Anda di halaman 1dari 20

PERILAKU ORGANISASI

“Konsep Keputusan dalam Organisasi”

Oleh Kelompok 7

Erni Nur Faitul Hasanah 1807521097

I Gusti Ayu Widya Ari Cahyathi 1807521102

Wayan Putri Suryantini 1807521107

Dosen Pengampu : Dra. AA Sagung Kartika Dewi, MM

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS


UNIVERSITAS UDAYANA
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena hanya dengan
rahmat-Nyalah kami akhirnya bisa menyelesaikan makalah yang berjudul “Konsep
Keputusan dalam Organisasi” ini dengan baik tepat pada waktunya.

Tidak lupa kami menyampaikan rasa terima kasih kepada Dosen pengampu yang
telah memberikan banyak bimbingan. Rasa terima kasih juga hendak kami ucapkan kepada
rekan-rekan kelompok 7 yang telah memberikan kontribusinya baik secara langsung maupun
tidak langsung sehingga makalah ini bisa selesai pada waktu yang telah ditentukan.

Meskipun kami sudah mengumpulkan banyak referensi untuk menunjang


penyusunan makalah ini, namun kami menyadari bahwa di dalam makalah yang telah kami
susun ini masih terdapat banyak kesalahan serta kekurangan. Sehingga kami mengharapkan
saran serta masukan dari para pembaca demi tersusunnya makalah lain yang lebih lagi. Akhir
kata, kami berharap agar makalah ini bisa memberikan banyak manfaat.

Badung, 10 Februari 2020

Tim Penyusun
(Kelompok 7)

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................................i

DAFTAR ISI.............................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................................1

1.1. Latar Belakang.............................................................................................................1

1.2. Rumusan Masalah.......................................................................................................2

1.3. Tujuan..........................................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN..........................................................................................................3

2.1 Hakekat Keputusan......................................................................................................3

2.2 Definisi Pengambilan Keputusan dan Urgensinya......................................................3

2.3 Proses Pengambilan Keputusan dan Elemen-elemen Dasarnya..................................4

2.4 Tipologi Pengambilan Keputusan...............................................................................6

2.5 Jenis Keputusan Terkait dengan Masalah yang Dihadapi...........................................8

2.6 Faktor-faktor yang Berpengaruh dalam Pengambilan Keputusan...............................9

2.7 Pengambilan Keputusan Kelompok..........................................................................10

2.8 Implikasi Manajerial..................................................................................................13

2.9 Contoh Kasus.............................................................................................................13

BAB III PENUTUP................................................................................................................16

3.1 Kesimpulan................................................................................................................16

3.2 Saran..........................................................................................................................16

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................17

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Upaya membangun keefektifan pemimpin terletak semata pada pembekalan dimensi
keterampilan teknis dan keterampilan konseptual. Adapun keterampilan personal menjadi
terpinggirkan. Padahal sejatinya efektifitas kegiatan manajerial dan pengaruhnya pada kinerja
organisasi, sangat bergantung pada kepekaan pimpinan untuk menggunakan keterampilan
personalnya. Keterampilan personal tersebut meliputi kemampuan untuk memahami perilaku
individu dan perilaku kelompok dalam kontribusinya membentuk dinamika organisasi,
kemampuan melakukan modifikasi perilaku, kemampuan memahami dan memberi motivasi,
kemampuan memahami proses persepsi dan pembentukan komunikasi yang efektif,
kemampuan memahami relasi antar konsep kepemimpinan-kekuasaan-politik dalam
organisasi, kemampuan memahami genealogi konflik dan negosiasinya, serta kemampuan
mengkonstruksikan budaya organisasi yang ideal.

Upaya membangun keterampilan personal tersebut selaras dengan perkembagan


kekinian rumpun kajian Organizational Studies (Teori Organisasi, Perilaku Organisasi,
Manajemen SDM, dan Kepemimpinan), yang menemukan kontekstualisasinya dalam
semangat pendekatan human relations. Organisasi birokrasi publik pun idealnya tidak
terlepas dari arah perkembangan ini. Dalam hal ini, paradigma organisasi birokratik-weberian
yang berkarakter (terlalu) impersonal dan dingin, mendapatkan tantangan serius dari
paradigma post-birokrasi yang lebih humanis.

Kreativitas penting bagi pengambil keputusan, hal ini memungkinkan pengambil


keputusan untuk lebih sepenuhnya menghargai dan memahami masalah, termasuk melihat
masalah-masalah yang tidak dapat dilihat orang lain, namum kenyataannya banyak pemimpin
dalam pengambilan keputusan tidak memperhatikan perilaku pemimpin yang sebaiknya.

1
1.2. Rumusan Masalah
1.2.1 Bagaimana hakekat keputusan organisasi?
1.2.2 Apa definisi pengambilan keputusan organisasi dan urgensinya?
1.2.3 Bagaimana proses pengambilan keputusan dan elemen-elemen dasar?
1.2.4 Apa saja tipologi pengambilan keputusan ?
1.2.5 Apa saja jenis keputusan terkait dengan masalah yang dihadapi?
1.2.6 Apa saja faktor-faktor yang berpengaruh dalam pengambilan keputusan?
1.2.7 Bagaimana pengambilan keputusan kelompok?

1.3. Tujuan
1.3.1 Untuk mengetahui hakekat keputusan
1.3.2 Untuk mengetahui definisi pengambilan keputusan dan urgensinya
1.3.3 Untuk mengetahui proses pengambilan keputusan dan elemen-elemen dasar
1.3.4 Untuk mengetahui tipologi pengambilan keputusan
1.3.5 Untuk mengetahui jenis keputusan terkait dengan masalah yang dihadapi
1.3.6 Untuk mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh dalam pengambilan
keputusan
1.3.7 Untuk mengetahui pengambilan keputusan kelompok
1.3.8 Untuk mengetahui implikasi manajerial dalam pengambilan keputusan

2
BAB II

PEMBAHASAN
2.1 Hakekat Keputusan
Pengambilan keputusan mengandung arti pemilihan altematif terbaik dari sejumlah
Alternatif yang tersedia. Teori-teori pengambilan keputusan bersangkut paut dengan masalah
bagaimana pilihan-pilihan semacam itu dibuat.
Pada hakikatnya pengambilan keputusan adalah suatu pendekatan sistematis terhadap
hakikat suatu masalah, pengumpulan fakta-fakta dan data. Penentuan yang matang dari
altenatif yang dihadapi dan pengambilan tindakan yang menurut perhitungan merupakan
tindakan yang paling tepat

2.2 Definisi Pengambilan Keputusan dan Urgensinya


Para individu dalam organisasi membuat keputuusan (decision), artinya mereka membuat
pilihan-pilihan dari dua alternative atau lebih. Pembuatan keputusan individual merupakan
satu bagian penting dari perilaku organisasi. Tetapi bagaimana para individu dalam organisasi
membuat berbagai keputusan dab kualitas dari pilihan-pilihan akhir mereka sangat
dipengaruhi oleh persepsi-persepsi mereka.
Pembuatan keputusan muncul sebagai reaksi atas sebuah masalah (problem). Artinya, ada
ketidak sesuaian antara perkata saat ini dan keadaan yang di inginkan, yang membutuhkan
pertimbangan untuk membuat beberapa tindakan alternative. Segala keputusan biasanya
dilakukan untuk menyelesaikan masalah. Dan sayangnya, sebagian besar masalah tidak
datang dalam kemasan yang rapi dengan label ‘masalah’ yang tertera dengan jelas. Masalah
seseorang adalah keadaan yang bisa di terima dari perkara-perkara individu lain. Jadi
kesadaran bahawa terhadapp sebuah masalah dan bahwa terdapat sebuah masalah dan bahwa
sebuah keputusan harus di buat merupakan persoalan penginterpretasian. Lagi pula, setiap
keputusan membutuhkan interpretasi dab evaluasi informasi. Persepsi-persepsi dari pembuat
keputusan akan menjawab keputusan tersebut, berbagai altrnatif akan di kembangkan, serta

3
kelebihan dan kekurangan dari setiap alternatif harus di evaluasi. Sekali lagi, setiap alternatif-
alternatif tidak datang dengan kekuatan yang mengindentifikasikan hal ini sedemikian rupa
atau dengan kelebihan dan kekurangan yan tertera secara jelas, proses penginterpretasian dari
pembuat keputusan individual memiliki ubungan yang besar dengan hasil akhir. Akhirnya,
dari seluruh proses keputusan, sering kali muncul berbagai penyimpangan penginterpretasian
yang berpotensi memengaruhi analisis dan kesimpulan.
2.3 Proses Pengambilan Keputusan dan Elemen-elemen Dasarnya
a. Model Rasional
Kita sering berfikir bahwa keputusan yang paling baik adalah yang rasional. Artinya,
pembuuat keputusan tersebut membuat pilihan-pilihan yang konsisten dan memaksimalkan
nilai dalam batasan-batasan tertentu.

Model rasional di mulai dengan mendefenisikan masalahnya. Seperti yang telah di


sebutkan sebelumnya, sebuah masalah ada ketika terdapat ketidaksesuaian antara keadaan
yang ada dan keadaa perkara yang di inginkan. Banyak keputusan buruk di sebabkan oleh si
pembuat keputusan yang mengabaikan sebuah masalah atau mendefenisikan masalah yang
salah. Dan setelah keputusan dapat di defenisikan. Ia harus mengidentifikasikan kriteria
keputusan yang paling penting penting dalam menyelesaikan masalah tersebut. Dalam
langkah ini pembuat keputusan menentukan apa yang relevan dalam membuat keputusan.
Langkah ini memproses berbagai minat, nilai, dan pilihan pribadi yang serupa dari si
pembuat keputusan. Pengidentifikasian kriteria tersebut penting karena apa yang di anggap
relevan oleh seorang individu belum tentu demikian bagi individu lain. Selain itu bahwa
faktor-faktor yang tidak didentifikasikan dalam langkah ini dianggap tidak relevan dengan si
pembuat keputusan. Langkah selanjutnya mengharuskan pembuat keputusan untuk
menimbang kriteria yang telah diidentifikasikan sebelumnya, guna memberi mereka prioritas
yang tepat dalam keputusan tersebut. Dan berikutnya mengharuskan pembuat keputusan
membuat berbagai alternatif yang dapat berhasil dalam menyelesaikan masalah tersebut.
Tidak ada usaha yang di kerahkan dalam langkah ini untuk menilai alternatif-alternatif
tersebut, hanya untuk menyebutkn mereka. Setelah alternatif-alternatif di buat, pembuat
keputusan harus menganalisis dan mengevaluasi setiap alternatif dengan sesama. Hal ini di
lakukan dengan menilai setiap alternatif dalam setiap kriteria. Kelebihan dan kekurangan
setiap alternative terhadap kriteria dan bobot yang di peroleh di langkah kedua dan ketiga.
Dan langkah terakhir dalam model ini mengaharuskan kita untuk memperhitungkan

4
keputusan yang optimal. Hal ini dilakukan denga mengevaluasi setiap alternatif tergadap
kriteria yang di timbang dan memilih alternative yang memiliki nilai total lebih tinggi.
Asumsi dari model pembuatan keputusan rasional yang baru saja kita deskrisipkan
meliputi beberapa asumsi, yaitu :
1. Kejelasan masalah, masalahnya jelas dan tidak ambigu. Pembuat keputusan dianggap
memiliki informasi yang lengkap sehubungan dengan situasi keputusan.
2. Pilihan-pilihan yang di ketahui, pembuat keputusan dianggap bisa
mengidentifikasikan semua kriteriayang relevan dan bisa menyebutkan semua
alternatif yang mungkin. Selanjutnya, pembuat keputusan mengetahui semua
konsekuensi yang mungkin dari setiap alternatif.
3. Pilihan-pilihan yang jelas, rasionalitas mengasumsi bawa berbagai kriteria dan
alternatif bisa di nilai dan ditimbang untuk mencerminkan kepentingan mereka.
4. Pilihan-pilihan yang konstan, di asumsikan bahwa kriteria-kriteria keputusan tertentu
bersifat konstan dan bobot yang di berikan pada kriteria-kriteria tersebut selalu stabil.
5. Tidak ada batasan waktu atau biaya, pembuat keputusan yang rasional bisa
mendapatkan informasi lengkap tentang kriteria-kriteria dan alternatif-alternatif
karena diasumsikan bahwa tidak ada batasan waktu atau biaya.
6. Hasil maksimum, pembuat keputusan yang rasional akan memilih alternatif yang
menghasilkan nilai tertinggi.

b. Model Kreativitas

Kreativitas adalah kemampuan menciptakan ide – ide baru dan bermanfaat.


Tujuannya adalah membantu mengidentifikasikan dan memahami masalah yang belum
jelas.

Ada 3 komponen model kreativitas :

1. Keahlian

Yaitu dasar untuk setiap pekerjaan kreatif yang bisa diperoleh dari kemampuan,
pengetahuan, kecakapan dan potensi diri. Misalnya untuk menjadi seorang ahli  maka
individu tersebut harus memiliki pengetahua yang luas tentang  keahliannya tersebut.
2. Keterampilan - keterampilan kreativitas atau berpikir kreatif
Yaitu karakteristik pribadi yang berhubungan dengan krativitas serta kemampuan
untuk menggunakan analogi serta bakat untuk melihat sesuatu yang lazim dari sudut
pandang yang berbeda. Misalnya seorang peneliti akan menjadi lebih kreatif jika berada

5
dalam suasana hati yang baik, jadi untuk mendapatkan hal tersebut banyak hal yang
menyenangkan bisa dilakukan seperti mendegarkan musik, makan makanan favorit atau
bersosialisasi dengan individu yang lain.
3. Motivasi Tugas Intrinsik
Yaitu keinginan untuk mengerjakan sesuatu karena adanya dorongan dalam diri
individu dan pengaruh dari lingkungan kerja. misalnya hal tersebut dilakukan karena
manarik, rumit, mengasyikkan, memuaskan atau menantang secara pribadi. Serta
lingkungan kerja memberikan support dalam bentuk konstruktif seperti memberikan
penghargaan dan pengakuan atas kreatifitas individu.

c. Model Intuisi

Yaitu sebuah proses tidak sadar sebagai hasil dari pengalaman yang disaring atau
kekuatan yang  muncul dengan cepat tanpa intervensi dari berbagai proses yang masuk
akal /sadar. Contoh pada saat bawahan anda memberikan laporan anda merasa bahwa ada
ketidaksesuaian dalam laporan tersebut

Pada kondisi bagaimana individu cenderung menggunakan intuitifnya

1.    Ketika terdapat tingkat ketidakpastian yang tinggi

2.    Ketika hanya sedikit teladan yang bisa digunakan

3.    Ketika variabel – variabelnya kurang bisa diprediksi secara ilmiah

4.    Ketika fakta – fakta dibatasi

5.    Ketika fakta – fakta tersebut tidak menunjukan titik terang

6.    Ketika hanya sedikit menggunakan data analitis

7.    Ketika terdapat beberapa solusi alternatif masuk akal yang bisa dipilih

8.    Ketika waktu sangat terbatas

9.    Ketika adanya tekanan untuk membuat keputusan yang tepat

2.4 Tipologi Pengambilan Keputusan


Ada beberapa tipologi-tipologi keputusan manajerial yang sering kali kita temukan dalam
gaya seorang pemimpin :

6
1. Gaya Otoriter/Totaliter yaitu gaya kepemimpinan yang selalu memaksakan
kehendaknya pada setiap orang meskipun dengan jalan kekerasan, namun
kebijakannya berlaku secara distributif dan tanpa kompromi. Gaya ini secara
epistemologis cenderung beraliran Macchiavellian, Hobbesian.
2. Gaya Demokratis yaitu gaya kepemimpinan yang cenderung selalu menggunakan
musyawarah, namun gaya ini sangat lemah mengambil sikap dalam setiap
tindakannya dan terkesan pragmatik. Gaya ini secara epistemologis cenderung
beraliran liberal-moderat.
3. Gaya Kepemimpinan Delegatif adalah tingkat kematangan yang tinggi, orang-orang
dengan tingkat kematangan seperti ini adalah mampu dan mau, atau mempunyai
keyakinan untuk memikul tanggung jawab. Dengan gaya delegatif yang berprofil
rendah yang memberikan sedikit pengarahan atau dukungan memiliki tingkat
kemungkinan efektif yang paling tinggi dengan individu-individu dalam tingkat
kematangan seperti ini. Sekalipun pemimpin barangkali masih mampu
mengidentifikasikan persoalan, tanggung jawab untuk melaksanakan rencana
diberikan kepada pengikut-pengikut yang sudah matang. Mereka diperkenankan
untuk melaksanakan sendiri dan memutuskan tentang ikhwal bagaimana, kapan, dan
dimana melakukannya. Pada saat yang sama, mereka secara psikologis adalah
matang, oleh karenanya tidak memerlukan banyak komunikasi dua arah atau perilaku
mendukung. Gaya ini melibatkan perilaku hubungan kerja yang rendah dan perilaku
berorientasi pada tugas juga rendah.
4. Gaya Kepemimpinan Konsultatif adalah untuk tingkat kematangan rendah ke sedang.
Orang yang tidak mampu tetapi berkeinginan untuk memikul tanggung jawab
memiliki keyakinan tetapi kurang memiliki ketrampilan. Dengan demikian, gaya
kepemimpinan konsultatif yang memberikan perilaku pengarahan, karena mereka
kurang mampu, juga memberikan perilaku mendukung untuk memperkuat
kemampuan dan antusias, tampaknya merupakan gaya yang sesuai dipergunakan bagi
individu pada tingkat kematangan seperti Gaya ini dirujuk sebagai konsultatif karena
hampir seluruh pengarahan masih dilakukan oleh pimpinan. Namun melalui
komunikasi dua arah dan penjelasan pimpinan melibatkan pengikut dengan mencari
saran dan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan. Komunikasi dua arah ini membantu
dalam mempertahankan tingkat motivasi pengikut yang tinggi dan pada saat yang
sama tanggung jawab untuk kontrol atas pembuatan keputusan tetap ada pada
pimpinan.
7
Dari beberapa tipologi kepemimpinan di atas, maka kita dapat memahami
bangunan epistemologis dan konstruk ideologisnya melalui gaya kepemimpinan dari
seorang pemimpin.
Dari hal tersebut di atas, maka kita dapat memahami pula bahwa tidak saya
maupun anda, setiap pemimpin dapat kita ketahui bangunan ideologis maupun
epistemologis melalui gaya kepemimpinan yang implementasikan.

2.5 Jenis Keputusan Terkait dengan Masalah yang Dihadapi


1. Pengambilan keputusan terprogram :
Keputusan yang diprogram merupakan keputusan yang bersifat rutin dan
dilakukan secara berulang-ulang sehingga dapat dikembangkan suatu prosedur
tertentu. Keputusan yang diprogram terjadi jika permasalahan terstruktur dengan baik
dan orang-orang tahu bagaimana mencapainya. Permasalahan ini umumnya agak
sederhana dan solusinya relatif mudah. Di perguruan tinggi keputusan yang
diprogram misalnya keputusan tentang pembimbingan KRS, penyelenggaraan, Ujian
Akhir Semester, pelaksanaan wisuda, dan lain sebagainya.
Jenis pengambilan keputusan ini.mengandung suatu respons otomatik terhadap
kebijaksanaan-kebijaksanaan yang telah ditetapkan sebelumnya. Masalah yang
bersifat pengulangan dan rutin dapat diselesaikan dengan pengambilan keputusan
jenis ini. Tantangan yang besar bagi seorang analis adalah mengetahui jenis-jenis
keputusan ini dan memberikan atau menyediakan metode-metode untuk
melaksanakan pengambilan keputusan yang terprogram di mana saja. Agar
pengambilan keputusan harus didefinisikan dan dinyatakan secara jelas. Bila hal ini
dapat dilaksanakan, pekerjaan selanjutnya hanyalah mengembangkan suatu algoritma
untuk membuat keputusan rutin dan otomatik.

2. Pengambilan keputusan tidak terprogram


Keputusan yang tidak diprogram adalah keputusan baru, tidak terstrutur dan
tidak dapat diperkirakan sebelumnya. Tidak dapat dikembangkan prosedur tertentu
untuk menangani suatu masalah, apakah karena permasalahannya belum pernah
terjadi atau karena permasalahannya sangat kompleks dan penting. Keputusan yang
tidak diprogram dan tidak terstruktur dengan baik, apakah karena kondisi saat itu
8
tidak jelas metode untuk mencapai hasil yang diingankan tidak diketahui atau adanya
ketidaksamaan tentang hasil yang diinginkan.
Keputusan yang tidak diprogram memerlukan penanganan yang khusus dan
proses pemecahan masalah dengan intuisi dan kreatifitas. Tehnik pengambilan
keputusan kelompok biasanya dilakukan untuk keputusan yang tidak diprogram. Hal
ini disebabkan oleh karena keputusan yang tidak diprogram biasanya bersifat unik dan
kompleks, dan tanpa kriteria yang jelas, dan umumnya dilingkari oleh kontroversi dan
manuver politik (Wijono, 1999). Gillies (1996), menyebutkan bahwa keputusan yang
tidak diprogram adalah keputusan kreatif yang tidak tersusun, bersifat baru, dan
dibuat untuk menangani suatu situasi dimana strategi/prosedur yang ditetapkan belum
dikembangkan.

2.6 Faktor-faktor yang Berpengaruh dalam Pengambilan Keputusan

Selanjutnya, John D.Miller dalam Imam Murtono (2009) menjelaskan faktor-faktor yang


berpengaruh dalam pengambilan keputusan adalah: jenis kelamin pria atau wanita, peranan
pengambilan keputusan, dan keterbatasan kemampuan. Dalam pengambilan suatu keputusan
individu dipengaruhi oleh tiga faktor utama yaitu nilai individu, kepribadian, dan
kecenderungan dalam pengambilan risiko.

a. Nilai/Tata Nilai
Nilai individu pengambil keputusan merupakan keyakinan dasar yang digunakan
seseorang jika ia dihadapkan pada permasalahan dan harus mengambil suatu keputusan.
Nilai-nilai ini telah tertanam sejak kecil melalui suatu proses belajar dari lingkungan
keluarga dan masyarakat. Dalam banyak keadaan individu bahkan tidak berpikir untuk
menyusun atau menilai keburukan dan lebih ditarik oleh kesempatan untuk menang.

b. Kepribadian
Keputusan yang diambil seseorang juga dipengaruhi oleh faktor psikologis seperti
kepribadian. Dua variabel utama kepribadian yang berpengaruh terhadap keputusan yang
dibuat, seperti ideologi versus kekuasaan dan emosional versus objektivitas. Beberapa
pengambil keputusan memiliki suatu orientasi ideologi tertentu yang berarti keputusan
dipengaruhi oleh suatu filosofi atau suatu perangkat prinsip tertentu. Sementara itu

9
pengambil keputusan atau orang lain mendasarkan keputusannya pada suatu yang secara
politis akan meningkatkan kekuasaannya secara pribadi.

c. Kecenderungan terhadap pengambilan risiko


Untuk meningkatkan kecakapan dalam membuat keputusan, perawat harus
membedakan situasi ketidakpastian dari situasi risiko, karena keputusan yang berbeda
dibutuhkan dalam kedua situasi tersebut. Ketidakpastian adalah kurangnya pengetahuan
hasil tindakan, sedangkan risiko adalah kurangnya kendali atas hasil tindakan dan
menganggap bahwa si pengambil keputusan memiliki pengetahuan hasil tindakan
walaupun ia tidak dapat mengendalikannya. Lebih sulit membuat keputusan di bawah
ketidakpastian dibanding di bawah kondisi bahaya. Di bawah ketidakpastian si
pengambil keputusan tidak memiliki dasar rasional terhadap pilihan satu strategi atas
strategi lainnya.
Kemudian terdapat enam faktor lain yang juga ikut mempengaruhi pengambilan
keputusan.
1. Fisik
Didasarkan pada rasa yang dialami pada tubuh, seperti rasa tidak nyaman, atau
kenikmatan. Ada kecenderungan menghindari tingkah laku yang menimbulkan rasa
tidak senang, sebaliknya memilih tingkah laku yang memberikan kesenangan.
2. Emosional
Didasarkan pada perasaan atau sikap, orang akan bereaksi pada suatu situasi secara
subjective.
3. Rasional
Didasarkan pada pengetahuan orang-orang mendapatkan informasi, memahami situasi
dan berbagai konsekuensinya.
4. Praktikal
Didasarkan pada keterampilan individual dan kemampuan melaksanakan. Seseorang
akan menilai potensi diri dan kepercayaan dirinya melalui kemampuanya dalam
bertindak.
5. Interpersonal
Didasarkan pada pengaruh jaringan sosial yang ada. Hubungan antar satu orang
keorang lainnya dapat mempengaruhi tindakan individual.
6. Struktural

10
Didasarkan pada lingkup sosial, ekonomi dan politik. Lingkungan mungkin
memberikan hasil yang mendukung atau mengkritik suatu tingkah laku tertentu.

2.7 Pengambilan Keputusan Kelompok


Proses pengambilan keputusan kelompok adalah salah satu corak proses pengambilan
keputusan dalam organisasi. Ciri dari prosesnya ditandai dengan keterlibatan dan
partisipasi orang banyak. Sering kali keputusan semacam ini dianggap ideal dan
dipergunakan secara luas dalam organisasi. Namun, apakah hal ini berarti bahwa
keputusan kelompok selalu lebih disukai dari pada keputusan oleh individu sendiri?
Pertanyaan ini tergantung dari berbagai faktor, yaitu keunggulan dan kekurangan dari
keputusan kelompok tersebut, yakni:
1) Keunggulan Keputusan Kelompok
Keputusan individual dan kelompok ini masing – masing memiliki kekuatan sendiri-
sendiri, karenanya masing – masing juga tidak selalu ideal untuk semua situasi.
Namun beberapa keunggulan keputusan kelompok dibandingkan dengan keputusan
individual adalah sebagai berikut :
a. Informasi dan pengetahuan lebih lengkap. Dalam menghimpun sumber daya
dari sejumlah individu, berarti lebih banyak masukan yang dipakai dalam proses
pembuatan keputusan.
b. Keragaman pandangan lebih banyak. Selain masukan yang banyak, kelompok
dapat membawa serta heterogenitas mereka kedalam proses keputusan. Hal ini
membuka peluang bagi lebih banyak pendekatan dan alternatip yang akan
menjadi pertimbangan.
c. Penerimaan keputusan lebih besar. Banyak solusi yang ternyata gagal setelah
keputusan diambil, karena orang – orang tidak dapat menerima hasil keputusan
tersebut. Akan tetapi, bila orang yang akan dikenai oleh keputusan itu dan orang
tersebut dapat ambil bagian dalam proses pembuatanya, maka mereka lebih
cenderung untuk menerimanya, dan bahkan akan mendorong orang lain untuk
menerimanya.

2) Kekurangan Keputusan Kelompok


Disamping keunggulan – keunggulanya. Sudah barang tentu keputusan kelompok
juga mengandung kelemahan. Beberapa kekurangan keputusan kelompok antara lain :

11
a. Memakan waktu. Untuk membentuk suatu kelompok sudah jelas membutuhkan
waktu tersendiri. Proses interaksi yang terjadi begitu kelompok terbentuk juga
sering sekali tidak efisien. Akhirnya kelompok membutuhkan waktu yang lebih
lama untuk mencapai kesepakatan terhadap sebuah solusi dari pada yang dapat
dilakukan seorang individu. Hal ini tentu saja membatasi kemampuan manajemen
untuk bertindak cepat pada saat diperlukan.
b. Tekanan untuk sependapat. Keinginan anggota kelompok untuk diterima dan
dipertimbangkan sebagai aset bagi kelompok akan mengakibatkan adanya
penekanan pada pihak yang berbeda pendapat, dan mendorong persesuaian
diantara sejumlah pandangan. Keadaan seperti ini juga mmendorong terjadinya
pemikiran kelompok (groupthink) akan dimana tekanan kelompok mengarah pada
menurunya efisiensi mental, minimnya uji realitas, dan kurangnya pertimbangan
moral.
c. Dominasi oleh minoritas. Boleh jadi didominasi oleh satu atau beberapa anggota.
Jika koalisi dominasi ini juga terdiri anggota yang berkemampuan rendah dan
menengah, maka efektifitas kelompok secara keseluruhan akan mengalami
gangguan.
d. Tanggung jawab yang kabur. Anggota kelompok sama berbagi (share) tanggung
jawab, tetapi tak jelas siapa yang bertanggung jawab, sedangkan pada keputusan
kelompok tanggung jawab dari setiap anggota diabaikan.

TEKNIK – TEKNIK KEPUTUSAN DALAM KELOMPOK

Bentuk yang paling lazim (tradisional) dalam proses pengambilan keputusan kelompok
terjadi dalam interaksi tatap muka. Dalam hal ini, teknik – teknik brainstorming (sumbang
saran), nominal group (kelompok nominal), dan delphi telah dianggap sebagai cara yang baik
untuk meminimalkan berbagai masalah yang timbul didalam interaksi kelompok tradisional
itu.

a. Brainstorming
Teknik brainstorming adalah salah satu bentuk teknik kelompok. Pada pokoknya teknik
ini untuk menggali dan mendapatkan gagasan-gagasan dari anggota kelompok. Karena,
teknik brainstorming lebih berfokus pada penggalian gagasan daripada evaluasi gagasan.

12
Semakin banyak gagasan yang digali, maka semakin besar peluang untuk mendapatkan solusi
kreatif atas sesuatu masalah yang dihadapi. Namun demikian teknik ini mengandung
beberapa kelemahan, yaitu : a. Hanya dapat diterapkan pada masalah-masalah yang
sederhana b. Sangat memakan waktu dan biaya, c. Hanya menghasilkan ide-ide yang
dangkal.
b. Nominal Group Technique
Berbeda dengan brainstorming, nominal group technique (NGT) berkenaan dengan
penggalian dan evaluasi gagasan sekaligus. Pada mulanya gagasan-gagasan digali secara
nominal (tanpa interaksi) guna menghindari hambatan dan permufakatan. Selanjutnya, pada
waktu evaluasi atas gagasan, interaksi dan diskusi dimungkinkan, namun dalam situasi yang
terstruktur agar setiap gagasan mendapatkan perhatian yang proporsional.

c. Delphi Technique
Teknik dekphi sedikit berbeda dengan NGT, dalam mana prosesnya semata mata
tergantung pada kelompok nominal (para pakar) sebagai partisipan yang kesemuanya tidak
melakukan interaksi tatap muka. Jadi, dengan teknik ini sangat mungkin kita dapatkan
sejumlah pakar tanpa harus mengumpulkan mereka pada disatu tempat pada waktu yang
sama. Perlu ditekankan disini bahwa para pakar tersebut tidaklah membuat keputusan akhir,
tetapi lebih sebagai penyaji informasi bagi pengambil keputusan dalam organisasi. Inti dari
teknik ini pada penggunaan serangkaian kuisioner yang dikirimkan kepada responden untuk
mendapatkan masukan. Selanjutnya dari jawaban yang mereka masukan diolah lagi oleh
pihak pengambil keputusan untuk merumuskan rangkuman-rangkuman yang kemudian akan
digunakan sebagai bahan pengambilan keputusan. Sesungguhnya teknik ini kelihatanya
ilmiah dan secara teoritis dapat memanfaatkan pikiran para ahli yang bermutu tinggi, akan
tetapi teknik delphi juga mengandung kelemahan, seperti : a. Memakan waktu lama, dan  b.
Perlu ketrampilan bahasa yang tinggi untuk menyusun kuisioner yang baik dan sesuai dengan
masalah yang diangkat.

2.8 Implikasi Manajerial


Pengambilan keputusan adalah suatu pokok dari manajemen organisasi. Hal itu
menyebabkan adanya pengaruh terhadap masa depan organisasi dimana anggota organisasi
lebih-lebih yang berada dalam level manajemen wajib untuk tampil dengan performa dan
mengambil keputusan yang baik pada saat perencanaan, pengorganisasian, memimpin, dan
pengendalian. Proses dalam pengambilan keputusan akan berkaitan dengan masalah-masalah

13
yang timbul seperti apakah terstuktur atau tidak terstuktur, kondisi, pendekatan bahkan gaya
dalam pengambilan keputusan. Robbins berpendapat bahwa ada beberapa tip untuk para
manajer dalam memperbaiki pengambilan keputusan mereka, yaitu menganalisa situasi, sadar
akan adanya bias, melakukan kombinasi analisis rasional dan intuisi, dan bersikap kreatif
karena tidak semua gaya yang sama cocok pada suatu kondisi.

2.9 Contoh Kasus


Di awal-awal tahun, perusahaan Nike tidak memiliki sumber dana untuk membeli sebuah
pabrik atau mempekerjakan banyak karyawan. Modal yang dimiliki oleh Knight sangat kecil
dan ia tidak bisa membeli sepatu dari Asia. Sebenarnya Nike termasuk hollow corporation
karena tidak memiliki pabrik manufacture sendiri, Nike hanya perantara antara supplier
dengan retailer.

Nike fokus pada menemukan inovasi sepatu terbaru. Kombinasi dari pekerja yang murah
dan perkembangan pasar yang baik memungkinkan perusahaan untuk bersaing dalam
research and development. Di awal 80-an, Nike menjadi produsen sepatu atletik nomor 1 di
dunia. Untuk memastikan bahwa supplier Nike memiliki kualitas yang tinggi, Knight
menuntut mereka untuk mempunyai hubungan dengan perusahaan lainnya. Jika supplier
percaya dan bekerja sama dengan Nike, Knight memastikan bahwa mereka akan puas dengan
dirinya sendiri. Kemudian jika salah satu supplier menjadi sangat mahal, Nike bisa mengganti
supplier dengan tetap menjaga kualitas yang ditetapkan.

Ditahun 1983, orang kepercayaan Knight melakukan kesalahan dalam pengelolaan Nike.
Si pelaksana ini melihat celah untuk ekspansi ke pasar sepatu biasa. Data statistic mereka
menunjukkan hampir 90 % pembeli sepatu Nike tidak menggunakan sepatu tersebut untuk
atletik. Mereka percaya bahwa sepatu casual akan diterima lebih baik oleh konsumen.
Sayangnya, hal tersebut salah. Pendatang baru, Reebok, berkembang karena sepatu aerobic
dan mengambil posisi Nike sebagai produsen sepatu atletik nomor satu, berdampak pada
Nike untuk memberhentikan 350 karyawannya. Melihat perusahaannya mengalami
kekacauan, Knight kembali ke posisinya. Knight memutuskan untuk mendapatkan kembali
posisi produsen sepatu nomor satu melalui kecepatan penjualannya. Seperti biasanya, Nike
memiliki anggaran iklan yang sangat kecil, kebanyakan dari promosinya dilakukan oleh para
pengecernya. Knight sekarang mengubah pendekatannya dengan kampanye “Just Do It”
lewat televisi nasional dan majalah. Di bawah image baru Knight, superstar seperti Michael

14
Jordan dan Bo Jackson memberi merek sepatunya sendiri, kampanye “Air Jordan” dan “Bo
Knows” menunjukkan pada konsumen bahwa atlet terbaik di dunia memakai Nike.

Bagaimanapun suksesnya Nike, mereka akan selalu menghadapi kompetisi. Reebok


adalah industri nomor dua yang selalu menunggu kesempatan untuk menjadi nomor satu lagi.
Jaringan supply di Asia sekarang digunakan oleh pesaing Nike, tidak lama setelah perusahaan
mendapat keuntungan produksi. Jika Nike melanjutkan perkembangannya, Phil Knight dan
staffnya harus melanjutkan untuk mengembangkan inovasi sepatu terbaru yang sesuai dengan
image atletik.

Permasalahan

Nike adalah produsen sepatu nomor satu di dunia. Dengan permodalan yang sedikit, Nike
tidak mampu untuk membuat iklan untuk produknya. Nike kemudian hanya menggunakan
image dari atlet terkenal untuk menarik minat konsumen. Selain itu untuk menekan biaya
yang besar, Nike membeli sepatu dari supplier Asia. Para pekerja Asia yang terkenal murah
bisa menekan harga yang ditawarkan supplier sehingga Nike bisa membeli dengan harga
yang lebih murah.

Sebagai contoh adalah supplier Nike yang berasal dari Indonesia yaitu PT.Pratama Abadi
Industri. PT. Pratama Abadi Industri adalah perusahaan yang bergerak dalam bidang
manufaktur sepatu lari (running shoes). Perusahaan ini memproduksi berbagai tipe running
shoes dalam berbagai jenis ukuran baik untuk anak-anak maupun orang dewasa. Spesifikasi
dari tiap tipe sepatu telah diberikan oleh pihak Nike untuk kemudian diproduksi oleh PT.
Pratama Abadi Industri sesuai dengan syarat spesifikasi yang telah ada. Hasil produksi yang
telah dihasilkan oleh PT. Pratama Abadi Industri, tidak boleh dipasarkan di dalam negeri.
Semua hasil produksi yang telah ada merupakan hak dari pihak Nike yang ada di Beverton
(USA) untuk kemudian akan diekspor lagi ke negara lain, seperti Perancis, Swedia, India,
Belgia, Kanada, USA, Afrika Selatan, Argentina, Uruguay, Chillie.

Nike sangat memegang kendali karena mempunyai hak untuk memutuskan kerjasama bila
harga dari supplier terlalu mahal, hal ini bisa berdampak buruk bagi pekerja karena mereka
tidak bisa menuntut kehidupan yang lebih baik dengan peningkatan tunjangan pekerja
otomatis akan menambah biaya produksi yang mengakibatkan harga yang lebih
mahal.Seperti yang terjadi di China, Vietnam, Indonesia dan Mexico. Nike dikritik karena

15
berusaha menutupi kondisi kerja yang buruk serta eksploitasi buruh. Nike juga adalah
perusahaan besar yang tidak memiliki pabrik. Karena mereka lebih senang untuk outsourcing
kebutuhan-kebutuhan mereka terutama kepada sektor informal, ataupun perusahaan lainnya,
sehingga mengefisienkan dan meminimalisir ongkos produksi.

Knight tidak mampu mendelegasikan tugas dengan baik, sehingga di tahun 1983 Nike
mengalami kemunduran karena tidak tepatnya perencanaan dari pelaksana yang dipercaya
oleh Knight waktu itu. Waktu itu pengelola yang dipercaya Knight mengubah image Nike
dari sepatu atletik menjadi sepatu kasual. Padahal saingannya Reebok lebih dahulu
mengembangkan sepatu untuk aerobik, sehingga konsumen lebih percaya pada Reebok. Nike
membutuhkan perencanaan baru untuk mengembalikan posisi Nike sebagai produsen sepatu
nomor satu dengan penjualan yang secepatnya.

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Pengambilan keputusan adalah suatu pokok dari manajemen organisasi. Pengambilan
keputusan dilakukan untuk mengatasi keadaan atau masalah yang dihadapi oleh organisasi.
Para pengambil keputusan harus mempertimbangkan dengan baik corak proses pengambilan
keputusan yang akan digunakan. Melalui proses yang benar dapat dihasilkan keputusan yang
tepat. Pengambilan keputusan didasarkan pada jenis masalah yang dihadapi oleh organisasi.

3.2 Saran
Para pengambil keputusan sebaiknya memperhatikan dan memahami dengan baik
masalah yang dihadapi sehingga dapat mengambil keputusan yang tepat untuk mengatasi
masalah tersebut. Proses pengambilan keputusan harus dilakukan dengan baik dan lengkap
sehingga keputusan yang dihasilkan lebih baik dan akurat

16
DAFTAR PUSTAKA

Ardana, Komang dkk.2008. Perilaku Organisasi. Graha Ilmu. Yogyakarta.

Robbins, P.Stephen dan Timothy A. Judge. 2012. Perilaku Organisasi. Salemba Empat.
Jakarta.

https://www.academia.edu/31999333/strategi-pengambilan-keputusan-dalam-organisasi-dan-
contoh-kasus diakses pada 10 Februari 2020.

17

Anda mungkin juga menyukai