Institute
ANALISIS RANTAI PASOK
KOMODITAS UNGGULAN EKSPOR DAERAH
KOMODITAS KERTAS DAN PULP
BAB 1 PENDAHULUAN
Berdasarkan laporan monthly trade figure Indonesia yang diterbitkan oleh kementerian
perdagangan menyatakan bahwa realisasi perkembangan Neraca Perdagangan Indonesia dari
tahun 2012 sampai 2016 sangat didominasi oleh produk nonmigas. Sedangkan untuk
persentase ekspor, data yang terlihat pada gambar 1 menyatakan bahwa 90.67 persen komoditi
ekspor adalah sektor nonmigas dan 9.33 persen adalah setor migas.
Tabel 1.1
Ekspor 190 182,6 176 150,4 144,5 -7,15 100 33,6 40,6 20.84
1. Migas 32 32,7 30 18,6 13,1 -23,19 9,1 3.5 4 14.15
2. Non
153 149,9 131 131,8 131,4 -4,25 90,9 30.1 36.7 21.61
Migas
Impor 191,7 186,7 178,2 142,7 135,7 -9,15 100 31,9 36,7 14,83
1. Migas 42,6 45,3 43,5 24,6 18,7 -20,15 13,8 3,9 6,6 68,42
2. Non
149,1 141,4 134,7 118,1 116,9 6,45 86,2 28 30,1 7,38
Migas
Total
Perdagangan
381,7 369,2 354,2 293,1 280,1 -8,15 100 65,5 77,3
17,91
1. Migas
79,5 77,9 73,5 43,2 31,8 -21,5 11,4 7,4 10,5
2. Non 42,89
Migas 302,2 291,3 280,7 249,9 248,3 -5,31 88,6 58,2 66,8
14,75
Neraca -1,7 -4,1 -2,2 7.7 8,8 1,7 3,9 136,78
-5,6 -12,6 -13,4 -6 -5,6 -0,4 -2,6 -498,88
1. Migas
2. Non 3,9 8,6 11,2 13,7 14,5 36,13 2,1 6,5 212,20
Migas
Pada sektor nonmigas, terdapat lima komoditas ekspor unggulan yang menyumbangkan
volume ekspor terbesar di dunia, yaitu komoditas minyak kelapa sawit, komoditas perikanan,
komoditas tekstil, komoditas kayu dan olahannya, serta komoditas kertas dan barang dari
kertas. Hal ini dapat menjadi peluang pengembangan ekonomi dan sosial, bahkan
pengembangan lingkungan dengan memperluas sektor produksi.
Pada grafik 1 menunjukkan dalam kurun waktu 6 tahun tren nilai impor (dalam USD)
kelima komoditas unggulan selama tahun 2011 hingga 2017 tersebut cenderung stabil. Dari
kelima komoditas tersebut, kelapa sawit memberikan kontribusi nilai ekspor terbesar jika
dibandingkan dengan komoditas lainnya, sedangkan komoditas perikanan memberikan
kontribusi terkecil terhadap nilai ekspor.
Grafik 1.1
25000
20000
15000
10000
5000
0
2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017
Perikanan Minyak kelapa sawit Kertas TPT Kayu dan olahannya
Industri Kertas dan Pulp di Indonesia diprediksi mampu menduduki peringkat kelima
didunia karena memiliki keunggulan kompetitif. Keunggulan kompetitif yang dimiliki
Indonesia meliputi letak geografis, potensi luas izin hutan tanaman industri (HTI), dan
LEMBAGA PENGEMBANGAN BISNIS DAN INKUBASI UNIVERSITAS AIRLANGGA |2018 3
ANALISIS RANTAI PASOK
KOMODITAS UNGGULAN EKSPOR DAERAH
KOMODITAS KERTAS DAN PULP
kecepatan tumbuh pohon sebagai sumber bahan baku yang terbarukan. Selain itu jumlah
perusahaan di industri pulp dan kertas juga belum cukup banyak.
Di Indonesia jumlah industri kertas dan pulp mencapai 62 perusahaan, dengan kapasitas
industri yang telah tercapai sebesar 7,93 juta ton pulp/tahun. Sedangkan kapasitas industri
kertas nasional mencapai 12,98 juta ton kertas/tahun. Hingga September 2016, industri pulp
dan kertas telah menyumbang devisa sebesar USD 3,79 miliar dan menduduki peringkat
ketujuh sebagai penyumbang devisa terbesar dari sektor nonmigas. Industri pulp dan kertas
merupakan salah satu industri yang memegang peranan penting bagi perekonomian Indonesia.
Berdasarkan data FAO (2013) di tahun 2002 Indonesia menempati peringkat 12 sebagai
eksportir kertas dan meningkat ke peringkat 9 pada tahun 2011. Sementara untuk produk pulp,
Indonesia mempertahankan peringkat 6 sebagai eksportir pulp dunia dengan total ekspor pulp
tahun 2002 sebesar 2.25 juta ton dan tahun 2011 sebesar 2.93 juta ton (FAO 2013) (Wulandari,
2013).
Indonesia sebagai produsen pulp dan kertas terbesar ketiga dunia, terus meningkatkan
kapasitas produksi guna mengejar tingkat efisiensi. Industri kertas di Indonesia memiliki daya
saing yang tinggi di ruang lingkup dunia. Dalam tingkat Asia, Indonesia berada di peringkat
tiga, di bawah Cina dan Jepang. Sedangkan di ASEAN, Indonesia berada di peringkat pertama
(2016, economy.okezone.com). Dari data tersebut dapat diartikan bahwa, kebutuhan pulp dan
kertas negara-negara ASEAN sangat bergantung pada Indonesia. Berikut ini adalah jumlah
komoditas Ekspor Kertas dan Barang dari Kertas (Dalam USD) berdasarkan data badan pusat
statistik sebagai berikut:
Tabel 1.2
Tahun Pertumbuhan
Ekspor pada komoditas sektor pulp dan kertas memiliki peluang yang besar untuk dapat
terus berkembang, sedangkan dalam proses nya industri pulp dan kertas menghadapi beberapa
permasalahan yang ada di pasar internasional, seperti isu lingkungan, kualitas produk dan tidak
bersaingnya harga dengan negara lain. permasalahan tersebut hadir dari hulu sampai ke hilir.
Salah satu tantangan nyata yang dihadapi oleh sektor industri kertas dan pulp adalah
hambatan non tarif atau nontariff measures (NTMs). Beberapa argumentasi pro penerapan
NTMs menyatakan bahwa pemberlakuan NTMs oleh sebuah negara bertujuan untuk
melindungi produsen lokal dengan membatasi impor secara langsung maupun tidak langsung
serta melindungi kesehatan dan keamanan dari penduduk, flora fauna, dan lingkungan alam
suatu negara (Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian RI, 2017). Menurut data World
Trade Organization (WTO), terdapat enam tipe kebijakan non tarif yaitu pembatasan khusus
pada perdagangan, administrasi dan kepabean, standarisasi, partisipasi pemerintah dalam
perdagangan, bea impor dan lainnya seperti pembatasan ekspor. Penerapan kebijakan NTMs
dinegara tujuan ekspor secara implementasi berlangsung secara masif dalam hal ruang lingkup
(scope) dan product spesific tersebut memberikan pengaruh atas 4 komponen konsep yang
tersusun dalam Gobal value chain.
mempengaruhi hasil pembangunan. Di sisi lain, risiko kebijakan memiliki potensi untuk
mempengaruhi hasil. Pada global value chain terdapat 4 konsep yang tidak dapat dilepaskan
yakni produksi, perdagangan, investasi, serta spesialisasi dalam skala internasional. Suatu
negara yang berpartisipasi dalam rantai nilai global (GVC) harus mampu mengevaluasi dan
mengolah keunggulan serta kelemahan dari 4 konsep global value chain tersebut guna dapat
merumuskan suatu kebijakan perdagangan yang efektif. Cara yang dapat digunakan untuk
dapat memanfaatkan kelemahan menjadi suatu keunggulan yaitu melalui transfer teknologi
dari partisipasi global value chain yang dapat mendukung percepatan pertumbuhan ekonomi
serta meningkatkan daya saing.
Industri pulp dan kertas memiliki jaringan unit produksi yang besar dan bertahap dalam
mengolah dan memurnikan bahan baku menjadi produk siap jual, dalam industri ini sangat
jarang setiap prosesnya didasarkan pada satu perusahaan tunggal, jaringan unit produksi pada
industri pulp dan kertas didasarkan pada beberapa lokasi dimana hasil dari setiap unit di simpan
dan di angkut pada unit produksi lanjutan, jaringan produksi dalam industri pulp dan kertas
juga terkait dengan distribusi yang memiliki tujuan akhir jaringan penjualan.
Pada tahapan rantai pasok industri pulp dan kertas menunjukan bahwa industri tersebut
melibatkan banyak unit operasional yang berbeda beda. Dalam merencanakan rantai pasok
industri pulp dan kertas ini sangat sulit, oleh karena itu perlu adanya perhitungan yang strategis,
tepat dan matang dalam merencanakannya. Rantai pasok yang tidak dijaga dengan baik dapat
menyebabkan kualitas mutu produk berkurang, terjadi pemborosan dan peningkatan biaya
produksi, sehingga produk akhir yang diterima oleh konsumen akan rendah kualitasnya serta
mahal harganya. Oleh karena itu meningkatkan kualitas komoditas unggulan ekspor dengan
biaya produksi yang efisien adalah cara untuk menghadapi hambatan non tarif perlu menjadi
perhatian penting bagi pemerintah. Salah satu cara agar kualitas komoditas ekspor terjaga
adalah dengan mengefektifkan manajemen rantai pasok.
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang telah dijelaskan maka tujuan
dari penelitian ini adalah:
1. Mempetakan rantai pasok komoditas sektor kertas dan pulp mulai dari penyediaan bahan
baku, produksi sampai ke distribusu.
2. Menganalisis kapasitas dan kualitas usaha pelaku di sepanjang rantai pasok sektor kertas
dan pulp guna mengidentifikasi kebutuhan eksportir dalam rangka ekspansi kegiatan
usahanya.
3. Menganalisis pengembangan pasar ekspor ke depan.
4. Menganalisis regulasi pemerintag terkait ekspor dan impor indonesia yang dapat
menghambat perkembangan industri pulp dan kertas di pasar internasional.
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang telah dijelaskan maka output
dari penelitian ini adalah:
1. Pemetaan rantai pasok industri kertas dan pulp dengan ruang lingkup:
a. Jumlah pelaku di setiap rantai,
b. Size pelaku di setiap rantai,
c. Konten bahan baku (lokal atau impor).
2. Data dan informasi terkait dengan kapasitas dan kualitas setiap rantai pasok melalui:
a. Identifikasi gap kapasitas dan kualitas di setiap rantai dalam rangka ekspansi usaha.
b. Rekomendasi kebutuhan pelaku usaha untuk menutupi gap tersebut apakah melalui
fasilitas Pembiayaan, Penjaminan, Asuransi dan/atau Jasa Konsultasi.
3. Data dan informasi terkait dengan regulasi pemerintah di setiap rantai melalui:
a. Identifikasi regulasi yang menghambat,
b. Rekomendasi kebijakan kepada Pemerintah atas regulasi yang menghambat.
4. Data dan informasi terkait dengan pengembangan pasar ekspor melalui:
a. Analisis perkembangan dan prospek pasar ekspor saat ini,
b. Analisis prospek pengembangan pasar ekspor baru.
Pengumpulan Data
Pemetaan rantai pasok kertas dan pulp dengan perspektif Global Value Chains (GVCs)
diperlukan dalam menganalisa penyediaan bahan baku, produksi, perdagangan, investasi serta
spesialisasi dalam skala internasional sebagai bagian dari strategi besar dalam industri kertas
dan pulp nasional. Penelitian ini menggunakan studi pustaka yang bersumber dari laporan
tahunan masing-masing perusahaan dan penelitian terdahulu, serta studi lapangan melalui in-
depth interview dan kuisioner. Data yang telah terkumpul dianalisis dengan metode Porter’s
Diamond. Metode ini digunakan untuk menganalisis bagaimana pengaruh regulasi pemerintah,
kondisi iklim usaha, dan pengembangan pasar terkait pasar ekspor di masa depan. Kemudian,
ditarik kesimpulan serta saran dan rekomendasi untuk pengembangan industri kertas dan pulp
nasional di masa depan.
Lokasi yang diambil dalam penelitian ini adalah tempat kedudukan perusahaan yang
sebagaimana yang diuraikan pada tabel 2.1
Tabel 2.1
Responden Penelitian
1 Asosiasi Pulp dan Kertas Indonesia Jl. Cimandiri No. 6 Flat I 12, Jakarta Pusat
2 PT Tjiwi Kimia, Tbk Sinarmas Land Plaza, Tower II, 7th floor
Mojokerto
9 PT. Kedawung Setia Industrial Tbk Jl. Mastrip No. 862, Surabaya
industri kertas dan pulp serta laporan keuangan tahunan (annual report) perusahaan di bidang
kertas dan pulp.
2.3 Gambaran Umum Responden Penelitian
2.3.1 Asosiasi Pulp dan Kertas Indonesia
Asosiasi Pulp dan Kertas Indonesia didirikan pada tahun 1969 sebagai wadah bagi para
anggotanya untuk mencapai keberhasilan dan manfaat dalam menjalankan industri pulp dan
kertas (IPK) secara berkelanjutan serta untuk meningkatkan daya saing nasional. Asosiasi Pulp
dan Kertas Indonesia memiliki serangkaian program kerja antara lain:
gudang. Pada pabrik, terdapat mesin yang keseluruhannya dapat memproduksi 35.000 ton total
produk per tahun. Dengan kapasitas maksimum 35.000 ton, pada tahun 2016 PT Alkindo
Naratama Tbk hanya dapat memproduksi 32.000 ton per tahun (91,4%) dan pada 2017
memproduksi total 32.500 ton (92,9%). Dengan total pegawai yang tiap tahunnya mengalami
peningkatan jumlah mulai dari 568 pegawai pada tahun 2015, 618 pegawai pada tahun 2016,
dan 632 pegawai pada tahun 2017 dan jumlah mesin yang tetap dapat dikatakan meningkatnya
jumlah pegawai dapat meningkatkan jumlah produksi pula.
PT Alkindo Naratama Tbk juga melakukan aktivitas ekspor dan impor untuk memenuhi
kebutuhan produksi dan penjualan produk perusahaan. PT Alkindo Naratama Tbk melakukan
aktivitas impor untuk memenuhi kebutuhan recycle paper yang menjadi bahan baku utama
industri yang digeluti. Impor dilakukan karena recycle paper yang terdapat di Indonesia masih
belum bisa memenuhi kebutuhan bahan baku perusahaan.
Kapasitas produksi dan produk yang dihasilkan sehingga pada tahun 2017 penjualan
domestik memberikan kontribusi sekitar 85% dalam industri karton boks dan converter
independen sementara terhadap total penjualan ekspor 15% ke negara-negara Asia.PT. Fajar
Surya Wisesa Tbk menguasai sekitar 30% pangsa pasar industri containerboard di Indonesia.
Kertas produksi PT. Fajar Surya Wisesa Tbk digunakan untuk membuat kardus, folding carton
dan kemasan lain. Konsumen akhir termasuk Perseroan besar dan multinasional seperti
Indofood, Nestle, Unilever, Mayora, Kao, Garudafood, Orang Tua, Otsuka, Procter & Gamble,
Samsung, Panasonic, LG.
Recycle Paper yang diimpor dikirim ke Surabaya melalui jalur kapal, sehingga
kontainer datang ke Pelabuhan Peti Kemas Surabaya, lalu kontainer dikirim dari pelabuhan
menuju pabrik di Jl Mastrip Surabaya. Bahan baku impor yang didapatkan kebanyakan dari
Asia (China). Sedangkan untuk bahan baku lokal, lebih banyak didapatkan dari pulau Jawa
terkait dengan efisiensi biaya transportasi bahan baku. Untuk suplai bahan baku dari dalam
negeri pada tahun 2012 PT Kedawung Setia Industrial bekerja sama dengan PT Kertas Basuki
Rahmat Indonesia untuk menjadi salah satu yang memasok kertas untuk kebutuhan bahan baku
LEMBAGA PENGEMBANGAN BISNIS DAN INKUBASI UNIVERSITAS AIRLANGGA |2018 13
ANALISIS RANTAI PASOK
KOMODITAS UNGGULAN EKSPOR DAERAH
KOMODITAS KERTAS DAN PULP
produksi. Namun sekarang PT KBRI sudah tidak menyuplai kertas ke PT Kedawung Setia
Industrial lagi.
Pada perusahaan ini, pabrik serta gudang berada pada satu area. Aktivitas yang
dilakukan di pabrik seluas 124,169 M2 antara lain proses produksi yang meliputi penyimpanan
bahan baku, produksi kertas, hingga penyimpanan barang jadi yang disimpan di gudang. Pada
pabrik, terdapat mesin yang keseluruhannya dapat memproduksi 24.000 ton per bulan dan total
288.000 ton produk per tahun. Dengan kapasitas maksimum 288.000 ton pada tahun 2017, data
tersebut menunjukkan penurunan kapasitas produksi dari tahun sebelumnya yang sebesar
29.000 ton per bulan.
Kertas bekas (recycle paper) menjadi titik tumpu utama dalam pembuatan produk
perusahaan tersebut. Selain itu, terdapat komponen lain yang juga menjadi titik tumpu produksi
seperti bahan kimia karena untuk menciptakan kualitas yang baik, recycle paper harus di
campur dengan bahan kimia untuk menghilangkan tinta-tinta yang tersisa. Apabila dua hal
tersebut ketersediaannya berkurang maka sangat berpengaruh pada jumlah produk yang
dihasilkan.
PT Kedawung Setia Industrial Tbk juga melakukan aktivitas ekspor dan impor untuk
memenuhi kebutuhan produksi dan penjualan produk perusahaan. PT Kedawung Setia
Industrial Tbk melakukan aktivitas impor untuk memenuhi kebutuhan recycle paper yang
menjadi bahan baku utama industri yang digeluti. Impor dilakukan karena recycle paper yang
terdapat di Indonesia masih belum bisa memenuhi kebutuhan bahan baku perusahaan. Dalam
melakukan kegiatan impor, Sejak tahun 2013 PT Kedawung Setia Industrial Tbk melakukan
sampai dengan sekarang Entitas Anak memiliki ikatan dengan PT Bank Mandiri (Persero) Tbk,
dalam bentuk pinjaman berupa fasilitas kredit investasi dengan maksimum kredit sebesar Rp
262,5 miliar dengan jangka waktu 5 (lima) tahun dengan tujuan penggunaan fasilitas tersebut
untuk pembiayaan pembangunan pabrik, pembelian mesin, peralatan dan alat berat. Atas
pinjaman ini dijamin dengan piutang, persediaan, mesin-mesin, tanah dan bangunan.
2.3.1.5 PT Kertas Basuki Rachmat
Sejak akhir tahun 2014, Perseroan tidak dapat beroperasi secara optimal karena kredit
yang diperoleh dari perbankan sebesar USD 70 juta tidak diberikan sebesar USD 10 juta.
Sebagai gambaran, tingkat BEP Pabrik Banyuwangi pada kisaran 10.000 ton/bulan, dengan
modal kerja yang tersedia, pabrik hanya mampu mencapai titik 6000 ton/bulan. Sejak awal
2017, perseroan terus berusaha untuk mendapat fasilitas kredik modal kerja sebesar USD 10
juta namun tidak ada perbankan yang memberikan pendanaan tersebut. Hal ini menyebabkan
perseroan menambah opsi sumber modal kerja dari investor, namun hingga tahun 2018, belum
ada MoU akhir dengan investor.
PT Kertas Basuki Rachmat memproduksi kertas karton dan kertas budaya (HVS dan
CD) yang di ekspor ke China dan negara di kawasan ASEAN. Bahan baku yang berupa kertas
bekas (waste paper) dipasok dari Jawa Timur bagian selatan serta Bali maupun Nusa Tenggara.
Perusahaan juga mengimpor bahan baku dari China sebanyak 40% dari kebutuhan bahan baku.
Bahan baku yang telah diperoleh kemudian diolah di pabrik yang berlokasi di
Banyuwangi. Untuk memenuhi permintaan pasar, perusahaan menggunakan 2 mesin pembuat
kertas yang didukung oleh instalasi pulper dengan kapasitas terpasang 250.000 ton per tahun
atau sekitar 15.000 perbulan yang ditunjang oleh 189 orang tenaga kerja. Dengan kapasitas
tersebut, perusahaan dapat mencapai penjualan senilai Rp. 144 Miliar.
2.3.1.6 PT Suparma
PT Suparma Tbk berlokasi di Jl. Mastrip No 856 Karangpilang, Surabaya. Perseroan
abrik atau kantor cabang yang terletak di Kota Surabaya, Jakarta, Bandung, dan Bali. Produk
yang dihasilkan perusahaan antara lain: Coated Duplex Board, Samson Kraft, Sandwhiced
Ribbed Kraft, Laminated Wrapping Kraft, Carrier Tissue, Tissu & Towel End Product,
Industrial Tissue.
kebijakan strategi hedging persediaan untuk menekan pembelian bahan baku secara impor dan
meningkatkan pembelian bahan baku local. Sarana yang digunakan dalam pengiriman bahan
baku adalah Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya yang merupakan pelabuhan terdekat dengan
pabrik.
mereka dengan Pabrik Cast Coating yang kapasitasnya mencapai 6,000 MT per tahun. Kini,
dengan 13 mesin kertas, PT Pabrik Kertas Tjiwi Kimia telah memproduksi lebih dari 1.200.000
kertas MT per tahun untuk didistribusikan ke seluruh dunia. Dalam rangka mendukung produk
yang ramah lingkungan, Tjiwi Kimia membangun pabrik penghilang tinta yang memiliki
kapasitas 1.800 MT per tahun. Fasilitas ini dibangun untuk mengolah limbah kertas menjadi
bubur daur ulang yang kemudian diolah menjadi kertas daur ulang. Pada tahun 1989,
perusahaan juga mulai menjalankan teknologi maju untuk mengolah limbah dan air yang
mengintegrasikan proses fisik, kimia dan biologi.
Toba Pulp Lestari memiliki Hutan Tumbuhan Industri (HTI) sendiri sehingga proses
dari bahan mentah berupa kayu hingga barang jadi berupa bubur kertas (pulp) diproduksi
sendiri. Akan tetapi, sesuai dengan kebijakan Perseroan yang menjamin pasokan kayu untuk
jangka panjang untuk keberlangsungan bahan baku produksi, pada tahun 2017 Perseroan
membeli kayu dari pihak ketiga sebanyak 219.492 ton untuk meningkatkan hasil produksi pulp
sehingga dapat memenuhi permintaan pasar. Pemasok kayu berasal dari dalam negeri dan luar
negeri. Tahun 2017 Perseroan menjual lebih banyak pulp ke pasar China, dan untuk tahun 2018
Perseroan juga fokus untuk menjual pulp ke pasar tersebut, karena besarnya permintaan di
China yang memungkinkan Perseroan untuk menjual lebih banyak.
Toba Pulp Lestari bertanggung jawab penuh terhadap pengelolaan hutan dan potensi
risiko lingkungan. Hal ini dituangkan dalam kebijakan lingkungan yangadai dan penerapan
strategi pengelolaan hutan lestari, termasuk pencegahan polusi. Perusahaan juga berkomitmen
kuat untuk memperkecil dampak lingkungan yang ditimbulkan dari aktivitas produksi (polusi
udara, air, dan tanah serta beban pencemaran air limbah) dan memperbesar manfaat sosial
ekonomi.
Dari segi keuangan perusahaan, perkembangan kinerja keuangan PT Toba Pulp Lestari
berfluktuasi dari tahun 2015 hingga tahun 2017. Perusahaan sempat mengalami kerugian pada
tahun 2016 namun berhasil bangkit pada tahun 2016. Secara umum, keuangan perseroan pada
tahun 2017 lebih baik dari tahun 2016. Penjualan bersih tahun 2017 naik sebesar 47,3% yang
disebabkan kenaikan harga bubur kertas menjadi USD 608/ton tahun 2017 dari USD 520/ton
tahun 2016.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis Global Chain
Value (GCV), analisis Export Product Dynamics (EPD), analisis Boston Consulting Grup
(BCG) serta analisis General Electric (GE) Matriks. Matriks Export Product Dynamics
digunakan untuk menganalisis posisi daya saing produk pulp dan Kertas Indonesia di pasar
internasional. EPD diterapkan dengan menghitung pangsa pasar (market share) total komoditas
ekspor (X) dan pangsa pasar komoditas pulp dan kertas. Secara matematis, nilai X dan Y
didefinisikan sebagai berikut:
Dimana T adalah jumlah tahun yang dianalisis. Posisi daya saing pada matriks EPD terdiri
dari Rising star, Lost opportunity, falling star dan retreat yang ditunjukkan pada tabel 2.2
Tabel 2.2
Posisi Daya Saing Pada Matriks Export Product Dynamics
Export Product Dynamics (EPD) juga merupakan salah satu indikator daya saing
dengan mengukur posisi pasar suatu negara untuk tujuan pasar tertentu. Metode ini dapat
mengukur dinamis tidaknya suatu produk di pasar.
Gambar 2.1
Posisi Saya Saing Produk dengan Metode Export Product Dynamics
Sumber: Estherhuizen (2006)
Matriks Boston Consulting Grup (BCG ) adalah alat analisis bisnis yang digunakan
untuk membantu perusahaan dalam mempertimbangkan peluang pertumbuhan dengan
perencanaan strategis jangka panjang dan meninjau portofolio produk perusahaan tersebut agar
dapat mengambil keputusan untuk berinvestasi, mengembangkan atau menghentikan
produknya. Matrik BCG ini juga membantu perusahaan dalam menentukan pengalokasian
sumber daya dan sebagai alat analisis dalam pemasaran merek, manajemen produk, manajemen
strategis dan analisis Portofolio.
Matriks BCG dikembangkan oleh Bruce Henderson pada tahun 1970-an. Bruce
Henderson juga merupakan pendiri Boston Consulting Group (BCG) yaitu sebuah perusahaan
konsultan manajemen global yang terkemuka yang pernah menduduki peringkat ketiga
perusahaan terbaik untuk bekerja versi Forbes pada tahun 2014.
Matriks BCG ini juga berkaitan erat dengan siklus hidup produk (Products life cycle)
sehingga sering disebut juga dengan Product Portfolio Matrix(Matriks Portofolio Produk).
Nama-nama lain Matriks BCG diantaranya adalah BCG Growth-Share Matrix(Matriks
Pertumbuhan dan Pangsa Pasar BCG), Boston Box dan Portfolio Diagram (Diagram
Portofolio).
Matriks BCG terdiri dari matriks yang berukuran 2 baris x 2 kolom atau terdiri dari 4 sel (4
kuadran). 4 sel tersebut pada dasarnya mewakili 4 kategori portofolio produk perusahaan dari
2 dimensi klasifikasi bisnis unit yaitu Relative Market Share (pangsa pasar relatif) dan Market
Growth Rate (tingkat pertumbuhan pasar). Kategori-kategori tersebut masing-masing diwakili
oleh Bintang (Star), Sapi Perah (Cash Cows), Anjing (Dogs) dan Tanda Tanya
(QuestionMarks).
Gambar 2.2
Matriks Boston Consulting Grup
Stars (Bintang): Yang termasuk dalam kategori Stars atau Bintang adalah produk atau
unit bisnis yang memiliki pangsa pasar yang dominan dan pertumbuhan yang cepat serta
menghasilkan uang (pendapatan) yang besar. Ini berarti produk-produk yang dihasilkan
merupakan produk-produk terkemuka yang diminati oleh pasar. Perusahaan membutuhkan
banyak investasi untuk mempertahankan posisi produk-produk tersebut dan untuk mendukung
pertumbuhan lebih lanjut serta mempertahankan keunggulan-keunggulan atas produk tersebut
agar dapat tetap bersaing dengan produk kompetitor lainnya. Produk-produk di kategori
Bintang ini dapat berubah menjadi kategori Sapi perah (Cash Cows) apabila mereka tetap dapat
mempertahankan keberhasilan mereka hingga tingkat pertumbuhannya mengalami penurunan.
Cash Cows (Sapi Perah) : Yang termasuk dalam kategori Cash Cows atau Sapi Perah
adalah produk atau unit bisnis yang merupakan pemimpin pasar, menghasilkan uang atau
pendapatan yang lebih banyak dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan oleh
perusahaannya. Produk atau unit bisnis pada kategori ini memiliki pangsa pasar yang tinggi
namun prospek pertumbuhan kedepan akan sangat terbatas. Pendapatan yang didapat pada
tingkat Cash Cows ini biasanya digunakan sebagai pendanaan untuk penelitian dan
pengembangan produk-produk baru yang masih berada di kategori Question Marks (Tanda
Tanya) atau membayar hutang-hutang perusahaan serta membayar dividen kepada pemegang
saham. Perusahaan disarankan untuk tetap berinvestasi pada produk-produk dalam
kategori Cash Cows ini untuk mempertahankan produktivitas dan kualitas atau dapat juga
dijadikan pendapatan pasif bagi perusahaan.
Dogs (Anjing) : Dogs (Anjing) atau juga dikenal dengan istilah hewan peliharaan,
yang termasuk pada kategori Dogs ini adalah produk atau unit bisnis yang memiliki pangsa
pasar rendah dan mengalami tingkat pertumbuhan yang rendah. Produk-produk pada kategori
ini biasanya hanya memberikan kontribusi keuntungan yang sangat rendah atau bahkan harus
menderita kerugian. Produk atau bisnis unit kategori Dogs ini umumnya merupakan beban bagi
perusahaan karena dapat menguras waktu manajemen dan sebagian besar sumber daya
perusahaan. Unit bisnis atau produk yang telah berada pada kategori ini biasanya akan
mengalami pengurangan, divestasi ataupun likuidasi oleh manajemen perusahaan.
Question Marks (Tanda Tanya) : Kategori Question Marks kadang-kadang disebut
juga dengan problem children atau wildcats). Yang termasuk dalam kategori Question
Marks ini adalah produk atau bisnis unit yang memiliki prospek pertumbuhan yang tinggi tetapi
pangsa pasarnya masih sangat rendah. Penghasilan (uang) yang didapat umumnya tidak
sebanding dengan biaya-biaya yang dikeluarkan (lebih banyak pengeluaran daripada
pendapatan). Namun karena prospek pertumbuhannya sangat pesat sehingga berpotensi untuk
berubah menjadi Stars atau Bintang. Manajemen perusahaan tersebut disarankan untuk tetap
berinvestasi pada produk atau bisnis unit yang berada dalam kategori Question Marks ini
karena pertumbuhan yang tinggi.
Matriks sembilan kotak GE-McKinsey adalah alat strategi yang menawarkan
pendekatan sistematis bagi perusahaan multi-bisnis untuk memprioritaskan investasinya di
antara unit-unit bisnisnya.
GE-McKinsey adalah kerangka kerja yang mengevaluasi portofolio bisnis,
memberikan implikasi strategis lebih lanjut dan membantu memprioritaskan investasi yang
dibutuhkan untuk setiap unit bisnis (BU)
Di dunia bisnis, seperti di tempat lain, masalah kelangkaan sumber daya memengaruhi
keputusan yang dibuat oleh perusahaan. Dengan sumber daya yang terbatas, tetapi banyak
peluang untuk menggunakannya, bisnis harus memilih cara menggunakan uang tunai mereka
yang terbaik. Perjuangan untuk investasi terjadi di setiap tingkat perusahaan: antara tim,
departemen fungsional, divisi atau unit bisnis. Pertanyaan tentang di mana dan berapa banyak
yang harus diinvestasikan adalah suatu hal yang membingungkan bagi mereka yang
mengalokasikan sumber daya.
Bagaimana ini mempengaruhi bisnis yang terdiversifikasi? Perusahaan multi bisnis
mengelola portofolio bisnis yang kompleks, seringkali, dengan sebanyak 50, 60 atau 100
produk dan layanan. Produk atau unit bisnis berbeda dalam hal apa yang mereka lakukan,
seberapa baik kinerjanya atau prospek masa depannya. Ini membuat sangat sulit untuk
membuat keputusan di mana produk yang harus diinvestasikan oleh perusahaan. Setidaknya,
itu sulit sampai matriks BCG dan versi perbaikannya matriks GE-McKinsey datang untuk
membantu. Alat-alat ini memecahkan masalah dengan membandingkan unit-unit bisnis dan
memasukkan mereka ke kelompok-kelompok yang layak diinvestasikan atau kelompok-
kelompok yang harus dipanen atau didivestasi.
Pada tahun 1970-an, General Electric mengelola portofolio besar dan rumit dari
produk-produk yang tidak terkait dan tidak puas dengan keuntungan dari investasinya dalam
produk. Pada saat itu, perusahaan biasanya bergantung pada proyeksi arus kas masa depan,
pertumbuhan pasar di masa depan atau beberapa proyeksi masa depan lainnya untuk membuat
keputusan investasi, yang merupakan metode yang tidak dapat diandalkan untuk
mengalokasikan sumber daya. Oleh karena itu, GE berkonsultasi dengan McKinsey &
Company dan sebagai hasilnya kerangka sembilan kotak dirancang. Matriks sembilan kotak
memetakan BU pada 9 elemen yang menunjukkan apakah perusahaan harus berinvestasi dalam
produk, memanen / melepaskannya atau melakukan penelitian lebih lanjut pada produk dan
berinvestasi di dalamnya jika masih ada sumber daya yang tersisa. BU dievaluasi pada dua
sumbu: daya tarik industri dan kekuatan kompetitif unit.
• Daya Tarik Industri
Daya tarik industri menunjukkan betapa sulit atau mudahnya suatu perusahaan bersaing
di pasar dan memperoleh laba. Semakin menguntungkan industri adalah semakin kuat daya
tariknya. Ketika mengevaluasi daya tarik industri, analis harus melihat bagaimana industri akan
berubah dalam jangka panjang dibandingkan dalam waktu dekat, karena investasi yang
diperlukan untuk produk biasanya memerlukan komitmen jangka panjang.
Daya tarik industri terdiri dari banyak faktor yang secara kolektif menentukan tingkat
persaingan di dalamnya. Tidak ada daftar pasti tentang faktor mana yang harus dimasukkan
untuk menentukan daya tarik industri, tetapi yang berikut adalah yang paling umum:
• Tingkat pertumbuhan jangka panjang
• Ukuran industri
• Profitabilitas industri: hambatan masuk, hambatan keluar, kekuatan pemasok, kekuatan
pembeli, ancaman pengganti, dan pelengkap yang tersedia (gunakan analisis Five
Forces dari Porter untuk menentukan ini)
• Struktur industri (gunakan kerangka Struktur-Perilaku-Kinerja untuk menentukan ini)
• Perubahan siklus hidup produk
• Perubahan permintaan
• Tren harga
• Faktor lingkungan makro (gunakan PEST atau PESTEL untuk ini)
• Musiman
• Ketersediaan tenaga kerja
• Segmentasi pasar
• Kekuatan rantai nilai (gunakan Analisis Rantai Nilai dan Benchmarking untuk
menentukan ini)
• Tingkat diferensiasi produk
• Fleksibilitas produksi
Keuntungan
1. Membantu memprioritaskan sumber daya yang terbatas untuk mencapai hasil terbaik.
2. Manajer menjadi lebih sadar bagaimana kinerja produk atau unit bisnis mereka.
3. Matriks ini merupakan kerangka kerja portofolio bisnis yang lebih canggih daripada
matriks BCG.
4. Mengidentifikasi langkah-langkah strategis yang perlu dilakukan oleh perusahaan
untuk meningkatkan kinerja portofolio bisnisnya.
Kekurangan
1. Membutuhkan konsultan atau orang yang sangat berpengalaman untuk menentukan
daya tarik industri dan kekuatan unit bisnis seakurat mungkin.
2. Mahal untuk dilakukan.
3. Tidak memperhitungkan sinergi yang dapat terjadi antara dua atau lebih unit bisnis.
yang mengasumsikan bahwa semakin besar pangsa pasar suatu bisnis, semakin baik
posisinya untuk bersaing di pasar. Ini benar, tetapi terlalu sederhana untuk menganggap
bahwa itu adalah satu-satunya faktor yang memengaruhi persaingan di pasar. Hal yang
sama dengan daya tarik industri yang diukur hanya sebagai tingkat pertumbuhan pasar
di BCG. Tidak mengherankan jika GE dengan portofolio bisnisnya yang kompleks
membutuhkan sesuatu yang lebih komprehensif dari itu.
Dalam analisis ini kami akan menggambarkan beberapa pelaku yang terlibat dalam
rantai pasok industri pulp dan kertas di Indonesia, untuk dapat mengetahui para pelaku yang
terlibat dalam rantai pasok, kami menganalisa data secara global terkait ekspor dan impor
kebutuhan pulp dan kertas dunia serta melakukan penelitian di 9 perusahaan pulp dan kertas,
adapun 9 perusahaan tersebut yakni PT Kertas Basuki Rachmat, PT Alkindo Naratama Tbk,
PT Indah Kiat Tbk, PT Fajar Surya Wisesa Tbk, PT Toba Pulp Lestari Tbk, PT Tjiwi Kimia
Tbk, PT Kedaung Sertia Industrial Tbk, PT Suparma Tbk, PT Indah Kiat Pulp & Paper Tbk.
RAW MATERIAL
MANUFAKTUR
PULP KERTAS
DISTRIBUSI
Pulp Kertas
KONSUMSI
Bahan Baku
Grafik 3.1
Berdasarkan grafik diatas, pelaku rantai pasok industri pulp dan kertas di Indonesia
dapat dikategorikan menjadi 4 kategori yakni raw material, manufaktur, distribusi (distributor)
serta konsumen.
1. Raw Material
Komoditas pulp dan kertas di Indonesia merupakan hasil dari produktivitas dua industri
besar yang saling terintegrasi satu sama lain, dua industri tersebut adalah industri pulp dan
kertas. Industri kertas akan menjadi efisien apabila terintegrasi secara keseluruhan dengan
industri pulp. Hal ini dikarenakan hasil olahan dari industri pulp merupakan bahan baku untuk
industri kertas. Sedangkan bahan baku yang digunakan oleh industri Kertas berasal dari 2 jenis
bahan baku yakni Virgin pulp dan kertas bekas.
Virgin pulp merupakan produk dari industri pulp. Adapun bahan baku utama yang
digunakan dalam produksi Virgin pulp di Indonesia adalah kayu yang berasal dari hutan
tanaman industri. Berdasarkan data Asosiasi Pulp dan Kertas Indonesia menyatakan bahwa
kebutuhan bahan baku industri pulp belum dapat sepenuhnya diperoleh dari dalam negeri, hal
ini dikarenakan bahan baku dari Virgin pulp memiliki 2 jenis serat kayu yang saling
melengkapi, yaitu serat kayu pendek dan serat kayu panjang. Di Indonesia pohon berserat kayu
panjang tidak dapat dibudidayakan karena adanya perbedaan iklim yang tidak cocok bagi
pembudisayaan tanaman ini. Dengan demikian, untuk dapat memenuhi kebutuhan bahan baku
berjenis kayu berserat panjang, Indonesia melakukan impor ke beberapa negara yang
memproduksi serat kayu panjang. Pemenuhan kebutuhan serat kayu panjang industri pulp di
Indonesia disupply oleh negara Kanada, Brazil dan Chili. Ketiga negara tersebut memiliki
keunggulan dibidang produksi serat panjang di dunia.
Tabel 3.1
Supplier Pulp Serat Panjang
Eksportir Impor Pulp Impor Pulp Impor Pulp Impor Pulp Impor Pulp
Serat Serat Panjang Serat Panjang Serat Panjang Serat Panjang Serat Panjang
Panjang 2013 2014 2015 2016 2017
Unit: US Dollar
Selain Virgin pulp, jenis bahan baku lainnya yang digunakan dalam proses produksi di
industri kertas adalah kertas bekas. Kertas bekas dijadikan sebagai bahan baku utama dalam
produksi kertas kelas dua. Adapun beberapa kertas yang masuk pada kertas kelas 2 adalah
LEMBAGA PENGEMBANGAN BISNIS DAN INKUBASI UNIVERSITAS AIRLANGGA |2018 29
ANALISIS RANTAI PASOK
KOMODITAS UNGGULAN EKSPOR DAERAH
KOMODITAS KERTAS DAN PULP
kertas packaging dan brownpaper. Kebutuhan kertas bekas untuk produksi kertas kelas dua
sangat bergantung pada impor kertas bekas dari luar negeri. Menurut Misbahul Huda sebesar
80 % kebutuhan kertas bekas untuk produksi di industri kertas masih harus di supply oleh
beberapa negara. Hal ini di sebabkan oleh kapasitas kertas bekas domestik hanya mampu
memenuhi 20 % dari kebutuhan produksi, selain itu jumlah kertas bekas di indonesia
keberadaannya telah tersebar dan sulit untuk di kumpulkan (jadi bungkus makanan, kue dan
sebagainya).
Berdasarkan data Asosiasi Pulp dan Kertas Indonesia, Kuantitas rata rata kertas bekas
di negara maju adalah 200 – 300 kg/kapita/tahun. Kuantitas rata rata kertas bekas di negara
asean adalah 75 kg/kapita/tahun. Sedangkan kuantitas rata rata kertas bekas di Indonesia adalah
32 - 35 kg/kapita/tahun. Permasalahan impor kertas bekas menjadi permasalahan besar yang
menyudutkan industri kertas. Permasalahan impor menjadi permasalahan karena dikaitkan
dengan isu lingkungan yang di menganggap impor kertas bekas adalah sesuatu hal yang
dianggap negatif. Asumsi itu ada dikarenakan terdapat peraturan total verivikasi consumtion
yang dikenakan pada 3 jenis barang yakni plastik bekas, besi bekas dan kertas bekas. Peraturan
total verivikasi consumtion ini ada dengan tujuan untuk menghindari agar Indonesia stidak
menjadi tempat pembuangan sampah sampah.
Supplier kertas bekas tidak dapat teridentifikasi berdasarkan data, hal ini dikarenakan
adanya impor kertas bekas didasarkan pada keberadaan kertas bekas yang kapasitas nya
berbeda beda di setiap negara. Sedangkan untuk harga impor kertas bekas didasarkan pada
biaya jasa pengumpulan kertas bekas di suatu negara.
1. Manufaktur.
Berdasarkan data Asosiasi Pulp Dan Kertas Indonesia (APKI), Indonesia memiliki 2
perusahaan pulp dan 65 perusahaan produsen kertas yang masih aktif, adapun perusahaan yang
kami teliti terdiri dari 9 perusahaan pilihan berdasarkan kriteria-kriteria yang telah ditentukan
sebelumnya. 9 perusahaan pilihan tersebut terdiri dari 1 perusahaan pulp dan 8 perusahaan
kertas.
PT Toba Pulp Lestari merupakan satu diantara 2 perusahaan pulp yaang ada di
Indonesia. PT Toba Pulp Lestari memiliki Hutan Tumbuhan Industri (HTI) sendiri sehingga
proses dari bahan mentah berupa kayu hingga barang jadi berupa bubur kertas (pulp)
diproduksi sendiri. Akan tetapi, sesuai dengan kebijakan Perseroan yang menjamin pasokan
kayu untuk jangka panjang untuk keberlangsungan bahan baku produksi, pada tahun 2017
LEMBAGA PENGEMBANGAN BISNIS DAN INKUBASI UNIVERSITAS AIRLANGGA |2018 30
ANALISIS RANTAI PASOK
KOMODITAS UNGGULAN EKSPOR DAERAH
KOMODITAS KERTAS DAN PULP
Perseroan membeli kayu dari pihak ketiga sebanyak 219.492 ton untuk meningkatkan hasil
produksi pulp sehingga dapat memenuhi permintaan pasar. Pemasok kayu berasal dari dalam
negeri dan luar negeri.
PT. Toba Pulp Lestari Tbk beroperasi dalam produksi bubur kertas dan serat rayon;
mendirikan, menjalankan, dan mengadakan pembangunan hutan tanaman industri dan industri
lainnya untuk mendukung bahan baku dari industri tersebut. Serta mendirikan dan
memproduksi semua macam barang yang terbuat dari bahan-bahan tersebut. Kemudian
memasarkan hasil-hasil industri tersebut. Toba Pulp Lestari memproduksi bubur kertas dan
hasil produksinya dipasarkan di dalam dan di luar negeri. Akan tetapi pada awal tahun 2018,
PT Toba Pulp Lestari mengalihkan produksi perseroan dari sebelumnya bubur kertas (pulp)
menjadi Pulp-Dissolving Grade. Perseroan mengeksekusi pengalihan produksi tersebut pada
30 Juni 2018. Dissolving pulp adalah bahan produksi bagi staple fibre atau rayon. Produk
tersebut akan dipergunakan bagi industri tekstil dan mayoritas diekspor ke Tiongkok.
Tahun 2017 PT Toba Pulp menjual lebih banyak pulp ke pasar China, dan untuk tahun
2018 PT Toba Pulp juga fokus untuk menjual pulp ke pasar tersebut, karena besarnya
permintaan di China yang memungkinkan Perseroan untuk menjual lebih banyak.Toba Pulp
Lestari bertanggung jawab penuh terhadap pengelolaan hutan dan potensi risiko lingkungan.
Hal ini dituangkan dalam kebijakan lingkungan yang memadai dan penerapan strategi
pengelolaan hutan lestari, termasuk pencegahan polusi. Perusahaan juga berkomitmen kuat
untuk memperkecil dampak lingkungan yang ditimbulkan dari aktivitas produksi (polusi udara,
air, dan tanah serta beban pencemaran air limbah) dan memperbesar manfaat sosial ekonomi.
Adapun untuk industri kertas PT Suparma Tbk merupakan salah satu dari 65
perusahaan kertas di Indonesia. PT Suparma Tbk dalam melakukan kegiatan produksi,
perusahaan menggunakan dua jenis bahan baku, yaitu pulp dan kertas bekas, keduanya bisa
berasal dari dalam maupun luar negeri atau impor. Impor dilakukan karena tidak terpenuhinya
kebutuhan bahan baku perusahaan apabila hanya mengandalkan pasokan bahan baku
perusahaan telah menerapkan kebijakan strategi hedging persediaan untuk menekan pembelian
bahan baku secara impor dan meningkatkan pembelian bahan baku local. Sarana yang
digunakan dalam pengiriman bahan baku adalah Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya yang
merupakan pelabuhan terdekat dengan pabrik.
Tabel 3.2
Kapasitas terpasang dan Kapasitas Terjual PT Suparma Tbk Tahun 2015-2017
(Ton)
Meningkatnya kapasitas terjual ditengah keadaan yang tetap pada kapasitas terpasang
menunjukkan bahwa perseroan telahmelakukan improvisasi pada faktor produksi mereka.
Dalam sisi tenaga kerja, tenaga kerja perseroan pada tahun 2015 adalah sebesar 1395, tahun
2016 sebesar 1367, tahun 2017 sebesar 1331. Adanya penurunan jumlah tenaga kerja dibarengi
dengan meningkatnya kapasitas terjual perseroan menunjukkan bahwa perseroan berhasil
melakukan efisiensi biaya produksi dengan menekan biaya pada tenaga kerja. Biaya yang dapat
ditekan pada tenaga kerja dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan utilitas mesin pabrik seperti
yang telah perseroan lakukan pada mesin nomer 9 yang ditingkatkan utilitasnya yang semula
62% menjadi 73%.
Sedangkan dalam hal strategi keberlanjutan faktor faktor produksi, industri kertas
memiliki sistem pasokan bahan baku yang bertanggung jawab. Seluruh pulp yang digunakan
Perseroan memiliki dokumentasi lacak balak yang menjamin bahwa pulp tersebut berasal dari
sumber yang dapat dilacak. Perseroan menggunakan sistem Lacak Balak (Chain of
Custody/CoC) guna memastikan tidak ada bahan baku ilegal yang masuk ke dalam rantai
pasokan. seperti halnya PT Tjiwi Kimia Tbk telah memperoleh sertifikasi Lacak Balak
berdasarkan standar PEFC (Programme for the Endorsement of Forest Certification) pada
tahun 2008.
LEMBAGA PENGEMBANGAN BISNIS DAN INKUBASI UNIVERSITAS AIRLANGGA |2018 32
ANALISIS RANTAI PASOK
KOMODITAS UNGGULAN EKSPOR DAERAH
KOMODITAS KERTAS DAN PULP
menjalankan usahanya, terutama dalam memasarkan dan mendistribusikan produknya. Hal ini
tentunya juga menghemat biaya pengiriman. Strategi efisiensi ini telah dilakukan oleh PT
Kertas Basuki Rahmat Indonesia dan PT Indah Kiat.
Selain itu efisiensi dalam segi produksi dan operasional dilakukan perusahaan dengan
cara memaksimalkan sumberdaya serta melalui penerapan anggaran yang ketat, dan menjaga
kesinambungan pasokan bahan baku dan Good Corporate Governance (GCG). yaitu adanya
efisiensi yang dibuktikan dengan adanya penurunan jumlah karyawan yang cukup signifikan
namun tidak terlalu mempengaruhi penurunan kinerja produksi, justru perseroan mengalami
peningkatan kinerja produksi.
Adapun titik kritis potensi kegagalan komponen produksi yang paling penting pada
keseluruhan objek penelitian terletak pada fluktuasi harga bubur kertas (pulp). Harga jual pulp
dan kertas sangat tergantung dari harga yang berlaku di pasaran internasional yang memiliki
kecenderungan berfluktuasi tergantung tingkat permintaan dan penawaran. Disamping itu,
harga jual produk-produk Perseroan juga tergantung pada beberapa faktor lain yang berada di
luar kendali Perseroan, seperti kondisi perekonomian global dan perubahan kurs mata uang.
2. Distributor.
Menurut Asosiasi Pulp dan Kertas Indonesia kebutuhan kertas di Indonesia perkapita
pada tahun 2017 sebesar 38kg/kapita dengan asumsi pertumbuhan 5%. Perusahaan produsen
pulp dan kertas di Indonesia telah memproduksi kertas dan mendistribusikan produknya untuk
memenuhi permintaan dalam negeri dan luar negeri. Salah satu contohnya adalah PT. Fajar
Surya Wisesa yang pada tahun 2017 mendistribusikan penjualan domestik dan memberikan
kontribusi sekitar 85% dalam industri karton boks dan converter independen sementara total
PT. Fajar Surya Wisesa Tbk mendistribusikan produknya hingga menguasai 30%
pangsa pasar industri containerboard di Indonesia. Kertas produksi PT. Fajar Surya Wisesa Tbk
digunakan untuk membuat kardus, folding carton dan kemasan lain. Distribusi produk kertas
PT.Fajar Surya Wisesa Tbk hingga konsumen akhir yang terdiri dari perseroan besar dan
LEMBAGA PENGEMBANGAN BISNIS DAN INKUBASI UNIVERSITAS AIRLANGGA |2018 34
ANALISIS RANTAI PASOK
KOMODITAS UNGGULAN EKSPOR DAERAH
KOMODITAS KERTAS DAN PULP
multinasional seperti Indofood, Nestle, Unilever, Mayora, Kao, Garudafood, Orang Tua,
Distribusi produk pulp dan kertas beberapa perusahaan produsen kertas adalah dengan
mendistribusikan produk melalui perusahaan mitra dan anak perusahaan yang berfokus pada
bidang usaha distribusi seperti pada PT.Indah Kiat Pulp dan Kertas Tbk dan PT. Pabrik Kertas
Tabel 3.3
Struktur Perusahaan Mitra Dan Anak Perusahaan Distributor Pt.Indah Kiat Pulp &
Kertas Tbk
Entitas Anak Bidang Usaha Kedudukan Kepemilikan (%) Total Aset Tahun Operasi
(Ribuan US$)
PT.Indah Kiat Pulp dan Kertas memiliki anak perusahaan untuk distribusi yaitu IK
Trading Limited yang berkedudukan di Cayman dengan kepemilikan 100% dengan total aset
0,002 ribu US$ yang beroperasi pada tahun 2000. Selain itu, terdapat pula distributor PT.Indah
Kiat Pulp dan Kertas yang lain yaitu IK Import & Export Limited yang berkedudukan di British
Virginia.
Tabel 3.4
Struktur Perusahaan Mitra Dan Anak Perusahaan Distributor PT. Kertas Tjiwi Kimia
Entitas Anak Bidang Kedudukan Kepemilikan (%) Total Aset Tahun Operasi
Usaha (Ribuan US$)
PT. Kertas Tjiwi Kimia Tbk memiliki lima anak perusahaan pada bidang usaha
distribusi. Tjiwi Kimia Trading III yang berkedudukan di British Virgin Island dengan total
aset sebesar $46.805 yang beroperasi sejak tahun 1996. Entitas anak perusahaan distributor PT.
Pabrik Kertas Tjiwi Kimia Tbk dalam bidang usaha distribusi berkedudukan di berbagai tempat
Distribusi komoditas pulp dan kertas dalam negeri juga melalui agen dan distributor
yang tersebar di seluruh Indonesia, terdapat beberapa perusahaan besar agen kertas salah
satunya adalah CV. Megah Jaya Sentosa, PT. Benua Usaha Lestari Kertas yang menyediakan
berbagai macam produk olahan kertas seperti Premium Bookpaper, Creamy Bookpaper,
Imperial Paper, Art Paper, Matt Paper, Art Karton, HVS/Wood Free, Kraft Paper, Kertas Ivory,
Ekspor industri pulp dan kertas Indonesia seperti yang tertera pada tabel dibawah
terlihat bahwa ekspor pulp mengalami pertumbuhan sebesar 14% dengan total ekspor sebesar
$3.460.557.000. Jadi pertumbuhan total ekspor Indonesia untuk pulp dan kertas 5% dan total
Tabel 3.5
Ekspor Industri Pulp Dan Kertas Indonesia
Uraian Pertumbuhan
2014 2017
Selain distribusi dalam negeri, perusahaan produsen pulp dan kertas Indonesia juga
mendistribusikan produknya ke luar negeri. Seperti yang terdapat pada tabel di bawah ini pulp
didistribusikan ke 5 negara importir terbesar yaitu China, Korea Selatan, India, Bangladesh dan
Jepang. Ekspor pulp dari Indonesia ke China dari tahun 2013 hingga tahun 2015 mengalami
kestabilan lalu kemudian menurun pada tahun 2016 dan kembali meningkat pada tahun 2017,
berdasarkan data tersebut dapat diprediksi distribusi pulp dari Indonesia ke China akan
mengalami peningkatan pada tahun 2018. Berbeda dengan trend distribusi ke Korea Selatan
yang mengalami penurunan setiap tahunnya hingga tahun 2016 dan meningkat sedikit di tahun
2017 dapat diprediksi distribusi pulp dari Indonesia ke Korea Selatan tidak jauh berbeda
dengan tahun 2016 dan 2017. Distribusi Indonesia ke negara India, Bangladesh dan Jepang
Tabel 3.6
List Of Importing Markets For A Product Pulp Exported By Indonesia
Korea,
312,291 238,841 230,231 157,320 173,343
Republic of
Indonesia mendistribusikan produk kertas ke berbagai negara yaitu China, Jepang, Malaysia,
India dan Amerika Serikat. Terlihat dari tabel dibawah ini ekspor produk kertas dari tahun
2013 hingga 2016 mengalami kenaikan yang stabil dan pada tahun 2017 kenaikan distribusi
ke China meningkat tajam sebesar 405.066. Kenaikan tren distribusi ke mancanegara juga
terjadi pada negara India yang mengalami kenaikan dari tahun 2013 hingga tahun 2017.
Sedangkan distribusi produk kertas pada Jepang, Malaysia, dan Amerika Serikat mengalami
ketidakstabilan distribusi namun tidak mengalami perubahan secara signifikan. Hal ini
Tabel 3.8
United
States of 294,121 432,495 302,861 255,760 212,878
America
5. Konsumen.
Berdasarkan Data Asosiasi Pulp dan Kertas Indonesia (APKI). Rata rata konsumsi
kertas di Indonesia sebesar 37 kg/kapita/tahun. Produk kertas dari dalam negeri dan luar negeri
yang telah dikonsumsi oleh masyarakat, dalam rantai pasok akan berubah bentuk menjadi
limbah dan kertas recycle, adapun untuk kertas recycle tersebut dapat digunakan menjadi bahan
baku untuk kertas kelas 2 seperti jenis produk grafis paper (kertas koran dan packaging).
Berdasarkan data dari Asosiasi Pulp dan Kertas (APKI), kebutuhan kertas recycle di
Indonesia hanya dapat tersupply oleh kuantitas kertas bekas dalam negeri sebesar 20 % saja,
sedangkan sisanya yakni sebesar 80 %, indonesia masih sangat bergantung oleh impor kertas
bekas yang di supply oleh beberapa negara. Menurut Ketua Asosiasi Pulp dan Kertas (APKI)
2010-2016, ketergantungan impor disebabkan oleh kuantitas kertas bekas di Indonesia belum
mencukupi kebutuhan bahan baku produksi recycle paper. Kuantitas rata rata kertas bekas di
negara maju adalah 200 – 300 kg/kapita/tahun, Adapun Kuantitas rata rata kertas bekas di
negara asean adalah 75 kg/kapita/tahun. Serta Kuantitas rata rata kertas bekas di Indonesia
adalah 32 - 35 kg/kapita/tahun.
3.2 Analisis Kesenjangan Kapasitas dan Kualitas Pengembangan Usaha untuk
Ekspor
Berdasarkan data Asosiasi Pulp dan Kertas Indonesia (APKI), Indonesia telah
mengekspor produk pulp dan kertas ke 10 negara tujuan ekspor pulp dan kertas terbesar yakni
sebagai berikut:
Tabel 3.9
Daftar 10 Negara Tujuan Ekspor Industri Pulp Dan Kertas Indonesia
Pulp Kertas
Cina Jepang
Amerika
Korea Selatan
Serikat
India Malaysia
Bangladesh Vietnam
Jepang Cina
Turkey Saudi Arabia
Taipe Filipina
UAE UAE
Vietnam Australia
Thailand India
Perbandingan Perbandingan
Market Share Market Share
Indonesia peringkat ke 14
Grafik 3.2 Kesenjangan Kuantitas dan Kualitas Ekspor
Jika dianalisis dari kapasitas ekspor, saat ini Indonesia memiliki keunggulan ekspor
pada sektor produk pulp, hal ini didasarkan pada tabel berikut ini:
Tabel 3.10
Eksportir Pulp Terbesar Didunia
Share
Share
Share
Sumber: Trademap.org
Pada tabel diatas dapat disimpulkan bahwa, Amerika Serikat menepati urutan pertama di
dunia sebagai eksportir pulp terbesar, ditahun 2017 market share ekspor produk pulp Amerika
Serikat sebesar 18,7%. Adapun beberapa hal yang melatarbelakangi kemampuan ekspor pulp
Amerika Serikat menguasai pasar ekspor pulp dunia adalah adanya kerjasama yang dilakukan
antara Amerika Serikat dengan Internasional Administrasi Perdagangan (ITA) yang memiliki
77 personil yang tersebar di pasar internasional serta 106 lokasi di Amerika Serikat. Tujuan
dari adanya kerjasama tersebut untuk mengidentifikasi peluang, mengurangi hambatan, dan
mengatasi tantangan terkait dengan ekspor. Sehingga pemerintah Amerika Serikat dapat
membentuk suatu regulasi berdasarkan hasil analisa kondisi pasar dengan sasaran target
mencegah, mengurangi, atau menghilangkan hambatan perdagangan yang diperuntukan bagi
industri. yang dimana hal tersebut dapat menjadi titik penghalang terbesar bagi pertumbuhan
produk Amerika Serikat di pasar ekspor.
Sedangkan untuk perdagangan produk pulp, kertas dan kemasan, Ameika Serikat lebih
banyak melibatkan pasar komoditas, sehingga ekspor produk kayu lebih kondusif untuk
kegiatan promosi perdagangan klasik. Oleh karena itu Internasional Administrasi Perdagangan
(ITA) mensponsori misi perdagangan yang berfokus pada konstruksi bagi perusahaan Amerika
Serikat dan Pavilyun Amerika Serikat dipameran perdagangan luar negeri. Internasional
Administrasi Perdagangan (ITA) merekrut pembeli asing untuk menghadiri pameran
perdagangan Amerika Serikat dan melakukan misi perdagangan terbalik untuk memamerkan
kemampuan dan produk industri Amerika Serikat kepada calon pembeli. Jenis pameran
perdagangan ini dinilai lebih efisien bagi Amerika Serikat untuk dapat terhubung dengan calon
pembeli, mitra, distributor, dan agen di seluruh dunia. Oleh karena beberapa hal tersebut
amerika serikat dapat menjadi pengekspor pulp terbesar di dunia.
Sedangkan Brazil dan Chile menepati urutan ketiga dan keempat di dunia sebagai eksportir
pulp terbesar, ditahun 2017 market share ekspor produk pulp Brazil dan Chile sebesar 13,6%
dan 5,6 %. Adapun beberapa hal yang melatarbelakangi kemampuan ekspor pulp Brazil dan
Chile menguasai pasar ekspor pulp dunia adalah kebutuhan bahan baku yang sangat melimpah
di negara Brazil dan Chile, sedangkan nilai aktual dari pengolahan bahan baku pulp lebih
sedikit / dinilai belum optimal jika dibandingkan dengan ketersediaan hutan Brazil dan Chile
yang sangat luas. Hal tersebut didukung dengan grafik di bawah ini:
Chile
Australia
Indonesia
Uruguay
Brazil
0 10 20 30 40 50 60 70 80
ACTUAL POTENSIONAL
Grafik 3.2
Forest Productifity Worldwide
Sumber: Brazil World Leading Producer and Exporter Of Pulp And Paper 2017
Pada grafik diatas dapat kita simpulkan bahwa produktifitas hutan Brazil masih memiliki
potensi 29 m3/ha pertahun yang dapat dikembangkan untuk industri pengolahan pulp.
sedangkan produktifitas hutan Chile masih memiliki potensi 10 m3/ha pertahun.
Posisi ekspor pulp Indonesia menepati urutan kelima di dunia, ditahun 2017 market
share ekspor produk pulp Indonesia sebesar 5,2 % dari keseluruhan kebutuhan pulp dunia. Pada
market share sebesar 5,2 % tersebut, Indonesia telah memaksimalkan produktifitas hutan
sebesar 83 % dari potensi hutan tanam industri yang dimiliki oleh Indonesia. Oleh karena itu
dapat kita simpulkan bahwa keunggulan ekspor pulp diindonesia telah sampai pada titik
LEMBAGA PENGEMBANGAN BISNIS DAN INKUBASI UNIVERSITAS AIRLANGGA |2018 43
ANALISIS RANTAI PASOK
KOMODITAS UNGGULAN EKSPOR DAERAH
KOMODITAS KERTAS DAN PULP
maksimal dan cenderung untuk stagnan pada titik market share ekspor pulp dunia sebesar 5,2
%.
Tabel 3.12
Overview Tren Pasar Permintaan Kebutuhan Kertas di Dunia
Tissue Tissue
Graphic Mechanical
Papers
Newsprint
Woodfree
Carton Board
Containerboard
Keterangan:
Tabel diatas, menggambarkan tren permintaan dunia dari beberapa kategori produk
hasil industri kertas yakni tissue, graphic papers dan packaging papers. pada tabel diatas
bloking warna merah menggambarkan tren permintaan pasar kertas dunia yang mengalami
perunan, sedangkan untuk warna kuning menggambarkan tren permintaan pasar yang
cenderung stabil serta untuk warna biru menggambarkan tren permintaan pasar yang cenderung
mengalami peningkatan.
Pada tren tersebut bloking kuning dan biru lebih didominasi oleh produk tissue dan
packaging papers. Jika dianalisa dari sudut pandang penggunaan bahan baku, bahan baku yg
di gunakan untuk produksi tissue adalah virgin pulp sedangkan bahan baku untuk packaging
papers adalah recycle paper atau waste paper.
Jika tren permintaan kertas dunia cenderung positif atas produk packaging paper serta
adanya pertimbangan terkait perkembangan kapasitas ekspor pulp Indonesia yang telah
mencapai titik market share dunia yang maksimal dan cenderung stagnan. Maka dapat
disimpulkan bahwa industri pulp Indonesia membutuhkan fokus pada potensi ekspor yang lain
yakni kertas bekas yang di collecting (pengumpulan) dan dapat dijadikan potensi ekspor baru
yang potensial bagi Indonesia.
Berdasarkan data Asosiasi Pulp dan Kertas Indonesia (APKI), sampai tahun 2017
kapasitas kertas bekas yang dijadikan bahan baku di Indonesia hanya mampu mencukupi 20 %
kebutuhan dalam negeri, sedaangkan sisa nya yakni sebesar 80 % masih harus mengimpor dari
luar negeri. Menurut Misbahul Huda selaku ketua Asosiasi Pulp dan Kertas Indonesia (APKI)
menyatakan bahwa, penyebab adanya impor kertas bekas adalah di sebabkan oleh total kertas
bekas yang ada di Indonesia keberadaannya telah tersebar dan sulit untuk dikumpulkan. seperti
halnya fenomena yang terjadi di masyarakat indonesia yaitu kertas bekas yang dijadikan
pembungkus makanan serta buku.
Tabel 3.13
Kesenjangan antara Kebutuhan Produk Kertas di Pasar Global dengan Nilai
Ekspor Indonesia
2013 175093126
2014 177715512
2017 164069072
2013 3756557
2014 3743849
Nilai
2015 3565128
Ekspor
2016 3413554
2017 3799576
2013 171336569
2014 173971663
2016 152394001
2017 160269496
Sumber: Trademap.org
Tabel 4.6 membandingkan keseluruhan kebutuhan kertas secara global dengan total
nilai ekspor Indonesia ke pasar global. Indonesia baru memanfaatkan 3% “kue” pasar kertas
global sehingga potensi Indonesia dalam mengembangkan produk kertas masih sangat besar.
Kesenjangan antara kebutuhan produk kertas di pasar global dengan nilai ekspor Indonesia
yang sangat tajam dapat menjadi tantangan bagi Indonesia. Gap yang sangat besar ini dapat
menjadi peluang karena produk kertas sangatlah beragam. Indonesia dapat mengembangkan
produk kertas menjadi berbagai bentuk seperti kertas karton dan kertas kemasan yang kini
menjadi kebutuhan mayoritas perusahaan manufaktur dunia.
Tabel 3.14
Pasar Ekspor Potensial Indonesia Untuk Produk Kertas
Pasar Ekspor Nilai Ekspor Selisih Potensi Ekspor dengan
Potensial Aktual Ekspor Aktual
No Negara
Nilai Nilai Selisih
Potensi ($) Rank Nilai ($) Rank ($) Keterangan Rank
1 China 1 bn 1 1.2 bn 1 120.2 mn Surplus 6
2 India 473.3 mn 2 222.5 mn 8 290.7 mn Defisit 1
Amerika
3 Serikat 413.4 mn 3 447.7 mn 3 200.6 mn Defisit 2
Tabel 4.7 menunjukkan pasar potensial produk kertas Indonesia. Dapat dilihat dari tabel
4.7 Indonesia telah melampaui nilai ekspor potensial produk kertas ke China dengan
mengekspor USD 1,2 miliar. Salah satu penyebabnya adalah tidak adanya tarif ekspor kertas
ke negara China. Begitu pula dengan Jepang. Indonesia telah mampu mengungguli pasar
ekspor kertas di Jepang. sedangkan Indonesia dapat mulai merambah pasar ekspor kertas
negara Turki karena berdasarkan data pada tabel 1.2, Indonesia baru memanfaatkan 38% pasar
ekspor kertas ke Turki.
Export Product Dynamics (EPD) digunakan sebagai penentu apakah produk kertas
Indonesia memiliki daya saing yang baik atau tidak di pasar global. Dengan kata lain, metode
EPD digunakan untuk melihat posisi daya saing produk kertas khususnya terhadap negara
eksportir terbesar. Metode ini memiliki empat kategori analisis. Kategori tersebut antara lain
rising star, falling star, lost opportunity, dan retreat.
ANALISIS EPD
- 0 +
FALLING STAR
Gambar 3.1
Diagram Export Product Dynamics (EPD)
Kategori rising star pada gambar 3.1 menunjukkan bahwasanya posisi produk kertas
Indonesia di negara-negara tersebut memiliki potensi dan nilai total ekspor yang tinggi,
sehingga pada posisi ini, produk kertas Indonesia memiliki daya saing yang kuat. Pada posisi
tersebut terdapat negara China, Korea Selatan, Thailand ,India, Singapore, Saudi Arabia,
Filipina , Italy, Uk, Bangladesh dan juga Taipei. Negara-negara tersebut tergolong dalam
kategori tersebut karena selama lima tahun terakhir posisi Indonesia dalam ekspor produk
kertas ke negara tersebut menujukkan tren yang baik dan menunjukkan peningkatan. Dalam
kategori ini, potensi ekspor produk kertas dari Indonesia ke negara tersebut juga tinggi
sehingga masih ada kemungkinan oleh Indonesia untuk meningkatkan jumalh ekspor ke
berbagai negara tersebut.
Kategori lost opportunity ditandai dengan adanya penurunan pangsa pasar produk
kertas yang bergerak dinamis (secara terus menerus), artinya pasokan produk kertas dunia atau
produk kertas di negara tersebut lebih besar dibandingkan dengan pasokan produk kertas dari
Indonesia. Dapat dikatakan bawasanya Indonesia bukan merupakan pemain yang berada di
posisi atas di negara tersebut. Dalam kategori ini, Indonesia bahkan tidak termasuk dalam lima
besar eksportir kertas ke negara-negara tersebut. Negara-negara yang tergolong dalam kategoti
ini antara lain Amerika Serikat, Jerman, Italia, Hongkong, Turki. Dapat dilihat bahwasanya
dalam kategori ini didominasi oleh negara-negara benua Eropa. Posisi Indonesia pun di negara
Eropa tersebut tergolong dalam posisi yang tidak kuat. Di negara Jerman, Indonesia berada
pada peringkat 32. Apabila di Italia, posisi Indonesia ada pada peringkat 25, dan Turki
menjadikan Indonesia menjadi eksportir kertas dengan peringkat 16 di negaranya. Dengan
posisi tersebut, Indonesia memiliki kesempatan yang kecil untuk menguasai negara-negara
tersebut karena terlalu jauh posisinya.
Falling star hampir sama dengan lost opportunity dan kategori tersebut lebih baik karena
pangsa pasar produk pulp dan kertas tetap meningkat. Dapat dikatakan bahwasanya Indonesia
pernah berada di posisi yang kuat sebagai eksportir produk kertas ke negara tersebut, namun
seiring berjalannya waktu ditiap tahunnya karena beberapa aspek, posisi Indonesia semakin
melemah di negara- negara tersebut. Negara yang tergolong dalam kategori ini antara lain
Vietnam, Jepang, Uni Emirat Arab, Malaysia, Australia.
Posisi keempat retreat artinya adalah kemunduran dari produk pulp dan kertas, biasanya
hal ini baik apabila pergerakannya menjauhi produk stagnan menuju produk yang dinamik.
LEMBAGA PENGEMBANGAN BISNIS DAN INKUBASI UNIVERSITAS AIRLANGGA |2018 50
ANALISIS RANTAI PASOK
KOMODITAS UNGGULAN EKSPOR DAERAH
KOMODITAS KERTAS DAN PULP
Dan yang menjadi fokus utama dalam penelitian ini adalah negara-negara yang berada di lost
opportunity karena pasokan produk pulp dan kertas dari negara-negara tersebut lebih besar
dibandingkan dengan pasokan produk pulp dan kertas Indonesia. Dengan posisi ini, kita dapat
mengetahui kelemahan dari komoditas pulp dan kertas yang harus ditingkatkan sekaligus
mengetahui pesaing utama yang lebih unggul dibandingkan produk kertas dan pulp Indonesia
berdasarkan nilai ekspornya. Pada posisi lost opportunity, seharusnya pemerintah lebih
mendorong perusahaan kertas dan pulp Indonesia untuk lebih produktif dalam produksi dengan
meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan menjalin hubungan dagang bilateral.
Negara pesaing utama produk kertas dan pulp Indonesia adalah China. Negara China
ditentukan berdasarkan perolehan posisi daya saing lost opportunity kertas dan pulp Indonesia
dan nilai ekspor pulp dan kertas terbesar. Dapat dilihat pada gambar 3, produk kertas dan pulp
Indonesia berada pada posisi rising star di India, Amerika Malaysia, Singapore, Filipina
Jerman, Italia, Inggris, Hongkong, Turki, dan Vietnam, artinya produk pulp dan kertas di
negara-negara tersebut berada pada posisi pasar ideal yang bertujuan memperoleh pangsa pasar
ekspor tertinggi. Negara-negara yang berada di posisi falling star terjadi akibat persentase nilai
ekspor produk pulp dan kertas yang kecil dibandingkan total ekspor seluruh komoditi.
Matriks BCG atau BCG Matrix adalah alat analisis bisnis yang digunakan untuk
membantu perusahaan dalam mempertimbangkan peluang pertumbuhan dengan perencanaan
strategis jangka panjang dan meninjau portofolio produk perusahaan tersebut agar dapat
mengambil keputusan untuk berinvestasi, mengembangkan atau menghentikan produknya.
Matrik BCG ini juga membantu perusahaan dalam menentukan pengalokasian sumber daya
dan sebagai alat analisis dalam pemasaran merek, manajemen produk, manajemen strategis dan
analisis Portofolio. Metode ini memiliki empat kategori analisis. Kategori tersebut antara lain
The Star, Quatioans Mark, Cash Flow dan The Dogs
Kategori the star pada gambar 3.2 menunjukkan bahwasanya posisi produk pulp dan
kertas di China, Jepang, Jerman dan Amerika Serikat memiliki pangsa pasar yang dominan dan
pertumbuhan yang cepat serta menghasilkan uang (pendapatan) yang besar. Hal ini berarti
bahwa produk pulp dan kertas dari China, Jepang, Jerman dan Amerika Serikat yang dihasilkan
merupakan produk-produk yang diminati oleh pasar. Perusahaan pulp dan kertas di China,
Jepang, Jerman dan Amerika Serikat membutuhkan banyak investasi untuk mempertahankan
posisi produk di pasar internasional tersebut dan untuk mendukung pertumbuhan lebih lanjut
serta mempertahankan keunggulan-keunggulan atas produk tersebut agar dapat tetap bersaing
dengan produk kompetitor lainnya. Produk-produk di kategori Bintang ini dapat berubah
menjadi kategori Sapi perah (Cash Cows) apabila mereka tetap dapat mempertahankan
keberhasilan mereka hingga tingkat pertumbuhannya mengalami penurunan.
Kategori Cash Cows pada gambar 3.2 menunjukan bahwasannya posisi produk pulp
dan kertas di India, Indonesia dan Swedia merupakan pemimpin pasar, menghasilkan uang atau
pendapatan yang lebih banyak dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan oleh
perusahaannya. Posisi produk pulp dan kertas di India, Indonesia dan Swedia memiliki pangsa
pasar yang tinggi namun prospek pertumbuhan pasar kedepan akan sangat terbatas. Pendapatan
yang didapat pada tingkat Cash Cows ini biasanya digunakan sebagai pendanaan untuk
penelitian dan pengembangan produk-produk pulp dan kertas yang masih berada di
kategori Question Marks (Tanda Tanya). Posisi Industri pulp dan kertas di India, Indonesia dan
Swedia disarankan untuk tetap berinvestasi pada produk dalam kategori Cash Cows ini untuk
mempertahankan produktivitas dan kualitas atau dapat juga dijadikan pendapatan pasif bagi
perusahaan.
Kategori Question Marks pada gambar 3.2 menunjukan bahwasannya posisi produk
pulp dan kertas di Brazil dan Finland memiliki prospek pertumbuhan yang tinggi tetapi pangsa
pasarnya masih sangat rendah. Penghasilan (uang) yang didapat umumnya tidak sebanding
dengan biaya-biaya yang dikeluarkan (lebih banyak pengeluaran daripada pendapatan). Namun
karena prospek pertumbuhannya sangat pesat sehingga berpotensi untuk berubah
menjadi Stars atau Bintang. Industri Pulp dan kertas disarankan untuk tetap berinvestasi pada
produk pulp dan kertas yang berada dalam kategori Question Marks ini karena pertumbuhan
yang tinggi.
Tabel 3.15
Indikator-Indikator Daya Tarik Industri dan Kekuatan Bisnis
Regulasi
mana 1 menunjukkan daya tarik industri rendah dan kekuatan bisnis rendah atau 10 untuk daya
tarik industri dan kekuatan bisnis yang tinggi. Terakhir kami menghitung skor total. Skor total
adalah jumlah dari semua skor tertimbang untuk setiap negara yang dianalisis. Skor dihitung
dengan mengalikan bobot dan peringkat. Skor total memungkinkan untuk membandingkan
daya tarik industri dan kekuatan bisnis setiap negara eksportir produk kertas. Dasar penilaian
yang kami tetapkan adalah bersumber dari data statistik perkembangan jumlah ekspor kertas,
kapasitas produksi kertas masing-masing negara, dan pangsa pasar setiap negara.
Dengan semua evaluasi dan skor pada tabel, kami dapat merencanakan posisi setiap
negara pada matriks, yang ditunjukkan pada gambar berikut
Dari matriks tersebut, dapat dianalisis bahwa Amerika Serikat, Jerman dan China
menempati kotak “Investasi/Kembangkan”. Negara-negara ini merupakan negara-negara yang
layak mendapat dana investasi baik dari dalam maupun luar negeri pada industri kertas di
negara tersebut. Hal ini disebabkan investasi yang dilakukan pada negara negara ini akan
menjanjikan hasil tertinggi di masa depan. Negara-negara ini membutuhkan banyak dana
investasi pada industri kertas karena produk kertas mereka memiliki pangsa pasar yang besar
dan dana investasi tersebut dapat menumbuhkan pangsa pasar mereka. Selain itu, Amerika
Serikat dan China merupakan pasar utama (primary markets) yang menawarkan peluang
terbaik untuk pengembangan stratejik jangka panjang.
Negara-negara yang berada pada kotak hijau atau kotak Selective, yaitu Indonesia,
Finlandia, Brazil, Spanyol, Belanda, Italia, Austria, Inggris, Polandia, Perancis, Kanada,
merupakan pasar sekunder, yang mana peluang dapat diidentifikasi namun risiko politik atau
ekonomi dirasa telalu tinggi untuk membuat suatu komitmen jangka panjang yang tidak dapat
dibatalkan (long-term irrevocable commitments). Pasar ini akan ditangani dengan langkah
yang lebih pragmatis karena adanya risiko-risiko potensial. Sistem informasi pemasaran
produk kertas yang komprehensif akan dibutuhkan untuk pertimbangan investasi di negara-
negara dalam golongan ini. Investasi pada industri kertas di negara-negara ini dilakukan hanya
jika terdapat sisa investasi setelah investasi pada kotak invest/develop. Investasi pada industri
kertas di negara ini sering dianggap sebagai opsi terakhir karena terdapat banyak ketidakpastian
terkait regulasi, iklim usaha, kapasitas produksi dan kemampuan teknologi. Keunggulan
kompetitif pada golongan ini dapat meningkat jika pasar kunci (Amerika Serikat, China dan
Jerman) menunjukkan tren penurunan kapasitas produksi dan regulasi di negara tersebut
mendukung impor kertas dari negara-negara di golongan ini.
Industri kertas termasuk sebagai industri yang memberikan sumbangsih tinggi terhadap
pendapatan pemerintah melalui aktivitas ekspor impor yang dilakukan. Tercatat melalui data
yang dihimpun oleh BPS bahwasanya ekspor pulp, kertas dan papan kertas bergelombang
memiliki tren pertumbuhan yang positif. Namun, kertas budaya memiliki nilai yagn sebaliknya
dan memiliki tren negative dalam pertumbuhannya pada tahun 2017. Data tersebut dapat dilihat
pda tabel berikut:
Tabel 3.15
Perkembangan Komoditi Ekspor Industri Kertas dan Barang dari Kertas (US$ Juta)
Tahun Pertumbuhan
Dilansir data yang didapat dari APKI (Asosiasi Pulp & Kertas Indonesia) pada tahun
2107, nilai ekspor pulp di Indonesia sebesar USD 2,37 milyar dan kertas sebesar USD 3,46
milyar. Sedangkan nilai impor pulp di Indonesia sebesar USD 1,59 milyar dan kertas sebesar
USD 0,79 milyar. Nilai tersebut diprediksi dapat meningkat apabila melihat tren pasar terkait
industri kertas dan pulp secara global seperti yang tertera dalam tabel 3.8 berikut:
Tabel 3.16
Overview Tren Pasar Permintaan Kebutuhan Kertas di Dunia
Tissue Tissue
Graphic Mechanical
Papers
Newsprint
Woodfree
Carton Board
Containerboard
Keterangan:
Berdasarkan data tren pasar kertas selama tahun 2016-2021, kertas tissue dan kertas
untuk kemasan memiliki tren yang baik yakni CAGR (Compound Annual Growth Rate) diatas
2%. Pada data tersebut tertera pula sejumlah regional yang biasa menjadi tempat ekspor
industri kertas Indonesia. Amerika Latin masih menjadi suatu pasar yang sangat menarik
sepanjang 2016-2021 mengingat CAGR untuk tissue dan tiga produk dari kertas kemasan
LEMBAGA PENGEMBANGAN BISNIS DAN INKUBASI UNIVERSITAS AIRLANGGA |2018 57
ANALISIS RANTAI PASOK
KOMODITAS UNGGULAN EKSPOR DAERAH
KOMODITAS KERTAS DAN PULP
seperti Kraft paper. Cartonboard dan Containerboard berada diatas 2%. Sedangkan Eropa
Barat dapat dikatakan biasa saja karena tidak mengalami tren yang sangat positif mengingat di
setiap sektor tidak ada yang CAGR > 2 %. Walaupun tren pada regional ini dapat dikatakan
biasa saja, regional tersebut masih dapat menjadi salah satu tujuan ekspor pulp dan kertas dari
Indonesia.
Dari data tersebut juga dapat dilihat bahwasanya kertas grafis yang biasa digunakan
untuk majalah, koran mengalami penurunan/ jalan ditempat. Kemajuan teknologi masa kini
yang dapat membuat masyarakat mengakses beritadengan mudahnya melalui gadget memang
sangat mempengaruhi eksistensi dan kebutuhan terhadap kertas grafis ini. Selain infografis
ekspor ke berbagai regional tersebut, dapat dilihat tren volume dan nilai ekspor Kertas dan Pulp
ke beberapa negara tujuan seperti yang tertera pada tabel 1.2
Tabel 3.17
Volume dan Nilai Ekspor Pulp & Kertas 2012-2017
volume dari pada tahun sebelumnya , namun beranjak naik terus pada tahun 2106 hingga 2017.
Untuk volume ekspor kertas relatif stabil di tiap tahunnya dan mengalami kenaikan pada tahun
2017. Berbeda dengan volume ekspor, nilai ekspor kertas justru di tiap tahunnya mulai 2012-
2016 mengalami penurunan nilai dan dapat naik kembali pada tahun 2017. Untuk nilai ekspor
pulp sendiri di setiap tahunnya cenderung fluktuatif pada jangka waktu 2012-2016 dan
meningkat sangat signifikan pada 2017. Walaupun tren pasar kuat pada regional Amerika
Latin, tetapi kenyataanya negara tujuan ekspor lebih banyak ke regional Asia bahkan China
menduduki peringkat pertama dalam ekspor pulp dan jepang menduduki peringkat pertama
dalam ekspor kertas.
Industri kertas dan pulp Indonesia juga masih melakukan kegiatan impor terkait bahan
baku. Hal tersebut selain karena mekanisme pasar, terdapat beberapa alasan yang membuat
pelaku usaha pulp dan kertas di Indonesia masih melakukan impor. Dilansir dari narasumber
APKI, berikut beberapa alasan yang membuat industri kertas dan pulp Indonesia tetap
melakukan impor:
- Terdapat kayu jenis serat panjang yang tidak dapat tumbuh di Indonesia dan hanya
tumbuh di negara daerah skandinavia.
- Ketersediaan kertas bekas yang menjadi salah satu bahan baku belum dapat dipenuhi
oleh ketersediaan dalam negeri karena masih belum tercipta rantai pasok bahan baku
yang baik dari hulu hingga ke hilir.
Berbeda dengan ekspor, untuk impor lebih dikuasai oleh pulp daripada kertas. Tercatat
selama 2012-2107 volume dan nilai impor dari pulp berada jauh diatas volume dan nilai impor
kertas. Pada tahun 2015, volume impor pulp berada pada titik tertingginya, dan pada tahun
2016 berada pada titik terendah. Hal tersebut selaras dengan nilai impor pulp. Untuk volume
impor kertas relative stabil dan cenderung menurun, tetapi pada tahun 2017 mengalami
peningkatan yang tajam. Untuk nilai impor kertas sendiri cenderung lebih stabil. Data tersebut
dapat dilihat pada tabel 3.18 berikut.
Tabel 3.18
Volume dan Nilai Impor Pulp & Kertas 2012-2017
Untuk impor pulp sendiri negara Kanada masih menduduki peringkat tertinggi sebagai
negara asal impor terbesar. Hal tersebut terjadi karena di negara tersebut terdapat kayu serat
panjang yang jenisnya memang sangat dibutuhkan oleh industri kertas. Dan untuk impor kertas,
negara Singapore menjadi negara asal impor terbesar kertas sisa untuk bahan baku pembuatan
kertas. Secara geografis letak Singapore berdekatan dengan Indonesia sehingga dapat
mengurangi biaya kirim serta kedua negara tergabung dalam MEA sehingga lebih
mempermudah akses.
Untuk mendukung dan menjaga iklim ekspor impor industri pulp dan kertas baik dalam
bentuk produk sudah jadi maupun belum jadi, pemerintah telah menerapkan beberapa regulasi
yang dapat menjadi dasar peraturan bagi eksportir maupun importir dalam industri ini. Dalam
aktivitas ekspor dan impor industri kertas, banyak sekali regulasi yang mengatur jalannya
aktuvutas tersebut. Salah satu hal seperti impor produk kehutanan, hal tersebut diatur pada
sebuah peraturan kementerian perdagangan no 97 tahun 2015. Selain itu ada beberapa regulasi
tambahan terkait industri kertas dan pulp sebagai berikut
LEMBAGA PENGEMBANGAN BISNIS DAN INKUBASI UNIVERSITAS AIRLANGGA |2018 60
ANALISIS RANTAI PASOK
KOMODITAS UNGGULAN EKSPOR DAERAH
KOMODITAS KERTAS DAN PULP
• Regulasi ekspor
- Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 12 Tahun 2017 tentang Perubahan Atas Peraturan
Menteri Perdagangan Nomor 84 Tahun 2016 tentang Ketentuan Ekspor Produk Industri
Kehutanan: ekspor produk furnitur kayu wajib dilengkapi dengan Dokumen V-Legal
(sistem SVLK)
- Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 42 Tahun 2017 tentang Tata Cara Pemberian
Rekomendasi Ekspor Pulp Dan/Atau Kertas Berbahan Baku Kertas Bekas Dan/Atau Bukan
Kayu.
• Regulasi impor
- Peraturan Menteri Perdagangan No.97 Tahun 2015 Tentang Ketentuan Impor Produk
Kehutanan: impor produk kayu (bahan baku kayu, sampel furnitur kayu) harus dilengkapi
dengan dokumen rekomendasi dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
- Peraturan Menteri Perdagangan No. 31 Tahun 2016 tentang Ketentuan Impor Limbah Non
Bahan Berbahaya dan Beracun --> Impor Kertas Bekas
Dengan adanya regulasi tersebut, pemerintah dapat melakukan kontrol yang mudah
terhadapa pelaku industri ekspor impor pulp maupun kertas. Namun, bagi kalangan pengusaha
ada beberapa regulasi yang dapat dikatakan menghambat untuk urusan tersebut. Salah satu
regulasi yang dinilai dapat menghambat kelancaran proses perdagangan global ini adalah
dengan harus adanya dokumen V-Legal (SVLK). Terdapat pro kontra terkait regulasi tersebut
Dikutip dari wawancara dengan narasumber APKI, SVLK memiliki sebuah tujuan agar kayu
yang digunakan dalam produksi kertas dan pulp tidak berasal dari kayu illegal / curian. Untuk
mengurus SVLK terdapat 41 dokumen yang harus disiapkan oleh perusahaan sehingga dapat
memperoleh SVLK. Apabila perusahaan sudah memperoleh SVLK, maka apabila barang yang
di ekspor sudah sampai di negara tujuan, hanya dengan menunjukan SVLK barang-barang
tersbut tidak perlu di cek kembali.
Namun, yang menjadi titik keberatan oleh beberapa perusahaan ialah mereka
menganggap regulasi SVLK sendiri dibuat untuk memenuhi kebutuhan ekspor ke Eropa, bukan
ke seluruh negara secara global. Faktanya adalah, terdapat beberapa negara yang tidak
memerlukan SVLK. Seperti di China, SVLK masih belum mewakili berkas-berkas yang
dibutuhkan, sehingga lebih efisien bagi perusahaan untuk mengurus berkas-berkas yang
seperlunya saja. Dan dalam pembuatan SVLK, tentu perusahaan harus mengeluarkan biaya
tambahan diluar biaya produksi sehingga berpengaruh terhadap harga produk mereka sendiri
akan naik apabila mereka mengurus SVLK, sedangkan pasar global mencari harga yang murah.
Selain regulasi ekspor, terdapat regulasi terkait impor yang menyatakan tentang limbah
B3 dan non B3. Kertas sisa yang diimpor dari luar negeri masih dikategorikan sebagai kertas
limbah, sehingga memberikan pandangan buruk bahwasanya perusahaan dikatakan sedang
mengimpor limbah. Hal tersebut diharapkan dapat diubah dan mengkategorikan kertas sisa
yang diimpor dari luar negeri tergolong sebagai bahan baku atau kertas produksi. Hal tersebut
diharapkan untuk mengurangi pandangan negatif terhadap pelaku usaha kertas dan pulp
Indonesia.
Selain permasalahan ekspor impor dalam negeri, dalam pasar global industri kertas
dan pulp Indonesia mendapat tuduhan dari beberapa negara bahwasanya pelaku usaha kertas
dan pulp Indonesia sedang melakukan politik dumping sehingga dinilai dapat menguntungkan
negara sendiri karena membuat harga bahan baku di dalam negeri menjadi lebih murah. Hal
tersebut telah dijelaskan bahwasanya, di Indonesia sedniri terdapat regulasi bahwasanya pelaku
industri kehutanan tidak boleh mengekspor barang mentah, sehingga pelaku industri pulp dan
kertas minimal dapat mengekspor bubur kertas yang termasuk bahan setengah jadi. Namun,
penjelasan tersebut masih belum bisa diterima oleh beberapa negara sehingga apabila Indonesia
melakukan ekspor pulp dan kertas ke beberapa negara tersebut, Indonesia dikenakan biaya Anti
Dumping dan itu memberatkan bagi pelaku usaha.
Secara garis besar, peta permasalahan pada industri pulp dan kertas di Indonesia terkait
persaingan industri dan pasar global dapat dilihat pada gambar 3.2 berikut:
PETA PERMASALAHAN PEMBANGUNAN INDUSTRI HASIL HUTAN
Gambar 3.2
Peta Permasalaham Pembangunan Industri Hasil Hutan
Sumber: Kementerian Perindustrian
4.1 Kesimpulan
Rantai pasok industri pulp dan kertas Indonesia dimulai dari pengolahan bahan
baku yang berupa virgin pulp dan kertas bekas, yang didapatkan dari domestik dan
impor dari luar negeri. Kemudian, bahan baku tersebut diolah menjadi berbagai
macam produk olahan ketas. Pelaku yang terlibat dalam rantai pasok industri pulp
dan kertas Indonesia terdiri dari pemasok virgin pulp, pemasok kertas bekas,
perusahaan produsen pulp, perusahaan produsen kertas, distributor, dan eksportir
kertas.
Terdapat kesenjangan kapasitas dan kualitas ekspor produk pulp dan kertas
Indonesia di pasar global. Hal ini disebabkan ketidakmampuan industri pulp dan
kertas Indonesia dalam memenuhi kebutuhan pulp dan kertas di pasar global, karena
kapasitas produksi di perusahaan pulp dan kertas Indonesia masih terbatas.
Posisi ekspor pulp Indonesia menepati urutan kelima di dunia, ditahun 2017
market share ekspor produk pulp Indonesia sebesar 5,2 % dari keseluruhan kebutuhan
pulp dunia. Pada market share sebesar 5,2 % tersebut, Indonesia telah
memaksimalkan produktifitas hutan sebesar 83 % dari potensi hutan tanam industri
yang dimiliki oleh Indonesia. Oleh karena itu dapat kita simpulkan bahwa
keunggulan ekspor pulp diindonesia telah sampai pada titik maksimal dan cenderung
untuk stagnan pada titik market share ekspor pulp dunia sebesar 5,2 %.
Apabila ditinjau dari analisis Bsoton Consulting Group (BCG), produk pulp dan
kertas China, Jepang, Jerman, dan AS memiliki pangsa pasar yang dominan di pasar-
pasar yang besar di pasar global. Hal ini menandakan bahwa produk pulp dan kertas
negara tersebut merupakan produk yang diminati pasar. Produk pulp dan kertas
negara-negara tersebut menempati kategori bintang. Produk-produk di kategori ini
dapat berubah menjadi sapi perah apabila mereka tetap dapat mempertahankan
keberhasilan mereka hingga tingkat pertumbuhannya mengalami penurunan. Adapun
produk pulp dan kertas negara Indonesia, India dan Swedia menempati kategori sapi
perah. Pada kategori ini mereka menghasilkan pendapatan yang lebih banyak
daripada biaya yang dikeluarkan. Posisi produk pulp dan kertas negara Indonesia,
India dan Swedia memiliki pangsa pasar yang tinggi namun prospek pertumbuhan
pasar dimasa mendatang sangat terbatas hal ini disebabkan produk pulp dan kertas
negara-negara tersebut harus bersaing dengan negara-negara di posisi bintang.
Produk pulp dan kertas di kategori sapi perah ini perlu mendapat dana investasi untuk
meningkatkan kualitas produk pulp dan kertas di negara tersebut. Negara Brazil dan
Finlandia menempati kategori tanda tanya. Pada kategori ini, produk pulp dan kertas
di negara tersebut memiliki propek pertumbuhan yang tinggi namun pangsa pasarnya
sangat rendah. Hal ini disebabkan pendapatan yang didapat tidak sebanding dengan
biaya yang dikeluarkan. Akan tetapi, karena prospek pertumbuhannya yang sangat
pesat, produk pulp dan kertas negara ini mempunyai potensi untuk berubah menjadi
posisi bintang atau menjadi pemimpin pasar.
Apabila ditinjau dari Analysis General Electric- Mc Kinsey, negara AS, Jerman
dan China menepati aktegori “investasi/kembangkan” pada kategori ini, industri
kertas di negara-negara tersebut layak mendapatkan dana investasi baik dari dalam
maupun luar negeri. Hal ini disebabkan negara-negara tersebut membutuhkan banyak
dana investasi pada industri kertas mereka karena produk kertas mereka memiliki
pangsa pasar yang besar dan dana investasi tersebut dapat menumbuhkan pangsa-
pangsa pasar mereka. Adapun negara-negara yang berada pada kategori selektif,
antara lain Indonesia, Finlandia, Brazil, Spanyol, Belanda, Austria, Inggris, Kanada,
Prancis dan Polandia merupakan asar sekunder produk kertas dunia, yang mana
peluang pasar ini memerlukan berbagai pertimbangan sebelum melakukan investasi
di negara-negara golongan selektif.
Untuk mendukung dan menjaga iklim ekspor-impor industri pulp dan kertas,
pemerintah Indonesia telah menetapkan regulasi yang dapat menjadi landasan hukum
bagi eksprotir maupun importir. Salah satunya eraturan kementerian perdagangan
nomor 97 tahun 2015 yang mengatur impor produk kehutanan. Pemerintah telah
menerapkan regulasi bahan baku industri pulp sebagaimana yang diatur dalam
peraturan pemeritnah no 6 tahun 2007 tentang tata hutan dan penyusunan rencana
pengelolaan serta penataan hutan.
4.2 Rekomendasi
Salah satu regulasi ekspor yang ditetapkan oleh pemerintah Indonesia untuk
mendukung perdagangan internasional kategori industri pulp dan kertas ke eropa
adalah Sertfikat Verifikasi Legalitas Kertas (SVLK). Adanya sertifikat tersebut
dapat memudahkan proses ekspor Indonesia ke Eropa. Akan tetapi yang perlu untuk
dikaji ulang adalah kemampuan ekspor Indonesia ke Eropa memiliki potensi yang
lebih kecil di bandingkan potensi ekspor Indonesia ke negara negara Asia.
Sedangkan biaya sertifikasi SVLK tidaklah sedikit, dan hal tersebut memberatkan
perusahaan pelaku industri kertas. Oleh karena itu suatu kebijakan harus dikaji
secara keseluruhan dari hulu hingga hilir.
Berdasarakan analisa EPD yang telah kami lakukan menunjukan bahwa potensi
ekspor yang dimiliki oleh industri kertas di Indonesia memiliki kategori rising star
untuk ekspor rata rata ke negara negara Asia. Kategori rising star ini
mengindikasikan bahwa keunggulan dari industri kertas Indonesia baik berupa
kualitas maupun harga dapat diterima sacara baik oleh pasar internasional kawasan
asia. Oleh karena itu perlunya keebijakan yang harus dibentuk untuk menguatkan
posisi ekpor kertas di kawasan asia tersebut.
Tingginya angka impor kertas bekas untuk bahan baku kertas kelas 2 di
indonesia menyebabkan tidak efisiennya rantai pasok yang terjadi di industri kertas.
hal tersebut dilatar belakangi oleh pengetahuan masyarakat terkait nilai dari kertas
bekas itu sendiri. oleh karena itu, untuk dapat memenuhi kebutuhan kertas bekas
dalam negeri, pemerintah selayaknya melakukan edukasi kepada masyarakat serta
membentuk kebiasaan baru terkait pentingnya pengumpulan kertas recycle.
DAFTAR PUSTAKA
Aini H. 2013. Analisis Risiko rantai Pasok Kakao di Indonesia dengan Metode
Analytic Network Process dan Failure Mode Effect Analysis Terintegrasi. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor
Badan Pusat Statistik, Analisa Komoditi Ekspor, 2010-2017, Sektor Pertanian, Industri dan
Pertambangan; Publikasi Badan Pusat Statistik Indonesia, 2017.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2008. Analisis Dampak Tabel Input-Output (I-O). Jakarta (ID)
Carlsson D, et al. 2006. Supply Chain Management In The Pulp And Paper Industry. Canada.
Chopra S, Meindl P. 2007. Supply Chain Management: Strategy, Planning, & Operations. 3rd
ed. New Jersey (US): Pearson Education.
Danielsen F, Beukema H, Burgess ND, Parish F, Bruehl CA, Donald PF, Phalan B, Reijnders
L, Strubig M, & Fitzherbert EB. 2008. Biofuel plantations on forested lands: Double
Jeopardy For Biodiversity And Climate. Conservation Biology, 23(2): 348–358.
Doi:/10.1111/j.1523-1739.2008.01096.x
Fadillah A, Yusalina. 2011. Analisis Daya Saing Komoditas Unggulan Perikanan Tangkap
Kabupaten Sukabumi. Jurnal Forum Agribisnis. Vol 1 No 1 (Maret)
Global Value Chain Development Report 2017. Measuring And Analyzing The Impact Of
GVCs On Economics Development. 2017. International Bank for Reconstruction and
Development. The World Bank.
Handfield, R. B., & Nichols, E. L. Jr. (1998). An Introduction To Supply Chain Management.
Upper saddle river, NJ: Prentice Hall
Kementrian Perdagangan. Tekstil dan Produk Kreatif Indonesia. Diunduh pada 11/07/2018 di
http://djpen.kemendag.go.id
Linton J D, Klassen R, & Jayaraman V. 2007. Sustainable supply chains: An introduction.
Journal of Operations Management (25): 1075-1082.
Porter M E. 1990. The Competitive Advantage of Nations. London (UK): Harvard Business
Review
Saaty T L. 2005. Theory and Applications of the Analytic Network Process. Pittsburgh (US):
RWS Publications
www.indonesiaeximbank.go.id