Anda di halaman 1dari 72

Mata Kuliah :

Keperawatan Medikal Bedah II

PEMERIKSAAN FISIK
GANGGUAN
SISTEM PERSYARAFAN
TANDA VITAL
 Pada cedera medula spinalis  trias klasik 
hipotensi, bradikardia, hipotermia (hilangya fungsi
sistem saraf simpatis)
 Perubahan TTV  dapat menyertai tahap akhir
peningkatan TIK
 Respons Cushing  peningkatan TD Sistolik,
tekanan andi meningkat, bradikardia
 Frekuensi dan irama pernapasan terganggu 
peningkatan TIK di batang otak
STATUS MENTAL

 Pemeriksaan terhadap ;
 Tingkat kesadaran
 Orientasi
 Memori
 Suasana hati dan afek
 Perfoma intelektual
 Pengambilan keputusan dan daya tilik diri
 Bahasa dan komunikasi
Tingkat kesadaran

 Alert : Composmentis / kesadaran penuh


– Berespon secara tepat terhadap stimulus minimal,
– tanpa stimuli individu terjaga dan sadar terhadap diri dan
lingkungan.
 Lethargic
– Seperti tertidur jika tidak di stimuli, tampak seperti
enggan bicara.
– Dengan sentuhan ringan, verbal, stimulus minimal,
mungkin dapat berespon dengan cepat.
– Dengan pertanyaan kompleks akan tampak bingung.
Tingkat kesadaran
 Obtuned
– Klien memerlukan rangsangan yang lebih besar agar
dapat memberikan respon misalnya rangsangan sakit,
respon verbal dan kalimat membingungkan.
 Stuporus
– Klien dengan rangsang kuat tidak akan memberikan
rangsang verbal.
– Pergerakan tidak berarti berhubungan dengan stimulus.
 Koma
– Tidak dapat memberikan respon walaupun dengan
stimulus maksimal, tanda vital mungkin tidak stabil
Glasgow Coma Scale (GCS) :
 Didasarkan pada respon dari membuka mata (eye open
= E), respon motorik (motorik response = M), dan
respon verbal (verbal response = V).
 Dimana masing-masing mempunyai “scoring” tertentu
mulai dari yang paling baik (normal) sampai yang paling
jelek. Jumlah “total scoring” paling jelek adalah 3 (tiga)
sedangkan paling baik (normal) adalah 15.
 Score 3-4 : vegetatif (hanya organ otonom yg bekerja)
<7 : koma
> 11 : moderate disability
15 : composmentis
RESPON SCORING
1. Membuka Mata = Eye open (E)
 Spontan membuka mata 4
 Terhadap suara membuka mata 3
 Terhadap nyeri membuka mata 2
 Tidak ada respon 1
2. Motorik = Motoric response (M)
 Menurut perintah 6
 Dapat melokalisir rangsangan sensorik di kulit (raba) 5
 Menolak rangsangan nyeri pada anggota gerak 4
 Menjauhi rangsangan nyeri (fleksi abnormal)/postur 3
dekortikasi
 Ekstensi abnormal/postur deserebrasi 2
 Tidak ada respon 1
3. Verbal = Verbal response (V)
 Berorientasi baik 5
 Bingung 4
 Kata-kata respon tidak tepat 3
 Respon suara tidak bermakna 2
 Tidak ada respon 1
Orientasi

 Tanyakan tentang tahun, musim, tanggal,


hari dan bulan.
 Tanyakan “kita ada dimana” seperti :
nama rumah sakit yang ia tempati,
negara, kota, asal daerah, dan alamat
rumah
Memori

 Perlihatkan3 benda yang berbeda dan


sebutkan nama benda-benda tersebut
masing-masing dalam waktu 1 detik.
 Kemudian suruh orang coba untuk
mengulang nama-nama benda yang
sudah diperlihatkan
Suasana hati dan afek

 Ekspresi wajah dapat menunjukan emosi,


seperti ;
– Cemas
– Curiga
– Depresi
 Apakah afek klien sesuai situasi?
Perfoma intelektual

 Perfoma intelektual
– Sumber pengetahuan
– Kemampuan berhitung
 Mintaklien mengidentifikasi orang yang
dikenal, tempat, atau peristiwa tertentu
Pengambilan keputusan dan daya
tilik diri
 Termasuk 
– Penalaran
– Pemikiran abstrak
– Memecahkan masalah
– Persepsi terhadap situasi
 Dengarkan bagaimana klien menjawab pertanyaan
 Dapat berkonsentrasi, tetap fokus, atau mudah
mengalami distraksi
Bahasa dan Komunikasi
 Afasia motorik,  lesi di area Broca, klien tidak mampu
menyatakan pikiran dengan kata-kata, namun mengerti bahasa
verbal dan visual serta dapat melaksanakan sesuatu sesuai
perintah.
 Afasia sensorik / perseptif,  lesi pada area Wernicke, ditandai
dengan hilangnya kemampuan untuk mengerti bahasa verbal dan
visual tapi memiliki kemampuan secara aktif mengucapkan kata-
kata dan menuliskannya. Apa yang diucapkan dan ditulis tidal
mempunyai arti apa-apa.
 Disatria  gangguan pengucapan kata-kata secara jelas dan
tegas karena lesi pada upper motor neuron (UMN) lateral bersifat
ringan dan lesi UMN bilateral bersifat berat
Inspeksi
 Kepala; ukuran, bentuk, kontur dan kesimetrisan
 Temuan 
– ekimosis sekitar mata atau telinga
– Ekimosis periorbital
– Ekimosis prosesus mastoideus belakang telinga (tanda
Battle)
– Cairan dari telinga (darah, CSS, atau keduanya)
– Keluar cairan serebrospinal dari lubang hidung
– Lipan kulit, lipoma, bercak berambut
Palpasi

 Pada tulang tengkorak  nodul/massa,


menonjol atau berlekuk (abnormal)
 Otot leher  massa atau area dengan rasa
nyeri
 Kaku kuduk  manisfestasi iritasi meningeal
 Tulang belakang  deviasi
 Otot paravertebrae  massa, spasme
Perkusi

 Perkusi lembut pada prosesus spinosus 


tanda-tanda nyeri (abnormal)
Auskultasi
 Pembuluh darah leher/lain  bruit (terjadi
karena aliran turbulen dan biasanya
merupakan manifestasi penyakit
arterosklerosis)
SARAF KRANIAL

 Saraf kranial III s.d XII (berawal dari batang


otak)  mengkaji fungsi saraf ini memberikan
informasi ttg batang otak dan jaras terkait
 Tiga refleks melibatkan saraf kranial  refleks
protektif (refleks kornea, muntah & batuk)
 Hilangknya respons normal 
– Kegagalan menerima stimulus (input)
– Kegagalan untuk berespons dengan tepat (output)
– Kombinasi kegagalan input & output
Saraf kranial I (Olfaktorius)

 Persiapan :
– Pasien hrs sadar & kooperatif
– Bahan :kopi,teh,tembakau,jeruk
pepperminth,kamper,aq.rosarum
 Pemeriksaan :
1. Inspeksi
Periksakedua lubang hidung
yakinkan jalan pernafasan & mukosa baik
2. Inspeksi
– Pasien diberitahu bahwa daya
penciumannya hendak diperiksa.

– Tutup mata pasien.


– Pasien mengidenfikasi apa yang
tercium olehnya bila suatu zat di
dekatkan pada lubang hidungnya.
 Interpretasi :
– Normal Hiperosmia
– Anosmia Parosmia
– Hiposmia Kakosmia
– Halusinasi olfactorik baik
Saraf Kranial II (Optikus)

1. Pemeriksaan tajam pengelihatan.


2. Pemeriksaan pengenalan warna.
3. Pemeriksaan medan (lapangan)
pengelihatan.
4. Pemeriksaan fundus (funduskopi).
Pemeriksaan dan interpretasi tajam
penglihatan
 Persiapan : Yakinkan tdk ada ggn visus ok penyakit mata.
Tabel Snellen
– Pasien berdiri 6 m dari kartu snellen.
– Mata kiri ditutup dengan tangan kiri
dan visus mata kanan diperiksa.
– Dengan mata kanannya membaca
huruf-huruf dalam tabel snellen.
– Begitu jg sebaliknya u/ mata kiri.
 Interpretasi
– Visus normal : 6/6
x  jarak penderita dg snellen
y jarak,dimana org normal dpt melihat
tulisan dlm snellen
Jari-jari tangan
 Visus pasien menurun →< 6/6,visus diperiksa dengan
menghitung jari-jari.
 Pasien memberitahukan berapa jari pemeriksa yang
diperlihatkan kepadanya.
 Jika sejauh 6 m,tidak dilihat, jarak diperpendek sampai
dapat dilihat.
 Interpretasi
– Normal:menghitung jari tangan jarak 6 m,
– jika hanya dpt menghitung jari-jari tangan dr jarak 5 m→ visus:
5/6
Pemeriksaan & Interpretasi
pengenalan warna

 Pemeriksaan
– Menggunakan kartu test istihara dan stiling / benang
wol berwarna.
– Pasien membaca angka berwarna dlm kartu istihara
atau stiling
– Mengambil wol yang berwarna sesuai perintah.
 Interpretasi
– Normal
– Buta Warna
Pemeriksaan & Interpretasi
medan pengelihatan

 Tanpa alat  Test konfrontasi.


 Persiapan :
– Pasien harus kooperatif.
– Pasien diberi penjelasan test yang akan dilakukan.
 Interpretasi
– Normal
– Menyempit
Pemeriksaan Funduskopi

 Pemeriksa memegang oftalmaskop dengan


tangan kanan.
 Tangan kiri pemeriksa memfiksasi dahi ps/.
 Pemeriksa menyandarkan dahinya pd darsum
manus tangan kiri yang memegang dahi ps/.
 Mata kanan ps/ diperiksa dg mata kanan
pemeriksa,begitu sebaliknya.
 Pemeriksa menilai retina & papil nervi optisi
Interpretasi Funduskopi

1. Gambaran retina, Normal :


– Latar belakang :merah keoranye-oranyean
– Papil nervi optisi : lebih muda
– Pembuluh darah berpangkal pd pusat papil memancarkan
cabang-cabangnya ke seluruh retina
– Arteri berwarna jernih & vena berwarna merah tua.
– Reflek sinar hanya tampak pd arteri
– Vena berukuran lebih besar & tampak berkelak-kelok
dibandingkan arteri
– Tampak pulsasi pada pangkal vena besar (di papil) dan
penekanan bola mata → pulsasi lebih jelas
2.Gambaran Nervi Optisi, Normal :
– bentuk lonjong, warna jingga muda, bagian temporal
sedikit pucat, batas tegas, bagian nasal

agak kabur, fisiologik cupping, vena:arteri 3 : 2

Gambaran Nervi Optisi, Abnormal :


– Papil edema : papil hiperemis, batas papil kabur,
cupping menghilang
– Papil Atropi Primer : papil pucat, batas tegas,
cupping (+)
– Papil Atropi Sekunder: papil pucat,batas tidak tegas
cupping (-)
Saraf Kranial III, IV & VI (Okulomotorius,
Troklearis, Abdusens)

 Pemeriksaan nervi III,IV,VI:


1.Inspeksi saat istirahat :
– Kedudukan bola mata
– Observasi celah kelopak mata
2.Inspeksi saat bergerak :
– Observasi gerakan mata sesuai perintah
3.Pemeriksaan fungsi & reaksi pupil
1.Inspeksi saat istirahat

a.Kedudukan bola mata


Pemeriksaan
– Kedudukan mata kiri dan kanan semetris/tidak
– Strabismus, deviasio conjugee, krisis akulogirik
– Eksoptalmus / endoftalmus
Interpretasi
– Normal : Kedudukan bola mata simetris
– Kelainan : Stabismus, deviatio conjugee, krisis,
okulogirik, eksoptalmus /endoftalmus
B.Observasi celah kelopak mata
Pemeriksaan :

– Penderita memandang lurus kedepan


– Perhatikan kedudukan kelopak mata thd pupil & iris.

Interpretasi
– Normal : simetris kanan-kiri
– Kelainan : Celah kelopak mata menyempit 
Ptosis, Enoftalmus & blefarospasmus
– Kelainan : Celah kelopak mata melebar 
Eksoftalmus & proptosis
2. Pemeriksaan gerakan bola mata

 Penilaian gerakan monokular


 Penilaian gerakan kedua bola mata atas
perintah
 Penilaian gerakan bola mata mengikuti
obyek bergerak
 Pemeriksaan gerakan konjungata
reflektorik (doll’s eye movement)
Interpretasi gerakan bola mata
Normal :
– Gerakan konjungata
– Gerakan diskonjungat/
– gerakan konversion
– Dolls eye movement (+)

Kelainan :
– Tanda parinaud (+)  (paralisis lirikan ketas)
– Stabismus
– Gerakan okulogirik
– Diplopia
– Gangguan gerakan bola mata kesamping
– Gangguan gerakan bola mata adduksi, kebawah
3.Pemeriksaan & Interpretasi
Pupil-Reaksi pupil

Pemeriksaan :
 Observasi bentuk, ukuran pupil & posisi pupil
 Perbandingan pupil kanan dan kiri
 Pemeriksaan reflek pupil
Interpretasi

Normal :
– Bentuk pupil : bulat reguler
– Ukuran pupil : 2 mm – 5 mm
– Posisi pupil : ditengah-tengah
– Isokor
– Reflek cahaya langsung (+)
– Reflek cahaya konsensuil (+)
– Reflek akomodasi/konvergensi (+)
Kelainan :
– Pintpoin pupil
– Bentuk ireguler
– Anisokor dengan kelainan reflek cahaya
Saraf Kranial V (Trigeminus)

Pemeriksaan:
1. Fungsi motorik N. Trigeminus
– Pasien menggigit giginya sekuat-kuatnya,
– palpasi m.maseter & temporalis
– Pasien membuka mulutnya, perhatikan deviasi
rahang bawah (m.pterigoideus lateralis)
– Tongue spatel digigit bergantian, bandingkan
bekas gigitan( M.Pterigoideus Medialis)
Normal:
– Kontraksi m.masseter & m.temporalis simetris
– Rahang bawah berada ditengah tengah

– Kekuatan gigitan kayu tong spatel, sama dalam


pada gigitan kanan dan kiri
Kelainan :
– Kontraksi m.masseter & m.temporalis kanan dan
kiri (-) / melemah.
– Deviasi rahang bawah saat membuka mulut ke
sisi m.pterigoideus lateralis yg lumpuh.
– Bekas gigitan pada sisi m.pterigoideus medialis
yang lumpuh lebih dangkal.
2.Fungsi Sensorik N.Trigeminus

Interpretasi :
 Normal : gangguan sensibilitas(-)
 Kelainan :
– Analgesi : tidak merasakan rangsang nyeri
– Termanestesi : tidak merasakan rangsangan
suhu
– Anestesi : tidak merasakan rangsangan raba
Saraf Kranial VII (Fasialis)

Pemeriksaan:
1. Pemeriksaan & Interpretasi fungsi motorik
a. Observasi otot wajah dlm keadaan istirahat
b.Observasi otot wajah saat digerakkan
2.Pemeriksaan fungsi Pengecapan
Persiapan :
– larutan garam (rasa asin), gula (rasa manis), kinine
(rasa pahit), cuka (rasa asam)

Pemeriksaan:
– Mintalah ps/ utk menjulurkan lidahnya
– Bersihkan lidah sblm pemeriksaan
– Berilah rangsangan pd indera pengecapnya 2/3
bg.depan

Interpretasi :
 Ageusia Pargeusia
 Hipoageusia Hemiageusia
3. Pemeriksaan fungsi parasimpatis
Pemeriksaan :

– Inspeksi lakrimasi & sekresi kelenjar ludah


– Gunakan kertas lakmus u/ memeriksa sekresi gl.
Lakrimasi, gl. submaxilaris & gl. Sublingualis

Interpretasi :
– Normal : Lakrimasi dan sekresi glandula
submasilaris dan sublingualis baik
– Kelainan : Hiperlakrimasi dan Hiposekresi
gl.submaxilaris dan sublingualis
Saraf Kranial VIII (Kokhlearis dan N.
Vestibularis)

A. Kokhelaris ( Akustikus)
1.Suara Bisik
2.Uji garputala
a. Rinne
 Interpretasi :
 Rinne (+)

 Rinne (-)
b. Schwabach
− Getarkan garputala,tempelkan pd proc.mastoideus penderita
− Jika suara garputala tdk di dengar lg oleh penderita,pindahkan
ke proc.mastoideus pemeriksa.
Interpretasi :
– Schwabach normal
– Schwabach memendek
3. Weber
 Pemeriksaan :
– Getarkan garputala dan tempatkan diatas calvaria
penderita.

– Tanyakan kpd penderita ke telinga mana suara


garputala terdengar lebih keras.
 Interpretasi :
4. Bing
 Pemeriksaan :

– Getarkan garputala dan tempatkan pd calvaria penderita.


– Sumbatlah salah satu lubang telinga penderita.
– Tanyakan kearah telinga mana terdengar suara garputala lebih keras.

 Interpretasi :
– Bing + : lateralisasi ke telinga yg disumbat
– Bing - : tidak ada lateralisasi
Saraf Kranial IX dan X
(Glosofaringeus & Vagus)

1. Pemeriksaan Fungsi Motorik


a. INSPEKSI LENGKUNG LANGIT-LANGIT
 Mintapenderita membuka mulut & suruh ucapkan
“Ah,Ah”
 Perhatikan lengkung langit-langit dan posisi uvula
 Interpretasi :
– Normal : Simetris lengkung langit-langit
– Kelainan : Lengkung langit-langit yg sehat bergerak
keatas
– Lengkung langit-langit yg lumpu tertinggal.

b. Pemeriksaan fungsi menelan


– Minta penderita minum air
– Perhatikan mampu minum air atau air masuk ke
hidung
 Interpretasi:
– Normal : mampu minum air dg baik.
– Kelainan : air akan masuk ke hidung pd lesi n.IX
bilateral
c. Pemeriksaan Fonasi suara
– Minta penderita mengucapkan “ a.a.a.a.a.”

 Interpretasi :
– Normal
– Ggn fonasi suara “sangau”

2. Pemeriksaan fungsi parasimpatis


– Inspeksi sekresi kelenjar ludah
 Interpretasi :
– Normal
– Kelainan : sekresi kelenjar ludah tidak ada
3. Pemeriksaan Fungsi Sensorik
a. Refleks muntah

– Sentuh bagian atas faring/palatum molle


 Interpretasi :
Replek muntah +/ -
b. Pemeriksaan Fungsi pengecapan
– Minta pasien menjulurkan lidahnya.

– Bersihkan lidah penderita pd 1/3 bagian


belakang.
– Berilah rangsangan pengecapan pd lidah
1/3 belakang.

 Interpretasi :
– Ageusia Hipoageusia
– Parageusia Hemiageusia
Saraf Kranial XI (Aksesorius)

1. Pemeriksaan Fungsi M.Sterno Kleidomastodius


– Pasien memutar kepala ke sisi yg sehat.
– Pemeriksa meraba M.sterno kleidomastoideus sisi
kontralateral.

 Interpretasi :
– Normal : ada kontraksi otot
– Kelainan : tidak ada kontkaksi otot
Saraf Kranial XII (Hipoglosus)

 Pemeriksaan:
– Inspeksi lidah saat istirahat
– Inspeksi lidah saat dijulurkan
– Pemeriksaan artikulasi kata “ ular loreng lari, lurus
dilorong”
 Interpretasi :
– Normal : tidak ada deviasi
– Kelainan : ada deviasi +
2. Pemeriksaan Fungsi M.Trapezius
– Saat Istirahat
– Saat bahu digerakkan

 Interpretasi :
– Normal : simetris
– Kelainan :
 Asimetris
 kelemahan pd bahu yg sakit
SISTEM MOTORIK

 Massa/ukuran Otot  inspeksi semua


kelompok bilateral  simeteris, hipertrofi, atrofi
 Kekuaan Otot  kekuatan otot pada skala 5
untuk setiap ekstremitas
0 = tidak ada kontraksi sama sekali.
1 = gerakan kontraksi.
2 =kemampuan untuk bergerak, tetapi tidak kuat kalau
melawan tahanan atau gravitasi.
3 = cukup kuat untuk mengatasi gravitasi.
4 = cukup kuat tetapi bukan kekuatan penuh.
5 = kekuatan kontraksi yang penuh
 Tonus Otot
– Tonus otot menurun (hipotonik)  otot menjadi
lunak, lembek atau flaksid

– Tonus otot meningkat (hipertonik)  otot menjadi


resisten dengan gerakan, rigid, atau spastik
– Abnormalitas postur fleksi atau ekstensi
 Koordinasi Otot
– Pemeriksaan gerakan bergantian secara cepat
– Manuver titik ke titik
– Mempertahankan keseimbangan badan dan posisi
kepala
 Kelainan koordinasi  mengindikasikan lesi serebelum
atau kolumna vertebralis
Karakteristik disfungsi serebelum yang
khas yaitu :

 Ataksia
 Tremor intensional (tremor saat mendekati objek)
 Nistagmus
 Dismetria okular (ketidakmampuan melitik mata
pada objek)
 Disdiadokokinesis (menahan satu impuls motorik
dan menggantikan pada sisi yang berlawanan)
 Gaya berjalan dan sikap tubuh
– Dengan meminta pasien  berdiri tegak, berjalan,
dan berjalan tandem

 Gerakan
– Fasikulasi  reaksi involunter pada saat sedang
istirahat (motorik halus)
– Gerakan motorik kasar  akinesis, atetosis,
balismus, bradikinesia, distonia, mioklonus,
spasme, tiks, tromor
– Nyeri, kontraktur sendi, tahanan otot
– Ketidakmampuan melakukan gerakan yang
diperintahkan walaupun tidak terdapat kelemahan
atau paralisis  apraksia
Pemerikasaan motorik pasien yang tidak sadar 
dengan stimulus nyeri dan respon motorik GCS

 Respons terhadap stimulus nyeri


– Lokalisasi  meraih sumber stimulus dan mencoba
mendorong pemeriksa
– Fleksi menarik diri  bergerak tanpa tujuan dan dapat
menunjukkan gerakan yang minimal, menyeringai,
mengerinyit.
– Fleksi abnormal (postur dekortikasi)  fleksi, adduksi, dan
rotasi dalam pergelangan tangan dan lengan pada dada dan
ekstensi tungkai secara rigid
– Eksternal abnorma (postur deserebrasi)  ekstensi dan
pronasi lengan saat tungkai ekstensi rigid
– Tanpa respons  tidak respons terhadap nyeri
FUNGSI SENSORIK

 Pemeriksaan rabaan, nyeri, getar, posisi dan


diskriminasi
 Sensasi superfisial
– Nyeri superfisial  stimulus ujung tajam dan tumpul
– Rabaan ringan  kapas
– Rasa suhu  air hangat dan air dingin
 Sensasi mekanis
– Sensasi getar  garpu tala
– Posisi (propriosepsi)  pakai jari pasien
 Diskriminasi

– Stereognosis (ketajaman bentuk dan


konfigurasi objek yang terasa)  tiga benda
kecil (familier)
– Grafestesia (pengenalan bentuk dan
konfigurasi simbol tertulis)  goreskan
huruf/angka tertentu pada telapak tangan
pasien dgn ujung tumpul pena
– Stimulus dua titik simultan (diskriminasi dua
titik) secara simultan  tusuk kulit dengan
dua ujung jarum dengan jarak bervariasi
Abnormalitas sensasi
 Disestesia  terlokasi baik, sensasi iritasi seperti
hangat, dingin, gatal, menggelitik, merayap, menusuk,
dan rasa geli
 Parestesia  distorsi stimulus sensorik (raba halus
dapat dirasakan sebagai sensasi nyeri atau terbakar)
 Anastesia  hilangnya sensasi raba
 Hipoestesia  pengurangan sensasi raba
 Hiperestesia  persepsi berlebih yang
abnormal/patologis terhadap raba
Abnormalitas sensasi

 Analgesia  hilangnya sensasi nyeri


 Hiperalgesia  pengurangan sensasi nyeri
 Hiperalgesia  peningkatan sensasi nyeri
 Agrafestesis  ketidakmampuan
mengidentifikasi simbol yang digoreskan pada
telapak tangan saat mata ditutup
 Astereognesis  kehilangan sensasi
deskriminasi tiga dimensi
REFLEKS

 Refleks superfisial (kutaneus) 


– dengan rangsangan pada kulit atau membran
mukosa
– Pada abdomen, telapak kaki, kornea, faringeal,
kremasterika, anal
 Refleks tendon dalam (regangan otot) 
– refleks karena kontraksi otot, dihasilkan dari pukulan
tajam pada tendon otot dengan ayunan palu refleks
(tiba-tiba dan pendek)
– Pada bisep, trisep, brakhioradialis, patela, achiles
Pemeriksaan aktifitas refleks dengan ketukan
pada tendon menggunakan refleks hammer.
Skala untuk peringkat refleks yaitu :

0 = tidak ada respon


1 = hypoactive/penurunan respon,
kelemahan ( + )
2 = normal ( ++ )
3 = lebih cepat dari rata-rata,
tidak perlu dianggap abnormal ( +++ )
4 = hyperaktif, dengan klonus ( ++++)
 Refleks patella
– Pasien berbaring terlentang, lutut diangkat ke atas sampai fleksi
kurang lebih 300. Tendon patella (ditengah-tengah patella dan
tuberositas tibiae) dipukul dengan refleks hammer.

– Respon berupa kontraksi otot quadriceps femoris yaitu ekstensi
dari lutut.
 Refleks biceps
– Lengan difleksikan terhadap siku dengan sudut 900 , supinasi
dan lengan bawah ditopang pada alas tertentu (meja periksa).
Jari pemeriksa ditempatkan pada tendon m. biceps (diatas
lipatan siku), kemudian dipukul dengan refleks hammer.
– Normal jika timbul kontraksi otot biceps, sedikit meningkat bila
terjadi fleksi sebagian dan gerakan pronasi. Bila hyperaktif
maka akan terjadi penyebaran gerakan fleksi pada lengan dan
jari-jari atau sendi bahu.
 Refleks triceps
– Lengan ditopang dan difleksikan pada sudut 90 0 ,tendon triceps diketok dengan
refleks hammer (tendon triceps berada pada jarak 1-2 cm diatas olekranon).

– Respon yang normal adalah kontraksi otot triceps, sedikit meningkat bila
ekstensi ringan dan hyperaktif bila ekstensi siku tersebut menyebar keatas
sampai otot-otot bahu atau mungkin ada klonus yang sementara.
 Refleks achilles
– Posisi kaki adalah dorsofleksi, untuk memudahkan pemeriksaan refleks ini kaki
yang diperiksa bisa diletakkan / disilangkan diatas tungkai bawah kontralateral.
– Tendon achilles dipukul dengan refleks hammer, respon normal berupa gerakan
plantar fleksi kaki.
 Refleks abdominal
– Dilakukan dengan menggores abdomen diatas dan
dibawah umbilikus. Kalau digores seperti itu,

umbilikus akan bergerak keatas dan kearah daerah


yang digores
 Refleks Babinski
– Merupakan refleks yang paling penting . Ia hanya
dijumpai pada penyakit traktus kortikospinal. Untuk
melakukan test ini, goreslah kuat-kuat bagian lateral
telapak kaki dari tumit kearah jari kelingking dan
kemudian melintasi bagian jantung kaki.
– Respon Babinski timbul jika ibu jari kaki melakukan
dorsifleksi dan jari-jari lainnya tersebar. Respon yang
normal adalah fleksi plantar semua jari kaki
Pemeriksaan khusus sistem persarafan

 Kaku kuduk
– Bila leher ditekuk secara pasif terdapat tahanan,
sehingga dagu tidak dapat menempel pada dada 
kaku kuduk positif (+).
 Tanda Brudzinski I
– Letakkan satu tangan pemeriksa dibawah kepala klien
dan tangan lain didada klien untuk mencegah badan tidak
terangkat.
– Kemudian kepala klien difleksikan kedada secara pasif.
 Brudzinski I positif (+) bila kedua tungkai bawah akan
fleksi pada sendi panggul dan sendi lutut.
 Tanda Brudzinski II
– Tanda Brudzinski II positif (+) bila fleksi tungkai klien pada
sendi panggul secara pasif akan diikuti oleh fleksi tungkai
lainnya pada sendi panggul dan lutut.

 Tanda Kernig
– Fleksi tungkai atas tegak lurus, lalu dicoba meluruskan tungkai
bawah pada sendi lutut. Normal, bila tungkai bawah
membentuk sudut 1350 terhadap tungkai atas.
– Kernig + bila ekstensi lutut pasif akan menyebabkan rasa sakit
terhadap hambatan.

 Test Laseque
– Fleksi sendi paha dengan sendi lutut yang lurus akan
menimbulkan nyeri sepanjang m. ischiadicus.
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
 Lumbal Pungsi
 Angiografi
 Elekto Encephalografi
 Elektromiografi
 Radiologi tengkorak dan tulang belakang
 Computerized Axial Tomografi Scan (CT Scan)
Otak
 Magnetic Resonance Imaging

Anda mungkin juga menyukai