Anda di halaman 1dari 36

RINGKASAN

Publik dalam public relations dapat dibedakan menjadi dua yaitu publik internal
dan publik eksternal perusahaan. Publik internal merupakan publik yang menjadi satu
bagian dalam perusahaan, seperti dewan direksi, manager, supervisor, karyawan, keluarga
karyawan, pemilik saham. Publik eksternal adalah pihak diluar perusahaan, seperti
masyarakat, komunitas, media, pemerintah. Bukan tanpa alasan perusahaan untuk
memperhatikan publik eksternal di lingkungan sekitar perusahaan. Perusahaan merupakan
bagian dari integratif dari sistem sosial masyarakat dimana dia berada. Hal ini sejalan
dengan pendekatan “ New – corporate relations ” yang menekankan pentingnya kolaborasi
antara perusahaan, pemerintah dengan komunitas di sekitar perusaahan.
Di ranah pemerintahan perusahaan memiliki kepentingan untuk mendapatkan ijin
melakukan kegiatan dalam hal ini ijin beroperasi (license to operate), perijinan ini terkait
dengan prosedur dan aturan – aturan pemerintahan yang berlaku, berbeda jika terkait
dengan masyarakat atau komunitas yang bersifat dinamis, yang berlaku adalah norma, adat
istiadat, budaya setempat, untuk mendapatkan ijin operasi secara sosial (social license to
operate). Berbagai pemberitaan media untuk perusahaan migas menunjukkan publik
eksternal dari perusaahan migas dalam hal ini adalah Mobil Cepu Ltd. (afiliasi dari
ExxonMobil untuk wilayah operasi Blok Cepu) meliputi komunitas, media, dan
pemerintah yang berpengaruh terhadap reputasi perusahaan. Indonesia memang dikenal
kaya akan Sumber Daya Alam (SDA), salah satunya kekayaan migas yang tersebar di
Indonesia, saat ini potensi migas di Blok Cepu termasuk sangat besar, bahkan yang
terbesar di Indonesia, yaitu mencapai 8,7 milyar kaki kubik.
Perusahaan migas sangat terkait dengan masyarakat atau komunitas di daerah
perusahaan itu berada, maka diperlukan kegiatan-kegiatan Corporate Social Responsibility
(CSR) untuk mendapatkan social license to operate atau ijin operasi secara sosial oleh
masyarakat atau komunitas sekitar. Perusahaan migas sudah banyak melakukan kegiatan
CSR, tetapi harus terus di monitoring dan evaluasi yang dalam penelitian dilakukan 3 tahap
penelitian yaitu tahap pertama Input data kegiatan CSR, tahap kedua Output yaitu
monitoring kegiatan sesuai dengan Key Perfomance Indicator (Indikator Kinerja Utama)m
tahap ketiga atau terakhir yaitu Outcomes yaitu evaluasi dampak terhadap masyarakat
melalui survey, wawancara, dan sebagainya. Semua itu dilakukan agar mendapatkan data
dan analisa kegiatan CSR hingga dapat melakukan pengembangan kedepan sesuai dengan
karakteristik masyarakat dan komunitas yang dinamis, yang memiliki norma, budaya dan
sebagainya. Dengan 3 tahun pelaksanaan penelitian yaitu monitoring dan evaluasi kegiatan
CSR tahun 2013 hingga 2015 ini diharapkan kegiatan CSR yang dilakukan perusahaan
migas Mobil Cepu Ltd. dapat berkesinambungan dan terus berkembang (sustainable).

Kata kunci: Public Relations, Migas, Corporate Social Responsibility, Key Perfomance
Indicator (KPI), Ijin Operasi secara Sosial, Mobil Cepu Ltd.

iv
BAB 1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Istilah publik dalam kajian public relations (PR) merupakan khalayak yang menjadi
sasaran dari kegiatan PR. Menurut Emory S. Bogardus dalam Sastropoetro (1987:35),
publik adalah sejumlah orang yang dengan sesuatu cara mempunyai pandangan yang
sama mengenai suatu masalah atau setidaknya mempunyai kepentingan bersama dalam
suatu masalah tersebut1. Dalam public relations publik dapat dibedakan menjadi dua yaitu
publik internal dan publik eksternal perusahaan. Publik internal merupakan publik yang
menjadi satu bagian dalam perusahaan, seperti dewan direksi, manager, supervisor,
karyawan, keluarga karyawan, pemilik saham. Publik eksternal adalah pihak diluar
perusahaan, seperti masyarakat, komunitas, media, pemerintah.
Bukan tanpa alasan perusahaan untuk memperhatikan publik eksternal di
lingkungan sekitar perusahaan. Perusahaan merupakan bagian dari integratif dari sistem
sosial masyarakat dimana dia berada. Hal ini sejalan dengan pendekatan “ New –
corporate relations ” yang menekankan pentingnya kolaborasi antara perusahaan,
pemerintah dengan komunitas di sekitar perusahaan. Kolaborasi tersebut dibangun
berdasarkan konsep kebermanfaatan yang dapat menjamin kesinambungan usaha.
Implikasinya, hubungan antara perusahaan dengan sistem sosialnya bukan hanya bersifat
transaksional dan jangka pendek, namun merupakan hubungan yang simbiosis mutualisme
dan berkelanjutan (suistain).
Publik eksternal bisa menjadi kawan maupun lawan, media bisa menguntungkan
perusahaan dengan pemberitaan positif, namun sebaliknya bisa merugikan perusahaan
dengan pemberitaan yang bernilai negatif. Di ranah pemerintahan perusahaan memiliki
kepentingan untuk mendapatkan ijin melakukan kegiatan dalam hal ini ijin beroperasi
(license to operate), perijinan ini terkait dengan prosedur dan aturan – aturan pemerintahan
yang berlaku, berbeda jika terkait dengan masyarakat atau komunitas yang bersifat
dinamis, yang berlaku adalah norma, adat istiadat, budaya setempat, untuk mendapatkan
ijin operasi secara sosial (social license to operate).
Berikut kilasan berita – berita yang merupakan sebagian kecil dari pemberitaan
media mengenai hubungan perusahaan minyak dan gas bumu (migas) dengan publik
eksternal.

1
Sastropoetro,Santoso.1987. Pendapat Publik,Pendapat Umum, dan Pendapat Khalayak dalam Komunikasi
Sosial.Bandung : PT. Remaja Rosdakarya. Hal 35

1
“ Blok Cepu Minim Serap Tenaga Lokal ”
Operator Blok Cepu yakni Mobil Cepu Limited (MCL) dianggap belum sesuai
dengan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 23 Tahun 2011 tentang Konten Lokal yang
mengharuskan pelibatan tenaga kerja lokal dalam proyek migas di Bojonegoro. Laporan ini
disampaikan oleh Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi, dan Sosial (Disnakertransos)
Pemkab Bojonegoro, tenaga kerja lokal yang direkrut dalam kegiatan industri migas Blok
Cepu sekitar 189 orang. Tenaga kerja lokal dari Bojonegoro sebanyak 135 orang dan
selebihnya sebanyak 54 orang di luar Bojonegoro. “Tenaga kerja lokal dari Bojonegoro
yang terserap dalam kegiatan proyek migas di Bojonegoro masih minim,” ujar Kepala
Disnakertransos Pemkab Bojonegoro, Iskandar. Tenaga kasar (sopir, kernet, dan satpam)
dalam proyek fisik Banyu Urip memang lumayan banyak sekitar 1500 orang, tetapi hanya
selama masa proyek berlangsung sekitar tiga tahun. Sulitnya tenaga kerja lokal dilibatkan
dalam industri migas disebabkan karena persyaratan yang ketat, misalnya memiliki
sertfikasi keahlian dan MCL tidak menyampaikan jumlah kebutuhan tenaga kerja yang
diperlukan dan persyaratan yang spesifik, padahal pihak Disnakertransos sudah
mengirimkan tiga kali surat permintaan kebutuhan tenaga kerja, tetapi belum mendapat
tanggapan dari pihak MCL.
Menurut Ketua Komisi A DPRD Bojonegoro, Agus SusantoRismanto, apabila
tenaga kerja lokal tidak diprioritaskan dan dilibatkan dalam kegiatan industi migas, maka
hal tersebut melanggar Perda Konten Lokal. Menurutnya, semestinya Pemkab Bojonegoro
dengan pihak operator dan kontraktor mengadakan pelatihan dan memberikan
keterampilan kepada tenaga kerja lokal yang akan direkrut. Di sisi lain dari pihak MCL
yang disampaikan Deputy Development Manager Mobil Cepu Limited (MCL), Elviera
Putri, pihak MCL memiliki komitmen untuk memberdayakan tenag lokal dalam kegiatan
migas, saat ini ada ratusan tenaga lokal yang sedang mengikuti training di luar negeri yang
diharapkan mereka akan mempunyai kualifikasi untuk terlibat dalam proyek migas.
(Harian Seputar Indonesia, Kamis, 16 Agustus 2012, hal 17)
“ Gubernur Minta Exxon Bina SDM Lokal ”
Isu seputar proyek Blok Cepu seperti tak ada habisnya. Setelah masalah perizinan
bisa diselesaikan, kali ini Pemerintah Jatim menuntut Mobil Cepu Limited (MCL),
memberdayakan masyarakat lokal. Gubernur Jatim Soekarwo menghimbau bahwa Exxon
sebagai operator Blok Cepu harus mengakomodasi masyarakat lokal sebagai tenaga kerja
baik yang memiliki skill maupun unskill. Bagi tenaga kerja lokal yang unskill harus
diberikan pelatihan atau capacity building sehingga bisa memenuhi standar kualifikasi
yang ditentukan oleh perusahaan. Hal tersebut dilakukan sebagai upaya meminimalkan
gejolak sosial di lingkungan proyek. Menyikapi permintaan Gubernur Jatim Soekarwo,
Kepala Perwakilan Jawa, Bali, Nusa Tenggara BP Migas Elan Biantoro mengatakan bahwa
pemberdayaan masyarakat lokal sudah menjadi komitmen Exxon. “ Perusahaan migas,
termasuk Exxon, sudah melakukan berbagai pelatihan ke masyarakat lokal.”
(Harian Jawa Pos, Selasa, 4 September 2012, hal 5)
“ Blok Cepu Diminta Peduli Kesehatan Warga ”
Kepala Bidang Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL) Dinas
Kesehatan (Dinkes) Pemkab Bojonegoro, Muhammad Ihsan meminta pelaksana proyek

2
Blok Cepu di Bojonegoro yaitu Mobil Cepu Limited (MCL) memperhatikan kondisi
kesehatan warga sekitar proyek, menurutnya debu yang ditimbulkan dari kegiatan proyek
minyak Blok Cepu menyebabkan kualitas udara menjadi kotor dan apabila dihirup dapat
menyebabkan iritasi dan infeksi yaitu penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Atas (ISPA).
Dari catatan Dinkes selama Agustus 2012 terdapat 140 kasus ISPA yang diderita 2arga
dari 16 desa di sekita blok Cepu. Permintaan ini ditanggapi oleh pihak MCL yang diwakili
oleh Field Public and Government Relations Manager, Rexy Mawardijaya, bahwa sebelum
ada kegiatan proyek Blok Cepu, penyakit ISPA di Bojonegoro saat musim kemarau
memang tinggi, namun MCL juga memberikan perhatian pada kondisi kesehatan warga di
sekitar proyek Blok Cepu. Sejak dimulainya proyek, MCL memberikan layanan kesehatan
gratis di sejumlah puskesmas dan menyediakaan mobil layanan kesehatan untuk
memeriksa kesehatan warga yang dioperasikan secara rutin.
(Harian Seputar Indonesia, Jum’at, 7 September 2012, hal 15)
“ Proyek Migas dimulai, Pengangguran Tetap Tinggi ”
Sejak dilaksanakan proyek migas di kawasan Blok Cepu, masih banyak warga
Bojonegoro yang menganggur. Proyek tersebut belum mampu menyerap pekerja lokal
dengan alasan tidak ada sertifikasi kemampuan dan skill yang memadai. Data yang didapat,
sedikitnya 1.082 warga usia produktif di kabupaten Bojonegoro masih kesulitan mencari
pekerjaan, padahal minat untuk bekerja di proyek cukup banyak. Pihak Disnakertransos
yang diwakili Kepala Disnakertransos Pemkab Bojonegoro, Iskandar, meminta pada
perusahaan – perusahaan yang terlibat proyek Blok Cepu agar rutin melaporkan jumlah
tenaga kerja yang sedang dibutuhkan dan peluang kerja kepada Disnakertransos, laporan
ini, nantinya akan menjadi bahan evaluasi ke depan, sehingga tidak terjadi pelanggaran
Peraturan Daerah (Perda) Nomor 23 Tahun 2011 tentang Konten Lokal yang
mengharuskan pelibatan tenaga kerja lokal dalam proyek migas di Bojonegoro.Beliau juga
menyampaikan bahwa pihak investor seperti ExxonMobil memiliki kewajiban untuk
menyiapkan tenaga kerja lokal menjadi tenaga kerja terampil.
(Media Online : www.surabayapagi.com diunduh Rabu, 12 September 2012)
“ Demo Besar Akan Guncang Blok Cepu ”
Masyarakat ring 1 Blok Cepu yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Banyuurip
Peduli Amdal ( AMBPA ), berencana akan menggelar demo besar – besaran di lokasi
proyek Banyuurip, mulai 18 Februari – 20 Februari 2013. Aksi ini berencana memblokir
jalan dan menghentikan aktifitas proyek Banyuurip. Sesuai surat resmi AMBPA,
demonstrasi akan diikuti 600 massa dari 12 desa di wilayah kecamatan Gayam.
Pemberitahuan mengenai demo tersebut juga disampaikan melalui surat oleh AMBPA
bernomor : 07/ SP/ KOR.AMBPA/ 2013 ke Polres, Pemkab, DPRD, sejumlah media di
Bojonegoro, MCL, ExxonMobil, dan kontraktor EPC 1, 2, dan 5 Banyuurip, Blok Cepu.
Tuntutan yang diajukan AMBPA :
1. Meminta ExxonMobil dan kontraktor EPC Banyuurip 1,2, dan 5 memberdayakan
dan memberikan peluang sebesar – besarnya kepada pengusaha lokal Banyuurip
untuk digandeng dalam kerjasama.
2. Memberdayakan dan mengoptimalkan perekrutan tenaga kerja lokal Banyuurip
dengan cara sosialisasi ke desa sekitar pemboran sehingga tercapai sesuai
kompetensi dan jumlah yang dibutuhkan.

3
3. Mengalokasikan dana CSR secara nyata dan terbuka kepada masyarakat sekitar
Banyuurip.
(Media Online : www.suarabanyuurip.com diunduh Rabu, 13 Februati 2013)
“ Warga Ngunut Tuntut Kompensasi Penggunaan Lahan”
Perwakilan warga Desa Ngunut, Kecamatan Dander, Kabupaten Bojonegoro
mendatangi kantor DPRD untuk menanyakan kepastian mengenai kompensasi
penggunaan lahan mereka untuk jalan sepanjang 900 meter dengan lebar 8 meter dan
penanaman pipa Perusahaan Daerah Air Minum ( PDAM )sejak 1977 oleh Kabupaten
Bojonegoro. Tuntutan warga bukan penggantian tanah tetapi kompensasi dari penggunaan
tanah selama 35 tahun dan meminta pembayaran dispensasi sebesar 50 persen dari
pemanfaatan sumber air di Desa Ngunut. Selain itu warga meminta Mobil Cepu Ltd.
(MCL)memberikan ganti rugi terkait pemanfaatan tanah selama lima tahun sebagai sarana
pendukung operasi Blok Cepu. Menanggapi hal ini, Public and Government Affairs, Field
Manager MCL, Rexy Mawardijaya, menyampaikan bahwa permasalahan ini akan
dikonsultasikan kepada pihak berwenang terlebih dulu dan pihak MCL tetap akan
menjalankan program Corporate Social Responsibility (CSR).
(Media Online : www.suarabanyuurip.com diunduh Rabu, 13 Februari 2013)
Bukan tanpa alasan perusahaan untuk memperhatikan publik eksternal di
lingkungan sekitar perusahaan. Perusahaan merupakan bagian dari integratif dari sistem
sosial masyarakat dimana dia berada. Hal ini sejalan dengan pendekatan “ New –
corporate relations ” yang menekankan pentingnya kolaborasi antara perusahaan,
pemerintah dengan komunitas di sekitar perusaahan. Kolaborasi tersebut dibangun
berdasarkan konsep kebermanfaatan yang dapat menjamin kesinambungan usaha.
Implikasinya, hubungan antara perusahaan dengan sistem sosialnya bukan hanya bersifat
transaksional dan jangka pendek, namun merupakan hubungan yang simbiosis mutualisme
dan berkelanjutan (suistain).
Publik eksternal bisa menjadi kawan maupun lawan, media bisa menguntungkan
perusahaan dengan pemberitaan positif, namun sebaliknya bisa merugikan perusahaan
dengan pemberitaan yang bernilai negatif. Di ranah pemerintahan perusahaan memiliki
kepentingan untuk mendapatkan ijin melakukan kegiatan dalam hal ini ijin beroperasi
(license to operate), perijinan ini terkait dengan prosedur dan aturan – aturan pemerintahan
yang berlaku, berbeda jika terkait dengan masyarakat atau komunitas yang bersifat
dinamis, yang berlaku adalah norma, adat istiadat, budaya setempat, untuk mendapatkan
ijin operasi secara sosial (social license to operate).
Pemberitaan di awal tulisan ini, menunjukkan publik eksternal dari perusaahan
migas yaitu Mobil Cepu Ltd. (afiliasi dari ExxonMobil untuk wilayah operasi Blok Cepu)
meliputi komunitas, media, dan pemerintah yang berpengaruh terhadap reputasi

4
perusahaan. Indonesia memang dikenal kaya akan SDA, salah satunya kekayaan migas
yang tersebar di Indonesia, saat ini potensi migas di Blok Cepu termasuk sangat besar,
bahkan yang terbesar di Indonesia, yaitu mencapai 8,7 milyar kaki kubik. Data yang lain
menyebutkan cadangan minyak mentah di perut bumi Bojonegoro diperkirakan sekitar 650
juta barel. Sedangkan, cadangan gas bumi di Bojonegoro sekitar 1,5 triliun kaki persegi.
Dalam mengelola kekayaan alam Indonesia seperti migas, sejak masa reformasi,
pemerintah Indonesia membentuk badan-badan ataupun kementerian untuk pengelolaan
sumber daya alam untuk memenuhi hajat hidup orang banyak, seperti Kementerian ESDM,
BUMN/BUMD, tapi pada kenyataannya 67% mineral air justru dikelola oleh pihak asing,
pada sektor migas kita ada badan khusus yang menangani hulu dan hilir yaitu Pertamina
dan SKK Migas, tetapi 74% kegiatan usaha hulu atau pengeboran minyak dan gas (migas)
di Indonesia masih dikelola perusahaan asing. Perusahaan nasional cuma mengelola 22%
dan sisanya konsorsium asing.Sementara untuk kegiatan hilir migas, sebanyak 98%
dilakukan oleh perusahaan nasional, 2% nya dilakukan oleh perusahaan asing.
Eksplorasi dan eksploitasi seperti yang dilakukan Mobil Cepu Ltd. (MCL) di Blok
Cepu merupakan salah satu kerjasama yang dilakukan pemerintah untuk mengeluarkan
kekayaan alam milik Indonesia, dalam hal ini migas agar dapat dimanfaatkan secara
optimal dalam memenuhi hajat hidup rakyat Indonesia. Kerjasama ini dilakukan karena
perusahaan asing seperti MCL lebih unggul dibanding Indonesia dalam faktor teknologi,
kualiats SDM, dan modal yang besar untuk melakukan proses – proses pengeboran mulai
dari pencarian sumur minyak, pembangunan – pemasangan fasilitas produksi, hingga
produksi.
Dibanding perusahaan asing lain, ExxonMobil Oil Indonesia lebih lama telah
melakukan kerjasama dengan Indonesia selama lebih kurang 115 tahun, dengan wilayah
operasi yang menyebar dari ujung Barat Indonesia di Aceh hingga ujung Timur di Papua.
Bentuk kerjasama pemerintah dengan perusahaan non pemerintah baik lokal
maupun asing disebut Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS). Seperti Blok Cepu,
ExxonMobil Oil Indonesia dengan anak perusahaannya yaitu Mobil Cepu Ltd. menjadi
KKKS yang memiliki saham partisipasi 45% dengan jangka waktu kontrak selama 30
tahun atau hingga 2035. Keberadaan dengan jangka waktu sangat lama tentu
mengharuskan MCL menjalin hubungan yang sinergis dengan pemerintah daerah, media,
dan masyarakat di tiga kabupaten (Bojonegoro, Tuban, Blora) yang terletak di dua wilayah
provinsi (Jawa Timur dan Jawa Tengah).

5
Tak kenal maka tak sayang, pepatah lama yang berarti jika kita tidak mengerti atau
memahami sesuatu hal maka kita tidak akan tahu arti sebenarnya dan tidak dapat
menghargai hal tersebut. Sama halnya dengan pengenalan dan pendekatan perusahaan juga
harus dilakukan kepada lingkungan sekitar (komunitas/ masyarakat, media, pemerintah) ,
agar antara perusahaan dan masyarakat dapat memahami satu sama lain sehingga dapat
saling menguntungkan, saling mendukung, serta masyarakat tidak menghambat kegiatan
perusahaan dan perusahaan pun tidak merugikan dan memberikan manfaat bagi
masyarakat. Perusahaan mendapatkan social license to operate . Pendekatan ini sejalan
dengan pendekatan social investment program yang dimaknai sebagai “... as the voluntary
contributions companies make to the communities and broader societies where they
operate, with the objective of mutually benefiting external stakeholders, typically through
the transfer of skills or resources, and the company...”2. Perusahaan yang bergerak di
bidang migas, seperti MCL adalah perusahaan yang tidak akan selamanya berada di
wilayah operasi, jika ketersediaan migas habis dan masa kontrak beroperasi berakhir, maka
MCL akan berpindah ke wilayah eksplorasi lain, sehingga harapannya perusahaan
meninggalkan “jejak” yang berkesan positif di benak publiknya.
Pendekataan ini diwujudkan dalam program – program Corporate Social
Responsibility (CSR). Menurut Yusuf Wibisono, CSR didefinisikan sebagai “tanggung
jawab perusahaan terhadap kepada para pemangku kepentingan untuk berlaku etis,
meminimalkan dampak negatif dan memaksimalkan dampak positif yang mencangkup
aspek ekonomi sosial dan lingkungan (triple bottom line) dalam rangka mencapai tujuan
pembangunan berkelanjutan.”3. Definisi ini mengingatkan kita bahwa kegiatan CSR bukan
saja kegiatan kedermawanan atau filantropi yang sebatas memberikan bantuan sosial,
bersifat karitatif dan menyebabkan ketrgantungan kepada yang diberi, tetapi program CSR
lebih dari itu yaitu program – program community development, sifatnya berkelanjutan
(sustain), lingkungan akan berkembang dan tidak ketergantungan terhadap perusahaan,
sehingga jika perusahaan sudah tidak ada lagi di sekitar kawasan itu, namun dampak
positif keberadaannya masih bisa dirasakan dari pembangunan ekonomi sosial
berkelanjutan yang sudah dilakukan perusahaan dan bisa dilanjutkan oleh masyarakat
sekitarnya.
Program CSR yang berbasis community development juga diimplementasikan pada
program CSR MCL yang memiliki tiga pilar program CSR yaitu di bidang kesehatan,

2
Guide to Successful,Sustainable Social Investment for The Oil and Gas Industry, 2008 , www.ipieca.org
3
Wibisono, Yusuf . 2007. Membedah Konsep & Aplikasi CSR. Gresik : Fascho Publishing . Hal. 8

6
pendidikan, pengembangan ekonomi. Walaupun sudah dilaksanakan program-program
CSR, tetapi konflik dengan publik eksternal kerap terjadi, seperti pada pemberitaan yang
disampaikan peneliti di awal, masyarakat masih melayangkan tuntutan dilibatkan dalam
aktifitas pengeboran/ proyek, pelayanan kesehatan, fasilitas air bersih, dll.
Dalam proses pelaksanaan program di bagian akhir, idealnya dilakukan tahapan
monitoring dan evaluasi untuk melihat apakah program – program tersebut berjalan sesuai
rencana, mendatangkan manfaat bagi masyarakat, membutuhkan dana anggaran berapa,
menghadapi hambatan apa serta bagaimana pemecahan masalahnya atau rekomendasi bagi
pelaksanaan selanjutnya. Namun evaluasi program tidak hanya dilihat dari proses
pelaksanaan saja, berupa monitoring dan evaluasi yang hanya dilakukan antara pelaksana
dari MCL sebagai koordinator program (PIC) dan tim pelaksana (timlak) dari Lembaga
Swadaya Masyarakat (LSM) atau vendor saja, tetapi evaluasi juga perlu melibatkan
masyarakat. Program CSR dibuat dari perusahaan, oleh perusahaan dan LSM, dan untuk
masyarakat penerima manfaat. Sehingga untuk mengetahui evaluasi program secara
integral perlu dilakukan evaluasi dari berbagai pihak yaitu subjek dan objek dari
pelaksanaan program tersebut. Ketika program dilaksanakan dengan tepat sasaran, relevan,
efektif, efisien maka akan terbangun hubungan yang positif, “mutually benefiting ” (saling
menguntungkan), dan berkelanjutan.
Dalam pelaksanaan program CSR, Mobil Cepu Ltd. memiliki skala prioritas,
perhatian, dan intensitas, hal ini menyesuaikan dengan kedekatan lokasi operasi proyek
dengan wilayah pemukiman penduduk. Lokasi operasi proyek EPC 1,EPC 2, dan EPC 5 di
Kabupaten Bojonegoro, EPC 3 dan EPC 4 di lepas pantai Palang, Tuban, serta kantor MCL
saat ini berada di Desa Talok, Kabupaten Bojonegoro juga. Mayoritas dari 115 desa
penerima manfaat program CSR MCL, 18 desa diantaranya diklasifikasikan wilayah Tier –
1, 14 desa di Kabupaten Bojonegoro dan 6 desa di Kabupaten Tuban. Tier –1 akan
mendapatkan fokus, perhatian, dan program yang porsinya lebih dari wilayah lain, karena
hasil program CSR sudah banyak terlihat di wilayah tersebut. Sehingga untuk melihat
evaluasi program CSR secara integral yang dilakukan MCL bisa diwakilkan dengan
melihat program CSR yang dilakukan di Tier-1. Jumlah terbanyak desa yang masuk
kategori Tier–1 ada di Kabupaten Bojonegoro, sebanyak 12 desa, sedangkan di Kabupaten
Tuban hanya empat desa saja, dan Kabupaten Blora tidak ada.
Pertanyaan yang patut peneliti kemukan adalah “ Bagaimana evaluasi program
Corporate Social Responsibility (CSR) 2013-2015 di Bidang Pengembangan Ekonomi dan

7
Pendidikan yang dilaksanakan oleh Public and Government Affairs (PGA) Mobil Cepu
Ltd. di Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur ? ”
Hal ini sangat relevan untuk dikemukakan mengingat misi utama departemen
public relations menjadi jembatan dalam membangun hubungan baik antara perusahaan
dengan publiknya, sehingga melakukan evaluasi program yang sudah dilaksanakan akan
memberikan rekomendasi untuk pelaksanaan program selanjutnya agar lebih baik, tepat
sasaran, dan tetap mentransformasikan nilai – nilai perusahaan kepada masyarakat.

1.2 Rumusan Masalah dan Batasan Masalah


Berdasar latar belakang tersebut, maka permasalahan yang dapat diangkat pada
penelitian ini, adalah :
“ Bagaimana evaluasi program Corporate Social Responsibility (CSR) 2013-2015 di
Bidang Pengembangan Ekonomi dan Pendidikan yang dilaksanakan oleh Public and
Government Affairs (PGA) Mobil Cepu Ltd. di Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur ? ”
1.2.1 Batasan Masalah :
Objek dalam penelitian ini adalah program CSR yang sudah selesai dilaksanakan
tiap tahunnya selama 3 tahun (2013-2015) dan di evaluasi oleh departemen Public and
Government Mobil Cepu Ltd.(MCL), di Kabupaten Bojonegoro. Dalam departemen Public
and Government Affairs (PGA) Mobil Cepu Ltd., dibagi empat divisi yaitu:
1. Communication and Media Relations
2. Government Relations
3. Community Relations
4. Development Project EPC (Engineering, Procurement, and Construction) Support
Dari keempat divisi di atas, yang berkaitan langsung dengan program CSR adalah
divisi Community Relations, sehingga dalam proses penelitian ini, peneliti fokus mencari
data di bagian Community Relations. Selain itu, wilayah penerima manfaat atau publik
eksternal dari Mobil Cepu Ltd. (MCL) mencapai total 115 desa yang terletak di
Bojonegoro, Tuban, dan Cepu, yang diklasifikasikan ke Tier–1, Tier–2, dan Tier–3.
Masing–masing kabupaten masuk di ketiga kategori tersebut, yang wilayah desa paling
banyak masuk di Tier–1 adalah kabupaten Bojonegoro yaitu berjumlah 12 desa.
Program CSR yang dilaksanakan MCL pada tahun 2013-2015 bukan hanya satu
program saja, melainkan ada ± 4 program pengembangan ekonomi dan ± 6 program
pendidikan. Namun dalam penelitian ini, program yang menjadi objek penelitian diambil

8
satu program dari program pendidikan dan pengembangan ekonomi sehingga totalnya ada
dua program. Program – program tersebut yaitu :
1. Pengembangan Ekonomi : Kelompok Bermain Sapi Rakyat (KBSR).
2. Pendidikan : Pelatihan Scaffolding, Rigging, dan Welding dengan 75
pemuda di Kabupaten Bojonegoro.
Pemilihan program ini berdasarkan pertimbangan :
Dari KPI4 program yang ada, kedua program ini bentuk laporannya yang paling
detail, sistematis, dan akses untuk mendapatkan informasi dari tim pelaksana masih
bisa dijangkau peneliti. Hal tersebut mempermudah peneliti dalam penelitian ini.
Sehingga batasan penelitian ini adalah dua program CSR 2013-2015 diatas yang
dilaksanakan oleh Community Relations (CR) dalam departemen Public and
Government Affais (PGA) Mobil Cepu Limited (MCL) di Kabupaten Bojonegoro,
Jawa Timur.

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian


1.3.1 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini, diantaranya :
 Mendeskripsikan hasil evaluasi program Coorporate Sosial Responsibility (CSR)
oleh Public and Goverment Affairs Mobil Cepu Ltd dengan publik eksternalnya
yaitu masyarakat sekitar proyek di Bojonegoro, khususnya di wilayah Tiers-1
Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur, .
 Mengetahui pemahaman masyarakat sekitar proyek di Bojonegoro, Jawa Timur
mengenai program Coorporate Sosial Responsibility (CSR) khususnya yang
dilakukan oleh Community Relations dalam departemen Public and Goverment
Affairs Mobil Cepu Ltd.
 Mengaplikasikan ilmu public relations dalam membangun pencitraan, good will
suatu instansi, khususnya dalam aplikasi mengenai evaluasi program Coorporate
Sosial Responsibility (CSR) secara integral.

1.3.2 Manfaat Penelitian


4
KPI = Key Performance Indicator (Indikator Kinerja Utama) yaitu ukuran kuantitatif yang biasa digunakan
perusahaan untuk perbaikan dalam menjalankan aktivitas yang sangat penting bagi keberhasilan suatu
bisnis dan sebagai alat bantu pengelolaan kinerja dengan mendorong karyawan mencapai tujuan-tujuan
bisnis/ perusahaan yang telah ditetapkan.
(Gozali, Dodi. M. 2005. Communication Measurement : Konsep dan Aplikasi Pengukuran Kinerja Public
Relations. Bandung : Simbiosa Rekatama Media. Hal 143)

9
Adapun manfaat dari penelitian ini, yaitu melalui penelitian ini diharapkan dapat
memberikan gambaran dari sudut pandang yang berbeda mengenai teknik evaluasi
pelaksanaan program CSR dari suatu perusahaan berskala internasional. Hasil
penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan/ saran kepada Mobil Cepu Ltd
ataupun perusahaan migas lainnya mengenai evaluasi program CSR untuk mengukur
keefektifan program yang dilakukan.

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Public Relations


2.1.1. Pengertian Public Relations
Lahirnya Public Relations seperti yang telah dipraktekkan sekarang ini merupakan
timbulnya kemajuan di berbagai bidang. Kemajuan yang merupakan kekuatan dalam
masyarakat, merupakan potensi juga untuk memecahkan manusia dalam kelompok -
kelompok yang memiliki tujuan dan kepentingannya masing - masing. Karena itu sangat
dibutuhkan satu kelompok tersendiri untuk membina hubungan baik diantara setiap
kelompok agar masing-masing dapat mencapai tujuan tanpa melanggar kepentingan
kelompok lain. Terdapat berbagai penyebutan public relations ( PR), tapi maknanya sama
dan menjalankan fungsi yang sama, seperti public affairs, public and government affairs,
corporate communications, secretary communications, corporate relations, corporate
affairs, dan investor relations. Nama - nama lain PR pada sejumlah perusahaan dan
asosiasi di Amerika tersebut kadangkala dihubungkan dengan pemerintah, periklanan,
marketing, hubungan investor, dan hubungan karyawan, (Seitel, 1992:3 dan Wilcot, et el,
1992:12) dalam Soemirat dan Ardianto (2007:5). Dalam manajemen ExxonMobil beserta
afiliasinya, seperti Mobil Cepu Ltd. departemen public relations dinamakan Public and
Government Affairs ( PGA ). Posisi PR memiliki kredibilitas tertinggi, mengatasi
persaingan menjadi lebih piawai. Menurut Frank Jefkins dalam Yadin (2003:10) :
Public Relations (PR) adalah semua bentuk komunikasi yang terencana, baik itu ke
dalam maupun ke luar, antara suatu organisasi dengan semua khalayaknya dalam rangka
mencapai tujuan - tujuan spesifik yang berlandaskan pada saling pengertian. Pengertian
diatas dianalisis menjadi 2 bagian:

10
1. Bagian pertama dari definisi ini sama seperti yang telah diutarakan oleh IPR
(Institute of Public Relations ) yang menyatakan public relations adalah
keseluruhan upaya yang dilakukan secara terencana dan berkesinambungan dalam
rangka menciptakan dan memelihara niat baik dan saling pengertian antara suatu
organisasi dengan segenap khalayaknya. Hanya saja unsur tujuannya lebih
terperinci, yaitu tidak terbatas pada saling pengertian saja, melainkan juga berbagai
macam tujuan khusus lainnya yang sedikit banyak berkaitan dengan saling
pengertian itu. Tujuan-tujuan khusus itu meliputi pengulangan masalah-masalah
komunikasi yang memerlukan suatu perubahan tertentu, misalnya mengubah sikap
yang negatif menjadi positif.
2. Public relations menggunakan metode manajemen berdasarkan tujuan
(management by objective). Dengan mengejar suatu tujuan, semua hasil atau
tingkat kemajuan yang telah dicapai harus merupakan kegiatan yang nyata.
Kenyataan ini dengan tegas menyangkal anggapan keliru yang mengatakan bahwa
humas merupakan kegiatan yang abstrak.
Sedangkan menurut International Public Relations Associations (IPRA) dalam Ruslan
(2007:16) mendefinisikan public relations adalah fungsi manajemen dari ciri yang
terencana dan berkelanjutan melalui organisasi dan lembaga swasta atau publik (umum)
untuk memperoleh pengertian, simpati dan dukungan dari mereka yang terkait atau
mungkin ada hubungannya dengan penelitian opini publik diantara mereka. Untuk
mengaitkannya sedapat mungkin kebijaksanaan dan prosedur yang mereka pakai untuk
melakukan hal itu direncanakan dan disebarkan informasi yang lebih produktif dan
pemenuhan keinginan bersama yang lebih efisien.
Cutlip, Center &Brown dalam Soemirat (2007:14) menyebutkan :
“public relations is the distinctive management function which help establish and
mutual lines of communications, understanding, acceptance, and corporation
between an organization and its public”.
(PR adalah fungsi manajemen secara khusus yang mendukung terbentuknya saling
pengertian dalam komunikasi, pemahaman, penerimaan dan kerjasama antara
organisasi dengan berbagai publiknya).

2.1.2. Tugas Public Relations


Menurut Rumanti (2002:39-42) menyatakan PR memiliki empat tugas pokok,
sebagai berikut:

11
1. Menyelenggarakan dan bertanggung jawab atas penyampaian informasi secara
lisan, tertulis, melalui gambar (visual) kepada publik, supaya publik mempunyai
pengertian yang benar tentang organisasi atau perusahaan.
2. Memonitor, merekam, dan mengevaluasi tanggapan serta pendapat umum atau
masyarakat.
3. Memperbaiki citra organisasi.
4. Tanggung Jawab Sosial (Social Responsibility).
Public Relations merupakan instrumen yang bertanggung jawab terhadap semua
kelompok yang berhak mendapatkan tanggung jawab tersebut. Terutama kelompok publik
internal, publik eksternal dan pers.Dari penjabaran di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
PR mempunyai tugas yang berkaitan dengan kegiatan perusahaan dan kepentingan publik.
PR menjadi jembatan yang menghubungkan antara kepentingan perusahaan dengan
kepentingan publik demi terciptanya hubungan yang harmonis antara perusahaan dengan
publiknya, sehingga tujuan untuk mendapatkan opini publik positif , citra yang baik,
branding awareness publik, social license to operate dapat tercapai dan perusahaan bisa
beroperasi dengan baik.
2.2.3 Publik - Public Relations
Publik biasanya disebut dengan istilah penerima, sasaran, pembaca, pendengar,
pemirsa, audience, decorder, atau komunikan. Khalayak adalah salah satu aktor dalam
proses komunikasi, karena itu unsur khalayak tidak boleh diabaikan dan berhasil tidaknya
suatu proses komunikasi sangat ditentukan oleh khalayak. Publik dalam studi komunikasi
dapat berupa individu, kelompok, atau masyarakat. Menjadi tugas seorang PR untuk
mengetahui siapa yang menjadi khalayaknya sebelum proses komunikasi berlangsung.
Berikut sepuluh publik yang diidentifikasikan oleh Jefkins dalam Yadin (2003:8),
kesepuluh publik tersebut adalah:
1. Masyarakat luas
2. Calon pegawai atau anggota
3. Para pegawai atau anggota
4. Pemasok jasa dan berbagai macam barang
5. Investor
6. Distributor
7. Konsumen dan pemakai produk organisasi
8. Para pemimpin pendapat umum

12
9. Serikat-serikat pekerja
10. Media massa
Public Relations dari sebuah organisasi bukan saja orang-orang yang berkepentingan
dengan organisasi tersebut (internal), tetapi juga orang-orang yang berada di luar
organisasi (eksternal). Jika dikaitkan dengan penelitian ini, maka publik khalayak atau
sasaran dari kegiatan Corporate Social Responsibility Mobil Cepu Ltd. adalah publik
eksternal lebih spesifik yaitu masyarakat lokal di sekitar proyek MCL.
Publik PR menjadi sasaran bagi penerapan CSR, hanya saja tiap – tiap perusahaan
akan berbeda sasaran publiknya bergantung kepentingan perusahaan. Namun ada
kesamaan dalam lingkup penerapan CSR yang tidak jauh dari lingkup ekonomi, lingkup
sosial, dan lingkup lingkungan. Menurut gagasan Prince of Wales International Business
Forum dalam (Wibisono, 2007 : 125), mengusung lima pilar dalam lingkup penerapan
CSR, yaitu :
 Pilar pertama, upaya perusahaan untuk menggalang dukungan SDM, baik internal
(karyawan) dan eksternal (masyarakat sekitar). Dengan cara melakukan
pengembangan dan kesejahteraan kepada mereka sebagai publik internal –
eksternal. Cara ini dikenal dengan istilah building human capital.
 Pilar kedua, memberdayakan ekonomi komunitas. Istilahnya strengthening
economies.
 Pilar ketiga, menjaga harmonisasi dengan masyarakat sekitar agar tidak terjadi
konflik. Hal ini terkait perusahaan industri, dalam hal ini khususnya MCL, menjaga
harmonisasi dengan masyarakat sekitar atau komunitas menjadi sangat penting
untuk meraih social license to operate dan branding awareness sehingga minim
konflik bahkan nol persen terjadi konflik. Istilahnya, assessing social cohession.
 Pilar keempat, mengimplementasikan tata kelola yang baik, istilahnya encouraging
good coorporate governance.
 Pilar kelima, memperhatikan kelestarian lingkungan, istilahnya protecting the
environment.
Dari kelima pilar tesebut terlihat sasaran publik PR dalam penerapan CSR, terdiri dari
SDM perusahaan (karyawan), komunitas, masyarakat sekitar, shareholders, dan
lingkungan (alam). Kesimpulannya, publik PR pada pilar ketiga erat yaitu masyarakat
sekitar, dalam penelitian ini masyarakat sekitar proyek di wilayah Tier – 1, Kabupaten
Bojonegoro, sebagai sasaran dari penerapan CSR yang dilaksanakan MCL dan sebagai

13
objek penelitian ini.

2.2. Coorporate Social Responsibility (CSR)


2.2.1. Pengertian Coorporate Social Responsibility (CSR)
Di Indonesia, istilah CSR (Corporate Social Responsibility) sudah populer digunakan
sejak tahun 1990-an dengan nama yang berbeda. Beberapa perusahaan telah lama
melakukan CSA (Corporate Social Activity) atau “Aktivitas Sosial Perusahaan”. Walaupun
tidak menamainya sebagai CSR, secara faktual aksinya, mendekati konsep CSR yang
mempresentasikan bentuk “peran serta” dan kepedulian perusahaan terhadap aspek sosial
dan lingkungan (Wibisono, 2007:6).
Definisi mengenai Coorporate Social Responsibility (CSR) bukan hanya tunggal, tetapi
banyak instansi baik pendidikan, bisnis, dan organisasi public relations mendefinisikan.
Definisi Coorporate Social Responsibility (CSR) antara lain :
Menurut lembaga internasional The World Business Council for Suistanable
Development ( WBCSD) mendefinisikan CSR :
“Contiuning community by business to behave ethically and contribute to
economic development while improving the quality of life of the workforce and
their families as well as of the local community and society at large ”
(Komitmen dunia usaha untuk terus menerus bertindak secara etis, beroperasi
secara legal dan berkontribusi untuk peningkatan ekonomi, bersamaan dengan
peningkatan kualitas hidup dari karyawan dan keluarganya sekaligus juga
peningkatan kualitas komunitas lokal dan masyarakat secara lebih luas).
(Wibisono, 2007: 7)

Menurut World Bank definisi CSR :


“ The commitment of business to contribute to suistainable economic
development working with amployees and their representatives the local
community and society at large to improve quality of life, in ways that are both
good for business and good for development.” (Wibisono, 2007:7).

Sedangkan Green Paper dalam Iriantara (2004:46) menyatakan bahwa CSR


menunjukkan sebuah konsep tentang pengintegrasian kepedulian terhadap masalah sosial
dan lingkungan hidup ke dalam operasi bisnis perusahaan dan interaksi sukarela antara
perusahaan dan para stakeholdernya. Berbeda lagi menurut Widjaja (2008:15)
mendefinisikan CSR adalah pelaksanaan tanggung jawab sosial perusahaan berupa
kegiatan filantropi dan pengembangan komunitas, umumnya dikemas untuk
mengupayakan citra positif alias promosi.

14
Kegiatan CSR dipandang sebagai bentuk transparansi perusahaan berdasarkan nilai
etis dan kepeduliaan kepada karyawan, komunitas atau masyarakat, dan lingkungan. Dari
sisi bahasa atau etimologis CSR diartikan sebagai “ tanggung jawab sosial yang
dilakukan oleh perusahaan ”, belum ada definisi yang baku mengenai pengertian CSR,
namun dari definisi – definisi di atas terdapat kesamaan penekanan mengenai entitas CSR.
Coorporate Social Responsibility (CSR) atau jika dibahasa Indonesia – kan berarti
tanggung jawab sosial. Berdasarkan beberapa definisi tersebut, maka peneliti
menyimpulkan bahwa dalam menjalankan bisnis, perusahaan tidak hanya berorientasi pada
aspek ekonomi saja, tetapi memperhatikan aspek sosial dan lingkungan yang merupakan
perwujudan dari CSR. Ketiga aspek ini menjadi bagian penting dalam perusahaan atau pun
instansi jika ingin bertahan dan berkembang (sustain), John Elkington menamakan konsep
triple bottom line “ 3P ” (profit, people, planet). Dalam konsep 3P, perusahaan tidak
hanya mengejar profit sebanyak – banyaknya, tetapi memberikan kontribusi positif bagi
masyarakat profi (people) dan
meminimalkan t dampak serta
menjaga kelestarian
lingkungan (planet) sehingga
baik perusahaan dan masyarakat
akan mengalami pembangunan yang
saling berkelanjutan.
Company

people plane
t

Gambar 1. Konsep Triple Bottom Line


Triple Bottom Line “3P” (Wibisono, 2007: 32)

15
Dalam penelitian ini, CSR yang dilakukan Mobil Cepu Ltd. merupakan salah satu bentuk
tanggung jawab sosial dan kepedulian terhadap lingkungan sekitar proyek. Melalui CSR
ini juga PGA Mobil Cepu Ltd. dapat mengkomunikasikan visi dan misi perusahaan dalam
rangka tercapainya tujuan perusahaan agar dapat melakukan tugasnya sebagai operasi
eksplorasi migas di Blok Cepu (legal license and social license to operate). Pencapaian
tujuan perusahaan dapat meningkatkan eksistensi dan juga komunikasi yang baik tentang
perusahaan di mata publik dapat dipertahankan.
2.2.2. Prinsip-Prinsip Corporate Social Responsibility
Sejumlah institusi internasional dan tokoh-tokoh penting dalam perkembangan CSR
mengajukan beberapa prinsip dasar untuk di gunakan sebagai acuan pelaksanaan CSR.
Secara umum, prinsip-prinsip CSR berlandaskan pada konsep pembangunan berkelanjutan
dan tatakelola perusahaan yang baik (Good Corporate Governance). Warhurst dalam
Wibisono (2007:39) mengajukan prinsip-prinsip CSR sebagai berikut:
a. Prioritas korporat.
Mengakui tanggung jawab sosial sebagai prioritas tertinggi korporat dan penentu
utama pembangunan berkelanjutan. Dengan begitu korporat bisa membuat
kebijakan, program, dan praktek dalam menjalankan operasi bisnisnya dengan cara
yangbertanggung jawab secara sosial.
b. Manajemen terpadu.
Mengintegrasikan kebijakan, program, dan praktek dalam setiap kegiatan bisnis
sebagai satu unsur.
c. Proses perbaikan.
Secara berkesinambungan memperbaiki kebijakan, program, dan kinerja sosial
korporat, berdasar temuan riset mutakhir dan memahami kebutuhan sosial serta
menerapkan kriteria sosial tersebut internasional.
d. Pendidikan karyawan.
Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan serta motivasi karyawan.
e. Pengkajian.
Melakukan kajian dampak sosial sebelum memulai kegiatan atau proyek baru dan
sebelum menutup suatu fasilitas atau meninggalkan lokasi pabrik.
f. Produk dan jasa.
Mengembangkan produk dan jasa yang tak berdampak negatif secara sosial.
g. Informasi publik.

16
Memberi informasi dan bila diperlukan mendidik pelanggan, distributor, dan publik
tentang penggunaan yang aman dan transportasi, penyimpanan, dan pembuangan
produk, dan begitu pula dengan jasa.
h. Fasilitas dan operasi.
Mengembangkan, merancang, mengoperasikan fasilitas serta menjalankan kegiatan
yang mempertimbangkan temuan kajian dampak sosial.
i. Penelitian.
Melakukan atau mendukung penelitian dampak sosial bahan baku, produk, proses,
emisi, dan limbah yang terkait dengan kegiatan dan penelitian yang menjadi sasaran
untuk mengurangi dampak negatif.
j. Prinsip pencegahan.
Memodifikasi manufaktur, pemasaran, atau penggunaan produk, atau jasa, sejalan
dengan penelitian mutakhir untuk mencegah dampak sosial yang bersifat negatif.
k. Siaga menghadapi darurat.
Menyusun dan merumuskan rencana menghadapi keadaan darurat, dan bila terjadi
keadaan berbahaya bekerja sama dengan layanan gawat darurat, instansi
berwenang, dan komunitas lokal. Sekaligus mengenali potensi bahaya yang
muncul.
l. Transfer best practise.
Berkontribusi pada pengembangan dan transfer praktek bisnis yang bertanggung
jawab secara sosial pada semua industri dan sektor publik.
m. Memberi sumbangan.
Sumbangan untuk usaha bersama, pengembangan kebijakan publik dan bisnis,
lembaga pemerintah dan lintas departemen pemerintah serta lembaga pendidikan
yang akan meningkatkan kesadaran tentang tanggung jawab sosial.
n. Keterbukaan.
Menumbuhkembangkan keterbukaan dan dialog dengan pekerja dan publik,
mengantisipasi dan memberi respons terhadap potencial hazard, dan dampak
operasi, produk, limbah, atau jasa.
o. Pencapaian dan pelaporan.
Mengevaluasi kinerja sosial, melaksanakan audit sosial secara berkala dan
mengkaji pencapaian berdasarkan kriteria korporat dan peraturan perundang-

17
undangan dan menyampaikan informasi tersebut pada dewan direksi, pemegang
saham, pekerja, dan publik.
2.2.3 Aktivitas Utama Corporate Social Reponsibility
Kotler & Lee (2005:22) menggunakan istilah corporate social initiatives untuk
mendeskripsikan usaha yang paling utama (major effort) dibawah payung CSR. Corporate
social initiatives adalah aktivitas utama yang dijalankan oleh perusahaan untuk mendukung
masalah-masalah sosial dan memenuhi komitmen untuk tanggung jawab sosial perusahaan.
Keenam inisiatif sosial tersebut, antara lain:
1. Cause Promotion
Sebuah perusahaan menyediakan dana, kontribusi yang setimpal, atau sumber daya
perusahaan lainnya untuk meningkatkan kesadaran dan perhatian tentang masalah
sosial atau untuk mendukung pengumpulan uang, partisipasi, atau perekrutan
sukarelawan untuk suatu tujuan.
2. Cause-Related Marketing
Sebuah perusahaan berkomitmen untuk berkontribusi mengkoordinasikan sejumlah
presentase dari pendapatannya untuk sebuah masalah spesifik berdasarkan penjualan
produk
3. Corporate Sosial Marketing
Sebuah perusahaan mendukung pengembangan dan/atau penerapan kampanye
perubahan perilaku yang diharapkan dapat meningkatkan kesehatan masyarakat,
keselamatan, lingkungan, atau kesejahteraan komunitas.
4. Corporate Philanthropy
Perusahaan membuat kontribusi langsung untuk sumbangan, seringkali dalam bentuk
hibah tunai, donasi, dan/atau pelayanan yang sepadan.
5. Community Volunteering
Perusahaan mendukung dan menguatkan karyawan, partner retail, dan/atau anggota
franchise untuk menyumbangkan waktu mereka mendukung organisasi komunitas
lokal.
6. Socially Responsible Business Practices
Perusahaan mengadopsi dan menggunakan aktivitas bisnis dan investasi sukarela yang
mendukung permasalahan sosial untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan
melestarikan lingkungan.

18
Gambar 2:Konsep Piramida CSR - Piramida Corporate Social Responsibility (Carroll:2003)

(Carroll: 2003) mengemukakan konsep piramida CSR yang menjelaskan mengenai


tingkatan tanggung jawab perusahaan dalam aktivitasnya. Piramida CSR tersebut antara
lain:
1) Tanggung jawab ekonomis: perusahaan perlu menghasilkan keuntungan ekonomi
sebagai fondasi untuk dapat berkembang dan mempertahankan eksistensinya. Kata
kuncinya adalah be profitable.
2) Tanggung jawab legal : hukum adalah aturan mengenai standart benar dan salah
dalam masyarakat. Dalam tujuannya mencari keuntungan, perusahaan juga harus
bertanggung jawab secara hukum dengan menaati hukum yang berlaku. Kata
kuncinya adalah obey the law.
3) Tanggung jawab etis: secara etis perusahaan juga harus bertanggung jawab untuk
mempraktekkan hal-hal yang baik dan sesuai dengan nilai-nilai, etika, dan norma-
norma kemasyarakatan. Perusahaan harus menjauhi berbagai tindakan yang
merugikan masyarakat. Kata kuncinya adalah be ethical.
4) Tanggung jawab filantropis: perusahaan dituntut untuk memberi kontribusi sumber
daya kepada masyarakat yang bermanfaat jangka panjang (sustainable). Tujuannya
adalah untuk Tan meningkatkan
ggu
kualitas hidup ng masyarakat
Jaw
sejalan dengan ab operasi
Fila
bisnisnya. Kata ntr kuncinya adalah
opi
Tanggung
be a good Jawabs Etis corporate
citizen.
Tanggung Jawab Legal

Tanggung Jawab Ekonomi

19
2.2.4 Tujuan Corporate Social Responsibility
Menurut Budimanta, Prasetijo dan Rudito (2004:72-73) yang diharapkan dari
kegiatan Corporate Sosial Responsibility adalah hubungan corporate dengan stakeholders
tidak lagi bersifat pengelolahan saja, tetapi sekaligus melakukan kolaborasi, yang
dilakukan secara terpadu dan terfokus kepada pembangunan kemitraan. Kemitraan ini
tidak lagi bersifat penyangga organisasi, tetapi juga menciptakan kesempatan–kesempatan
dan keuntungan bersama, untuk tujuan jangka panjang dan pembangunan berkelanjutan.
Tanggung jawab sosial yang mulanya diberikan oleh perusahaan pada kesejahteraan
stakeholder lain, pada akhirnya akan mengumpan balik pada corporate. Kemitraan ini
menciptakan pembagian keuntungan bersama dan tidak menciptakan persaingan negatif
yang berpengaruh pada keberlanjutan perusahaan tersebut.

2.2.5 Manfaat Penerapan Corporate Social Responsibility


Penerapan CSR yang efektif oleh perusahaan diharapkan dapat mendatangkan
manfaat bagi perusahaan dan kesejahteraan bagi stakeholder. Dalam hal ini, Wibisono
(2007: 84 - 87) mengungkapkan sepuluh manfaat penerapan CSR, yakni:
1. Mempertahankan atau mendongkrak reputasi dan brand image perusahaan.
2. Layak mendapatkan social lisence to operate.
3. Mereduksi risiko bisnis perusahaan.
4. Melebarkanakses sumber daya.
5. Membentangkan akses menuju market.
6. Mereduksi biaya.
7. Memperbaiki hubungan dengan stakeholders.
8. Memperbaiki hubungan dengan regulator.
9. Meningkatkan semangat dan produktivitas karyawan.
10. Peluang mendapatkan penghargaan.

2.2.6 Kategori Corporate Social Responsibility


Terdapat 13 Kategori pelaksanaan Corporate Sosial Responsibility, menurut
Grunig dan Hunt (1984:53-54), yaitu:

20
1) Economic Impact : penyediaan lapangan pekerjaan berdasarkan jenis dan lokasi.
2) Quality of Product: penyediaan produkyang berkualitas.
3) Consumer Relations: penanganan komplain, menjaga hubungan dengan
konsumen.
4) Environmental Impact : tingkat polusi yang dihasilkan.
5) Energy Conservation : penggunaan energi yang tepat.
6) Employee Relations : kesetaraan dan perlakuan adil dalam kerja, tanpa
diskriminasi.
7) Employee Relations : kepuasan kerja, jenjang karir dan jaminan pensiun
bagi karyawan.
8) Employee Relations : kesehatan dan keselamatan kerja
9) Investment : terutama untuk bank dan perusahaan asuransi
10) Community Relations : sumbangan tenaga sukarela untuk kegiatan kemanusiaan.
11) Community Relations : pengembangan ekonomi minoritas
12) Other Community Relations : kegiatan komunitas yang dilakukan dengan
menggunakan fasilitas perusahaan.
13) Government Relations : hubungan yang baik dengan pemerintah.

2.2.7 Strategi Perencanaan Corporate Social Responsibility


Dalam CSR, pelaksanaan program biasanya digunakan sebagai media kegiatan
pada aspek sosial – lingkungan yang secara langsung menyentuh stakeholder atau sasaran
perubahan. Program adalah seperangkat kegiatan yang dirancang untuk mencapai tujuan
tertentu. Perancangan program dapat dilakukan setelah masalah, populasi, dan kebutuhan
dipahami, dukungan diperoleh dan strategi serta taktik tersusun. Namun demikian, proses
ini bukan tahapan yang kaku, terkadang perancangan program dilakukan terlebih dahulu,
kemudian dilanjutkan dengan kegiatan memahami masalah, populasi, dan kebutuhan, dan
diakhiri dengan perumusan strategi dan taktik. CSR yang baik memadukan kepentingan
shareholders dan stakeholders nya. Karenanya, program CSR tidak hanya fokus pada hasil
yang ingin di capai melainkan pula pada proses untuk mencapai hasil tersebut.
Menurut Suharto ( 2010:93-94) terdapat lima langkah yang bisa dijadikan panduan
dalam merumuskan program CSR, yaitu:
1. Engagement

21
Pendekatan awal kepada masyarakat agar terjalin komunikasi dan relasi yang baik. Tahap
ini juga bisa berupa sosialisasi mengenai rencana pengembangan program CSR. Tujuan
utama langkah ini adalah terbangunnya kesadaran, pemahaman, penerimaan, dan trust
masyarakat yang akan dijadikan sasaran CSR. Modal sosial bisa dijadikan dasar untuk
membangun kontrak sosial antara masyarakat dengan perusahaan dan pihak-pihak yang
terlibat.
2. Assessment
Upaya untuk memetakan kondisi perusahaan dan identifikasi masalah, serta kebutuhan
masyarakat yang akan dijadikan dasar dalam merumuskan program. Sehingga akan terlihat
mana yang perlu mendapatkan prioritas. Tahapan ini bisa dilakukan bukan hanya
berdasarkan needs-bases approach (aspirasi masyarakat , melainkan pula berpijak pada
rights-based approach (konvensi internasional atau standar normatif hak-hak sosial
masyarakat). Hasil assessment merupakan dasar untuk penyusunan manual atau pedoman
implementasi CSR (roadmap).
3. Plan of Action
Merumuskan rencana aksi. Program yang akan diterapkan sebaiknya memperhatikan
aspirasi masyarakat/ komunitas (stakeholders) disatu pihak dan misi perusahaan termasuk
shareholders di lain pihak.
4. Action and Facilitation
Perencanaan sebaik apapun jika tidak diimplementasikan dengan baik dan tepat tidak akan
memberikan dampak yang positif seperti yang diharapkan. Untuk memulai pelaksanaan
program biasanya akan muncul tiga pertanyaan yaitu : siapa orang yang akan menjalankan,
apa yang mesti dilakukan, serta bagaimana cara melakukan sekaligus alat apa yang
diperlukan. Implementasi program yang dilakukan pada dasarnya harus sejalan dengan
roadmap yang telah disusun, menerapkan program yang telah disepakati bersama, serta
bisa dilakukan secara mandiri oleh masyarakat atau organisasi lokal. Namun, bisa pula
difasilitasi oleh LSM dan pihak perusahaan. Monitoring, supervisi dan pendampingan
merupakan kunci keberhasilan implementasi program.
5. Evaluation and Termination of Reformation
Tahapan ini perlu untuk dilakukan secara konsisten untuk menilai sejauh mana
keberhasilan pelaksanaan program CSR di lapangan. Evaluasi dapat membantu perusahaan
untuk memetakan kembali konsidi dan situasi serta pencapaian perusahaan dalam
implementasi CSR sehingga bisa diketahui perbaikan yang perlu atau tidak perlu dilakukan

22
berdasarkan rekomendasi yang telah diberikan. Bila berdasarkan evaluasi, program akan
diakhiri (termination) maka perlu adanya semacam pengakhiran kontrak dan exit strategi
antara pihak-pihak yang terlibat.

2.2.8 Peran Public Relations dalam Corporate Sosial Responsibility


Menurut Cultip, Center and Brom (2005:375-376) Public Relations memiliki peran
dalam pelaksanaan CSR yaitu:
1) Menggelar peristiwa-peristiwa yang sesuai untuk membuat kontribusi yang
menentukan, seperti kampanye dana kesejahteraan atau penciptaan dana beasiswa.
2) Membantu kampanye atau usaha keras amal dengan nasehat strategi komunikasi,
menyiapkan materi cetak atau audiovisual dan mengiklankan dukungan atau
menempatkan publisitas.
3) Memimpin proyek atau kampanye atau bertindak sebagai wakil pejabat senior
perusahaan.
4) Memeriksa perkara-perkara komunitas yang bermacam-macam untuk menentukan
di mana perusahaan dapat memberi bantuan terbaik.
5) Membimbing bukan mengarahkan, pendekatan partisipatif yang melibatkan unsur
pokok komunitas dalam mengalokasikan kontribusi-kontribusi perusahaan.

2.3. Community Relations


2.3.1 Pengertian Community Relations
Menurut Stewart E. Perry dalam Iriantara (2004:24), dalam CED Definations and
Terminology memandang ada dua makna komunitas yaitu :
1) Komunitas sebagai kategori yang mengacu pada orang yang saling berhubungan
berdasarkan nilai-nilai dan kepentingan bersama yang khusus dan
2) Kedua, secara khusus menunjuk pada satu kategori manusia yang berhubungan satu
sama lain karena didasarkan pada lokalitas tertentu yang sama yang karena
kesamaan lokalitas itu secara tak langsung membuat mereka mengacu pada
kepentingan dan nilai-nilai yang sama.
Salah satu sasaran dari kegiatan Public Relations adalah komunitas masyarakat. Komunitas
merupakan istilah yang sering digunakan dalam percakapan sehari-hari pada berbagai
kalangan. Seperti halnya kebanyakan istilah yang popular, maknanya pun bisa beragam

23
bergantung pada konteks kalimatnya. Dukungan komunitas akan berjalan dengan baik dan
lancar jika terjalin sebuah community relations yang baik pula.
Community Relations yang baik adalah sebuah kemitraan yang saling
menguntungkan, jauh melampaui sekadar suatu donasi keuangan atau kedermawanan
untuk mendanai proyek masyarakat. Idealnya, sebuah institusi akan mengumpulkan
sumber dayanya produk dan jasa yang diberikan perusahaan, relasi dengan konsumen,
rekruitmen, employee relations, proses produksi, strategi pemasaran dan iklan, rancangan
gedung, fasilitas organisasi dan menggunakan semua ini untuk membuat komunitas
menjadi lebih baik serta untuk membentuk komunikasi di tempat institusi tersebut berada.

2.3.2 Manfaat Community Relations


Praktik Community Relationsyang terfokus pada kegiatan filsantropis sebelumnya
dipandang hanya memberikan manfaat bagi komunitas saja sedangkan bagi perusahaan
dipandang sebagai beban biaya dan pemberian yang tidak akan bertahan lama.
Rogovsky (2011:17) menunjukkan manfaat program Community Relationsini
adalah yang dibangun berdasarkan visi tanggung jawab sosial koorporat itu memang bisa
dipetik oleh kedua belah pihak. Ini sejalan dengan prinsip kemaslahatan bersama yang
dikembangkan melalui berbagai program dan kegiatan public relations. Karena itu penting
untuk disadari bahwa program – program community relations bukanlah program dari
perusahaan untuk komunitas, melainkan program perusahaan dan komunitas.

2.3.3 Fungsi Public Relations sebagai Community Relations


Dalam makalah Wendi Maulana Akhirudin, praktik community relations atau
istilah lain community development yang dijalankan organisasi bisnis/
perusahaan.Community relations tidak lagi dijalankan untuk kepentingan perusahaan
semata, seperti untuk mendapatkan keuntungan dan meminimalkan risiko gangguan dari
komunitas, melainkan perusahaan diajak untuk terlibat langsung mengenai permasalahan
yang muncul pada komunitas sekitarnya.
Transformasi konsep kemudian menemukan titik terang, ketika konsep tanggung
jawab sosial korporat diimplementasikan, konsep ini memandang bahwa perusahaan tak
lagi sebagai institusi ekonomi belaka melainkan juga merupakan institusi sosial. Konsep
tanggung jawab sosial korporat sendiri melahirkan tantangan bagi praktisi public relations.
Melalui konsep ini, citra atau reputasi organisasi harus diusahakan agar tetap terjaga.

24
Disamping itu, melalui kegiatan community relations, organisasi bisnis dituntut untuk
memainkan peran dalam mengatasi permasalahan sosial yang dialami satu komunitas. Tak
mengherankan bila kini banyak organisasi bisnis/ perusahaan terlibat langsung dalam
penyelenggaraan kegiatan pengembangan masyarakat (community development) dan
mendorong tumbuhnya semangat kewirausahaan di komunitas–komunitas tempat
organisasi bisnis/ perusahaan tersebut berada.

BAB 3. METODE PENELITIAN

3.1. Pengukuran Efektifitas Program


3.1.1 Tujuan Pengukuran Efektifitas Program
Menurut praktisi komunikasi, Simon Taylor (Gozali, 2005:2-7) pengukuran
dilakukan untuk mencapai :
1. Menciptakan nilai
Nilai tidak dinilai dari besarnya nominal (harga), namun harga merupakan dampak dari
tingginya nilai. Pada dasarnya nilai ditentukan oleh perbandingan antara kualitas yang
di dapat dengan biaya (cost) yang dikeluarkan. Nilai bisa meliputi nilai barang, nilai
perusahaan, nilai kemanfaatan, dll. Pengukuran erat kaitannya dengan nilai (value) dan
prasyarat bagi penciptaan nilai (value creatio).
2. Memperbaiki apa yang dilakukan sebelumnya
Pengukuran terkait dengan perbaikan (improvement), sesuatu diperbaiki karena ada hal
- hal yang tidak sesuai dari yang sudah ditargetkan, untuk mengetahui bahwa ada hal
yang tidak sesuai, maka dilakukan pengukuran. Dari pengukuran akan menemukan
masalah, kelemahan, pelaksanaan yang tidak sesuai target sehingga akan dilakukan
pemecahan masalah sehingga pelaksanaan selanjutnya bisa lebih baik dari sebelumnya.
3. Memberikan penghargaan dan memacu keberhasilan
Pengukuran menjadi acuan bagi manajemen untuk memberikan apresiasi bagi pihak –
pihak yang bertanggung jawab atau berperan dalam keberhasilan pelaksanaan program.
Apresiasi atau penghargaan ini tentu akan memacu kinerja karyawan lebih baik lagi,
sehingga mendorong keberhasilan berikutnya.
4. Menemukenali dan meluruskan kekeliruan
Melalui pengukuran akan memberikan informasi apakah program – program yang
dijalankan telah mencapai hasil sesuai target yang diharapkan atau tidak. Informasi

25
yang didapat ketika melakukan pengukuran , kita akan dapat menemukan dan
mengenali faktor–faktor yang berpengaruh terhadap kegagalan atau pun kesuksesan
pelaksanaan program.
5. Mendemonstrasikan nilai
Tanpa adanya pengukuran, sulit bagi PR untuk menunjukkan apakah program yang
dilakukan bernilai atau tidak karena dari pengukuran program tersebut terlihat manfaat
atau tidak bagi perusahaan dan publiknya.

3.1.2 Karakteristik Pengukuran yang Baik


Suatu pengukuran dikatakan baik atau tidak, menurut Simon Taylor (Gozali, 2005 :
7 - 10) apabila memenuhi lima karakteristik berikut, yaitu :
1) Memonitor kemajuan
Pengukuran yang baik mampu menunjukkan tingkat perkembangan objek ukur yaitu
kinerja atau program dari waktu ke waktu, sehingga dalam melakukan pengukuran
tidak cukup sekali, dua kali saja, tetapi harus reguler. Dari pengukuran yang dilakukan
akan terlihat tingkat perkembangan atau pun kegagalan objek ukur dan dapat menjadi
kontrol.
2) Memotivasi perilaku yang tepat
Dalam pengukuran memperlihatkan objek ukur yaitu kinerja atau program, selain itu
pengukuran yang baik bersifat mendorong pihak – pihak terkait untuk berperilaku
yang tepat terhadap objek ukur tersebut.
3) Mengkomunikasikan informasi
Pengukuran yang baik memuat informasi – informasi yang bernilai untuk diketahui,
perlu ada penekanan dalam penyampaian informasi yang ternyata sangat bernilai.
4) Membangun akuntabilitas
Hasil pengukuran yang baik akan merefleksikan kinerja divisi yang bertanggung
jawab atas program tersebut dan akan memotivasi setiap divisi untuk bersikap
akuntabel (accountable), dapat dipertanggung jawabkan. Performa divisi dalam
pelaksanaan program bisa juga dilihat dari inkator performansi kunci (key
performance indicator).
5) Mengidentifikasi peluang untuk perbaikan konsisten
Pengukuran dikatakan baik, tentu akan memuat informasi mengenai wilayah –wilayah
(areas) yang perlu diperbaiki atau dikenal dengan sebutan Oppurtunity for

26
Improvement . Wilayah – wilayah ini akan menyesuaikan dengan sasaran prioritas
perusahaan (Tier).

3.2. Instrumen Pengukuran


Beragam alternatif instrumen pengukuran PR melalui model – model riset dan
teknik evaluasi PR telah dikembangkan, sebagaimana dikutip Macnamara dalam bukunya
PR Metrics (2002), Paul Noble dan Tom Watson, mengindetifikasi enam model utama
(Gozali, 2005: 25 – 26) yaitu:
1. Model PII atau The PII Model (1985) dikembangkan oleh Cutlip, Center, dan Broom:
menunjukkan tiga level yang meliputi preparation (persiapan), implementation
(pelaksanaan), dan impact (dampak). Model ini mengasumsikan bahwa program atau
kampanye yang dilakukan akan diukur dengan metode ilmu sosial yang dibiayai
perusahaan bersangkutan. Dalam model ini tidak disertai metodologi, sebagai panduan
dalam implementasi model PII.
2. Model Makro Evaluasi PR atau The Macro Model of PR Evaluation (1992), yang
kemudian diganti nama menjadi Model Piramida Penelitian PR atau The Pyramid
Model of PR Research (1999) dikembangkan oleh Jim Macnamara. Dalam model ini
meliputi tahapan :
a) Inputs adalah komponen–komponen fisik dan strategis dari program–program
komunikasi, seperti pilihan media, content, dan format.
b) Outputs adalah materi – materi fisik dan kegiatan–kegiatan yang diproduksi, serta
proses untuk menghasilkannya (rancangan, tulisan, dsb).
c) Outcomes adalah dampak–dampak komunikasi, baik terhadap sikap maupun perilaku.
The Pyramid Model of PR Research menyajikan daftar metodologi riset yang
disarankan di tiap – tiap tahapan agar model ini praktis dan bersifat instruktif untuk
diaplikasikan. Model ini diterapkan di evaluasi sistem tertutup (fokusnya pada pesan –
pesan dan events yang tersencana serta pengaruhnya terhadap publik yang dituju)
maupun evaluasi sistem terbuka (memperhitungkan adanya faktor lain yang di luar
kontrol program komunikasi).
3. The PR “ Effectiveness Yardstick ” Model (1993) dikembangkan oleh Walter
Lindenmann yang membagi dalam tiga level, yaitu :
a) Level satu : sebagai evaluasi atas output seperti mengukur penempatan media, impresi
media, dan total khalayak yang dijangkau.

27
b) Level dua : istilahnya intermediate dan menggambarkan level ini untuk mengukur
pemahaman (comprehension), pengingatan (retention), kesadaran (awareness), dan
penerimaan (reception).
c) Level tiga : digambarkan advanced dan fokus pada mengukur perubahan pendapat,
perubahan sikap atau pada level tertinggi perubahan perilaku.
4. Model Evaluasi Berkesinambungan atau The Continuing Model of Evaluation (1997)
dikembangkan oleh Tom Watson. Elemen – elemen dari model ini adalah : [1] tahap
inisial riset, penetapan sasaran dan pilihan efek–efek program diikuti dengan [2]
pemilihan strategi dan pilihan–pilihan taktis dan ketika program berjalan, [3] beragam
level analisis formal dan informal dapat dibuat atas progres untuk sampai pada
kesimpulan : a. sukses ; b. “ stayimg alive ” (stagnan). Kelemahan model ini tidak
menyajikan detail tentang terdiri dari apa saja analisis ‘ multiple formal’ dan ‘informal
analysis’.
5. Model Evaluasi Terpadu atau The Unified Evaluation Model (1999) disusun oleh Paul
Noble dan Tom Watson, merupakan kombinasi unsur –unsur terbaik dari model –
model yang dikembangkan dan dipublikasikan pakar – pakar PR sebelumnya dan
menghasilkan pendekatan yang definitif. Terdapat empat tahap input, output, impact,
dan effect. Tahap inputs dan outputs tidak jauh berbeda dengan model lain, tetapi
memisahkan outcomes dalam dua jenis : kognitif disebut dengan impact dan behavioral
dengan sebutan effect. Kelemahan model ini seperti model lain, tidak disertai
metodologi riset, jika terdapat metodologi yang spesifik akan menjadi pendekatan yang
aplikatif.
6. The PRE Process diterbitkan oleh Institute of Public Relations (IPR), Inggris, pada
tahun 2000 dari Public Relations Research and Evaluation Toolkit. The PRE (Planning,
Research, and Evaluation Process) menyajikan lima langkah yaitu : [1] menetapkan
sasaran (setting objectives); [2] mengembangkan strategi dan perencanaan (strategy and
plan); [3] melakukan pengukuran berjalan (ongoing measurement); [4] mengevaluasi
hasil – hasil (result and evaluation); [5] melakukan audit untuk me–review (audit).
Model ini menyajikan metodologi riset yang komprehensif secara terperinci.
Ringkasnya, model – model pengukuran dan evaluasi PR adalah harus berpijak
pada riset dan riset harus diaplikasikan sebagai bagian dari proses komunikasi,
bukan sebagai elemen tambahan atau sementara, yang dilakukan secara
berkala.

28
Dari model–model pengukuran diatas, pendekatan model yang akan digunakan peneliti
adalah The Pyramid Model of PR Research, model ini menyediakan panduan metodologi
riset yang detail dan komprehensif untuk diaplikasikan dalam menguraikan instrumen
pengukuran program di penelitian ini. (lihat gambar 1.3).
Gambar 3 : Model Piramida Penelitian PR

Low cost

No cost

Gambar diatas membagi pengukuran ke dalam tiga tahap, yaitu :


1. Inputs: dapat menggunakan instrumen berupa data sekunder (secondary data), studi
kasus (case studies), prauji (pre – testing), consultative or advisory group. Tahap
ini cenderung tidak mengeluarkan biaya karena sumberdaya informasi yang
dibutuhkan sudah tersedia.
2. Outputs : dapat menggunakan beberapa metode, seperti Media Content Analysis
(MCA) atau web analysis dengan memanfaatkan sumberdaya internal yang ada
atau pun menyewa lembaga independen/ konsultan untuk melakukan monitoring
dan analisis media. Hasilnya dapat menjadi data dalam proses pengukuran. Selain
itu metode lain dengan mekanisme respons (response mechanism) memberikan
wadah untuk konsumen/ publik menyampaikan saran dan kritik kepada perusahaan,
biasanya dnegan menggunakan layanan telepon bebas pulsa. Sasarannya untuk
mendapatkan“umpan balik segera” (instant feedback) dan memantau awareness
serta minat dari berbagai publik terhadap perusahaan.
3. Outcomes : untuk mengukur dampak instrumen yang bisa digunakan antara lain :

29
a. Survei (survey) atau dikenal dengan istilah evaluation reserach dilakukan
untuk mengetahui tingkat kesadaran (awareness), perubahan sikap (attitude),
kebutuhan ( needs), preferensi (preferences). Ada dua macam survei, yaitu
survei deskriptif dan survei analitis. Survei analitis tidak hanya
menggambarkan situasi dan kondisi tetapi menjelaskan sebab – sebab situasi
dan kondisi tersebut terjadi, misal mengapa program tersebut gagal atau sukses.
b. Wawancara (interview), penggunaan wawancara dalam pengukuran ditujukan
untuk mendapatkan informasi yang lebih dalam dengan bertanya langsung
kepada responden. Wawancara merupakan salah satu bagian dari survei.
c. Feedback / Mini Survey, merupakan survei yang sifatnya spesifik. Metode ini
dapat dilakukan dengan mengambil responden : jurnalis untuk mengevaluasi
efektivitas hubungan media ; audiens pada acara – acara tertentu yang
diselenggarakan perusahaan ; audiens saat presentasi atau sosialisasi ; pembaca
publikasi ; karyawan untuk mengevaluasi komunikasi internal.

Penelitian ini melingkupi tiga tahap seperti pada bagan piramida di atas untuk
mendapatkan penilaian efektifitas pelaksanaan program CSR yang dilaksanakan oleh
public relations MCL. Pada tahap pertama yaitu inputs peneliti telah mendapatkan data
sekunder mengenai program–program CSR yang dilakukan di masyarakat sekitar proyek
di Kabupaten Bojonegoro, program – program tersebut sebelumnya telah melalui diskusi
dengan forum desa, pemerintah setempat dan riset untuk menentukan roadmap pemetaan
kebutuhan masyarakarat. Sehingga data mengenai inputs program – program CSR dalam
penelitian, menjadi data primer bagi peneliti karena berpengaruh langsung dalam proses
analisis terhadap objek penelitian. Peneliti dapat dari departemen public and government
affairs divisi community relations. Tahap kedua adalah outputs, implementasi program –
program CSR yang dilakukan oleh MCL bersama mitra atau patrner sebagai pelaksana
lapangan. Mekanisme respon sebagai evaluasi dan monitoring dalam bentuk Key
Performance Indicator (KPI), indikator keberhasilan dalam pelaksanaan program ini
hingga selesai. Mengenai data KPI, peneliti mendapatkannya juga dari departemen public
and government affairs divisi community relations. Kemudian tahap ketiga, untuk melihat
dampak atau evaluasi yaitu outcomes, peneliti melakukan wawancara ke lapangan dengan
informan yaitu pihak-pihak terkait program, seperti penerima, pelaksana, atau instansi
terkait. Sehingga dalam analisis nantinya data sekunder di tahap inputs, KPI di outputs, dan

30
data yang didapatkan peneliti dari wawancara dengan penerima manfaat diolah serta
dianalisa untuk mendapatkan kesimpulan mengenai evaluasi pelaksanaan program –
program CSR di masyarakat sekitar proyek oleh public and government affairs MCL.

3.3. Kerangka Penelitian

Government
MCL sebagai operator KKKS di Blok Cepu hingga tahun 2035. Relations
Membutuhkan legal license dan social license.
Comm. And
Adanya departemen Public and Goverment Affairs (PGA). Media
4 divisi dalam PGA yang menjalankan fungsi-fungsi PR, salah Relations
satunya untuk membangun “good relationship” dengan
stakeholder internal dan eksternal melalui program Community
pengembangan masyarakat atau CSR sejak 2001 s.d sekarang Relations

EPC
Program CSR, sesuai dengan pilar – pilar acuan
31
perusahaan, yaitu: Pendidikan, Kesehatan,
Pengembangan Ekonomi.
Masyarakat sekitar proyek adalah penerima manfaat dari
Tahapan
yang
dilakukan Kondisi saat ini :
MCL
Masih muncul ketidakpuasaan masyarakat (ringkasan
berita – berita dari berbagai media di awal Bab I).
Sudah dilakukan evaluasi pelaksanaan program bersama
mitra pelaksanaan yaitu LSM. Melalui Key Performance
Indicators (KPI), namun bersifat internal hanya 2 pihak Tahapan yang
dilakukan
yang terlibat yaitu MCL dan mitra.
peneliti dengan
melengkapi
tahap outcome
kemudian
dianaliasa
integral
Tahap evaluasi program PR yang ideal, The Pyramid
Model of PR Research :

Outputs : indikator Outcome : survei,


Inputs : data sekunder
keberhasilan program atau angket,
key performance indicator wawancara,mini
(KPI) survei

Gambar 4 Kerangka Penelitian

BAB 4. BIAYA DAN JADWAL PENELITIAN  

4.1 Anggaran Biaya

Anggaran biaya yang diajukan disusun secara rinci dan dilampirkan dengan format seperti
pada Lampiran. Ringkasan anggaran biaya disusun sesuai dengan format Tabel berikut. 

No Jenis Pengeluaran Biaya yang diusulkan (Rp)


Tahun I Tahun II Tahun

32
III
1. Honor tim peneliti (Maks. 30%)      
Peralatan penunjang, ditulis secara terperinci sesuai
2.      
kebutuhan (5–15%)
Bahan habis pakai, ditulis secara terperinci sesuai
3.      
dengan kebutuhan (20–30%)
Perjalanan, jelaskan kemana dan untuk tujuan apa
4.      
(15–25%)
Lain-lain: administrasi, publikasi, seminar, laporan,
5.      
lainnya sebutkan (Maks. 15%)
       Jumlah      

4.2. Jadwal Penelitian

Jadwal penelitian disusun dalam bentuk bar chart untuk rencana penelitian yang diajukan
dan sesuai dengan format pada Lampiran .

DAFTAR PUSTAKA

Buku :

Adianto, Elvinaro dan Soemirat, Soleh. 2004. Dasar-Dasar Public Relations. Bandung:
PT.Remaja Rosdakarya.

33
Budimanta, A, Prasetijo, A, dan Rudito, B. 2004. Corporate Social Responsibility :
Jawaban Bagi Model Pembangunan Masa Kini. Jakarta ; Indonesia Center for Sustainable
Development (ICSD)
Cultip, Scott M. Center, Allen H, Broom, Glen M. 2000. Effective Public Relations. New
Jersey: Prentice Hall International.
Gozali, Dodi. M. 2005. Communication Measurement : Konsep dan Aplikasi Pengukuran
Kinerja Public Relations. Bandung : Simbiosa Rekatama Media.
Grunig, J. E. & Hunt, T. 1984. Managing Public Relations. Belmont : Thomson
Wadsworth.
Iriantara, Yosal. 2004. Community Relations : Konsep dan Aplikasinya. Bandung :
Simbiosa Rekatama Media.
Jefkins, Frans. 2003. Public Relations, Edisi Kelima. Penerjemah Daniel Yadin. Jakarta:
Erlangga.
Kotler, Philip dan Lee Nancy. 2005. Corporate Social Responsibiliy : Doing the Most
Good for Your Company and Your Cause. New Jersey : John Wiley & Sons.Inc.
Moleong, Lexy. J. 2000. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung : PT.Remaja Rosdakarya.
Mulyana, Deddy. 2001. Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung : PT. Remaja
Rosdakarya.

Nor, Hadi. 2011. Corporate Social Responsibility. Yogyakarta : Graha Ilmu.

Rumanti, Sr.Maria Assumpta. 2002. Dasar-Dasar Public Relations, Teori dan Praktik.
Jakarta : Gramedia Widiasarana Indonesia.
Ruslan, Rosady. 2001. Etika Kehumasan, Konsepsi dan Aplikasi. Jakarta: Raja Grafindo
Persada.
Ruslan, Rosady. 2005. Kiat & Strategi Kampanye Public Relations. Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada.
Ruslan, Rosady. 2008. Manajemen Public Relations & Media Komunikasi. Jakarta: PT.
Raja Grafindo Persada.
Suharto, Edi. 2010. CSR dan COMDEV Investasi Kreatif Perusahaan di Era Globalisasi.
Bandung : Alfabeta.
Sastropoetro,Santoso. 1987. Pendapat Publik, Pendapat Umum, dan Pendapat Khalayak
dalam Komunikasi Sosial. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

34
Jurnal atau Laporan :

Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Kependudukan. 2013.Laporan Penyelenggaraan


Program Pelatihan keterampilan Industri Bagi Masyarakat Bojonegoro Kerjasama Mobil
Cepu Ltd., Dinas Tenaga Kerja Transmigrasi & Sosial Kabupaten Bojonegoro, dan UPT
Pelatihan Kerja Bojonegoro Tahun 2013 Kejuruan : Wellder, Scaffolding, Ringging.
Bojonegoro

Dokumen Public and Government Affairs (PGA) Mobil Cepu Ltd. Presentation
Pelaksanaan PKPO 2012. Diserahkan kepada SKK Migas.

Internet :
http://www.ipieca.org/publication/guide-successful-sustainable-social-investment-oil-and-
gas-industry diunduh pada Senin, 31 Desember 2012.
http://www.beritajatim.com/detailnews.php/1/Ekonomi/20120503/134360/Cadangan_Min
yak_Mentah_di_Bojonegoro_Diperkirakan_650_Juta_Barel diunduh pada Sabtu, 29
September 2012
http://blokbojonegoro.com/read/tabloid/20110806/tabloid-bb-edisi-agustus-telah-
terbit-.htmldiunduh pada Sabtu, 29 September 2012
http://www.exxonmobil.co.id/Indonesia-Bahasa/PA/community_development.aspx
diunduh pada Sabtu, 29 Juni 2013
http://www.exxonmobil.co.id/Indonesia-
Bahasa/PA/community_development_education.aspx diunduh pada Sabtu, 29 Juni 2013
http://www.exxonmobil.co.id/Indonesia-Bahasa/PA/community_development_health.aspx
diunduh pada Sabtu, 29 Juni 2013
http://www.exxonmobil.co.id/Indonesia-
Bahasa/PA/community_development_economic.aspx diunduh pada Sabtu, 29 Juni 2013
http://majarimagazine.com/2008/03/epc-apa-itu-epc-company/ diunduh pada Selasa, 20
Agustus 2013

35

Anda mungkin juga menyukai