Anda di halaman 1dari 13

7 Kelembagaan Pengelolaan Kawasan Perkotaan Cekungan Bandung

7.1 KELEMBAGAAN PENGELOLAAN KAWASAN PERKOTAAN


CEKUNGAN BANDUNG

7.1.1 G AGASAN A WAL K ELEMBAGAAN K AWASAN P ERKOTAAN C EKUNGAN


B ANDUNG
Dari gambaran permasalahan dan analisis, terdapat beberapa kebutuhan kelembagaan
Kawasan Perkotaan Cekungan Bandung :
 Permasalahan pembangunan telah menyangkut permasalahan intra-wilayah.
 Sistem koordinasi yang ada tidak memadai untuk menangani permasalahan
Kawasan Perkotaan Cekungan Bandung.
 Penanganan permasalahan intra-wilayah memerlukan fokus penanganan
tersendiri secara terus-menerus dan terintegrasi.
 Pembangunan infrastruktur intra-wilayah membutuhkan pengelolaan
kelembagaan intra-wilayah.
Mengacu kepada peraturan perundang-undangan yang tersedia, landasan yuridis-formal
tentang kerjasama antar Daerah (intra-wilayah):
 Pasal 65 UU No. 5/1974 tentang Pemerintah Daerah.
 Pasal 87, 88, dan 91 UU No. 22/1999 tentang Pemerintahan Daerah.
 Pasal 195 dan 196 UU No. 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah.
Sebenarnya ketentuan-ketentuan di atas merupakan kondisi historis dari peraturan
perundang-undangan, namun dengan telah terbitnya UU No. 32/2004 tentang
Pemerintahan Daerah maka ketentuan inilah yang menjadi rujukan formal.
Berdasarkan pengalaman kerjasama yang telah ada, beberapa bentuk wadah
koordinasi/kerjasama intra-wilayah :
a. Forum Koordinasi

Pengertian forum koordinasi dalam hal ini adalah wahana koordinasi terbentuk melalui
rapat-rapat di antara instansi terkait untuk memutuskan kesepakatan bersama. Forum
koordinasi ini dapat dibentuk berdasarkan pemecahan permasalahan sektor, sehingga
bentuknya bersifat sementara (ad hoc).

Dinas A Kabupaten X Dinas A Kabupaten Y Dinas A Kota Z

Forum Koordinasi

R E N C A N A T A T A R U A N G K A W A S A N PE R K O TA A N C E K U N G A N B A N D U N G 7-1
Kelembagaan Pengelolaan Kawasan Perkotaan Cekungan Bandung

Dalam forum koordinasi dapat ditunjuk seorang koordinator di antara peserta forum,
atau fungsi ini dapat diemban oleh Pemerintah Provinsi. Kesepakatan di dalam forum
bersifat mengikat di antara peserta.
b. Badan Koordinasi

Pengertian badan koordinasi dalam hal ini adalah adanya satu lembaga permanen yang
melakukan fungsi koordinasi dalam pengelolaan dan pembangunan Kawasan Perkotaan
Cekungan Bandung. Selain bersifat permanen, badan koordinasi juga bisa berbentuk ad
hoc, seperti berbentuk kepanitiaan.

Pemda Kabupaten X Pemda Kabupaten Y Pemda Kota Z

Badan Koordinasi

Di dalam badan koordinasi dapat ditunjuk seorang Ketua, yang bertugas memfasilitasi
koordinasi. Dalam bentuk yang optimal, badan koordinasi ini dapat mengadakan sistem
penganggaran sendiri serta memiliki otoritas tertentu dalam pembangunan di dalam
Kawasan Perkotaan Cekungan Bandung.
c. Sekretariat Bersama

Sekretariat Bersama dimaksudkan adalah dibentuknya sekretariat tetap sebagai wadah


untuk komunikasi kerjasama antar daerah. Dalam pelaksanaannya berdasarkan
pengalaman yang ada Sekretariat Bersama ini hanya efektif untuk kegiatan yang bersifat
pemantauan pelaksanaan.
d. Badan Independen

Dalam pembahasan kelembagaan Kawasan Perkotaan Cekungan Bandung ini terdapat


wacana adanya Lembaga/ Badan yang bersifat independen yang memiliki kewenangan
yang luas dan keanggotaan yang terbuka. Berdasarkan kajian peraturan perundang-
undangan yang ada, maka kelembagaan yang memungkinkan adalah dalam bentuk
Badan Otorita. Tetapi dengan kompleksnya masalah yang perlu dikoordinasikan dan
banyaknya Kabupaten/ Kota yang tercakup dalam kawasan perkotaan Cekungan
Bandung, kemungkinan pembentukan lembaga semacam ini akan mendapatkan
penolakan yang cukup tinggi.
Selanjutnya format kelembagaan Kawasa Perkotaan Cekungan Bandung berdasarkan
sifat aktivitas koordinasi adalah sebagai berikut :
 Interjurisdictional agreements, kerjasama pembangunan dilakukan oleh suatu
badan koordinasi yang memiliki wewenang lintas daerah. Dalam hal ini badan
koordinasi memiliki otoritas tertentu di dalam lingkup Kawasan Perkotaan
Cekungan Bandung, misalnya melakukan segmen pembangunan tertentu lintas
wilayah.
 Multi-jurisdictional agreemenets, kerjasama pembangunan dilakukan oleh
masing-masing Pemerintah Daerah berdasarkan suatu kesepakatan bersama.
Model pembangunan yang dilakukan adalah didasarkan pada masterplan

7-2 R E N C A N A T A T A R U A N G K A W A S A N PE R K O TA A N C E K U N G A N B A N D U N G
Kelembagaan Pengelolaan Kawasan Perkotaan Cekungan Bandung

bersama, namun dalam pelaksanaannya dilakukan oleh masing-masing


Pemerintah Daerah.
 Project-based interjurisdictional cooperation, kerjasama pembangunan dilakukan
oleh suatu badan koordinasi berbentuk ad hoc (kepanitiaan) yang dibentuk
berdasarkan kesepakatan antar Daerah. Masing-masing Daerah yang terlibat
dalam badan koordinasi membentuk suatu model kepanitiaan pembangunan
bersama. Bentuk kerjasama ini adalah model sederhana dalam badan koordinasi.
Berdasarkan kondisi permasalahan dan pertimbangan lintas Daerah, model kelembagaan
Kawasan Perkotaan Cekungan Bandung yang disarankan adalah berbentuk Badan
Koordinasi. Badan Koordinasi ini dibentuk melalui kerjasama dan saling pengertian antar
Daerah untuk menyerahkan beberapa urusan lintas wilayah kepada badan yang bersifat
tetap. Badan koordinasi dapat berbentuk Badan Kerjasama Pembangunan Kawasan
Perkotaan Cekungan Bandung (BKP-KPCB), atau Bandung Metropolitan Authority (BMA).
BKP-KPCB/BMA dibentuk melalui Perda bersama antar Daerah, dan dapat dikuatkan
melalui penetapan hukum di tingkat Provinsi. Sehingga usulan terhadap bentuk legalitas
kelembagaannya adalah :
 Perda Bersama Kabupaten/Kota, mengenai pembentukan BKP-KPCB/BMA
 Keputusan Gubernur Jawa Barat, mengenai pengorganisasi BKP-KPCB/BMA.
 Format lembaga :
 Single tier ‘governance’ dengan modifikasi :

Garis Pembinaan
Pemda Provinsi

Pemda Metropolitan Authority Pemda Pemda

Garis Mandatory

 Lembaga mandatory berdasarkan Perda Bersama untuk menangani kasus-kasus


spesifik Kawasan Perkotaa Cekungan Bandung dengan kombinasi ‘shared’ local
budget dan swadana.
 Administrasi pembangunan supra Daerah setingkat Provinsi.
 Instrumen hukum : Perda bersama, mandatory Kepala Daerah Otonom, serta
penguatan Keputusan Gubernur.
Tugas pokok BKP-KPCB/BMA :
 Menyediakan perencanaan strategis untuk skala kawasan perkotaan Cekungan
Bandung;
 Menyediakan manajemen strategis untuk pengelolaan kawasan;
 Melakukan koordinasi dan penyediaan infrastruktur untuk skala kawasan
perkotaan Cekungan Bandung; dan
 Melakukan keseimbangan pembangunan antar wilayah.
Strategi pembentukan kerjasama intra-wilayah :
 Sosialisasi kebutuhan kerjasama;

R E N C A N A T A T A R U A N G K A W A S A N PE R K O TA A N C E K U N G A N B A N D U N G 7-3
Kelembagaan Pengelolaan Kawasan Perkotaan Cekungan Bandung

 Analisis konflik dan risk-sharing dalam pengelolaan kawasan Kawasan Perkotaan


Cekungan Bandung;
 Penyusunan peraturan perundang-undangan bersama;
 Pembentukan lembaga kerjasama intra-wilayah;
 Penyusunan rencana kerja jangka pendek, menengah, dan panjang; dan
 Operasionalisasi dan pengendalian program.
Urusan-urusan di dalam keorganisasian BKP-KPCB/BMA dapat disusun berdasarkan
pilihan :
a. Proses pembangunan (development process), yang meliputi :
 Bidang Perencanaan
 Bidang Pemrograman dan Penganggaran
 Bidang Pembangunan
 Bidang Pengendalian
b. Tema-tema pokok pembangunan, yang meliputi :
 Bidang Tata Ruang
 Bidang Transportasi
 Bidang Pengelolaan Sumberdaya Air
 Bidang Perumahan
 Bidang Utilitas Perkotaan
a. Model A

Ketua BKP-KPCB/BMA

Tata Usaha

Bidang Bidang Bidang Bidang


Perencanaan Pemrograman Pembangunan Pengendalian
dan
Penganggaran

7-4 R E N C A N A T A T A R U A N G K A W A S A N PE R K O TA A N C E K U N G A N B A N D U N G
Kelembagaan Pengelolaan Kawasan Perkotaan Cekungan Bandung

b. Model B

Ketua BKP-KPCB/BMA

Tata Usaha

Bidang Bidang Bidang Bidang Bidang


Tata Ruang Transportasi Pengelolaan Perumahan Utilitas
SDA Perkotaan

7.2 PERSPEKTIF BKP-KPCB/BMA


Format kelembagaan BKP-KPCB/BMA dapat mengacu pada 3 (tiga) bentuk skenario
metamorfosis kelembagaan :
a) Kelembagaan Ad-Hoc

Pengertian kelembagaan ad-hoc adalah BKP-KPCB/BMA dibentuk berdasarkan


kesepakatan-kesepakatan “yang paling bersentuhan” di dalam tugas-fungsi masing-
masing pemerintahan Daerah, seperti : urusan tempat pembuangan akhir (TPA) sampah
yang ingin disatukan dalam satu lokasi dan berada dalam satu manajemen bersama. Hal
ini telah dilakukan (TPA Leuwi Gajah) walau belum dalam satu manajemen bersama.
Dalam tahap awal di dalam struktur BKP-KPCB/BMA dapat disediakan satu unit kerja
yang secara khusus menangani hal tersebut di masa depan.
Tugas lembaga ad-hoc bersifat koordinatif, sehingga dapat berbentuk “Sekretariat
Bersama” atau dalam tahap yang lebih maju adalah “Sekretariat Tetap” terhadap urusan-
urusan intra-Daerah. Sebagai contoh adalah BKSP Jabotabek, yang masih bersifat
lembaga sekretariat yang menyelenggarakan fungsi-fungsi koordinasi terhadap urusan-
urusan yang paling bersinggungan, seperti pengelolaan wilayah perbatasan atau
pelayanan perkotaan lintas perbatasan. Format BKSP Jabotabek sulit untuk berkembang,
karena kewenangan pangkal masih berada di dalam masing-masing Daerah. Selain itu
pada prakteknya bilamana terdapat suatu keputusan dalam rapat koordinasi, keputusan
tersebut masih harus dipertimbangkan kembali oleh masing-masing Kepala Daerah untuk
kemudian dapat ditetapkan segera, dengan penundaan, atau ditolak.
Untuk membentuk format lembaga ad-hoc, dicukupkan melalui penyusunan nota
kesepahaman (memorandum of understanding) dari masing-masing Daerah untuk
menentukan urusan-urusan yang dapat dikoordinasikan oleh BKP-KPCB/BMA. Sedangkan
pembentukan BKP-KPCB/BMA dapat dicukupkan melalui Keputusan Gubernur Jawa Barat,
setelah melalui pertimbangan dan masukan dari Daerah.
b) Kelembagaan Semi Otonom

Kelembagaan semi otonom dimaksudkan BKP-KPCB/BMA dibentuk berdasarkan


kesepakatan-kesepakatan dari masing-masing Daerah untuk menyerahkan urusan-urusan
yang dapat diselenggarakan BKP-KPCB/BMA dengan berbagai aras kepentingan, yaitu
kebijakan yang langsung dapat ditetapkan secara mandiri, hingga kebijakan yang masih

R E N C A N A T A T A R U A N G K A W A S A N PE R K O TA A N C E K U N G A N B A N D U N G 7-5
Kelembagaan Pengelolaan Kawasan Perkotaan Cekungan Bandung

membutuhkan pertimbangan lagi dari masing-masing Daerah. Aras kepentingan ini dapat
berbentuk proses pembangunan (perencanaan-pemanfaatan-pengendalian) atau skala
pembangunan (kawasan besar-sedang-kecil). Sebagai contoh adalah: BKP-KPCB/BMA
berwenang dalam menetapkan dan menentukan perencanaan tata ruang kawasan
perkotaan Cekungan Bandung yang meliputi lintas Daerah, namun aspek pelaksanaan
hingga pengendalian diserahkan kepada wewenang masing-masing Daerah. Atau BKP-
KPCB/BMA berwenang dalam penataan ruang untuk skala-skala besar atau pembangunan
infrastruktur lintas Daerah; dan hal ini membutuhkan kriteria tertentu yang dapat
disepakati bersama.
Format kelembagaan ini mendekati lembaga otonom terhadap kawasan khusus
sebagaimana diatur dalam UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Untuk
membentuk format kelembagaan ini selain dibutuhkan kesepakatan antar Daerah juga
dibutuhkan penetapan oleh Pemerintah Pusat. Contoh yang telah ada adalah Badan
Otorita Batam, walau formatnya bukanlah dalam skala wilayah metropolitan.
c) Kelembagaan Otonom

Kelembagaan otonom adalah suatu badan yang mandiri sebagaimana dimaksudkan


dalam UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Lembaga ini bertugas
mengelola kawasan yang bersifat khusus, yaitu bersifat strategis nasional, sehingga
penetapannya dilakukan secara khusus oleh Pemerintah Pusat. Di dalam format ini, BKP-
KPCB/BMA memiliki tugas-fungsi quasi pemerintahan, yang menyelenggarakan urusan-
urusan layaknya suatu pemerintahan.
Tugas-fungsi ini dapat ditentukan berdasarkan urusan-urusan yang ditangani, terlepas
dari kewenangan yang telah dimiliki oleh masing-masing Pemerintah Daerah. Untuk itu
perlu ditentukan secara jelas terlebih dahulu, sehingga tidak menimbulkan konflik lintas
kewenangan. Sebagai contoh :
 Pengelolaan pembangunan pada kawasan skala besar (> 100 Ha);
 Pengelolaan jaringan infrastruktur antar Daerah, seperti misalnya jalan
lingkar kota;
 Pengelolaan utiliti perkotaan terpadu, seperti TPA, terminal AKAP, dsb.
Untuk membentuk format kelembagaan ini, diperlukan sistem pertanggungjawaban yang
jelas dan sistem penganggaran tersendiri. Seperti misalnya, diperlukan suatu Dewan
Pengawas yang terdiri dari masing-masing Kepala Daerah. Untuk penganggaran
pembangunan, dapat ditentukan sumber-sumber pendapatan dan juga sistem subsidi
dari masing-masing Daerah.
Pada dasarnya contoh format kelembagaan ini masih belum tersedia di Indonesia, namun
telah umum digunakan oleh berbagai negara maju yang memiliki kawasan metropolitan
(seperti dapat dilihat pada contoh perbandingan dalam bab terdahulu). Namun UU No.
32 Tahun 2004 telah memberikan peluang untuk dapat terbentuknya sistem
kelembagaan seperti ini.
Menilik permasalahan peraturan perundang-undagan di bidang pemerintahan daerah
dewasa ini, kebijakan yang tersedia belum mengatur secara tegas mengenai aspek
kawasan perkotaan. Untuk sampai kepada kondisi pemerintahan otonom, terbentur
kepada aspek otonomi daerah yang saat ini masih gencar dilaksanakan oleh Pemerintah
Daerah Kabupaten/Kota, dan masih dalam tahap pertumbuhan. Bilamana difasilitasi
bentuk otonomi tersebut pada sistem pemerintahan yang lain, diperkirakan akan
menimbulkan kerancuan dalam tataran kebijakan dan operasional pembangunan daerah.
Berdasarkan hal tersebut, bentuk pemerintahan otonom masih merupakan harapan
jangka panjang untuk dapat diterapkan di Kawasan Perkotaan Cekungan Bandung. Untuk
menuju ke arah tersebut, bentuk kelembagaan ad-hoc merupakan pilihan yang lebih

7-6 R E N C A N A T A T A R U A N G K A W A S A N PE R K O TA A N C E K U N G A N B A N D U N G
Kelembagaan Pengelolaan Kawasan Perkotaan Cekungan Bandung

tepat. Dalam jangka menengah, bilamana telah tersusun banyak kesepakatan antar
daerah, dan bila permasalahan lintas wilayah ini telah signifikan untuk dikelola secara
tersendiri, maka tahap selanjutnya dapat dibentuk suatu kelembagaan otonom.
Dengan demikian skenario pengembangan kelembagaan Kawasan Perkotaan Cekungan
Bandung dapat dimulai dari bentuk kelembagaan ad-hoc, yang untuk sementara waktu
dapat disebut sebagai Badan Kerjasama Pembangunan Kawasan Perkotaan Kawasan
Cekungan Bandung (BKP-KPCB). Terminologi bahasa Inggris dapat menggunakan istilah
Bandung Metropolitan Authority (BMA).

7.3 TAHAPAN PEMBENTUKAN BKP-KPCB


Untuk membentuk BKP-KPCB dilakukan secara bertahap, yang meliputi proses-proses
sebagai berikut :

a. Pembentukan Saling Pengertian Antar Daerah

b. Perumusan Format Kerjasama dan Kelembagaan

c. Penyusunan Masterplan BKP-KPCB

d. Penyusunan Peraturan Daerah dan Legalisasinya

e. Penyusunan Program Kerja dan Operasionalisasi Badan Kerjasama

a. Pembentukan Saling Pengertian Antar Daerah

Pada tahap ini dilakukan sosialisasi terhadap kebutuhan kerjasama pembangunan


Kawasan Perkotaan Cekungan Bandung kepada Pemda-Pemda yang terlibat. Kegiatan
pembentukan saling pengertian ini dapat dilakukan melalui diskusi atau lokakarya yang
dapat difasilitasi oleh Pemerintah Provinsi. Metode yang digunakan adalah curah
pendapat (brainstorming), penggalangan keinginan bersama (political will), serta
konsultasi yang melibatkan lembaga formal dan masyarakat.
Dari kesepakatan awal antar pemerintahan daerah di Kawasan Perkotaan Cekungan
Bandung yang dilaksanakan pada bulan November 2005 yang lalu, telah dihasilkan
beberapa kesepakatan, di antaranya membentuk Badan Kerjasama Pembangunan
Kawasan Perkotaan Cekungan Bandung (BKP-KPCB), yang merupakan suatu bentuk
sinergi antar pemerintahan Daerah dalam menangani permasalahan lintas Daerah.
Bentuk dan format kelembagaan akan dibicarakan pada kesempatan berikutnya. Suatu
disain kelembagaan awal yang disepakati adalah :

R E N C A N A T A T A R U A N G K A W A S A N PE R K O TA A N C E K U N G A N B A N D U N G 7-7
Kelembagaan Pengelolaan Kawasan Perkotaan Cekungan Bandung

Pemda Provinsi
Jawa Barat

Pemda Kota Pemda Kota Pemda Kab Pemda Kab Pemda Kab
Bandung Cimahi Bandung Sumedang Bandung

BADAN KERJASAMA PEMBANGUNAN KAWASAN PERKOTAAN CEKUNGAN BANDUNG (BKP-KPCB)

b. Perumusan Format Kerjasama dan Kelembagaan

Setelah terbentuknya saling pengertian, langkah selanjutnya adalah perumusan bentuk-


bentuk kerjasama, termasuk di dalamnya adalah urusan-urusan yang akan dimandatkan
dalam badan koordinasi. Metode yang digunakan adalah perumusan tujuan kerjasama,
urusan yang dimandatkan, serta format dan bentuk kerjasama. Seiring dengan hal
tersebut dapat disepakati format kelembagaan yang sesuai, sebagaimana telah
disampaikan pada uraian terdahulu.
Lingkup kerjasama sebagaimana telah dikaji sebelumnya, dapat memilih permasalahan
yang paling strategis yang berada dalam lintas daerah, yaitu :
1) Bidang Penataan Ruang dan Lingkungan Hidup:
 Penyusunan kebijakan penataan ruang.
 Penanganan pencemaran dan kerusakan lingkungan.
 Peningkatan kesadaran dan pendidikan lingkungan.
2) Bidang Transportasi:
 Pengembangan sistem transportasi terpadu.
 Pengembangan sistem angkutan umum massal.
3) Bidang Sumber Daya Air:
 Pengembangan, pendayagunaan dan perlindungan sumber air.
 Pengendalian daya rusak air.
4) Bidang Sarana dan Prasarana Lingkungan Permukiman:
 Pengembangan sarana dan prasarana permukiman.
 Peningkatan kesadaran masyarakat akan lingkungan bersih dan sehat.
Lingkup kerjasama ini dapat dikembangkan lebih lanjut sesuai dengan kebutuhan dan
permasalahan yang dihadapi. Bila dipetakan lebih lanjut, instansi pemerintah antar
Daerah yang dapat melakukan interaksi berdasarkan bidang-bidang tersebut adalah :
Tabel 7.1 Lingkup Kerjasama antara Pemerintah Propinsi dan kabupaten dan Kota
dalam Penataan Ruang Kawasan Perkotaan Cekungan Bandung
Penataan Ruang Sarana Prasarana
Transportasi Sumber Daya Air
dan LH Lingk.Permukiman
Provinsi  Bapeda Prov  Bapeda Prov  Bapeda Prov  Bapeda Prov
Jabar  Dinas Tata Ruang  Dinas Tata Ruang  Dinas Tata Ruang  Dinas Tata Ruang
 Dinas Kesehatan  Dinas Bina Marga  Dinas SDA  Dinas Cipta Karya
 Dinas Kehutanan  DinasPerhubungan  Dinas Kehutanan  Dinas Naker dan

7-8 R E N C A N A T A T A R U A N G K A W A S A N PE R K O TA A N C E K U N G A N B A N D U N G
Kelembagaan Pengelolaan Kawasan Perkotaan Cekungan Bandung

Penataan Ruang Sarana Prasarana


Transportasi Sumber Daya Air
dan LH Lingk.Permukiman
 dll  Dinas Pendapatan  Dinas Perikanan Transmigrasi
Kota  Bapeda Kota  Bapeda Kota  Bapeda Kota  Bapeda Kota
Bandung  D Tata Ruang &  D Tata Ruang &  D Tata Ruang &  D Tata Ruang &
Permukiman Permukiman Permukiman Permukiman
 D Bangunan  D Bina Marga &  D Bina Marga &  D Bangunan
 dll Pengairan Pengairan  D Pertanian &
 D Perhubungan  D Perhubungan Pertamanan
 D Pencegahan &
Penang. Kebakaran
Kota Cimahi  Bapeda Kota  Bapeda Kota  Bapeda Kota  Bapeda Kota
 D Tata Kota  D Tata Kota  D Tata Kota  D Tata Kota
 D Lingk. Hidup  D Perhubungan  D Lingk. Hidup 
 D Kesehatan
 dll
Kab.  Bapeda Kab  Bapeda Kab  Bapeda Kab  Bapeda Kab
Bandung  D Permukiman &  D Permukiman &  D Permukiman &  D Permukiman &
Tata Wilayah Tata Wilayah Tata Wilayah Tata Wilayah
 D Lingk. Hidup  D Pek. Umum  D Pek. Umum  D Kebersihan
 dll  D Perhubungan  D Pekerjaan Umum
Kab.  Bapeda Kab  Bapeda Kab  Bapeda Kab  Bapeda Kab
Sumedang  D Pek. Umum  D Pek. Umum  D Pek. Umum  D Pek. Umum
 D Kehutanan &  D Perhubungan  D Peng. LH 
Perkebunan  D Pertanahan
 D Peng. LH
 D Pertanahan
 dll
Kab. Cianjur  Bapeda Kab  Bapeda Kab  Bapeda Kab  Bapeda Kab
 D Pek. Umum  D Pek. Umum  D Pek. Umum  D Pek. Umum
 D Kehutanan &  D Perhubungan  D Peng. LH 
Perkebunan  D Pertanahan
 D Peng. LH

Selain instansi-instansi pemerintahan yang disebutkan di atas, kerjasama dan koordinasi


pembangunan dapat juga dilakukan dengan berbagai instansi yang terkait, seperti Kantor
BPN, BPS, dan sebagainya. Kerjasama dan koordinasi yang dilakukan dengan melibatkan
Pemerintah Provinsi, dalam hal ini diwakili oleh Badan/Dinas terkait.
Beberapa bentuk koordinasi selama ini telah dilakukan, antara lain difasilitasi oleh Tim
Koordinasi Penataan Ruang Daerah Provinsi Jawa Barat, melalui Keputusan Gubernur
Jawa Barat No. 120.05/Kep.691-ORG/2004. Koordinasi ini juga telah berjalan melalui
Kerjasama Sinergitas Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Jawa Barat
2004-2008. Dengan demikian keberadaan BKP-KPCB akan lebih menguatkan sistem
koordinasi yang telah berjalan.

R E N C A N A T A T A R U A N G K A W A S A N PE R K O TA A N C E K U N G A N B A N D U N G 7-9
Kelembagaan Pengelolaan Kawasan Perkotaan Cekungan Bandung

Gambar 7.1 Format kelembagaan BKP-KPCB


Penasehat:
GUBERNUR JAWA BARAT

Ketua:
WAKIL GUBERNUR JAWA BARAT

Wakil Ketua:
KEPALA BAPEDA PROV JAWA BARAT

Anggota:
BUPATI/WALIKOTA DI Kawasan Perkotaan
Cekungan Bandung

SEKRETARIAT BADAN KERJASAMA


Ketua : KEPALA DINAS TARKIM PROVINSI JAWA BARAT
Sekretaris : KEPALA SUB DINAS PENATAAN RUANG
DINAS TARKIM PROVINSI
Anggota : - BADAN/DINAS DI PROVINSI JAWA BARAT
- BADAN/DINAS DI KOTA BANDUNG
- BADAN/DINAS DI KOTA CIMAHI
- BADAN/DINAS DI KABUPATEN BANDUNG
- BADAN/DINAS DI KABUPATEN SUMEDANG
- BADAN/DINAS DI KABUPATEN CIANJUR

Dalam tataran operasional, di dalam BKP-KPCB dapat dibentuk Sekretariat Bersama yang
menyelenggarakan fungsi-fungsi koordinasi antar Daerah secara kontinu.
Badan dan Dinas yang dilibatkan dalam kerjasama ditentukan lebih lanjut berdasarkan
lingkup tugas masing-masing Badan/Dinas sesuai dengan lingkup penanganan di dalam
struktur Sekretariat Badan Kerjasama.
Dengan demikian di dalam Sekretariat Badan Kerjasama dapat disusun suatu struktur
model B, yang dapat digambarkan sebagai berikut :
Gambar 7.2 Sekretariat Badan Kerjasama Dapat Disusun

Ketua BKP-KPCB

Sekretaris

Bidang Bidang Bidang Bidang


Penataan Ruang Transportasi Pengelolaan Sarana Prasarana
& LH Sumber Daya Air Lingkungan
Permukiman

7-10 R E N C A N A T A T A R U A N G K A W A S A N PE R K O TA A N C E K U N G A N B A N D U N G
Kelembagaan Pengelolaan Kawasan Perkotaan Cekungan Bandung

Dalam struktur tersebut, keanggotaan setiap bidang disesuaikan dengan lingkup tugas
dari masing-masing Dinas/Badan Kabupaten/Kota sesuai dengan penunjukan masing-
masing Bupati/Walikota.
Selain itu di dalam tahap ini dapat disepakati sistem dan prosedur kerja BKP-KPCB,
seperti : penyelenggaraan rapat koordinasi secara priodik (mingguan, bulanan, triwulan,
tahunan), rapat-rapat khusus, serta berbagai bentuk pertemuan lainnya.
Sistem penganggaran BKP-KPCB dapat dipisahkan melalui :
- Anggaran Rutin, yaitu anggaran yang dialokasikan untuk menjalankan Sekretariat
Badan Kerjasama, yang bersumber dari iuran dari masing-masing Daerah
(APBD).
- Anggaran Pembangunan, yaitu anggaran yang dialokasikan untuk program-
program pembangunan lintas wilayah, dapat berupa pembangunan fisik dan non-
fisik. Sumber penganggaran adalah iuran dari masing-masing Daerah (APBD)
serta alokasi dari Pemerintah Pusat (APBN) untuk pembangunan di Kawasan
Perkotaan Cekungan Bandung.
Sumber penganggaran dapat dikembangkan lebih lanjut berdasarkan kesepakatan,
seperti alokasi khusus dari Pemerintah Pusat, bantuan luar negeri, pinjaman dalam
negeri, dan sebagainya. Sistem penganggaran ini memerlukan kesepakatan khusus antar
Daerah, termasuk sistem pengawasan dan relokasinya dalam APBD masing-masing
Daerah.
c. Penyusunan Masterplan BKMPB

Berdasarkan kesepakatan yang disusun, selanjutnya dapat dirumuskan Masterplan BKP-


KPCB/BMA, yang meliputi kerangka yang lebih mendetail dari kerjasama pembangunan.
Dalam Masterplan ini dapat dirumuskan format dan bentuk kerjasama yang lebih
mendetail, lembaga badan koordinasi, sistem penganggaran, serta rujukan bersama
dalam pelaksanaan pembangunan. Untuk rujukan bersama ini media yang digunakan
adalah Rencana Tata Ruang (RTR) Kawasan Perkotaan Cekungan Bandung.
Walaupun demikian, tidak tertutup kemungkinan tersedianya bentukan lain dari
Masterplan BKP-KPCB, yaitu program-program kerjasama yang dirumuskan secara
berjangka, rencana aksi bersama, serta masukan dari Pemerintah Pusat melalui masing-
masing instansi vertikal di Daerah. Fleksibilitas masterplan dan program kerjasama perlu
diperhatikan, agar tercapai sinkronisasi dan sustainabilitas kegiatan.
d. Penyusunan Peraturan Daerah dan Legalisasinya

Masterplan BKP-KPCB tersebut selanjutnya dituang dalam bentuk kesepakatan kerjasama


pembangunan, yang di tahap awal dapat berbentuk Memorandum of Understanding
(MoU). Selanjutnya muatan MoU tersebut dituangkan dalam Peraturan Daerah dan
Keputusan Kepala Daerah yang disusun secara berjenjang dan horizontal. Rancangan
peraturan tersebut dibicarakan lebih lanjut pada masing-masing DPRD, untuk selanjutnya
dapat disahkan.
Beberapa bentuk Perda dan Keputusan Kepala Daerah yang disarankan adalah :
1) Di Tingkat Provinsi Jawa Barat :
 Perda Provinsi Jawa Barat tentang Penetapan Kawasan Perkotaan
Cekungan Bandung, yaitu deliniasi wilayah Kawasan Perkotaan Cekungan
Bandung berdasarkan persyaratan, kriteria, dan kebutuhannya.
 Perda Provinsi Jawa Barat tentang Penetapan Rencana Tata Ruang (RTR)
Kawasan Perkotaan Cekungan Bandung, yaitu deliniasi wilayah Kawasan

R E N C A N A T A T A R U A N G K A W A S A N PE R K O TA A N C E K U N G A N B A N D U N G 7-11
Kelembagaan Pengelolaan Kawasan Perkotaan Cekungan Bandung

Perkotaan Cekungan Bandung berdasarkan persyaratan, kriteria, dan


kebutuhannya.
 Perda Provinsi Jawa Barat tentang Pembentukan BKP-KPCB, yang
meliputi lingkup, tugas, dan wewenang kelembagaan BKP-KPCB.
 Perda Provinsi Jawa Barat tentang Sistem Penganggaran Rutin dan
Pembangunan untuk Menunjang Operasionalisasi BKP-KPCB.
 Keputusan Gubernur Jawa Barat tentang Penetapan Pejabat yang
bertugas di BKP-KPCB.
2) Di Tingkat Kabupaten/Kota :
 Perda Kabupaten/Kota tentang Penetapan Kesepakatan Kerjasama
Pembangunan Kabupaten/Kota di dalam Kawasan Perkotaan Cekungan
Bandung.
 Perda Kabupaten/Kota tentang Penyerahan Sebagian Tugas dan Urusan
Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota di Kawasan Perkotaan Cekungan
Bandung kepada BKP-KPCB.
 Perda Kabupaten/Kota tentang Sistem Penganggaran Rutin dan
Pembangunan untuk Menunjang Operasionalisasi BKP-KPCB.
 Keputusan Bupati/Walikota tentang Penetapan Pejabat yang bertugas di
Sekretariat BKP-KPCB.
3) Ketua BKP-KPCB :
 Keputusan Ketua BKP-KPCB tentang Program Kerja BKP-KPCB secara
berjangka.
 Keputusan Ketua BKP-KPCB tentang Mekanisme, Prosedur, dan Tata
Kerja Sekretariat BKP-KPCB.
 berbagai keputusan-keputusan lain sesuai kebutuhan.
e. Penyusunan Program Kerja dan Operasionalisasi Badan Kerjasama

Organisasi BKP-KPCB yang telah terbentuk selanjutnya dapat melakukan penyusunan


program kerja dan memulai operasionalisasi pelaksanaan kerjasama. Program kerja yang
disusun meliputi :
 Program jangka pendek (1 tahun).
 Program jangka menengah (5 tahun).
 Program jangka panjang (10-20 tahun).
Program kerja ini diturunkan dari Masterplan BKP-KPCB serta RTR Kawasan Perkotaan
Cekungan Bandung.

7-12 R E N C A N A T A T A R U A N G K A W A S A N PE R K O TA A N C E K U N G A N B A N D U N G
Contents
7 Kelembagaan Pengelolaan Kawasan Perkotaan Cekungan Bandung .......... 7-1
7.1 Kelembagaan Pengelolaan Kawasan Perkotaan Cekungan Bandung ... 7-1
7.1.1 Gagasan Awal Kelembagaan Kawasan Perkotaan Cekungan
Bandung ....................................................................................................... 7-1
7.2 Perspektif BKP-KPCB/BMA ................................................................ 7-5
7.3 Tahapan Pembentukan BKP-KPCB ...................................................... 7-7

Gambar 7.1 Format kelembagaan BKP-KPCB .................................................. 7-10


Gambar 7.2 Sekretariat Badan Kerjasama Dapat Disusun................................. 7-10

Tabel 7.1 Lingkup Kerjasama antara Pemerintah Propinsi dan kabupaten dan Kota
dalam Penataan Ruang Kawasan Perkotaan Cekungan Bandung ........................ 7-8

R E N C A N A T A T A R U A N G K A W A S A N PE R K O TA A N C E K U N G A N B A N D U N G 7-1

Anda mungkin juga menyukai