Anda di halaman 1dari 3

Coffee and Farmer Equity (CAFE);

Penerapan Triple Bottom Line (TBL) Starbucks


Oleh : Gilang Rissad W. Nugroho
2102018012

KONSEP Triple Bottom Line (TBL atau 3BL) atau juga


dikenal dengan 3P – People, Planet and Profit pertama
kali dipopulerkan oleh John Elkington pada tahun 1997
melalui buku yang berjudul Cannibals With Forks: The
Triple Bottom Line in 21st Century Business (Rosyidah,
2017). Ketiga pilar tersebut merupakan acuan dalam
mengukur nilai kesuksesan suatu perusahaan dengan tiga
kriteria: People yang berarti sosial, Planet yang berarti
lingkungan, dan Profit yang berarti ekonomi. Pendekatan ini telah banyak digunakan sejak
awal tahun 2007 seiring perkembangan pendekatan akuntansi biaya penuh (full cost
accounting) yang banyak digunakan oleh perusahaan sektor publik (Felisia, 2014).

Pada perusahaan sektor swasta, penerapan tanggung jawab sosial (Corporate Social
Responsibility) merupakan salah satu bentuk ejawantah dari TBL, yang mana menuntut setiap
perusahaan untuk lebih mengutamakan kepentingan stakeholder (semua pihak yang terlibat
dan terkena dampak dari kegiatan yang dilakukan perusahaan) ditimbang
kepentingan shareholder (pemegang saham).

Starbucks, sebagai jaringan kedai kopi global, memiliki suatu program Coffee and
Farmer Equity (CAFE) untuk memperoleh dan mengolah kopi dengan memperhatikan
dampak sosial, lingkungan, dan ekonomi. CAFE Practices adalah program rantai pasokan
(supply chain) biji kopi yang dikembangkan oleh Starbucks berkolaborasi dengan
Conservation International (CI) dan SCS Global Services, Lembaga Penilai dan Sertifikasi
pihak ketiga.

Starbucks Coffee Company memprakarsai program CAFE Practices untuk menilai,


mengenali dan menghargai produsen atas kopi yang sudah mereka budidayakan dengan
metode yang bertanggungjawab dan berkelanjutan. CAFE Practices ingin memberikan
jaminan bahwa bahan baku kopi yang dipasok ke Starbucks telah dinilai dengan kriteria-

1
kriteria yang sudah ditentukan dalam standar CAFE Practices baik secara ekonomi, sosial
maupun lingkungan.

Program ini mencakup pedoman dalam empat bidang utama: kualitas, akuntabilitas
ekonomi dan transparansi, tanggung jawab sosial dan kepemimpinan lingkungan. Secara
bersama-sama, standar membantu petani menanam kopi dengan cara yang lebih baik bagi
manusia dan planet ini.

Dikutip dari situs starbucks.com, empat bidang di atas diartikan sebagai berikut:

1. Kualitas produk. Semua kopi harus memenuhi standar kami untuk kualitas tinggi.
Akuntabilitas dan Transparansi Ekonomi:
2. Transparansi ekonomi diperlukan. Pemasok harus menyerahkan bukti pembayaran
yang dilakukan di sepanjang rantai pasokan kopi untuk menunjukkan berapa
banyak harga yang kita bayar untuk kopi hijau bagi petani.
3. Tanggung jawab sosial. Langkah-langkah yang dievaluasi oleh verifikasi pihak
ketiga membantu melindungi hak-hak pekerja dan memastikan kondisi kerja dan
kehidupan yang aman, adil dan manusiawi. Kepatuhan terhadap persyaratan upah
minimum dan larangan anak dan kerja paksa adalah wajib.
4. Kepemimpinan Lingkungan. Langkah-langkah yang dievaluasi oleh pengukur
pihak ketiga membantu mengelola limbah, melindungi kualitas air, menghemat air
dan energi, melestarikan keanekaragaman hayati dan mengurangi penggunaan
agrokimia.

Dengan adanya program tersebut, Starbucks sudah banyak memberikan andil dan
manfaat bagi lingkungan dan masyarakat di Indonesia. Pada tahun 2018 Starbucks
menyumbangkan 330.000 benih kopi yang diberikan melalui kampanye Art in a Cup. Lebih

2
dari 350 keluarga petani telah menerima manfaatnya. Selain itu, setiap pohon kopi tersebut
juga ditanam sesuai dengan CAFE Practice untuk memastikan pohon tersebut ditanam secara
etis dan bertanggung jawab. Selain itu, petani lokal juga menerima pelatihan yang bertujuan
untuk membekali mereka dengan membantu menurunkan biaya produksi, pencegahan hama
dan penyakit, meningkatkan kualitas kopi sesuai dengan standar CAFE Practices dan
meningkatkan hasil kopi yang premium (wartaekonomi.co.id).

Dari tulisan di atas, maka dapat disimpulkan jika Starbucks dengan program CAFE
Practice miliknya dinyatakan sebagai contoh dari penerapan Triple Bottom Line yang
terbilang sukses. Setiap bidang yang menjadi fokus CAFÉ telah mewakili setiap pilar yang
ada pada Triple Bottom Line.

Sumber:

Novita Ainur Rosyidah. 2017. Analisis Pengungkapan Triple Bottom Line dan Faktor yang
Mempengaruhi. Jurnal Equity, Volume 3 (4). Diakses melalui
http://fe.ubhara.ac.id/ojs/index.php/equity/article/viewFile/618/594 pada 26 Maret
2020 pukul 22.01 WIB.

Felisia, Amelia Limijaya. 2014. Triple Bottom Line dan Sustainability. Bina Ekonomi
Majalah Ilmiah Fakultas Ekonomi Unpar, Volume 18 (1). Diakses melalui
https://media.neliti.com/media/publications/27607-ID-triple-bottom-line-dan-
sustainability.pdf pada 26 Maret 2020 pukul 22.18 WIB.

https://www.starbucks.com/responsibility/community/farmer-support/farmer-loan-programs
Dikases pada 26 Maret 2020 pukul 23.10 WIB.

https://www.wartaekonomi.co.id/read218254/rahasia-starbucks-pertahankan-kualitas-
kopinya.html Dikases pada 26 Maret 2020 pukul 23.22 WIB.

Anda mungkin juga menyukai