeri payudara ringan, dan keluhan

seperti ini akan hilang setelah suntikan kedua atau ketiga.

(3) Ketergantungan klien terhadap pelayanan kesehatan. Klien

harus kembali setiap 30 hari untuk mendapat suntikan.

(4) Efektivitasnya berkurang bila digunakan bersamaan dnegan

obat epilepsi (Feniton dan Barbiturat) atau obat tuberkulosis

(Rifampisin).

(5) Dapat terjadi efek samping yang serius, seperti serangan

jantung, stroke, bekuan darah pada paru atau otak, dan

kemungkinan timbulnya tumor hati.


122

(6) Penambahan berat badan.

(7) Tidak menjamin perlindungan terhadap penularan infeksi

menular seksual, hepatitis B virus, atau infeksi virus HIV.

(8) Kemungkinan terlambatnya pemulihan kesuburan setelah

penghentian pemakaian.

Yang Boleh Menggunakan Suntikan Kombinasi :

(1) Usia reproduksi

(2) Telah memiliki anak, ataupun yang belum memiliki anak

(3) Ingin mendapatkan kontrasepsi dengan efektivitas yang

tinggi

(4) Menyusui ASI pascapersalinan > 6 bulan

(5) Pascapersalinan dan tidak menyusui

(6) Anemia

(7) Nyeri haid hebat

(8) Haid teratur

(9) Riwayat kehamilan ektopik

(10) Sering lupa menggunakan pil kontrasepsi (Affandi B dkk,

2011 : MK-37).

Yang Tidak Boleh Menggunakan Suntikan Kombinasi :

(1) Hamil atau diduga hamil.

(2) Menyusui dibawah 6 minggu pascapersalinan.

(3) Perdarahan pervaginam yang belum jelas penyebabnya.


123

(4) Penyakit hati akut (virus hepatitis).

(5) Usia > 35 tahun yang merokok.

(6) Riwayat penyakit jantung, stroke, atau dengan tekanan darah

tinggi (> 180/110 mmHg).

(7) Riwayat kelaianan tromboembolli atau dengan kencing

manis > 20 tahun.

(8) Kelainan pembuluh darah yang menyebabkan sakit kepala

atau migraine.

(9) Keganasan pada payudara (Affandi B dkk, 2011 : MK-38).

Efek Samping :

(1) Amenorea

(2) Mual/pusing/muntah

(3) Perdarahan/perdarahan bercak (spotting)

b. Kontrasepsi Suntikan Progestin

Tersedia 2 jenis kontrasepsi suntikan yang hanya

mengandung progestin, yaitu :

1) Depo Medroksiprogesteron Asetat (Depo Provera),

mengandung 150 mg DMPA, yang diberikan setiap 3 bulan

dengan cara disuntik intramuskuler (di daerah bokong).

2) Depo Noretisteron Enantat (Depo Noristerat), yang

mengandung 200 mg Noretindron Enantat, diberikan setiap 2

bulan dengan cara disuntik intramuskuler.


124

Mekanisme Kerja :

(1) Obat ini menghalangi terjadinya ovulasi dengan jalan

pembentukan gonadotropin releasing hormone dari

hipotalamus.

(2) Lendir serviks bertambah kental, sehingga menghambat

penetrasi sperma melalui serviks uteri.

(3) Implantasi ovum dalam endometrium dihalangi.

(4) Mempengaruhi transport ovum di tuba (Prawirohardjo S,

2011 : 450).

Efektivitas. Kedua kontrasepsi suntik tersebut memiliki

efektivitas yang tinggi, dengan 0,3 kehamilan per 100 perempuan

per tahun, asal penyuntikannya dilakukan secara teratur sesuai

jadwal yang telah ditentukan.

Keuntungan Kontrasepsi :

(1) Sangat efektif

(2) Pencegahan kehamilan jangka panjang

(3) Tidak berpengaruh pada hubungan suami-istri

(4) Tidak mengandung estrogen sehingga tidak berdampak serius

terhadap penyakit jantung, dan gangguan pembekuan darah

(5) Tidak memiliki pengaruh terhadap ASI

(6) Sedikit efek samping

(7) Klien tidak perlu menyimpan obat suntik


125

(8) Dapat digunakan oleh perempuan usia > 35 tahun sampai

perimenopause

(9) Membantu mencegah kanker endometrium dan kehamilan

ektopik

(10) Menurunkan kejadian penyakit jinak payudara

(11) Mencegah beberapa penyebab penyakit radang panggul

(12) Menurunkan krisis anemia bulan sabit (sickle cell).

Kerugian Kontrasepsi :

(1) Sering ditemukan gangguan haid (siklus haid memendek atau

memanjang, perdarahan yang banyak atau sedikit, perdarahan

tidak teratur atau perdarahan bercak (spotting), tidak haid

sama sekali).

(2) Klien sangat bergantung pada tempat sarana pelayanan

kesehatan (harus kembali untuk suntikan ulang).

(3) Tidak dapat dihentikan sebelum suntikan berikutnya.

(4) Permasalahan berat badan merupakan efek samping tersering.

(5) Tidak menjamin perlindungan terhadap penularan infeksi.

menular seksual, hepatitis B virus, atau infeksi virus HIV.

(6) Terlambatnya kembali kesuburan setelah penghentian

pemakaian.

(7) Terlambatnya kembali kesuburan bukan karena terjadinya

kerusakan/kelainan pada organ genetalia, melainkan karena


126

belum habisnya pelepasan obat suntikan dari deponya (tempat

suntikan).

(8) Terjadi perubahan pada lipid serum pada penggunaan jangka

panjang.

(9) Pada penggunaan jangka panjang dapat sedikit menurunkan

kepadatan tulang (densitas).

(10) Pada penggunaan jangka panjang dapat menimbulkan

kekeringan pada vagina, menurunkan libido, gangguan emosi

(jarang), sakit kepala, nervositas, jerawat

(Prawirohardjo S, 2011 : MK-44).

Yang Dapat Menggunakan Kontrasepsi Suntikan Progstin :

(1) Usia reproduksi.

(2) Nulipara dan yang memiliki anak.

(3) Menghendaki kontrasepsi jangka panjang dan yang memiliki

efektivitas tinggi.

(4) Menyusui dan membutuhkan kontrasepsi yang sesuai.

(5) Setelah melahirkan dan tidak menyusui.

(6) Setelah abortus atau keguguran.

(7) Telah banyak anak, tetapi belum menghendaki tubektomi.

(8) Perokok.

(9) Tekanan darah < 180/110 mmHg, dengan masalah gangguan

pembekuan darah atau anemia bulan sabit.


127

(10) Menggunakan obat untuk epilepsy (fenitoin dan barbiturate)

atau obat tuberculosis (rifampisin).

(11) Tidak dapat memakai kontrasepsi yang mengandung estrogen

(12) Sering lupa menggunakan pil kontrasepsi.

(13) Anemia defisiensi besi.

(14) Mendekati usia menopause yang tidak mau atau tidak boleh

menggunakan pil kontrasepsi kombinasi.

Yang Tidak Boleh Menggunakan Kontrasepsi Suntikan Progestin:

(1) Hamil atau dicurigai hamil (risiko cacat pada janin 7 per

100.000 kelahiran).

(2) Perdarahan pervaginam yang belum jelas penyebabnya.

(3) Tidak dapat menerima terjadinya gangguan haid, terutama

amenorea.

(4) Menderita kanker payudara atau riwayat kanker payudara.

(5) Diabetes mellitus disertai komplikasi (Affandi B dkk, 2011 :

MK-45).

Efek Samping :

(1) Amenorea (tidak terjadi perdarahan/spotting)

(2) Perdarahan/perdarahan bercak (spotting)

(3) Meningkatnya/menurunnya berat badan


128

3. Alat Kontrasepsi Bawah Kulit (AKBK) / IMPLAN

Implan adalah metode kontrasepsi hormonal yang efektif,

tidak permanen dan dapat mencegah terjadinya kehamilan antara tiga

hingga lima tahun.

Jenis Implan :

(1) Norplant. Terdiri dari 6 kapsul yang secara total bermuatan 216

mg levonorgestrel, dengan masa kerja 5 tahun (Affandi B dkk,

2011 : MK-55).

(2) Jadelle (Norplant II). Implan-2 memakai levonorgestrel 150 mg

dengan masa kerja 5 tahun (Affandi B dkk, 2011 : MK-56).

(3) Implanon. Kontrasepsi subdermal berkapsul tunggal yang

mengandung etonogestrel (3-ketodesogestrel), merupakan

metabolit desogestrel yang efek androgeniknya lebih rendah dan

aktivitas progestational yang lebih tinggi dari levonorgestrel,

dengan masa kerja selama 3 tahun. Dengan tidak terjadinya

kehamilan selama penggunaan pada 70.000 siklus perempuan

maka implanon dikategorikan sebagai alat kontrasepsi paling

efektif dari yang pernah dibuat selama ini (Affandi B dkk, 2011 :

MK-57).

(4) Nestorone. Progestin kuat yang dapat mengahambat ovulasi dan

tidak terikat dengan sex hormone-binding globulin (SHBG) serta


129

tanpa efek estrogenic dan androgenik dengan masa kerja aktif 2

tahun (Affandi B dkk, 2011 : MK-57-58).

Mekanisme Kerja.

Implan mencegah terjadinya kehamilan melalui berbagai

cara. Seperti kontrasepsi progestin pda umumnya, mekanisme

utamanya adalah menebalkan mukus serviks sehingga tidak dapat

dilewati oleh sperma. Progestin juga menekan pengeluaran follicle

stimulating hormone (FSH) dan luteinizing hormone (LH) dari

hipotalamus dan hipofise. Penggunaan progestin jangka panjang,

juga menyebabkan hipotropisme endometrium sehingga dapat

mengganggu proses implantasi. Metode kontrasepsi subdermal ini

setara dengan 1095-1460 pil progestin yang harus diminum tiap hari

(Affandi B dkk, 2011 : MK-58).

Efek Samping :

(1) Perubahan perdarahan haid

(2) Sakit kepala

(3) Perubahan berat badan (biasanya meningkat)

(4) Perubahan suasana hati (gugup atau cemas)

(5) Depresi

(6) Mual

(7) Perubahan selera makan

(8) Payudara lembek


130

(9) Bertambahnya rambut di badan atau muka

(10) Timbul jerawat (Affandi B dkk, 2011 : MK-63)

4. Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR) / IUD

IUD merupakan salah satu jenis alat kontrasepsi yang tidak

mengandung hormon dan termasuk alat kontrasepsi jangka panjang

yang ideal dalam upaya menjarangkan kehamilan. Keuntungan

pemakaian IUD yakni hanya memerlukan satu kali pemasangan

untuk jangka waktu yang lama dengan biaya yang murah, aman

karena tidak mempunyai pengaruh pada tubuh secara umum, tidak

mempengaruhi produksi ASI dan kesuburan cepat kembali setelah

IUD dilepas. IUD Post Plasenta adalah IUD yang dipasang dalam

waktu 10 menit setelah lepasnya plasenta pada persalinan melalui

jalan lahir yaitu vagina (BKKBN, 2009).\

Metode IUD Post Plasenta mempunyai keuntungan tersendiri,

selain pemasangannya lebih efektif karena dilakukan setelah plasenta

lahir sekaligus mengurangi angka kesakitan ibu.

Pemasangan IUD/AKDR berdasarkan waktu pemasangan dapat

dibagi menjadi 3 :

1. Immediate postplacental insertion (IPP) yaitu dipasang dalam

waktu 10 menit setelah plasenta dilahirkan.

2. Early postpartum insertion (EPI) yaitu dipasang antara 10 menit

sampai dengan 72 jam setelah persalinan.


131

3. Interval insertion (INT) yaitu dipasang setelah 6 minggu setelah

persalinan.

Pemasangan IUD Post Plasenta dalam 10 menit setelah plasenta

lahir dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu :

1. Dipasang denga tangan secara langsung

Setelah plasenta dilahirkan dan sebelum tindakan operasi untuk

penanganan keadaan dimana uterus turun atau bergeser dari

tempat semula atau menonjol keluar dari vagina. Pemasangan

memegang IUD dengan jari telunjuk dan jari tengah kemudian

dipasnag secara perlahan-lahan melalui vagina dan leher rahim

(servik) sementara itu tangan yang lain melakukan penekanan

pada perut bagian bawah dan mencengkeram rahim untuk

memastikan IUD dipasang di tengah-tengah yaitu di bagian

puncak rahim. Tangan pemasang dikeluarkan perlahan-lahan dari

vagina. Jika IUD ikut tertarik keluar saat tangan pemasang

dikeluarkan dari vagina atau IUD belum terpasang di tempat yang

seharusnya, segera dilakukan perbaikan posisi IUD.

2. Dipasang dengan ring forceps

Prosedur pemasnagan dengan AKDR menggunakan ring forceps

hamper sama dengan pemasangan menggunakan tangan secara


132

langsung akan tetapi AKDR diposisikan dengan menggunakan

ring forceps, bukan dengan tangan (Handayani, 2010).

Cara Pemasangan IUD :

(1) Dilakukan pemeriksaan dengan memasukkan tangan ke vagina

terlebih dahulu untuk memeriksa apakah ada yang tidak normal

pada organ panggul (terutama adanya kehamilan dan infeksi

pada panggul) dan untuk menentukan posisi rahim. IUD dapat di

pasang dalam rahim pada berbagai posisi, tetapi luka pada rahim

biasa terjadi pada rahim dengan posis retroverted.

(2) Masukkan alat speculum , kemudian bersihkan bagian leher

rahim dengan menggunakan cairan antiseptic seperti betadin.

(3) Pegang bibir bagian depan leher rahim dengan menggunakan

alat tenakulum dan tentukan arah rahim dan kedalaman. Untuk

membuat pemasangan lebih nyaman, dapat disuntikkan 1 ml

lidokain 1% (Xylocaine) kedalam leher rahim sebelum

menggunakan tenakulum dan 5 ml kedalam paraservikal pada

arah jam 4 dan jam 8.

(4) Kemudian memasukkan IUD kedalam introduser dalam kondisi

steril.

(5) Dengan daya tarik dari tenakulum, masukkan introduser IUD

melalui leher rahim kedalam rahim.

(6) Kemudian lepaskan benang IUD dari introduser dan tarik lat

pemasuknya, sehingga IUD tetap berada di dalam rahim.


133

(7) Potong benangnya sekitar 1 inci.

Jenis AKDR :

(1) AKDR CuT-380A. Berbentuk kecil, kerangka diselubungi

plastic yang fleksibel, berbentu T diselubungi oleh kawat halus

yang terbuat dari tembaga (Cu).

(2) NOVA T (Schering) (Affandi B dkk, 2011 : MK-80)

Mekanisme Kerja :

(1) Menghambat kemampuan sperma untuk masuk ke tuba fallopi

(2) Mempengaruhi fertilisasi sebelum ovum mencapai kavum uteri

(3) AKDR bekerja terutama mencegah sperma dan ovum bertemu,

walaupun AKDR membuat sperma sulit masuk ke dalam alat

reproduksi perempuan dan mengurangi kemampuan sperma

untuk fertilisasi

(4) Memungkinkan untuk mencegah implantasi telur dalam uterus

Keuntungan Kontrasepsi :

(1) Sebagai kontrasepsi, efektivitasnya tinggi. Sangat efektif 0,6 –

0,8 kehamilan/100 perempuan dalam 1 tahun pertama (1

kegagalan dalam 125-170 kehamilan)

(2) AKDR dapat efektif segera setelah pemasangan

(3) Metode jangka panjang (10 tahun proteksi dari CuT-380A dan

tidak perlu diganti)

(4) Sangat efektif karena tidak perlu lagi mengingat


134

(5) Tidak mempengaruhi hubungan seksual

(6) Meningkatkan kenyamanan seksual karena tidak perlu takut

hamil

(7) Tidak ada efek samping hormonal dengan Cu AKDR (CuT-

380A)

(8) Tidak mempengaruhi kualitas dan volume ASI

(9) Dapat dipasang segera setelah melahirkan atau sesudah abortus

(apabila tidak terjadi infeksi)

(10) Dapat digunakan sampai menopause (1 tahun atau lebih

setelah haid terakhir)

(11) Tidak ada interaksi dengan obat

(12) Membantu mencegah kehamilan ektopik (Affandi B dkk,

2011 : MK-81).

Kerugian Kontrasepsi :

(1) Tidak mencegah IMS termasuk HIV/AIDS

(2) Tidak baik digunakan pada perempuan dengan IMS atau

perempuan yang sering berganti pasangan

(3) Penyakit radang panggul terjadi sesudah perempuan dengan

IMS memakai AKDR. PRP dapat memicu infertilitas.

(4) Prosedur medis, termasuk epmeriksaan pelvik diperlukan

dalam pemasangan AKDR. Seringkali perempuan takut

selama pemasangan
135

(5) Sedikit nyeri dan perdarahan (spotting) terjadi segera setelah

pemasnagan AKDR. Biasanya menghilang dalam 1-2 hari

(6) Klien tidak dapat melepas AKDR oleh dirinya sendiri. Petugas

kesehatan terlatih yang harus melepaskan AKDR

(7) Mungkin AKDR keluar dari uterus tanpa diketahui (sering

terjadi apabila AKDR dipasangan segera setelah melahirkan)

(8) Tidak mencegah terjadinya kehamilan ektopik karena fungsi

AKDR untuk mencegah kehamilan normal

(9) Perempuan harus memeriksa posisi benang AKDR dari waktu

ke waktu. Untuk melakukan ini perempuan harus

memasukkan jarinya ke dalam vagina, sebagian perempuan

tidak mau melakukan ini.

Yang Dapat Menggunakan

(1) Usia reproduktif

(2) Keadaan nulipara

(3) Menginginkan menggunakan kontrasepsi jangka panjang

(4) Menyusui yang menginginkan menggunakan kontrasepsi

(5) Setelah melahirkan dan tidak menyusui bayinya

(6) Setelah mengalami abortus dan tidak terlihat adanya infeksi

(7) Risiko rendah dari IMS

(8) Tidak mengjendaki metode hormonal

(9) Tidak menyukai untuk mengingat minum pil setiap hari


136

(10) Tidak menghendaki kehamilan setelah 1-5 hari senggama

(Affandi B dkk, 2011 : MK-82).

Pada umumnya ibu dapat menggunakan AKDR Cu dengan

aman dan efektif. AKDR dapat digunakan pada ibu dalam segala

kemungkinan keadaan misalnya :

(1) Perokok

(2) Pascakeguguran atau kegagalan kehamilan apabila tidak terlihat

adanya infeksi

(3) Sedang memakai antibiotika atau antikejang

(4) Gemuk ataupun yang kurus

(5) Sedang menyusui

Begitu juga ibu dalam keadaan seperti di bawah ini dapat

menggunakan AKDR:

(1) Penderita tumor jinak payudara

(2) Penderita kanker payudara

(3) Pusing, sakit kepala

(4) Tekanan darah tinggi

(5) Varises di tungkai atau di vulva

(6) Penderita penyakit jantung

(7) Pernah menderita stroke

(8) Penderita diabetes

(9) Penderita penyakit hati atau empedu

(10) Malaria
137

(11) Skistosomiasis (tanpa anemia)

(12) Penyakit tiroid

(13) Epilepsi

(14) Nonpelvik TBC

(15) Setelah kehamilan ektopik

(16) Setelah pembedahan pelvik (Affandi B dkk, 2011 : MK-83)

Yang Tidak Diperkenankan Menggunakan AKDR

(1) Sedang hamil (doketahui hamil atau kemungkinan hamil)

(2) Perdarahan vagina yang tidak diketahui (sampai dapat

dievaluasi)

(3) Sedang menderita infeksi alat genital (vaginitis, servisitis)

(4) Tiga bulan terakhir sedang mengalami atau sering menderita

PRP atau abortus septik

(5) Kelainan bawaan uterus yang abnormal atau tumor jinak rahim

yang dapat mempengaruhi kavum uteri

(6) Penyakit trofoblas yang ganas

(7) Diketahui menderita TBC pelvik

(8) Kanker alat genital

(9) Ukuran rongga rahim kurang dari 5 cm (Affandi B dkk, 2011 :

MK-83).

Efek Samping

(1) Amenorea
138

(2) Kejang

(3) Perdarahan pervagina yang hebat dan tidak teratur

(4) Benang yang hilang

(5) Adanya pengeluaran cairan dari vagina/di curigai adanya PRP

(Affandi B dkk, 2011 : 87).

5. Kontrasepsi Mantap (Kontap)

a) Tubektomi

Tubektomi adalah metode kontrasepsi untuk perempuan

yang tidak ingin anak lagi. Perlu prosedur bedah untuk melakukan

tubektomi sehingga diperlukan pemeriksaan fisik dan

pemeriksaan tambahan lainnya untuik memastikan apakah

seorang klien sesuai untuk menggunakan metode ini.

Tubektomi termasuk metode efektif dan tidak menimbulkan

efek amping jangka panjang. Efektivitas kontraseptif terkait juga

dengan teknik tubektomi (penghambatan atau oklusi tuba) tetapi

secara kseluruhan, efektivitas tubektomi cukup tinggi

dibandingkan metode kontrasepsi lainnya. Metode dengan

efektivitas tinggi adalah tubektomi minilaparotomi

pascapersalinan.

Mekanisme Kerja
139

Dengan mengklusi tuba falopii (mengikat dan memotong

atau memasang cincin), sehingga sperma tidak dapat bertemu

dengan ovum.

Efek samping, Risiko, dan Komplikasi

Jarang sekali ditemukan efek samping, baik jangka pendek

maupun jangka panjang.

Keuntungan

Mempunyai efek protektif terhadap kehamilan dan Penyakit

Radang Panggul (PID). Beberapa studi menunjukkan efek

protektif terhadap kanker ovarium (Affandi B dkk, 2011 : MK-

89).

(1) Sangat efektif (0,5 kehamilan per 100 perempuan selama

tahun pertama penggunaan)

(2) Tidak mempengaruhi proses menyusui (breastfeeding)

(3) Tidak bergantung pada faktor senggama

(4) Baik bagi klien apabila kehamilan akan menjadi risiko

kesehatan yang serius

(5) Pembedahan sederhana, dapat dilakukan dengan anestesi local

(6) Tidak ada efek samping dalam jangka panjang

(7) Tidak ada perubahan dalam fungsi seksual (tidak ada efek

pada prosuksi hormone ovarium).

Keterbatasan
140

(1) Harus dipertimbangkan sifat permanen metode kontrasepsi ini

(tidak dapat dipulihkan kembali), kecuali dengan operasi

rekanalisasi

(2) Klien dapat menyesal dikemudian hari

(3) Risiko komplikasi kecil (meningkat apabila digunakan

anestesi umum)

(4) Rasa sakit/ketidaknyamanan dalam jangka pendek setelah

tindakan

(5) Dilakukan oleh dokter yang terlatih (dibutuhkan spesialis

ginekologi atau dokterv spesialis bedah untuk proses

laparoskopi)

(6) Tidak melindungi diri dari IMS, termasuk HBV dan

HIV/AIDS.

Yang Dapat Menjalni Tubektomi

(1) Usia >26 tahun

(2) Paritas >2

(3) Yakin telah mempunyai besar keluarga yang sesuai dengan

kehendaknya

(4) Pada kehamilannya kaan menimbulkan risiko kesehatan yang

serius

(5) Pascapersalinan

(6) Pascakeguguran
141

(7) Paham dan secara sukarela setuju dengna prosedur ini (Affndi

B dkk, 2011 : MK-92).

Yang Sebaiknya Tidak Menjalani Tubektomi

(1) Hamil (sudah terdeteksi atau dicurigai)

(2) Perdarahan vaginal yang belum terjelaskan (hingga harus

dievaluasi)

(3) Infeksi sistemik atau pelvik yang akut (hingga masalah itu

disembuhkan atau dikontrol)

(4) Tidak boleh menjalani proses pembedahan

(5) Kurang pasti mengenai keinginannya untuk fertilitas di masa

depan

(6) Belum memberikan persetujuan tertulis (Affandi B dkk, 2011 :

MK-93).

b) Vasektomi

Vasektomi adalah metode kontrasepsi untuk lelaki yang

tidak ingin anak lagi. Perlu prosedur bedah untuk melakukan

vasektomi sehingga diperlukan pemeriksaan fisik dan

pemeriksaan tambahan lainnya untuk memastikan apakah seorang

klien sesuai untuk menggunakan metode ini.

Efektivitas

(1) Setelah masa pengososngan sperma dari vesikula seminalis

(20 kali ejakulasi menggunakan kondom) maka kehamilan


142

hanya terjadi pada 1 per 100 perempuan pada tahun pertama

penggunaan

(2) Pada mereka yang tidak dapat memastikan (analisis sperma)

masih adanya sperma pada ejakulat atau tidak patuh

menggunakan kondom hingga 20 kali ejakulasi maka

kehamilan terjadi pada 2-3 per 100 perempuan pada tahun

pertama penggunaan

(3) Selama 3 tahun penggunaan, terjadi sekitar 4 kehamilan per

100 perempuan

(4) Bila terjadi kehamilan pascavasektomi, kemungkinannya

adalah:

Pengguna tidak menggunakan metode tambahan (barrier) saat

senggama dalam 3 bulan pertama pascavsektomi

Oklusi vas deferens tidak tepat

Rekanalisasi spontan (Affandi B dkk, 2011 : MK-95)

Keterbatasan Vasektomi

(1) Permanen (non-reversible) dan timbul masalah bila klien

menikah lagi

(2) Bila tak siap ada kemungkinan penyesalan di kemudian hari

(3) Perlu pengosongan depot sperma di vesikula seminalis

sehingga perlu 20 kali ejakulasi

(4) Risiko dan efek samping pembedahan kecil

(5) Ada nyeri/rasa tak nyaman pascabedah


143

(6) Perlu tenaga pelaksana terlatih

(7) Tidak melindungi klien terhadap PMS

Efek samping, Risiko, dan Komplikasi

Tidak ada efek samping jangka pendek dan jangka panjang.

Karena area pembedahan termasuk superfisial, jarang sekali

menimbulkan risiko mrugikan pada klien. Walaupun jarang sekali,

dapat terjadi nyeri scrotal dan testicular berkepanjangan (bulanan

atau tahunan). Komplikasi segera dapat berupa hematoma

intraskrotal dan infeksi. Teknik vasektomi tanpa pisau (VTP)

sangat mengurangi kejadian infeksi pascabedah.

Vasektomi Sesuai untuk Lelaki

(1) Dari semua usia reproduksi (biasanya <50)

(2) Tidak ingin anak lagi, menghentikan fertilitas, ingin metode

kontrasepsi yang sangat efektif dan permanen

(3) Yang istrinya mempunyai masalah usia, paritas atau kesehatan

di mana kehamilan dapat menimbulkan risiko kesehatan atau

mengancam keselamatan jiwanya

(4) Yang memahami asas sukarela dan memberi persetujuan

tindakan medik untuk prosedur tersebut

(5) Yang merasa yakin bahwa mereka telah mendapatkan jumlah

keluarga yang di inginkan (Affandi B dkk, 2011 : MK-97).


144

2.2 Konsep Dasar Asuhan Kebidanan

2.2.1 Standar Asuhan Kebidanan KEPMENKES NO:938/MENKES/SK/

VIII/2007

1. Standar I : Pengkajian

a. Pernyataan standar

Bidan mengumpulkan informasi yang akurat, relevan dan

lengkap dari semua sumber yang berkaitan dengan kondisi klien.

b. Kriteria pengkajian

1) Data tetap akurat dan lengkap

2) Terdiri dari data subyektif (hasil anamnese; biodata, keluhan

utama, riwayat obstetrik, riwayat kesehatan dan latar belakang

sosial budaya)

3) Data obyektif (hasil pemeriksaan fisik, psikologis dan pemeriksaan

penunjang)

2. Standar II : Perumusan diagnosa dan atau masalah kebidanan

a. Pernyataan standar

Bidan memganalisa data yang diperoleh pada pengkajian,

menginteprestasikannya secara akurat dan logis untuk menegakkan

diagnosa dan masalah kebidanan yang tepat.

b. Kriteria perumusan diagnosa dan atau masalah

1) Diagnosa sesuai dengan nomenklatur kebidanan

2) Masalah dirumuskan sesuai dengan kmondisi klien


145

3) Dapat diselesaikan dgn asuhan kebidanan secara mandiri,

kolaborasi, dan rujukan

3. Standar III :Perencanaan

a. Pernyataan standar

Bidan merencanakan asuhan kebidanan berdasarkan diagnose

dan masalah yang ditegakkan

b. Kriteria perencanaan

1) Rencana tindakan disusun berdasarkan prioritas masalah dan

kondisi klien: tindakan segera, tindakan antisipasi, dan asuhan

secara komprehensif.

2) Melibatkan klien/ pasien dan atau keluarga

3) Mempertimbangkan kondisi psikologi, sosial budaya klien/

keluarga

4) Memilih tindakan yang aman sesuai kondisi dan kebutuhan klien

berdasarkan evidence based dan memastikan bahwa asuhan yang

diberikan bermanfaat bagi klien

5) Pertimbangan kebijakan dan peraturan yang berlaku, sumber daya

serta fasilitas yang ada

4. Standar IV : Implementasi

a. Pernyataan standar

Bidan melaksanakan asuhan kebidanan secara komprehensif,

efektif, dan aman berdasarkan evidence based kepada klien atau


146

pasien, dalam bentuk upaya promotif, preventif, kuratif dan

rehabilitatif. Dilaksanakan secara mandiri, kolaborasi dan rujukan.

b. Kriteria

1) Memperhatikan keunikan klien sebagai makhluk bio-psiko-

sosial-spiritual-kultural

2) Setiap tindak anasuhan harus medapatkan persetujuan dari

klien atau keluarganya (infom consent)

3) Melakuakan tindakan asuhan berdasarkan evidence based

4) Melibatkan klien/ pasien dalam setiap tindakan

5) Menjaga privasi klien/pasien

6) Melaksanakan prinsip pencegahan infeksi

7) Mengikuti perkembangan kondisi klien secara

berkesinambungan

8) Menggunakan sumber daya dan fasilitas yang ada dan sesuai

9) Melakukan tindakan sesuai standar

10) Mencatat semua tindakan yg telah dilakukan

5. Standar V : Evaluasi

a. Pernyataan standar

Bidan melakukan evaluasi secara sistimatis dan

berkesinambungan untuk melihat keefektifan dari asuhan yang

sudah diberikan sesuai dengan perubahan perkembangan

kondisi klien
147

b. Kriteria evaluasi

a) Penilaian dilakukan segera setelah selesai melaksanakan

asuhan sesuai dengan kondisi klien

b) Hasil evaluasi segera di catat dan dikomunikasikan pada

klien dan keluarga

c) Evaluasi dilakukan sesuai dengan standar

d) Hasil evaluasi ditindaklanjuti sesuai dgn kondisi klien/

pasien

6. Standar VI : Pencatatan asuhan kebidanan

a. Pernyataan standar

Bidan melakukan pencatatan secara lengkap, akurat,

singkat dan jelas mengenai keadaan atau kelainan yang

ditemukan dan dilakukan dalam memberikan asuhan kebidanan

b. kriteria pencatatan asuhan kebidanan

a) Pencatatan dilakukan segera setelah melaksanakan asuhan pada

formulir yang tersedia (rekam medis, KMS, status pasien, buku

KIA)

b) Ditulis dalam bentuk catatan perkembangan SOAP

S adalah data subyektif, mencatat hasil anamnesa

O adalah data Obyektif mencatat Diagnose dan masalah

kebidanan

A adalah hasil analisa, mencatat dignose dan masalah

kebidanan
148

P adalah penatalaksanaan, mencatat seluruh perencanaan dan

penatalaksanaan yang sudah dilakukan seperti tindakan

antisipasi, tindakan segera, tindakan secar komprehensif,

penyuluhan, dukungan, kolaborasi, evaluasi/followw up dan

rujukan.

2.2.2 Konsep Dasar Asuhan Kebidanan Pada Kehamilan Trimester III

a. Pengumpulan data

a. Data Subyektif

Data subyektif adalah informasi yang dicatat mencakup identitas,

keluhan yang diperoleh dari hasil wawancara langsung kepada

pasien/klien (anamnesis) atau dari keluarga dan tenaga kesehatan (allo

anamnesis) (Hidayat, A, 2009: 34).

a. Biodata

1) Nama Ibu dan Suami

Dikaji untuk dapat mengenal atau memanggil nama ibu dan agar

tidak terjadi kekeliruan bila ada nama yang sama.

2) Umur

Untuk mengetahui ibu yang hamil termasuk dalam resiko tinggi

atau tidak. Umur yang tidak termasuk resiko tinggi adalah ≥ 20

tahun sampai ≤ 35 tahun.

3) Agama

Dikaji untuk mengantisipasi kebiasaan religius yang berkaitan

dengan komunikasi tentang kehamilan.


149

4) Suku/bangsa

Untuk mengetahui kondisi social budaya ibu yang mempengaruhi

perilaku kesehatan.

5) Pendidikan

Untuk mengetahui tingkat intelektual, tingkat pendidikan

mempengaruhi sikap perilaku kesehatan seseorang (Romauli,

2011: 162).

6) Pekerjaan

Hal ini untuk mengetahui taraf hidup dan sosial ekonomi agar

nasehat kita sesuai. Pekerjaan ibu perlu diketahui untuk

mengetahui apakah ada pengaruh pada kehamilan seperti bekerja

di pabrik rokok, percetakan dan lain-lain (Romauli, 2011: 163).

7) Alamat

Untuk mengetahui ibu tinggal dimana, menjaga kemungkinan bila

ada ibu yang namanya sama, alamat jugadiperlukan bila

mengadakan kunjungan kepada penderita (Romauli, 2011: 163).

b. Keluhan Utama

Keluhan utama ditanyakan untuk mengetahui alasan pasien datang

ke fasilitas pelayanan kesehatan (Sulistyawati, 2009 : 167). Ibu

mengatakan hamil anak ke berapa, kehamilan trimester ketiga

dimulai dari minggu ke-28 hingga ke-40 (Prawirohardjo, 2014 :

213).

c. Riwayat Kesehatan yang lalu


150

Data ini diperlukan untuk mengetahui kemungkinan adanya riwayat

atau penyakit akut seperti : jantung, diabetes, ginjal, hipertensi,

hepatitis dan asma yang dapat mempengaruhi selama masa

kehamilan (Romauli, 2011: 166).

d. Riwayat Kesehatan Keluarga

Data ini diperlukan untuk mengetahui kemungkinan adanya

pengaruh penyakit keluarga tehadap gangguan kesehatan pasien dan

bayinya, yaitu apabila ada penyakit keluarga yang menyertainya.

e. Riwayat Menstruasi

Data ini digunakan untuk mendapatkan gambaran tentang keadaan

dasar dari organ reproduksi diantaranya riwayat menstruasi yaitu

1) Menarche
Menarche adalah usia pertama kali mengalami menstruasi, wanita

Indonesia pada umumnya mengalami menarchea sekitar 12-16

tahun.

2) Siklus
Siklus menstruasi adalah jarak antara menstruasi yang dialami

dengan menstruasi berikutnya, dalam hitungan hari. Biasanya

sekitar 23 sampai 32 hari.

3) Volume

Data ini menjelaskan seberapa banyak darah menstruasi yang

dikeluarkan.
151

4) Keluhan

Beberapa wanita menyampaikan keluhan yang dirasakan ketika

mengalami menstruasi, misalnya nyeri hebat, sakit kepala sampai

pingsan, atau jumlah darah yang banyak. Ada beberapa keluhan

yang disampaikan oleh pasien dapat menunjukkan kepada

diagnosis tertentu (Romauli, 2011: 163-164).

5) HPHT

Hari dimana ibu mendapatkan haid terakhirnya. Digunakan untuk

bisa memperkirakan kapan ibu akan bersalin dan menghitung

usia kehamilan.

6) TTP

Tanggal ibu dipekirakan akan bersalin, sehingga bisa

diperkirakan dan disiapkan sejak awal. Bisa juga digunakan

sebagai penghitungan usia kehamilan.

f. Riwayat Menikah

Ini penting untuk dikaji karena dari data ini kita akan mendapatkan

gambaran mengenai suasana rumah tangga pasangan (Sulistyawati,

2009: 169).

g. Riwayat Kehamilan Persalinan dan Nifas Yang Lalu

1) Kehamilan: untuk mengetahui ada gangguan seperti mual,

muntah-muntah yang berlabihan, perdarahan waktu hamil muda.


152

2) Persalinan: untuk mengetahui kelahiran anak sebelumnya spontan

atau buatan, lahir aterm atau prematur, ditolong oleh siapa, dan

dimana tempat melahirkannya.

3) Anak: Mengetahui jenis kelamin, jumlah anak, hidup atau mati,

berat badan waktu lahir.

4) Nifas: untuk mengetahui apakah pernah terjadi perdarahan,

infeksi, dan bagaimana laktasinya (Romauli, 2011: 165-166).

h. Riwayat Kehamilan Sekarang

Memantau adanya penyulit atau penyakit selama sekarang dan

mengetahui keaktifan ibu hamil dalam memeriksakan kehamilannya.

(Romauli, 2011: 164)

i. Riwayat Keluarga Berencana

Untuk mengetahui apakah ibu sebelum hamil pernahmenggunakan

KB atau tidak, jika pernah berapa lama, berapa tahun dan jenis

kontrasepsi yang digunakan.

j. Pola Kebiasaan Sehari-hari

1) Nutrisi

Ini penting untuk diketahui supaya kita mendapatkan gambaran

bagaimana pasien mencukupi asupan gizinya selama hamil.

2) Eliminasi

Menggambarkan pola fungsi ekskresi, kebiasaan BAB

(frekuensi, jumlah, konsistensi, bau) dan kebiasaan BAK

(warna, frekuensi, jumlah dan terakhir kali ibu BAB atau BAK),
153

karena jika ibu mengalami kesulitan BAB maka kemungkinan

ibu sering mengejan sehingga uterus berkontraksi.

3) Istirahat

Istirahat sangat diperlukan oleh ibu hamil. Petugas kesehatan

dapat menanyakan tentang berapa lama tidur dimalam dan siang

hari. Tidur malam ± 8 jam dan tidur siang ± 1 jam (Elisabeth,

2015: 133).

4) Aktivitas sehari-hari

Data ini memberikan gambaran tentang seberapa berat aktivitas

yang biasa dilakukan ibu dirumah.

5) Personal hygine

Dikaji kebiasaan ibu dalam menjaga kebersihan dirinya yaitu

kebiasaan mandi, gosok gigi, bila kerusakan gigi tidak

diperhatikan mengakibatkan komplikasi seperti nefritis,

septikemia oleh karena infeksi dirongga mulut dapat menjadi

sarang infeksi yang menyebar kemana-mana, ganti baju dan

penggunaan alas kaki.

6) Kebiasaan

Data ini sangat perlu ditanyakan untuk mengetahui kebiasaan

kebiasaan itu seperti kebiasaan merokok, minum-minuman-

beralkohol, dan ketergantungan obat terlarang.

7) Seksualitas
154

Dikaji untuk mengetahui pola hubungan seksual dengan suami,

karena dalam sperma terdapat hormon (prostaglandin) yang

dapat memicu adanya kontraksi (Romauli, 2011: 170-172).

8) Rekreasi

Kita perlu menanyakan kebiasaan rekreasi ini untuk mengetahui

kegiatan apa saja yang dilakukan ibu untuk memenuhi

kebutuhan jasmaninya.

k. Psikososial

Dikaji untuk mengetahui bahwa kehamilannya diterima oleh

dirinya, suami dan keluarga atau tidak karena apabila ibu tidak

mendapat dukungan psikologi ibu terganggu dan dapat

mengganggu kehamilannya (Romauli, 2011: 169).

l. Latar Belakang Sosial Budaya

Penggunaan obat-obatan atau jamu dikaji untuk mengetahui apakah

ibu mengkonsumsi jamu atau obat sehingga membahayakan

kehamilannya karena dapat menimbulkan kelainan organ pada

janin, dan untuk mengetahui kebiasaan keluarga apakah ada budaya

pantang makanan atau tidak (Romauli, 2011: 169).

m. Spiritual

Untuk mengetahui kebiasaan dalam beribadah sesuai agama yang

dianut pasien.
155

n. Pengetahuan

Agar pasien kooperatif dalam menjalankan program kesehatan dan

ibu mengetahui seberapa jauh informasi yang diterima ibu hamil

(Romauli, 2011: 169).

b. Data Obyektif

Setelah data subyektif kita dapatkan, untuk melengkapi data kita dalam

menegakkan diagnosis, maka kita harus melakukan pengkajian data

objektif melalui pemeriksaan inspeksi, palpasi, auskultasi dan perkusi

yang dilakukan secara berurutan (Sulistyawati, 2009: 174).

1) Pemeriksaan Umum

a) Keadaan Umum

Untuk mengetahui keadaan pasien dan kesan pertama pada klien,

keadaan umum pasien cukup.

b) Kesadaran

Untuk mendapatkan gambaran tentang kesadaran pasien, kita

dapat melakukan pengkajian tingkat kesadaran mulai dari

keadaan composmentis (kesadaran maksimal) sampai dengan

koma (pasien tidak dalam keadaan sadar) (Sulistyawati, 2009:

175).

c) Tekanan darah

Mengetahui faktor resiko hipertensi atau hipotensi dengan nilai

satuannya mmHg. Keadaan normal antara 120/80 mmHg sampai

130/90 mmHg atau peningkatan sistolik tidak lebih dari 30 mmHg


156

dan peningkatan diastolik tidak lebih dari 15 mmHg dari keadaan

pasien normal (Yulifah, 2014: 91).

d) Nadi

Pada ibu hamil nadi dikatakan normal 80-84x/menit.

e) Suhu

Suhu normal pada ibu hamil adalah 36-37oC, jika keadaan suhu

tinggi menunjukkan adanya infeksi.

f) Pernapasan

Apabila ibu sesak nafas akan berpengaruh pada janin dan sering

terjadi keguguran atau berat badan janin tidak sesuai dengan usia

kehamilan (Mochtar, 2011: 31). Normal pernafasan dalam 1 menit

adalah 16-24x/menit (Romauli, 2011: 174).

g) Berat Badan

Untuk mengetahui berat badan pasien selama hamil kenaikan berat

badan wanita hamil rata-rata 6,5 kg sampai 16 kg. Kenaikan berat

badan yang berlebihan kemungkinan bayi besar, sebab janin besar

dapat menyebabkan disproporsi, meskipun ukuran panggul normal

(Mochtar, 2011: 31).

h) Tinggi Badan

Berkaitan dengan kemungkinan panggul sempit bila tinggi badan

kurang dari 145 cm dan tergolong resiko tinggi.


157

i) LILA

Untuk mengetahui keadaan gizi ibu, LILA (Lingkar Lengan Atas)

normal pada ibu hamil tidak kurang dari 23,5 cm.

2) Pemeriksaan Fisik Khusus

1) Inspeksi

Inspeksi adalah pemeriksaan dengan melihat pasien dari ujung

rambut sampai ujung kaki. Tujuannya untuk melihat keadaan

umum klien, gejala kehamilan dan adanya kelainan.

(1) Rambut : Bersih atau kotor, pertumbuhan, warna,

mudah rontok atau tidak.

(2) Muka : Tampak cloasma gravidarum atau tidak,

tampak sembab atau tidak, Simetris atau

tidak.

(3) Mata : Bentuk simetris atau tidak, konjungtiva

warna merah muda atau tidak, Sklera

warna putih atau tidak,

(4) Hidung : Normal atau tidak, ada polip atau tidak, ada

secret atau tidak, kebersihan cukup atau

kurang.

(5) Telinga : Normal atau tidak, ada serumen atau tidak,

kebersihan telinga, fungsi pendengaran.

(6) Mulut : Mukosa bibir merah muda, lidah bersih

atau tidak, ada stomatitis atau tidak,


158

bagaimana kebersihannya

(7) Gigi : Adakah karies, atau keropos yang

menandakan ibu kekurangan kalsium.

(8) Leher : Normal tidak ada pembesaran kelenjar

tiroid, tidak ada pembesaran kelenjar limfe

dan tidak ditemukan bendungan vena

jugularis

(9) Dada : Normal bentuk simetris, hiperpigmentasi

areola, puting susu bersih dan menonjol

(10) Abdomen : Membesar sesuai usia kehamilan kearah

bujur, terdapat striae gravidarum

livide/albicans, terdapat linea nigra dan

tidak ada bekas luka operasi.

(11) Vagina : Normal tidak ada varises pada vulva dan

vagina, tidak oedema, tidak ada kondiloma

akuminata, tidak ada kondilomalata.

(12) Anus : Normal tidak ada benjolan dan atau

pengeluaran darah dari anus

(13) Ekstermit : Normal, simetris tidak ada oedema dan

as varises.
159

2) Palpasi

Palpasi yaitu suatu teknik menggunakan indera peraba tangan dan

jari. Tujuannya untuk mengetahui aadnya kelainan, mengetahui

perkembangan kehamilan.

(1) Leher : Untuk mengetahui ada tidaknya

pembesaran kelenjar tyroid, pembesaran

kelenjar limfe dan bendungan vena

jugularis

(2) Dada : Mengetahui ada tidaknya benjolan, atau

massa pada payudara

(3) Abdomen : leopold 1

Tinggi Fundus Uteri 3 jari atas pusat-1/2

processus xyfoideus (20-30 cm) di fundus

teraba lunak besar tidak melenting.

Leopold II

Sebelah kanan/kiri linea nigra teraba keras

panjang seperti papan. Sebelah kanan/kiri

linea nigra teraba tidak rata dan kecil-kecil.

Leopold III

Di tepi atas simpisis teraba keras bulat

melenting dan atau susah digerakkan.


160

leopold IV

Posisi tangan masih bisa bertemu

(Konvergen) dan belum masuk PAP, atau

posisi tangan tidak bertemu (Divergen),

dan sudah masuk PAP (Mochtar, 2011:

243).

(4) Ekstremitas : Untuk mengetahui ada atau tidak odema

dan varises pada kedua tangan dan kaki.

3) Pemeriksaan Auskultasi

Dilakukan untuk mengetahui detak jantung janin (DJJ). Dalam

keadaan normal 120-160 x/menit (Romauli, 2011: 176), dan pada

letak sungsang DJJ paling jelas terdengar yang lebih tinggi dari

pusat atau sepusat (Mochtar, 2011: 243-245).

4) Pemeriksaan Perkusi

Reflek patella:

Normal: tungkai bawah akan bergerak sedikit ketika tendon

diketuk (Romauli, 2011: 176)

5) Pemeriksaan Panggul

Kesan panggul, distansia spinarum normal 23-26 cm, distansia

kristarum normal 26-29 cm, konjugata eksterna normal 18-20 cm,

dan lingkar panggul normal adalah 80-90 cm (Romauli, 2011:

176).
161

6) Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang dilakukan untuk menegakkan diagnosa dan

untuk menentukan adakah faktor resiko, meliputi : USG, foto

rontgen untuk memastikan perkiraan klinis presentasi bokong

(Prawirohardjo, 2008: 591) diperoleh bayangan kepala difundus

(Mochtar, 2011: 243-245).

c. Diagnosa kebidanan

Diagnosa Kebidanan adalah diagnosa yang ditegakkan dalam

lingkungan praktek kebidanan dan memenuhi standar nomenklatur

diagnosis kebidanan yang ditemukan dari hasil pengkajian atau yang

menyertai diagnosa (Muslihatun, 2009).

Ny. X Umur :... G...P...A. Umur kehamilan ... minggu, tunggal, hidup,

intrauterin, punggung kanan/kiri.

d. Rencana asuhan kebidanan

Menurut Prawirohardjo (2010), asuhan yang dilakukan meliputi :

1) Kunjungan I (Usia kehamilan 34-36 minggu)

a) Beritahu ibu mengenai hasil pemeriksaannya

Rasional: mengurangi kecemasan ibu pada diri dan bayinya.

b) Berikan konseling pada ibu nutrisi, latihan senam hamil dan

perawatan payudara.

(1)Nutrisi, peningkatan konsumsi makanan hingga 300 kalori

perhari, mengkonsumsi makanan yang mengandung protein,

zat besi, minum cukup cairan (menu seimbang). Misalnya,


162

dalam satu hari, nasi 3-5 centong, 3-5 porsi sayur, 2-4 porsi

buah, 2-3 porsi gelas susu, 3-4 porsi daging masak tidak

berlemak, unggas atau ikan atau 2 butir telur.

Rasional: dengan nutrisi yang cukup, kebutuhan energi ibu dapat

terpenuhi dan sebagai pertumbuhan janin.

(2)Latihan senam hamil

Manfaat senam hamil sangat baik bagi ibu hamil, diantaranya:

(a) Menyesuaikan tubuh dengan baik dalam menyangga

beban kehamilan

(b) Membangun daya tahan tubuh

(c) Memperbaiki sirkulasi dan respirasi

(d) Meredakan ketegangan dan membantu rileks

(e) Membentuk kebiasaan napas yang baik

(f) Memperoleh kepercayaan dan sikap mental yang baik

(Dewi dkk, 2011)

Rasional: dapat meningkatkan kesehatan ibu dan janin

(3)Istirahat yang cukup. Aktivitas yang terlalu berat dapat

menyebabkan abortus dan persalinan prematur, sehingga badan

dapat memberikan peringatan sedini mungkin kepada pasien

untuk membatasi kegiatannya.

Rasional: dengan istirahat yang cukup, ibu dapat mengatur

jadwal istirahatnya.
163

(4)Perawatan payudara, aktivitas seksual, dan kebiasaan/gaya

hidup sehat.

Rasional: meningkatkan pengetahuan ibu sehingga

kesejahteraan ibu dan janin tercapai dan untuk mencegah

terjadinya komplikasi.

c) Jelaskan pada ibu tanda-tanda bahaya kehamilan agar ibu mencari

pertolongan pada petugas kesehatan jika hal itu terjadi. Tanda-

tanda bahaya itu, meliputi:

(1)Perdarahan pervaginam

(2)Perdarahan dikatakan tidak normal jika keluar darah merah

segar atau kehitaman dengan bekuan, perdarahan banyak

kadang-kadang/ tidak terus menerus, perdarahan disertai nyeri.

(3)Sakit kepala lebih dari biasa

Sakit kepala yang hebat, menetap, dan tidak hilang dengan

istirahat.

(4)Gangguan penglihatan

Penglihatan ibu berubah secara mendadak, misalnya

penglihatan kabur, berbayang, melihat bitnik-bintik (spot), dan

berkunang-kunang.

(5)Pembengkakan pada wajah/tangan

Jika muncul pada muka dan tangan, tidak hilang setelah

istirahat, disertai dengan gejala lainnya seperti sakit kepala


164

hebat, pandangan mata kabur, hal ini dapat menjadi pertanda

anemia, gagal jantung atau preeklampsia.

(6)Nyeri abdomen (epigastrik)

Jika nyeri disertai gejala lain seperti perdarahan, demam, diare,

dan lain-lain.

(7)Janin tidak bergerak sebanyak biasanya

Rasional: membantu klien membedakan yang normal dan

abnormal sehingga membantunya dalam mencari perawatan

kesehatan pada waktu yang tepat.

4) Rencanakan dan persiapkan kelahiran yang bersih dan aman

(P4K) bersama ibu dan keluarga meliputi :

(1) Taksiran persalinan

(2) Penolong persalinan

(3) Pendamping persalinan

(4) Fasilitas tempat persalinan

(5) Calon donor darah

(6) Transportasi yg akan digunakan serta pembiayaan.

Rasional: kerja sama dengan ibu dan keluarga untuk

mengidentifikasi kebutuhan yang harus dipersiapkan untuk

mempersiapkan kelahiran dan kemungkinan keadaan darurat.

5) Berikan tablet besi dan vitamin serta jelaskan cara meminumnya:

(1) Tablet besi diberikan sebanyak 30 tablet dengan dosis 1x1

dan vitamin
165

(2) Tablet besi diminum ketika perut dalam keadaan agak kosong

(sebelum makan).

(3) Hindari minum tablet besi bersama-sama dengan teh, kopi,

minuman soda, dan susu.

(4) Usahakan minum tablet besi bersama dengan air jeruk atau

minuman yang mengandung vitamin C karena akan

meningkatkan proses penyerapan Fe.

Rasional: Fe membantu mencegah ibu hamil dari anemia

6) Jadwalkan kunjungan ulang 2 minggu lagi

Rasional: evaluasi terhadap perkembangan kehamilan dan

mendeteksi adanya komplikasi.

7) Dokumentasikan kunjungan tersebut

Rasional: bukti asuhan kebidanan yang sudah dilakukan terhadap

klaim tanggung jawab dan tanggung gugat.

2) Kunjungan II (Usia kehamilan 36-38 minggu)

a) Beritahu ibu mengenai hasil pemeriksaannya.

Rasional: pemberian informasi mengenai hasil pemeriksaan

merupakan usaha mengurangi kecemasan ibu terhadap diri dan

janinnya.

b) Pantau kemajuan kehamilan.

Pantau Tanda-Tanda Vital, TFU, dan keluhan ibu

Rasional: deteksi dini komplikasi kehamilan


166

c) Jelaskan pada ibu tentang tanda-tanda persalinan

(1)Terjadinya kontraksi

(2)Kontraksi rahim menyebabkan nyeri di perut dan menjalar ke

punggung bawah yang semakin lama semakin sering.

(3)Keluar lendir bercampur darah

(4)Lendir berasal dari pembukaan yang berasal dari kanalis

servikalis.

(5)Pecahnya selaput ketuban

(6)Jika ketuban sudah pecah, maka ditargetkan persalinan dapat

berlangung dalam 24 jam.

(7)Rasional: ibu yang mengetahui tanda-tanda persalinan akan

lebih waspada saat tanda tersebut terjadi.

d) Ingatkan ibu tentang tanda bahaya kehamilan

Rasional: Ibu dapat mengingat kembali dan siap untuk segera

mencari pertolongan ke petugas kesehatan dan mencegah penyulit

kehamilan.

e) Anjurkan pada ibu untuk periksa ulang 1 minggu lagi/ sewaktu-

waktu bila ada keluhan.

Rasional: untuk memantau kesejahteraan ibu dan janin.

f) Dokumentasikan kunjungan tersebut

Rasional: bukti asuhan kebidanan yang sudah dilakukan terhadap

klaim tanggung jawab dan tanggung gugat.


167

3) Kunjungan III (Usia kehamilan 38-40 minggu)

a) Beritahu ibu mengenai hasil pemeriksaannya.

Rasional: pemberian informasi mengenai hasil pemeriksaan

merupakan usaha mengurangi kecemasan ibu terhadap diri dan

janinnya.

b) Pantau kemajuan kehamilan.

Pantau Tanda-Tanda Vital, TFU, dan keluhan ibu

Rasional: deteksi dini komplikasi kehamilan

c) Lakukan evaluasi untuk memantapkan persiapan ibu terhadap

kelahiran dan pencegahan adanya penyulit saat persalinan (P4K).

Meliputi Lokasi tempat tinggal ibu hamil, taksiran persalinan,

penolong persalinan, pendamping persalinan, fasilitas tempat

persalinan, calon donor darah, ransportasi yg akan digunakan

serta pembiayaan.

Rasional: kerja sama degan ibu dan keluarga untuk

mengidentifikasi kebutuhan yang harus dipersiapkan untuk

mempersiapkan kelahiran dan kemungkinan keadaan darurat.

d) Lakukan pembahasan ulang mengenai tanda-tanda bahaya

kehamilan, meliputi: perdarahan pervaginam, sakit kepala yang

hebat, gangguan penglihatan, bengkak pada muka dan tangan,

nyeri abdomen yang hebat, pergerakan janin tidak seperti

biasanya, dan ketuban pecah sebelum waktunya.


168

Rasional: ibu yang paham tentang tanda bahaya kehamilan akan

siap untuk segera mencari pertolongan ke petugas kesehatan dan

mencegah penyulit kehamilan jika merasa terjadi tanda-tanda

bahaya kehamilan pada dirinya.

e) Lakukan pembahasan ulang dan membantu ibu untuk mengingat

kembali tentang tanda-tanda persalinan, meliputi: his semakin

kuat dan teratur/ mules semakin kuat, keluar lendir bercampur

darah dari jalan lahir, keluar cairan yang banyak dengan tiba-tiba

dari jalan lahir dan apakah ibu sudah mengalami salah satu dari

tanda-tanda tersebut.

Rasional: Ibu yang paham mengenai tanda persalinan akan segera

datang ke tempat bersalin saat mengalami salah satu tanda-tanda

persalinan.

f) Anjurkan pada ibu untuk periksa ulang 1 minggu lagi/ sewaktu-

waktu bila ada keluhan.

Rasional: semakin tua usia kehamilan, jarak kunjungan ulang

semakin dekat untuk memantau kesejahteraan ibu dan janin serta

memantau kemungkinan tanda-tanda persalinan.

e. Tindakan/pelaksanaan asuhan kebidanan

Pada langkah ini dilaksanakan oleh bidan sesuai dengan rencana yang

telah ditetapkan. Pada langkah ini bidan melakukan secara mandiri,

namun pada kasus yang penanganannya tidak sesuai dengan


169

kewenangan bidan maka perlu dilakukan tindakan kolaborasi dengan

dokter dengan rujukan (Evi Pratami, 2014).

f. Evaluasi asuhan kebidanan

Pada langkah ini dilakukan evaluasi keefektifan dari asuhan yang sudah

diberikan meliputi pemeruhan kebutuhan akan bantuan apakah benar-

terpenuhi sesuai dengan kebutuhan sebagaimana telah diidentifikasi

didalam masalah diagnosis. Rencana tersebut bisa dianggap efektif jika

memang benar efektif dalam pelaksanaannya (Muslihatun. W. N, 2009:

117).

2.2.2 Konsep Dasar Asuhan Kebidanan Pada Persalinan

Dokumentasi asuhan kebidanan pada ibu bersalin (Intranatal)

merupakan bentuk catatan dari asuhan kebidanan yang dilaksanakan pad ibu

dalam masa intranatal, yakni pada kala I sampai dengan kala IV meliputi

pengkajian, pembuatan diagnosa kebidanan, pengidentifikasian masalah

terhadap tindakan segera dan melakukan kolaborasi denga dokter atau

tenaga kesehatan lain serta menyusun suhan kebidanan dengan tepat dan

rasional berdasarkan kaputusan yang dibuat pada langkah sebelumnya.

Beberapa teknik penulisan dalam dokumentasi asuhan kebidanan pada

ibu bersalin (intranatal) antara lain sebagai berikut.

S: data subyektif

Berisi tentang data dari pasien melalui anamnesa (wawancara) yang

merupakan ungkapan langsung. Ibu merasakan perutnya kenceng-


170

kenceng semakin lama semakin sering, mengeluarkan lendir dan darah,

merasakan tekanan pada anus dan ingin meneran (Manuaba, 2010).

O: data obyektif

Data yang didapat dari hasil observasi melalui pemeriksaan fisik selama

masa Intranatal. His semakin sering 3-4 kali lama 40-50 detik dalam 10

menit, dilakukan VT terdapat pembukaan 1-10 cm, effacement 25-100%,

ketuban +/-, penurunan kepala Hodge I-IV (Manuaba, 2010).

A: Analisis d an interpretasi

Berdasarkan data yang terkumpul kemudian dibuat kesimpulan meliputi

diagnosis, antisipasi diagnosis atau masalah potensial, serta perlu

tidaknya tindakan segera (Wildan, moh. dan hidayat, aziz alimul. 2009).

P: Planning

Merupakan rencana dari tindakan yang akan diberikan termasuk asuhan

mandiri, kolaborasi, tes diagnosis atau laboratorium, serta konseling

untuk tindak lanjut. Yang terdiri dari rencana asuhan kebidanan,

penatalaksanaan asuhan kebidanan, dan evaluasi asuhan kebidanan, yang

masing-maisng terdiri dari 5 tahapan yaitu pendekatan, penjelasan,

penanganan, kolaborasi dan KIE (Wildan, moh. dan hidayat, aziz alimul.

2009).

2.2.3 Konsep Dasar Asuhan Kebidanan Pada Masa Nifas

Dokumentasi asuhan kebidanan pada ibu nifas merupakan bentuk

catatan dari asuhan kebidanan yang diberikan pada ibu nifas, yakini segera

setelah kelahiran sampai enam minggu setelah kelahiran yang meliputi


171

pengkajian, pembuatan diagnosis kebidanan, pengidentifikasian masalah

terhadap tindakan segera dan melakukan kolaborasi dengan dokter atau

tenaga kesehatan lain, serta menyusun asuhan kebidanan dengan tepat dan

rasional berdasarkan keputusan yang dibuat pada langkah sebelumnya.

Beberapa Teknik penulisan dalam dokumentasi asuhan kebidanan pada ibu

nifas antara lain sebagai berikut.

S: Data subyektif

Berisi tentang data dari pasien melalui anamnesis (wawancara) yang

merupakan ungkapan langsung. Pada kasus ini ibu merasakan

perutnya mulas-mulas, ASI sudah keluar atau belum dan lancar atau

tidak. Bila terdapat jahitan biasanya ibu mengeluh nyeri pada jalan

lahir (Prawirohardjo, 2014).

O: data objektif

Data yang didapat dari hasil observasi melalui pemeriksaan fisik pada

masa nifas. Involusi uteri berjalan baik, tanda-tanda vital ibu normal,

pastikan ibu menyusui dengna baik dan tidak ada masalah pada kedua

payudarannya, pengeluaran lochea normal (rubra, sanguinolenta,

serosa, dan alba), bila ada jahitan, dilihat apakah jahitan sudah

menyatu disekitar jalan lahir apakah kemerahan atau bernanah

(Prawirohardjo, 2014).

A: analisis dan interpretasi

Berdasarkan data yang terkumpul kemudian dibuat kesimpulan

meliputi diagnosis, antisipasi diagnosis atau masalah potensial, serta


172

perlu tidaknya dilakukan tindakan segera (Wildan, moh. dan hidayat,

aziz alimul. 2009).

P: Planning

Merupakan rencana dari tindakan yang akan diberikan termasuk

asuhan mandiri, kolaborasi, tes diagnosis atau labpratorium serta

konseling untuk tindak lanjut. Yang terdiri dari rencana asuhan

kebidanan, penatalaksanaan asuhan kebidanan, dan evaluasi asuhan

kebidanan, yang masing-maisng terdiri dari 5 tahapan yaitu

pendekatan, penjelasan, penanganan, kolaborasi dan KIE (Wildan,

moh. dan hidayat, aziz alimul. 2009).

2.2.4 Konsep Dasar Asuhan Kebidanan Pada Neonatus

Dokumentasi asuhan bayi baru lahir merupakan bentuk catatan dari

asuhan kebidanan yang dilaksanakan pada bayi baru lahir sampai 24 jam

setelah kelahiran yang meliputi pengkajian, pembuatan diagnosis,

pengidentifikasian masalah terhadap tindakan segera dan kolaborasi dengan

dokter atau tenaga kesehatan lain, serta penyusunan asuhan kebidanan

dengan tepat dan rasional berdasarkan keputusan yang dibuat pada langkah

sebelumnya.

Beberapa teknik penulisan dalam dokumentasi asuhan bayi baru lahir

antara lain sebagai berikut.

S: data subyektif

Berisi tentang data dari pasien melalui alloamnanesis (wawancara)

yang merupakan ungkapan secara tidak langsung seperti menangis


173

atau informasi dari ibu. Bayi bergerak aktif, sering menangis,

menyusu dengan kuat, tali pusat masih basah atau sudah kering,

buang air kecil dan buang air besar (+) (Intan, 2015).

O: data obyektif

Data yang didapat dari hasil observasi melalui pemeriksaan fisik

pada bayi baru lahir. Tanda-tanda vital normal, suhu bayi, bayi

menyusu berapa kali sehari, berat badan normal, demam atau tidak,

tanda-tanda infeksi., ada atau tidak ada kelainan (Intan, 2015).

A: analisis dann interpretasi

Berdasarkan data yang berkumpul kemudian dibuat kesimpulan

meliputi diagnosis, antisipasi diagnosis atau masalah potensial, serta

perlu tidaknya tindakan segera (Wildan, moh. dan hidayat, aziz

alimul. 2009).

P: perencanaan

Merupakan rencana dari tindakan yang akan diberikan termasuk

asuhan mandiri, kolaborasi, tes diagnosis atau laboratorium, serta

konseling untuk tindakan lanjut. Yang terdiri dari rencana asuhan

kebidanan, penatalaksanaan asuhan kebidanan, dan evaluasi asuhan

kebidanan, yang masing-maisng terdiri dari 5 tahapan yaitu

pendekatan, penjelasan, penanganan, kolaborasi dan KIE (Wildan,

moh. dan hidayat, aziz alimul. 2009).


174

2.2.5 Konsep Dasar Asuhan Kebidanan Pada KB

Dokumentasi asuhan kebidanan pada ibu/akseptor keluarga berencana

(KB) merupakan bentuk catatan dari asuhan kebidanan yang diberikan pada

ibu yang akan melaksanakan pemakaian KB atau calon akseptor KB seperti

pil, suntik, implant, IUD, metode operasi pria (MOP), dan lain sebagainya.

Beberapa teknik penulisan dalam dokumentasi asuhan kebidanan pada

akseptor KB antara lain.

S: Data Subjektif

Berisi tentang data dari pasien melalui anamnesis (wawancara) yang

merupakan ungkapan langsung tentang keluhan atau masalah KB. Ibu

nifas 42 hari, mengatakan ingin menunda kehamilan, mengatur jarak

kehamilannya, atau mengakhiri kehamilan dengan mengikuti KB

(Sulistyawati, 2013).

O: Data objektif

Data yang didapat dari hasil observasi melalui pemeriksaan fisik

sebelum atau selama pemakaian KB. Dilakukan pemeriksaan tanda-

tanda vital dan pemeriksaan fisik (Sulistyawati, 2013).

A: Analisis dan intrepetasi

Berdasarkan data yang terkumpul kemudian dibuat kesimpulan meliputi

diagnosis, antisipasi diagnosis atau masalah potensial, serta perlu tidanya

tindakan segera (Wildan, moh. dan hidayat, aziz alimul. 2009).


175

P: Planning

Merupakan rencana dari tindakan yang akan diberikan termasuk asuhan

mandiri, kolaborasi, tes diagnosis atau laboratorium, serta konseling

untuk tindak lanjut. Yang terdiri dari rencana asuhan kebidanan,

penatalaksanaan asuhan kebidanan, dan evaluasi asuhan kebidanan, yang

masing-maisng terdiri dari 5 tahapan yaitu pendekatan, penjelasan,

penanganan, kolaborasi dan KIE (Wildan, moh. dan hidayat, aziz alimul.

2009).

Anda mungkin juga menyukai