Anda di halaman 1dari 7

TOPIK 2

PENATALAKSANAAN PEMBERIAN TERAPI ANTIRETROVIRAL (ARV)

A. TUJUAN PEMBELAJARAN :
1. TUJUAN UMUM
Setelah mempelajari materi ini, mahasiswa diharapkan mampu memahami
penatalaksanaan pemberian terapi ARV.
2. TUJUAN KHUSUS
Setelah mempelajari materi ini, mahasiswa diharapkan mampu:
1). Menjelaskan Pengertian ARV
2). Menjelaskan tujuan pemberian terapi ARV
3). Menjelaskan Jenis-jenis Obat ARV
4). Menjelaskan Indikasi Pemberian Terapi ARV
5). Menjelaskan dan Mendemonstrasikan Persiapan Pemberian Terapi ARV
6). Menjelaskan Cara Pemilihan Obat ARV
7). Menjelaskan Pemantauan Setalah Pemberian Obat ARV
8). Menjelaskan Efek Samping Pemberian Terapi ARV
9). Kepatuhan Minum Obat
B. POKOK-POKOK MATERI
Berdasarkan tujuan yang telah dipaparkan di atas, maka pokok-pokok materi yang akan
dibahas dalam Topik 2 ini adalah :
1). Menjelaskan Pengertian ARV
2). Pemberian terapi ARV
3). Jenis-jenis Obat ARV
4). Indikasi Pemberian Terapi ARV
5). Persiapan Pemberian Terapi ARV
6). Cara Pemilihan Obat ARV
7). Pemantauan Setalah Pemberian Obat ARV
8). Efek Samping Pemberian Terapi ARV
9). Kepatuhan minum obat
C. URAIAN MATERI
1. Pengertian Antiretrovirus (ARV)
Pengobatan antiretroviral merupakan bagian dari pengobatan HIV dan AIDS untuk
mengurangi risiko penularan HIV, menghambat perburukan infeksi oportunistik,
meningkatkan kualitas hidup penderita HIV, dan menurunkan jumlah virus (viral load)
dalam darah sampai tidak terdeteksi (Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia,
2014)
2. Tujuan Pemberiatan Terapi Antiretrovirus (ARV)
Pemberian terapi antiretroviral (ARV) pada odha bertujuan untuk menurunkan angka
kematian akibat AIDS, angka kesakitan, rawat inap dan meningkatkan kualitas hidup
odha berbagai stadium (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2013)
3. Jenis-Jenis Obat Antiretrovirus (ARV)
Berdasarkan cara kerjanya ARV dibedakan dalam beberapa golongan yaitu golongan
NRTI, NNRTI, dan PI yang termasuk dalam golongan NRTI adalah: Abacavir,
Didanosin, Lamivudin, Stavudin, Tenolovir, Zalcibatin, Zidotudin sementara yang
termasuk golongan NNRTI adalah: Efavirenz, Neviparin dan yang termasuk golongan PI
adalah: Loponavir, Ritonavir, Nelfinavir, Saquinavir.
Sediaan obat-obatan ARV adalah :
a. Tenofovir (TDF) 300 mg
b. Lamivudin (3TC) 150 mg
c. Zidovudin (ZDV/AZT) 100 mg
d. Efavirenz (EFV) 200 mg dan 600 mg
e. Nevirapine (NVP) 200 mg
f. Kombinasi dosis tetap (KDT):
1. TDF+FTC 300mg/200mg
2. TDF+3TC+EFV 300mg/150mg/600mg

Pemerintah menyediakan sediaan Kombinasi Dosis Tetap (KDT) / Fixed Dose


Combination (FDC) untuk rejimen TDF + 3TC (atau FTC) + EFV. Sediaan KDT ini
merupakan obat pilihan utama, diberikan sekali sehari sebelum tidur Obat ARV harus
diminum seumur hidup dengan tingkat kepatuhan yang tinggi (>95%) sehingga petugas
kesehatan perlu untuk membantu pasien agar dapat patuh minum obat, kalau perlu
melibatkan keluarga atau pasien lama. Kepatuhan pasien dalam meminum obat dapat
dipengaruhi oleh banyak hal seperti prosedur di layanan, jarak, keuangan, sikap petugas
dan efek samping. Oleh karena itu perlu dicari penyebab ketidak patuhannya dan
dibantu untuk meningkatkan kepatuhannya, seperti konseling dan motivasi terus
menerus. Ketidak patuhan kepada obat lain seperti kotrimkoksasoltidak selalu menjadi
dasar untuk menentukan kepatuhan minum ARV (Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia, 2014)

4. Indikasi Pemberian ARV


(http://siha.depkes.go.id/portal/files_upload/4__Pedoman_Fasyankes_Primer_ok.pdf)
a. Semua pasien dengan stadium 3 dan 4, berapapun jumlah CD4
b. Semua pasien dengan CD4 < 350 sel/ml, apapun stadium klinisnya
c. Semua pasien dibawah ini apapun stadium klinisnya dan berapapun jumlah CD4
1. Semua pasien ko-infeksi TB
2. Semua pasien ko-infeksi HBV
3. Semua ibu hamil
4. ODHA yang memiliki pasangan dengan status HIV negatif (sero discordant)
5. Populasi kunci (penasun, waria, LSL,WPS)
6. Pasien HIV (+) yang tinggal pada daerah epidemi meluas seperti Papua dan
Papua Barat
5. Persiapan Pemberian ARV (Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2014).
Persiapan Pemberian ARV Prinsip pemberian ARV adalah harus menggunakan 3
jenis obat yang ketiganya harus terserap dan berada dalam dosis terapeutik dalam
darah, dikenal dengan highly active antiretroviral therapy (HAART).Istilah HAART
sering disingkat menjadi ART (antiretroviral therapy) atau terapi ARV. Pemerintah
menetapkan paduan yang digunakan dalam pengobatan ARV dengan berdasarkan pada
5 aspek yaitu efektivitas, efek samping/toksisitas, interaksi obat, kepatuhan, dan harga
obat.Konseling terapi yang memadai sangat penting untuk terapi seumur hidup dan
keberhasilan terapi jangka panjang. Isi dari konseling terapi ini termasuk: kepatuhan
minum obat, potensi/kemungkinan risiko efek samping atau efek yang tidak
diharapkan atau terjadinya sindrom pulih imun (Immune Reconstitution Inflammatory
Syndrome/IRIS) setelah memulai terapi ARV.
Orang dengan HIV harus mendapatkan informasi dan konseling yang benar dan
cukup tentang terapi antiretroviral sebelum memulainya.Hal ini sangat penting dalam
mempertahankan kepatuhan minum ARV karena harus diminum selama
hidupnya.Faktor yang mempengaruhi kepatuhan minum ARV adalah penyediaan ARV
secara cuma-cuma, kemudahan minum obat dan kesiapan untuk meminumnya.Setelah
dilakukan konseling kepatuhan, ODHA diminta berkomitmen untuk menjalani
pengobatan ARV secara teratur untuk jangka panjang. Konseling meliputi cara dan
ketepatan minum obat, efek samping yang mungkin terjadi, interaksi dengan obat lain,
monitoring keadaan klinis dan monitoring pemeriksaan laboratorium secara berkala
termasuk pemeriksaan CD4. (Nanag Munif Yasin, Hesaji Maranty, & Wahyu Roosi
ningsih, 2011).
1. Pada anak dengan HIV, perlu dilakukan kajian khusus untuk kesiapan terapi
ARV, di antaranya:
a. Kaji situasi keluarga termasuk jumlah orang yang terkena atau berisiko
terinfeksi HIV dan situasi kesehatannya.
b. Identifikasi orang yang mengasuh anak dan kesediaannya untuk mematuhi
pengobatan ARV dan pemantauannya.
c. Kaji pemahaman keluarga mengenai infeksi HIV dan pengobatannya serta
informasi mengenai status infeksi HIV dalam keluarga.
d. Kaji status ekonomi, termasuk kemampuan untuk membiayai perjalanan ke
klinik, kemampuan membeli atau menyediakan tambahan makanan untuk anak
yang sakit dan kemampuan membayar bila ada penyakit yang lain. Penilaian
klinis dan tes laboratorium berperan penting untuk melihat kondisi ODHA
sebelum inisiasi ARV dan membantu penentuan paduan yang akan digunakan.
2. Menurut WHO tahun 2002, ARV bisa dimulai pada orang dewasa berdasarkan
kriteria sebagai berikut:
a. Bila pemeriksaan CD4 bisa dilakukan Pasien stadium IV (menurut WHO),
tanpa memperhatikan hasil tes CD4 Pasien stadium I, II, III (menurut WHO)
dengan hasil perhitungan loimfosit total < 200 /l Yayasan Kerti Praja, 1992).
b. Bila pemeriksaan CD4 tidak dapat dilakukan: Pasien stadium IV (menurut
WHO), tanpa memperhatikan hasil hitung limfosit total Pasien stadium I, II,
III (menurut WHO) dengan hasil perhitungan limfosit total < 1000 – 1200/ .
c. limfosit total < 1000 – 1200/ dapat diganti dengan CD4 dan dijumpai tanda-
tanda HIV. Hal ini kurang penting pada pasien tanpa gejala (stadium I
menurut WHO) hendaknya jangan dilakukan pengobatan karena belum ada
petunjuk tentang beratnya penyakit .
d. Pengobatan juga dianjurkan untuk pasien stadium III yang lanjut, termasuk
kambuh, luka pada mulut yang sukar sembuh dan infeksi pada mulut yang
berulang dengan tidak memperhatikan hasil pemeriksaan CD4 dan limfosit
total (Depkes, 2003).
6. Cara Pemilihan Obat
1. Pertimbangan dalam memilih obat adalah hasil pemeriksaan CD4, viral load dan
kemampuan pasien mengingat penggunaan obatnya. Pertimbangan yang baik
adalah memilih obat berdasarkan jadwal kerja dan pola hidup.
2. Kebanyakan orang lebih mudah mengingat obat yang diminum sewaktu makan
7. Pemantauan Setelah Pemberian ARV (Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia, 2014).
Pemantauan setelah pemberian ARV bertujuan untuk mengevaluasi respons
pengobatan.Evaluasi ODHA selama dalam pengobatan dilakukan bersama-sama
antara dokter, perawat, dan konselor. Evaluasi tidak hanya dilakukan untuk kondisi
fisik, namun juga psikologis, untuk membantu ODHA dan keluarganya selama
menjalani pengobatan. Jadwal Pemantauan Setelah Pemberian ARV Penilaian klinis
dan tes laboratorium berperan penting untuk melihat kondisi ODHA sebelum inisiasi
ART dan berguna untuk memonitor respons pengobatan dan kemungkinan toksisitas
obat ARV.Pemantauan klinis dalam pengawasan dokter dilakukan rutin minimal
sebulan sekali dalam 6 bulan pertama setelah inisiasi ART.Pemantauan oleh dokter
selanjutnya dapat dilakukan minimal 3 bulan sekali atau lebih sering, sesuai dengan
kondisi dan kepatuhan pengobatan.
Pemantauan terhadap efek samping ARV dan substitusi ARV Saat ini paduan
ART yang dianjurkan (KDT) dalam lini pertama mempunyai efek samping minimal
(jarang terjadi), kurang toksik dan sederhana (sekali sehari), sehingga akan
meningkatkan kepatuhan pengobatan. Efek samping (toksisitas) ARV dapat terjadi
dalam beberapa minggu pertama setelah inisiasi hingga toksisitas pada pemakaian
lama seperti dalam tabel 10.Kebanyakan reaksi toksisitas ARV tidak berat dan dapat
diatasi dengan memberi terapi suportif.Efek samping minor dapat menyebabkan
ODHA tidak patuh minum obat, karenanya tenaga kesehatan harus terus
mengkonseling ODHA dan mendukung terapi.
Prinsip penanganan efek samping akibat ARV adalah sebagai berikut:
b. Tentukan beratnya toksisitas
c. Evaluasi obat yang diminum bersamaan, dan tentukan apakah toksisitas terjadi
karena (satu atau lebih) ARV atau karena obat lainnya
d. Pertimbangkan proses penyakit lain (seperti hepatitis virus atau sumbatan bilier
jika timbul ikterus)
e. Tata laksana efek samping bergantung pada beratnya reaksi.

Penanganan secara umum adalah:

a. Derajat 4, reaksi yang mengancam jiwa: segera hentikan semua obat ARV, beri
terapi suportif dan simtomatis; berikan lagi ARV dengan paduan yang sudah
dimodifikasi (contoh: substitusi 1 ARV untuk obat yang menyebabkan toksisitas)
setelah ODHA stabil
b. Derajat 3, reaksi berat: ganti obat yang dicurigai tanpa menghentikan pemberian
ARV secara keseluruhan.
c. Derajat 2, reaksi sedang: beberapa reaksi (lipodistrofi dan neuropati perifer)
memerlukan penggantian obat. Untuk reaksi lain, pertimbangkan untuk tetap
melanjutkan pengobatan; jika tidak ada perubahan dengan terapi simtomatis,
pertimbangkan untuk mengganti 1 jenis obat ARV
d. Derajat 1, reaksi ringan: tidak memerlukan penggantian terapi. Tekankan
pentingnya tetap meminum obat meskipun ada toksisitas pada reaksi ringan dan
sedang. Jika diperlukan, hentikan pemberian terapi ARV apabila ada toksisitas
yang mengancam jiwa. Perlu diperhatikan waktu paruh masing-masing obat untuk
menghindari kejadian resistansi.
8. Efek Samping Pemberian ARV
a. Efek samping jangka pendek adalah: mual, muntah, diare, sakit kepala, lesu dan
susah tidur. Efek samping ini berbeda-beda pada setiap orang, jarang pasien
mengalami semua efek samping tersebut. Efek samping jangka pendek terjadi segera
setelah minum obat dan berkurang setelah beberap minggu. Selama beberapa minggu
penggunaan ARV, diperbolehkan minum obat lain untuk mengurangi efek samping.
b. Efek samping jangka panjang ARV belum banyak diketahui
c. Efek samping pada wanita: efek samping pada wanita lebih berat dari pada pada laki-
laki, salah satu cara mengatasinya adalah dengan menggunakan dosis yang lebih
kecil. Beberapa wanita melaporkan menstruasinya lebih berat dan sakit, atau lebih
panjang dari biasanya, namun ada juga wanita yang berhenti sama sekali
menstruasinya. Mekanisme ini belum diketahui secara jelas.
9. Kepatuhan Minum Obat
1. Kepatuhan terhadap aturan pemakaian obat membantu mencegah terjadinya resistensi
dan menekan virus secara terus menerus.
2. Kiat penting untuk mengingat minum obat:
a. Minumlah obat pada waktu yang sama setiap hari
b. Harus selalu tersedia obat di tempat manapun biasanya pasien berada, misalnya di
kantor, di rumah, dll
c. Bawa obat kemanapun pergi (di kantong, tas, dll asal tidak memerlukan lemari es)
d. Pergunakan peralatan (jam, HP yang berisi alarm yang bisa diatur agar berbunyi
setiap waktunya minum obat (Yayasan Kerti Praja, 1992).
D. LATIHAN
Untuk memperdalam pemahaman mahasiswa mengenai materi di atas, kerjakanlah latihan
berikut ini!
1. Diskusikanlah dengan teman Anda, apakah peran perawat dalam pemberian Terapi
ARV?
2. Buatlah roll play pemberian obat ARV di pelayanan kesehatan baik tingkat pertama
maupun Rumah sakit kemudian videokan!

Anda mungkin juga menyukai