Anda di halaman 1dari 34

BAHAN BACA STRATIGRAFI

1. Strike dan dip


Strike atau Jurus adalah arah garis yang dibentuk dari perpotongan bidang planar dengan
bidang horizontal ditinjau dari arah utara.
Dip adalah derajat yang dibentuk antara bidang planar dan bidang horizontal yang
arahnya tegak lurus dari garis strike.

Strike Dip pada batuan umumnya muncul pada batuan hasil pengendapan (sedimen). Tapi
juga ditemukan pada batuan metamorf yang berstruktur foliasi. Penulisan strike dan dip hasil
pengamatan ialah :

 N (Derajat Strike) E/ (Derajat Dip) dan dibaca North to East (Nilai Strike) and (Nilai
Dip)

Strike dip pada perlapisan batuan dapat diukur dengan menggunakan kompas Geologi.
Kompas Geologi mumpuni untuk mengukur strike dip karena memiliki klinometer juga bulls
eye. Klinometer adalah rangkaian alat yang berguna untuk mengukur kemiringan dan Bulls eye
adalah tabung isi gelembung udara berguna untuk memposisikan kompas geologi agar menjadi
horizontal.

2. Struktur Sedimen

 PENGERTIAN DASAR

Sedimentary structure are large scale features of sedimentary rocks such as parallel bedding,
cross, bedding, ripple, and mudcracks that are best studied in the field. (Boggs, 1987)

Struktur sedimen dapat digunakan untuk penentuan interpretasi aspek lingkungan pengendapan
sedimen, mekanisme transportasi sedimen, arah arus purba (paleocurrent), dan kecepatan relatif
arus. Beberapa struktur sedimen juga dapat digunakan untuk penentuan top/bottom perlapisan
dan urutan pengendapan sikuen stratigrafi yang tidak terganggu oleh aktifitas tektonik.

 Identifikasi Struktur Sedimen

Stratification and Bedforms

Planar bedding & Laminated Bedding


Graded Bedding
lamination Massive Bedding / Structureless
Ripple
Bedform Dunes
Antidunes
Cross-Bedding
Ripple Cross-Lamination
Cross Stratification
Flaser and Lenticular Bedding
Hummocky cross-stratification
Convolute bedding and lamination
Flame Structure
Ball & Pillow
Syn-Sedimentary fault & fold
Irregular Stratification Dish & Pilar Structure
Channels
Scour and Fill Structure
Mottled Bedding
Stromatolite
Bedding-Plane Markings

Groove Cast ; Striations ; Bounce ; Brush ; Prod ; Roll Marks


Flute Cast
Parting Lineation
Load Cast
Tracks ; Trail ; Burrows
Mudcracks and syneresis cracks
Pits and small impressions
Rill and swash marks

Depositional Structures Wave formed structures


Wind formed structures
Chemically and biochemically formed
structures
Erosional Structures Scour marks
Tool marks
Deformation Structures Slump structures
Load & fonder structures
Injection structures
Fluid-Escapes structures
Desication structures
Impact structures (raindrops, etc)
Biogenic Structures Bioturbation structures
Biostratification structures
Other Structure Sedimentary sill and dikes

 Proses keterbentukan struktur sedimen


 Menentukan posisi top & bottom lapisan sedimen berdasarkan struktur sedimen

Struktur sedimen yang dapat digunakan sebagai penentu Top & Bottom suatu perlapisan adalah

 Struktur sedimen pada bagian top bedding surface


1. Ripple Marks .Ripple marks merupakan struktur sedimen yang bisa muncul baik pada
batuan silisiclastic dan sedimen karbonat.Terbentuk karena air dan angin.Ripple
marks berkembang pada material granular baik Undirectional Flow atau Oscilatory
Flow ( wave action).Ripple marks juga bisa dilihat dari sisi pada perlapisan
2. Raindrops imprint .merupakan struktur sedimen yang terbntuk karena bentuk cetakan
yang terjadi karena bekas cetakan air hujan

 Struktur sedimen pada sisin perlapisan


1. Pararel and Cross Lamination
2. Graded bedding
Normal Graded Bedding
Reverse Graded Bedding

 Struktur sedimen bagian bottom


1. Load cast.Terjadi karena pembebanan sedimen sehinga timbul seperti cetakan.
2. Flute cast
 Simbol-simbol struktur sedimen
3. Penampang Stratigrafi Terukur

 PENGERTIAN DASAR

Penampang stratigrafi terukur adalah gambaran dua dimensi secara vertikal yang
betujuan untuk mengetahui urutan stratigrafi, ketebalan setiap lapisan, hubungan stratigrafi
beserta sejarah sedimentasi nya. Lebih detailnya penampang stratigrafi terukur mampu
memerikan lapisan batuan secara lengkap dan sistematis serta menafsirkan lingkungan
pengendapan nya.

Pengukuran stratigrafi terukur dapat dilakukan sesaat atau setelah pemetaan geologi, hal
ini dilakukan karena, kita terlebih dahulu harus menentukan pilihan yang baik didaerah yang
sedang dipetakan untuk mendapatkan penampang singkapan batuan yang menerus. Kendala
yang kerap kali dijumpai pada saat melakukan pengukuran stratigrafi yaitu daerah dengan
kemiringan yang curam, singkapan batuan yang tertutup oleh vegetasi atau singkapan batuan
yang terendam oleh aliran sungai, dan lain sebagainya.

Alat – alat penting yang harus dibawa saat melakukan pengukuran penampang stratigrafi
terukur diantaranya :

a. pita ukur
b. kompas
c. palu geologi (batuan beku/sedimen)
d. loupe
e. komparator (beku/sedimen)
f. HCL
g. GPS
h. Alat tulis

Syarat melakukan penampang stratigrafi terukur diantaranya :

a. Diusahakan mencari singkapan yang berada di sepanjang sungai


b. Diusahakan tegak lurus terhadap strike
c. Terjadi perubahan litologi batuan
d. Tidak tertutup oleh vegetasi dan singkapan dalam kondisi baik
e. Tidak berada pada kemiringan yang curam
f. Tidak didoominasi oleh endapan alluvial

 MANFAAT PENAMPANG STRATIGRAFI TERUKUR

Mengukur suatu penampang stratigrafi dari singkapan mempunyai arti penting dalam penelitian
geologi. Manfaat yang dapat diketahui setelah melakukan pengukuran penampang stratigrafi
terukur yaitu sebagai berikut :

1. Mendapatkan data litologi terperinci dari urut-urutan perlapisan suatu satuan stratigrafi
2. Mengetahui ketebalan yang teliti dari tiap-tiap satuan stratigrafi.
3. Untuk mendapatkan dan mempelajari hubungan stratigrafi antar satuan batuan dan urut-
urutan sedimentasi dalam arah vertikal secara detil, untuk menafsirkan lingkungan
pengendapan.

 METODE PENGUKURAN PENAMPANG STRATIGRAFI SERTA MENGHITUNG


KETEBALAN SUATU LAPISAN

Pengukuran hendaknya dilaksanakan dengan menggunakan metoda-metoda yang dapat


dilaksanakan dengan cepat, namun akurat. Variasi lateral dari setiap satuan hendaknya dicatat
sedemikian rupa sehingga penyebaran dari setiap satuan di daerah penelitian dapat diketahui;
pengetahuan kita tidak hanya terbatas pada penampang yang merupakan produk pengukuran
pada suatu lembah atau lereng.

Lapisan-lapisan batuan sedimen dan banyak tipe satuan geologi lain pada dasarnya berbentuk
lentikuler. Karena itu, setiap kegiatan pengukuran penampang stratigrafi hendaknya dilakukan
dalam tingkat ketelitian yang cukup tinggi sedemikian rupa sehingga dapat mengantisipasi
perubahan-perubahan dimensi dan karakter setiap satuan yang ada.

Pada umumnya, terdapat dua metode dalam melakukan pengukuran penampang stratigrafi
terukur, diantaranya sebagai berikut :

1) Metode Jacob Staf

Metode Jacob Staff adalah metode yang digunakan untuk megukur ketebalan suatu
lapisan batuan yang menggunakan alat yang bernama tongkat jacob yaitu tongkat yang
panjangnya 150 cm, diberi tanda atau grid yang panjangnya 10cm berwarna hitam putih atau
merah putih untuk memudahkan perhitungan tebal lapisan tersebut dan pada ujung tongkat
terdapat busur derajat untuk menyesuaikan kemiringan lapisan batuan. Salah satu ujung tongkat
dibuat agak runcing agar mudah dalam menancapkan ke tanah, dan ujung yang lain untuk
menempatkan clinometers.
Metode ini lebih praktis dan cepat dalam pengolahan datanya dikarenakan langsung dapat
mengetahui tebal sebenarnya. Tetapi tidah semua bidang perlapisan bisa diukur dengan metode
ini, karena diperlukan singkapan yang ideal.

 Prosedur pengukuran

Prosedur pengukuran dengan menggunakan metode Jacob Staff adalahsebagai berikut :

1.Mempersiapkan alat-alat yang diperlukan, yaitu : kompas, palu, clipboard,Jacob staff


dan alat tulis.

2.Mengidentifikasikan lokasi dengan cara membuat deskripsi lokasi

3.Mengidentifikasi litologi dengan cara mendeskripsikan batuan

4.Ukur stikr/dip bidang perlapisan menggunakan kompas dan catat hasil pengukuran


tersebut

5.Tancapkan Jacob staff, kemudian miringkan tongkat tersebut sesuai denganarah dan
kemiringan bidang perlapisan dengan melihat busur derajat yang adadi kepala Jacob staff 

6.Hitung ketebalan perlapisan dengan menggunakan grid pada bagian bawah busur


derajat, setiap grid berukuran 10 cm
7. Catat dan simpan hasil pengukuran.

2) Metode Rentang Tali

Metode rentang tali adalah metode yang lakukan untuk mengukur ketebalan sebenarnya
suatu bidang perlapisan dengan cara merentangkan tali yang sudah di beri tanda atau grid setiap
10 cm atau 1 meter, kemudian direntangkan pada singkapan batuan dan sebelumnya diukur dip
dan slope bidang singkapan tersebut.

Selanjutnya dalam pengolahan data lapangan menggunakan metodematematis dengan


rumus. Metode ini lebih akurat dibandingkan dengan MetodeJacob Staff. Ada beberapa rumus
yang digunakan dalam pengukuranmenggunakan metode rentang tali, yaitu :

 Pada daerah datar

Pengukuran pada daerah datar, apabila jarak terukur adalah jarak tegak lurus jurus,
ketebalan langsung di dapat dengan menggunakan rumus : T = d sin ∂ (dimana d adalah jarak
terukur di lapangan dan ∂ adalah sudut kemiringan lapisan). Apabila pengukuran tidak tegak
lurus jurus, maka jarak terukur harus dikoreksi seperti pada cara diatas.

T = Sin α dip x LS

 Pada daerah berlereng

Terdapat beberapa kemungkinan posisi lapisan terhadap lereng seperti diperlihatkan pada
gambar 2 dan gambar 3. (Catatan: sudut lereng (s) dan kemiringan lapisan (∂) adalah pada
keadaan yang tegak lurus dengan jurus atau disebut “true dip” dan “true slope” ).
 Kemiringan lapisan searah dengan lereng. 

Bila kemiringan lapisan (∂ ) lebih besar daripada sudut lereng (s) dan arah lintasan tegak
lurus jurus, maka perhitungan ketebalan adalah :  T = d sin (∂ - s )

Bila kemiringan lapisan lebih kecil daripada sudut lereng dan arah lintasan tegak lurus
jurus, maka perhitungan ketebalan adalah : T = d sin (s - ∂ )

•    Kemiringan lapisan berlawanan arah dengan lereng 

Bila kemiringan lapisan membentuk sudut lancip terhadap lereng dan arah lintasan tegak
lurus jurus maka : T = d sin ( ∂ + s )
Apabila jumlah sudut lereng dan sudut kemiringan lapisan adalah 900 (lereng
berpotongan tegak lurus dengan lapisan) dan arah lintasan tegak lurus jurus maka: T = d

Bila kemiringan lapisan membentuk sudut tumpul terhadap lereng dan arah lintasan tegak
lurus jurus, maka : T = d sin (1800 - ∂ - s)

C. Kemiringan lapisan mendatar

Bila lapisannya relatif mendatar,dengan kemiringan lereng yang sudah diketahui dan di
ukur.  Maka dapat menggunakan rumus : T = d sin (s)

 Lapisan batuan tegak

Bila lapisannya relatif tegak,dengan kemiringan lereng yang sudah diketahui dan di ukur. 
Maka dapat menggunakan rumus : T = d sin (90o - s)
 PROFIL LINTASAN DAN KOLOM STRATIGRAFI

Dalam penelitian geologi, pengamatan stratigrafi disepanjang lintasan yang dilalui perlu
dibuat, baik dengan cara menggambarnya dalam bentuk sketsa profil lintasan ataupun melalui
pengukuran stratigrafi. Adapun tujuan dari pembuatan profil lintasan adalah untuk mengetahui
dengan cepat hubungan antar batuan / satuan batuan secara vertikal. 
Kol om 
stratigrafi a dala
h kolom ya ng 
menggamb arka
n susunan b erba
gai jenis ba tua
n serta
hubungan
antar
batuan menurut usia geologinya, ketebalan setiap satuan batuan, serta genesa pembentukan
batuan. Penampang kolom stratigrafi umumnya tersusun dari kolom-kolom denganatribut umur,
formasi, satuan batuan, ketebalan, besar-butir, simbol litologi, deskripsi%pemerian,fosil
dianostik, dan lingkungan pengendapan.
Kolom stratigrafi yang di peroleh dari jalur yang diukur  dijadikan dasar untuk beberapa
dasar sebagai berikut :
 Penentuan batas secara tepat dari satuan-satuan stratigrafi formal maupun informal, perlu
diketahui dalam peta dasar yang dipakai terpetakan atau tidak, sehingga akan
meningkatkanketepatan dari pemetaan geologi.
 Penafsiran lingkungan pengendapan satuan.
 Sarana korelasi dengan kolom-kolom yang diukur di jalur yang lain.
 Pembuatan penampang atau profil stratigrafi (stratigraphic section) untuk wilayah
tersebut.
 Evaluasi lateral (spatial = ruang) dan vertical (temporal = waktu), dari seluruh satuan
batuansebagai berikut :
1. lapisan batu pasir potensial sebagai reservoir
2. lapisan batubara
3. lapisan kaya fosild.3apisan bentonik

4. PEMBAGIAN SATUAN BATUAN

 PENGERTIAN DASAR

Fasies adalah aspek fisika, kimia atau biologi suatu endapan dalam kesamaan waktu. Dua
tubuh batuan yang diendapkan pada waktu yang sama dikatakan berbeda fasies, kalau kedua
batuan tersebut berbeda ciri fisik, kimia atau biologinya.

Fasies dapat didasari kesamaan:

1. litologi (litofasies)
2. kandungan organisme (biofasies)
3. lingkungan pengendapan (fasies darat, fasies delta)

Fasies memiliki tiga aspek pengertian, yaitu:


1) Aspek persamaan waktu dalam pembentukannya
2) Aspek perbedaan atau perubahan litologi secara lateral (litofacies).
3) Aspek perbedaan atau perubahan kandungan fauna secara lateral (biofacies).

 LITOSTRATIGRAFI

Litostratigrafi merupakan studi stratigrafi yang memfokuskan kepada jenis – jenis litologi
yang diamati di lapangan. Hal ini bertujuan untuk mengelompokkan jenis litologi yang berbeda
secara bersistem. Pada satuan litostratigrafi penentuan satuannya berdasarkan karakteristik
litologi dan hubungan stratigrafinya. Litologi yang diamati ketika melakukan observasi di
lapangan meliputi jenis batuan, kombinasi antar batuan (unconformity, superposisi,
crosscutting), kenampakan fisik batuan seperti warna, mineral, komposisi, dan ukuran butir,
struktur geologi, dan gejala lain pada tubuh batuan.. Penentuan batas penyebarannya tidak
terlangsung atas batas waktu. Jika ciri di atas belum memuaskan, maka akan digunakan data
geokimia, geofisika dll. Prinsip superposisi dan letak fosil yang ditemukan merupakan salah satu
komponen batuan.

Pemerian batuan didasarkan pada sifat-fisik, terutama dari kenampakan hand specimen
dan singkapan. Termasuk sifat fisik ini adalah jenis batuan, warna, mineral, komposisi, dan besar
butir. Suatu tubuh batuan atau kumpulan batuan, yang mempunyai ciri khas yang dapat
membedakan dengan satuan lain disekitarnya, disebut satuan batuan. Dengan demikian satuan
batuan ini dapat berupa batuan sedimen, beku, malihan datu batuan hasil aktivitas gunungapi.

Satuan stratigrafi umumnya mengikuti hukum superposisi, dalam keadaan normal batuan
yang tua akan terletak di bawah sedang batuan muda terletak di atas. Batasan dari suatu satuan
batuan diperikan berdasarkan ciri batuan yang ada pada penampang tipe atau stratotype.
Penampang tipe ini dapat berupa singkapan di alam, galian, penambangan, atau lubang bor.

Penamaan satuan dapat secara resmi (formal) dan tidak resmi (informal). Penamaan resmi
adalah penamaan yang mengikiti kaidah yang ada pada sandi stratigrafi, sedangkan yang tidak
resmi tentu saja yang tidak mengikuti hal tersebut.
Hierarki litostratigrafi resmi memiliki tingkatan satuan dari kecil ke besar, yaitu:

1. Lapisan (Bed) merupakan bagian dari anggota. Lapisan adalah satuan terkecil dari
litostratigrafi dari batuan sedimen. Dalam penamaan resmi dari litostratigrafi, lapisan
biasanya didasarkan pada ciri yang khas yang membedakan dengan lapisan lain
disekitarnya.
2. Anggota (Member)adalah bagian dari suatu formasi. Tingkat penyebarannya tidak
melebihi penyebaran formasi.
3. Formasi (Formation) adalah satuan dasar dalam pembagian satuan litostratigrafi yang
secara litologi dapat dibedakan dengan jelas dan dengan skala yang cukup luas
cakupannya untuk dipetakan dipermukaan atau ditelusuri dibawah permukaan. Formasi
dapat terdiri dari satu litologi atau beberapa litologi yang berbeda, dengan ketebalan
antara satu hingga ribuan meter.
4. Kelompok (Group) adalah satuan litostratigrafi yang terdiri dari dua formasi atau lebih
yang memiliki keseragaman ciri litologi.
5. Kelompok besar (Supergroup) adalah kombinasi dari beberapa kelompok.

Litostratigrafi berguna untuk menentukan korelasi atau hubungan stratigrafi antara satuan di atas
dengan satuan di bawahnya, dan dengan satuan litologi lainnya.

 BATAS SATUAN STRATIGRAFI

Batas Satuan Stratigrafi ditentukan sesuai dengan batas penyebaran ciri satuan tersebut
sebagaimana didefinisikan. Batas Satuan Stratigrafi jenis tertentu tidak harus berhimpit dengan
batas Satuan Stratigrafi jenis lain, bahkan dapat memotong satu sama lain.

BATAS DAN PENYEBARAN SATUAN

1) Batas satuan litostratigrafi ialah sentuhan antara dua satuan yang berlainan ciri litologi,
yang dijadikan dasar pembeda kedua satuan tersebut.
2) Batas satuan ditempatkan pada bidang yang nyata, batasnya merupakan bidang yang
diperkirakan kedudukannya (batas arbitrer).
3) Satuan-satuan yang berangsur berubah atau menjari-jemari, peralihannya dapat
dipisahkan sebagai satuan teresendiri apabila memenuhi persyaratan Sandi.
4) Penyebaran suatu satuan litostratigrafi semata-mata ditentukan oleh kelanjutan ciri-ciri
litologi yang menjadi ciri penentunya.
5) Dari segi praktis, penyebaran suatu satuan litostratigrafi dibatasi oleh batas cekungan
pengendapan atau aspek geologi lain.
6) Batas-batas daerah hukum (geografi) tidak boleh dipergunakan sebagai alasan
berakhirnya penyebaran lateral (pelamparan) suatu satuan.
7) Batas antar Satuan Litodemik berupa sentuhan antara dua satuan yang berbeda ciri
litologinya, dimana kontak tersebut dapat bersifat extrusi, intrusi, metamorfosa, tektonik
atau kontak berangsur.

Penjelasan : Batas satuan litostratigrafi tidak perlu berimpit dengan batas satuan stratigrafi
lainnya (misalnya batas satuan waktu).

Penjelasan : Batuan kontak antara dua Satuan Litodemik yang berangsur/bergradasi, dimana ciri
litologinya cukup berbeda dan memenuhi persyaratan Sandi dapat dikelompokkan menjadi
satuan tersendiri.

5. KORELASI STRATIGRAFI

 Jenis – Jenis Korelasi

Korelasi adalah penghubungan titik-titik kesamaan waktu atau penghubungan satuan-


satuan stratigrafi dengan mempertimbangkan kesamaan waktu (Sandi Stratigrafi Indonesia,
1996). Korelasi merupakan usaha untuk menunjukkan bahwa dua tubuh batuan diendapkan pada
rentang waktu yang sama (Dunbar & Rodgers, 1957; Rodgers, 1959). Korelasi secara luas
sehingga mencakup semua usaha untuk memperlihatkan kesebandingan litologi, paleontologi,
atau kronologi (Krumbein & Sloss, 1963).

Perbedaan antara konsep matching dengan konsep korelasi. Matching didefinisikan


secara sederhana sebagai korespondensi serangkaian data dengan tidak merujuk pada satuan
stratigrafi (Schwarzacher, 1975; Shaw, 1982). Kedua satuan itu mungkin tidak sebanding, baik
dalam hal waktu maupun litostragrafinya. Shaw (1982) menyatakan bahwa proses korelasi
adalah proses untuk menunjuk-kan hubungan geometri antara batuan, fosil, atau lintap data
geologi dengan tujuan untuk menafsirkan dan menyusun model fasies, merekonstruksikan

paleontologi, atau untuk menyusun model struktur. Tujuan korelasi adalah menetapkan
ekivalensi satuan-satuan stratigrafi yang terletak di daerah yang berbeda-beda.

Korelasi dapat dianggap langsung (resmi) atau tidak langsung (tidak resmi) (Shaw,
1982). Korelasi langsung (direct correlation) dilakukan secara fisik dan hasilnya tidak diragukan.
Penelusuran fisik suatu satuan stratigrafi yang menerus merupakan satu-satunya metoda yang
mampu memperlihatkan korespondensi satuan litostratigrafi dari satu tempat ke tempat lain
secara meyakinkan. Korelasi tidak langsung (indirect correlation) dilakukan dengan berbagai
metoda seperti pembandingan visual terhadap well logs, rekaman pembalikan kutub magnet, atau
kumpulan fosil.

Korelasi dibagi menjadi dua yaitu korelasi struktur dan korelasi stratigrafi. Korelasi
struktur dibuat dengan cara menempatkan lapisan pada keadaan yang sekarang, sehingga akan
memberikan gambaran posisi batuan setelah mengalami aktivitas tektonik (misalnya struktur
sesar, kekar, dan lipatan), sedangkan korelasi stratigraf dibuat dengan cara menempatkan atau
menggunakan suatu lapisan penunjuk (marker bed) pada kedudukan yang sama.
Korelasi Struktur dapat diaplikasikan untuk mengetahui deformasi struktur geologi
yang telah terjadi sepanjang waktu geologi pada sumur pemboran, dapat dilakukan flatten
(penyamaan data yang didapat di tiap sumur pada kedalaman (depth) yang sama pada masing-
masing sumur dimana dalam flatten ini kondisi stratigrafi yang diamati adalah kondisi pada saat
ini (setelah terdeformasi).

Korelasi Stratigrafi, batas-batas yang ditentukan berdasarkan kriteria tertentu belum


tentu sama dengan batas-batas yang ditentukan berdasarkan kriteria lain. Fakta inilah yang
mendorong munculnya metoda-metoda korelasi yang beragam (litokorelasi, biokorelasi,
kronokorelasi) dan dapat memberikan hasil yang berbeda-beda, meskipun diterapkan pada
lintang stratigrafi yang sama.

Sandi Stratigrafi Amerika Utara 1983 mengakui adanya tiga tipe utama korelasi sbb:

1) Litokorelasi (lithocorrelation) : yang mengungkapkan kemiripan litologi dan posisi


stratigrafi.

Pelacakan kemenerusan secara langsung dari sebuah unit lithostratografi dari suatu
singkapan ke singkapan lain adalah salah satu metode korelasi yang dapat menentukan kesamaan
dari sebuah unit. Metode korelasi ini dapat digunakan hanya jika lapisan secara menerus atau
mendekati menerus tersingkap. Jika singkapan dari lapisan tersela oleh daerah yang luas yang
tertutup tanah dan vegetasi lebat, atau lapisan terhenti oleh erosi, atau dipotong lembah yang
besar, atau tersesarkan, penelusuran secara fisik pada lapisan menjadi tidak mungkin. Dalam
keadaan itu, teknik korelasi lainnya (tidak langsung) harus digunakan (Boggs, 1987).

Korelasi unit lithostratigrafi dengan metode yang meliputi penyamaan lapisan dari suatu
area ke lainnya dengan dasar kesamaan lithologi dan posisi stratigrafi (Boggs, 1987). Dapat
ditelaah melalui kesamaan lithology, warna, kelompok mineral berat atau kelompok mineral
khusus, struktur sedimen utama seperti perlapisan dan laminasi silang-siur, dan ketebalan rata-
rata, dan karakteristik pelapukan. (Boggs, 1987).

Posisi stratigrafi yang memegang peranan penting adalah penentuan korelasi berdasarkan
kaitannya dengan suatu lapisan atau satuan yang sangat khas dan dapat dengan mudah
dikorelasikan dari satu tempat ke tempat lain. Lapisan atau satuan khas berperan sebagai control
unit untuk mengkorelasikan strata yang terletak di atas dan dibawahnya. Sebagai contoh, lapisan
satuan debu jatuhan yang tipis atau lapisan bentonit mungkin hadir dalam suatu lintap stratigrafi
dan dapat dengan mudah dikenal pada daerah tertentu. Jika debu atau bentonit itu merupakan
satu-satunya lapisan debu atau bentonit dalam lintap stratigrafi di daerah itu, sehingga tidak
mungkin tertukar dengan lapisan debu atau bentonit lain, maka lapisan itu dapat berperan sebagai
lapisan kunci (key bed; marker bed), kepada lapisan mana strata lain dapat dikaitkan. Semakin
banyak lapisan kunci, maka semakin mudah untuk mengkorelasikan.

2) Biokorelasi (biocorrelation) yang mengungkapkan kemiripan kandungan fosil dan


posisi biostratigrafi.

Satuan biostratigrafi merupakan satuan stratigrafi objektif yang dapat diamati dan
ditentukan keberadaannya berdasarkan fosil yang terkandung didalamnya. Satuan biostratigrafi
dapat dikorelasikan, tanpa tergantung pada waktunya, dengan menggunakan prinsip-prinsip yang
sangat mirip dengan prinsip-prinsip korelasi litostratigrafi, misalnya berdasarkan ke-match-an
menurut kandungan fosil dan posisi stratigrafinya.

Korelasi zona kumpulan didasarkan pada pengelompokkan tiga atau lebih taxa tanpa
memperhitungkan limit-limit kisarannya. Keberadaan zona tersebut ditentukan oleh urut-urutan
flora dan fauna yang berbeda dan zona tersebut berurutan satu di atas yang lain dalam suatu
penampang stratigrafi tanpa diselingi oleh rumpang. Zona kumpulan cenderung hanya dapat
digunakan untuk tujuan korelasi lokal.

Korelasi berdasarkan zona puncak (abundance zone; acme zone) ditentukan


keberadaannya berdasarkan jumlah maksimum relatif dari satu atau lebih spesies, genus, atau
taxon lain; bukan berdasarkan kisaran taxon. Zona itu merepresentasikan saat atau saat-saat
ketika suatu taxon tertentu berada pada puncak perkembangannya.

Korelasi kronostratigrafi berdasarkan metoda biologi terutama didasarkan pada


penggunaan concurrent range zones dan zona selang lainnya. Metoda korelasi biologi juga
mencakup penelaahan statistik terhadap data zona selang dan pengkorelasikan berdasarkan zona
puncak yang merupakan biological events yang berkaitan dengan fluktuasi iklim.
Korelasi zona selang adalah biozona yang membagi-bagi strata yang jatuh diantara saat-
saat dimana suatu taxon muncul untuk pertama kalinya dan saat-saat dimana suatu taxon hilang
untuk pertama kalinya. Hingga dewasa ini dikenal adanya beberapa tipe zona selang, termasuk
zona yang dibentuk oleh kisaran taxa yang saling bertumpang-tindih. Tipe-tipe zona selang yang
dikenal dewasa ini adalah:

1) Zona selang antara pemunculan pertama dan pemunculan terakhir suatu taxon tunggal.
Zona selang seperti ini dikenal dengan sebutan zona kisaran taxon (taxon range zone).
2) Zona selang antara pemunculan pertama dua taxa yang berbeda atau pemunculan terakhir
dari kedua taxa tersebut.
3) Zona selang antara pemunculan pertama suatu taxon dan pemunculan terakhir taxon yang
lain.
4) Zona selang yang ditentukan oleh zona-zona kisaran yang saling bertumpang tindih. Zona
selang seperti ini dikenal dengan sebutan concurrent range zone.

Tipe-tipe zona selang itu memiliki tingkat kegunaan yang berbeda-beda dalam korelasi
kronostratigrafi seperti yang akan dijelaskan di bawah ini.

Zona kisaran taxon mungkin berguna untuk kronokorelasi jika taxa yang dipakai sebagai
dasar penentuannya memiliki kisaran stratigrafi yang pendek. Namun, zona ini tidak terlalu
bermanfaat jika taxa yang dipilih sebagai dasar penentuan-nya memiliki kisaran yang panjang
(misalnya beberapa jaman).

Ketika suatu zona kisaran taxon sangat panjang dan, oleh karenanya, korelasi
berdasarkan zona kisaran taxon itu tidak sesuai digunakan, korelasi pada skala yang lebih tinggi
dapat dilakukan berdasarkan tipe-tipe zona kisaran lain. Zona kisaran yang didasarkan pada
pemunculan pertama dua taxa yang berbeda.

3) Kronokorelasi (chronocorrelation) yang mengungkapkan korespondensi umur dan


posisi kronostratigrafi.

Korelasi kronostratigrafi adalah matching up satuan-satuan stratigrafi berdasarkan


kesebandingan waktu, korelasi yang menyatakan korespondensi umur dan posisi kronostratigrafi
dari satuan-satuan stratigrafi. Penentuan kesebandingan waktu antar berbagai strata merupakan
tulang punggung dari stratigrafi global dan dianggap oleh kebanyakan ahli stratigrafi sebagai tipe
korelasi yang terpenting. Metoda korelasi kronostratigrafi dapat dibedakan menjadi dua kategori:
(1) metoda biologi; dan (2) metoda fisika/kimia.

. Event stratigraphy memfokuskan diri pada specific events dalam suatu satuan stratigrafi
atau suatu lintap batuan, bukan pada karakter fisik atau karakter biologinya. Adanya peristiwa
yang memengaruhi proses sedimentasi secara global. Semua fasies hasil sedimentasi akan
ekivalen dalam arti kata semuanya terbentuk oleh peristiwa yang sama. Dengan demikian, semua
fasies itu, secara kronologi, adalah sebanding. Event memiliki skala yang berbeda-beda,
tergantung pada durasi, intensitas, dan efek-efek geologi yang ditimbulkan-nya. Beberapa
convulsive event berlangsung sangat cepat, dan memiliki pengaruh regional. Events seperti itu
dapat menimbulkan efek-efek yang luas, termasuk punahnya organisme. Karena besarannya,
endapan dari peristiwa-peristiwa itu dapat membentuk suatu bagian penting dari rekaman
geologi. Bahkan, rekaman stratigrafi sebenarnya cenderung untuk mengindikasikan jejak-jejak
gangguan berskala besar (Seilacher, 1992).

Korelasi yang dilakukan berdasarkan short-term geologic event markers disebut event
correlation. Beberapa peristiwa menghasilkan lapisan kunci yang dapat ditelusuri dari satu
tempat ke tempat lain hingga jarak yang jauh. Lapisan kunci sangat bermanfaat untuk korelasi
kronostratigrafi, dan untuk korelasi litostratigrafi, jika diendapkan sebagai produk geologic event
yang pada hakekatnya berlangsung “seketika”.

Event correlation juga didasarkan pada posisi suatu batuan dalam perlapisan atau daur
transgresi-regresi (Ager, 1981). Menurut Ager (1981), event correlation dalam kasus tersebut
didasarkan pada korelasi puncak-puncak daur sedimen yang diasumsikan mengindikasikan umur
yang sama. Aspek yang digunakan dalam korelasi ini merupakan produk transgresi-regresi yang
kemungkinan merepresentasikan terjadinya perubahan muka air laut eustatik di seluruh muka
bumi atau perubahan muka air laut lokal sebagai akibat pengangkatan, subsidensi, atau fluktuasi
pasokan sedimen.

Variasi kelimpahan relatif isotop-isotop nonradioaktif-stabil tertentu dalam sedimen


bahari dan fosil dapat digunakan sebagai alat kronokorelasi. Bukti-bukti geokimia menunjukkan
bahwa komposisi isotop-isotop oksigen, karbon, belerang, dan stronsium di samudra mengalami
fluktuasi yang hebat atau “ber-ekskursi” di masa lalu. Fluktuasi itu terekam dalam sedimen
bahari. Variasi komposisi isotop dalam sedimen atau fosil memungkinkan para ahli geokimia
untuk merekonstruksikan isotopic composition curve yang dapat digunakan sebagai stratigraphic
marker untuk tujuan korelasi. Agar dapat bermanfaat dalam korelasi, fluktuasi komposisi isotop
itu harus dapat dikenal pada skala global dan harus berlangsung dalam rentang waktu yang
singkat sedemikian rupa sehingga akan tampak sebagai suatu “kick” dalam kurva komposisi
isotop. Selain itu, para ahli stratigrafi harus dapat menetapkan posisi stratigrafi relatif dari
fluktuasi tersebut dalam kaitannya dengan skala biostratigrafi, paleomagnet, atau radiometrik.

 Skala Waktu Geologi

Merupakan bagian – bagian secara teori dari sesuatu yang pada hakekatnya terus menerus
sebagai bagian yang dipakai untuk memudahkan dalam pernyataan hubungan waktu pada
kejadian – kejadian geologi. Terbagi menjadi beberapa kolom Era mencirikan Masa, Periode
mencirikan Jaman, Epoch mencirikan Kala, dan terdapat keterangan waktu lamanya suatu
kala/jaman.

Skala waktu geologi digunakan oleh para ahli geologi dan ilmuwan untuk menjelaskan
waktu dan hubungan antar peristiwa yang terjadi sepanjang sejarah Bumi, dimana Bumi
diperkirakan telah berumur sekitar 4.570 juta tahun. Waktu geologi Bumi disusun menjadi
beberapa unit menurut peristiwa yang terjadi pada tiap periode.

Skala waktu geologi digunakan oleh para ahli geologi dan ilmuwan untuk menjelaskan
waktu dan hubungan antar peristiwa yang terjadi sepanjang sejarah Bumi. Bukti-bukti dari
penanggalan radiometri menunjukkan bahwa Bumi berumur sekitar 4.570 juta tahun. Waktu
geologi Bumi disusun menjadi beberapa unit menurut peristiwa yang terjadi pada tiap periode.
Masing-masing zaman pada skala waktu biasanya ditandai dengan peristiwa besar geologi atau
paleontologi, seperti kepunahan massal. Sebagai contoh, batas antara zaman Kapur dan Paleogen
didefinisikan dengan peristiwa kepunahan dinosaurus dan berbagai spesies laut. Periode yang
lebih tua, yang tak memiliki peninggalan fosil yang dapat diandalkan perkiraan usianya,
didefinisikan dengan umur absolut.

Penentuan umur suatu batuan dapat dilakukan dengan cara analisis fosil apabila batuan
tersebut sedimen dan terdapat fosil di dalamnya, atau menggunakan radiometric dating untuk
batuan yang tidak memiliki fosil atau jenis batuannya beku atau metamorf.
Gambar 2. Skala Waktu Geologi

 Cara Pembuatan Log

Setelah memiliki data-data dilapangan, hal yang harus dilakukan kemudian adalah
mengurutkannya dalam sebuah log. Untuk membuat log, sebelumnya kita harus mengetahui
symbol- simbol
batuan terlebih
dahulu. Berikut
adalah simbol-
simbol batuan
yang secara
umum diterima
oleh kalangan
geologis.
Gambar 3. Simbol – simbol batuan

Kemudian pembuatan log atau kolom litologi juga harus memperhatikan deskripsi dari
batuan yang kita teliti, seperti tekstur, struktur, dll dari batuan tersebut.

Pembuatan Log di urutkan dari yang paling tua ke paling muda, dari bawah ke atas.
Tujuan pembuatan log ini pada bagian korelasi adalah agar kita dapat mengetahui kesamaan
antar lapisan yang dapat dihubungkan dengan lapisan lainnya pada log lainnya.

 Ketentuan urutan (tua-muda) pembentukan batuan.

Untuk menentukan urutan pembentukan batuan, mana yang lebih dahulu terbentuk dll,
dibutuhkan pemahaman mengenai hukum stratigrafi yang telah dipelajari pada praktikum
sebelumnya.

Metode penentuan umur secara relatif sangat bergantung pada konsep-konsep


stratigraphy. Dapat digunakan dua tipe klasifikasi untuk menentukannya. Yakni rock
stratigraphic unit yang berdasarkan pada karakteristik fisis maupun sifat batuan serta time
stratigraphic unit yang berdasarkan pada waktu ketika material terbentuk. Antara lain: (Pelajari
Hukum-hukum stratigrafi)

a) Superposition.
Konsep paling dasar yang digunakan dalam relative dating merupakan hukum superposisi. Di
mana setiap lapisan pada urutan batuan sedimen (atau lapisan batuan volcanic) lebih muda
daripada lapisan di bawahnya dan lebih tua daripada lapisan di atasnya. Hukum ini mengikuti
dua asumsi. Pertama, lapisan pada awalnya terdeposit dekat horizontal. Kedua, lapisan tidak
mengalami pembalikan setelah terdeposit.

b) Faunal Succession.
Mirip dengan hukum superposisi, hukum pergantian fauna menyatakn bahwa kelompok dari
fossilisasi fauna dan flora terjadi sepanjang geologic record dalam urutan yang berbeda dan
dapat diidentifikasi. Berdasarkan hukum ini, batuan sediment dapat ditentukan umurnya
berdasarkan fossil yang terkandung di dalamnya. Index fossil sangat berguna dalam penentuan
umur berdasarkan hukum ini. Yaitu fossil yang berevolusi dengan cepat dan tersebar luas secara
geografis.

c) Crosscutting Relationship.
Umur relative dari batuan dan kejadian geologic juga dapat ditentukan menggunakan hukum
hubungan crosscutting. Di mana fitur geolic seperti intrusi igneous maupun patahan memiliki
umur lebih muda daripada unit yang mereka lalui atau mereka potong.

d) Inclusions.
Pecahan dari batuan berumur tua yang berada diantara batuan igneous yang lebuh muda atau
batuan sediment dengan ukuran bulir kasar juga dapat digunakan dalam penentuan umur relative.
Inklusi sangat membantu pada bidang contact dengan igneous rock bodies di mana magma yang
bergerak ke atas melalui kerak membawa serpihan batuan yang berumur lebih tua di sepanjang
jalan yang dilaluinya.
Gambar 4. Cross Cutting

 Metode Korelasi:

Secara praktis pada singkapan terbuka atau foto udara atau yang lebih jelas lagi pada
rekaman seismic dapat ditelusuri secara menerus bidang-bidang perlapisan atau yang
mewakilinya. Tetapi kebanyakan keberadaan singkapan selalu tidak menerus karena tertutup
vegetasi atau soil. Ada dua metoda yang biasa dipakai dalam mengerjakan korelasi yaitu:

 Metoda Organik
Mempergunakan fosil, kumpulan fosil, atau ciri alamiah lain yang memiliki kesamaan
waktu dalam kehidupannya. Fosil-fosil tersebut antara lain:

a) Fosil Indeks, fosil penunjuk (paleomarker) yaitu yang memiliki penyebaran lateral luas
dan penyebaran vertical terbatas
b) Zona fosil, yaitu acme-zones, lineage zone, concurrent zone

 Metoda Anorganik
Didasarkan atas penyamaan lapisan-lapisan batuan, antara lain:
a) Menyelusuri secara menerus perlapisan batuan
b) Mempergunakan “key-bed”
c) Menyamakan urut-urutan batuan dalam lapis
d) Menyelusuri karakteristik “kicks electric log” atau log mekanik lainnya
e) Dengan menentukan umur absolut

Untuk Pengkorelasian log dapat dilakukan melalui pendekatan

 KORELASI LITOSTRATIGRAFI :

menghubungkan lapisan-lapisan batuan yang mengacu pada kesamaan jenis litologi (batuan).

Catatan : satu lapisan batuan adalah satu satuan waktu pengendapan.


Gambar 5. Korelasi Litostratigrafi

Prosedur :

1. Korelasikan mulai dari bawah dengan melihat litologi (batuan) yang sama.
2. Korelasikan/hubungkan titik-titik lapisan batuan yang memiliki jenis litologi yang sama
3. Breksi pada SUMUR-1 dikorelasikan dgn breksi pada SUMUR-2, demikian halnya juga
dengan batugamping dan batulempung.
4. Sebaran batupasir di SUMUR-1 menunjukkan adanya pembajian ke arah SUMUR-2,
demikian napal di SUMUR-2 menunjukkanpembajian ke arah SUMUR-1.

 KORELASI BIOSTRATIGRAFI
Menghubungkan lapisan-lapisan batuan didasarkan atas kesamaan kandungan dan
penyebaran fosil yang terdapat di dalam batuan.

Gambar 6. Korelasi Biostratigrafi

Mengacu pada kesamaan kandungan dan penyebaran fosil yang terdapat di dalam batuan

Prosedur dan penjelasan:

1. Korelasikan/hubungkan lapisan lapisan batuan yang mengandung kesamaan dan


persebaran fosil yang sama (Pada gambar diatas diwakili oleh garis warna hitam).
2. Kandungan dan sebaran fosil pada batulempung di Sumur-1 sama dengan kandungan dan
sebaran fosil pada serpih di Sumur-2, sehingga batulempung yang ada di Sumur-1 dapat
dikorelasikan dengan serpih yang terdapat di Sumur-2.
3. Batupasir pada Sumur-1 mengandung kumpulan fosil K sedangkan pada Sumur-2,
batupasir juga mengandung kumpulan dan sebaran fosil K. Dengan demikian lapisan
batupasir pada Sumur-1 dapat dikorelasikan dengan batupasir pada Sumur-2.
4. Kandungan dan sebaran fosil pada lempung di Sumur-1 sama dengan kandungan dan
sebaran fosil pada napal di Sumur-2, sehingga lempung yang ada di Sumur-1 dapat
dikorelasikan dengan napal yang terdapat di Sumur-2.

 KORELASI KRONOSTRATIGRAFI

Menghubungkan lapisan-lapisan batuan yang mengacu pada kesamaan umur


geologinya.

Gambar 7. Korelasi Kronostratigrafi

Prosedur :

1. Korelasikan/hubungkan titik-titik kesamaan waktu dari setiap kolom yang ada, pada
gambar diwakili oleh garis orange). Garis ini dikenal sebagai garis kesamaan umur
geologi.
2. Korelasikan lapisan-lapisan batuan yang jenis litologinya sama dan berada di antara garis
umur yang sama. Pada gambar di atas ditunjukkan oleh batupasir pada SUMUR-1 dengan
batupasir pada SUMUR-2, serpih pada SUMUR-1 dan serpih pada SUMUR-2 (diwakili
garis biru).
3. Konglomerat pada SUMUR-1 tidak boleh dikorelasikan dengan konglomerat pada
SUMUR-2 karena umur geologinya berbeda.
4. Korelasi lapisan-lapisan batuan tidak boleh memotong garis umur.
DAFTAR PUSTAKA

Boggs, S. Jr. 1987. Principles of Sedimentary and Stratigraphy. Merril Publishing Company,
Columbus.

Sandi Stratigrafi Indonesia, 1996.

Ward W, Keller G, Stinnesbeck W, Adatte T (1995) Yucatan subsurface revisited: implications


and constraints for the Chicxulub meteor impact. Geology 23:873–876.

Wijaya, Hangga. 2012. Korelasi Log Sumur (Well Log). Semarang. Universitas Diponegoro

Anda mungkin juga menyukai