Anda di halaman 1dari 199

1

MODUL HADIS-ILMU HADIS


UNTUK PERSIAPAN UJIAN NASIONAL

MADRASAH ALIYAH AL-MA’HAD AN-NUR


PROGRAM ILMU-ILMU KEAGAMAAN
NGRUKEM-BANTUL
2

BAB I
ILMU HADIS

Kompetensi Dasar :
Menjelaskan pengertian Ilmu Hadis, macam-macam Ilmu Hadis, faedah
mempelajari dan menyebutkan pengarang Ilmu Hadis
Indikator :
Siswa dapat ;
1. Menjelaskan pengertian Ilmu Hadis secara bahasa dan istilah
2. Menyebutkan macam-macam Ilmu Hadis
3. Menyebutkan faedah mempelajari Ilmu Hadis
4. Menyebutkan pengarang Ilmu Hadis

Sebelum kita mempelajari lebih jauh tentang permasalahan dalam Hadis,


sebaiknya kita mempelajari Ilmu Hadis terlebih dahulu . Ilmu Hadis inilah nanti
yang akan mengantar seseorang dapat memahami Hadis dengan baik. Banyak
orang mempelajari Hadis tetapi tidak mempelajari Ilmu Hadis terlebih dahulu
akibatnya ia tidak mampu memecahkan persoalan ketika dihadapkan pada suatu
kesulitan dan permasalahan dan pamahamannyapun menyimpang dari yang
dikehendaki. Berikut ini akan dipaparkan apa sebenarnya Ilmu Hadis itu.
A. Pengertian Ilmu Hadits
Secara etimologi Ilmu Hadis terdiri dari dua kata yaitu Ilmu dan Hadis. Ilmu
artinya pengetahuan atau kepandaian. Sedang Hadis berasal dari akar kata :

‫ث يح يد ٍكثنا ىك ىح ىداىثةن ىك ىح ًديٍػثنا‬


‫ث يى ٍح يد ي‬
‫ىح ىد ى‬
yang di antara artinya : ‫ٍخبىػ ير ىكالٍ ىكالى يـ‬
‫ال ى‬ ( al-khabar= berita, pembicaraan,
perkataan). Secara etimologi Hadis diartikan berita karena isi hadis adalah
tentang berita dari Rasulillah atau membawa berita dari Rasulillah saw. Hadis
secara terminologis sebagaimana yang telah dijelaskan pada materi Hadis di
kelas X yaitu berita yang disandarkan kepada Nabi Muhammad saw baik berupa
perkataan, perbuatan dan persetujuan. Lebih tegas disebutkan :

‫فعل أك تقري ور‬ ‫يف إلى النبي صلى اهلل عليو كسلم من قى و‬
‫وؿ أك و‬ ً ‫كل ما أ‬
‫يض ى‬ ُّ
Segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi saw baik berupa perkataan,
perbuatan dan persetujuan.
Pada definisi ini Hadis hanya sesuatu yang disandarkan kepada Nabi saw,
mengeluarkan sesuatu yang tidak disandarkan kepada selain Rasul. Sesuatu yang
3

tidak disandarkan kepada Nabi bukan Hadis seperti perkataan para Nabi terdahulu
atau perkataan para sahabat dan lain-lian. Namun penyandaran berita kepada Nabi
adakalanya secara lafdzi dan adakalanya secara hukmi. Penyandaran secara lafdzi
jelas maknanya yakni penyandaran kepada Nabi menggunakan kalimat yang
jelas, misalnya kata seorang perawi akau mendengar Rasul bersabda :…. Atau aku
melihat Rasul melakukan begini….dan seterusnya. Sedangkan penyandaran
secara hukmi seperti sahabat melakukan sesuatu Nabi melihat dan beliau diam
tidak melarang yang disebut dengan Hadis taqrîriy atau kata seorang sahabat di
antara sunah begini….dan seterusnya.
Dalam perkembangan berikutnya, Hadis tidak cukup diartikan sebagaimana di
atas, karena yang bisa menyaksikan atau mendengar berita itu hanya para sahabat
secara hapalan. Berita itu disampaikan kepada umat Islam generasi setelahnya
sampai pada masa pengkodifikasian. Hadis yang sampai kepada kita tidak cukup
berbentuk berita dari Nabi saw saja, akan tetapi harus disertai sanad dan
pentakhrijnya. Dengan demikian Hadis adalah gabungan berita dari Nabi saw
yang disebut dengan matan (isi berita) dan sandaran berita yang diterima yang
disebut dengan sanad. Jadi Hadis adalah gabungan dari matan dan sanad Hadis.
Untuk lebih jelasnya berikut akan dipaparkan pengertian sanad, matan, dan
mukharrij Hadis, karena unshur-unshur Hadis ini nantinya yang menjadi obyek
dalam pengertian Ulmu Hadis :

Sanad menurut bahasa adalah ‫لم ٍعتى ىمػ يد‬


‫اٍ ي‬ : ―sesuatu yang dijadikan sandaran,
pegangan, dan pedoman.‖ Dan menurut istilah ahli Hadis ialah :

‫صلى ًة اًلىى ال ىٍم ٍت ًن‬


ً ‫اؿ الٍمو‬
ٍ ‫الر ىج ً ي‬
ً ‫ًسل‬
ِّ ‫ٍسلىةي‬
Mata rantai para periwayat Hadis yang menghubungkan sampai kepada
matan Hadis.

Matan ) ‫لمػ ٍتن‬


‫اٍ ى‬ ( nurut bahasa berarti ; keras, kuat, sesuatu yang nampak
dan yang asli. Menurut istilah Matan adalah :

‫ث الَّتًىى ت يق ٍو يـً ىبها ىم ىعانًٍي ًو‬


ً ٍ‫ظ الٍح ًدي‬
‫أىلٍ ىفا ي ى‬
Beberapa lafazh Hadis yang membentuk beberapa makna.
Berbagai redaksi definisi matan yang diberikan para ulama, tetapi intinya
sama yaitu materi atau isi berita Hadis itu sendiri yang datang dari Nabi saw.
Matan Hadis ini sangat penting karena yang menjadi topik kajian dan kandungan
syariat Islam untuk dijadikan petunjuk dalam beragama.
Sedangkan ‗Mukharrij‟ adalah isim fa`il (bentuk pelaku) dari kata Takhrîj
atau istikhrâj dan ikhrâj yang dalam bahasa diartikan ; menampakkan,
mengeluarkan dan menarik. Maksud Mukharrij di sini adalah adalah seorang
perawi yang menyebutkan suatu Hadis dalam kitabnya dengan sanadnya. Dr. Al-
Muhdiy enyebutkan :
4

‫الرىكايىًة ىكالٍبي ىخا ًرم‬


ِّ ‫ج يى ىو ذىاكً ير‬
‫فىال يٍم ىخ ِّر ي‬
Mukharrij adalah penyebut periwayatan sepert al-Bukhari.
Misalnya jika suatu Hadis mukharrij-nya al-Bukhari berarti Hadis tersebut
dituturkan al-Bukhari dalam kitabnya dengan sanadnya. Oleh karena itu biasanya
pada akhir periwayatan suatu Hadis disebutkan ‫أخرجو البخارم‬ Hadis di-takhrîj
oleh al-Bukhari dan seterusnya.
Misalnya sabda Nabi sampai kepada kita melalui periwayatan al-Bukhari
yang ada dalam kitab al-Bukhari. al-Bukhari menerima Hadis dari Ibn al-
Mutsannâ dari Abd al-Wahhâb al-Tsaqafiy dari Ayyub dari Abi Qilâbah dari Anas
dari Nabi saw. Hubungan mereka secara bermata rantai dan sandar menyandar
dari al-Bukhari yang disebut dengan A ke B dan dari B ke C dan seterusnya
disebut sanad dan al-Bukhari sebagai periwayat terakhir dan dialah yang
menghimpun Hadis serta sanadanya dalam kitab karyanya al-Jâmi` al-Shahîh li
al-Bukhariy disebut al-Mukharrij.
Pengertian Ilmu Hadis menurut Syeikh `Izz al-Dîn Ibn Jama`ah sebagaimana
yang dikutip oleh al-Suyuthiy dalam kitab Tadrîb al-Râwiy dan Syeikh Jamal al-
Dîn al-Qâsimiy al-Dimasyqiy dalam bukunya Qawâ‟id al-Tahdîts min Funûn
Mushthalah al-Hadîts 1/28, adalah sebagai berikut :

‫السنى ًد كالمت ًن كموضوعيوي‬


َّ ‫أحواؿ‬
‫ي‬ ‫ؼ بًهاى‬
‫عر ي‬
‫قوانين يي ى‬
ً
‫علم ب ى‬
‫علم الحديث ه‬
‫حي ًح من غي ًره‬
ٍ ‫الص‬
َّ ‫كالمتن كغايتيوي معرفةي‬
‫ي‬ ‫السنى يد‬
َّ
Ilmu Hadis adalah ilmu yang mempelari kaedah-kaedah untuk mengetahui
keadaan sanad dan matan. Topik pembahasan Ilmu Hadis adalah tentang sanad
dan matan. Sedangkan tujuannya adalah untuk mengetahui yang sahahih dari
yang lainnya.
Atau Ilmu Hadis sebagaimana yang disebutkan dalam kitab al-Kawâkib al-
Durriyyah „alâ al-Manzhûmat al-Bayqûniyah 1/7 adalah :

‫ؼ ًم ٍن‬
‫عر ي‬
‫قوانين يي ى‬
ً
‫علم ب ى‬ ‫حدهي ؟ ىو ه‬
ً
ُّ ‫الحديث ؟ كما ىو‬ ‫علم‬
‫فما ىو ي‬
ِّ ‫الرا ًكم كالٍ ىم ٍر ًك‬
‫م‬ ‫ًخاللًها ى‬
َّ ‫حاؿ‬
Apa itu Ilmu Hadis ? Dan bagaimana definisinya? Dia adalah ilmu yang
mempelajari tentang qawanin atau kaedah-kaedah untuk mengetahui tentang
keadan perawi dan yang diriwayatkan.
Dua definisi di atas tidak ada perbedaan secara substansial, karena maksud sanad
dan matan yang menjadi obyek ilmu sama dengan al-râwiy dan al-marwiy. Sanad
adalah perawi dan matan adalah marwi (yang diriwayatkan). Dari definisi di atas
5

dapat dipahami bahwa Ilmu Hadis mempunyai beberapa kriteria yang lebih umum
yaitu sebagai berikut :
1. Ilmu, adalah pengetahuan yang bersifat ilmiah dan sistematis. Ilmu ini
mempelajari kaedah-kaedah yang merupakan kesimpulan dari
pengalaman penelitian para pakar ahli Hadis.
2. Qawânîn bentuk plural dari qânûn bisa diartikan kaedah-kaedah, dasar-
dasar dan perundang-undangan yang menyangkut keadaan sanad
ataupun matan. Kaedah-kaedah itu dijadikan pedoman dalam menilai
Hadis yang diterima dan Hadis yang tertolak. Misalnya, sanad yang
diterima adalah sanad yang shahih. Sanad shahih adalah sanad yang
muttashil (bersambung), adil, dhabith (kuat daya ingat), tidak ada syâdz
(keganjilan) dan illat (cacat) dan seterusnya. Matan Hadis shahih
adalah yang tidak ada keganjilan dan cacat dan seterusnya.
3. Keadaan sanad dan matan, siapa yang meriwayatkan dan apa yang
diriwayatkan. Bagaimana keadaan yang meriwayatkan dan bagaimana
keadaan yang diriwayatkan dan seterusnya.
Dengan demikian obyek pembahasan Ilmu Hadis sifatnya masih umum
yaitu meliputi siapa yang meriwayatkan, dari siapa ia meriwayatkan, apa yang
diriwayatkan dan bagaimana keadaan periwayatan tersebut. Siapa yang
menerima periwayatan Hadis, dari siapa ia menerima periwayatan Hadis dan apa
isi periwayatannya. Bagaimana keadaan atau sifat-sifat periwayatan, sifat-sifat
orang yang meriwayatkan Hadis, sifat-sifat orang yang menerima periwayatan
dan sifat-sifat materi periwayatan.
B. Macam-Macam Ilmu Hadis
Ilmu Hadis terbagi menjadi dua macam yaitu Ilmu Hadis Riwayah dan
Ilmu Hadis Dirayah. Untuk lebih jelasnya berikut akan dibahas masing-masing :
1. Ilmu Hadis Riwayah
Ada beberapa definisi yang ditampilkan di sini tentang Ilmu Hadis
Riwayah di antaranya menurut Dr.Muhammad `Ajâj al-Khathîb ialah :

‫نضيف إلى النبى صلى اهلل عليو‬ ً ‫يقوـ علىى‬


‫نقل ما أ ى‬ ‫العلم الذل ي‬
‫ي‬
‫صفة ىخلٍقيَّ وة أك يخليقيَّ وة نقالن دقي نقا‬
‫فعل أك تقري ور أك و‬ ‫كسلم من و‬
‫قوؿ أك و‬
‫محررا‬
ًّ
Ilmu yang mempelajari tentang periwayatan sesuatu yang disandarkan
kepada Nabi saw baik berupa perkataan atau perbuatan atau persetujuan
atau sifat pisik ataupun sifat perangai (akhlak) dengan periwayatan yang
teliti dan berhati-hati.1

1
`Ajaj al-Khathîb, al-Mukhtashar al-Wajîz fi `Ulûm al-Hadîts, h.7
6

Sementara itu Ibn al-Akfâniy yang dikutip oleh al-Qâsimiy dalam kitabnya
Qawâ‟id al-Tahdîts min Funûn Mushthalah al-Hadîts memberikan definisi
sebagai berikut :

ِّ ‫أقو ًاؿ‬
‫النبي‬ ً ‫علم يشتى ًم يل على‬ ً ِّ ‫الخاص‬
‫نقل ى‬ ‫بالركاية ه‬ ِّ ‫علم الحديث‬
ً ‫ضب ًطها كتحري ًر‬ ً
‫ألفاظها‬ ٍ ‫كأفعالو كركايتًها ك ى‬
Ilmu Hadis yang khusus Riwayah adalah ilmu yang meliputi pemindahan
segala perkataan Nabi dan segala perbuatannya, periwayatan dan
kedhabithannya serta penguraian lafaz-lafaznya.
Sesuai dengan nama Ilmu Hadis Riwayah fokus pembahasan ilmu ini
adalah tentang periwayatan. Periwayatan berarti memindahkan berita apa
adanya tanpa merobah, tanpa menambah dan tanpa mengurang. Apa saja yang
datang secara periwayatan dari Nabi saw atau dari sahabat dan atau dari
tabi‘in baik berupa perkataan (qawliy), perbuatan (fi`liy), persetujuan
(taqrîriy), dan sifat-sifat Rasul (washfiy) adalah bagian pembahasan Ilmu
Hadis Riwayah tanpa membicarakan dan menilai bagaimana sifat-sifat atau
keadaan perawi dan matan. Tentunya kata periwayatan menyangkut siapa
yang menjadi periwayat (râwiy), dari siapa ia meriwayatkan (marwiy `anhu),
dan apa isi berita yang diriwayatkan (marwiy). Dengan demikian Ilmu Hadis
Riwayah hanya mempelajari periwayatan apa, siapa, dan dari siapa berita iu
diriwayatkan tanpa membahas keadaan perawi dan marwi yang menjadi
persyaratkan shahih atau tidaknya suatu periwayatan.
Contoh kongkritnya buku-buku Ilmu Hadis Riwayah seperti Buku Induk
Hadis Enam (‫الستة‬ ‫ )الكتب‬yaitu :

a. ‫الصحيح لً ٍلب ىخا ًرم‬


َّ ‫الجامع‬
‫ي‬
b. ‫سلًم‬
ٍ ُ‫ًلم ي‬ ‫الجامع الصحيح‬
c. ‫سنى ين أبي داكد‬,
‫ي‬
d. ‫جامع الترمذم‬
e. ‫سنن النسائي‬
f. ‫سنن ابن ماجة‬
Contoh Ilmu Hadis Riwayah yang lain, seperti kitab-kitab Hadis yang
banyak beredar di masyarakat pesantren mislanya ;
7

‫َّو ًكم‬ ً َّ ‫ًرياىض‬


a. ‫الصالحين للنػ ى‬ ‫ي‬
b. ‫الم ىر ًاـ لًل ىٍع ٍسقالىن ًي‬
ٍ ‫بي ٍلوغي‬
c. ‫األربعين للنوكم‬
Untuk memperjelas definisi di atas perlu dikemukakan pengertian kata
riwayat. Kata ‫ركاية‬ berasal dari kata ‫ ركل يركم ركاية‬dalam bahasa adalah
memindahkan atau memindahkan berita. Periwayatan yang sesungguhnya
adalah:

‫و‬
‫بتحديث أك‬ ‫كإسناد ذلك الى من عي ًز ى‬
‫م إليو‬ ‫ي‬ ‫السنى ًة كنح ًوىا‬
ُّ ‫نقل‬
‫ي‬
‫ذلك‬
‫كغير ى‬
‫إخبار ي‬ ‫ه‬
Memindahkan Sunnah dan sesamanya dan menyandarkannya kepada orang
yang membawa berita atau menyampaikan Sunnah tersebut dan atau
lainnya. 2
Jadi periwayatan adalah memindahkan berita yang diterima dari
seorang perawi kepada orang lain, disandarkaan kepada pembawa berita
atau yang menyampaikannya.
Orang pertama yang melakukan penghimpunan Ilmu Hadis Riwayah
atau sebagai pendirinya adalah Muhammad bin Syihâb al-Zuhriy berdasarkan
intruksi Khalifah `Umar bin `Abd al-`Azîz ( 99 – 101 H). Tujuannya
memelihara Hadis secara cermat dan berhati-hati dari segala kesalahan dalam
periwayatan, menyebar luaskannya kepada seluruh umat Islam, mengikuti
keteladanan Nabi, dan melaksanakan hukum-hukum Islam serta memelihara
etika-etikanya. Sedang faedahnya yang pokok adalah menjauhi kesalahan
dalam memindahkan periwayatan yang disandarkan kepada Nabi saw.

2. Ilmu Hadis Dirâyah


Secara lughawi Ilmu Hadis Dirâyah adalah ilmu pengetahuan tentang
Hadis ( dirâyah berarti pengetahuan). Menurut Ajâj al-Khathîb dan al-
Qâsimiy pengertian Ilmu Hadis Dirâyah adalah sebagai berikut :

2
al-Suyuthi, Tadrîb …, h. 40
8

ً
‫كشركطها‬ ً ‫الر‬
‫كاية‬ ِّ ‫عرؼ منو حقيقةي‬ ً ِّ ‫الخاص‬ ً
‫علم يي ى‬
‫بالدراية ه‬ ِّ ‫الحديث‬ ‫كعلم‬
‫ي‬
ً
‫كأصناؼ المركيَّات كما يتعلَّ يق‬ ً
‫كشركطهم‬ ً‫الركاة‬ ً
ً ‫كأحكامها‬
ُّ ‫كحاؿ‬ ً
‫كأنواعها‬
‫بً ىها‬
Ilmu Hadis khusus Dirayah adalah ilmu yang mempelajari tentang hakekat
periwayatan, syarat-syaratnya, macam-macamnya, hukum-hukumnya, kondisi
para perawi dan syarat-syaratnya, macam-macam yang diriwayatkan dan
sesuatu yang berkaitan dengannya. 3
Definisi lain dikemukakan oleh sebagian ulama sebagaimana yang
dikutip oleh Syeikh Thahir al-Jazâir al-Dimasyqiy dalam bukunya Tawjîh al-
Nazhar Ilâ Ushûl al-Atsar 1/792 bahwa Ilmu Hadis Dirayah adalah :

‫صح وة كحس ون‬


َّ ‫ند كالمت ًن من‬ ً ‫الس‬
َّ ‫أحواؿ‬
‫ي‬ ‫ؼ بها‬ ‫عر ي‬ ً ً
‫علم ب ىقوان ٍي ىن يي ى‬
‫ه‬
ً
‫كاألداء‬ ‫التحم ًل‬
ُّ ‫كنزكؿ ككيفيَّ ًة‬
‫و‬ ‫ف كقط وع كعيليو‬ ‫كضعف كرف وع ككقٍ و‬ ‫و‬
‫ى‬
ً ‫الر‬
‫جاؿ كما أ ٍشبىوى ذلك‬ ً
ِّ ‫كصفات‬
Adalah ilmu yang mempelajari tentang kaedah-kaedah untuk mengetahui
keadaan sanad dan matan baik dari segi shahih, hasan dan dha‟if, marfu‟,
mawqûf dan maqthû‟, âliy dan nâzil, metode tahammul dan adâ, sifat-sifat
para tokoh Hadis dan sebagainya.
Al-Suyuthi dalam kitab Alfiyah-nya memberikan definisi sebaga
berikut :

‫أحواؿ مت ون و‬
‫كسند‬ ‫ي‬ ‫الحديث ذيك قوانًٍي ىن تي ىح ُّد = يي ٍد ىرل بًها‬
ً ‫علم‬
‫ي‬
‫كالمردكد‬
‫ي‬ ‫المقبوؿ‬
‫ي‬ ‫كالمقصود = أف ييعرؼ‬‫ي‬ ‫ف ىذانًك الموضوعي‬
Ilmu Hadis adalah ilmu yang memiliki beberapa kaedah yang dengan
kedah itu dapat diketahui keadaan matan dan sanad.
Itulah topik pembahasan Ilmu Hadis. Tujuan ilmu ini adalah mengetahui
mana Hadis yang makbul dan mana yang mardud.
Dari definisi di atas dapat dipahami bahwa pembahasan Ilmu Hadis
Dirâyah lebih diarahkan kepada sifat-sifat periwayatan baik yang
meriwayatkan (râwiy) maupun yang diriwayatkan (marwiy) dilihat dari segi
diterima atau ditolak. Sifat-sifat yang berkaitan dengan periwayatan seperti
hakekat periwayatan, syarat-syaratnya, macam-macamnya, hukum-hukumnya

3
`Ajâj al-Khathîb, al-Mukhtashar al-Wajîz fi `Ulûm al-Hadîts, h. 7
9

dan lain-lain. Di antara ulama Hadis ada yang menyebut nama lain bagi Ilmu
Hadis Dirâyah ini seperti Ilmu Hadis atau Ilmu Mushthalah al-Hadîts.
Ilmu Hadis Dirâyah fokusnya pada mempelajari pengetahuan (dirâyah)
Hadis baik dari segi keadaan periwayatan sanad maupun keadaan matannya,
apakah telah memenuhi persyaratan sebagai Hadis yang diterima atau
tertolak. Berbeda dengan Ilmu Hadis Riwayah fokusnya hanya pada
mempelajari periwayatan (riwâyah) dari Nabi atau sahabat dan atau tabi‘in
tanpa mempelajari sifat-sifatnya dari segi diterima atau tertolak, shahih atau
tidak, seperti mempelajari perkataan, perbuatan, persetujuan, dan sifat-sifat
Nabi. Siapa yang meriwayatkan berita itu, dari siapa ia meriwayatkannya, apa
isi berita yang diriwayatklan, dan tanpa mempelajari diterima (makbul) dan
tidaknya (mardud) suatu periwayatan.
Penghimpun Ilmu Hadis Dirâyah pertama adalah Al-Qâdhiy Abu
Muhammad al-Hasan bin Abd al-Rahman bin Khalad al-Ramahurmuziy ( w.
360 H). Tujuannya, menghimpun kaedah-kaedah yang berkaitan dengan
periwayatan Hadis baik para periwayat atau yang diriwayatkannya. Faedahnya
yang pokok adalah mengetahui mana periwayatan yang diterima (maqbûl )dan
mana yang tertolak (mardûd), mana Hadis shahih dan mana Hadis yang tidak
shahih.
Ilmu Hadis Dirayah mempunyai beberapa cabang di antaranya :
ً‫الركاة‬
1. ‫ علم تىوا ًريٍ يخ ُّ ى‬adalah ilmu tentang biografi atau sejarah hidup para
perawi Hadis, dari kelahiran, wafat, guru-gurunya, murid-muridnya,
tempat belajar dan lain-lain. Tujuan mempelajari Ilmu Tawârîkh al-
Ruwâh, adalah untuk mengetahui bersambung (muttashil) atau tidaknya
sanad suatu Hadis. Maksud persambungan sanad adalah pertemuan
langsung apakah seorang perawi itu bertemu langsung dengan gurunya
atau pembawa berita ataukah tidak. Semua itu dapat dideteksi melalui
Ilmu ini. Muttashil-nya sanad ini nanti dijadikan salah satu syarat
keshahihan suatu Hadis dari segi sanad.
Pertama kali orang yang sibuk memperkenalkan ilmu ini secara
ringkas adalah :
a. al-Bukhari (w. 256 H) kemudian Muhammad bin Sa`ad ( w. 230
H) dalam kitab ‫( الطبقات‬Thabaqât)

b. `Izzu al-Dîn Ibn al-Atsîr (w.630 H) menulis : ‫أسد الغابة في أسماء‬


‫( الصحابة‬Usdu al-Ghâbah fî Asmâ al-Shahâbah),
c. Ibn Hajar al-`Asqalâniy ( w. 852 H) yang menulis ; ‫اإلصابة في‬
‫( تمييز الصحابة‬al-Ishâbah fî Tamyîz al-Shahâbah) kemudian
diringkas oleh
10

d. al-Suyûthiy (w. 911 H) dalam bukunya yang bernama ‫عين‬


: ‫`( اإلصابة‬Ayn al-Ishâbah).4
e. Ibn Zaber Muhammad bin `Abdillah al-Rub`iy ( w. 379 H)
menulis ‫الوفيات‬ (Al-Wafayât)

‫َّع ًػديٍل‬ ً
2. ٍ ‫ٍج ٍػر ًح كالتػ‬
‫عل يػم ال ى‬ adalah ilmu tentang perawi yang memiliki sifat
adil (taqwa) dan dhabith (kuat daya ingat dan hapalannya) atau yang
tidak adil dhabith. Tujuan mempelajari Ilmu al-Jarh wa al-Ta`dil,
untuk mengetahui sifat atau nilai keadilan, kecacatan dan atau ke-
dhabith-an (kekuatan daya ingat) seorang perawi Hadis. Jika sifatnya
adil dan dhabith Hadisnya dapat diterima sebagai Hadis yang shahih
dan jika cacat tidak ada keadilan dan ke-dhabith-an maka Hadisnya
tertolak.
Di antara kitab yang yang berbicara ilmu ini adalah :
a. ‫( طبقات ابن سعد الزىرم البصرم‬Thabaqât Ibn Sa`ad al-Zuhiy al-
Bashriy w.230 H) terdiri 15 jilid,
b. ‫تواريخ ثالثة‬ (Tawârîkh Tsalâtsah) dan ‫التاريخ الكبير‬ (al-Târîkh al-
Kabîr) oleh al-Bukhari ( w. 256 H),
c. ‫( التاريخ‬Tarîkh) ditulis oleh `Alî al-Madîniy ( w. 234 H),
d. ‫(الجرح كلتعديل‬al-Jarh wa al-Ta`dîl) karya Ibn Hâtim,
e. ‫(الثقات‬al-Tsiqât) karya Ibn Hibbân,

f. ‫ ( الكما ؿ في الضعفاء‬al-Kâmil fî al-Dhu`afâ‟) karya Ibn `Adiy,


g. ‫ ( الكماؿ في أسما الرجاؿ‬al-Kamâl fî Asmâ‟ al-Rijâl) karya `Abd al-
Ghaniy al-Maqdisiy.
h. ‫ ( ميزاف اإلعتداؿ‬Mîzân al-I`tidal) karya al-Dzahabiy,
i. ‫ (تهذيب التهذيب‬Tahdzîb al-Tahdzîb) karya Ibn Hajar al-`Asqalâniy,
dan lain-lain.

3. ‫ٍحديث‬ ً ٍ‫علم غى ًري‬


‫ب ال ى‬ adalah ilmu tentang makna Hadis yang musykil
atau yang sulit dipahami maknanya adakalanya suatu kata mempunyai

4
Shubhî al-Shalih, `Ulûm al-Hadîts…, h. 110-111
11

makna ganda atau karena Hadis menggunakan bahasa yang jarang


dipakai di kalangan orang Atab. Tujuan mempelajari Ilmu Gharîb al-
Hadîts, untuk mengetahui mana kata-kata dalam Hadis yang tergolong
gharîb dan bagaimana metode para ulama memberikan interpretasi
kalimat gharîb dalam Hadis tersebut.
Pertama kali yang menulis ilmu ini adalah Abû `Ubaidah Ma`mar
bin al-Mutsanna al-Bashriy ( w. 210 H), kemudian Abû al-Hasan bin
Syumail al-Mâzaniy (w. 204 H), Abû `Ubaid al-Qâsim bin Salâm ( w. 223
H), Ibn Qutaibah ( w. 276 H), kemudian
a. al-Zamakhsyariy ( w.538 H) dalam bukunya ‫الفػػائق فػػي غريػػب‬
‫(الحديث‬al-Fâ‟iq fî Gharîb al-Hadîts),
b. Ibn al-Atsîr ( w. 606 H) dengan karyanya ‫النها ية في غريب الحديث‬
‫كاألثػر‬ (al-Nihâyah fî Gharîb al-Hadîts wa al-Atsar) yang diringkas
oleh
c. al-Suyûthiy ( w. 911 H) dengan nama ‫ػدر النػاثر تلخػيه نهايػة ابػن‬
ٌ ‫ال‬
‫( األثير‬al-Durr al-Natsîr Talkhîsh Nihâyah Ibn al-Atsîr).
ً ً‫ علػم م ٍختىل‬adalah ilmu tentang Hadis-Hadis yang
‫ػف الحػديث‬
4. ‫ي‬ kontra
lahir maknanya tetapi dapat dikompromikan. Misalnya penulisan Hadis
pada masa awal perkembangan Islam, ada Hadis yang melarang penulisan
Hadis dan ada pula Hadis yang perintah menulisnya. Jika terjadi seperti di
atas, maka langkah penyelesaiannya dikompromikan ( al-jam`u wa al-
tawfîq) yaitu dengan cara takhshîsh al-`amm (mengkhususkan yang
umum), nâsikh mansûkh, dan lain-lain.
Tujuan ilmu ini mengetahui Hadis mana saja yang kontra satu
dengan yang lain dan bagaimana pemecahannya atau langkah-langkah apa
yang dilakukan para ulama dalam menyikapi Hadis-Hadis yang kontra
tersebut. Pertama kali yang menulis Ilmu Mukhtalif al-Hadîts ini adalah
a. al-Syafi‘i ( w. 204 H) dengan karyanya ‫( اختالؼ الحػديث‬Ikhtilâf
al-Hadîts),
b. Ibn Qutaibah ( w. 276 H) dengan karyanya ‫الحػديث‬ ‫تأكيػل مختلػف‬
(Ta‟wîl Mukhtalif al-Hadîts),
c. al-Thahâwiy dengan karyanya ‫مشػكل اثثػار‬ (Musykil al-Âtsâr),
dan lain-lain.
‫س ٍػوخ‬ ً
5.
‫علػم النَّاس ًػخ كال ىٍم ٍن ي‬ adalah ilmu tentang Hadis-Hadis yang dihapus
hukumnya dengan Hadis yang datang belakangan. Tujuan mempelajari
12

Ilmu Nasikh Mansûkh untuk mengetahui salah satu proses hukum yang
dihasilkan dari Hadis dalam bentuk Nasikh Mansûkh dan mengetahui
alasan terjadi Nasikh Mansûkh.
Pertama kali yang menulis Nâsikh al-Hadîts wa Mansûkhuhu
adalah Ahmad bin Ishâk al-Dînariy (w. 318 H), Muhammad bin Bahr al-
Ashbahâniy ( w. 322 H), Hibat Allah bin Salâmah ( w. 410 H),
Muhammad bin Mûsa al-Hazimiy ( w. 584 H), dan Ibn al-Jauziy (w. 597
H). Buku-buku Nâsikh Mansûkh yang tenar antara lain ;
a. ‫االعتبػار فػي الناسػخ كالمنسػوخ مػن اثثػار‬ (al-I`tibâr fi al-Nâsikh wa al-
Mansûkh min al-Âtsâr) karya Abû Bakar Muhammad bin Mûsâ al-
Hâzimiy,
b.‫كالمنسوخ‬ ‫الناسخ‬ (al-Nâsikh wa al-Mansûkh) karya Imam Ahmad, dan
c. ‫سخ‬ٛ‫دش إٌّـد‬٠‫دض احدبص‬٠‫( رجغ‬Tajrîd al-Ahâdîts al-Mansûkhah) karya Ibn al-
Jauziy.
6. ‫علػػم ًعلىػ ًػل الحػػديث‬ adalah ilmu tentang Hadis-Hadis yang cacat
tersembunyi kecuali setelah diadakan penelitian sehingga ditemukan
cacatnya. Ilmu `Ilal al-Hadîts adalah ilmu yang membahas tentang sebab-
sebab yang tersembunyi yang membuat kecacatan duatu Hadis, seperti
me-washal-kan Hadis yang munqathi`dan me-marfu`-kan Hadis yang
mauqûf dan lain-lain.
Tujuan memepelajari ilmu ini adalah untuk mengetahui siapa di antara
periwayat Hadis yang terdapat illat dalam periwayatannya, dalam bentuk
apa dan di mana `illat tersebut terjadi, dan pada sanad atau pada matan.
Di antara ulama yang konsen dalam ilmu ini adalah :
a. Ibn al-Madîniy ( w. 234 H) dalam bukunya ‫( العلل‬al-`Ilal),
b. Ibn Abî Hatim (w. 227 H) dengan karyanya ‫`( علػل الحػديث‬Ilal al-
Hadîts),
c. al-Dâr Quthniy (w. 375 H) dengan karyanya ‫العلػل الػواردة فػي األحاديػث‬
(al-`Ilal al-Wâridah fi al-Ahâdîts),
d. Ahmad bin Hanbal dengan karyanya ‫( العلػل كمعرفػة الرجػاؿ‬al-`Ilal wa
Ma`rifat al-Rijâl),
e. al-Turmudzi dengan karyanya ‫( العلػل الكبيػرة‬al-`Ilal al-Kabîrah) dan
‫( العلل الصغيرة‬al-`Ilal al-Shaghîrah), dan lain-lain.
Untuk lebih memudahkan pemahaman dua ilmu di atas dan cabang-
cabangnya berikut ini diberikan gambaran dalam bentuk skema :

ILMU HADIS
13

RIWAYAH DIRAYAH

Ilmu Tawârîkh Ilmu al-Jarh wa al- Ilmu Gharîb al-Hadîts


al-Ruwâh Ta`dil,

Ilmu Mukhtalif Ilmu Nâsikh Ilmu `Ilal al-Hadîts


al-Hadîts Mansûkh,

C. Faedah Mempelajari Ilmu Hadis


Banyak faedah yang diproleh dalam mempelajari Ilmu Hadis ini di samping
faedah pokok sebagaimana yang telah disebutkan di atas, di antaranya sebagai
berikut :
1. Mengetahui perkembangan dan pertumbuhan Hadis dan Ilmu Hadis
dari masa Rasulullah sampai sekarang
2. Mengetahui tokoh-tokoh Hadis dan Ilmu Hadis
3. Mengetahui kaeda-kaedah yang dipedomani dalam mempertimbangkan
otentisitas suatu Hadis
4. Mengetahui usaha-usaha dalam mengumpulkan Hadis yang
memerlukan kesungguhan yang dilakukan oleh para pendahulunya.
5. Mengetahui istilah-istilah dan kriteria-kriteria Hadis sehingga dapat
membedakan antara satu istilah dengan istilah lain dan dapat
mempedomani Hadis yang dapat dipedomani dan yang tidak
6. Mengetahui kaedah-kaedah yang dipergunakan para ulama dalam
mengklasifikasikan Hadis
7. Mengetahui sifat-sifat para perawi yang terpercaya (asil dhabith) dan
yang tidak terpercaya.
8. Mengetahui kedaan para periwayat Hadis mana para perawi yang dapat
diterima dan mana para perawi yang ditolak periwayatannya.
9. Memahami perlunya sanad dan perawi yang keridebel dalam
periwayatan suatu Hadis
14

10. Mengetahui sebab-sebab dan latar bekakang datangnya suatu Hadis


untuk mempertimbangkan makna atau intepretasi suatu Hadis secra
kontekstual
Melihat beberapa faedah mempelajari Ilmu Hadis di atas kiranya
dapat diperoleh gambaran betapa besar manfaat yang dapat diperoleh bagi
seseorang yang memepelajari ilmu ini.

D. Pengarang Ilmu Hadis


Para peneliti Hadis memperhatikan bahwa dasar-dasar ilmu Hadis riwâyah
dan dirâyah sudah terdapat sejak masa Nabi, seperti yang diisyaratkan oleh
firman Allah swt dalam al-Qur‘an :

)6 : ‫ ( الحجرات‬... ‫آمنيػ ٍوا إً ٍف ىجاءى يك ٍم فاى ًس هق بًنىبىوإ فىػتىبىػيٌػنيػ ٍوا‬ ً


‫يىاأيُّػ ىها الَّذيٍ ىن ى‬
Wahai orang-orang yang beriman jika datang kepadamu seorang fasik dengan
membawa suatu berita, maka periksalah… (QS. Al-Hujurât : 6)
Ayat di ini perintah dengan tegas memeriksa, meneliti, dan mengkaji
berita yang datang dibawa seorang fasik. Diperiksa untuk diverifikasi
keobyektifitasannya dari sumber berita tersebut. Demikian juga sabda Nabi saw
dalam Hadisnya :

‫ب يمبىػلِّ وغ ٍأك ىعى ًم ٍن ىس ًام وع‬


َّ ‫نىض ىَّر اهللي ٍام ىرأن ىس ًم ىع ًمنَّا ىش ٍيئنا فىبلٌغىوي ىك ىما ىس ًم ىعوي فىػ ير‬
Allah menerangi (menggemberikan ) seseorang yang mendengar sesuatu dari
pada kami kemudian ia sampaikannya sebagaimana ia mendengarnya. Maka
banyak orang yang menyampaikan lebih mengerti dari pada yang mendengar »
(HR. Al-Turmudzi).
Dalam periwayatan Abu Dawud, Ibn Majah, dan Ahmad :

‫س بًىف ًق ٍي وو‬ ‫ي‬ ‫ل‬ ‫مل فً ٍق و‬


‫و‬ ً ‫ا‬ً‫ب ح‬ ‫ر‬ ‫ك‬ ،‫و‬ ‫ن‬ ً ‫ب ح ًام ًل فً ٍق وو إلىى من ى ًو أفٍػ ىقو‬
‫م‬
‫ى‬ ٍ ‫ى‬ ‫ى‬ َّ ‫ي‬ ‫ى‬ ‫ي‬ ٍ ‫ي‬ ‫ىٍ ي‬ ‫فىػ ير َّ ى‬
Maka banyak orang yang membawa fiqh kepada orang yang lebih faqih dari
padanya, dan banyak pembawa fiqh akan tetapi tidak faqih .
Ayat dan Hadis di atas menjadi dasar perlunya pemeriksaan dan penelitian
berita atau Hadis yang disampaikan oleh seseorang, cara memelihara, dan cara
menyampaikannya kepada orang lain. Apakah pembawa berita memenuhi
persyaratan sebagai perawi yang dapat diterima pemberitaannya atau tidak ?
Para sahabat dalam melaksanakan perintah Allah dan Rasul-Nya
sebagaimana di atas telah mengadakan pemeriksan dan penelitian yang ketat dan
berhati-hati terhadap Sunah yang mereka terima, terutama jika diragukan
kebenaran pembawa berita tersebut. Misalnya Abu Bakar dan Umar
mempersyaratkan adanya dua orang saksi dalam periwayatan Sunah dan `Ali
15

mempesyaratkan saksi dan berani disumpah. Hal ini dilakukan untuk menjaga
kebenaran berita yang diterima dan kemurnian syari`ah Islam.
Ilmu Hadis tumbuh dan berkembang sesuai dengan perkembangan
periwayatan Hadis dalam Islam. Timbulnya pokok-pokok atau dasar-dasar Ilmu
ini pada masa sesudah wafat Rasulillah saw, yakni ketika umat Islam benar-
benar merasa sangat perlu untuk mengumpulkan Hadis karena khawatir lenyap
dan hilang dari dalam dada umat Islam serta semakin luasnya pemalsuan Hadis.
Pada mulanya memang pembawa Hadis tidak dipersyaratkan adanya sanad
(sandaran penyampai berita), karena mereka saling mempercayai kejujurannya.
Akan tetapi setelah terjadinya konflik antar elit politik antara pendukung `Ali dan
Mu`awiyah, umat menjadi terpecah ke beberapa sekte, mulailah terjadi pemalsuan
Hadis (Hadis Mawdhû`), maka para ulama mempersyaratkan kepada siapa saja
yang mengaku mendapat Hadis harus disertai dengan sanad. Sebagaimana kata
Ibn Sîrin yang dikutip dari Shahîh Muslim :

ً ‫الر ىج‬ ً
‫بن‬
‫محمد ي‬ َّ ‫اؿ قاؿ‬ ِّ ‫ش ٍوا عن‬ ‫اإلسناد كفتَّ ي‬ ‫رت الفتنةي ىسألي ٍوا ىع ًن‬ ‫كلماَّ ى‬
ٍ ‫ظه‬ ‫ى‬
ً
‫ ىس ُّم ٍوا‬:‫ قالوا‬،‫عت الفتنةي‬ ٍ ‫فلما كقى‬ ٌ ،‫ ((لى ٍم يكونػي ٍوا يسألي ٍو ىف عن اإلسناد‬:‫س ٍي ًريٍن‬
‫ظر إلى أىل البً ىد ًع‬ ً ُّ ‫أىل‬ ً ‫إلى‬ ً
‫ فييػ ٍؤ ىخ يذ حديثيػ يه ٍم كييػ ٍن ي‬،‫السنَّة‬ ‫ فييػ ٍنظىير ى‬،‫لنىا رجالىكم‬
‫فالييػ ٍؤخ يذ حديثيهم اىػ‬
Ketika timbul fitnah mereka bertanya tentang sanad dan memeriksa para
perawinya. Muhammad bin Sirin berkata : “Semula mereka tidak bertanya
tentang isnad. Akan tetapi tatkala terjadi fitnah, para ulama berkata : “Sebutkan
kepada kami para pembawa beritamu”. Kemudian dilihat jika mereka ahli Sunah
diambilah Hadis mereka dan jika mereka ahli bid`ah maka Hadisnya
ditinggalkan. 5
Berdasarkan penjelasan di atas, bahwa Hadis tidak diterima kecuali disertai
sanad, maka dapat disimpulkan bahwa pada saat itu telah timbul pembicaraan
periwayat mana yang adil dan mana yang cacat ( dalam perkembangan berikutnya
disebut `Ilmu al-Jarh wa al-Ta`dîl) , sanad mana yang terputus (munqathi`) dan
mana yang bersambung (muttashil), dan cacat (`illat) yang tersembunyi,
sekalipun dalam taraf yang sederhana karena pada masa itu masih sedikit sekali di
antara periwayat yang cacat keadilannya.
Kemudian Ilmu Hadis menjadi berkembang banyak seperti ketika ahli
Hadis membicarakan tentang daya ingat para periwayat (dhâbith) kuat apa tidak,
bagaimana metode menerima Hadis (tahammul) dan menyampaikan (adâ‟) Hadis,
nâsikh dan mansûkh, kata-kata yang sulit dipahami dalam Hadis (kemudian
disebut Ilmu gharîb al-Hadîts), dan lain-lain. Akan tetapi aktifitas seperti itu

5
al-Nawawiy ( w. 676 H), Shahih Muslim bi Syarh al-Nawawî…, Juz 1, Mukaddimah, h.
103
16

dalam perkembangannya baru berjalan secara lisan (syafawiy) dari mulut ke


mulut. Baharu pada pertengahan abad kedua Hijriyah sampai abad ketiga Ilmu-
Ilmu Hadis ini mulai ditulis dan dikodifikasikan dalam bentuk yang sederhana,
belum terpisah dari ilmu-ilmu lain, belum berdiri sendiri, masih campur dengan
ilmu-ilmu lain atau berbagai buku atau berdiri secara tyerpisah. Misalnya al-
Syafi`iy (w. 204 H.). menulis ilmu Ushul al-Fiqh dan Fiqih bercampur dengan
ilmu Hadis yaitu kitab ‫الر ىسالىة‬
ِّ (al-Risâlah) dan kitab ّ ‫) اٍأليـ‬al-Umm). Beliau
juga menulis tentang penyelesaian Hadis-Hadis yang kontra yang disebut ‫اختًالى ي‬
‫ؼ‬
‫الحديث‬ (Ikhtilâf al-Hadîts)

Pada abad ketiga ini pula telah lahir para penulis buku-buku Ilmu Hadis
dalam bentuk berdiri sendiri-sendiri secara terpisah-pisah dan belum menyatu
berdiri sendiri sebagai Ilmu Hadis yang utuh di antaranya :

1. `Ali bin al-Madîniy yang menulis kitab ‫( اختال ؼ الحديث‬Ikhtilâf al-


Hadîts)

‫ٍحديث‬ ً ً‫تىأٍ ًكيٍل م ٍختىل‬


2. Ibn Qutaybah (w.276 H) yang menulis ‫ف ال ى‬ ‫يي‬ (Ta`wîl
Mukhtalif al-Hadîts). Kedua kitab ini timbul untuk menjawab tantangan
dari serangan kelompok teolog yang sedang berkembang pada masa ini
teutama dari golongan Mu`tazilah dan ahli bid`ah lain.

3. al-Bukhari menulis kitab ‫( التَّا ًريٍخ الٍ ىكبيًر‬Al-Târîkh al-Kabîr),


4. Muslim menulis kitab ‫ات التَّابً ًع ٍين‬
‫( ّطبىػ ىق ي‬Thabaqât al-Tâbi`in) dan
ً al-`Ilal )
‫(العلىل‬
5. al-Turmudzi menulis Kitab ‫ىس ىماء ىكالٍ يكنىى‬
ٍ ‫األ‬ (al-Asmâ‟ wa al-Kunâ) dan

Kitab ‫( التا ريخ‬al-Tawârîkh)


Di antara kritikus Hadis pada masa kejayaan Hadis (abad 3 H) ini adalah ;
Ahmad bin Hanbal, Ishaq bin Rahawayh, `Ali bin al-Madiniy, Yahya bin Ma`în,
Muhammad bin Muslim bin Warah, Abu `Abd Allâh al-Bukhari, Muslim bin al-
Hajjâj, Abu Zar`ah, Abu Hatim al-Raziy, `Utsmân bin Sa`îd, `Abd Allah bin
`Abd al-Rahman al-Dârimiy, dan lain-lain. Mereka memiliki peran yang sangat
penting dalam merintis berdirinya ilmu Hadis secara umum dan ilmu al-Jarh wa
al-Ta`dîl secara khusus.
Pada abad ke 4 H kitab-kitab itu lebih disempurnakan lagi oleh para
ulama yang hidup pada masa ini, antara lain :
17

1. al-Thahawiy ( w. 321 H) yang menulis kitab ‫( شرح معاني اثثار‬Syarh


Ma`âni al-Âtsâr) dan ‫( كمشكل اثثار‬Musykil al-Âtsâr).
2. al-Qâdhiy Abu Muhammad al-Hasan bin Abd al-Rahman bin Khalâd al-
ً ‫الرا ًكم كالٍو‬
‫اعى‬ َّ ‫بين‬ ً ‫ال يٍم ىح ِّد ي‬
Râmahurmuziy (w. 360 H) menulis ‫ى‬ ‫ث الفاص يل ى‬
(al-Muhaddits al-Fâshil bain al-Râwiy wa al-Wâ`iy) yang menghimpun
kaedah-kaedah yang berserakan di berbagai buku yang tulis pada abad
sebelumnya
Buku pertama kali muncul sebagai Ilmu Hadis yang paripurna dan berdiri
ً ‫الرا ًكم كالٍو‬
‫اعى‬ َّ ‫بين‬ ً
sendiri adalah ‫ى‬ ‫ِّث الفاص يل ى‬
‫ال يٍم ىحد ي‬ ditulis al-Râmahurmuziy
tersebut. Oleh karena itu ia dipandang sebagai pendiri Ilmu Hadis secara
sempurna setelah timbul secara terpisah-pisah pada masa sebelumnya.
Setelah itu barulah bermunculan beberapa pengarang lain yang semakin
menyempurnakan, misalnya sebagai berikut :

1. al-Hakim al-Naysabûriy (w. 405 H) menulis ‫( معرفةعلوـ الحيث‬


Ma`rifah `Ulûm al-Hadîts)

2. al-Ashbahâniy (w. 430 H) menulis ‫على معرفة علوـ الحديث‬


‫يُال يٍم ٍستى ٍخ ىرج ى‬
(al-Mustakhraj `ala Ma`rifah Ulûm al-Hadîts) sebagai pelengkap kitab
al-Hakim

3. al-Khathîb al-Baghdâdiy ( w. 364 H ) menulis kitab ً ‫ٍك ىفايىة في‬


‫علم الركاية‬ ً ‫ال‬
( al-Kifâyah fî Ilmi al-Riwâyah) dan kitab ‫ٍج ًام يعً ألى ٍخالؽ الراكم‬
‫ال ى‬
‫اب السامع‬
‫كآد ي‬
‫ى‬ (al-Jâmi` li Akhlaq al-Râwi wa Adab al-Sâmiy`)

4. al-Qadhiy `Iyâdh bin Musa al-Yahshubiy (w. 544 H)menulis ‫العلم الى‬
‫ي‬
َّ ‫الرىكاية كتىػ ٍقيًي يد‬ ً ‫أص‬ ً
‫الس ىم ًاع‬ ِّ ‫وؿ‬ ‫ىم ٍع ًرفىة ي‬ (al-Ilmâ` Ila Ma`rifah Ushul al-
Riwâyah wa Taqyîd al-Samâ`),
5. Abu `Amr Utsmân bin `Abd al-Rahman al-Syahrazûriy yang dikenal Ibn
al-Shalâh (w. 643 H) menulis kitab ‫الحديث‬ ‫علوـ‬ (`Ulûm al-Hadîts)

6. Zain al-Dîn Abd al-Rahîm bin al-Husayn al-`Irâqiy (w. 806 H) menulis
kitab ‫الد ىرًر فً ٍي ًعل ًٍم اٍألىثىر‬
ُّ ‫ٍم‬
‫نىظ ي‬ (Nazhm al-Durar fî `Ilmi al-Atsar)
18

7. Ibnu Hajar al-`Asqalaniy (w. 852 H) menulis ‫لح‬


ً ‫صطى‬ ٍ ‫ّ ني ٍخبىة ال ًٍف‬
ٍ ‫ك ًُر في يم‬
‫( أ ٍىى ًل اٍألثى ًر‬Nukhbat al-Fikar fî Mushthalah Ahl al-Atsar)
ً ٍ‫ف ٍتح الٍم ًغ ٍيث في ىشر ًح ٍأؿ ًُفى ًية الٍح ًدي‬
‫ث‬
8. al-Sakhâwiy (w. 902 H) menulis ‫ى‬ ٍ ‫ي ي‬
(Fath al-Mughîts fî Syarh Alfîyah al-Hadîts)

9. Umar bin Muhammad al-Bayqûniy ( w. 1080 H) menulis ‫ال ىٍم ٍنظيٍوىمات‬


‫البىػ ٍيػ يق ٍونًيَّة‬ (al-Manzhûmah al-Baiqûnîyah) dan

10. Muhammad Jamal al-Dîn al-Qâsimiy (w. 1332 H) menulis kitan ‫قىواى ًعد‬
‫َّح ًديٍث‬
ٍ ‫الت‬ (Qawâ`id al-Tahdîts).

Rangkuman

Ilmu Hadis adalah ilmu yang mempelajari kaedah-kaedah untuk


mengetahui keadaan sanad dan matan. Ilmu Hadis ada dua macam :
1. Ilmu Hadis Riwayah adalah ilmu yang mempelajari tentang suatu
periwayatan yang disandarkan kepada Nabi saw baik berupa perkataan
atau perbuatan atau persetujuan atau sifat, baik sifat pisik ataupun sifat
perangai (akhlak)
2. Ilmu Hadis Dirâyah ilmu yang mempelajari hal-hal yang berkaitan dengan
hakekat periwayatan dan keadaan periwayatan yang menyebabkan
diterima atau ditolak.
Di antara faedah terpenting dalam mempelajari Ilmu Hadis adalah
mengetahui Hadis yang diterima dan Hadis yang ditolak.
Pendiri Ilmu Hadis Riwâyah secara sempurna dan berdiri sebagai ilmu
Hadis adalah Muhammad bin Syihab al-Zuhri abad 2 H dan pendiri Ilmu
Hadis Dirâyah adalah Abu Muhammad al-Hasan bin Abd al-Rahman bin
Khalad al-Ramahurmuziy ( w. 360 H) dengan bukunya al-Muhaddits al-Fâshil
bain al-Râwiy wa al-Wâ’iy.

GLOSARIUM

Hadis : berita yang disandarkan kepada Nabi Muhammad saw baik berupa
perkataan, perbuatan dan persetujuan
Ilmu Hadis : ilmu yang mempelajari tentang kaedah-kaedah (qawanin) untuk
mengetahui keadan perawi dan yang diriwayatkan.
Matan : Beberapa lafazh Hadis yang membentuk beberapa makna.
19

Mukharrij : seorang perawi yang menyebutkan suatu Hadis dalam kitabnya


dengan sanadnya. Mukharrij juga dusebut mudawwin (kodifikator)
Riwayat : memindahkan berita yang diterima dari seorang perawi kepada orang
lain, disandarkaan kepada pembawa berita atau yang menyampaikannya
Sanad : Mata rantai para periwayat Hadis yang menghubungkan sampai kepada
matan Hadis.

BAB II
CARA MENERIMA DAN MENYAMPAIKAN HADIS
(TAHAMMUL WA ADÂ’ AL-HADîTS)

Kompetensi Dasar :
Memahami beberapa cara penerimaan dan penyampaian Hadis
(Tahammul wa adâ’ al-Hadîts) dan lafal-lafal yang digunakan untuk
meriwayatan Hadis.
Indikator :
Siswa mampu ;
1. Menjelaskan macam-macam cara penerimaan riwayat Hadis
20

Berikut ini contoh Hadis yang masih lengkap sanad dan matannya dari
kitab Shahîh al-Bukhariy mari kita baca teks Hadis ini :

‫اؿ ىح َّدثىػنىا يى ٍحيىى‬ ‫اؿ ىح َّدثىػنىا يس ٍفيىا يف قى ى‬ ُّ ‫م ىع ٍب يد اللَّ ًو بٍ ين‬


‫الزبىػ ٍي ًر قى ى‬ ُّ ‫ٍح ىم ٍي ًد‬
‫ىح َّدثىػنىا ال ي‬
‫يم التػ ٍَّي ًم ُّي أىنَّوي ىس ًم ىع ىع ٍل ىق ىمةى‬ ً ً ً ُّ ‫صا ًر‬ ‫ًو‬
‫اؿ أى ٍخبىػ ىرني يم ىح َّم يد بٍ ين إبٍػ ىراى ى‬
‫م قى ى‬ ‫بٍ ين ىسعيد ٍاألىنٍ ى‬
‫ض ىي اللَّوي ىع ٍنوي ىعلىى‬ ً ‫اب ر‬ ‫اص اللٍَّيثً َّي يىػ يقو يؿ ىس ًم ٍع ي‬
‫ت عي ىم ىر بٍ ىن الٍ ىخطَّ ً ى‬ ‫بٍ ىن ىكقَّ و‬
‫وؿ إًنَّ ىما ٍاألى ٍع ىم ي‬
‫اؿ‬ ‫صلَّى اللَّوي ىعلىٍي ًو ىك ىسلَّ ىم يىػ يق ي‬ ً ‫ت رس ى‬
‫وؿ اللَّو ى‬ ‫اؿ ىسم ٍع ي ى ي‬
ً ‫ال ًٍم ٍنب ًر قى ى‬
‫ى‬
ً ‫ت ًى ٍجرتيوي إًلىى يدنٍػيا ي‬ ‫و‬ ً ً ً ً
‫صيبيػ ىها أ ٍىك‬ ‫ى ي‬ ‫بالنِّػيَّات ىكإنَّ ىما ل يك ِّل ٍام ًرئ ىما نىػ ىول فى ىم ٍن ىكانى ٍ ى‬
)‫اج ىر إًلىٍي ًو (أخرجو البخارم‬ ً ‫و‬
‫إًلىى ٍام ىرأىة يىػ ٍنك يح ىها فى ًه ٍج ىرتيوي إًلىى ىما ىى ى‬
Al-Bukhari berkata : Memberitakan kepada kami al-Humaydiy Abdullah bin
Zubayr, ia berkata : Memberitakan kepada kami Sufyan, ia berkata :
Memberitakan kepada kami Yahya bin Said al-Anshari, ia berkata :
Mengkhabarkan kepada kami Muhammad bin Ibrahim al-Taymi bahwa ia
mendengar Alqamah bin Waqqash al- Laytsiy berkata aku mendengar Umar bin
al-Khjathab di atas mimbar berkata : Aku mendengar Rasulullah saw bersabda :
“Sesusngguhnya segala amal itu disertai dengan niat….” (HR Bukhariy)
Kata-kata yang digaris bawahi di atas adalah lambang periwayatan
bagaimana seorang periwayat menyampaikan Hadis, adakalanya menggunakan
kalimat : ‫ح ٌدثنا‬ = memberitakan kepada kami, ‫أخبرني‬
‫ى‬ = mengkhabarkan

kepadaku, ً
‫سمع‬ = ia mendengar dan ‫ت‬ ً
‫سم ٍع ي‬ = aku mendengar . Menyampaikan
periwayatan disebut adâ‟ dan menerima periwayatan Hadis disebut dengan
21

Tahammul. Lafal-lafal yang digunakan dalam periwayatan tersebut mempunyai


makna tersendiri yang menunjukkan keabsahan periwayatan. Kegiatan tahammul
dan adâ‟ Hadis adalah proses periwayatan Hadis baik menerima atau
menyampaikannya yang dengan sengaja dilakukan oleh para periwayat secara
ilmiah dengan menggunakan teori dan metode tertentu demi keoriginalitas
Hadis. Proses penerimaan dan penyampaian Hadis seperti proses pembelajaran
dalam dunia pendidikan atau di majlis ta‘lim, ada murid dan ada guru, ada santri
dan ada kyai, ada yang menerima dan ada yang memberi.

A. Cara Penerimaan Riwayat Hadis ( Tahammul Hadis)


Sebelum membahas tentang cara-cara penerimaan riwayat Hadis terlebih
dahulu dibahas tentang pengertian tahammul Hadis, agar mudah memahaminya.
Secara etimologi tahammul )‫(تحمل‬ dari kata ‫تحمالن‬
ُّ ‫يتحم يل‬
َّ ‫حمل‬
َّ ‫تى‬ Artinya,
6
membawa atau memikul dengan berat. . Menurut terminologi ulama ahli Hadis
Tahammul adalah :

ِ ‫بطزيك مه طُ ُز‬
‫ق انتَح ُّم ِم‬ ٍ ‫أَ ْخ ُذ انحذيث َ تَهَمِّ ْي ًِ عه انشّيخ‬
Mengambil dan menerima Hadis dari seorang syeikh dengan cara tertentu dari
beberapa cara penerimaan. 7
Atau secara singkat dikatakan dalam Ilmu Mushthalah al-Hadis :

ُّ ‫الحديث عن الشيخ بطر ويق من طيير ًؽ‬


‫التحم ًل‬ ً ‫ ىو أخ يذ‬: ‫التحم يل‬
ُّ
Tahammil adalah mengambil Hadis dari seorang Syeikh dengan metode tertentu
dari beberapa metode.
Hadis diterima dari seorang syeikh atau dari seorang guru karena dialah yang
menyampaikan Hadis. Dalam penerimaan Hadis disebutkan lafal-lafal yang
menunjukkan cara penerimaan itu, karena nantinya akan dinilai bagaimana
pertemuan periwayatannya diterima atau tidak.
Sebagaimana keterangan di atas bahwa proses penyampaian dan penerimaan
Hadis seperti proses pembelajaran di lembaga pengajaran atau di majlis ta‘lim.
Para ulama tidak mempersyaratkan secara ketat dalam tahammul. Ibarat orang
masuk ke majlis ilmu tidak ada pembatasan tertentu, semua orang boleh saja
mengikutinya sekalipun non muslim dan belum baligh, hanya nanti persyaratan
yang lebih ketat adalah dalam menyampaikan periwayatan yang disebut dengan
adâ‟. Sama halnya persyaratan ketat adanya pada guru bukan pada peserta
pengajian.

6
Majma` al-Lughah al-`Arabiyah, al-Mu`jam al-Wajîz, (Mesir : al-Hay‘ah al-`Âmmah li
Syu‘ûn al-Mathâbi` al-Amîrîyah, 1998), h. 172
7
M. `Ajâj al-Khathîb, al-Mukhtashar…, h. 87
22

Menurut mayoritas ulama anak kecil yang belum baligh boleh atau syah
menerima Hadis, asal sudah mumayyiz ( paham berkomunikasi ) Sebagaimana
yang dilakukan para sahabat dan tabi`in menerima periwayatan dari sahabat
yang masih kecil seperti Hasan Husain, Ibn `Abbas, dan lain-lain.8 Pendapat
yang kuat anak sudah mumayyiz artinya sudah terampil dalam berkomunikasi
dan mampu menjawab ketika ditanya sekalipun usianya di bawah 5 tahun. Ibnu
Katsir dalam bukunya al-Ba‟its al-Hatsits fi Ikhtishar „Ulûm al-Haîtis 1/13
mengungkapkan sebagai berikut :

ً ‫أدكا مػا‬ َّ ‫ػار ككػذلك‬ ً‫ي‬


‫حمليػ ٍوهي‬ ٍ ُّ ‫ار إذا‬‫الكفػ ي‬ ‫الصػغا ًر الشػهاد ىة كاألخب ى‬
ِّ ‫تحم يل‬ُّ ‫ص ُّح‬ ‫ى‬
ً ً ‫ػاؿ‬ ً
‫إس ػ ىم ًاع‬
ٍ ‫ كيىػ ٍنبىغ ػي الٍ ىمبػػاراةي إلػػى‬.‫ػالـ‬ ‫ كىػػو اتحػ ي‬،‫كم ػال ًه ٍم‬
‫ػتالـ كاإلسػ ي‬ ‫فػػي حػ ى‬
‫لها‬‫أىل ىذه األعصا ًر كما قىػ ٍب ى‬ ً ‫ كالعادةي المطَّ ًر ىدةي في‬.‫النبوم‬
َّ ‫الحديث‬
‫ى‬ ً
‫الولداف‬
‫ػس سػػنًٍي ىن مػػن‬ ً ‫ػور إلػػى تمػ ًػاـ خمػ‬ ‫و‬ ‫ً و‬
‫ب لػػو حضػ ه‬ ‫ أف الصػ ى‬:‫ب يم ػ َّدة يمتطا ًكلػػة‬
‫ػغير ييكتى ػ ي‬
‫ػديث محم و‬ ً ‫كاستىأٍنىسػوا فػي ذلػك بح‬
‫ػود‬ ‫ ٍ ي‬،‫ ثػم بعػد ذلػك ييس َّػمى ىسػ ىماعان‬،‫عي ٍمػ ًره‬
‫ػوؿ اهلل صػلى اهلل عليػو كسػلم فػي كج ًهػو‬ ‫مجهػا رس ي‬َّ ‫مجػةن‬ َّ ‫ أنوي ع ىقل‬:‫ب ًن الربيع‬
ً ً ً ً
)‫ (ركاه البخارم‬.‫ين‬ ‫خمس سن ى‬ ‫م ٍن دل وو في دا ًرى ٍم كىو ي‬
‫ابن‬
Sah saja anak-anak kecil menerima persaksian dan pemberitaan
(khabar), demikian juga orang-orang kafir. Mereka menyampaikan apa yang
diterimanya pada saat kesempurnaan mereka yaitu sudah baligh dan beragama
Islam. Sayogyanya ada dorongan kepada anak-anak mendengarkan Hadis Nabi.
Tradisi yang berlaku pada masa-masa ini dan sebelumnya pada masa yang
panjang, bahwa anak kecil ditulis kehadirannya ketika telah mencapai usia 5
tahun, setelah itu didebut Samâ‟ (menerimna Hadis dengan cara mendengar).
Mereka berpedoman pada Hadis Mahmud bin al-Rabî‟; bahwa ia ingat Nabi saw
meludahkan sekali ludah di mukanya dari air timba di rumah mereka, sedang ia
berusia lima tahun.” (HR. al-Bukhari)

Anak kecil dan orang kafir boleh saja tahammul baik dalam syahadah
maupun dalam menerima khabar, tetapi ketika adâ (menyampaikan periwayatan)
harus sudah baligh dan beragama Islam. Anak kecil ketika yang ikut hadir di
majlis sebelum berumur 5 tahun disebut al-Hudhûr dan setelah berusia tersebut
disebut al-Samâ‟(menerimna Hadis dengan cara mendengar). Dasarnya Hadis
Mahmud bin al-Rabî‘ di atas.

8
M. `Ajâ al-Khathîb, al-Mukhtashar…, h. 88
23

ًً ‫و‬
.‫ين‬ ‫ كىػ ىػو ابػ يػن أرب ػ ًع س ػن ى‬:‫ كفػػي ركايػػة‬،‫ماع كالٍ يحضػػوًر‬ ً ‫الس ػ‬َّ ‫فرق ػان بػػين‬
ٍ ‫جعليػوهي‬
‫فى ى‬
‫ػين الدابَّػ ًة‬ ‫ كقػػاؿ بع ي‬.‫اظ بً ًس ػ ٌن التميي ػ ًز‬ً ‫كض ػبَّطىو بع ػ الٍح َّف ػ‬
‫ أف ي ىف ػ ِّر ٌؽ بػ ى‬:‫ض ػهم‬ ‫ي ي‬
ً ‫ ت‬:‫ كقاؿ بع الناس‬.‫كالحما ًر‬
‫ كقػاؿ‬.‫ين ىسػنىةن‬ ‫السماعي إتَّ بع ىد العش ًر ى‬
َّ ‫ينبغي‬ ‫ي‬
،‫ػدار فػي ذلػك كلِّػ ًو علػى التَّ ًم ٍييػ ًز‬ ‫ كالم ي‬.‫ ثىالثيػ ٍو ىف‬:‫ كقػاؿ آخ يػرٍك ىف‬.‫عشر‬ ‫ ه‬: ‫بع ه‬
.‫ب لو ىس ىماعه‬ ً ً ُّ ‫الص‬ ً ‫فمتى كاف‬
‫بي يىػ ٍعقل يكت ى‬
Mereka membedakan antara sekedar hadir dan al-Samâ‟. Dalam satu
riwayat anak yang dapat diterima al-Samâ‟ adalah berusia 4 tahun, sebagian
hufazh mendefinisikan telah mencapai usia tamyîz (sudah pandai membedakan),
dan sebagian mereka, telah membedakan antara binatang dan keledai.
Sebagain ulama ulama tidak menerima al-Samâ‟ melainkan setelah berusia 20
tahun, sebagian berpendapat 10 tahun dan ulama lain berpendapat 30 tahun.
Intinya anak tersebut sudah mumayyiz , bila anak kecil telah mengerti dan
paham ditulis sebagai Samâ‟.
Cara atau metode Tahammul Hadis tidak dapat dipisah-pisahkan dari
Adâ‟, karena ibarat transaksi dua orang, keduanya harus ada. Metode tahammul
berarti juga metode adâ‟ dalam Hadis. Metode Tahammul dan Adâ Hadis ada 8
macam : yaitu metode al-Samâ` (mendengar), al-Qirâ‟ah (membaca), al-Ijâzah
(ijazah), al-Munâwalah (memperoleh catatan dari guru langsung), al-Mukâtabah
(menerima kiriman catatan dari seorang guru), al-I`lâm (pemberitahuan), al-
Washîyah (wasiat), dan al-Wijâdah (menemukan tulisan guru). Seblum masuk
pada pembahasan berikut ini gambaran secara global tentang metode tahammul
wa adâ‟ al-Hadis: Untuk membantu pemahaman dan ingatan berikut di bawah
ini dioberikan gambaran singkat dalam bentuk peta :
24

‫الس ىماع‬.
‫ القراءة‬.2
َّ 1

‫ الوجادة‬.8
‫ اإلجازة‬.3

‫طرؽ التحمل‬
‫ اإلعالـ‬.7 ‫ المكاتبة‬.4
‫كأداء االحديث‬

‫ الوصية‬.6 ‫المناكلة‬.5

Metode-metode itu akan semakin diperjelas dengan uraian sebagai


berikut :
1. Metode Al-Samâ` (mendengar)
Metode al-Samâ` adalah murid yang hadir mendengar bacaan Syeikh,
baik dari hapalannya maupun dari catatannya, baik dalam majlis imla‘ (dekte)
atau yang lain. Dalam pengajaran metode ini sebagaimana metode ceramah,
seorang syeikh menyampaikan periwayatan Hadis dengan cara membaca
25

dan seorang murid aktif mendengar. Menurut mayoritas ulama metode


tahammul al-Samâ` ini tingkatan yang paling tinggi di antara sekian metode,
karena metode al-Samâ` ini berarti syeikh dan murid bertemu langsung
(liqâ‟) dan berhadapan langsung (ber-musyâfahah).
2. Metode Al-Qirâ’ah (membaca)
Maksud metode ini seorang murid membaca Hadis sedang Syeikh
mendengarkan bacaannya, baik murid itu membaca sendiri atau mendengar
murid lain yang membaca di hadapannya, baik bacaan dari hapalannya atau
dari tulisan (kitab) yang telah dikoreksi oleh Syeikh, baik langsung
didengarkan syeikh atau orang yang dipercaya untuk mendengarkannya.
Mayoritas muhadditsin menyebut metode ini denganًُ ‫ض الٍ ًػق ىُراىءة‬
‫ض اك ىع ٍػر ي‬
‫ال ىٍع ٍػر ي‬
atau dalam metode pengajaran disebut Sorogan. Hukum periwayatan, jumhur
ulama memperbolehkan metode al-Qira‘ah ini, bahkan meletakkan nomor
dua tingkatannya di bawah metoda al-Sama‟.
3. Metode Ijazah (pemberian izin)
Ijazah menurut bahasa adalah membolehkan atau mengizinkan. Misalnya
seorang murid diizinkan meriwayatkan suatu ilmu dari guru. Seorang murid
yang telah menamatkan studinya diberi Ijazah artinya diizinkan keluar dari
sekolah. Makna Ijazah menurut istilah :

ً ‫لشخه أك أكثىػر‬
‫بركاية بع ً ىم ٍر ًكيَّاتًو‬ ‫و‬ ‫كسماحوي‬ ً ‫إ ٍذ يف‬
‫العالم‬
‫ى‬ ‫ي‬
Izin seorang alim kepada seorang murid atau lebih untuk meriwayatkan
sebagaian periwayatannya baik secara ucapan atau tertulis.9
Misalnya, ucapan seorang syeikh kepada muridnya : ― Aku ijazahkan
kepadamu untuk meriwayatkan dari padaku Shahîh al-Bukhârî.‖ Dalam
metode ijazah biasanya tidak dibacakan atau dibacakan sebagian saja dari isi
kitab tersebut. Metode Ijazah ini memiliki beberapa syarat, di antaranya
seorang murid ahli atau layak menerima Ijazah, adanya kemampuan
memahami apa yang diijazahkannya, dan naskah murid hendaknya
dipaparkan sesuai dengan aslinya.
4. Metode al-Munâwalah (pemberian)
Maksud metode ini adalah seorang Syeikh memberikan sebuah lembaran/
catatan/ sebuah kitab yang berisikan Hadis kepada muridnya tanpa ada perintah
meriwayatkan. Misalnya seorang Syeikh hanya mengatakan :

a. ‫ = ىذا ًم ٍن ىح ًديثي‬Ini dari Hadisku atau

‫اعت ًى عػن ف و‬
‫ػالف‬ ً
b. ‫ = ىػذا م ٍػن ىس ىػم ى‬Ini dari apa yang saya dengar dari si
Fulan. Lantas diriwayatkan oleh muridnya.

9
M. `Ajâj al-Khathîb, al-Mukhtashar…, h. 92
26

Hukum periwayatan metode Munâwalah yang disertai dengan Ijazah boleh-


boleh saja, bahkan bentuk Ijazah yang paling tinggi dan tingkatannnya di
bawah setelah metode al-Samâ` dan al-Qirâ‟ah `ala al-Syeikh. Sedangkan
periwayatan Munâwalah yang tidak disertai Ijazah menurut pendapat yang
shahih tidak diperbolehkan.
5. Metode al-Mukâtabah (korespodensi)
Maksud metode ini ialah seorang Syeikh menulis apa yang ia dengar
untuk murid yang hadir atau yang tidak hadir di majlis dengan tulisan Syeikh
sendiri atau dengan perintahnya, untuk dikirim kepadanya melalui orang yang
terpercaya. Hukum metode Mukâtabah yang disertai Ijazah dapat diterima
dan sama dengan tingkatan metode Munâwalah berijazah dalam kualitas dan
keabsahannya. Adapun Mukâtabah yang tanpa Ijazah terjadi pro dan kontra
di kalangan para ulama, di antara mereka melarang dan yang lain
memperbolehkannya. Menurut pendapat yang shahih diperbolehkan, yaitu
pendapat mayoritas ulama mutaqaddimin dan mutaakhirin, karena tulisan
seorang Syeikh dengan sesamanya atau kepada muridnya memberikan
isyarat makna ijazah.
6. Metode al-I`lâm (memberikan informasi)
Maksudnya, seorang syeikh memberi informasi kepada muridnya bahwa
Hadis ini atau kitab ini yang ia dengar atau yang ia riwayatakan, tanpa
memberikan ijazah secara eksplisit.
Hukum periwayatan metode ini diperselisihkan para ulama, di antara mereka
ada memperbolehkan, dengan alasan informasi seorang syeikh secara inplisit
mengandung ijazah dalam periwayatan. Seorang syeikh yang tsiqah dan
amanah tidak mungkin mengaku menerima Hadis yang ia tidak mendengar,
informasi syeikh kepada muridnya tentang periwayatan menunjukkan adanya
indikasi rida dari syeikh terhadap tahammul dan adâ‟ al-Hadîts. Di antara
mereka ada yang melarang, yaitu pendapat yang shahih, karena terkadang
syeikh menginformasikan bahwa Hadis ini periwayatannya, tetapi tidak boleh
diriwayatkan karena adanya cacat, kecuali jika disertai ijazah.
7. Metode al-Washîyah (pesan)
Metode al-Washiyah ialah seorang Syeikh ketika akan pergi jauh atau
sebelum matinya berpesan agar kitab yang ia riwayatkan atau yang ia susun
diberikan kepada seseorang yang wajar dipercaya baik dekat atau jauh.
Sebagian mutaakhkhirin berpendapat bahwa metode wasiat mengandung
makna izin periwayatan seperti halnya metode munâwalah di atas. Sebagian
ulama salaf juga melakukan metode tahammul ini, seperti yang dilakukan Abu
Qilâbah Abdullah bin Zayd al-Jurumiy ( w. 104 H) sebelum wafatnya
berpesan agar kitab-kitabnya buat al-Sukhtiyaniy ( w. 131 H), kitab-kitab itu
diserahkan kepadanya dan sebagai pengganti transportasinya ia menyerahkan
uang lebih 10 dirham.
Bentuk ungkapan adâ‟ al-Hadîts :
27

a. ‫الى فال هف بكذا‬


ٌ ‫ = أ ٍكصى‬Si Fulan berwasiat kepadaku begini,
b. ‫حػ ٌدثنى فػال هف كصػيةن‬ = Si Fulan memberitakan kepadaku dengan wasiat.
(metode al-washiyah bercampur dengan metode al-samâ)
8. Metode al-Wijâdah
Maksud metode ini seseorang mendapatkan sebuah beberapa tulisan
Hadis yang diriwayatkan seorang Syeikh yang ia kenal, tetapi ia tidak
mendengar dan tidak ada ijazah dari padanya. Atau seorang murid
mendapatkan sebuah kitab tulisan seorang yang hidup semasa dan dikenal
tulisannya, baik ia pernah bertemu atau tidak, atau tulisan orang yang tidak
semasa tetapi diyakini benar bahwa kitab tersebut tulisannya dengan bukti-
bukti kuat, seperti persaksian ahli ilmu, popularitas kitab bagi pemiliknya,
adanya sanad yang kuat, dan lain-lain maka ia boleh meriwayatkannya secara
bercerita (hikayah). Misalnya : “Aku temukan dalam kitab si Fulan begini….,
atau si Fulan berkata begini dalam kitabnya” tidak dengan cara mendengar
secara langsung.

Lafal-Lafal yang Digunakan Meriwayatkan Hadis (adâ’)


Sebelum membahas tentang lafal-lafal yang digunakan untuk meriwauatkan
Hadis (yang disebut dengan adâ‟ al-Hadîts) terlebih dahulu dibahas tentang
pengertian adâ‟ dan syarat-syaratnya sehingga adâ‟ diterima. Kata Adâ‟ ( ‫( أىداء‬
ً ‫أدل ي‬
‫ؤدل تأديىة كأىداء‬
berasal dari kata ‫ٌ ي‬ = melaksanakan suatau pekerjaan
pada waktunya, membayar pada waktunya, atau menyampaikan kepadanya.10
Misalnya melaksanakan salat atau zakat dan atau puasa pada waktunya di sebut
adâ‟ sedangkan melaksanakannya di luar waktunya disebut qadhâ‟. Secara
terminology adâ‟ diartikan :

‫ص وة‬ ً ً ً ً
‫الحديث كتىػ ٍبل ٍيػغيوي لغيره بًصيى وغ ىم ٍخ ي‬
‫ص ٍو ى‬ ‫ركايةي‬
Meriwayatkan Hadis dan menyampaikannya kepada orang lain dengan
menggunakan bentuk kata tertentu.
Definisi lain dikemukakan dalam Ilmu Mushthalah al-Hadîts :

ً
‫ إبالغيوي إلى الغي ًر‬:‫الحديث‬ ً ٍ‫ ىو تبلي يغ ال‬: ‫األداء‬
‫أدائيوي أداءي‬
‫حديث ك ى‬ ‫ي‬
‫حدثني‬َّ : ‫ فال يب يد يؿ‬،‫صيى ًغ اٍألى ىد ًاء‬
ً ‫الحديث كما س ًمعوي حتَّى في‬
‫ى ى‬ ‫ى‬ ‫كييػ ىؤ ِّدم‬

10
Majma` al-Lughah al-`Arabîyah. Al-Mu`jam al-Wajîz, h. 10
28

ً
‫ نيًق ىل عن‬،‫تختالؼ معنىاىا في اتصطالح‬ ‫نحوىا‬
‫سمعت أك ي‬ ‫ي‬ ‫بأخبىػ ىرني أك‬
َّ ،‫حدثني‬
،‫كحدثنا‬ َّ :‫يخ في قولو‬ َّ ‫ظ‬
ً ‫الش‬ ‫ اَّتبً ٍع لف ى‬:‫اإلماـ أحم ىد أنو قاؿ‬
‫ اىػ‬.‫ كت تىػ ٍع يده‬،‫ كأخبىرنا‬،‫كسمعت‬
‫ي‬
Adâ‟ adalah menyampaikan Hadis dan meriwayatkannya Sedangkan Adâ‟ al-
Hadîts adalah menyampaikan Hadis kepada orang lain dan meriwayatkannya
sebagainana ia mendengar sehingga dalam bentuk-bentuk lafal yang digunakan
dalam periwayatan. Tidak boleh lafal َّ
‫حدثني‬ diganti dengan ‫أخبػىرىني‬ atau

‫ت‬
‫سمع ي‬ atau persamaannya karena berbeda makna dalam istilah. Diriwayatkan
dari Imam Ahmad, ia berkata : Ikutilah lafalnya syeikh yang digunakan dalam
periwayatan pada perkataan َّ , ‫حدثنا‬
‫حدثني‬ َّ , ‫ت‬
‫سمع ي‬, dan ‫أخبرنا‬ jangan
engkau lewatkan.
Dalam adâ‟ harus disebutkan ungkapan atau bentuk kata yang digunakan
penyampaian Hadis, karena ungkapan ini mempunyai makna tersendiri bagi para
peneliti Hadis yang menunjukkan validitasnya. Tidak boleh menggantikan
lambang-lambang periwayatan yang telah dipakai oleh guru-gurunya, tidak boleh
kata haddatsanâ diganti dengan akhbaranî dan seterusnya.
Mayoritas ulama Hadis, ulama Ushul, dan ulama Fikih sepakat bahwa
syarat-syarat penyampaian Hadis(Adâ‟ al-Hadîts) sebagai berikut :
1. Muslim (beragama Islam).
Orang kafir tidak diterima dalam menyampaikan Hadis sekalipun diterima
dalam tahammul. Dalam menerima Hadis bagi ortang kafir syah saja karena
hanya menerima tidak ada kekhawatiran kecurangan dan pendustaan, berbeda
dengan penyampaian.
2. Baligh (dewasa)
Pengertian dewasa maksudnya dewasa dalam berpikir bukan dalam usia
umumnya. Dewasa di sini diperkiraan berusia belasan tahun yang disebut
remaja dalam perkembangan anak. Usia remaja adalah usia kritis dalam
berpikir dan lebih konsisten dalam memelihara Hadis. Berbeda usia anak
kecil yang ditakutkan bohong. Anak kecil terkadang suka bohong, karena
tidak ada hukuman bagi anak kecil yang menyimpang. Kecuali jika milieu
sosial dan keluarganya terbina baik dengan pembiasaan kejujuran. Setelah
anak dewasa baharu ada penerapan hukum perintah dan larangan.
3. Aqil (berakal)
Syarat berakal sangat penting dalam penyampaian Hadis, karena hanya orang
berakallah yang mampu membawa amanah Hadis dengan baik. Periwayatan
seorang yang tak berakal, kurang akal, dan orang gila tidak dapat diterima.
29

4. `Adâlah (adil)
Adil adalah suatu sifat pribadi taqwa, menghindari perbuatan dosa (fasik)
dan menjaga kehormatan dirinya (murû‟ah). Sebagai indikatornya seorang
yang adil dapat dilihat dari kejujurannya, menjauhi dosa-dosa besar dan kecil,
seperti mencuri minum dan lain-lain. Tidak melakukan perbuatan mubah
yang merendahkan kehormatan dirinya, seperti makan di jalanan, kencing
berdiri dan bercanda yang berlebihan.
5. Dhâbith (kuat daya ingat)
Arti dhâbith adalah kemampuan seseorang dalam memahami dan mengingat
apa yang ia dengar. Seorang perawi mampu mengingat atau hapal apa yang ia
dengar dari seorang guru pada saat menyampaikan Hadis. Atau jika dhabith
dalam tulisan, tulisannya terpelihara dari kesalahan, pergantian, dan
kekurangan.

Lafal-lafal yang digunakan dalam periwayatan Hadis (Adâ‟ al-Hadîts)


beragam dan berbeda bergantung kepada metode yang digunakan :

a. Dalam metode al-Samâ’


Bentuk lafal adâ` yang digunakan dalam metode al-Samâ` menurut al-
Qâdliy `Iyâdh adalah seperti kata-kata berikut :
1) ‫ = ىس ًم ٍع ي‬Aku mendengar,
‫ت‬
2) ‫حدثنًى‬
َّ / ‫حدثنىا‬َّ = Si Fulan memberitakan kepada kami/ kepadaku,
3) ‫ أىخبرنىا‬/ ‫ = أخبىػ ىرنًى‬Si Fulan memberitakan kepadaku/ kepada kami
4). ‫ أنبأنىا‬/‫ = أىنٍبأىنًى‬Si Fulan memeberitakan kepadaku/kepada kami .

5) ‫قاؿ لًى‬
‫ى‬ = Si Fulan berkata kepadaku

6) ‫ذى ىكر لًى‬ = Si Fulan menyebutkan kepadaku.11

Lafal haddatsanî/akhbaranî digunakan adâ‟ ketika tahammul sendirian,


sedang kata haddatsanâ/akhbaranâ digunakan adâ‟ ketika tahammul bersama
orang lain atau berjama‘ah. Al-Khathîb berpendapat, bahwa lafal al-Samâ`
yang paling tinggi adalah sami`tu, haddatsnâ/î, kemudian akhbaranâ/î
sebelum dikhususkan untuk metode al-Qirâ‟ah dan anba‟anâ/î digunakan
sedikit berlaku.12 Ulama mutaakhkhirin memberlakukan lafal adâ‘ a dan b di
atas untuk metode al-Samâ‟, lambang c untuk metode al-Qira‘ah dan
11
al-Suyûthiy, Tadrîb al-Râwiy…, Juz 2, h. 16
12
Ibid. h. 17-18
30

lambang d. untuk metode ijazah. Sedikit sekali di antara periwayat dalam


metode al-Samâ` menggunakan kata ‫( ذى ىكػر لًػى‬dzakara lî) atau ‫لًػى‬ ‫ػاؿ‬
‫( ق ى‬qâla
lî), karena dua ungkapan kata yang terakhir ini kebanyakan digunakan dalam
metode ‫س ػػماع الم ػػذاكرة‬ (samâ` al-mudzakarah = mendengar dalam

mudzakarah) bukan ‫التحػديث‬ ‫( سػماع‬samâ` al-tahdîts = mendengar dalam rangka


menerima Hadis). Jadi kedua belah pihak antara murid dan Syeikh tidak ada
kesiapan untuk periwayatan.

b. Pada metode al-Qira’ah


Bentuk lafal ungkapan ada‟ dalam metode ini :
‫ت على و‬
1) " ‫فالف‬ ‫قرأٍ ي ى‬
‫ = ى‬Aku membaca di hadapan si Fulan,
2) " ‫ب ًُ ًق‬
ً ‫فأيقً َّر‬/‫أسػمع‬ ً
‫= " قيػ ًرئ عليػو كأنػا ى‬ Dibaca di hadapannya dan aku
mendengarnya/ diakui bacaannya.

‫عليػو‬ ً
3) " ٍ ‫" ح ٌدثنا ق ىػراء نة‬ = Ia memberitkan kepada kami dengan membaca
di hadapannya.

4) ‫ أخبرنػػا‬/ ‫أخبىػ ىرنػ ًػى‬ = memberitakan kepadaku/kepada kami, karena


pengakuan syeikh terhadap bacaan muridnya sama dengan pemberitaan
kepadanya.
Contoh metode Qira‘ah di tengah-tengah sanad dan metode al-Samâ‘
pada bagian lain sebagaimana dalam kitab Shahîh al-Bukhariy 7/111 :

‫ئ ىعلىٍيػ ًػو قىػ ى‬


‫ػاؿ أى ٍخبىػ ىرنًػػي‬ ‫ػب أ ٍىك قيػ ًر ى‬ ‫ىحػ َّػدثىػنىا يى ٍحيىػػى بٍػ يػن يس ػلىٍي ىما ىف ىحػ َّػدثىػنىا ابٍػ يػن ىك ٍىػ و‬
‫ػاس ىش ُّػكوا‬ َّ ‫ضػي اللَّػوي ىع ٍنػ ىهػا أ‬ً ‫و‬ ‫و‬
‫ىف النَّ ى‬ ‫ىع ٍم هرك ىع ٍن بي ىك ٍير ىع ٍن يك ىريٍػب ىع ٍػن ىم ٍي يمونىػةى ىر ى‬
‫ب‬‫ت إًلىٍيػ ًػو بً ًحػ ىػال و‬
ٍ ‫صػلَّى اللَّػػوي ىعلىٍيػ ًػو ىك ىسػلَّ ىم يىػ ٍػوىـ ىع ىرفىػةى فىأ ٍىر ىسػلى‬ ً ً
‫فػي صػػيى ًاـ النَّبًػ ِّػي ى‬
‫َّاس يىػ ٍنظييركف‬ ً ‫ش ًر‬ ً ً‫ف فًي الٍموق‬ ‫ىك يى ىو ىكاقً ه‬
‫ب م ٍنوي ىكالن ي‬ ‫ف فى ى ى‬ ٍ‫ى‬
Memberitakan kepada kami Yahya bin Sulaiman, memberitakan kepada
kami Ibnu Wahbin atau dibacakan di hadapannya, dia berkata memberitakan
kepadaku ‟Amr dari Bukayr dari Kurayb dari Maimunah ra bahwa orang-
orang ragu tentang puasanya Nabi pada hari Arafah. Maimunah mngirimkan
susu kepadanya sedang beliau berdiri di tempat kemudian minum susu itu
dabn mereka melihat. (HR. Al-Bukhari)
31

c. Metode al-Ijâzah
Lambang ungkapan tahammul dalam metode Ijazah ini yang diperbolehkan
hanya ijazah kepada orang tertentu yang jelas identitasnya untuk
meriwayatkan Hadis tertentu, misalnya :

‫صحيح البخارل‬
‫ى‬ ‫ك‬
‫أج ٍزتي ى‬
‫ “ = ى‬Aku ijazahkan kepadamu kitab Shahîh al-
Bukhariy”.
Jika ijazah ditujukan kepada orang yang tidak jelas identitasnya
sekalipun kitab Hadisnya jelas atau orang yang akan diijazahi jelas tetapi
Hadisnya tidak jelas, tidak dapat diterima. Pada umumnya majlis metode al-
Simâ` dan al-Qira‟ah Hadisnya dibaca di majlis Syeikh, sedang dalam
metode Ijazah tidak dibacakan Hadisnya.
Beberapa lambang ungkapan adâ‟ al-Hadîs sebagai berikut ;

1) ‫أجاز لًى فال هف‬


‫ى‬ = Si Fulan memberikan ijazah kepadaku.

2) ‫حػ ٌدثىنا إجػازنة‬ = Si Fulan memberitakan kepada kami dengan cara


ijazah, ( metode ijazah bercampur dengan metode al-Samâ‟)

3) ‫أخبرنػا إجػازنة‬
‫ى‬ = Si Fulan memberitakan kepada kami dengan ijazah
(metode ijazah bercampur dengan metode al-Qira‟ah)

4) ‫= أنٍػبىأنىػػا‬ Si Fulan memberitakan kepada kami (berlaku bagi


mutaakhkhirin)
Al-Iraqiy dalam Syarah Muqaddimah Ibn al-Shalâh al-Taqyîd wa al-
Îdhâh 1/190 memberikan persyaratan Ijazah, hendaknya orang yang memberi
ijazah adalah orang alim yang mengetahui apa yang diijazahkan dan orang
yang diijazahi hendaknya ahli ilmu, karena metode iazah ini sebenarnya
adalah rukhshah (dispensasi) yang dilakukan oleh ahli ilmu karena kebutuhan
yang sangat mendesak. Sebagian ulama memberperat persyaratan ini.
Demikian dikatakan oleh Abu al-Abbas al-Walid bin Abu Bakar al-Maliy dari
Malik. Al-Hafizh Abu Umar berkata ; Menurut pendapat yang shahih bahwa
ijazah tidak boleh kecuali bagi orang yang mahir melakukannya dan pada
sesuatu yang jelas. Lebih baiknya berikut ini teks asli dari al-Iraqiy :

‫از لىػو م ٍػن‬‫إنَّ ىما يى ٍستى ٍح ًس ين اإلجازةي إذا كاف الٍ يم ًج ييز عالمان بما يي ًج ٍيػ يز كالٍ يم ىج ي‬
‫س ىحػاجتً ًه ٍم‬ ً ‫علم ًلم ىُ ًسػ ٍي‬ ً ٍ‫أىل ال‬
‫تأى يل لو ي‬ َّ ‫خيه يى‬ ً ‫أى ٍى ًل‬
ُّ ‫العلم ألنَّها‬
‫توس هع كتىػ ٍر ه‬
‫اس‬ً ‫كح ىك ػاهي أبػػو العبَّػ‬‫فجعلػػوي شػ ٍػرطنا فيهػػا ى‬ ‫ػك ى‬ ‫ض ػ يه ٍم فػػي ذلػ ى‬
‫ كبػػال ىغ بع ي‬.‫إليه ػا‬
‫ى‬
32

‫ظ أبػو‬ ‫كق ى‬. ‫الوليػد بػن بكػر الٍ ىمػالً ًكي عػن مالػك رضػي اهلل عنػو‬
‫ػاؿ الحػاف ي‬
‫اله ٌُنىاعػ ًة كفػي ش و‬
‫ػيء معػيَّ ون ت‬ ‫تجوز إتَّ لً ىمػاى ور بً ِّ ى‬
‫الصحيح أنَّػ ىها ت ي‬
‫ي‬ :‫عي ىمر‬
.‫إسناده كاهلل أعلم‬
‫يى ٍش يكل ي‬
Sesungguhnya ijzaha dinilai bagus jika orang yang memberi ijazah
mengetahui materi yang diijazahkan dan orang yang menerima ijazah
tergolong ahli ilmu, karena ijazah itu kelonggaran dan kemurahan (dispensasi
) dilakukan ahli ilmu karena sangat dibutuhkan. Sebagian ulama yang
berahtihati demikian itu dijadikan syarat dalam ijazah. Abu al-Abbas al-
Walîd bin Bakar al-Mâlikiy mencerutakannya dari Malik. Al-Hafizh Abu
Umar berkata : Menurut pendapat yang shahih bahwa ijazah tidak
diperbolehkan kecuali bagi orang yang mahir melakukan dan pada sesuatu
yang ditentukan sehingga tidak sulit menyandarkannya.
Contoh periwayatan Ijazah dalam Kitab al-Sunan al-Shaghîr karya
al-Bayhaqiy 6/24 :

‫ػأؿ عل َّػي ب ىػن أبػي‬


‫ س ى‬، ‫أف رجػالن‬ َّ ، ‫ ح َّػدثنا الحس يػن‬، ‫ضػالة‬‫بن في ى‬
‫ار هؾ ي‬
‫كرىكاه يمبى ى‬
‫ى‬
« : ‫ػاؿ علػي‬ ‫ت فالنػةى فه ىػي طػال هق ؟ » ق ى‬ َّ « ‫ إً ٍف‬: ‫ػت‬
‫تزك ٍجػ ي‬ ‫ قل ي‬: ‫طالب قاؿ‬
‫ أنىا أبػو‬، ‫أخبرناى ًبو أبو عبد اهلل الحافظ إجازةن‬ ‫عليك » ى‬‫تزك ٍج ىها فال شيءى ى‬ َّ
‫ ثنػا يزيػ يد ب يػن‬، ‫بن رافػ وع‬ ً ً
‫محمد ي‬
َّ ‫ ثنا‬، ‫بن إسحا ىؽ‬ ‫ ثنا محم هد ي‬، ‫الوليد الفق ٍيوي‬
‫ فذ ىكرهي‬، ‫بن فضالةى‬ ‫مبارؾ ي‬
‫ أنا ي‬، ‫ىارك ىف‬
Diriwayatkan oleh Mubarak bin Fudhalah, memberitakan kepada kami
al-Hasan, bahwa seorang laki-laki bertanya kepada Ali bin Abi Thalib
berkata : Bagaimana jika aku berkata : “Jika aku mengawini Fulanah maka
ia tertalak”. Ali menjawab : “Kawini dia, maka tidak apa-apa atas
engkau”. Memberitakan kepada kami Abu Abdillah al-Hafizh secara iazah.
Saya Abu al-Walîd al-Faqîh, memberitakan kepada kami Muhammad bin
Ishak, memberitakan kepada kami Muhammad bin Rafi‟, memberitakan
kepada kami Yazid bin Harun, saya Mubarak bin Fudhalah ia
menyebutkannya.
Pada teks di atas yang digaris bawahi dimaksudkan contoh tahammul
dengan metode ijazah : Memberitakan kepada kami Abu Abdillah al-Hafizh
secara ijazah.

d. Metode al-Munâwalah
33

Bentuk ungkapan Adâ‟ al-Hadîts dalam metode Munâwalah berijazah


yang paling baik adalah dengan mengatakan :

1) ‫ػاز لً ٍػى‬ ‫ = نى ىاكلىن ًى ى‬Si Fulan


‫كأج ى‬ memberikan Hadis kepadaku dan memberi
ijazah untuk meriwayatkan.

2) َّ = Memberitakan kepada kami


‫حدثىنا مناكلػةن‬ dengan metode munâwalah,
(munawalah bercampur dengan al-Samâ‟)

3) ‫أ ٍخبىػ ىرنػا يمناكلػةن كإجػازةن‬ = Memberitakan kepada kami dengan metode


munawalah dan Ijazah (munawalah bercampur dengan al-Qira‟ah)
Contoh Munâwalah dalam kitab Hadis Sunan al-Dar Quthniy 1/175

‫اض ػي أحم ػ يد بٍ ػ ين إسػػحا ىؽ ب ػ ًن بىػ ٍهلي ػ ٍووؿ حػ َّػدثىن ًي أبً ػ ٍي يمنى ىاكل ػةن ىع ػن‬ ً ‫حػ َّػدثنىا الٍ ىق‬
ً
‫البهلوؿ‬ ‫يعقوب ب ًن إسحا ىؽ ب ًن‬ ‫و‬ ‫بن‬ ‫ب ب ًن ىش ًريٍ و‬ ً َّ‫الٍ يمسي‬
‫يوسف ي‬‫ي‬ ‫ك ح كحدثنا‬
‫ش عػن أبػي يسػ ٍفيا ىف عػن جػاب ور‬ ً ‫ب بػ ًن شػريك عػن األى ٍع ىمػ‬ ً َّ‫نا ىج ِّد ٍم نا المسي‬
‫ػوء إنٌمػػا كػػاف ذلػػك‬ ‫الصػالةً إعػادةي كضػ و‬ َّ ‫ك فػػي‬ ‫ضػ ًح ى‬
‫ى‬ ‫ػيس علىػى ىمػ ٍن ى‬ ‫ لػ ى‬: ‫قػػاؿ‬
‫خلف رسوؿ اهلل صلى اهلل عليو ك سلم‬ ‫ضحكوا ى‬ ً ‫لوى ىُـ حين‬
ٍ
Memberitakan kepada kami al-Qadhiy Ahmad bin Ishak bin Bahlul,
memberitakan kepadaku aayahku secara munawalah dari am-Musayyab bin
Syarîk (pindah sanad) memberitkan kepada kami Yusuf bin Ya`qub bin Ishak bin
al-Bahlul memberitakan kepada kami kakek saya memberitakan kepada kami al-
Musayyab bin Syarik dari al-A‟masy dari Abu Sufyan dari Jabir berkata : “Tidak
ada atas orang yang tertawa dalam shalat mengulangi wudhunya. Sesungguhnya
demikian itu bagi mereka ketika tertawa di belakang Rasulillah saw” (HR. al-Dâr
Quthniy)
Kalimat : Memberitakan kepada kami al-Qâdhiy Ahmad bin Ishâq bin Bahlûl
memebritakan kepada kamu ayah saya secara munâwalah dari al-Musayyab bin
Syarîk

e. Metode al-Mukâtabah
Lambang ungkapan adâ‟ al-Hadîts, adakalanya dengan ungkapan yang
tegas, misalnya :

1) ‫ب الى َّي فال هف‬


‫= كتى ى‬ Si Fulan menulis surat kepadaku,
34

2) ‫حػ ٌدثىنى فػال هف أك أخبرنػ ًى كتابػةن‬ = Si Fulan memberitakan kepadaku


atau membertiakan kepadaku melalui surat ( metode munawalah
bercampur dengan metode al-Samâ‟ dan al-Qira‟ah)
Contoh metode mukâtabah dalam kitab Sunan Abu Dawud 9/484 :

‫ػك بٍ ػ ًن عي ىم ٍي ػ ور قىػ ى‬
‫ػاؿ‬ ً ‫حػ َّػدثىػنىا مح َّم ػ يد بٍػػن ىكثًي ػ ور أى ٍخبػرنىػػا س ػ ٍفيا يف ىعػػن ىع ٍبػ ًػد الٍملًػ‬
‫ى‬ ٍ ‫ىى ي ى‬ ‫ي‬ ‫يى‬ ‫ى‬
‫ػاؿ‬
‫ػاؿ قىػ ى‬ ‫ػب إًلىػى ابٍنً ًػو قى ى‬ ًً ً
‫ىح َّػدثىػنىا ىع ٍبػ يد ال َّػر ٍح ىم ًن بٍ يػن أىبػي بى ٍك ىػرةى ىع ٍػن أىبيػو أىنَّػوي ىكتى ى‬
ً ً ً ‫رسػ ي‬
‫ص ػلَّى اللَّػػوي ىعلىٍيػػو ىك ىس ػلَّ ىم ىت يىػ ٍقضػػي ال ى‬
‫ٍح ىكػ يػم بىػ ٍػي ىن اثٍػنى ػ ٍػي ًن ىك يىػ ىػو‬ ‫ػوؿ اللَّػػو ى‬ ‫ىي‬
‫ضبىا يف‬ٍ ‫غى‬
Memberitakan kepada kami Muhammad bin Katsîr Memberitakan kepada
kami Sufyan dari Abdul Malik bin Umayr, ia berkata ; memberitakan
kepada kami Abdur Rahman bin Abi Bakrah dari ayahnya bahwa ia
menulis kepada anaknya berkata Rasulullah saw bersabda : Seorang
hakim tidak boleh memutuskan antara dua orang sedangkan ia sedang
marah” (HR. Abu Dawud).

f. Metode al-I’lâm
Lambang ungkapan adâ‟ al-Hadîts dengan menggunakan :
ً ‫أ ٍعلىمنًى‬
‫شيخ ٍى بكذا‬ ‫ى‬ = Syeikhku memberikan informasi kepadaku begini ..‖

Contoh metode al-I‟lâm dalam Musnad al-Syafi‘i 1/66 :

‫محمد حدثَّن ًي محمػ يد ب يػن أبػي بكػ ًر بٍػ ًن ىحػ ٍزوـ عػن محم وػد‬ ‫و‬ ‫اىيم بٍ ين‬
‫أ ٍخبىػ ىرنىا إبر ي‬
: ‫ػاف‬ً ‫ت حارثػةى بػن النعم‬
‫ى‬ ‫سع ود ب ًن ىزر ىارةً عػن أـ ًى ى‬
ً ‫شػ ًاـ بًٍنػ‬ ً
ٍ ‫بٍ ًن عبد الرحم ًن بٍ ًن‬
‫ػوـ‬ ‫ػ‬ ‫ي‬ ‫ا‬ ‫ػ‬ ‫ه‬ ً
‫ب‬ ‫أ‬‫ػر‬ ‫ق‬ ‫ي‬ ‫ػاؿ إبػراىيم كت أىعلىمنػ ًي إتَّ سػمعت أبػاى ب ٍكػ ور ًُ بػ ًن ح و‬
‫ػزـ‬ ‫مثليػوي ق ى‬
‫ى‬ ‫ى‬ ‫ىى‬ ‫ي‬ ‫ٍ ى‬ ‫ي‬
‫ػمعت محمػ ىد ب ػ ًن أبػػي بك ػ ور يىقػ ىػرأ ب ًه ػا‬ ‫اىيم سػ ي‬ ‫ػاؿ إب ػر ي‬ ‫الجمعػ ًػة ًُ علىػ ىى المنب ػ ًر قػ ى‬
‫ي‬
ً
‫المدينة علىى المنبىر‬ ‫قاض علىى‬ ‫كىو يومئً وذ و‬
Berkata Ibrahim dan ia tidak memberi tahu kepadaku kecuali aku mendengar
Abu Bakat bin Hazm yang membecakannya pada hari Jumat…

g. Metode al-Washiyah
Bentuk ungkapan adâ‟ al-Hadîts :
35

1) ‫الى فال هف بكذاى‬


ٌ ‫أكصى‬
‫ى‬ = Si Fulan berwasiat kepadaku begini,

2) ‫حػ ٌدثنى فػال هف كصػيةن‬ = Si Fulan memberitakan kepadaku dengan wasiat.


(metode al-washiyah bercampur dengan metode al-samâ)

h. Metode al-Wijâdah
Hukum periwayatan dengan wijâdah termasuk bab munqathi` (terputus
sanad), tetapi juga ada unshur muttashil. Bentuk ungkapannya :

1) ‫ط و‬
‫فالف كذا‬ ٌ ‫كجدت بخ‬
‫ي‬ = Aku dapatkan pada tulisan si Fulan begini.....,

2) ‫ط و‬
‫فالف كذاى‬ ٌ ‫أت بخ‬
‫قر ي‬ = Aku membaca pada tulisan si Fulan begini…...

Pengamalan wijâdah tidak diperbolehkan menurut mayoritas muhadditsin


pengikut Imam Malik sedangkan menurut al-Syâfi`i dan pandangan para
sahabatnya diperbolehkan, bahkan menurut sebagian peneliti al-Syafi`i wajib
diamalkan jika penukilnya memiliki kredibelitas (tsiqah) dalam
periwayatan.13 Tidak beda dengan perkembangan ilmu pengetahun teoritis
secara ilmiah dikutip dan diriwayatkan secara wijâdah. Demikian juga Hadis
Nabi yang dikutip dari berbagai kitab shahih pada era modern bagian dari
wijâdah.
Dalam Kitab al-Taqyîd wa al-Îdhâh Syarah Ibn al-Shalâh 1/202
dijelaskan,

‫قاؿ فال هف كذا‬


‫يقل ى‬ ‫و‬ ‫و‬ ‫و‬
ٍ ‫ادأف يىػ ٍنػ يق ىل من كتاب منسوب إلى مصنِّف فال‬ ‫كإذاى أر ى‬
‫و‬
‫بأصوؿ‬ ‫غيرهي‬ ً ً َّ ‫ثق‬
‫ككذا إتَّ إذا ىك ى‬
‫بصحة النُّ ٍس ىخة بأف قىابىلها يى ىو أك ثقةه ي‬
‫ذلك‬
‫ كإذا لم ييػ ٍو ىج ٍد ى‬.‫تكؿ‬َّ ‫عليو في آخر النَّػ ٍو ًع ا‬ ً ‫متعددةو كما نبَّػهنا‬ ِّ
‫ى‬
‫و‬
‫نسخة‬ ‫كجدت في‬ :‫ذكر كذا ككذا أك‬ ‫و‬ ً
‫ي‬ ‫كنحوهي فىػ ٍليىػ يق ٍل بىلغىن ٍي عن فالف أنو ى‬
‫ي‬
‫كح ًك ىي ع ًن الشافعي‬ ً ً ً
‫ ي‬...‫الكتاب الفالني كما أشبوى ىذاى م ىن العبارات‬ ‫من‬
‫كطائفة من نظَّا ًر أصحابًو ي‬
.‫جواز الٍ ىع ىم ًل بو‬ ‫و‬
Seseorang jika ingin meriwayatkan dari sebuah kitab yang ditulis oleh
pengarangnya, jangan mengatakan : Si Fulan berkata begini begini… kecuali
jika dipekuat dengan keabsahan naskah, misalnya ia menerimanya langsung
atau melalui orang terpercaya lain dengan beberapa dasar sebagaimana

13
al-Suyûthiy, Tadrîb al-Râwiy, Juz 2, h. 104
36

yang kami ingatkan pada akhir pembahasan ini. Jika demikiaan itu dan
sesamanya tidak didapatkan, katakanlah : Telah sa,mpai kepada saya dari si
Fulan bahwa ia menyebutkan begini begini.. Atau : Aku dapatkan pada
naskah kitab si Fulan dan sesamanya..Al-Syafi‟i dan segolongan ashhabnya
membritakan bolehnya mengamalkan metode ini (wijâdah).
Contoh metode wijâdah dalam kitab Sunan al-Bayhaqiy al-Kubrâ
2/11 sebagai berikut:

‫صافًي‬ َّ ‫سي ًن‬


‫الر ى‬ ‫بن الٍ يح ى‬ ُّ ‫ظ ثنا أبو الحسي ًن‬
‫علي ي‬ ‫عبد اهلل الٍ ىحاف ي‬ ً ‫أ ىخبرنىا أبو‬
‫ى‬
‫اهلل ب ًن‬ً ‫م حدثني أحم يد بن عيبػ ٍي ًد‬ ً
ِّ ‫الحارث الٍ ىع ٍس ىك ًر‬ ‫بن‬
‫ي ى‬ ‫محم يد ي‬ َّ ‫ببغداد ثنا‬‫ى‬
‫الملك بن أبي‬ ً ‫كتاب أبً ٍي ثنا عب يد‬
ً ‫ت في‬ ‫سن الٍ ىع ٍنبى ًرم قاؿ ىك ىج ٍد ي‬ ‫الٍ ىح ى‬
‫عبد اهلل رضي اهلل‬ ً ‫باح عن جاب ًر ب ًن‬ ‫عطاء بٍ ًن أبي ر و‬ ً ‫سليماف الٍعرزًمي عن‬
ٍ ٌ ‫ىٍ ى‬
‫كنت فً ٍيػ ىها‬
‫ث رسوؿ اهلل صلى اهلل عليو ك سلم سريَّةن ي‬ ‫ ىبع ى‬: ‫عنهما قاؿ‬
‫فقالت طائفةه منها القبلةي ىىا ىنا قًبى ىل‬ ٍ ‫ؼ القبلةى‬ ٍ ‫فأصابىػ ٍتػنىا ظيلمةه فىػلى ٍم نىػ ٍع ًر‬
ً ‫الشم‬
‫اؿ فىصلُّ ٍوا‬ ‫ِّ ى‬
Memberitakan kepada kami Abu Abdillah al-Hafizh, memberitakan kepada
kami Abu al-Hasan Ali bin al-Husayn al-Rashâfiy di Baghdad, memberitakan
kepada kami Muhammad bin al-Haris al-„Askariy, memberitakan kepadaku
Ahmad bin Ubaydillah bin al-Hasan al-„Anbariy berkata : “Aku
mendapatkan pada tulisan ayah saya, memeberitakan kepada kami Abdul
Malik bin Abi Sulaiman al-„Arzamiy daru Athâ‟ bin Abi Rabah dari Jabir bin
Abdillah ra berkata : “ Rasulullah saw mengutus pasukan perang (sariyah)
aku di dalamnya, kemudian cuca gelap menyelimuti kami, kami todak
mengetahui arah kiblat, segolongan dari padanya berkaa : Kiblat ke sini
Utara, maka shalatlah (HR. al-Baihaqiy)
Metode Wijâdah pada kalimat : Ahmad bin Ubaidillah bin al-Hasan al-
„Anbariy berkata : “Aku mendapatkan pada tulisan ayah saya,
memeberitakan kepada kami Abdul Malik…
37

Rangkuman

Ada 8 metode dalam penerimaan Hadis : yaitu mendengar (al-Samâ`),


membaca (al-Qirâ’ah), ijazah (al-Ijâzah), memperoleh catatan dari guru
langsung (al-Munâwalah), menerima kiriman catatan dari seorang guru (al-
Mukâtabah), pemberitahuan (al-I`lâm), wasiat (al-Washîyah), dan menemukan
tulisan guru (al-Wijâdah).
Lafal-lafal yang digunakan dalam meriwayatkan Hadis (adâ’) adalah
Evaluasi
sebagai berikut :
‫ = ىسػم ٍع ي‬aku memndengar ‫ ح َّػدثنًى‬/ ‫ = ح َّػدثنىا‬memberitakan
1. Jelaskan pengertianً tahammul dan adâ‟ al-Hadis
a. 1. al-Samâ` ; ‫ت‬
?
2. Sebutkan 8 metode dalam tahammul (penerimaan) Hadis ?
kepadaku/kami, ‫ أنبأنا‬/‫ أىخبرنىا أىنٍبأىنًى‬/ ‫ = أخبىػ ىرنًى‬memberitakan kepadaku/kami
3. Jelaskan metode‫ ى‬mana yang paling baik di antara 8 metode tersebut ?
‫على‬ ‫قرأٍ ي‬
‫ت‬ ً metode
‫عليو‬ ‫قي ًرئ‬
4.2. Bagaimana ;... adâ‟
al-Qirâ’ah lafal
‫ى‬ ‫ى‬
al-Hadîts
= aku
al-Samâ‘, al-Qira‘ah dan al-Ijazah?
membaca di periwayatan)
( menyampaikan hadapannya pada

5.
=dibacakan di hadapannya
Jelaskan perbedaan beberapa
‫حدثنا قًراءة عليو‬
ٍ lafal‫ ن‬adâ ٌ
‫ ى‬al-Hadîts = memberitakan kepada kami
berikut ini menurut ulama
dengan cara membaca
mutaakhkhirin : du hadapannya
ً‫أجاز ل‬
‫ حدثنى‬/ ‫فالٌدهفثنا‬
3. al-Ijâzah ;
‫ح‬, ‫ىخبرناى‬ Si Fulan memberi ijazah kepadaku ‫ح ٌدثىنا إجازةن‬
‫ أ ى‬/ =‫ىخبرنى‬ ‫ أ‬, ‫ أنبأنا‬/‫ أىنبأنى‬dan ‫قاؿ لى‬
=memberitakan kepada kami dengan cara iazah
4. al-Munâwalah ; ‫از لًى‬ ً ‫ = نى ىاكلى‬Ia memberikan kepadaku dan memberi
Tugas ٍ ‫كأج ى‬‫نى ى‬
izin kepadaku
Jelaskan makna beberapa َّ =adâia yang
‫نا مناكلةن‬lafal
‫حدثى‬ memberikan kepada dan
digaris bawahi kamijelaskan
secara munawalah
pula metode
yang digunakan dan dalam contoh Hadis berikut :
‫= أ ٍخبىػرنا يمناكلةن كإجازةن‬ia memberikan kepada kami secara munawalah dan
‫ًى‬
‫قاؿ‬
ijazah ‫ي‬ ‫بر‬ ‫ج‬ ً
‫ن‬ ‫ب‬ ‫اهلل‬ ‫حدثنا شعبةي قاؿ أ ٍخبىػ ىرني عب يد اهلل ب ًن عبد‬ ‫الولي ًد ى‬
َّ ‫قاؿ‬ ٍ ‫حدثنىا أبو‬ َّ
‫ػب األنصػا ًر كآيػ‬
5. ‫ةي‬al-Mukâtabah; ً ‫ب الى َّي‬
ُّ ‫إليماففالحهف‬ ‫قاؿ=آيكتىةي اٍى‬ ‫ كسلم‬menulis ‫فالا هفعنأكالنبي صلى‬
‫اهلل عليو‬kepadaku ‫س‬ ‫س ح ٌدثىينى‬
‫معت أنى ن‬
Si Fulan

ً
‫أخبرنى كتابةن‬ =memberutakan kepadaku)‫البخارم‬ ‫أخرجو‬kitabah
dengan cara ( ًُ ‫فاؽ بغ ي األنصار‬ ً ِّ‫الن‬
6. al-I`lâm ; ‫شيخى بكذا‬ ً ‫ = أ ٍعلىمنًى‬Syeikhku memberi tahu kepadaku begini
ٍ ‫ى‬

7. al-Washîyah ; ‫الى فال هف بكذاى‬


ٌ ‫أكصى‬
‫ ى‬, ‫ح ٌدثنى فال هف كصيةن‬ =Si Fulan
memberitakan wasiat kepadaku begini
‫و‬
8. al-Wijâdah ; ‫فالف كذا‬ ‫ط‬
ٌ ‫كجدت بخ‬
‫ي‬ ‫ط و‬
, ‫فالف كذاى‬ ٌ ‫أت بخ‬
‫ = قر ي‬Aku temukan
tulisan si Fulan begini, aku membaca tulisan Fulan
38

GLOSARIUM

Adâ al-hadîts : meriwayatkan Hadis dan menyampaikannya kepada orang lain


dengan menggunakan lafal tertentu.
al-Ijâzah : guru mengizinkan murid meriwayatkan hadisnya
al-I`lâm : guru memberi tahu murid bahwa hadis itu diriwayatakan dari gurunya

al-Samâ` : murid mendengar syeikh menyampaikan periwayatan


al-Munâwalah : murid memperoleh catatan dari guru langsung
al-Mukâtabah : murid menerima kiriman catatan dari seorang guru
al-Qirâ‟ah : murid membaca sedang syeikh mendengarkannya
Tahammul : Mengambil dan menerima Hadis dari seorang syeikh dengan cara
tertentu dari beberapa cara penerimaan
al-Washîyah : guru berwasiat agar murid meriwayatkan Hadisnya
al-Wijâdah : murid menemukan tulisan guru
39

BAB III
MACAM-MACAM HADIS BERDASARKAN
JUMLAH PERAWINYA

Kompetensi Dasar :
Menjelaskan, pengertian, syarat-syarat , macam-macam dan contoh Hadis
mutawâtir serta menjelaskan pengertian dan klasifikasi Hadis âhâd
Indikator :
Siswa mampu :
1.Menjelaskan pengertian dan syarat-syarat Hadis Mutawâtir
2.Menyebutkan macam-macam Hadis Mutawâtir
3.Menyebutkan contoh Hadis Mutawâtir
4.Menjelaskan pengertian Hadis Âhâd
5.Menyebutkan klasifikasi Hadis Âhâd
6.Menyebutkan contoh Hadis Âhâd

Dalam sejarahnya, Hadis dihimpun dan dikodifikasikan secara resmi pada


abad kedua Hijriyah, berdasarkan hapalan dan ingatan mereka. Hadis sebelum
dibukukan disebarkan secara hapalan dan diterima secara hapalan pula dengan
tingkat hapalan yang berbeda, tingkat kejujuran yang berbeda dan cara
penerimaan serta penyampaian yang berbeda. Oleh karena itu dalam
perkembangan penelitian Hadis terbagi kepada bebertapa macam bergantung
pada tinjauannya. Adakalanya dilihat dari jumlah periwayat, dilihat dari kualitas
sanad dan matan, dilihat dari sumber berita, panjang pendeknya sanad dan lain-
lain. Pada bab ini terlebih dahulu akan dibahas macam-macam Hadis dilihat dari
segi kuantitas atau jumlah periwayat Hadis ada dua yaitu : Mutawâtir dan Ahad.
Untuk lebih mendalaminya mari kita ikuti pada pembahasan berikut.

A. Hadis Mutawâtir
1. Pengertian dan syarat-syarat Mutawâtir
Mutawâtir dalam bahasa Arab dari kata :

‫تىواتىػ ىر يىتواتيػ ير تواتيػ نرا فهو يمتىواتًهر‬


Yang berarti ‫ػت ىُابًع‬
‫المتيػ ى‬
ٍ = yang datang kemudian, beriring-iringan, atau
beruntun. Dalam istilah menurut al-Mas‘ûdiy dalam kitab Minhat al-Mughîts
pengertian mutawâtir, yaitu :
40

‫جمع عن جم وع تى ٍمنى يع العادةي اتفاقىػ يه ٍم‬ ً ً ً ً ‫ما ركاه ًمن‬


‫اتبٍت ىداء الى اتنتهاء ه‬ ‫ى ى ي ى‬
ً ‫ب كىو ًم َّما ي ٍدر يؾ‬ ً
‫س‬
ِّ ‫بالح‬ ‫ي ى‬ ‫على الٍ ىكذ ً ي ى‬
Hadis yang diriwayatkan oleh segolongan orang banyak dari segolongan orang
banyak dari permulaan sampai akhir sanad sehingga menurut kebiasaan
diketahui tidak mungkin mereka sepakat bohong dan Hadis macam ini tergolong
yang didapatkan melalui indra.
Dari definisi ini dapat dijelaskan bahwa Hadis mutawatir mempunyai 4
syarat , yaitu sebagai berikut :
a. Periwayatnya orang banyak
Para ulama Hadis berbeda pendapat tentang minimal jumlah banyak pada
periwayat Hadis mutawâtir tersebut. Di antara mereka ada yang berpendapat
4 orang, ada juga yang berpendapat 5 orang, atau 10 orang, 40 orang, 70
orang, bahkan ada yang berpendapat 300 orang lebih. Pendapaat yang lebih
kuat minimal 10 orang.14
b. Jumlah banyak pada seluruh tingkatan sanad
Jumlah banyak orang pada setiap tingkatan (thabaqât) sanad dari awal
sampai akhir sanad. Jika jumlah banyak tersebut hanya pada sebagian sanad
saja, tidak dinamakan mutawâtir, tetapi nanti masuk pada Hadis âhâd.
Kesamaan banyak para periwayat tidak berarti harus sama jumlah angka
nominalnya, tetapi yang penting nilai verbalnya sama, yakni sama banyak.
Misalnya, pada awal Sanad 2 orang, sanad kedua 3 orang, sanad berikutnya
10 orang, 20 orang dan seterusnya tidak dinamakan mutawâtir. Jika sanad
pertama 10 orang, sanad kedua 15 orang, sanad berikutnya 20 orang, 25
orang, dan seterusnya, jumlah yang seperti ini tetap dinamakan sama banyak
dan tergolong mutawâtir.
c. Tercegah sepakat bohong
Misalnya jika para perawi dalam sanad itu datang dari berbagai negara
yang berbeda, jenis yang berbeda, dan pendapat yang berbeda pula. Sejumlah
para periwayat yang banyak ini secara logika mustahil terjadi adanya
kesepakatan bohong secara uruf (tradisi). Tetapi jika jumlah banyak itu masih
memungkinkan adanya kesepakatan bohong tidaklah mutawâtir.
d. Beritanya bersifat indrawi
Maksudnya berita yang diriwayatkan itu dapat didengar dengan telinga
atau dilihat dengan mata kepala, tidak disandarkan pada logika akal seperti
sifatnya alam yang baru.15 Sandaran berita secara indrawi maksudnya dapat
diindra dengan indra manusia, misalnya seperti ungkapan periwayatan :

14
Al-Suyuthiy, Tadrîb al-Râwiy…, Juz 2, h. 255
15
Baharu diartikan wujudnya sesuatu setelah tidak ada atau diciptkan, tidak wujud dengan
sendirinya.
41

‫ىس ًم ٍعنىا‬ = Kami mendengar [dari Rasulullah bersabda begini]

‫رأيٍػنىػا أك لى ىم ٍسػنىا‬ = Kami melihat atau kami sentuh ) Rasulullah melakukan


begini dan seterusnya(.
Hadis mutawâtir memberi faedah ilmu dharûriy atau yakin kebenarannya
tak ada keraguan bahwa berita itu datang dari Nabi dan wajib diamalkan.
Ibarat sesuatu yang diberitakan orang banyak bahkan hampir setiap orang
memberitakan dapat dipastikan kebenarannya, seperti adanya Ka‘bah di
Mekkah, adanya makam Rasul di Madinah, adanya gedung putih di Amerika
Serikat, dan lain-lain. Seseorang yang mengingkari berita secara mutawâtir
dihukumi kafir. Al-Qur‘an seluruhnya diriwayatkan secara mutawâtir sedang
Hadis lebih banyak diriwayatkan secara âhâdi.
Contoh Hadis Mutawâtir dapat digambarkan seperti berikut :
NABI SAW

…...…...…………………
…….

..………………………
…………………………
……………..

..………………………
………………..………..
……….............................

..…………………………
…………………………

..………………………………
…………………………………
…………….
Lingkaran oval berisikan banyak titik-titik menunjukkan banyak orang
dalam suatu tingkatan. Mislanya Hadis diterima di kalangan sahabat sejumlah
banyak, di kalangan tabi‘in juga banyak, demikian juga di kalangan tabi‘ tabi‘in
dan generasi berikutnya. Banyaknya sampai tingkat tidak mungkin menurut
kebiasaan mereka sepakat bohong.
‫‪42‬‬

‫‪2. Macam-Macam Mutawâtir‬‬


‫‪Hadis Mutawâtir dibagi menjadi dua macam, yakni : Mutawâtir Lafzhi‬‬
‫‪dan Mutawâtir Maknawi. Lebih jelasnya berikut ini akan dipaparkan pengertian‬‬
‫‪masing-masing.‬‬
‫‪a. Mutawâtir lafzhi‬‬
‫‪Pengertian Mutawâtir lafzhi sebagaimana yang dikemukakan oleh Thâhir‬‬
‫‪al-Jazâ‘iriy dalam kitabnya Tawjîh al-Nadzar dan dikutib oleh Hasbi‬‬
‫‪Ashshiddiqi disebutkan definisi mutawâtir lafzhi adalah :‬‬
‫اف اتَّػ ىف ىق ركاتيو في ً‬
‫لفظ ًو ىكمعنىاهي‬ ‫ً‬
‫ي ي‬
‫‪Jika sesuai para periwayat Hadis dalam lafadz dan maknanyanya.‬‬
‫‪Contohnya :‬‬

‫مقع ىده ًم ىن النَّارً‬


‫تعمدان فلٍيتىبىوأٍ ى‬
‫لي يم ِّ‬ ‫ىم ٍن ىك َّذ ى‬
‫ب ىع َّ‬
‫‪Barang siapa yang mendustakan atas namaku, maka hendaklah bersiap-siap‬‬
‫‪bertempat tinggal di neraka. (HR. Ahmad, Turmudzi, al-Nasâ‟i, Bukhari,‬‬
‫‪Muslim, dan Abu Dawud).‬‬
‫‪Hadis di atas diriwayatkan oleh banyak perawi di berbagai kitab induk‬‬
‫‪Hadis, di antaranya al-Bayhaqiy dalam al-Sunan al-Kubra 10/221 :‬‬

‫كؼ الٍ ىف ًقيػػوي ا ًإل ٍسػ ىف ىرائًينً ُّى بً ىهػػا‬ ‫أى ٍخبػرنىػػا أىبػو الٍحسػ ًن مح َّمػ يد بػػن أىبًػػى الٍمعػػر ً‬
‫ىٍي‬ ‫ىى ي ى ى ي ى ٍ ي‬
‫يم بٍ يػن‬ ‫السلى ًمى أىنٍػبأىنىػا أىبػو مسػلً وم إًبػػر ً‬
‫اى‬ ‫ُّ‬ ‫اعيل بن نيجي و‬
‫د‬ ‫أىنٍػبأىنىا أىبو عم ورك إًسم ً‬
‫ى ي‬ ‫ٍ‬ ‫ٍ‬ ‫ي‬ ‫ي‬ ‫ى‬ ‫ُّ‬ ‫ٍ‬ ‫ى‬ ‫ي‬ ‫ٍ‬ ‫ى ي ىٍ ٍ ى ي‬
‫ٍح ًمي ًػد بٍػ ًن ىج ٍع ىفػ ور ىع ٍػن يى ًزيػ ىد بٍػ ًن أىبًػى‬ ‫ً‬ ‫ً‬ ‫ً ً‬
‫ىع ٍبد اللَّو ىح َّدثىػنىا أىبيو ىعاص وم ىع ٍن ىع ٍبػد ال ى‬
‫ػوؿ اللَّػ ًػو ‪-‬‬ ‫ػاؿ ىر يس ي‬ ‫ػب ىع ٍػن ىع ٍمػ ًرك بٍػ ًن ال ىٍولًي ًػد ىع ٍػن ىع ٍبػ ًػد اللَّ ًػو بٍػ ًن ىع ٍمػ ورك قى ى‬
‫ىحبًي و‬
‫ب ىعلىػػى يمتىػ ىع ِّم ػ ندا فىػلٍيىتىبى ػ َّػوأٍ ىم ٍق ىع ػ ىدهي ًمػ ىػن‬ ‫صػػلى اهلل عليػػو كسػػلم‪ : -‬ىمػ ٍػن ىك ػ ىذ ى‬
‫النَّا ًر‪.‬‬
‫‪Dalam Sunan al-Turmudiîy 9/262 :‬‬

‫اش ح َّػدثىػنىا ىع ً‬ ‫ش واـ ِّ ً‬ ‫ىح َّدثىػنىا أىبيو ًى ى‬


‫اص هػم ىع ٍػن‬ ‫الرفىاع ُّي ىح َّدثىػنىا أىبيو بى ٍك ًر بٍ ين ىعيَّ و ى‬
‫صػلَّى اللَّػوي ىعلىٍي ًػو ىك ىسػلَّ ىم‬ ‫ػاؿ رس ي ً‬
‫ػوؿ اللَّػو ى‬ ‫ػاؿ قى ى ى ي‬ ‫ود قى ى‬ ‫ًزر ىعن ىعب ًد اللَّ ًو بػ ًن مسػع و‬
‫ٍ ى ٍي‬ ‫ٍ ٍ‬
‫ب ىعلى َّي يمتىػ ىع ِّم ندا فىػلٍيىتىبىػ َّوأٍ ىم ٍق ىع ىدهي ًم ٍن النَّار‬‫ىم ٍن ىك ىذ ى‬
43

Al-Suyuthiy menyebutkan bahwa Ibn al-Shalâh menyebutkan 62 orang


sahabat yang meriwayatkan Hadis di atas. Contoh lain, Hadis tentang telaga
(al-hawdh) diriwayatkan lebih 50 orang sahabat, Hadis menyapu sepatu
(khawf) diriwayatkan 70 orang sahabat, Hadis tentang mengangkat kedua
tangan dalam shalat oleh 50 orang sahabat, dan lain-lain. 16
b. Mutawâtir maknawi
Mutawâtir maknawi sebagian ulama lagi mendefinisikan sebagai berikut :

‫ود معننى كلِّي‬ ً ‫إف ا ٍختػلى يفوا في‬


ً ‫لفظو كمعنىاهي مع كج‬ ً ‫كىو‬
‫ي‬ ٍ ‫ى‬ ‫يى‬
Hadis mutawâtir maknawi adalah apabila mereka berbeda dalam lafadz dan
makna Hadis tetapi adanya kesamaan dalam makna kullîy (makna
universal).17
Misalnya Hadis tentang mengangkat kedua tangan dalam berdo`a
banyak jumlahnya, di antaranya ketika beliau melaksanakan shalat Jum‘at
terjadi hujan angina yang besar :

‫الجمع ًػة إ ٍذ‬


‫ػوـ ي‬ ‫بي ى‬ ‫بي صلى اهلل عليو كسلم ي ٍخطي ي‬ ُّ ً‫قاؿ بىػ ٍيػنى ىما الن‬
‫س ى‬ ‫عن أنى و‬
َّ ‫ػك‬
‫الش ػاءي فػػا ٍدعي اهللى أ ٍف‬ ‫ك الٍك ػراىعي كىلػ ى‬ ً ‫ػوؿ‬
‫اهلل ىلى ػ ى‬ ‫ػاؿ يػػا رسػ ى‬ ‫ػل فقػ ى‬
‫قػػاـ رجػ ه‬
)‫كدعا (أخرجو البخارم‬ ‫مد ي ىديٍ ًو ى‬ َّ ‫يى ٍس ًقينىا فى‬
Dari Anas ra berkata : Pada suatu ketika Nabi saw berkhuthbah hari Jum‟at,
tiba-tiba ada seorang laki-laki berdiri berkata : “Ya Rasulullah telah binasa
kuda, keledai, bagal (al-kurâ‟) dan kambing, berdo‟alah kepada Allah agar
memberi air hujan kepada kita ! Kemudian beliau mengangkat kedua
tangannya dan berdo‟a”. (HR. al-Bukhari)
Hadis berikutnya Nabi saw mengangkat kedua tangannya ketika berdo‘a :

‫ػوؿ اهلل صػلى اهلل عليػو كسػلم يىػ ٍرف يػع ي ىديٍػ ًو فػػي‬
‫ػت رس ى‬ ‫ػاؿ رأي ي‬ ‫عػن أن و‬
‫ػس ق ى‬
)‫بياض إبٍطىٍي ًو (أخرجو مسلم‬ ً ُّ
‫الدعاء حتى ييػ ىرل ي‬
Dari Anas ra berkata : Aku melihat Rasulullah saw mengangkat kedua
tangannya dalam berdo‟a sehingga terlihat keputih-putihan ketiaknya”. (HR
Muslim)
Dalam Hadis lain Nabi saw mengangkat kedua tangan ketika berdo‘a qunut
sebagaimana berikut :

16
Al-Suyuthiy, Tadrîb.. h. 258-259
17
Al-Mas‘ûdiy, Minhat al-Mughîts…., , h. 12
44

.‫ػوت إلػى ثى ٍديىػ ٍيػ ًو‬


ً ‫ أنػوي كػا ىف يػرفىػع ي ىديػ ًو فػي القن‬، ‫ػعود‬
ٍ ‫ىٍ ي‬
‫كركيػنىػا عػن ابػ ًن مس و‬
ٍ ‫ىى‬
) ‫(أخرجو البيهقي‬
Kami meriwayatkan dari Ibnu Mas‟ud, bahwa beliau mengangkat kedua
tangannya dalam do‟a qunut sampai setinggi dua susunya. (HR. al-Bayhaqiy)
Tiga Hadis yang ditampilkan di atas berbeda redaksi lafadz dan
maknanya tetapi adanya kesamaan dalam makna kulliy yaitu mengangkat
kedua tangan ketika berdo‘a sekalipun dalam kondisi yang berbeda. Hadis
pertama Nabi mengangkat kedua tangannya ketika minta hujan di tengah-
tengah khuthbah jum‘at sedang Hadis kedua sifatnya umum tidak pada saat
khuthbah Jum‘at dan Hadis ketiga ketika do‘a qunut. Dalam penelitian al-
Suyuthî terdapat 100 periwayatan yang menjelaskan bahwa Nabi
mengangkat kedua tangannya ketika berdo`a tetapi lafazh dan kondisi
berbeda ada kalanya dalam shalat istisqâ‟, shalat gerhana mata hari, ziarah
kubur di Baqî‘, ketika ada hujan angin yang besar, dalam suatu pertempuran,
dan lain-lain. Maka disimpulkan bahwa mengangkat kedua tangan dalam
berdo`a mutawâtir secara makna melihat keseluruhan periwayatan maknanya
sama yakni Nabi mengangkat kedua taangannya ketika berdo‘a.
Di antara pemnulis buku dan penghimpun Hadis-Hadis mutawâtir adalah
sebagai bnerikut :
ً ً
1. al-Suyuthiy menulis buku ٍ ‫ىار ال يٍمتنىاث ىرةي في األ ٍخبىا ًر‬
‫المتيواترة‬ ‫األى ٍز ي‬
dan resumenya berjudul ‫ٍف اٍأل ٍزىىار‬
‫قىط ي‬
2. Muhammad bin Ja`far al- Kattâniy menulis buku

‫ث ال يٍم ىتواتًر‬ ً ‫نىظٍم الٍمتنىاثًر ًمن‬


ً ٍ‫الحدي‬
‫ى‬ ‫ي ي‬
Hukum Mutawâtir memberi faedah ilmu secara yakin (dharûriy),
seseorang harus membenarkan secara yakin seperti seseorang melihat dirinya
sendiri. Hadis mutawatir seluruhnya diterima tidak perlu diteliti. Kebenaran
berita yang diriwayatkan secara mutawâtir karena kekuatan kolektifitas orang
banyak pada seluruh sanadnya. Menurut akalpun membenarkan jika suatu
berita diriwayatkan banyak orang yang tidak mungkin sepakat bohong pasti
benarnya. Kebenaran Hadis mutawâtir adalah pasti dan pembenarannya
wajib, bagi yang mengingkarinya kafir hukumnya sebagaimana seluruh ayat
al-Qur‘an diriwayatkan secara mutawâtir.
Dr. Mahmud al-Thahan dalam Taysîr Mushthalah al-Hadîts 1/11 :
45

‫طر اإلنس ػػا يف إل ػػى‬ ٍ ‫ أم الٍ ًيق ٍين ػ َّػي ال ػػذم يى‬،‫كرم‬
ُّ ‫ضػ ػ‬ َّ ‫الضػ ػ ير‬ ً ‫الٍمت ػػواتًر يفيػ ػ يد‬
َّ ‫الع ٍلػ ػ ىم‬ ‫ي ى ي‬
‫رد يد فً ػ ٍي‬ ‫بنفس ػ ًو كيػ ى‬
َّ ‫ػف ت يتى ػ‬ ً ‫ػاى يد اٍألم ػر‬ ً ‫ػديق بػ ًػو تىص ػديقان جازم ػان ىكم ػن يشػ‬
ً ‫التَّصػ‬
‫ٍى‬ ‫ى ٍي‬ ‫ى‬ ٍ
‫المتواتر كلُّوي مقبػوتن كت ىحاجػةى‬ ‫ي‬ ‫لذلك كاف‬ ‫ ى‬.‫ك الخبىػ ير الٍ يم ىتواتًر‬ ‫ ف ىكذلً ى‬،‫تصديًٍقو‬
ً
ً ‫أحواؿ رك‬
.‫اتو‬ ً ‫ث عن‬ ً ‫إلى الٍب ٍح‬
‫يى‬ ‫ى‬
Hadis mutawâtir memberi faedah ilmu dharûrîy (pengetahuan secara yakin)
yang mengharuskan manusia untuk membenarkan dengan mantap, saperti orang
yang melihat sesuatu secara langsung, dia tidak ragu membenarkannya. Oleh
karena itu mutawâtir seluruhnya diterima tidak perlu penelitian sifat-sifat para
perawnya.
Contoh mutawâtir yang mudah dipahami ; seperti pemberitaan tentang
adanya ka‘bah di Mekkah yang diberitakan banyak orang dari generasi ke
genarasi. Bagi sebagian orang yang belum pernah berangkat ke tanah suci
Mekkah al-Mukarramah tentu membenarkannya, karena banyaknya orang yang
memberitakannya. Berbeda jika yang memberitakannya tidak banyak, maka perlu
penelitian sifat-sifat pemberitanya sebagaimana nanti dalam Hadis Âhâd.

B. Hadis Âhâd
1. Pengertian

Kata Âhâd ( ‫ )آحػاد‬bentuk jamak dari ahad ) ‫ (أحػد‬dengan makna satuan.


Menurut istilah Hadis Âhâd adalah :

‫ط ال يٍمتواتًر‬
‫مالى ٍم يى ٍج ىم ٍع يشرك ى‬
Hadis yang tidak memenuhi beberapa persyaratan Hadis mutawâtir.
Jumlah periwayat Hadis âhâd tidak banyak seperti Hadis mutawâtir, ia
hanya diriwayatkan oleh satu, dua, tiga dan atau empat atau lebih tetapi tidak
mencapai mutawâtir. Hadis âhâd memberi faedah ilmu nazhariy, artinya ilmu
yang diperlukan pengamatan dan penelitian kembali, tentang sifat-sifat
kredibilitas perawinya. Hadis âhâd inilah yang memerlukan penelitian secara
cermat apakah para perawinya adil dhabith atau tidak, sanadnya muttashil
(bersambung) atau tidak, dan seterusnya yang nanti dapat menentukan tingkat
kualitas shahih, hasan, dan dha`if. Berbeda dengan Hadis mutawâtir, ia tidak perlu
diadakan penelitian sifat-sifat perawinya karena dengan jumlah banyak yang tidak
mungkin sepakat bohong itu sudah cukup dijadikan dalil kebenarannya.
Mayoritas ulama berpendapat, bahwa Hadis âhâd wajib diamalkan jika
memenuhi persyaratan shahih. Hadis âhâd memberi faedah zhann (dugaan kuat)
kebenarannya dan wajib diamalkan.
46

2. Macam-macam Hadis âhâd


Pembagian Hadis âhâd ada tiga macam, yaitu Hadis masyhûr, `azîz, dan
gharîb.
a. Hadis masyhûr

Dalam bahasa kata masyhûr berasal ‫ػهور‬


‫كم ٍش ه‬
‫ش ىػهرى ي ٍش ىػهر يش ٍػهرنة ى‬ =
tenar, terkenal, dan masyhur.
Dalam istilah Hadis masyhûr atau sebagian ulama menyebut Hadis
Mustafîdh adalah :

ً ‫طبقة كاحدةو كلىم ي‬


‫ص ٍل درجةى التَّواتي ًر‬ ‫ما ركاهي ثالثةه فىأ ٍكثىػر كلىو فًي و‬
‫ٍى‬ ٍ ٍ ‫ى‬ ‫ى‬
Hadis yang diriwayatkan oleh tiga orang atau lebih sekalipun dalam satu
tingkatan sanad dan tidak mencapai derajat mutawâtir.
Contoh Hadis masyhûr sabda Rasulillah saw :

‫ػاد كلكػ ٍػن يقػػب ي الٍ ًع ٍلػ ىم‬ ً ‫اعػا يػ ٍنتى ًزعيػوي ًمػن العبػ‬ ً ً
‫إف اهللى ت يىػ ٍقػبً ي الٍع ٍلػ ىم انٍتز ن ى‬
َّ
‫سػئًليوا‬ ‫ف‬
‫ى‬ ‫ت‬
‫ن‬ ‫ا‬ ‫ػ‬ ‫ه‬
َّ ‫ج‬ ‫ا‬ ‫ػ‬ ‫س‬ ‫ك‬ ‫ء‬‫ر‬ ‫اس‬ ‫ػ‬َّ
‫ن‬ ‫ال‬ ‫ذ‬
‫ى‬ ‫ػ‬ ‫خ‬ ‫ات‬ ‫ا‬
‫ن‬ ‫عالم‬ ‫ق‬ ً ‫ب‬ ‫ػ‬ ‫ي‬ ‫لم‬ ‫إذا‬ ‫حتى‬ ً ‫بًىقب ً الع‬
‫لماء‬
‫ي‬ ‫ي‬ ‫ن‬ ٍ ‫ي يي‬ ٍ ‫ي‬ َّ ٍ
)‫ (أخرجو البخارم‬.‫ضلُّ ٍوا‬ ‫علم فضلُّ ٍوا كأى ى‬
‫فىأفٍػتىػ ٍوا بغي ًر و‬
Sesungguhnya Allah tidak mencabut ilmu yang dicabut dari para hamba-Nya,
akan tetapi Dia mencabut ilmu dengan wafatnya para ulama. Sehingga ketika
sudah tidak tersisa seorang alim, manusia mengangkat para pimpinan yang
bodoh, mereka ditanya kemudian menjawab dengan fatwanya tidak didasari
ilmu, mereka sesat dan menyesatkan. (HR. Al-Bukhari)
Hadis di atas masyhûr di tingkat sahabat, karena diriwayatkan 3 orang
sahabat, yaitu Ibn `Amr, `Aisyah, dan Abu Hurayrah. Sedangkan pada sanad
di kalangan tabi`in lebih dari 3 orang. Hadis masyhur bisa jadi terjadi pada
satu atau dua tingkatan sanad saja atau pada seluruh tingkatan sanad.
Hukum Hadis masyhûr bergantung kepada hasil penelitian atau
pemeriksaan para ulama. Sebagain Hadis masyhûr ada yang shahih, sebagian
hasan, dan sebagian lagi ada yang dha`if, bahkan ada yang mawdhu`. Namun,
memang diakui, bahwa ke-shahihan Hadis masyhûr lebih kuat dari pada ke-
shahihan Hadis `azîz dan gharîb yang hanya diriwayatkan oleh satu atau dua
orang periwayat saja.
Dalam kitab Tawjîh al-Nazhar ila Ushûl al-Atsar karya al-Jazâiriy : 1/114
disebutkan
47

‫ض ػ يم ٍو ًف‬ ‫ػواتر بًقولػ ًػو ىػػو ىمػا أفػ ى‬


ٍ ‫ػاد الٍ ًع ٍلػ ىم بً ىم‬ ‫اص المتػ ى‬ ‫الجصػ ي‬َّ ‫ؼ‬‫كقىػ ٍد عػ َّػر ى‬
ً‫اد قولىػو أك نظػران ل‬
‫وى ىم‬
َّ ‫ كقىػ ٍد تىػ‬.‫ػهور‬ ‫خل المش ى‬ ‫ى‬ ‫د‬
ٍ ‫ػ‬‫ى‬‫ي‬ ‫الخبىػ ًر ضػركرةن أك نىظٍػران فػز ى ي‬
‫ض ػ يهم مػػن عبارتػ ًػو انػػوي يي ٍح ىك ػ يم بً يك ٍف ػ ًر يم ٍن ًك ػ ًر المشػػهوًر ًُ ًإل ٍد ىخالػ ًػو لىػوي فػػي‬ ‫بع ي‬
ً ‫اد كذلك ألف الذم يك ىفػر ج‬ ً
‫احػ يده إنمػا‬ ‫ى‬ ‫ي‬ ‫كليس المر ي‬ ‫المتوات ًر يي ٍك ىفر جاح يدهي ى‬
ً ‫كىوالػذم يفيػ يد الٍ ًعلػم ضػركرةن كص‬ ً ‫ىو‬
‫ػياـ‬ ‫ى‬ ‫األك يؿ من المتوات ًر عنػ ىده ي‬ َّ ‫الق ٍس يم‬
ً
‫ػت كنحػ ًو ذلػػك بخػػالؼ الٍقسػ ًػم الثػػانًي منػػو ي‬
‫كىػ ىو‬ ً ‫شػػه ًر رمضػػا ىف كحػ ِّ البيػ‬
‫العلم نىظٍ نرا‬
‫الذم ييفي يد ى‬
Al-Jashshâsh mendefinisikan Mutawâtir adalah sesuatu yang
dikandung khabar memberi faedah ilmu baik secara otomatis (keharusan)
maupun dengan penelitian terlebih dahulu. Kata dengan penelitian dalam
definisi agar dimasukkannya Hadis masyhur. Sebagian orang menduga
bahwa orang yang mengikari masyhur dihukumi kufur karena ia dimasukkan
ke dalam mutawatir, tetapi maksudnya tidak demikian. Orang yang
mengingkari bagian pertama yakni mutawatir memang demikian karena ia
memberi faedah ilmu secara dharuriy, seperti puasa bulan Ramadhan, haji ke
Baytullah dan lain-lain. Tetapi bagian kedua (masyhur) tidak demikian
karena ia memberi faedah ilmu secara nazhran (setelah penelitian).
Tegasnya definisi al-Jashshâsh di atas tidak menjastifikasi masyhur
masuk ke dalam mutawâtir, tetapi hanya memberi pemahaman bahwa
keduanya memberi faedah ilmu. Perbedaannya mutawâtir memberi faedah
ilmu tanpa penelitian sifat-sifat perawinya. Ia diterima secara aklamasi dengan
kolektifitas para perawi yang banyak pada semua tingkatan sanad dan tidak
mungkin sepakat bohong. Sedang âhâd memberi faedah ilmu setelah diteliti
keadaan sanad dan matan yang telah sesuai dengan kriteria persyaratan
shahih. Definisi al-Jashshâsh di atas juga mengunggulkan Hadis âhâd yang
memberi faedah ilmu sekalipun terjadi setelah penelitian.
Contoh Hadis masyhur dalam bentuk gambar denah sebagaimana berikut
ini :
48

NABI SAW

A A A

B B B

C C C

D D D

Sebuah Hadis dari Nabi diriwayatkan oleh 3 orang sahabat yakni A, A


dan A pada lingkaran pertama pada generasi sahabat diriwayatkan oleh 3
orang perawi pada lingkaran B, B da B, begitu seterusnya sampai dengan
lingkaran D. Pada denah di atas perawi 3 orang pada seluruh jenjang sanad,
tetapi hal ini tidak merupakan persyaratan, boleh saja dalam Hadis Masyhur 3
orang pada sebagian jenjang sanad saja.

b. Hadis `Azîz

Dari segi bahasa kata `Azîz berasal dari kata : ‫ع َّػز ع ًّػزا فهػو ىع ًزيٍػ هػز‬
‫يىػ ًع ًُ ًُ ًُ ًُ ًُ ًُ ًُ ًُ ًُ ُّز‬ yang berarti sedikit dan langka. Hadis dinamakan
`Azîz ( langka, sedikit, dan kuat ) karena sedikit periwayatnya atau langka
adanya.
Dari segi istilah definisinya, sebagai berikut :
49

‫طبقة كاحدةو‬
‫ط كلىو في و‬ ً
ٍ ُّ ‫يىو ىما ركاهي اثٍػنىاف ف ىق‬
Yaitu Hadis yang diriwayatkan dua orang saja sekalipun dalam satu
tingkatan sanad.
Maksud definisi di atas, bahwa Hadis `Azîz adalah Hadis yang
diriwayatkan oleh dua orang periwayat pada salah satu atau sebagian tingkatan
(thabaqât) sanad. Misalnya periwayat dua orang hanya di tingkatan sahabat
saja atau hanya pada tingkatan tabi‘in saja atau keduanya. Misalnya sabda
Nabi saw :

ً ‫ككلىػ ًػده كالن ػ‬


‫ػاس‬ ً ً ً ً ً َّ ‫أحػ ػ يدكم حت ػػى أك ػػو ىف أح ػ‬ ‫تييػ ػ ٍػؤًم ين‬
‫ػب الي ػػو م ػ ٍػن كال ػػده ى‬ ٌ
) ‫(أخرجو البخارل كمسلم‬ ‫أج ىم ًع ٍي ىن‬
ٍ
Tidak sempurna iman salah seorang di antara kamu sehingga aku lebih
dicintai dari pada orang tuanya, anaknya, dan manusia semuanya. (HR. al-
Bukhari dan Muslim)
Hadis ini diriwayatkan oleh dua orang sahabat yaitu Anas dan Abu
Hurayrah, dari Anas diriwayatkan dua orang yaitu ; Qatâdah dan `Abd al-
`Azîz bin Shuhayb dari Shuhayb diriwayatkan dua orang yaitu Isma`îl bin
`Ulaîyah dan `Abd al- Warits bin Sa`îd, dan dari masing-masing diriwayatkan
oleh jama`ah. Jika dibuat denah sederhana periwayatan Hadis dui atas
sebagaui berikut :

NABI SAW

ANAS BIN MALIK ABU


HURAYRAH

QATADA ABDUL AZIZ BIN SHUHAYB


H

USMAIL BIN ULAÎYAH ABDU AL-WARITS BIN SA’ID

JAMA’AH
50

Kualitas Hadis `Azîz adakalanya shahih, hasan, dan dha`if bergantung


kepada persyaratan yang terpenuhi, apakah memenuhi seluruh kriteria
persyaratan Hadis shahih atau tidak. Jika memenuhi segala persyaratannya
berarti berkualitas shahih dan jika tidak memenuhi sebagian atau seluruh
persyaratannya maka tergolong Hadis hasan atau dha`if.
Contoh Hadis „Azîz dalam bentuk denah sebagai berikut :

NABI SAW

A A

B B
B

C C
C

D D

Sebuah Hadis dari Nabi diriwayatkan oleh 2 orang sahabat yakni A dan
A pada lingkaran pertama generasi sahabat, diriwayatkan oleh 2 orang
perawi pada lingkaran B da B, begitu seterusnya sampai dengan lingkaran D.
Pada denah di atas perawi 2 orang perawi pada seluruh jenjang (thabaqat)
sanad, tetapi hal ini tidak merupakan persyaratan, boleh saja dalam Hadis
Masyhur 2 orang pada sebagian jenjang sanad saja.
c. Hadis gharîb

Kata Gharîb berasal dari kata ‫غربػا فهػو غى ًريٍ ه‬


‫ػب‬ ٍ ‫ب‬‫ب يغ يػر ي‬
‫غ ىػر ى‬ yang
berarti sendirian (al-munfarid), terisolir jauh dari kerabat, perantau, asing,
aneh dan sulit dipahami. Ulama lain memberi nama lain yang searti dengan
Gharîb adalah Hadis Fard. Kata Fard )‫(فىػرد‬ diartikan tunggal dan satu.
Dari segi istilah Hadis gharîb atau Hadis fard ialah :
ً‫إسناده‬
ً ‫اد ب ًزيادةو في م ٍتنً ًو أك‬ ً ‫رد بً ًرك‬
‫ايتو را وك كاح هد أكانفر ى‬ ‫ماانٍػ ىف ى ى‬
51

Hadis yang seorang diri pada periwayatan atau seorang diri dalam
penambahan matan atau pada sanadnya.
Hadis gahrib atau fard ialah Hadis yang terdapat hanya seorang periwayat
dalam satu tingkatan sanad atau pada sebagian tingkatan sanad sedangkan
pada tingkatan yang lain lebih dari satu orang. Misalnya suatu Hadis diterima
di tingkatan sahabat hanya oleh seorang sahabat saja, sedangkan di kalangan
tabi‘in diriwayatkan dua orang dan di tingkat tabi‘ tabi‘in 3 orang. Hadis yang
seperti ini disebut Hadis Gharîb di kalangan sahabat, azîz di kalangan tabi‘in
dan masyhur di kalangan tabi‘ tabi‘in.
Gambaran Hadis Gharîb dalam bentuk denah :

NABI SAW

B.

Sebuah Hadis dari Nabi diriwayatkan oleh 1 orang sahabat yakni A


pada lingkaran pertama generasi sahabat, diriwayatkan oleh 1 orang perawi
pada lingkaran B, begitu seterusnya sampai dengan lingkaran D. Pada denah
di atas perawi 1 orang perawi pada seluruh jenjang (thabaqat) sanad, tetapi hal
ini tidak merupakan persyaratan, boleh saja dalam Hadis Masyhur 2 orang
pada sebagian jenjang sanad saja.
Macam-macam Hadis Gharîb ada dua macam yaitu sebagai berikut :
a. Gharîb mutlak, yaitu :
‫بقة كاحدةو‬
‫بالحديث كلىو في طى و‬
ً ‫الرا ًكم‬ ‫ىي انًٍف ىر ي‬
َّ ‫اد‬
ٍ
Hadis yang hanya seorang diri perawi dalam periwayatan Hadis sekalipun
dalam satu tingkatan sanad.
Hadis itu hanya diriwayatkan oleh seorang sahabat saja atau seorang tabi‘i
saja sekalipun periwayat di kalangan setelah tabi‘i lebih dari satu orang.
Contoh, Hadis Nabi saw :
52

)‫ب (أخرجو أحمد‬ ً‫س‬ ً


‫ب ت ييباعي كت ييػ ٍو ىى ي‬ ‫الوتءي لى ٍحمةه كلىحمة النَّ ى‬
‫ى‬
Hamba wala‟ (pewaris budak adalah yang memerdekakannya) adalah daging
bagaikan daging nasab tidak boleh dijual dan tidak boleh dihibahkan. (H.R
Ahmad)
Hadis di atas Gharîb mutlak, karena hanya Abdullah bin Dinar dari Ibnu
Umar sendirian yang meriwayatkannya.
b. Gharîb Nisbiy (Relatif), yaitu :

‫ينفرد بًو عن را وك معيَّ ون أك‬ ‫خاص وة كأف ى‬َّ ‫اد مقيَّ ندا بً ًج ىه وة‬
‫ماكا ىف اتنًٍفر ي‬
‫موصوؼ وُ بالثِّػ ىق ًة‬
‫ه‬ ‫ينفرد ًبو را وك‬
‫عن أىل بلى ود معيَّ ون أك ى‬
Hadis yang terjadi infirad (sendirian) pada satu sisi yang khusus, seperti
tersendiri dari sisi perawi tertentu atau penduduk negeri tertentu dan atau
sifat perawi tertentui.
Dengan demikian relativitas Hadis Gharîb Nisbî ini dibatasi pada 3 hal,
yaitu sebagai berikut :
1) Gharîb pada perawi tertentu
Periwayatan Hadis ini dibatasi dengan periwayat Hadis tertentu, misalnya
Hadis dari Sufyân bin `Uyaynah dari Wâ‘il bin Dawûd dari putranya Bakar
bin Wâ‘il dari al-Zuhriy dari Anas bahwa :

‫ويق كتم ور‬


‫بس و‬ ً َّ
‫لم على صفيَّةى ى‬
‫أف النبٌ َّي ص ـ أ ٍىك ى‬
Bahwa Nabi saw mengadakan walimah untuk Shafiyah dengan bubur sawiq
dan tamar (kurma).
Hadis ini diriwayatkan oleh Abû Dawûd, al-Turmudzi, al-Nasâ‘i, dan Ibn
Mâjah. Tidak ada yang meriwayatkannya dari Bakar selain Wâ‘il dan tidak ada
yang meriwayatkannya dari Wâ‘il kecuali Ibn Uyaynah
2) Gharîb dalam sifat ke-tsiqah-an perawi
Ke-gharîb-an Hadis dibatasi pada sifat ke-tsiqah-an seorang atau
beberapa orang periwayat saja, misalnya:

~‫األضحى كالفط ًر بً (ؽ‬ ‫النبي ص ـ كا ىف يىػ ٍقرأه فى‬


َّ ‫اقد أف‬ ‫عن أىبًى ك و‬
‫ى‬ ‫ى‬
)‫اعة‬
‫الس ى‬
َّ ‫بت‬ً ‫كاقٍػتىػر‬
‫ى ى‬
Hadis dari Abi Waqid bahwa Nabi saw membaca Surah Qaf dan Iqtarabat al-
Sâ`ah pada shalat `Id al-Adha dan `Id al-Fithr.
53

Hadis di atas hanya diriwayatkan oleh Dhamrah bin Sa`id dari Ubaydillah
bin `Abdillah dari Abî Wâqid. Di kalangan para periwayat yang tsiqah tidak
ada yang meriwayatkannya selain dia, maka disebut gharâbah dalam
kepercayaan (tsiqah).
3) Gharîb pada negeri tertentu
Sebutan nisbah bi al-balad diberikan kepada Hadis yang hanya
diriwayatkan oleh suatu penduduk tertentu sedang penduduk yang lain tidak
meriwayatkannya. Misalnya Hadis yang diriwayatkan oleh Abu Dawûd dari
al-Thayâlisiy dari Hammam dari Abi Qatâdah dari Abi Nadhrah dari Abi
Sa`îd berkata :

‫يس ىر‬ ً
ً ‫بفاتحة الكتا‬
َّ ‫ب كما تى‬ ‫أ ًيم ٍرناى أف نىػ ٍقرأى‬
Kami diperintah membaca Fatihah al-Qur‟an dan apa yang mudah dari al-
Qur‟an.
Al-Hakim berkata : ―Hanya penduduk Bashrah yang meriwayatkan Hadis
tersebut dari awal sanad sampai akhir.‖ Berdasarkan perkataan al-Hakim ini maka
Hadis di atas disebut Gharîb Nisbiy, karena ke-gharîb-annya itu dibatasi pada
ulama Bashrah saja yang meriwayatkannya, ulama dari negara lain tidak ada yang
meriwayatkannya.
Di antara penulis buku yang menyebut Hadis Gharîb adalah

1. Muhammad bin Thâhir al-Maqdiiîy menulis ‫أطراؼ الغرائب كاألفراد‬

2. al-Dâr Quthniy menulis temtang ‫األفراد‬


Dalam kitab al-Mukhtashar fi Ilm al-Atsar 1/121-123 disebutkan.

ً
‫كحديث النه ًي‬ ‫بركاية زيادةو‬
ً ‫فرد را وك كاح هد بركايتًو أك‬ ‫كالعز ييز كال ىف ٍر يد ما انٍ ى‬
‫فرض‬ ً ً ‫و‬ ً ‫تفر ىد‬ ً‫الوتء كىبت‬ً ‫عن بي ًع‬
‫كحديث ى‬ ‫مر ك‬‫ى‬ ‫ع‬
‫ي‬ ‫ن‬ ‫اب‬ ‫عن‬ ‫ر‬ ‫دينا‬ ‫بن‬ ‫اهلل‬ ‫د‬‫ي‬ ‫عب‬ ‫بو‬ َّ ‫و‬
‫كل حر أك و‬
‫عبد‬ ِّ ‫رسوؿ اهلل صلى اهلل عليو كسلم زكاةى الفط ًر من رمضا ىف على‬
‫قات بزياد ىة قولوه من‬ً ِّ‫مالك من الث‬ ‫تفر ىد‬
َّ ‫المسلمين‬ ‫أنثى من‬ ‫و‬
‫ه‬ ‫ى‬ ‫ذكر أك ى‬
‫المسلمين‬
Hadis Azîz atau Fard adalah Hadis yang diriwayatkan oleh satu orang atau
dengan riwayat tambahan, seperti Hadis larangan jual beli dan hibah wala‟ (budak
yang telah dimerdekakan). Hadis ini diriwayatkan secara individu oleh Abdullah
bin Dinar dari Ibnu Umar dan seperti kewajiban zakat fithrah hanya diriwayatkan
oleh Malik dari kalangan orang tsiqah
54

ً ‫ب اٍ ًإليم‬ ً ً
‫اف تفرد‬ ‫بي كحديث يش ىع ً ٍ ى‬
‫يب َّإما فىػ ٍرهد مطل هق كإما فرهد ن ٍس ه‬
‫ثم الغر ي‬
‫بو أبو صالح عن أبي ىريرة ككحديث ىم ٍس ًح رسوؿ اهلل صلى اهلل عليو كسلم‬
ُ‫صر ى‬ ً ً َّ ‫يده‬ً ‫ض ًل‬ ‫رأسو و‬
ٍ ‫أىل م‬
‫تفرد بو ي‬ ٍ ‫بماء غير فى‬ ‫ى‬
Gharîb (fard) adakalanya mutlak dan adakalanya Nisbiy. Hadis tentang
Syu‟ab al-Imân = Cabang-cabang iman hanya diriwayatkan oleh Abu Shaleh dari
Abu Hurairah sedang Hadis tentang menayapu kepala dengan air yang bukan
kelebihan dari tenagnnya hanya diriwayatkan oleh penduduk Mesir.
Ragam Hadis Gharîb adakalanya pada sanad dan matan, pada sanad saja dan
pada matan saja. Contohnya dapat dilhat pada keterangan di atas.

‫يب ىسندان ت ىم ٍتنان‬ ‫كإما غر ه‬


َّ ‫يب ىم ٍتنان كسنىدان‬ ‫ب َّإما غر ه‬ ‫اؿ أيضان الغى ًريٍ ي‬‫كق ٍد ييػ ىق ي‬
ٍ ‫فيو ب ًرفٍ وق كت تيػ ٍب ًغ‬ً ‫الدين متين فأىك ًغل‬ َّ ‫كحديث‬ً
ٍ ٍ ‫إف ىذا ِّ ى ه‬ ‫ب متنا‬‫كإما غى ًريٍ ه‬
‫كتفر ىد ًبو ًم ٍن‬
َّ ‫محم هد ب ًن الٍ يم ٍن ىك ًد ًر عن جاب ور‬
َّ ‫تفر ىد ًبو‬ ً ‫إلى نىػ ٍف ًسك عبادةى‬
َّ ‫اهلل‬
‫حاض هر لًباى ود‬
ً ‫كحديث ت يبًٍيع‬
‫ى ي‬
ً ‫صحيح ك‬‫و‬ ‫غير‬
‫ب ي‬
ً
‫بىػ ٍي ًن الصحابة قالي ٍوا ىىذا غى ًريٍ ه‬
‫و‬
‫مالك‬ ‫تفر ىد بو الشافعي ىع ٍن‬ َّ ‫الصحابة لكن‬ ً ‫كق ٍد ركاهي جماعةه من‬
‫كمشهور اٍل ىف ٍر ًع‬ ‫ألص ًل‬
ٍ ٍ‫يب ا‬ ً
‫ي‬ ‫األعماؿ بالنيَّات فإنوي غر ي‬ ‫ي‬ ‫ككحديث إنما‬
Terkadanmg dikatakan juga bahwa gharîb adakalanya pada matan dan
sanad, adakalanya gharîb pada sanad saja dan adakalanya gharîb pada matan saja
seperti Hadis :

ً ‫الدين متين فأىك ًغل‬


ً ‫فيو ب ًرفٍ وق كت تيػ ٍب ًغ ٍ إلى نىػ ٍف ًسك عبادةى‬ َّ
‫اهلل‬ ٍ ٍ ‫إف ىذا ِّ ى ه‬
Sesungguhnya agama ini kuat, perkuatlah padanya dengan perlahan-lahan dan
jangan engkau bencikan nafsumu beribadah kepada Allah.
Hadis ini diriwayatkan oleh Muhammad bin al-Munkadir sendirian (gharîb)
dari Jabir dan hanya Jabir sendiri (gharîb) di antara para sahabat yang
meriwayatkannya. Mereka berkata : Hadis ini gharîb dan tidak shahih. Dan seperti
Hadis :

‫حاض هر لًباى ود‬


ً ‫ت يبًٍيع‬
‫ى ي‬
Tidak boleh orang kota menjual kepada orang desa (pegunungan).
55

Hadis ini diriwayatkan oleh segolongan sahabat, tetapi kemudian hanya


Syafi‘i sendiri yang meriwayatkannya dari Malik. Contoh l;ain seperti Hadis Nabi
saw :

ً َّ‫ماؿ بالني‬
‫ات‬ ‫إنما األع ي‬
Sesungguhnya sahnya segala amal disertai dengan niat.
Hadis ini gharîb pada pokok sanad (di kalangan sahabat yaitu hanya Umar
bin al-Khathab saja yang meriwayatkanya) dan masyhur pada cabang sanad
(dikalangan tabi‘in dan tabi‘in).

Rangkuman

Hadis berdasarkan jumlah perawi terbagi menjadi dua, yaitu :


Mutawâtir dan Âhâd. Hadis muatawtir adalah Hadis yang diriwayatkan
oleh banyak orang pada seluruh sanad, banyaknya menurut kebiasaan
tidak mungkin sepakat bohong. Contohnya seperti sabda Nabi :

‫متعمدا فليتبوأ مقعده من النار‬


ٌ ‫علي‬ٌ ‫من كذب‬
Al-Suyuthi menyebutkan bahwa Ibn al-Shalâh menyebutkan 62 orang
sahabat yang meriwayatkan Hadis di atas. Syarat Hadis mutawâtir ada 4
yaitu ; 1) perawinya banya, 2) Banyaknya perawi pada seluruh sanad, 3)
banyaknya tidak mungkin sepakat bohong menurut aday kebiasaan dan 4)
pada masalah indrawi bukan akli. Hadis mutawâtir terbagi menjadi dua
yaitu mutawatir lafdzi dan mutawatir maknawi. Mutawatir lafdzi adalah
lafal dan maknanya sama sedang muitawâtir maknawi adalah mutawâtiur
secara makna.
Hadis Âhâd adalah Hadis yang tidak memenuhi beberapa persyaratan
Hadis mutawâtir yakni Hadis yang perawinya tidak banyak atau banyak
tetapi tidak pada seluruh sanad atau banyak tetapi masih memungkinkan
bohong menurut tradisi. Hadis âhad terbagi menjadi 3 macam, jika jumlah
perawi 3 orang atau lebih tetapi tidak mencapai mutawatir disebut Hadis
masyhur, jika yang meriwayatkannya 2 orang disebut Hadis Aziz dan jika
yang meriwayatkannya hanya satu orang disebut Hadis Gharîb.
56

. GLOSARIUM
mutawâtir : Hadis yang diriwayatkan oleh segolongan orang banyak dari
segolongan orang banyak dari permulaan sampai akhir sanad
sehingga menurut kebiasaan diketahui tidak mungkin mereka
sepakat bohong dan Hadis macam ini tergolong yang didapatkan
melalui indra.
Âhâd : lawan Hadis mutawâtir, âhâd berarti individu, artinya para perawinya
tidak sebanyak periwayat mutawâtir .
Masyhur : Hadis yang diriwayatkan oleh tiga orang atau lebih sekalipun dalam
satu tingkatan sanad dan tidak mencapai derajat mutawâtir
Aziz : Hadis yang diriwayatkan dua orang saja sekalipun dalam satu tingkatan
sanad
Gharîb : Hadis yang seorang diri pada periwayatan atau seorang diri dalam
penambahan matan atau pada sanadnya
Ilmu dharûriy : ilmu seseorang harus membenarkan secara yakin seperti
seseorang melihat dirinya sendiri
Ilmu nazhariy : ilmu yang diperlukan pengamatan dan penelitian kembali,
misalnya tentang sifat-sifat kredibilitas perawinya
Thabaqat sanad : tingkatan atau generasi sanad seperti generasi sahabat disebut
thabaqat sahabat
57

BAB V
HADIS BERDASARKAN KUALITAS
SANAD

Kompetensi Dasar :
Menjelaskan pengertian, syarat-syarat, klasifikasi dan contoh Hadis shahih,
hasan, dan dha‘if.
Indikator :
Siswa mampu :
1. Menjelaskan pengertian, syarat-syarat, klasifiklasi dan contoh Hadis
Shahih
2. Menjelaskan pengertian, klasifikasi dan contoh Hadis Hasan
3. Menjelaskan pengertian Hadis Dha‘if
4. Menjelaskan Hadis Dha‘if berdasarkan gugur perawi dalam sanad dan
contohnya
5. Menjelaskan Hadis Dhaif berdasarkan cacat perawi dalam sanad dan
contohnya

Pada bab ini dibahas kualitas Hadis âhâd yang telah dijelaskan pada bab
sebelumnya. Karena jumlah periwayat sedikit belum memperkuat kebenaran
berita yang disampaikan. Oleh karena itu perlu didukung sifat-sifat periwayat dan
matannya yang kredibel, sehingga berita itu dapat diterima/makbul. Hadis âhâd
dilihat dari segi kualitasnya dapat terbagi menjadi Shahih Hasan dan Dha‘if.
Shahih berarti diduga kuat, bahwa benar-benar berita itu dari Nabi, Hasan berarti
diduga kuat bahwa berita itu benar dari Nabi dan Dha‘if diduga kuat bahwa ada
indikasi lemah berita itu dari Nabi. Tiga Hadis inilah yang akan menjadi topik
pembahasan pada bab ini.
Sebelum mengakhiri pembahasan berikit ini skema pembagian Hadis
dilihat dari kualitas sanad dan matan :
58

HADIS DILIHAT
DARI KUALITAS
SANAD DAN MATAN

‫الصحيح‬ ‫الحسن‬ ‫الضعيف‬

‫لذاتو‬

‫لغيره‬

A. Hadis Shahih
1. Pengertian dan syarat Hadis Shahih

Kata shahih ) ‫ ( الصحيح‬dalam bahasa dari akar kata :

‫ح‬ ً ً ‫صح‬
‫صحا فهو صح ٍي ه‬
ًّ ‫يص ُّح‬ َّ
diartikan orang sehat dan benar. Dalam istilah Hadis shahih adalah :

ً ٍ‫تاما عن ًمث‬ ً ً ‫نادهي بًنىػ ٍقل‬


‫لو الى يم ٍنتىهى‬ ٍ ًّ ‫ضبطنا‬
ٍ ‫العدؿ الضَّابط‬ ‫إس ي‬ ‫يىو مااتَّ ى‬
ٍ ‫صل‬
‫قاد و‬
‫حة‬ ً ‫ذكذ كت علَّ وة‬
‫ند من غير يش و‬ ً ‫الس‬
َّ
Hadis yang bersambung sanadnya, diriwayatkan oleh orang adil dan dhâbith
(kuat daya ingatan) sempurna kedhabithannya dari sesamanya sampai akhir
sanad, tanpa ada kejanggalan (syadz), dan kecacatan (`illat).18
Dari definisi ini dapat disimpulkan bahwa Hadis shahih mempunyai 5
Syarat , yaitu:
ً ‫إسنى‬ ً
a. Persambungan sanad (‫اده‬ ‫)اتِّ ى‬
‫صاؿ‬
18
Al-Mas‘ûdiy, Minhat al-Mughîts...h. 7
59

Arti persambungan sanad adalah :

‫ػث يكػػو يف كػػل ًمػ ٍػن‬ ً ‫ػنادهي ًمػػن سػ‬


‫ػقوط را وك فػػي أثنائًػ ًػو بًحيػ ي‬ ً
ٍ ‫ىػػو ىمػػا سػػل ىم إسػ ي‬
ً ‫سمعوي من‬ ً
‫شيخو‬ ‫رجالو ً ى‬
Ialah Hadis yang selamat sanadnya dari pengguguran seorang perawi di
tengah-tengah sanad sehingga setiap periwayat mendengar dari syeikhnya.
Persambungan sanad berarti masing-masing periwayat bertemu dan
mendengar langsung dari syeikhnya, tidak menggunakan wakir dan perkiraan
apalagi SMS Pada umumnya periwayatan langsung menggunakan ungkapan :

‫ت‬ ‫سمع ي‬
ٍ = aku mendengar,
َّ /‫ أخبىػ ىرنًى‬/ ‫ثنى‬
‫ أخبىػ ىرنا‬/ ‫حدثنىا‬ ً ‫حد‬َّ =memberitakan kepadaku/kami

Jika dalam periwayatan sanad Hadis menggunakan kalimat tersebut


atau sesamanya maka berarti sanad-nya muttashil (bersambung).
b. Keadilan para periwayat (`adâlah al-ruwâh)
Pengertian adil dalam bahasa adalah seimbang atau meletakkan sesuatu
pada tempatnya, lawan dari zhalim. Dalam istilah adil dalam periwayatan
menurut al-Mas‘ûdiy adalah :

‫كاب كبيرةو أك‬ ً ً‫السالم ًم ًن ٍارت‬ ‫الركاى ًية كىو‬


‫العاقل َّ ي‬
‫ي‬ ‫المسلم البال يغ‬
‫ي‬ ِّ ‫عدؿ‬
‫ي‬
ً ‫الس‬ ً‫يخل بالمركءة‬ ً ‫و‬
‫وؽ كال ىٍم ٍش ًي‬ ً
ُّ ‫كاألكل في‬ ‫إصرا ور على صغيرة كم َّما ُّ ٍ ي‬ ٍ
ً ٍ‫الرأ‬
‫س‬ َّ ‫م‬‫حافينا أك عا ًر ى‬
Adil dalam periwayatan adalah muslim, baligh, berakal, tidak melakukan
dosa besar atau dosa kecil secara terus menerus dan selamat dari cacat
kehormatan seperti makan di pasar, berjalan nyeker atau buka kepala.
Atau secara ringkas dikatakan oleh al-Syarif al-Jurjâniy dalam kitab
al-Mukhtashar fî Ushûl al-Hadîts 1/5 bahwa :

ً ‫ سػػليمان ًمػ ٍن أسػ‬،‫ أف يكػػو ىف الػ َّػرا ًكم بالغػان يم ٍسػلمان عػػاقالن‬:‫فالعدالػةي‬
‫ػباب‬
ً ‫الٍ ًفس ًق كخ‬
. ً‫وارـ الٍ يم يركءة‬ ‫ٍ ى‬
Dalam Akhbar al-Ahad fi al-Hadis al-Nabawi 1/32 disebutkan secara
rinci pengertian adil baik dalam bahasa maupun dalam riwayat :
60

‫ط فػػي األمػػوًر مػػن غي ػ ًر‬ ُّ ‫ػدؿ فػػي اللُّغػ ًػة التَّسػػا ًكم ىك‬
‫التوس ػ ي‬ ‫ كالعػ ي‬:‫العدال ػةي‬
.)99:‫يأمر بالعدؿ)(النحل‬ ‫و‬ ‫ً و‬
‫ (إف اهلل ي‬:‫ كمنو قوليو تعالى‬،‫إفٍراط كت تىػ ٍفريط‬
Adil dalam bahasa diartikan persamaan dan bersikap sedang dalam
segala perkara, tidak berlebihan dan tidak terlalu kekurangan. Di antara
perintah Allah tentang keadilan QS. al-Nahl : 90.

ً ‫ ىى ٍيئػةه راسػخةه فػي الػنَّػ ٍف‬:‫الرىكاي ًػة بأنَّهػا‬


‫ تى ٍح ًمػ يل‬،‫س‬ ِّ ‫رت العدالػةي فػي‬ٍ ‫س‬ِّ ‫كفي‬
‫فتحص ػ يل اتسػػتقامةي فػػي‬ ‫ي‬ ،‫صػػاحبىها علػػى يمالزمػ ًػة التقػ ىػول كالٍ يم ػركءةً جميع ػان‬
‫الرذيلػ ًػة التػػي‬
َّ ‫ػالؽ‬ ً
ً ‫ كمػػن األخػ‬،‫كالمعاص ػي‬ ً ‫ كالسػػالمةي مػػن الفسػ‬،‫الػػدِّي ًن‬
‫ػوؽ‬
.‫ط الهيبةى‬ ً ‫تى ٍخرـ المركءةى كتي‬
‫سق ي‬ ‫ي‬
Adil dalam periwayatan berarti keadaan yang sudah melekat pada jiwa
seseorang yang mendorong pemiliknya selalu taqwa dan memelihara muruah
(kehormatan diri) secara keseluruhan, ia meraih istiqamah dalam agama,
selamat dari kefasikan dan kemaksiatan serta selamat dari akhlak yang rendah
yang mencedrai muruah tersebut dan mengugurkan kewibawaannya.
Orang adil berarti konsisten dalam beragama, menjalankan segala
perintah dan menjauhkan segala dosa yang menyebabkan kefasikan, dan
menjaga muru`ah atau kehormatan dirinya dari sifat-sifat yang tercela menurut
umum dan tradisi sebagaimana yang dicontohkan di atas.
c. Para periwayat kuat hapalannya (dhabthu al-ruwâh)
Sifat dhâbit dapat diartikan secara sederhana adalah kuat hapalannya atau
kuat ingatannya. Dalam periwayatan dhabith ada dua macam ada kalanya
dhâbit dalam hapalan dan adakalanya dhâbit dalam tulisan. Dhabith dalam
hapalan yakni :

‫مك ين ًم ػ ػ ًن‬ ‫ػت ىمػ ػػا ىس ػ ًػم ىعوي فػ ػػي ًذ ٍىنًػ ػ ًػو بحي ػ ي‬
َّ ‫ػث يػ ػػتى‬ ‫ػدرا ب ػػأف يثبيػ ػ ى‬
‫ط صػ ػ ن‬ َّ
‫الض ػػاب ي‬
‫متى ىشاءى‬ ً ‫استً ٍح ى‬
‫ضاره ى‬ ٍ
Dhabith dalam dada adalah teguh ingatannya dalam hati terhadap apa yang
ia dengar sehingga ia mampu menghadirkannya kapan saja dikehendaki.
Sedangkan dhâbith dalam tulisan adalah :

‫ِّم منوي‬ ً ‫صونىو عندهي م ٍن يذ‬


‫كصح ىحو إلى أف ييػ ىؤد ى‬
َّ ‫سم ىع فيو‬ ‫ي‬ ٍ ‫ط كتابنا بأف يى ي‬
‫الضَّاب ي‬
61

Dhabith dalam tulisan, memelihara tulisan di sisinya (dari kesalahan) sejak


ia mendengar dan tetap benar sampai ia menyampaikan periwayatan dari
padanya
Dalam Akhbâr al-Âhâd fi al-Hadîts al-Nabawi 1/32 disebutkan :

‫ كثباتيػو علػى‬،‫فهمػان دقً ٍيقػان‬ ٍ ‫كفهمو لً ىمػا يس ىػمعيو‬


‫ ي‬،‫الرا ًكم‬ َّ ‫ظ‬ ُّ ‫اد‬
‫تيق ي‬ ‫ كيير ي‬:‫ط‬ َّ
‫الضب ي‬
‫رجح حفظيػوي علػػى‬ ً
َّ ‫األداء كيعي ػ ُّم مػ ٍػن يتىػ‬ ً ‫التحم ػل إلػػى كقػ‬
‫ػت‬ ُّ ‫ػت‬ ً ‫ذلػػك ًم ػن كقػ‬
ٍ
‫ث مػػن كتابًػو اي ٍشػػتيرط أف يكػػو ىف محافظ ػان عليػ ًػو مػ ٍػن‬ ‫ فػػإف كػػا ىف ييحػ ِّػد ي‬.‫نسػػيانًًو‬
،‫ بأف ت ييًع ٍيػ ىرهي ىمن ت يىثًػ يق بػو‬،‫م منو‬ ‫ؤد ى‬
ِّ ‫أثبت فيو سماعيو إلى أف يي‬ ‫كقت أف ى‬ ً
ً ‫التصر‬
.‫ؼ فيو‬ ‫أحدان من‬ ً
ُّ ‫كت يي ٍمك ين ى‬
Dari ungkapan di atas dapat dipahami bahwa dhabith artinya daya ingat
seorang perawi yang kuat dan paham benar apa yang ia dengar. Demikian itu
sejak ia menerima Hadis sampai dengan ia menyampaikan kepada orang lain
(adâ‟). Secara umum dhabith adalah orang yang kuat hapalannya dari pada
lupannya. Jika dia menyampaikan Hadis dari bukunya disyaratkan dia harus
memeliharanya sejak ia menulis pendengarannya sampai dengan pada saat
menyampaikan kepada orang lain. Misalnya ia tidak meminjamkannya kepada
orang yang tidak dapat dipercaya dan tidak memungkinkan seseorang
merobahnya.
Demikian juga al-Syarif al-Jurjânî mengungkapkan dalam kitab al-
Mukhtashar fi Ushûl al-Hadîts 1/5sebagai berikut :

‫ كت‬،‫غف ول كت ىساهو‬
َّ ‫ أف يكوف الرا ًكم متى ِّيقظان حافظان غيىر يم‬:‫ط‬ ‫كالضب ي‬
ً ً ً
َّ ‫ فًإ ٍف‬،‫كاألداء‬
‫ث عن ح ٍفظو ينبغي كونيوي‬ ‫حد ى‬ ‫حمل‬
ُّ َّ‫شاؾ في حالىتى ًي الت‬
‫ث‬ َّ ‫ كإف‬،‫ضابًطان لو‬
‫حد ى‬ ‫ث عن كتابً ًو ينبغي أف يكو ىف ى‬ َّ ‫ كإف‬،‫ىحافظان‬
‫حد ى‬
،‫كورةي‬ُّ ‫ كت تيشترط‬،‫بًالٍ ىم ٍعنى ينبغي أف يكو ىف عالمان بما يى ٍختى ُّل ًبو المعنى‬
‫الذ ى‬ ‫ى‬
ً
‫كالعدد‬ ً ‫كت الٍح ِّريَّةي كت العلم‬
،‫ كالبص ًر‬،‫بفقهو كت بغريٍبًو‬ ‫ي‬ ‫ي‬
Secara garis besar dapat dipahami, bahwa kedhabithan perawi maknanya
adalah perawi cerdas dan hapal, tidak pelupa dan tidak pelengah, dan tidak ragu
pada saat tahammul dan adâ‘ Hadis. Jika ia menyampaikan Hadis dari
hapalannya dia harus hapal benar. Jika menyampaikannya dari bukunya, harus
konsisten. Jika ia menyampaikan Hadis secara makna dia harus mengetahui
tentang perobahan makan. Perawi yang dhabith tidak disyaratkan laki-laki,
62

merdeka, mengetahui hukum yang dikandung Hadis, lafazh gharîb (sulit


dipahami), melihat dan berjumlah.
Berikutnya, keadilan seseorang dapat ddiuketahui sebagai berikut :

ً ‫ضػ ػ‬
‫بات ٍستً ى‬
ً ‫عليهػ ػا أك‬ ً ‫كتيػ ٍعػ ػرؼ العدالػ ػةي بًتىػ ٍن‬
ً ‫صػ ػ ٍي‬
‫ كييع ػ ىػرؼ‬،‫افة‬ ‫ه ىعػ ػ ٍدلىٍي ًن ى‬ ‫ى‬
‫ فىإ ٍف كافىػ ىق يه ٍم‬،‫بالض ٍب ًط‬
َّ ‫قات المعركفً ٍي ىن‬ً ِّ‫بركايات الث‬
ً ‫ط بأف يىػ ٍعتبً ىر ركاياتًًو‬‫الضب ي‬
.‫ؼ كونيو ضابطان ثىػبىتان‬ ‫ت مخالفتيو نادرةن عي ًر ى‬ ٍ ‫ ككانى‬،‫غالبان‬
Keadilan seseorang dapat diketahui melalui keterangan dua orang yang
adil atau dengan penelitian. Jika secara umum para perawinya sesuai dengan
para perawi yang pakai orang tsiqah dan jarang berbeda berarti ia dhabith.
Dalam Hadis shahih para perawi itu memiliki daya ingat hapalan yang
kuat dan sempurna. ‫ػل‬
ُّ ‫يى ٍختى‬ ‫التاـ ىو مػاتى‬
ُّ ‫ط‬ ‫ = كالضب ي‬Dabith sempurna yakni yang
tidak ada cacat. Daya ingat dan hapalan kuat ini sangat diperlukan dalam
rangka menjaga otentisitas Hadis, mengingat tidak seluruh Hadis tercatat pada
masa awal perkembangan Islam. Atau jika tercatat, catatan tulisannya harus
selalau benar tidak terjadi kesalahan yang mencurigakan.
Untuk mengetahui ke-dhâbith-an seseorang perawi, peneliti melakukan
perbandingan dengan periwayat lain yang tsiqah dalam Hadis yang sama atau
cukup dengan keterangan seorang ulama ahli yang dipertanggung jawabkan.
d. Tidak terjadi kejanggalan (syâdz)
Syâdz dalam bahasa berarti ganjil, terasing, atau menyalahi aturan.
Maksud Syâdz di sini adalah :

‫قات بزيادةو أك و‬
‫نقه في السنى ًد أك في ال ىٍم ٍت ًن‬ ً ٌ‫مخالفةي الثِّػ ىق ًة الجماعةى الًث‬
‫ي‬
Periwayatan seorang tsiqah (terpercaya) menyalahi jamaah yang tsiqah
dengan penambahan atau pengurangan dalam sanad atau dalam matan.
Jika periwayatan orang tsiqah menyalahi orang yang lebih tsiqah saja sudah
dinamakan ganjil yang menghalangi keshahihan suatu Hadis apa lagi
priwayatan orang dha‘if yang menyalahi periwayatan orang tsiqah.
Contoh keganjilan atau syâdz, Hadis yang diriwayatkan oleh Muslim
melalui sanad Ibn Wahb sampai pada Abdullah bin Zaid dalam memberikan
sifat-sifat wudhu‘ Rasulillah :

‫فضل يى ًده‬ ‫أنَّو مسح بًرأٍ ًسو بً و‬


ً ‫ماء غي ًر‬ ‫ي ى ى‬
Bahwa beliau menyapu kepalanya dengan air yang bukan kelebihan air dari
tangannya.
63

Sedang periwayatan al-Baihaqi, melalui jalan sanad yang sama mengatakan

ً ‫الذل أىخ ىذ لًر‬


‫أسو‬ ً ‫خالؼ‬
ً ‫الماء‬ ً
‫ى‬ ٍ ‫ى‬ ‫أنوي أىخ ىذً ألذينىػ ٍيو ماءن‬
Bahwasannya beliau mengambil air untuk kedua telinganya selain air yang
diambil untuk kepalanya.
Periwayatan al-Baihaqi menyalahi periwayatan Muslim sedang Muslim
lebih tsiqah. Al-Baihaqi meriwayatkan Nabi mengambil air untuk kedua
telinganya selain air untuk kepalanya. Sedang Muslim meriwayatkan Nabi
menyapu kepala dengan air yang bukan air kelebihan di tangannya.
e. Tidak terjadi `illat
Dalam bahasa arti `Illah = penyakit, sebab,atau alasan. Sedang arti
istilah menurut Syeikh Muhammad Alawiy al-Malikiy adalah :

ً ً ‫القبوؿ‬
ً ‫ح فًي‬
‫السالمةي م ٍنوي‬
َّ ‫كظاى يرهي‬ ‫ف ىخفي يق ىد ي‬
‫صه‬ٍ ‫ىك‬
Suatu sebab tersembunyi yang membuat cacat terkabulnya suatu Hadis
padahal lahirnya selamat dari padanya.
Misalnya sebuah Hadis setelah diadakan penelitian ternyata ada cacat
yang menghalangi terkabulnya, seperti Hadis munqathi`, mawqûf, atau si
periwayat seorang fasik, tidak bagus hapalannya dan lain-lain.
2. Contoh Hadis shahih :
ً ‫الزنى‬
‫اد ع ًن األ ٍع ىر ًج‬ َّ ‫مالك عن أبي‬
‫أخبرنا ه‬ َّ
‫قاؿ ى‬ ‫يوسف ى‬
‫ى‬ ‫بن‬
‫حدثنىا عب يد اهلل ي‬
‫أف رسوؿ اهلل صلى اهلل عليو كسلم قاؿ لى ٍوتى‬ َّ ‫عن أبي ىريرة رضي اهلل عنو‬
‫كل صالةو (أخرجو‬ ً ‫بالس‬
ِّ ‫واؾ مع‬ ً ‫أ ٍف أ يش َّق على َّأمت ًي أك على‬
ِّ ‫الناس ألى ىم ٍرتيػ يه ٍم‬
)‫البخارم‬
Hadis di atas diniali berkualitas shahih karena telah memenuhi 5 kriteria
di atas, yaitu :
a. Sanadnya muttashil dengan melihat lambang periwayatan dan hasil
penelitian para ulama.
b. Semua periwayat dalam sanad telah memenuhi persyaratan adil dan
dhâbith. Abu Hurairah seorang sahabat yang disepakati keadilannya oleh
para ulama. Al-A‘raj menurut Yahya bin Ma‘în ‫ثًىقػةه‬ (terpercaya), Abi

al-Zanâd menurut Ahmad bin hanbal ‫ثًىقػةه‬ , Malik menurut al-Syafi‘i


64

‫اهلل علػػى ىخل ًٍقػ ًػو‬


ً ‫ح َّج ػةي‬
‫ي‬ ( Hujah Allah terhadap makhluk-Nya), sedang

Abdullah bin Yusuf menurut al-Al-Bukhari ( ‫ن‬ ً َّ ً ‫ًمػن أثٍػب‬


‫الشػاميِّػ ٍي ى‬ ‫ػت‬‫ٍ ى‬ ) di antara
ulama Syam yang paling teguh tsiqahnya.
c. Hadis di atas tidak syâdz, karena tidak bertentangan dengan periwayatan
periwayat lain yang lebih tsiqah.
d. Dan tidak terdapat `illah (ghayr mu`allal)
3. Klasifikasi Hadis shahih
Macam-macam Hadis shahih ada dua macam, yaitu :
a. Shahih lidzâtih ( shahih dengan sendirinya), yakni Hadis yang memenuhi
5 kriteria Hadis shahih sebagaimana di atas.
b. Shahih li ghayrih (shahih karena dukungan yang lain), yaitu :

‫يقو اك ًم ٍن‬
ً ‫قول بًم ًجي ًئو من طر ويق مسا وك لًط ًر‬ ًً
‫ي‬ ٍ ‫ٍحس ين لذاتو اذاى تى َّ ى‬
‫ىو ال ى‬ ‫ى‬
‫أ ٍك ىثر كلى ٍو أدنىى‬
Yaitu Hadis Hasan lidzatihi yang dikuatkan kehadirannya dengan jalan suatu
sanad yang berkualitas sama atau dikuatkan sanad yang lebih banyak
sekalipun lebih rendah kualitanya.
Contoh, Hadis di atas diriwayatkan oleh al-Turmudzi melalui jalan
Muhammad bin `Amr dari Abi Salamah dari Abi Hurayrah bahwa
Rasulullah saw bersabda :
‫كل صالةو‬ ً ‫بالس‬
ِّ ‫واؾ مع‬ ً ‫لى ٍوتى أ ٍف أ يش َّق على َّأمت ًي أك على‬
ِّ ‫الناس ألى ىم ٍرتيػ يه ٍم‬
Hadis ini pada dasarnya berkualitas hasan lidzâtih, karena semua
periwayatnya bersifat tsiqah (adil dhâbith) selain Muhammad bin `Amr, ia
bertitel : shadûq ( sangat jujur). Tetapi Hadis ini mempunyai jalan lain yang
diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim melalui jalan Abi al-Zanâd dari al-
A`raj dari Abi Hurairah. Hadis di atas berkualitas naik menjadi shahih li
ghayrih yaitu shahih karena adanya sanad lain.
Hadis Shahih wajib diamalkan, dijadikan hujah atau dalil syara` sesuai
dengan kesepakatan para ulama. Hadis Shahih li Ghayrih lebih tinggi
derajatnya dari pada Hasan li Dzâtih, tetapi lebih rendah dari pada Shahih li
Dzatih. Sekalipun demikian ketiganya dapat dijadikan hujah.
Dari segi kriteria persyaratan Hadis shahih dapat dibagi menjadi 7
tingkatan, dari tingkat yang tertinggi sampai dengan tingkat yang terendah,
yaitu sebagai berikut :
65

a. ‫( متَّفػ هق علىٍيػو‬Muttafaq `alaih) yakni disepakati keshahihannya oleh al-Al-

‫أخرجوي‬/ ً ً
Bukhari dan Muslim, atau dikatakan ‫ركاه الشػيخاف ى‬/‫أ ٍخ ىرجػو الشػيخاف‬
‫ أخرجػػو البخػػارم كسػػلم‬/‫البخػػارم كمسػػلم‬ artinya diriwayatkan dikel;uarkan
oleh dua orang syeikh yaitu Al-Bukhari dan Muslim

b. ‫البخارم‬ ‫ ركاه‬/ ‫أخرجو‬ artinya diriwayatkan oleh al-Bukhari

c. ‫ركاه مسلم‬/‫أخرجو‬ artinya diriwayatkan oleh Muslim

d. ‫علػػى شػػرط البخػػارم كمسػػلم‬ Hadis diriwayatkan ulama lain memenuhi


persyaratan al-Bukhari dan Muslim

e. ‫ علػى شػرط البخػارم‬Hadis diriwayatkan imam lain memenuhi persyaratan


al-Bukhari saja

f. ‫علػى شػرط كمسػلم‬ Hadis diriwayatkan ulama lain memenuhi persyaratan


Muslim saja
g. Hadis yang dinilai shahih menurut ulama Hadis selain al-Bukhari Muslim
dan tidak mengikuti persyaratan keduanya, seperti Ibn Khuzaymah, Ibn
Hibban, dan lain-lain.

Biasanya Hadis shahih dikatakan ‫ىذا حػديث صػحيح‬ = Ini Hadis Shahih.

Di antara kitab-kitab shahih adalah Shahîh al-Bukhari (w. 250 H), Shahih
Muslim (w. 261 H), Shahîh Ibn Khuzaimah (w. 311 H), Shahîh Ibn Hibban (w.
354 H), Mustadrak al-Hakim ( w. 405 H), Shahîh Ibn al-Sakan dan Shahih
al-Albâniy
Ada beberapa istilah yang biasa digunakan oleh ulama Hadis dalam menunjuk
Hadis itu shahih pada akhir matan di berbagai kitab Hadis, misalnya sebagai
berikut ;

a. ‫ص ًػح ٍي هح‬ ‫ = ىىػذاى ىح ًػديٍ ه‬Ini Hadis


‫ث ى‬ shahih. Artinya Hadis tersebut telah
memenuhi segala persyaratan Hadis shahih baik sanad dan matannya yaitu ada
5 kriteria persyaratan sebagaimana di atas.

b. ‫ص ًػح ٍيح‬
‫ث غىٍيػ يػر ى‬
‫ىىػ ىذا ىحػديٍ ه‬ = Ini Hadis tidak shahih, artinya Hadis
tersebut tidak memenuhi persyaratan Hadis shahih baik persyaratan yang
menyangkut sanad atau matan.
66

ً ‫ث ص ًػحيح اًٍإلسػنى‬
‫اد‬ ً
c. ٍ ‫ = ىىػ ىذا ىحػديٍ ه ى ٍ ي‬Hadis ini shahih isnadnya, berarti hanya
shahih dalam sanad-nya saja sedang matan-nya belum tentu shahih mungkin
terjadi adanya kejanggalan (syâdz) atau adanya `illat, perlu penelitian lebih
lanjut. Berarti mukahrrij-nya baru menanggung 5 syarat Hadis Shahih yang
menyangkut sanad saja yaitu ittishal al-sanad, adil, dhâbith, tidak adanya
syâdz dan `illah. Sedangkan syâdz dan `illah pada matan belum terselesaikan
penelitiannya. Dengan demikian Hadis yang hanya shahih sanad-nya saja
matan-nya belum tentu shahih. Namun, jika ungkapan tersebut datangnya dari
seorang hâfizh yang dapat dipedomani (mu`tamad) dan tidak menyebutkan
`illat-nya, maka lahirnya shahih matan-nya, karena asalnya tidak ada syâdz
dan tidak ada `illat.

d. ‫ىسػانًٍي ًد‬
‫ػح ٍاأل ى‬
ُّ ‫ىص‬
‫أى‬ = Sanad yang paling shahih. Sanad Hadis shahih memiliki
tahap tingkatan yang berbeda sesuai dengan kadar ke-dhâbith-an dan
keilmuan para periwayat Hadis tersebut. Bentuk ungkapan ini yang secara
mutlak diperselisihkan di kalangan para ulama kecuali dibatasi di kalangan
para sahabat saja. Misalnya sanad sahabat yang paling shahih adalah …
atau dibatasi di negeri tertentu, misalnya Sanad penduduk Mekkah yang
paling shahih adalah periwayatan Sufyan bin `Uyaynah dari `Amr bin Dinar
dari Jâbir bin Abdillah. Menurut sebagian para ulama Hadis, sanad yang
paling shahih secara mutlak adalah :
1) Hadis yang diriwayatkan oleh Ibn Syihâb al-Zuhriy dari Salim bin
Abdillah bin `Umar dari Ibn `Umar
2) Sebagian ulama berpendapat, Sanad yang paling shahih adalah
periwayatan Sulaiman al-A`masy dari Ibrahim al-Nukha`iy dari
`Alqamah bin Qays dari Abdillah bin Mas`ud
3) Menurut al-Bukhari dan yang lain, Sanad yang paling shahih adalah
periwayatan Imam Malik bin Anas dari Nafi` budak (mawla) Ibn `Umar
dari Ibnu `Umar dan sanad inilah yang disebut Silsilah al-Dzahab
(rantai emas).

e. ً ‫ػح ىش ٍػي وف فًػى الٍبى‬


‫ػاب‬ ُّ ‫ىص‬
‫ىىػ ىذا أ ى‬ = Ini adalah yang paling shahih dalam
bab. Maksudnya Hadis paling unggul dalam bab itu, tidak pasti
menunjukkan Hadis shahih, bisa jadi Hadisnya lemah atau hanya satu
Hadis yang memenuhi persyaratan shahih dalam bab tertentu.

f. Perkataan al-Hakim : َّ ‫علىػى ىش ٍػر ًط‬


‫الش ٍػي ىخ ٍي ًن‬ = Artinya para periwayat
pada sanad yang dinyatakan shahih sesuai dengan persyaratan al-
Bukhari Muslim. Bukhari Muslim sendiri tidak menjelaskan
persyaratan tertentu secara eksplisit dalam kedua kitabnya yang
melebihi yang disepakati para ulama. Namun sebagian peneliti
menyimpulkan adanya syarat-syarat tertentu. Pendapat yang paling
baik maksud persyatan Al-Bukhari Muslim adalah para perawi sanad
67

itu sesuai dengan yang dikeluarkan oleh al-Bukhârî Muslim dalam


kedua kitabnya atau salah satunya dengan cara periwayatan yang sama
pula.

g. ‫يُمتَّػ ىفػ هق ىعلىٍيػو‬ maksudnya disepakati keshahihannya oleh kedua syaikh


Al-Bukhari Muslim bukan disepakati para ulama semuanya. Tetapi Ibn
al-Shalâh mengatakan, bahwa kesepakan umat melaziminya karena
mereka sepakat menerima apa yang disepakati kedua ulama tersebut
B. Hadis Hasan
1. Pengertian

Dari segi bahasa Hasan dari kata )‫ (الحسػن‬bermakna keindahan, bagus


dan baik. Menurut istilah yang lebih kuat sebagaimana yang dikemukakan
oleh Ibn Hajar al-`Asqalaniy dalam al-Nukhbah, yaitu :

‫غير معلَّ ول كت شاذ‬ ً ‫ركاهي ه‬


‫السند ي‬
ٌ ‫َّصل‬
‫ض ٍبطيوي مت ي‬
‫عدؿ ق َّل ى‬ ‫ىو ىما ى‬
Hadis yang diriwayatkan oleh orang yang adil, yang kurang sedikit ke-
dhâbith-annya, bersambung sanadnya, tidak ber`illat, dan tidak ada syadz.
Kriteria Hadis Hasan sama dengan kriteria Hadis Shahih yakni ada 5
kriteria. Hanya pada sisi ke-dhabith-an Hadis Hasan kurang sedikit
dibandingkan dengan ke-dhabith-an Hadis shahih, sekalipun terjadi pada
seorang perawi saja. Yang perlu mendapat tekanan adalah yang kurang sedikit
ke-dhabit-annya. Maksudnya disini, dibandingkan dengan ke-dhabit-an perawi
Hadis shahih. Jika dibandingkan dengan perawi lain, tentunya masih paling
dhabith, seperti jika dibandingkan ke-dhabit-an orang sekarang.

2. Contoh Hadis Hasan


Hadis yang diriwayatkan oleh al-Turmudzi dan yang lain dari al-Hasan
bin `Urfah al-Maharibiy dari Muhammad bin `Amr dari Abi Salamah dari Abi
Hurairah, bahwa Nabi saw bersabda :

‫ين كأقلُّ يه ٍم من يى يج ٍويز ذلك‬ ً َّ ‫تى ما بين الستػِّين الى‬


ً ‫مار َّأم‬
‫الس ٍبع ى‬ ‫ٍى‬ ‫ى‬ ‫أ ٍع ي‬
Usia umatku antara 60 sampai 70 tahun dan sedikit sekali yang melebihi
demikian itu.
Para perawi Hadis di atas tsiqah semua kecuali Muhammad bin `Amr
dia diniali dalam Ilmu al-Jarh wa al-Ta‘dil shadûq =sangat benar. Oleh para
ulama Hadis nilai ta`dîl shadûq tidak mencapai dhâbith tamm sekalipun telah
mencapai keadilan.
68

3. Klasifikasi Hadis Hasan


Sebagaimana Hadis shahih yang terbagi menjadi dua macam, Hadis
Hasan-pun terbagi menjadi dua, yaitu Hasan li Dzâtih dan Hasan li Ghayrih:
a. Hasan lidzâtih
Hadis Hasan lidzâtih adalah Hadis yang telah memenuhi segala kriteria
dan persyaratan Hadis Hasan sebagaimana di atas.
b. Hadis Hasan li Ghayrih
Hadis Hasan li Ghayrih ada beberapa pendapat di antaranya adalah :

‫الرا ًكل أك‬ ً ًً َّ ‫َّعيف اذاى‬


ٌ ‫سبب ضعفو ف ٍس ىق‬
‫ت طيرقيو كلم يك ٍن ي‬
ٍ ‫تعد ىد‬ ‫ىو الض ي‬
‫كً ٍذبىو‬
Adalah Hadis Dha`if jika berbilangan jalan sanadnya dan sebab
kedha`ifan bukan karena kefasikan atau kedustaan perawi.
Dari definisi di atas dapat dipahami bahwa Hadis Dha`if bisa naik menjadi
Hasan li Ghayrih dengan dua syarat, yaitu :
1) Harus ditemukan berbilangan sanadnya artinya ada sanad lain yang
seimbang atau lebih kuat.
2) Sebab kedha`ifan Hadis ringan tidak berat seperti dusta dan fasik.
Contoh Hadis yang diriwayatkan oleh al-Turmudzi melalui jalan Syu‘bah
dari ‗Ashim bin Ubaidillah dari Abdullah bin Amir bin Rabi‘ah dari ayahnya :

‫ت علػى نعلىػ ٍي ًن فقػاؿ رسػوؿ اهلل صػلى‬ َّ ‫أف امرأةن ًمػ ٍن ب ىػن ًُم ف ىػزارةى‬
ٍ ‫تزك ىجػ‬ َّ
‫ازهي‬
‫فأجػ ى‬ ً ً‫ك كمال‬
ٍ ‫ك بًنعلىٍي ًن قال‬ ً ‫ت من‬
ً ‫نفس‬ ً ‫اهلل عليو كسلم أر‬
ً ‫ض ٍي‬
‫ػت ىنعػ ٍم قػاؿ ى‬ ‫ى‬
)‫(أخرجو الترمذم‬
Bahwa seorang wanita Dari Fazarah menikah dengan maskawin sepasang
sandal, Rasul bertanya : “Apa kamu rida dirimu dan hartamu dengan
maskawin sepasang sandal ?”. Wanita itu menjawab : “Ya”, maka Rasulullah
mengijinkannya. (HR al-Turmudzi)
Hadis di atas dha`if karena Ashim tidak baik hapalannya. Tetapi dinilai
Hasan lighayrihi oleh al-Turmudzi karena adanya dukungan sanad lain melalui
Umar, Abi Hurairah, Aisyah dan Abi Hadrad.
Menurut al-Nawawi kitab al-Turmudzi pertama kali yang
memunculkan Hadis Hasan dan yang banyak menyebut-nyebutnya.19 Para

19
al-Qâsimiy, Qawâid al-Tahdîts…, h. 106
69

ulama sebelum al-Turmudzi belum mengenal istilah Hasan yang mereka hanya
mengenal Shahih dan Dha`if. Kemudian Hadis Dha`if dibagi dua macam
yaitu ; Dha`if yang yang tidak tercegah pengamalannya dan Dha`if yang
wajib ditinggalkan. Barangkali Dha`if pertama menurut ulama dahulu inilah
yang disebut Hasan oleh al-Turmudzi.20
ً ‫سػنىو التػُّرم‬
Dalam berbagai kitab Hadis banyak didapati kalimat ‫ػذم‬ ‫كح َّ ي ٍ ي‬ ‫ ى‬Hadis
ini diniali Hasan oleh al-Turmudzi, atau ‫س هػن‬ ‫ىىػذا ىح ًػديٍ ه‬
‫ث ىح ى‬ Ada beberapa kata
atau kalimat yang menunjuk Hadis Hasan yaitu berikut :
a. Di antara titel ta`dîl para perawi yang digunakan dalam Hadis maqbûl atau
Hasan sebagaimana disebutkan dalam kitab al-Jah wa al-Ta`dîl adalah :

ُ‫ =ال ىٍم ٍع يرٍكؼ ي‬orang yang dikenal/orang baik


‫ظ‬
‫الم ٍح يف ٍو ي‬
ٍ = terpelihara
‫ال يٍم ىج َّو يد‬ = orang baik

‫الثَّابً ي‬
‫ت‬ = orang yang teguh/kuat

ُّ ‫الٍ ىق ًو‬
‫ل‬ = Orang kuat

‫الم ٍُ ىشبَّوي‬
‫ي‬ = Serupa dengan Shahih

‫ٍجيِّد‬ ً َّ
‫ ال ى‬/‫الصال يح‬ = Orang baik/bagus

Sebagian ulama mempersamakan dalam titel ta`dîl para perawi Hadis


dalam kata al-jayyid = bagus antara shahih dan hasan. Sebagian ulama lain
berpendapat bahwa sekalipun titel al-jayyid dengan makna shahih, tetapi
para muhadditsîn senior tidak pindah dalam menilai shahih menjadai al-
jayyid tersebut keculai ada tujuan tertentu. Misalnya, naiknya Hadis Hasan li
Dzâtih dan ragu mencapai derajat shahih, berarti tingkatan titel al-jayyid ini di
bawah shahih. Demikian juga titel al-qawiy.
Titel ta`dîl al-Shalih berlaku bagi Shahih dan Hasan karena keduanya
layak dijadikan hujah dan berlaku bagi Hadis Dha`if yang patut dalam
penelitian pencarian sanad lain. Titel al-Ma`rûf lawan dari al-Munkar, al-
Mahfûzh lawan dari al-Syâdz, al-Mujawwad dan al-Tsâbit berlaku untuk
Shahih dan Hasan, dan bagi Hasan serta yang mendekatinya. Al-Musyabbah
terhadap Hasan bagaikan al-Jayyid terhadap al-Shahîh.
b. Perkataan mereka muhadditsîn :

20
Ibid.
70

ً ‫اإلسنى‬ ‫ىىذا ىح ًديٍ ه‬


‫اد‬ ٍ ًٍ ‫س ين‬
‫ث ىح ى‬ = Ini Hadis hasan sanadnya.

Maknanya Hadis ini hanya Hasan sanad-nya saja sedang matan-nya perlu
penelitian lebih lanjut. Mukharrij Hadis tersebut tidak menanggung
kehasanan matan mungkin ada syâdz atau `illat. Berarti ada kesempatan luas
bagi para peneliti belakangan untuk mengadakan penelitian lebih lanjut
tentang matan Hadis tersebut apakah matannya juga hasan atau tidak.
c. Ungkapan al-Turmudzi dan yang lain :

‫صحيح‬
‫ه‬ ‫حسن‬
‫حديث ه‬
‫ه‬ = Ini Hadis Hasan dan Shahih.

Makna ungkapan ini ada beberapa pendapat, di antaranya :


1) Hadis tersebut memiliki dua sanad, yang satu shahih dan yang satu lagi
Hasan
2) Terjadi perbedaan dalam penilaian Hadis sebagian berpendapat Shahih
dan golongan lain berpendapat Hasan
3) Atau dinilai Hasan li Dzâtih dan Shahih li Ghayrih
C. Hadis Dha`if
1. Pengertian
Dari segi bahasa arti Dha`if lemah. Kelemahan ini dikarenakan
sanad dan matan-nya tidak memenuhi persyaratan Hadis Shahih dan Hasan
yang dapat diterima sebagai hujah. Dalam istilah Hadis Dha`if adalah :

‫س ًن‬ ً ‫ىو الح ًدي ي‬


‫الح ى‬
ٍ ‫صفات‬
‫ي‬ ‫حيح كت‬
ً ‫الص‬
َّ ‫صفات‬
‫ي‬ ‫تمع فيو‬
ٍ ‫ث الذ ٍم لى ٍم تى ٍج‬ٍ ٍ
Adalah Hadis yang tidak terhimpun di dalamnya segala sifat Shahih dan
segala sifat Hasan.
Dari definisi ini Hadis Dha`if adalah Hadis yang tidak memenuhi
sebagian atau semua sifat-sifat Hadis Hasan dan Shahih, misalnya sanad-
nya tidak bersambung (muttashil), para perawinya tidak adil dan tidak
dhâbith, terjadi keganjilan baik dalam sanad atau matan (syâdz) dan
terjadinya cacat yang tersembunyi (`illah) pada sanad dan matan.
2. Contoh Hadis Dha`if
Hadis yang diriwayatkan oleh al-Turmudzi melalui jalan Hakim al-
Atsram dari Abi Tamimah al-Hujaymiy dari Abi Hurayrah dari Nabi saw
bersabda :

‫حػ َّػدثناى عثمػػا يف بػ يػن أبػػي ىش ػ ٍيبةى عػػن ككي ػ وع عػػن سػػفيا ىف الثػػورم عػ ٍػن أبػػي‬
‫يل عػػن‬ ً‫األكًدم ىػػو عب ػ يد الػػرحمن بٍ ػن ثػػركا ىف عػػن ىزيػ وػل بػػن يش ػر ٍحب‬
ٍ ‫س‬ ً ‫قىػ ػ ٍي‬
‫ى ى‬ ‫ي‬
71

‫ػح علػى‬ ً
‫المغيرة بن شعبةى أف رسوؿ اهلل صػلى اهلل عليػو كسػلم توضَّػأى كمس ى‬
)‫الٍ ىج ٍوربىػ ٍي ًن كالنَّػ ٍعلىٍي ًن (أخرجو أبو داكد‬
Dalam sanad Hadis di atas terdapat seorang dha`if yaitu Abi Qays al-
Awdiy nilai jarhnya ( ‫ػالف‬
‫ص ػ يد ٍك هؽ ربمػػا ىخػ ى‬
‫) ى‬ (sangat benar tetapi terkadang
menyalahi).
Para ulama memperbolehkan meriwayatakan Hadis Dha`if sekalipun tanpa
menjelaskan kedha`ifannya dengan dua syarat, yaitu :
a. Tidak berkaitan dengan akidah seperti sifat-sifat Allah
b. Tidak menjelaskan hukum syara` yang berkaitan dengan halal dan haram,
tetapi berkaitan dengan masalah fadhâil a‟mâl (keutamaan amal),
mau`izhah, targhîb dan tarhîb (Hadis-Hadis tentang ancaman dan janji),
kisah-kisah, dan lain-lain.
c. Tidak terlalu Dha`if, seperti di antara periwayatnya pendusta (Hadis
mawdhû`) atau dituduh dusta (Hadis matrûk), orang yang daya ingat
hapalannya sangat kurang, dan berlaku fasik dan bid`ah baik dalam
perkataan atau perbuatan (Hadis munkar). Hadis yang terlalu buruk
kedha`ifannya tidak dapat diamalkan sekalipun dalam fadhâil al-a`mâl.
Menurut Ibn Hajar urutan Hadis Dha`if yang terburuk adalah Mawdhû`,
Matrûk, Munkar, Mu`allal, Mudraj, Maqlûb, kemudian Mudhtharib.21
d. Tidak dii`tiqadkan secara yakin kebenaran Hadis dari Nabi, tetapi karena
berhati-hati semata atau ihtiyâth.22
Dalam beberapa kitab pada umumnya penyebutan Hadis Dha‘if yang
tidak disertai sanad cukup menggunakan bentuk mabnî majhûl (bentuk
kalimat pasif ) , misalnya : ‫= ير ًكم‬ ً ُ‫ي‬
diriwayatkan‫نقػل‬ = dipindahkan ‫فًيمػا‬
‫ركل‬
‫= يي ى‬pada sesuatu yang diririwayatkan.
Di antara kitab yang secara khusus menyebut Hadis Dha`if adalah :; al-
Marâsîl, karya Abi Dawud dan al-`Ilal, karya al-Dâr Quthniy.
Tentang pengamalan Hadis Dha‘if di antara ulama ada yang
mengamalkannya dengan syarat tertentu sebagaimana yang duterangkan
dalam Qawâid al-Tahdîts min Funûn Mushthalah al-Hadîts 1/72 sebagai
berikut :

21
Mahmud al-Thahan, Taysîr Mushthalah …, h. 95
22
`Ajaj al-Khathîb, Mukhtashar al-Wajîz fî…, h. 157-160
72

ً ‫السػيوطي فػػي التَّػد ًر‬


‫يب ((لػػم‬ ُّ ‫ف قػػاؿ‬ َّ ‫المحق يقػ ٍوف لًىقبي ػ ٍوؿ‬
ً ‫الضػ ٍعي‬ ِّ ‫مػػا ىشػ َّرطوي‬
ً ‫ضػ‬
‫ائل‬ ً ‫الح كالنَّ ػو ًكم ل ىقبولًػو سػػول ىػػذا الشػ‬
‫ػرط كونيػوي فػػي الٍ ىف ى‬ ‫ى‬ ‫الصػ ً ى‬ َّ ‫يػػذ يك ٍر ابػ يػن‬
((‫كنح ًوىا‬
‫ف غيػ ىػر‬ َّ ‫ركط أحػ يد ىىا أف يكػػو ىف‬
‫الضػ ٍع ي‬ ‫ظ ابػػن حجػر لػػو ثالثػةي يشػ و‬
‫كذكػ ىػر الٍحػػاف ي ي ى ى ى ي‬
‫كم ػ ٍن فى يح ػش‬ ‫ب ى‬ ً ‫ػرد ًم ػ ىن الكػ َّػذابًٍي ىن ىكالٍ يمتَّػ ىه ًم ػ ٍي ىن ًبال ىك ػ ًذ‬
‫ج ىم ػ ًن انفػ ى‬ ‫ًو‬
‫شػػديٍد فيخػ يػر ي‬
‫ػوؿ بػو‬‫ػت أص وػل معم و‬ ‫درج تح ى‬ ً ‫نقل الٍعالىئًي اتتِّفػا ىؽ عليػو الثػاني أف يىػ ٍنػ‬ ‫غلطيوي ى‬
‫ كق ػػاؿ‬.‫ط‬ ‫ػث أف ت يىعتقػ ػ ىد عنػ ػ ىد العم ػ ًػل ب ػ ًػو ثبوتيػ ػوي ب ػػل يعتقػ ػ يد اتحتي ػػا ى‬ ‫الثال ػ ي‬
‫ترغ ٍيبػان أك تىػ ٍرىيبػان أك تتع َّػد ىد طيرقيػو‬ ً ً ‫((الضعيف مردك هد مػا لػم يقػت‬ ‫ي‬ ً ‫الزر‬
‫كشي‬
‫ى‬ ٌ
‫بع م ٍن ىحطان عنو)) انتهى‬
‫المتاى ي‬
ٍ ‫يكن‬
ٍ ‫كلم‬
Ibnu al-Shalâh dan al-Nawawi tidak menerima Hadis Dha‘if selain
dengan syarat dalam fadhail (keutamaan ibadah) dan sesamanya. Ibn Hajar
menambah 3 syarat, yaitu sebagauiberikut :
a. Tidak aterlalu dha‘if, pendusta, orang yang dituduh dusta dan orang
yang besar kesalahannya tidak diterima sesuai dengan pendapat al-
‗Alâ‘iy
b. Termasuk pokok yang diamalkn
c. Tidak beri‘tikad ketetapannya ketika beramal, melainkan karena
berhati-hati (ihtiyâth)
Al-Zarkasyi menolak Hadis Dha‘if selagu tidak dalam masalah targhîb
dan tarhîb, tidak berbilangan sanadnya dan mutâbi‟-nya lebih rendah.

2. Hadis Dha`if Sebab Gugur dalam Sanad


Sebagaimana penjelasan di atas bahwa Hadis Dha‘if adalah Hadis yang
tidak memenuhi kriteria persyaratan Hadis Shahih dah Hasan. Pada pembahasan
berikutnya akan membahas dari segi ragam dan macam-macamnya dilihat dari
sebab-sebab kedha‘ifannya. Sebab kedah‘ifan ini ada dua hal yakni terkait
dengan keguguran sanad dan kecacatan perawi dari sifat keadilan dan
kedhabitannya.
73

‫أسباب الضعف‬

‫بسبب السقط من‬ ‫بسب الطعن في الراكم‬


‫السند‬

‫الطعن في العدالة‬ ‫الطعن في الضبط‬

‫ المنكر‬-1
‫ المرسل‬-1 .1 ‫الموضوع‬-1
‫ المعلل‬-2
‫ المنقطع‬- 2 ‫ المتركؾ‬-2
‫ المدرج‬-3
‫المعضل‬-3 ‫ المبهم‬-3
‫ المقلوب‬-4
‫المعلق‬-4 ‫ المضطرب‬-5
‫المدلس‬-5 ‫ المحرؼ‬-6
‫ المصحف‬-7
‫ الشاذ‬-8

Pada denah di atas dapat dibaca bahwa Hadis Dha‘if disebabkan dua hal
yaitu sebab penggurguran sanad dan sebab cacat perawi. Dha‘if sebab gugur
perawi terbagi menjadi lima yaitu ; Mursal, Munqathi‘, Mu‘dhal, Mu‘allaq dan
Mudallas. Sedangkan Dha‘if sebab cacat perawi di bagi lagi menjadi dua yaitu ;
cacat keadilan dan cacat kedhabithan. Cacat keadilan terbagi menjadi tiga yaitu ;
Mawdhû‘, Matrûk dan Mubham. Sedangkan sebab cacat kedhabithan terbagi
mejadi 8 yaitu ; Munkar, Mu‘allal, Mudraj, Maqlûb, Mudhatharib, Muharraf,
Mushahhaf dan Syadz. Marilah kita bahas satu persatu klasifikasi Hadis dha‘if
tersebut.

a. Hadis Mursal
Dari segi bahasa Mursal dari kata ‫أرسل يػي ٍر ًسل إًرسات يم ٍر ىسال‬
‫ى‬ yang
diartikan terlepas atau bebas tanpa ada ikatan. Hadis dinamakan mursal
74

karena sanad-nya ada yang terlepas atau gugur di kalangan sahabat atau
tabi`i. Dalam istilah al-Mas‘ûdi memberikan definisi :

ِّ ‫فعوي التَّابًعي كلو يح ٍك نما الى‬


‫النبي صلى اهلل عليو كسلم‬ ‫ىو ما ىر ى‬
Hadis yang disandarkan oleh seorang tabi‟in sekalipun secara hukum kepada
Nabi saw.
Jadi Hadis Mursal adalah Hadis yang diriwayatkan oleh tabi`i dari
Nabi tanpa menyebutkan penghubung seorang sahabat. Karena secara logika
memang tidak mungkin seorang tabi‘i bertemu Rasul dan meriwayatkan
Hadis, yang bertemu Rasul adalah sahabat. Dalam periwayatan Hadis mursal
tanpa menyebutkan nama seorang sahabat. Atau periwayatan mursal terjadi
antar sahabat. Misalnya seorang sahabat A sebenarnya meriwayatkan Hadis
dari sahabat B dan sahabat B ini yang meriwayatkan Hadis dari Rasul. Tetapi
kemudian sahabat A berkata meriwayatkan Hadis dari Nabi tanpa
menyebutkan sahabat B. Inilah yang dimaksudkan definisi di atas periwayatan
tabi‘i secara hukum. Periwayatan mursal antar para sahabat disebut Mursal
Shahabi dan periwayatan mursal yang terjadi pasa seorang tabi‘i sebagaimana
dalam definisi di atas disebut Mursal Tabi‟i.

1) Contoh Mursal Tabi’i


Kata Ibn Sa`ad : memberitakan kepada kami Waki` bin al-Jarrah,
memberitakan kepada kami al-A`masy dari Abi Shalih berkata : Rasulullah
saw bersabda :

‫الناس إنِّما أنا رحمةه يم ٍهداةه‬


‫ياأيُّػ ىها ي‬
Wahai manusia sesungguhnya aku adalah rahmat yang dihadiahkan.
Abi Shâlih al-Samân al-Zayyât seorang tabi`i, menyandarkan berita
Hadis tersebut dari Nabi saw tanpa menjelaskan perantara seorang sahabat
yang menghubungkan kepada Rasulullah saw.
2) Contoh Mursal Shahabi
Seperti periwayatan Anas dan Ibn Abbas tentang terbelahnya bulan di
tangan Nabi saw mereka tidak melihat langsung karena usianya masih kecil,
mereka hanya meriwayatkan dari sahabat lain. Demikian juga Abu Hurairah
yang terbanyak meriwayatkan Hadis ia hanya menukil dari sahabat senior,
tetapi mengatakan Nabi saw bersabda begini…atau berbuat begini …dan
seterusnya.
Menurut Imam Abu Hanîfah, Mâlik, Ahmad dan ulama lain, hukum
Mursal Tabi`î ini dapat dijadikan hujah baik dalam hukum maupun dalam hal
lain, jika yang me-mursal-kannya seorang yang dipercaya keadilan dan ke-
dhabith-annya (tsiqah). Karena orang tsiqah tidak mungkin me-mursal-kan
Hadis kecuali dari orang tsiqah pula. Sedangkan kehujahan Mursal ShahAbi
menurut mayoritas muhadditsîn : shahih dapat dijadikan hujah, karena para
sahabat semua bersifat adil dan periwayatan sahabat sangat langka dari tabi`in.
75

Di antara buku-buku tentang Hadis Mursal al-Marâsîl, karya Abu Dawud


dan al-Marâsîl, karya Ibn Abi Hatim
b. Munqathi`
ً ‫طاعا فهو م ٍن‬
‫قط هع‬ ً ‫انٍػ ىقطع يػ ٍنػ ىق ًطع‬
‫انق ن‬
Kata Munqathi` berasal dari ‫ي‬ ‫ى ى ي‬ berarti
terputus.. Dalam istilah Hadis Munqathi` adalah sebagai berikut :

‫ط‬ ً
‫بشرط أف تيكو ىف الساقً ي‬ ً ‫ط ًمن‬
‫سنده را وك كاح هد‬ ً ‫ي‬
ٍ ‫الحديث الذم سق ى‬ ‫ىو‬
‫ى‬
‫صحابيًّا‬
Adalah Hadis yang digugurkan dari sanadnya seorang perawi dengan
syarat yang gurur itu bukan seorang sahabat.
Sebagaimana definisi di atas menurut al-Nawawî kebanyakan
Munqathi` digunakan pada pengguguran periwayat setelah tabi`in. Definisi
di atas menurut mayoritas ulama. Sedangkan ushulîyûn, dan segolongan
muhadditsîn di anataranya al-al-Khathîb al-Baghdadî dan Ibn Abd al-Barr :

‫بأم و‬
‫كجو كا ىف‬ ِّ ‫إسناده‬
‫يتصل ي‬ ‫كل ىمالىم‬
ُّ ‫ىو‬
ٍ
Hadis Munqath‟ adalah segala sesuatu yang tidak bersambung sanadnya di
mana saja adanya.
Hadis Munqathi` adalah Hadis yang sanad-nya terputus artinya
seorang periwayat tidak bertemu langsung dengan pembawa berita baik di
awal, di tengah, atau di akhir sanad.
Contohnya seperti Hadis yang diriwayatkan oleh al-Hakim, Ahmad,
dan al-Bazzar dari Abd al-Razzâq dari al-Tsawriy dari Abi Ishaq dari Zayd
bin Yutsai` dari Hudzayfah secara marfû` :

‫اذا كليتموىا أبا بكر فقوم أمين‬


Jika engkau serahkan kekuasaan kepada Abu Bakar, dia adalah orang yang
kuat dan terpercaya.
Pada sanad Hadis di atas ada seorang perawi yang digugukan yaitu
Syarîk yang semestinya menempati antara al-Tsawrî dan Abi Ishâq. Al-
Tsawriy menerima Hadis bukan dari Abu Ishaq secara langsung, akan tetapi
dari Syarîk dan Syarîk mendengarnya dari Abi Ishâq.
Ulama sepakat bahwa Hadis Munqathi` mardud tertolak karena tidak
diketahui sifat-sifat perawi yang digugurkan, baik dari keadilan maupun ke-
dhabith-annya.
c. Mu`dhal
‫ض هل‬ ً ‫أعضل يػ ٍع‬
‫ض يل إعضاتن فهو مع ى‬
Kata Mu`dhal dari akar kata : ‫ىي‬ =
artinya payah dan susah. Keterputusan sanad dalam Hadis ini memang
memayahkan karena sampai dua orang atau lebih. Dalam istilah Hadis
Mu`dhal adalah :
76

‫ط‬
‫السقو ي‬ ً ‫ىكثر على التَّواى‬
ُّ ‫لى سواءه كا ىف‬ ً ً
‫ط من سنده اثناىف أك أ ى‬ ‫ىو ما ىسق ى‬
ً ‫السند أك ًمن أثنائًًو أك ًمن‬
‫آخره‬ ً ‫من َّأكًؿ‬
ٍ
Yaitu Hadis yang gugur pada sanadnya dua orang atau lebih secara
berturut-turut baik pada awal atau di tengah dan atau di akhir sanad.
Hadis yang diriwayatkan oleh al-Hakim yang disandarkan kepada
al-Qa`nAbi dari Mâlik dari Abu Hurayrah berkata : Rasulullah saw
bersabda :

‫ف ات ما تي ًط ٍي يق‬
‫طعاموي ككً ٍس ىوتيو كت ييكلَّ ي‬ ً ً
‫لل ىٍم ٍملوؾ ي‬
Bagi budak mendapat makanan dan pakaian, ia tidak boleh dibebani
kecuali pekerjaan yang sesuai dengan kemampuannya.
Dalam Hadis tersebut di atas dua orang perawi secara berturut-turut
digugurkan antara Mâlik dan Abu Hurayrah, yaitu Muhammad bin `Ajlân
dan ayahnya. Hadis Mu`dhal tergolong mardûd (tertolak) karena tidak
diketahui keadaan perawi yang digugurkan.

d. Mu`allaq
Kata Mu`allaq dari kata ‫علَّق ييعلِّق ى ٍتعلي نقا فهومعلَّق‬ dengan makna
bergantung karena seolah sanad-nya terputus ke arah bawah seperti suatu
benda yang bergantung atas gantungan. Dari segi istilah Hadis Mu`allaq
adalah

‫ط‬
‫ند سواءه س ىق ى‬ َّ ‫ط منو ىرا وك أك أ ٍك ىثر على التَّوالً ٍي من أ ٌكًؿ‬
ً ‫الس‬ ‫ما س ىق ى‬
‫الٍباىقً ٍي أـ تى‬
Hadis yang dibuang seorang perawi atau lebih secara bertutut-turut dari
awal sanad baik digugurkan seluruhnya atau tidak.
Jadi Hadis Mu`allaq adalah Hadis yang sanad-nya bergantung karena
dibuang dari awal sanad seorang perawi atau lebih secara berturut-turut.
Dalam Hadis Mu`allaq bisa jadi yang dibuang semua sanad dari awal
sampai akhir kemudian berkata : Rasulullah saw bersabda : … Atau
dibuang semua sanad selain sahabat atau selain tabi`in dan sahabat.
Misalnya Hadis yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari dalam
Muqaddimahnya berkata : Abu Musa berkata :

‫دخل عيثما ىف‬ ً


‫حين ى‬
‫النبي صلى اهلل عليو كسلم يرٍكبتىػ ٍيو ى‬
ُّ ‫غىطىى‬
Nabi menutup kedua lututnya ketika masuk ke rumah Utsman.
Hadis ini Mu`allaq, karena al-Al-Bukhari menggugurkan semua sanad
kecuali sahabat yaitu Abu Musa
77

Hadis Mu`allaq tergolong Hadis yang tertolak karena sanad-nya tidak


bersambung dan tidak diketahui sifat-sifat periwayat yang dibuang. Kecuali
jika Mu`allaq terjadi pada kitab Al-Bukhari dan Muslim yang diterima
keshahihannya oleh para ulama secara aklamasi, maka memiliki hukum
khusus. Bentuk Mu`allaq pada kitab al-Al-Bukhari memang banyak, namun
adanya pada pengantar atau mukaddimah bab, bukan pada isi bab. Mu`allaq
di sini dimaksudkan untuk meringkas dan menjauhi dari pengulangan di
samping mayoritas di-washal-kan (dipersambungkan) di tempat lain dalam
kitab itu.
e. Mudallas
‫س‬ َّ
Kata Mudallas adalah bentuk isim maf`ûl dari asal kata :
‫دل ى‬
‫سا فهو مدلِّس كمدلَّس‬ ً ِّ
‫ييدلس تى ٍدل ٍي ن‬ yang berarti menyimpan atau
menyembunyikan cacat barang dagangan dari pembelinya. Pembeli
mengira barang dagangan itu bagus, tetapi setelah diperiksa, ternyata
terdapat cacat pada barang dagangan itu. Sedang dalam istilah Hadis
Mudallas dibagi menjadi dua macam yang pokok yakni Tad‟lîs al-Isnad dan
Tad‟lîs al-Syuyûkh :
1) Tadlîs al-Isnad, adalah :

‫سم ٍع منو يم ٍو ًى نما أنو ىس ًمع منو‬ ً َّ ‫الرا ًكم‬


‫عم ٍن لىقيىو كلم يى ى‬ َّ ‫ما ىركاهي‬
Hadis yang diriwayatkan seorang perawi dari orang yang ia temuinya
tetapi ia tidak mendengar dari padanya, hanya diduga bahwa ia mendengar
dari padanya.
Misalnya, Hadis yang diriwayatkan oleh Ahmad, al-Turmudzi dan
Ibn Majah melalui jalan Abi Ishaq al-Subay‘iy dari al-Barra‘ bin `Azib ra
berkata : Rasulullah saw bersabda :
‫قبل أف يتىػ ىف َّرقا‬ ‫لهما‬ ‫ر‬ ً‫اف إتَّ غي‬
‫ف‬ ً ‫ما ًمن مسلم ٍي ًن يلٍتى ًقي‬
ً ‫اف فيتىصافىح‬
‫ى‬ ‫ى‬ ‫ى‬ ‫ى‬ ‫ٍ ي ى‬
Tidak ada dari dua orang muslim yang bertemu kemudian berjabatan
tangan melainkan diampuni dosa bagi mereka berdua sebelum berpisah.
Abu Ishâk al-Subay‘iy nama aslinya `Amr bin `Abdillah seorang
tsiqah tetapi mudallis. Ia mendengar beberapa Hadis dari al-Barrâ‘ bin
`Azîb, tetapi dalam Hadis ini, ia tidak mendengar dari padanya secara
langsung tetapi ia mendengar dari Abi Dawud al-A`mâ yang matrûk
Hadisnya, kemudian ia meriwayatkannya dari al-Barrâ‘ bin `Azîb dan
menyembunyikan Abi Dawud al-A`ma dengan menggunakan kata `an-
dari.

2) Tad’lîs al-Syuyûkh, yaitu :


78

‫كصفو بغي ًر ماا ٍشتي ًه ىر بو ًم ًن‬


‫لكن ى‬
ٍ ‫الرا ًكل ىش ٍي ىخو‬
َّ ‫ىو ما ىس َّمى فيو‬
‫و‬
ٌ‫صنعة لئال‬ ‫قبيلة أك و‬
‫بلد أك‬ ‫الى و‬ ‫لقب أك و‬
‫نسبة‬ ‫اس وم أك يك ٍنػيى وة أك و‬
ٍ
‫ييػ ٍع ىرؼ‬
Adalah Hadis yang disebutkan di dalamnya seorang gurunya oleh seorang
perawi tetapi disifati dengan sifat yang tidak popular baik dengan nama
atau panggilan atau gelar atau dibangsakan kepada kabilah tertentu atau
negeri tertentu atau pekerjaan tertentu agar tidak diketahui.
Misalnya periwayat dari Mesir disebut : seorang dari Ziqâq Halb
(Gang Susu perah) dimaksudkan di Cairo. Atau seorang perawi dari
Baghdad disebut : seorang dari Mawarâ‟a al-Nahri, dan sebagainya.
Contoh Hadis tentang talak tiga sekaligus diriwayatkan oleh Abu Dawud
melalui sanad Ibn Jurayj memberitakan kepadaku sebagian Banî Abi Rafi`
mawla (budak yang telah dimerdekakan) Rasulillah saw dari `Ikrimah
mawla Ibn `Abbas dari Ibn `Abbas berkata :

.. ‫يد – أبو يرىكانىة كإً ٍخوتيو – َّأـ يركانة كن ىك ىح امرأ نة ًمن يم ًزيٍنة‬
‫طلَّ ىق عب يد يز و‬
Abdu Yazîd (Abu Rukânah dan saudara-saudarnya) atau Ummu Rukânah
menthalak dan menikahi seorang wanita dari kabilah Muzînah…
Ibn Jurayj nama aslinya adalah `Abd al-Mâlik bin Abd al-`Aziz bin
Jurayj, ia tsiqah tetapi disifati tad‟lîs karena ia menyembunyikan nama
syeikhnya yaitu dengan ungkapan sebagian Banî Abi Râfi` dimaksudkan
Muhammad bin `Ubaydillah bin Abi Rafi`, titel tajrîh-nya matrûk.
Periwayat mudallis diterima jika ia tidak diketahui melakukan tad‟lîs kecuali
dari orang tsiqah. Demikian menurut al-Bazzâr, al-Azdiy, al-Shayrafiy, Ibn
Hibbân, dan Ibn Abd al-Barr.

2. Hadis Dha`if Berdasarkan Cacat Rawi dalam Sanad

a. Hadis Maudhu’
Kata Mawdhû` berasal dari akar kata ‫موض ٍوع‬
‫ض نعا فهو ي‬
ٍ ‫يض يع ىك‬
‫كض ىع ى‬
‫ى‬ =
dibiarkan, digugurkan, ditinggalkan, dan dibuat-buat. Dalam istilah,
Mawdhû` adalah :

‫رسوؿ اهلل صلى اهلل عليو كسلم ًم ٍن و‬


‫قوؿ أك و‬
‫فعل‬ ً ‫ذكب على‬
‫ىو ال ىٍم ٍك ي ى‬ ‫ى‬
‫أك تقري ور أك نح ًو ذلك ىع ٍم ندا‬
Yaitu Hadis yang didustakan pada Rasulillah saw baik perkataan ataupun
perbuatan dan atau sesamanya dengan sengaja.
79

Jadi Hadis Mawdhû` adalah Hadis palsu, sebenarnya bukan dari


Rasulullah tetapi dikatakan dari Rasulullah oleh seorang pembohong.
Sebagian ulama ada yang tidak memasukkannya bagian dari Hadis Dha`if
karena ia bukan Hadis yang sebenarnya. Sebagian ulama lain ada yang
memasukkannya, karena walaupun dikatakan Hadis tetapi palsu dan bohong
dengan sendirinya meniadakan makna Hadis. Ibarat kaki palsu, sandal palsu
dan hidung palsu.
Motif pembuatan maudhu‘ ada bebertapa hal di antaranya karena faktor
politik, dendam dari musuh Islam, fanatisme kabilah, faktor negeri atau faktor
madzhab, menjilat penguasa dan lain-lain. Misalnya Ghiyâts bin Ibrahim al-
Nakha`iy. Ghiyâts berkata Rasulullah saw bersabda :

‫نصل أك خف أك ىحاف وزأك ىجناى وح‬


‫ت ىس ٍب ىق إتَّ فى و‬
Tidak ada perlombaan kecuali pada anak panah atau onta atau kuda dan
atau pada burung.
Aslinya Hadis tidak ada kata ―burung‖ ( aw janâh), tetapi karena ia
melihat Khalifah al-Mahdi sedang bermain burung merpati, maka ditambah ―
atau burung merpati. Hukum orang yang membuat Hadis maudhu‘ berdosa
besar. Demikian juga yang meriwayatkannya kecuali jika untuk memberitahu
bahwa Hadis itu mawdhû‘.
b. Hadis Matrûk
Dari segi bahasa kata matrûk berasal dari akar kata : ‫يتر يؾ تىػ ٍركا‬
‫= ترؾ ي‬
‫فهو م ٍتػ يرٍكؾ‬ tertinggal. Maksud tertinggal di sini tidak didengar, tidak
dianggap, dan atau tidak dipercaya karena menyangkut kepribadian yang
tidak baik. Dalam istilah Hadis matrûk adalah:
ً
‫المعلومة كلم‬ ً
‫القواعد‬ ً ‫لكذب لًم ىخ‬
‫الفة‬ ً ‫رد بو را وك ايتُّ ًهم با‬
‫ي‬ ‫ى‬ ‫ىو ما انٍػ ىف ى ى‬
‫ى‬
‫يظه ٍر‬ ً
ً ‫بالكذب في كالـ الن‬
‫َّاس كإف لم ى‬ ‫يىػ ٍر ًك إتَّ من ًج ىهتً ًو أك عي ًرؼ‬
ً ‫ذلك في الٍح‬
‫ديث‬ ‫ى‬
‫ى‬
Adalah Hadis yang diriwayatkan oleh seorang perawi tertuduh dusta
sendiri karena menyalahi kaedah yang maklum tidak ada yang
meriwayatkannya melainkan dari dia atau dikenal dusta dalam pembicaan
manusia sekalipun tidak nampak kebohongan tersebut pada Hadis.
Dalam definisi di atas dijelaskan sebab-sebab tertuduh dusta ada kalanya
hanya dia sendiri yang meriwayatkannya atau dikenal sebagai pembohong
dan atau menyalahi kaedah-kaedah yang maklum misalnya kewajiban salat,
zakat, puasa, haji, dan lain-lain.
80

Hadis yang diriwayatkan oleh Ibn Abi al-Dunya dalam Qadhâ‟ al-
Hawâ‟ij melalui jalan Juwaybir bin Sa`îd al-Azdî dari al-Dhahhâk dari Ibn
`Abbas dari Nabi saw :
ً
‫بصدقة‬ ‫الس ٍوًء كعلي يك ٍم‬
ُّ ‫ًع‬
‫مصار ى‬ ً ً ‫علي يكم‬
‫باصطنى ًاع ال ىٍمعركؼ فإنوي يى ٍمنى يع ى‬
ٍ ٍ
‫كجل‬ ً ‫الس ِّر فإنٌػ ىها تيط ًٍفف غضب‬
ٌ ‫عز‬ َّ ‫اهلل‬ ‫ى‬ ‫ي‬ ِّ
Wajib atas kamu berbuat yang makruf sesungguhnya ia mencegah
pergulatan kejahatan dan wajib atas kamu shadaqah samaran (sirr)
sesungguhnya ia mematikan murka Allah swt.
Pada isnad Hadis disini terdapat Juwaybir bin Sa`îd al-Azdiîy dan ia
matrûk al-Hadîts atau lays bi syay‟ =tidak ada apa-apanya. Hadis matrûk
sangat dha‘if, tidak dapat dijadikan hujah dan tidak perlu syahid (sanad lain
di kalangan sahabat)
c. Mubham
Arti Mubham menurut bahasa dari asal kata : ‫أبٍػ ىهم يػيٍب ًهم إبهاما فهو‬
‫= يم ٍبػ ىهم‬ samar tidak jelas. Jadi periwayatnya atau orang ketiga yang
diasebutkan dalam teks Hadis tidak jelas atau samar namanya. Menurut
istilah, adalah :

‫سميىا‬
َّ ‫رجل أك امرأةه لم يي‬ ً ً ً ‫ي‬
‫الحديث الذ ٍم ييػ ٍو ىجد في سنده أك متنو ه‬ ‫ىو‬
Adalah Hadis yang didapatkan di dalam sanadnya atau di dalam matannya
terdapat seorang laki-laki atau seorang perempuan yang tida disebutkan
namanya”. Jadi dalam Hadis Mubham tidak disebutkan nama periwayat
atau yang diriwayatkan, di situ hanya menyebutkan seorang lali-laki atau
seorang perempuan saja.
Mubham adakalanya dalam sanad dan ada kalanya dalam matan.
Contoh Mubham dalam sanad, Hadis yang diriwayatkan oleh Abu Dawud
dalam Sunan, melalui al-Hajjaj bin Farafishah dari Seorang lelaki dari Abi
Salamah dari Abi Hurayrah berkata : Rasulullah saw bersabda :

‫كالفاجر ًخب لئًٍي هم‬


‫ي‬ ‫يم‬ ً
‫من غر كر ه‬
‫المؤ ي‬
Orang mukmin adalah seorang mulia lagi murah sedang orang durhaka
adalah penipu yang tercela.
Contoh Mubham dalam Matan banyak sekali dalam Hadis, di antaranya:
Hadis yang diriwayatkan oleh al-Bukhariy dari Abi Hurairah ra. Berkata
: seorang laki-laki bertanya kepada Rasulullah : ―Shadaqah apa yang
paling utama? Rasul menjawab : “Shadaqah sedang anda dalam keadaan
sehat dan sangat perlu…”
81

Hukum Mubham dalam sanad, jika terjadi pada seorang sahabat tidak
apa-apa, karena semua sahabat adil dan jika terjadi pada selain sahabat,
jumhur ulama menolaknya sehingga diketahui identitasnya. Sedang
Mubham dalam matan tidak mengapa dan tidak mengganggu keshahihan
suatu Hadis.
Contoh Mubham dalam sanad, Hadis yang diriwayatkan oleh Abu
Dawud dalam Sunan, melalui al-Hajjaj bin Farafishah dari Seorang lelaki
dari Abi Salamah dari Abi Hurairah berkata : Rasulullah saw bersabda :
‫اج ير ًخب لىئًٍي هم‬
ً ‫اٍلم ٍؤ ًمن غير ىك ًريٍم كالٍ ىف‬
‫هى‬ ‫ي ي‬
Orang mukmin adalah seorang mulia yang murah sedang durhaka adalah
penipu yang tercela.
Dalam sanad Hadis di atas hanya disebutkan dari Seorang lelaki dari
Abi Salamah dari …. Tanpa menyebutkan nama si laki-laki tersebut, maka
dinamakan Mubham.
d. Munkar
Kata Munkar dari akar kata Inkâr : ‫أن ىك ىر يػيٍن ًكر إنكاران فهو يم ٍنكر‬ =
menolak, ingkar dan tidak mengakui. Dalam istilah :

‫ض ٍع نفا‬
‫ىو أدنىى منو ى‬ ً ً ‫ما ركاه الض ي‬
‫َّعيف يمخالفان ل ىم ٍن ى‬ ‫ىى‬
Hadis yang diriwayatkan oleh seorang dha‟if menyalahai periwayatan orang
yang lebih rendah kedha‟ifannya.
Dari definisi ini menunjukkan bahwa di antara periwayat Hadis
Munkar ada yang sangat lemah daya ingatannya, periwayatannya menyalahi
periwayatan orang yang lebih sedikit kedha‘ifannya atau dalam bahasa lain
periwayatan orang dha‘if menyalahi orang tsiqah.
Seperti Hadis yang diriwayatkan oleh Ibn Mâjah melalui Usâmah bin
Zaid al-Madaniy dari Ibn Syihab dari Abi Salamah bin Abd al-Rahman bin
`Awf dari ayahnya secara marfû` :

‫ض ًر‬ ً
‫السف ًر كال يٍم ٍفطر فى ال ى‬
‫ٍح ى‬ َّ ‫صائم رمضا ىف فى‬
‫ي‬
Seorang yang puasa Ramadhan dalam perjalanan seperti seorang yang
berbuka dalam tempat tinggalnya.
Hadis di atas periwayatan Usamah bin Zaid al-Madaniy secara marfû`
(dari Rasulillah saw), bertentangan periwayatan Ibn Abi Dzi‘bin yang tsiqah,
menurutnya Hadis di atas mawqûf pada Abd al-Rahman bin `Awf.
Tingkatan kedha`ifannya sangat lemah jatuh setelah Hadis Matrûk,
karena cacat Hadis Munkar sangat parah yaitu banyak kesalahan dan banyak
kelupaan yang menyalahi periwayatan yang tsiqah.
82

e. Mu`allal
Dalam bahasa Mu`allal berasal dari kata ‫علٌل يعلِّل تعلًيال فهو معلَّ هل‬
=penyakit. Seolah-olah Hadis ini terdapat penyakit yang membuat tidak
sehat dan tidak kuat. Dalam istilah Hadis Mu`allal adalah:
ً
‫البحث في‬ ً ‫حديث ظاىرهي السالمةي لكن ايطُّلًع‬
‫فيو بىػ ٍع ىد‬ ‫ه‬ ‫ىو‬
ٍ ‫ي‬
‫كوصل يم و‬
‫رسل أك‬ ً ‫السنى ًد أك في المت ًن‬
َّ ‫طييرقً ًو على علَّ وة قادح وة في‬
‫و‬
‫حديث أك غي ًر ىذلك‬ ‫و‬
‫حديث في‬ ً
‫إدخاؿ‬ ‫منقط وع أك‬
Adalah Hadis yang lahirnya baik, tetapi setelah diadakan penelitian
pada beberapa sanad terungkap adanya illat cacat atau pada matan seperti
memaushulkan Hadis yang mursal atau Hadis munqathi‟ atau memasukkan
suatu teks Hadis pada teks Hadis lain atau yang lain.
Dari definisi ini dapat dipahami bahwa Hadis Mu‟allal adalah Hadis
yang terdapat penyakit cacat yang tersembunyi karena tidak kelihatan
sebelum diadakan pemeriksaan atau penelitian. ‗Illat tersebut bisa terjadi pada
sanad dan bisa terjadi pada matan.
Contoh Mu‟allal pada sanad seperti yang diriwayatkan dari Yahya bin
Muhammad bin Abi Katsir dari Anas bahwa Nabi saw :

‫الصائًموف‬
َّ ‫ أفٍطىىر عند يك ٍم‬: ‫قاؿ‬ ‫أىل و‬
‫بيت ى‬ ً ‫أفطر عن ىد‬
‫كا ىف إذا ى‬
Bahwa beliau ketika berbuka bersama ahli bait (keluarga) bersabda :
“Selamat berbuka orang-orang yang berpuasa di sisi kalian”.
Menurut al-Hakim ; Yahya bin Muhammad bin Abi Katsir melihat Anas
tetapi tidak mendengar Hadis tersebut dari berbagai segi.
f. Mudraj
Mudraj berasal dari kata ‫أدرج ييدرًج إدراجا فهو يم ٍد ىرج‬
‫= ى‬memasukkan
atau menyisipkan. Dalam istilah Mudraj dibagi dua macam yaitu mudraj
pada sanad dan mudraj pada matan.
1) Mudraj pada sanad ialah :

‫كالما من قًبى ًل نىػ ٍف ًسو فيركم‬


‫فيقوؿ ن‬
‫ي‬ ‫عارض‬
‫ه‬ ‫السن ىد فييػ ٍع ًرض لو‬
َّ ‫سو ىؽ‬
‫أف يى ي‬
َّ ‫عنو بًهذا‬
‫السند‬
Seseorang mendatangkan sanad kemudian datanglah pemotong maka dia
berkata dengan suatu perkataan dari dirinya sendiri kemudian diriwayatkan
dari padanya dengan sanad ini.
83

Contoh Mudraj sanad Tsâbit bin Mûsa ketika bertamu pada


Syarîk bin Abdillah al-Qadhiy yang sedang menyampaikan periwayatan
sanad Hadis dengan imlak (dikte). Ia berkata :
Memberitakan kepada kami al-A`masy dari Abi Sufyan dari Jâbir
dari Rasulullah saw.. ia diam sejenak… karena Tsâbit bin Mûsâ datang.
Kemudian ia berkata :

ً‫حس ىن ىك ٍج يهوي بًالنَّهار‬ ً َّ‫ت صالتيو بال‬


‫ليل ي‬ ٍ ‫من كثيػ ىر‬
Barang siapa yang banyak shalat pada malam hari, maka berseri-seri
wajahnya pada siang hari.
Tsâbit menduga, bahwa ungkapan tersebut adalah matan dari sanad
Hadis yang diimlakkan kepadanya, kemudian ia meriwayatkannya.
2) Mudraj pada matan :
‫الحديث أك في أثنائًو أك في آخ ًره‬
ً ‫الراكم في َّأكًؿ‬
َّ ‫كالـ يىذ يك يره‬
‫ه‬
‫الواقع أنو لىٍيس منو‬ ً ً ً ‫ؼ حقيقةى‬ ‫َّم من تيىػ ٍع ًر ي‬
‫الحاؿ أنوي م ىن الحديث ىك ي‬ ‫فيىتوى ي‬
Perkataan yang disebutkan seorang perawi pada awal Hadis atau di tengah
dan atau di akhir, kemudian diduga oleh orang yang tidak mengetahui
keadaan yang sebenarnya bahwa ia Hadis padahal sebenarnya bukan.
Contoh Mudraj, misalnya Hadis yang diriwayatkan Aisyah :

‫َّث في ًح ىراءى –كىو التَّعبُّ يد‬


‫النبي صلى اهلل عليو كسلم يىػتىحن ي‬ ُّ ‫كاف‬
‫الليالًي ي‬
‫ذكات ال ىٍع ىدد‬
Bahwa Nabi saw bertahannuts (budaya bersunyi untuk beribadah) dalam
guwa Hira – yaitu beribadah – beberapa malam
Kata – al-ta‟abbud..., = beribadah..., —adalah mudraj dalam Hadis.
Hukum periwayatan sisipan atau tambahan ke dalam Hadis mudraj haram
menurut ijma` ulama kecuali jika dimaksudkan memberikan tafsir atau
penjelasan lafazh Hadis yang sulit dipahami maknanya (gharîb al-Hadîts).
g. Maqlûb
Dari segi bahasa Maqlûb dari akar kata ‫قلىب يقلًب قلبنا فهو مقلوب‬
yang berarti dirobah, diganti dan dipindah. Hati dalam bahasa Arab disebut
al-Qalbu, kaena sifat hati itu berpindah-pindah dan berbolak-balik, awalnya
cinta besok benci. Menurut istilah Hadis Maqlûb ada dua yaitu maqlûb pada
sanad dan maqlûb pada matan.
84

1) Maqlûb pada Sanad adalah :

‫آخر في طىٍبػ ىقتً ًو أك‬ ‫المشهور عن را وك ى‬


‫فيجع يل مكانىوي ى‬ ‫ي‬ ‫الحديث‬
‫ي‬ ‫ىو‬
ً
‫بالعكس‬ ‫فيجعل لمت ون ى‬
‫آخر أك‬ ‫ى‬ ‫ييؤخ يذ سن يد مت ون‬
Adalah Hadis yang terkenal dari seorang perawi kemudian ditempati
orang lain dalam thabaqahnya atau diambil satu sanad matan diletakkan
pada matan lain atau sebaliknya.
Faktor penyebabnya adakalanya karena memang kesalahan yang tak
disengaja atau karena untuk menguji daya ingat seseorang. Seperti yang
terjadi terhadap kecerdasan al-Al-Bukhari yang dilakukan oleh 6 ulama
Baghdad dengan memutarbalikkan 100 sanad dengan matan lain. Kemudian
dibetulkan atau dikembalikan masing-masing sanad pada matan yang
sebenarnya oleh al-Al-Bukhari sehingga mereka mengakui kehebatan al-Al-
Bukhari.
2) Hadis Maqlûb pada matan adalah Hadis yang dibalik atau diacak susunan
kalimatnya tidak sesuai dengan susunan yang semastinya.
Contohnya, Hadis yang diriwayatkan oleh Ibn Umar ra, berkata :

ًُ ‫مسقبل القبلة‬
‫ى‬ ‫قع ىدتًًو‬
‫جالسا على م ى‬
‫بالنبي صلى اهلل عليو كسلم ن‬
ِّ ‫فإذا أنا‬
‫شاـ‬
ٌ ‫مست ٍد ىبر ال‬
‫ى‬
Maka ketika itu aku bersama Nabi saw, duduk di atas bangku menghadap
kiblat dan membalakangi Syam.
Hadis di atas di-maqlub-kan menjadi :
ً ‫مستقبل الشاـ مستى ٍد ًُبر‬
‫القبلة‬ ‫ى‬ ‫ى‬ ‫ي‬
menghadap Syam dan membelakangi kiblat.

h. Mudhtharib
Dari segi bahasa Mudhtharib dari akar kata ً ً‫ضطى ًرب ا‬
‫ضطرابا‬ ٍ ‫اضطرب ي‬
‫ضط ًرب‬
ٍ ‫ = فهو يم‬goncang dan bergetar. Kegoncangan suatu Hadis karena
terjadi kontra antara satu Hadis dengan Hadis lain. Menurut istilah, Hadis
Mudhtharaib adalah :

‫سنده أك في متنًو أك فيهما بزيادةو أك و‬


‫نقه مع‬ ً ‫ف في‬ ‫ىو ماا ٍختيلً ى‬
‫الترجيح‬ ‫ٍج ٍم ًع أك‬ ً ً
ً ‫عدـ إمكاف ال ى‬
85

Adalah sesuatu yang berbeda atau kontra pada sanad atau pada matan dan
atau pada keduanya dengan menambah atau megurangi serta tidak mungkin
dapat dikompromikan atau ditarjih.
Hadis Mudhtharib adalah Hadis yang kontra antara satu dengan yang
lain baik pada sanad maupun pada matan dan tidak dapat dikompromikan dan
tidak dapat di-tarjîh (tidak dapat dicari yang lebih unggul).
Contoh Mudhtharib seperti Hadis yang diriwayatkan oleh al-
Turmudzi dari Syarîk dari Abi Hamzah dari al-Sya`biy dari Fathimah binti
Qays ra berkata : Rasulullah saw ditanya tentang zakat menjawab :
ً‫الزكاة‬
َّ ‫سول‬ ً ً ‫إف‬
‫فى اٍلماىؿ لى ىح ًّقا ى‬
Sesunguhnya pada harta itu ada hak selain zakat.
Sementara pada riwayat Ibn Mâjah melalui jalan ini juga Rasulullah
saw bersabda:

‫ليس فى الماؿ ح ٌق سول الزكاة‬


Tidak ada hak pada harta selain zakat.
Al-`Iraqiy berkata : Hadis di atas terjadi Idhthirab tidak mungkin
dikompromikan. Hadis pertama menyatakan tidak hak zakat pada harta,
sementara Hadis kedua menyatakan sebaliknya, yakni wajibnya zakat satu-
satunya hak.
i. Mushahhaf
Dalam bahasa Mushahhaf berasal dari kata ‫ص ًح ًُيفان‬
ٍ ‫ف تى‬
‫صح ي‬
ِّ ‫صحف يي‬
َّ
‫مصحف‬
ٌ ‫فهو‬ berarti salah baca tulisan. Kesalahan baca ini bisa jadi karena
salah melihat atau salah mendengar. Dalam istilah Mushahhaf adalah :
ً
‫الحركؼ‬ ‫ىما تىغيَّر فً ٍيو أك في ىسنى ًده نيػ ىق ي‬
‫ط‬
Sesuatu yang berubah padanya atau pada sanadnya beberapa titik huruf.
Contoh Mushahhaf, Hadis Nabi saw :

َّ ‫كص ٍوًـ‬
‫الدى ًر‬ ‫شو واؿ كا ىف ى‬
َّ ‫صاـ رمضا ىف كأتٍػبىعوي ستًّا من‬
‫ىم ٍن ى‬
Barang siapa yang berpuasa Ramadhan dan diikutinya dengan berpuasa
enam hari dari bulan Syawal, maka ia sama dengan berpuasa satu tahun.
Hadis ini di-tashhif-kan oleh Abu Bakar al-Shûlî dengan ungkapan :

‫من صاـ رمضاف كأتبعو ىش ٍيئنا من شواؿ كاف كصوـ الدىر‬


Kata Sittan berubah menjadi syayan
86

j. Muharraf
Muharraf berasal dari kata : َّ ‫حرؼ تح ًريفا فهو يم‬
‫حر ًُؼ‬ ِّ ‫حرؼ يي‬
َّ berarti
merobah atau mengganti. Sedang dalam istilah Muharraf adalah :

‫ات‬
‫كالسكنى ي‬ ‫اد ًبو الحر ي‬
َّ ‫كات‬ ً
‫الحركؼ ىكالمر ي‬ ‫فيو أك في سنى ًده ىش ٍك يل‬
ً ‫ما تغيَّر‬
Sesuatu yang berobah padanya atau pada sanadnya syakal beberapa huruf
maksudnya harakat atau sukun
Contohnya, Hadis Jabir berkata :

‫ هللا‬ٍٝ‫ي هللا ط‬ٛ‫اٖ عؿ‬ٛ‫ أ ْوذٍُٗ فى‬ٍٝ‫َ احدؼاة ػ‬ٛ٠ ُّٟ ‫ أُث‬ُِٟ‫ع‬
ٍُ‫ؿ‬ٚ ٗ١ٍ‫ػ‬
Ubay dipanah pada peperangan Ahzab di urat lengannya, maka
Rasulullah saw mengobatinya dengan besi panas. (HR. al-Dar Quthni)
Hadis di atas di-tahrif (dirobah) oleh Ghandar menjadi :
ً
‫يرمي أىبً ٍي ى‬
ً ‫يوـ األحز‬
.... ‫اب‬
Ubay menjadi Abi =ayahku. Padahal maksud JAbir menjelaskan yang
terpanah atau mati syahid pada peperangan Ahzab adalah Ubay bin Ka`ab
bukan bapaknya sendiri (Abi).

k. Syâdz

Dari segi bahasa Syâdz berasal dari kata ًّ ‫ش ُّذ‬


‫شذا فهو شاذ‬ َّ
‫شذ ي ي‬
diartikan ganjil atau tidak sama dengan yang mayoritas. Dari segi istilah
diartikan :
‫ضب وط أك ىكثٍرةً ىع و‬ ً ً ً ً
‫دد‬ ٍ ‫ماركاهي الثِّػ ىقةي يمخال نفا ل ىم ٍن يىو ٍأر ىج يح منوي ل ىم ًزيٍد ى‬
‫ى‬
ً ‫رجح‬ ً
‫ات‬ ‫أك غي ًر ذلك م ىن ال يٍم ِّ ى‬
Sesuatu yang diriwayatkan orang tsiqah menyalahi periwayatan orang
yang lebih unggul dari padanya, karena kelebihan kedhabithannya atau
jumlah besar dan atau dari keunggulan yang lain.
Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa Hadis Syâdz adalah
periwayatan orang tsiqah menyalahai periwayatan orang yang lebih tsiqah.
Kelebihannya adakalanya lebih dhabith atau lebih besar jumlahnya dan atau
yang lain. Dengan demikian berbeda antara Hadis Munkar dengan Hadis
Mahfûzh. Dalam Hadis Munkar periwayatan orang dha`if menyalahi
periwayatan orang tsiqah dan dalam Hadis Mahfûzh periwayatan orang
yang lebih tsiqah menyalahi orang tsiqah.
87

Contoh Syâdz pada matan, Hadis yang diriwayatkan Abu Dawud dan
al-Turmudzi melalui Abd al-Wahid bin Zayyad dari al-A`masy dari Abi
Shâlih dari Abi Hurayrah secara marfû` ( Rasulullah saw bersabda) :

‫ضطى ًج ٍع عن يمينًو‬
ٍ ‫إذا صلَّى أح يد يك ٍم ركعتى ًى الٍ ىفج ًر فىػلٍي‬
Jika telah shalat dua raka`at Fajar salah seorang di antara kamu,
hendaklah tiduran pada lambung kanan.
Al-Bayhaqi berkata : Periwayatan Abd al-Hamid bin Zayyad adalah
Syâdz karena menyalahi mayoritas periwayat yang meriwayatkan dari segi
perbuatan Nabi bukan sabda beliau. `Abd al-Wâhid sendiri di antara para
perawi tsiqah yang meriwayatkannya sebagamana di atas. Periwayatan
mayoritas adalah :

‫كعتى ًي الٍ ىف ٍج ًر اضطى ىج ىع عن يى ًم ٍينًو‬


‫بي ص ـً اذا صلَّي ر ى‬
‫كاف النٌ ي‬
Nabi saw ketika telah melaksanakan shalat dua rakaat fajar tiduran
pada lambung sebelah kanan
Maksud tiduran pada lambung sebelah kanan, tiduran miring sebelah
kanan kepala di sebelah utara dan kaki di sebelah selatan seperti posisi
orang mati di kubur.
88

Rangkuman

Hadis dilihat dari segi kualitas sanad dan matan terbagi menjadi 3 macam,
yaitu ; Shahih, Hasan dan Dha’if. Hadis Shahih adalah Hadis yang
memenuhi 5 persyaratan yaitu ; sanadnya muttashil, perawinya adil dan
dhabith, tidak adanya syadz dan illat. Hadis Hasan sama dengan Hadis
Shahih keculai tingkat kedhabithannya kurang sedikit dibandingkan dengan
Hadis Shahih. Hadis Dha’if adalah Hadis yang tidak memenuhi salah satu
atau semua persyaratan tersebut.
Hadis Shahih sebagaimana Hadis Hasan dibagi menjadi dua macam
yaitu shahih li dhatihi dan Shahih li Ghayrihi. Hadis Shahih li Dzatihi adalah
Hadis yang memenuhi persyaratan Hadis Shahih. Sedang Hasan li Dzatihi
memenuhi persyaratan Hadis Hasan. Hadis Shahih li Ghayrihi adalah Hadis
Hasan li Dzatihi yang didukung oleh sanad lain minimal yang seimbang.
Hasan li Ghayrihi adalah Hadis Dha’if yang didukung oleh sanad lain
minimal yang seimbang. Hadis Shahih dan Hasan dapat dijadikan hujah
dalam hukum Islam. Sedang Hadis Dha’if tidak dapat dijadikan hujah dalam
hukum Islam, tetapi dapat diamalkan dalam fadhail al-a’mal atau targhib
dan tarhib.
Sebab-Sebab kedha’ifan Hadis ada dua macam, yaitu ;
1. Sebab keguguran perawi dalam sanad
2. Sebab cacat keadilan dan kedhabithan
Sebab keguguran perawi dalam sanad ada 5 yaitu sebagai berikut :
a. Mursal, yang digugurkan pokok sanad atau akhir sanad yaitu di
kalangan sahabat
b. Munqathi, pengguguran perawi di bagian sanad mana saja atau
dua orang/lebih secara berselang
89

c. Mu’dhal, pengguguran dua orang lebih secara berturut-turut


d. Mu’allaq, pengguguran seorang perawi atau lebih pada awal
sanad
e. Mudallas, menyembunyikan cacat dalam isnad
3. Sebab cacat keadilan ada tiga, yaitu :
a. Maudhu’, perawi bohong Hadis dari Nabi
b. Matruk, perawi tertuduh dusta
c. Mubham, perawi tidak disebutkan dalam sanad atau pada matan
4. Sebab cacat kaedhabithan ada 8 yaitu :
a. Munkar , periwayatan dha’if menyalahi orang tsiqah
b. Mu’allal, terdapat cacat tersembunyi lahirnya tidak ada
c. Mudraj, menyisipkan sanad atau matan yang bukan bagiannya
d. Maqlub, terbalik pada sanad atau pada matan
e. Mudhtharib, periwayatan yang kontra sama kuat
f. Mushahhaf, merobah titik pada sanad dan matan
g. Mushannaf, merobah syakal
h. Syadz, periwayatan tsiqah menyalahi orang yang lebih

GLOSARIUM

Adil : adil dalam periwayatan adalah muslim, baligh, berakal, tidak


melakukan dosa besar atau dosa kecil secara terus menerus dan
selamat dari cacat kehormatan seperti makan di pasar, berjalan nyeker
atau buka kepala
Dhabith : Dhabith dalam dada adalah teguh ingatannya dalam hati terhadap
apa yang ia dengar sehingga ia mampu menghadirkannya kapan saja
dikehendaki.
Dhabith dalam tulisan, memelihara tulisan di sisinya (dari kesalahan) sejak ia
mendengar dan tetap benar sampai ia menyampaikan periwayatan dari
padanya
Illat : suatu sebab tersembunyi yang membuat cacat terkabulnya suatu
Hadis padahal lahirnya tidak ada cacat
Muttashil sanad : bersambung sanadnya atau masing-masing perawi dalam sanad
bertemu langsung dengan syeikhnya
Muttafaq `alayh : disepakati keshahihannya oleh al-Al-Bukhari dan Muslim
Syâdz : periwayatan seorang tsiqah (terpercaya) menyalahi jamaah yang
tsiqah dengan penambahan atau pengurangan dalam sanad atau dalam
matan
Syaeikhân : Bukhari dan Muslim
90

BAB IV
HADIS BERDASARKAN
TEMPAT PENYANDARANNYA

Kompetensi Dasar :
Menjelaskan pengertian dan contoh Hadis Qudsiy, marfû‟, mawqûf dan
maqthû‟
Indikator :
Siswa mampu :
1. Menjelaskan pengertian Hadis Qudsiy dan contohnya
2. Menjelaskan pengertian Hadis marfû‟dan contohnya
3. Menjelaskan pengertian Hadis mawqûf dan contohnya
4. Menjelaskan pengertian Hadis maqthû‟ dan contohnya

Pada bab ini akan dibahas Hadis dilihat dari sumber pemberitaan awal
atau sandaran berita awal, dari siapa berita itu muncul atau kepada siapa berita itu
disandarkan. Penyandaran berita memang berturut-turut dari rawi ke rawi dalam
sanad. Penyandaran awal dari kalangan sahabat kepada sumber berita awal yakni
Rasulullah jika dalam Hadis marfû‘. Penyandar akhir dari pentakhrij
dalamkitabnya kepada gurunya. Dalam pembahasan ini adalah penyandaran
kepada sumber berita awal yaitu terdapat 4 macam Hadis ; Qudsiy, Marfû`,
Mawqûf, dan Maqthû`. Untuk lebih jelasnya berikut ini akan dibahas satu persatu
:
A. Hadis Berdasarkan Tempat Penyandarannya
1. Hadis Qudsiy
Dari segi bahasa kata ―al-Qudsiy‖ ‫س قي ٍد نسا‬
‫س يق يد ي‬
‫ق يد ى‬ dirtikan suci.
Hadis Qudsiy adalah Hadis yang bersifat suci. Hadis dinamakan suci (al-
Qudsiy), karena disandarkan kepada Allah yang Maha Suci. Sebagian ulama
menyebut ‫إلل ًهي‬
ً‫ا‬ ‫( الحديث‬Hadis Ilâhiy) atau ‫الربَّانًي‬ ‫الحديث‬
‫ي‬ (Hadis Rabbâniy
= ketuhanan). Menurut istilah Hadis Qudsiy adalah :

َّ ‫كأسػػنى ىدهي الػػى ربِّػ ًػو عػ َّػز كجػ‬


‫ػل مػػن‬ ٍ ‫ػوؿ صػػلى اهلل عليػػو كسػػلم‬
‫الرسػ ي‬
َّ ‫ضػػافوي‬
‫مػػا أ ى‬
ً
‫القرآف‬ ‫غي ًر‬
Sesuatu yang diisandarkan oleh Nabi saw kepada Tuhan selain al-Qur‟an.
Berita dalam Hadis Qudsiy memang disandarkan Nabi saw kepada
Allah tetapi bukan al-Qur‘an. Maksudnya isi berita disandarkan kepada Allah
sedang redaksinya dari Nabi sendiri berbeda dengan al-Qur‘an yang redaksi
dan maknnya dari Allah. Di samping Hadis Qudsiy maknanya diterima dari
Allah melalui ilham atau mimpi.
Ada beberapa bentuk kalimat yang digunakan penyandaran Hadis Qudsiy,
antara lain sebagai berikut :
91

a. Nabi saw bersabda, bahwa Allah berfirman :

.... : ‫اؿ اهلل تعالى‬


‫النبي صلى اهلل عليو كسلم قى ى‬
ُّ ‫اؿ‬ ‫قى ى‬
.... : ‫كجل‬
َّ ‫عز‬
َّ ‫يقوؿ اهلل‬
‫النبي صلى اهلل عليو كسلم ي‬
ُّ ‫اؿ‬ ‫أك قى ى‬
b. Nabi saw bersabda pada apa yang diriwayatkan dari Tuhannya :

... : ‫عن ىربًِّو‬ ً ً


ٍ ‫النبي صلى اهلل عليو كسلم ف ٍيماى يىػ ٍر ًكيٍو‬
ُّ ‫يىػ يق ٍو يؿ‬
... : ‫النبي صلى اهلل عليو كسلم فيما ىركاىهي عنوي‬
ُّ ‫أك يىػ يق ٍو يؿ‬
c. Rasulullah saw menceritakan dari Tuhannya berfirman :

‫صلَّى اللَّوي ىعلىٍي ًو ىك ىسلَّ ىم يى ٍح ًكي ىع ٍن ىربًِّو ىع َّز ىك ىج َّل يىػ يق ي‬


... :‫وؿ‬ ً ‫رس ى‬
‫وؿ اللَّو ى‬ ‫ىي‬
Contoh Hadis Qudsiy yakni sabda Nabi saw yang diriwayatkan dari
Tuhannya sebagai berikut :

‫ػات ىح َّػدثىػنىا أىبيػو يم ىعا ًكيىػةى‬‫ىح َّدثىػنىا أىبيو بى ٍك ًر بٍ يػن أىبًػي ىش ٍػيبىةى ىك ىعلً ُّػي بٍ يػن يم ىح َّم وػد قى ى‬
‫صػلَّى‬ ً ‫ػاؿ رس ي‬
‫ػوؿ اللَّػو ى‬ ‫ػاؿ قى ى ى ي‬ ‫صػالً وح ىع ٍػن أىبًػي يى ىريٍػ ىػرةى قى ى‬ ‫ش ىع ٍن أىبًي ى‬ ً ‫ىع ٍن ٍاألى ٍع ىم‬
ً ً ً ً ‫اللَّوي ىعلىٍي ًو ىك ىسلَّ ىم يىػ يق ي‬
‫وؿ اللَّوي يس ٍب ىحانىوي أىنىا ع ٍن ىد ظى ِّن ىع ٍبدم بي ىكأىنىػا ىم ىعػوي ح ى‬
‫ػين‬
‫يىػ ٍذ يك يرنًي فى ػًإ ٍف ذى ىك ىرنًػػي فًػػي نىػ ٍف ًسػ ًػو ذى ىك ٍرتيػػوي فًػػي نىػ ٍف ًسػػي ىكإً ٍف ذى ىك ىرنًػػي فًػػي ىم ػ ىو‬
ً
‫اعػا ىكإً ٍف‬ ‫ػت إًلىٍي ًػو ًذ ىر ن‬
‫ب إًلى َّػي ًشػ ٍبػ نرا اقٍػتىػ ىربٍ ي‬ ً
‫ذى ىك ٍرتيوي في ىم ىو ىخ ٍي ور م ٍنػ يه ٍم ىكإً ٍف اقٍػتىػ ىػر ى‬
)‫أىتىانًي يى ٍم ًشي أىتىػ ٍيتيوي ىى ٍرىكلىةن (أخرجو ابن ماجة‬
Memberitakan kepada kami Abu bakar bin Abi Syaybah dan Ali bin
Muhammad,mereka berkata : Memberitakan kepada kami Abu Mu‟awiyah
dari al-A‟masy dari Abi Shaleh dari Abi Hurairah berkata : Rasulillah saw
bersabda : Allah swt berfirman : “ Saya menurut dugaan hamba-Ku kepada-
Ku dan Aku bersamanya ketika ia ingat kepada-Ku. Jika ia ingat kepada-Ku
sendirian Akupun ingat kepadanya sendirian. Jika mengingat kepada-Ku
dalam kelompok, Akupun mengingatnya dalam kelompok yang lebih baik dari
mereka. Jika ia mendekat kepada-Ku satu jengkal, maka Aku mendekati-Nya
satu hasta dann jika ia mendatangi-Ku berjalan maka Aku mendatangi-Nya
dengan berlari.( HR. Ibnu Majah)
92

Nama Hadis Qudsiy (suci) tidak menunjukkan keshahihananya secara


otomatis, tetapi harus dilihat dari segi kualitas sanad dan matannya. Jika
memenuhi persyratan shahih hukumnya shahih, jika tidak memenuhi
persyaratan hukumnya Hasan atau dha‘if. Dengan demikian tidak seluruh
Hadis Qudsiy shahih, tetapi adakalanya shahih, hasan dan dha‘if.
5. Perbedaan al-Qur’an, Hadis Qudsiy, dan Nabawi
Hadis Qudsiy tidak sama dengan al-Qur‘an. Ada beberapa perbedaan
sebagaimana yang disebutkan Dr. Mahmud al-Thahan dalam Taysîr
Musthalah al-Hadîts sebagai berikut :
:‫فرٍك هؽ كثيرةه أ ٍش ىه يرىا ىما يل ًي‬ ً
‫ىناؾ ي‬
‫القرآف ى‬ ‫الفر يؽ بينىوي كبىػ ٍي ىن‬
ٍ
ً ‫القدس ُّي معناهي من‬
‫اهلل‬ ً ‫كالحديث‬ ‫ي‬ ً ‫أف القرآ ىف لفظيوي كمعناهي عن‬
،‫اهلل تعالىى‬ َّ
،‫كالقرآ يف ييػتىػ ىعبَّد بتًالكتًو‬.‫عند النبي صلي اهلل عليو كسلم‬ ً ‫كلفظيوي من‬
،‫شترط في ثبيوتًو التَّواتيػ ير‬ ً ً
‫الٍقرآ يف يي ى‬.‫كالحديث القدس ُّي ت ييػتىعبَّ يد بتال ًكتو‬ ‫ي‬
ً ‫القدسي ت يشترط في‬
.‫ثبوتو التواتيػر‬ ‫كالحديث‬
‫ي‬
‫ي‬ ‫ُّ ي ى‬
Perbedaan antara Hadis Qudsiy dan al-Qur‘an banyak sekali yang
paling terkenal adalah sebagai berikut :
a. al-Qur‘an lafal dan maknanya dari Allah sedang Hadis Qudsiy maknanya
dari Allah dan lafalnya dari Nabi
b. al-Qur‘an dihitung beribadah membacanya sedang Hadis Qudsiy tidak
dihitung ibadah membacanya
c. al-Qur‘an kepastiannya disyaratkan mutawâtir sedang Hadis Qudsiy tidak
disyaratkan mutawâtir.
Secara umum al-Qur‘an dapat dibedakan dengan Hadis dengan beberapa
perbedaan sebagai berikut ;
a. al- Qur‘an mu`jizat Rasul sedangkan Hadis bukan mau‘jizat sekalipun
Hadis Qudsiy.
b. Al-Qur‘an terpelihara dari berbagai kekurangan dan pendistorsian tangan
orang-orang jahil (lihat QS. Al-Hijr/15 :9) tetapi terpeliharanya al-Qur‘an
berarti pula terpeliharanya Hadis, karena Hadis pendamping al-Qur‘an yang
menjelskan maknanya. Realita sejarah membuktikan adanya pemeliharaan
Hadis seperti usaha-usaha para perawi Hadis dari masa ke masa dengan
menghapal, mencatat, meriwayatkan, dan mengkodifikasikannya ke dalam
berbagai buku-buku Hadis.
c. Al-Qur‘an seluruhnya diriwayatkan secara mutawâtir, sedangkan Hadis
tidak banyak diriwayatkan secara mutawâtir. Mayoritas Hadis diriwayatkan
secara âhâd (individu, artinya tidak sebanyak periwayat mutawâtir ).
d. Kebenaran ayat-ayat al-Qur‘an bersifat qath`iy al-wurûd (pasti atau mutlak
kebenarannya) dan kafir yang mengingkarinya. Sedangkan kebenaran Hadis
93

kebanyakan bersifat zhanniy al-wurûd ( relatif kebenarannya) kecuali yang


mutawâtir.
e. Al-Qur‘an redaksi (lafazh) dan maknanya dari Allah dan Hadis Qudsiy
maknanya dari Allah redaksinya dari Nabi sendiri sesuai dengan
maknanya. Sedang Hadis Nabawi berdasarkan wahyu Allah atau ijtihad
yang sesuai dengan wahyu. Oleh karena itu haram meriwayatkan al-Qur‘an
secara makna tanpa lafazh, dan boleh periwayatan secara makna dalam
Hadis dengan persyaratan yang ketat.
f. Proses penyampaian al-Qur‘an melalui wahyu yang tegas (jaliy) sedang
Hadis Qudsiy melalui wahyu, atau ilham, dan atau mimpi dalam tidur
g. Kewahyuan al-Qur‘an disebut dengan wahyu matluw (wahyu yang
dibacakan) sedang kewahyuan Sunah disebut wahyu ghayr matluw (wahyu
yang tidak dibacakan) tetapi terlintas dalam hati secara jelas dan yakin
kemudian diungkapkan Nabi dengan redaksinya sendiri.
h. Membaca al-Qur‘an dinilai sebagai ibadah setiap satu huruf pahalanya 10
kebaikan, sedang membaca Hadis sekalipun Qudsiy tidak dinilai ibadah
kecuali disertai dengan niat yang baru.
i. Di antara Surah al-Qur‘an wajib dibaca dalam shalat seperti membaca Surah
al-Fâtihah yang dibaca pada setiap raka‘at. Sedangkan dalam Hadis tidak
ada yang harus dibaca dalam shalat sekalipun Qudsiy, bahkan tidak shalat
seseorang yang menggantikan Surah al-Qur‘an dengan Hadis Qudsiy .
j. Haram menyentuh atau membawa mushahaf al-Qur‘an menurut sebagian
pendapat) bagi yang ber-hadats baik hadats kecil maupun hadats besar
(tidak bersuci).
Sedangkan perbedaan antara Hadis Qudsiy dan Hadis Nabawi di
antaranya sebagai beriku :
a. Pada Hadis Nabawi Rasul saw menjadi sandaran sumber pemberitaan,
sedang pada Hadis Qudsiy beliau menyandarkannya kepada Allah swt.
Pada Hadis Qudsiy, Nabi memberitakan apa yang disandarkan kepada Allah
dengan menggunakan redaksinya sendiri.
b. Pada Hadis Qudsiy Nabi hanya memberitakan perkataan atau qawliy
sedang pada Hadis Nabawi pemberitaannya meliputi perkataan/qawliy,
perbuatan/fi`liy, dan persetujuan/taqrîriy.
c. Hadis Nabawi merupakan penjelasan dari kandungan wahyu 23 baik secara
langsung ataupun tidak langsung. Maksud Wahyu yang tidak secara
langsung, Nabi berijtihad terlebih dahulu dalam menjawab suatu masalah.
Jawaban itu ada kalanya sesuai dengan wahyu dan adakalanya tidak sesuai
dengan wahyu. Jika tidak sesuai dengan wahyu, maka datanglah wahyu
untuk meluruskannya. Hadis Qudsiy wahyu langsung dari Allah swt.
d. Hadis Nabawi lafadz dan maknanya dari Nabi menurut sebagian pendapat,
sedang Hadis Qudsiy maknanya dari Allah redaksinya disusun oleh Nabi.

23
Wahyu adalah pemberitahuan Allah kepada seorang Nabi-Nya pada sesuatu dengan cara yang
samar dan cepat, tetapi meyakinkan bahwa sesuatu yang diwahyukan tersebut benar-benar dari
Allah.
94

a. Hadis Qudsiy selalu menggunakan ungkapan orang pertama (dhamîr


mutakallim) : Aku (Allah)…Hai hamba-Ku…sedang Hadis Nabawi tidak
menggunakan ungkapan ini.

2. Hadis Marfû`

Marfû` dari segi bahasa berasal dari ‫رفعا فهو ىم ٍرفيػ ٍوعه‬
‫رفى ىع يرفى يع ن‬ diartikan
―yang diangkat‖ atau ―yang ditinggikan‖. Hadis dinamakan marfû` dalam arti
terangkat menjadi tinggi derajatnya karena disandarkan kepada Rasulillah
saw. Menurut istilah sebagian Ulama Hadis memberikan definisi sebagai
berikut :
‫ف الى النبي صلى اهلل عليو كسلم ًمػن ال ىق ٍػوًؿ أك‬ ً ‫الحديث الَّ ًذم أ‬
‫يض ٍي ى‬ ‫ي‬ ‫ىو‬
‫ى‬
‫الفعل أك التقري ًر‬
ً
Marfû‟ adalah Hadis yang disandarkan kepada Rasulillah saw baik
berupa perkataan, perbuatan atau persetujuan.
Dalam definisi ini memperjelas posisi Hadis Marfû‘ adalah yang
disandarkan kepada Nabi baik sanadnya bersambung atau terputus, seperti
Hadis Mursal, Muttashil, dan Munqathi` dan baik yang menyandarkan itu
seorang sahabat atau seorang tabi‘i.
Contohnya, seperti pekataan Ibnu Abbas:
ً ‫الش‬
‫مس ككا ىف رسوؿ اهلل صلى اهلل عليو‬ ً ‫يكنَّا نيصلِّي ركعتىػ ٍي ًن بع ىد غي‬
َّ ‫ركب‬
‫كسلم يىراىنا كلى ٍم يى يأم ٍرنىا كلم يىػ ٍنػ ىهنا‬
Bahwa kami (para sahabat) melaksanakan shalat dua rakaat setelah
terbenamnya matahari (sebelum shalat Magrib ). Rasululah melihat kami,
beliau tidak menyuruh kami dan tidak mencegah kami. (HR. Muslim)
Contoh di atas menggambarkan marfû` dalam aspeknya marfû‟ Taqrîrîy
(persetujuan Nabi). Beliau melihat dan mengqiyaskan atas perbuatan sahabat

Hadist marfû‟ ada dua macam adakalanya marfû‘ secara tegas (sharih) dan
adakalanya secara hukum (Hukmi).
a. Marfû‘ secara tegas ( sharih)
b. Marfû` secara hukum (Hukmi)
Jika secara tegas disandarkan oleh seorang sahabat bahwa Nabi saw
bersabda atau berbuat sesuatu dan atau menyetujui perbuatan sahabat disebut
marfû‘ sharih. Misalnya perkataan seorang sahabat : “Aku mendengar
Rasulullah saw bersabda begini atau Aku melihat Rasulullah saw berbuat
begini dan atau Saya berbuat di hadapan Rasulullah saw begini.
Contoh dalam kitab al-Jam‟u Bayna al-Shahîhayn al-Bukhari wa Muslim
1/41 :
95

‫وؿ إنِّ ٍي‬


‫الحجر كيىػ يق ي‬ ‫مر ييػ ىقبِّ يل‬ ‫س بٍ ًن ىربًٍيعةى ى‬ ً ‫ًمن ًر‬
ً ً‫كاية عاب‬
‫ى‬ ‫ت عي ى‬
‫قاؿ ىرأيٍ ي‬ ٍ
ً
‫رسوؿ اهلل {صلى اهلل‬ ‫أيت ى‬ ‫ضر لى ٍوتى أنِّي ر ي‬
ُّ ‫نفع كت تى‬‫جر ىما تى ي‬ ‫أعلم أنَّك ىح ه‬
‫ي‬
‫أسلى ىم‬ ً ً ً
ٍ ‫أخرجوي البخارم من ركاية‬ ‫عليو كسلم} ييقبِّػليك ما قبَّػ ٍلتيك كقد ى‬
)‫مر (متفق عليو‬ ‫مر ىع ٍن عي ى‬
‫ىم ٍولىى عي ى‬
Dari riwyat Abis bin Rabi‟ah berkata : Aku melihat Umar mencium Hajar
Aswad dan berkata : “Sesungguhnya aku mengetahui bahwa engkau adalah
batu tidak dapat member manfaat dan tidak dapat membahayakan. Jikalau
bahwa aku tidak melihat Rasulillah saw menciummu aku tidak menciummu”.
Hadis ditakhrij oleh al-Al-Bukhari dari riwayat Aslam maula Umar dari
Umar.
Maksud Hadis marfû‟ hukmi adalah Hadis seolah-olah dikatakan oleh
seorang sahabat tetapi hakekatnya disandarkan kepada Rasulillah saw secara
hukum. Misalnya, perkataan Anas bin Malik r.a
‫سبعا‬ ً ِّ‫البكر علي الثي‬ ً
‫ب أىقاـ عندىا ن‬ ‫ى‬ ‫ج‬‫زك‬
َّ ‫ت‬
‫ى‬ ‫إذا‬ ‫السنة‬ ‫ن‬
‫ى‬ ‫م‬
Di antara Sunnah apabila seorang laki-laki beristri dengan seorang gadis
(bikr) sedang ia mempunyai seorang istri lain, hendaklah ia berdiam diri di
rumah si gadis itu 7 hari lamanya. (H.R. Al-Bukhari Muslim)
Kata seorang sahabat misalnya : di antara Sunah begini… dihukumi
marfû‘ secara hukmi jika apa yang diriwayatkan itu sesuatu yang ghaib yang
tidak mungkin mengetahuinya selain mendngar dari Rasulillah saw. Hal ini
ditegaskan oleh Mahmud al-Thahan dalam Taysîr Mushthalah al-Hadîts 1/69
ً ‫ناؾ صور ًمن الٍم‬ ً
‫وقوؼ في‬ ‫ يى ى ي ى ه ى ى‬: ‫فيركعه تىتعلَّق بالٍ ىم ٍرفو ًع يح ٍكمان‬
ً ‫لكن الٍم ىدقِّ ىق في‬
ً ٍ‫حق ٍيػ ىقتًها يرل أنَّػ ىها بًم ٍعنى ال‬
‫حديث‬ ً ً
‫ى ى‬ ‫ى‬ ‫ َّ ي‬،‫ألفاظهاى ك ىش ٍكلها‬
‫رفوع يحكمان " أم أنَّها ًمن‬ ً ‫اسم " الٍ ىم‬ ‫العلماء‬
‫ي ى‬ ‫ا‬ ‫عليه‬
‫ى‬ ‫ق‬
‫ى‬ ‫ل‬
‫ى‬ ‫ط‬
ٍ ‫ى‬
‫أ‬ ‫ذا‬ ً‫ ل‬،‫المرفوع‬
ً
‫الصحابي ػ‬
ُّ ‫الص ىوًر أف يقوؿ‬
ُّ ‫ كمن ىىذه‬.‫الموقوؼ لفظان الٍ ىم ٍرفوعي حكمان‬ ً
، ‫فيو‬ً ‫تهاد‬
‫مجاؿ ًتج و‬ ً ً ‫ألخذ عن‬ ً ٍ‫ؼ با‬ ٍ ‫الذم لم يىػ ٍع ًر‬
ٍ ‫الكتاب ػ قىػ ٍوتن تى ى‬ ‫أىل‬
‫ماض ًية‬
ً ٍ‫يب مثل اٍإل ٍخبا ًر عن األموًر ال‬ ‫و‬ ً ُّ
‫كتى لو تعل هق ببىياف لغة أك ىش ٍر ًح غر و ي‬
ً ‫كأحواؿ‬
‫يوـ‬ ً ً ‫الح ًم ك‬
‫الفتى ًن‬ ً ‫ىكب ٍد ًء ال ىخل ٍق أك اإلخبا ًر عن األموًر‬
ً ‫اثتية كالٍم‬
‫ى‬ ‫ى‬ ‫ى‬
ً
... ‫القيامة‬
96

Ada beberapa cabang pembahasan yang berkaitan dengan Marfûl


Hukmi. Di sana ada beberapa gambaran Hadis Mawqûf bentuk dan lafalnya,
tetapi menurut peneliti hakekatnya Marfû‟ secara makna. Oleh Karena ini
ulama menyebutnya Marfû‟ Hukmi, artinya Mawqûf Lafzhi dan Marfû‟
Hukmi. Di antara contohnya seorang sahabat – yang tidak mengetahui
pengambilan dari ahli kitab -- berkata sesuatu yang tidak ada medan untuk
berijtihad dan tidak ada kaitannya dengan penjelasan bahasa atau syarah
lafal Hadis yang Gharîb. Misalnya pemberitaan tentang hal-hal yang telah
lewat seperti ciptaan makhluk awal atau pemberitaan perihal yang akan
datang seperti peperanagan, fitnah dan keadaan hari kiamat.

Hadis Marfû‘ Hukmi adalah Hadis mawqûf dalam bentuk dan lafalnya,
tetapi diketahui oleh seorang peneliti bahwa ia semakna Hadis marfû‘. Ia
tergolong mawqûf lafalnya tetapi marfû‘ hukumnya. Umpamanya ;
perkataan seorang sahabat suatu perkataan yang tidak mungkin berijtihad,
tidak ada keterangan bahasa dan tidak ada penjelasan makna lafal gharib,
seperti pemberitaan tentang hal masa lalu, misalnya tentang ciptaan makhluk
atau masa yang akan datang seperti berita tentang berbagai fitnah atau
peristiwa besuk hari kiamat.

3. Hadis Mawqûf
Mawqûf dari segi bahasa berasal dari kata ‫موقوؼ‬
‫ه‬ ‫ف ًيق ي‬
‫ف كقٍفان فهو‬ ‫ىكقى ى‬ =
terhenti. Menurut pengertian istilah ialah :

‫الصحابً ِّي ىسواءه كا ىف قىػ ٍوتن أك فعالن كسواءه‬


َّ ‫الى‬
‫ضاؼ ى‬‫الحديث ال يٍم ي‬
‫ي‬ ‫ىو‬
‫ى‬
ً
‫طع‬ ‫اتَّ ى‬
‫صل سن يدهي إليو أـ انٍػ ىق ى‬
Adalah Hadis yang disandarkan kepada sahabat baik berupa perkataan atau
perbuatan baik bersambung sanadnya maupun terputus.
Dari definisi di atas dapat disimpulkan, bahwa Hadis Mawqûf adalah
sesuatu yang disandarkan kepada seorang sahabat atau segolongan sahabat,
baik berupa perkataan atau perbuatan baik bersambung sanadnya maupun
terputus. Jadi sandaran Hadis ini hanya sampai kepada sahabat tidak sampai
kepada Nabi saw. Hadis Mawqûf disebut juga Atsar menurut sebagian ulama.
Hadis Mawqûf adakalanya berbentuk perkataan (qawli) dan adakalanya
perbuatan (fi‟li).
Contoh Hadis marfû‟ qawli, seperti kata periwayat Ali berkata :

‫ أتي ًري يدكف أف يي ٍك ى‬,‫َّاس بً ىما يىػ ٍع ًرفيوف‬


‫ذب اهللي كرسوليو ؟ (ركاه‬ ‫ىح ِّدثيوا الن ى‬
)‫البخارم‬
97

Berbicarlah kepada manusia sesuai dengan apa yang diketahui mereka,


Apakah engkau menghendaki mereka mendustakan kepada Allah dan Rasul-Nya
?. (HR. al-Bukhari)
Hadis di atas disandarkan kepada Ali, bahwa Ali berkata demikian.
Sedang contoh marfû‟ fi‟li adalah seperti Ibnu Umar melaksanakan shalat witir
di atas kendaraan dalam suatu bepergian.
Contoh mawquf dan marfû‟ hukmi dalam Sunan al-Turmudzi 4/172 :

‫اس ًط ُّي‬ ً ‫ث ح َّدثىػنىا مح َّم يد بن ي ًزي ىد الٍو‬


‫ى‬ ‫ي ى ٍي ى‬
‫و‬
‫س ٍي ين بٍ ين يح ىريٍ ى‬‫ٍح ى‬ ‫ىح َّدثىػنىا أىبيو ىع َّما ور ال ي‬
‫صلَّى‬ ُّ ‫يل بٍ ًن يم ٍسلً وم ال ىٍم ِّك ِّي ىع ٍن أىبًي‬
‫الزبىػ ٍي ًر ىع ٍن ىجابً ور ىع ٍن النَّبً ِّي ى‬
ً ً
‫ىع ٍن إ ٍس ىمع ى‬
‫ث ىحتَّى يى ٍستى ًه َّل‬ ‫ور ي‬
‫ث ىكىت يي ى‬‫صلَّى ىعلىٍي ًو ىكىت يى ًر ي‬
‫اؿ الطٍِّف يل ىت يي ى‬ ‫اللَّوي ىعلىٍي ًو ىك ىسلَّ ىم قى ى‬
Memberitakan kepada kami Abu „Ammar al-Husayn bin Hurayts,
memberitakan kepada kami Muhammad bin Yazid al-Wâsithiy dari Ismail bin
Muslim al-Makkiy dari Abi Zubayr dari Jabir dari Nabi saw bersabda :
“Seorang bayi (yang meninggal dunia)tidak dishalati, tidak mewarisi dan tidak
diwarisi sehingga bersuara”. (HR. al-Turmudzi)
‫ض يه ٍم ىع ٍن‬ ‫َّاس فً ًيو فىػ ىرىكاهي بىػ ٍع ي‬ ‫يسى ىى ىذا ىح ًد ه‬ ً
‫ب الن ي‬ ‫ضطىىر ى‬ ٍ ‫يث قى ٍد ا‬ ‫اؿ أىبيو ع ى‬ ‫قى ى‬
‫ث‬‫وعا ىكىرىكل أى ٍش ىع ي‬ ‫صلَّى اللَّوي ىعلىٍي ًو ىك ىسلَّ ىم ىم ٍرفي ن‬ ‫الزبىػ ٍي ًر ىع ٍن ىجابً ور ىع ٍن النَّبً ِّي ى‬ُّ ‫أىبًي‬
‫الزبىػ ٍي ًر ىع ٍن ىجابً ور ىم ٍوقيوفنا ىكىرىكل يم ىح َّم يد بٍ ين‬ ُّ ‫اح ود ىع ٍن أىبًي‬ ً ‫بن س َّوا ور كغىيػر ك‬
‫ٍي ى ى ٍي ى‬
‫ىص ُّح ًم ٍن‬ ‫ىف ىى ىذا أ ى‬ َّ ‫اح ىع ٍن ىجابً ور ىم ٍوقيوفنا ىكىكأ‬ ‫إً ٍس ىح ىق ىع ٍن ىعطى ًاء بٍ ًن أىبًي ىربى و‬
‫صلَّى ىعلىى‬ ً
‫ب بىػ ٍع ي أ ٍىى ًل الٍعل ًٍم إًلىى ىى ىذا قىاليوا ىت يي ى‬ ً ً ‫ال‬
‫ٍحديث ال ىٍم ٍرفيو ًع ىكقى ٍد ىذ ىى ى‬ ‫ى‬
‫الشافً ًع ِّي‬
َّ ‫م ىك‬ ِّ ‫الطٍِّف ًل ىحتَّى يى ٍستى ًه َّل ىك يى ىو قىػ ٍو يؿ يس ٍفيىا ىف الثػ ٍَّوًر‬
Abu Isa berkata, bahwa Hadis di atas mudhtharib di kalangan ulama.
Sebagian meriwayatkan dari Abi Zubair dari Jabir dari Nabi saw secara
marfû‟. Asy‘ats bin Sawwâr dan yang lain meriwayatkan dari Abi Zubair dari
Jabir secara mawqûf, seolah ini lebih shahih dari pada marfû‟ dan sebagain
ahli ilmu berpendapat khabar di atas perkataan Sufyan al-Tsawri dan al-
Syafi‘i.
Sebagian ulama memasukkan Hadis Mawqûf ke dalam golongan Hadis
dha‘if. Menurut kami, Hadis Mawqûf sama dengan Hadis Marfû‟ yakni ada
yang shahih, ada yang Hasan, dan Dha‘if. Walaupun Mawqûf shahih pada
mulanya tidak dapat dijadikan hujah, karena ia hanya perkataan atau
perbuatan sahabat semata. Tetapi jika diperkuat oleh sebagian Hadis sekalipun
dha‘if ia dapat dijadikan hujah –sebagaimana Hadis Mursal—karena secara
98

substansial perbuatan sahabat adalah pengamalan Sunah. Demikian juga


terkecuali apabila Hadis Mawqûf dihukumi Marfû‟ yang disebut dengan
Marfû` Hukmi. Maksudnya, dilihat dari lafazhnya Mawqûf, tetapi dilihat dari
maknanya adalah Marfû
Jadi hukum Hadis Mawqûf, menurut sebagian ulama tergolong Hadis
dha‘if. Menurut sebagian ulama, Hadis Mawqûf sama dengan Hadis Marfû‟
yakni ada yang shahih, ada yang Hasan, dan Dha‟if. Jika Hadis mawquf
shahih diperkuat dengan Hadis ini sekalipun dha‘if dapat dijadikan hujah –
sebagaimana Hadis Mursal—karena secara substansial perbuatan sahabat

adalah pengamalan Sunah. Atau diperkuat dengan ucapan ‫يىرفىػعيو‬ = Ia

marfû‟kan Hadis kepada Nabi, atau perkataan seorang sahabat ; ‫أ ًيم ٍرناى بً ىكذا‬
= Kami diperintah begini, atau ‫نيًه ٍيناى عن كذا‬ = Kami dilarang dari begini,

atau ‫السنى ًة كذا‬


ُّ ‫من‬
‫ًُ ى‬ = Di antara Sunah begini.
Dr. Mahmud al-Thahan menjelaskan tentang Hadis mawqûf dihukmi
marfû‘ atau disebut marfû‘ Hukmi dalam Taysir Mushthalah al-Hadîts 1/70
sebagai berikut :
‫فيو كصالة على رضي‬ ً ‫تهاد‬
ً ‫مجاؿ ًؿ ٍُ ًتج‬‫الصحابً ُّي ماتى ى‬ َّ ‫يفعل‬
ٍ ‫أك ي‬
‫وع ٍي ًن أك يي ٍخبًر‬ ً ‫و‬ ً ‫اهلل عنو صال ىة ال يك‬
‫أكثر م ٍن يريك ى‬ ‫س ٍوؼ في يك ِّل ركعة ى‬ ‫ي‬
‫الصحابً ُّي أنَّػ يه ٍم كانوا يقولي ٍو ىف أك يىػ ٍفعلي ٍو ىف كذا أك ت يىػ ىرٍك ىف بأسان بً ىكذا فىًا ٍف‬
ً ‫ فالصحيح أنوي مرفوعه‬،‫أضافوي إلى ىزىم ًن النبي صلي اهلل عليو كسلم‬
‫كقوؿ‬ ‫ي‬
‫ كاف لم‬.‫عهد رسوؿ اهلل صلي اهلل عليو كسلم‬ ً ‫ " يكنَّا نىػع ًز يؿ علي‬:‫جاب ور‬
ٍ ‫ى‬
‫ " كنَّا إذاى‬:‫كقوؿ جاب ور‬ ً ،‫موقوؼ عن ىد الجمهوًر‬ ‫فهو‬ ً ً
‫ه‬ ‫ييض ٍفوي إلى ىزىمنو ى‬
" ‫ كإذا نىػ ىزلٍنىا سبَّ ٍحناى‬،‫ص ًع ٍدنىا كبَّػ ٍرنىا‬
‫ى‬
Atau seorang sahabat melakukan suatu perbuatan yang tidak pada
tempat ijtihad seperti Ali ra melakukan salat gerhana (kusûf) setiap rakaat
lebih dari dua ruku‘. Atau seorang sahabat memberitakan bahwa para
sahabat berkata begini atau melakukan begini atau tidak melihat bahaya
melakukan begini. Jika pemberitaan sahabat tersebut disandarkan pada
zaman Nabi menurut pendapat yang shahih dihukumi marfû‘ seperti kata
Jabir ra : ―Kami pernah ‗azal (menumpahkan air sepirma di luar vagina istri
pada saat bergaul) pada masa Rasulillah‖. Jika pemberitaan seorang sahabat
tersebut tidak disandarkan pada masa Rasulillah menurut jumhur ulama
99

dihukumi mawqûf, seperti kata Jabir ― Kami ketika naik (dalam suatu
perjalanan) membaca takbir dan ketika turun membaca tasbih‖.

ُّ ‫ " أ ًيم ٍرنا بً ىكذا أك نيًه ٍيناى عن كذا أك ًمن‬: ‫الصحابي‬


‫الس ًنة‬ ُّ ‫يقوؿ‬
‫أك ي‬
‫ كييػ ٍوتًىر‬، ‫فع اثذا ىف‬ ‫ " أ ًيم ىر ه‬: ‫الصحابة‬
‫بالؿ أف يى ٍش ى‬
ً ً ‫قوؿ بع‬ ً ‫كذا " مثل‬
‫ي‬
" ‫ كلى ٍم ييػ ٍع ىزـ علينىا‬، ‫كقوؿ ِّأـ ىع ًطيَّةى " نيًه ٍيػنىا ع ًن اتِّباى ًع الجنائ ًز‬
ً " ‫اإلقامةى‬
‫ب‬ ً َّ‫ج البً ٍك ىر على الثَّػي‬
‫تزك ى‬ ُّ ‫ " ًم ىن‬: ‫أنس‬
َّ ‫السنَّ ًة إذا‬ ‫كقوؿ أبًي قالبةى عن و‬ ً ‫ك‬
" ‫عندىا سبعةن‬
‫أقاـ ى‬ ‫ى‬
ًُ Atau seorang sahabat berkata : “Kami diperintah begini atau
dilarang begini atau di termasuk sunah begini”. Misalnya kata sebagian
sahabat : “Bilal diperintah menggenapi adzan dan mengganjilkan iqamat”.
Contoh lain seperti perkataan Umi „Athîyah : “Kami dilarang mengantar
janazah dan tidak diharuskna kepada kita”. Seperti juga kata Abi Qilâbah
:”Di antara Sunah jika seseorang menikahi seorang gadis atas janda,
tinggal bersamanya 7 hari”.
Ungkapan seorang sahabat yang disandarkan pada masa Rasulillah
atau ada indikasi disandarkan kepada beliau dihukumi marfû‘ Hukmi atau
marfû‘ secara hukum.

4. Hadis Maqthû`
Dari segi bahasa kata Maqthû` berasal dari akar kata ‫قطىع يقطى يع قىطٍعا‬
‫قاى ًط هع كمقطو ه‬
‫ع‬ berarti terputus lawan dari Mawshûl berarti bersambung.
Maksud kata terputus di sini tidak sampai kepada sahabat atau tidak sampai
kepada Nabi saw ia hanya sampai kepada tabi‘in saja. Menurut istilah Hadis
Maqthû` adalah sebagai berikut :

ِّ ً‫ضاؼ الى التاب‬


‫عي قوتن أك فعالن سواءه كا ىف‬ ‫الحديث ال يٍم ي‬
‫ي‬ ‫المقطوعي يى ىو‬
ً
‫اإلسناد ٍأـ تى‬ ً ‫مت‬
‫َّص ىل‬
Maqthu‟ adalah Hadis yang disandarkan kepada tabi‟i baik berupa
perkataan atau perbuatan baik bersambung sanadanya atau tidak.
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa Hadis Maqthû` Hadis
yang disandarkan kepada seorang tab‘in baik berupa perkataan atau
perbuatan. Hadis Maqthû` berbeda dengan Munqathi‟. Maqthu‟ matannya
yang terputus sedang munqathi‘ sanad yang terputus.
Contoh Hadis Maqthû` qawli (dalam bentuk perkataan) seperti kata al-
Hasan al-Bashriy tentang orang yang shalat di belakang ahli bid`ah :
100

‫ص ِّل كعلىٍي ًو بً ٍد ىعتيو‬


‫ى‬
Shalatlah dan tanggung jawab bid`ahnya atasnya. (HR. al-Bukhari).
Hadis Maqthû` tidak dapat dijadikan hujah dalam hukum syara‘
sekalipun shahih, karena ia bukan datang dari Nabi. Dia hanya perkataan
atau perbuatan sebagian umat Islam. Tetapi jika di sana ada bukti-bukti
kuat yang menunjukkan kemarfu`annya, dapat dihukumi marfû` mursal.
Misalnya perkataan sebagian periwayat ketika menyebut tabi‘i ia katakan
: ‫يىػ ٍرفىػعيوي‬ = ia marfû`kannya. Perkataan tabi`i terkadang dapat dipandang
sebagai perkataan sahabat, apabila perkataan tersebut tidak dapat
diperoleh melalui ijtihad, sebagaimana perkataan sahabat yang dipandang
tidak dapat diijtihadkan juga dipandang sebagai perkataan Nabi sendiri.
Dalam al-Mu‟jam al-Awsath karya al-Thabaraniy 8/350 :

‫عن أب ًي ٍُ ًق‬ ‫و‬ ً َّ


ٍ ‫أسلى ىم‬ ٍ ‫داـ نا خال هد ثنا عب يد الرحم ًن بٍ ين زيد ب ًن‬ ‫حدثنىا م ٍق ي‬
‫أف رسوؿ اهلل صلى اهلل‬ َّ ‫درم‬
ِّ ‫سعيد الٍ يخ‬‫عطاء ب ًن يسا ور عن ابًي و‬ ً ‫عن‬
ٍ ‫ى‬ ٍ ٍ
‫ح كلم ييػ ٍوتًٍر يىػغٍلًبيو النَّػ ٍو يـ ى‬
‫قاؿ‬ َّ ‫عليو ك سلم يسئً ىل فىًق ٍي ىل لوي‬
ً ٍ ‫إف أح ىدناى يي‬
‫صب ي‬
ً
َّ‫أسلم إت‬
‫الحديث موصوتن عن زيد بٍ ًن ى‬ ‫ى‬ ‫أصبى ىح لم يىػ ٍر ًك ىذا‬ ٍ ‫ف ٍلييػ ٍوتًٍر إذاى‬
‫سار‬ ‫ي‬ ‫ن‬ً ‫ب‬ ً ‫اٍبنو عب يد الرحم ًن كركاه جماعةه مقطوعا عن‬
‫عطاء‬
‫ى‬ ‫ى‬ ٍ ‫ن‬ ‫ي‬ ‫يي‬
Hadis yang diriwayatkan dari Abi Sa‘id al-Khudriy bahwa
Rasulillah saw ketika ditanya tentang salah seorang di antara kita pagi-
pagi belum witir karena ketiduran. Beliau bersabda : ―Hendaklah ia
shalat witir ketika pagi itu‖. Hadis ini tidak diriwaya\tkan secara
mawshûl dari zayd bin Aslam melainkan oleh anaknya. Segolongan lai
meriwayatkan secara maqthû‘ dari Atha bin Yasâr.
Untuk memperejelas keterangan di atas berikut ini dipaparkan petanya
sebagai berikuit :
‫‪101‬‬

‫‪HADIS BERDASARKAN‬‬
‫‪PADA TEMPAT‬‬
‫‪PENYANDARANNYA‬‬

‫القدسي‬
‫هللا‬
‫المرفوع‬ ‫محمد‬
‫الموقوؼ‬ ‫الصحابة‬
‫المقطوع‬ ‫التابعين‬

‫المخرج‬
102

Rangkuman

Hadis dilihat dari segi penyandaran pemberitaan ada 4 macam, yaitu ;


Hadis Qudsiy, Hadis Marfû‘, Hadis Mawqûf dan Hadis Maqthû‘. Hadis Qudsiy
tempat penyandarannya kepada Allah selain al-Qur‘an. Hadis Marfû‘ tempat
sandarannya kepada Nabi Muhammad saw. Hadis Mawqûf sandarannya
kepada sahabat dan Hadis Maqthû‘ sandarannya kepada tabi‘i.
Hadis Qudsiy misalnya dari Nabi saw, bahwa Allah berfirman :....Hdis
Marfû‘, misalnmya Nabi saw bersabda begini:....Hadis Mawqûf, misalnya Ibnu
Abbas berkata begini ... Hadis Maqthû‘ misalnya Malik ra berkata begini : ....

GLOSARIUM
Hadis Qudsi : Hadis yang diisandarkan oleh Nabi saw kepada Tuhan selain al-
Qur‘an. Secara bahasa berarti suci
Marfû‘ : Hadis yang disandarkan kepada Rasulillah saw baik berupa
perkataan, perbuatan atau persetujuan.
Maqthu‘ : Hadis yang disandarkan kepada tabi‘i baik berupa perkataan atau
perbuatan baik bersambung sanadanya atau tidak.
Mawqûf : Hadis yang disandarkan kepada sahabat baik berupa perkataan atau
perbuatan baik bersambung sanadnya maupun terputus.

Qath`iy al-wurûd : pasti atau mutlak kebenarannya seperti Hadis mutawatir


Zhanniy al-wurûd: relatif kebenarannya, seperti Hadis âhâd
103

BAB VI
MACAM-MACAM HADIS
BERDASARKAN SIFAT SANAD

Kompetensi Dasar :
Menjelaskan pengertian dan contoh Hadis muttashil, musnad, mu‟an‟an,
musalsal, „âliy dan nâzil
Indikator :
Siswa mampu
1. Menjelaskan pengertian Hadis Muttashil dan contohnya
2. Menjelaskan pengertian Hadis Musnad dan contohnya
3. Menjelaskan pengertian Hadis Mu‟an‟an dan contohnya
4. Menjelaskan pengertian Hadis Musalsal dan contohnya
5. Menjelaskan pengertian Hadis ‟Âliy dan contohnya
6. Menjelaskan pengertian Hadis Nâzil dan contohnya

Macam-macam Hadis bergantung pada aspek tinjauannya. Pembagian Hadis


di sini didasarkan pada sifat sanad. Ada beberapa sifat sanad dalam periwayatan
Hadis, di antaranya ada tiga macam, yaitu sebagai berikut ;
1. Sifat persambungan sanad
2. Sifat cara penyampaian Hadis
3. Sifat banyak (panjang) atau sedikitnya sanad (pendek)
Hadis dilihat dari sifat persambungan sanad ada dua yaitu Muttashil dan
Musnad. Hadis dilihat dari sifat sanad cara penyampaian Hadis ada tiga yaitu ;
Mu‘an‘an, Muannan dan Musalsal. Hadis dilihat panjang pendeknya sanad terbagi
dua yaitu ; Âliy dan Nâzil. Dalam bab ini akan dibahas ketiga sifat sanad tersebut.
Demikian juga dalam bab ini hanya akan dipaparkan periwayatan sanad
menggunakan mu‘an‘an dan muannan, selain itu sudah dibahas dalam bab
tahammul wa ada‟ al-Hadîts.

A. Hadis Muttashil
ً َّ‫صل اًتِّصاتن فهو مت‬
‫صل‬ ً َّ‫اتَّصل ي‬
Dari segi bahasa Muttashil dari kata ‫ى‬ ‫ى‬ yang
memiliki makna yang bersambung. Sebagian ulama menyebutnya Hadis
Mawshûl. Dalam istilah Hadis Muttashil adalah :

ً ‫كل را وك ًمن رك‬


‫اتو‬ ً ‫الحديث الَّذم اتَّصل سن يده‬
‫ماع ِّ ى ٍ يى‬ ً ‫بس‬ ‫ى‬ ‫ي‬ ‫صل يى ىو‬
‫الٍ يمتَّ ي‬
‫ًم َّم ٍن فوقىوي الى يم ٍن ىتهاهي سواءه كا ىف انٍتًهائيو لوي صلى اهلل عليو كسلم أك اًلىى‬
‫الص ىحابً ِّي‬
َّ
104

Hadis Muttashil adalah Hadis yang bersambung sanadnya dengan mendengar


masing-masing perawi dari para perawi di atasnya sampai akhir sanad, baik
sampai kepada Rasulillah saw atau sampai kepada seorang sahabat.
Dari definisi di atas jelas, bahwa Hadis Muttashil adalah Hadis yang
bersambung sanadnya sampai kepada Rasulillah saw (Muttashil Marfû‟ ) atau
pada sahabat (Muttashil Mawquf). Hadis muttashil baru menunjuk salah satu
persyaratan shahih yaitu ittishal al-sanad (persambungan sanad) belum
menunjukkan keshahihan suatu Hadis, karena masih ada 4 syarat keshahihan
Hadis yang belum dipenuhi yaitu keadilan para perawi dan kedhabitannya, tidak
adanya syadz dan illat. Hadis muttashil adakalanya shahih dan ada kalanya tidak,
bergantung pada beberapa kriteria shahih yang harus dipenuhi.
Contoh Hadis Muttashil Marfû` seperti periwayatan Malik dari Ibn Syihâb
dari Sâlim bin `Abdillih dari ayahnya dari Rasulillah saw berkata : demikian…
dan seterusnya.
Contoh Muttashil marfû‟ dalam Shahîh Ibn Hibbân 8/178-179 :

‫ حدثنا‬،‫ىم ٍه ًدم‬
‫ حدثنا ي‬،‫ ىح َّدثنىا أبو ىخ ٍيثىمةى‬،‫أخبرنىا أبىػ يو يىػ ٍعلىى‬
‫بن‬ ‫ى‬
‫ عن‬،‫ب ًن ش ًريٍ وط‬
‫ عن نىبًٍي وط‬،‫ٍج ٍع ًد‬ ‫ عن و‬،‫ ىع ٍن منصوور‬،‫يش ٍعبىة‬
‫سالم ب ًن أبي ال ى‬
‫ "ت‬:‫اهلل ب ًن عم ورك عن النبي صلى اهلل عليو كسلم قاؿ‬ ً ‫جابا ىف عن‬
ً ‫عبد‬
‫ى‬
"‫عاؽ كت منَّا هف كت يم ٍد ًم ين ىخم ور‬
‫يد يخل الٍجنَّةى و‬
‫ي‬
Hadis di atas muttashil dan marfu‟ disandarkan kepada Rasulillah saw
diriwayatkan oleh Ibnu Hibban dari Abu Ya‘la dari Abu Khaytsamah dari Ibn
Mahdiy dari Syu‘bah dari Manshur dari Salim bin Abi al-Ja‘diy dari Nabîth bin
Syarîth dari Jâbân dari Abdillah bin Amr dari Nabi saw bersabda : “Tidak masuk
surga pendurhaka kepada orang tua, pencaci maki dan pelanggan minum
khamr”.

ً ‫ اختلىف يشعبةي كالثػَّوًرم في‬:‫حاتم‬


‫ ى‬،‫إسناد ىىذا الخب ًر‬
‫فقاؿ‬ ‫أبو و‬
ٍ ‫قاؿ ي‬
‫ى‬
‫الثورم كا ىف‬
َّ َّ ‫اف ىحافًظاى ًف إت‬
‫أف‬ ً ‫كىما ثًىقتى‬
‫سالم عن جابا ىف ي ى‬ ‫ عن و‬:‫الثورم‬
‫حديث‬
‫ي‬ ‫ كت سيَّ ىما‬،‫ظ لهاى ًم ٍنو‬
‫ كأح ىف ى‬،‫بلده ًم ٍن يشعبةى‬
ً ‫أىل‬ ً
ً ‫بحديث‬ ‫أعلم‬
‫ى‬
،‫َّصل عن سالم عن جاباف‬ ‫فالخبر مت ه‬
‫ي‬ ‫مش كأب ًي إسحا ىؽ كمنصوور‬ ً ‫اٍأل ٍع‬
.‫قاؿ يسفياف‬‫كما ى‬ ‫يخرل ى‬ ‫ كأ ى‬،‫م كما قاؿ يش ٍعبةى‬‫فم َّرةن ير ًك ى‬
‫ى‬
Berbeda pendapat antara Syu‘bah dan al-Tsawriy dalam isnad khabar di
atas. Menurut al-Tsawriy, isnadnya dari Salim dari Jâbân keduanya orang tsiqah,
105

di samping al-Tsawriy lebih mengetahui Hadis penduduk negerinya dan lebih


hafizh dari pada Syu‘bah, terutama Hadis al-A‘masy, Abi Ishak dan Manshûr.
Khabar di atas muttashil dari Salim dari Jâbân dan sesekali diriwayatkan
sebagaimana kata Syu‘bah dan yang lain sebagaimana kata Sufyan.
Contoh muttashil mawquf diriwayatkan oleh al-Bayhaqi dalam Syu‟ab al-
Imân 7/261 :

‫بن‬ ‫محمد ب ًن علي ال يٍم ٍق ًرم نا‬‫و‬ ُّ ‫ك أخبىرنا أبيو الحس ًن‬
‫الحسن ي‬
‫ي‬ ‫بن‬
‫علي ي‬
‫بن أبي بك ور نا‬ ً ‫يوسف بن يعقوب الٍ ىق‬ ‫و‬
‫محمد ب ًن إسحا ىؽ نا‬
‫محم يد ي‬
َّ ‫اضي نا‬ ‫ى‬ ‫ي ي‬
ً ‫محم يد بن‬
‫عبد الرحمن الطَّفا ًكم نا‬
‫مجاىد عن اب ًن عي ى‬
‫مر‬ ‫األعمش عن يُ ى‬ ‫ي‬ ‫َّ ي‬
‫ت فال تنتظ ًر المساءى ك إذا‬ ‫أصبى ٍح ى‬ٍ ‫ إذا‬: ‫يقوؿ‬ ‫عمر ي‬ ‫ابن ى‬ ‫ ك كاف ي‬: ‫قاؿ‬
‫ك‬‫ضك ك يخ ٍذ من ىحياتً ى‬ ً ‫ص َّحتًك لًمر‬ ً ‫ت فال تنتظ ًر الصباح ك يخ ٍذ ًمن‬ ‫س ٍي ى‬
‫ىى‬ ٍ ‫ى‬ ‫أ ٍىم ى‬
‫ك‬‫لموتً ى‬
Khabar ini muttashil mawqûf, artinya muttashil disandarkan kepada seorang
sahabat Ibnu Umar. Khabar diriwayatkan oleh al-Bayhaqiy dari Abu al-Hasan
Alîy bin Muhammad bin Ali al-Muqriy dari al-Hasan bin Muhammad bin Ishak
dari Yusuf bin Ya‘qub….. dari Ibnu Umar berkata : “Jika engkau pada waktu
pagi janganlah menunggu waktu sore dan jika engkau berada pada waktu sore
janganlah menunggu waktu pagi, ambillah dari sehatmu untuk sakitmu dan
ambillah hidupmu untuk matimu”.

B. Hadis Musnad

Dari segi bahasa kata Musnad berasal dari kata ‫أسنى ىد يي ًسن يد إسنادان فهو يم ٍسنى هد‬
dengan makna ‫ب‬
‫سى‬‫اؼ أك نى ى‬
‫أض ى‬
‫ى‬ = menyandarkan, menggabungkan, atau
menisbatkan . Menurut istilah Hadis Musnad adalah :

‫بإسنادهً ًم ٍن ىرا ًكيو الى أف يىػ ٍنتى ًه ىي الى‬


ً ً َّ‫ديث الٍمت‬
‫صل‬ ‫المسن يد ىو الٍ ىح ي ي‬
‫النبي صلى اهلل عليو كسلم‬
ِّ
Hadis Musnad adalah Hadis yang bersambung sanadnya sampai dengan
akhir sanad kepada Nabi saw.
Dengan definisi di atas jelas, bahwa Hadis Musnad adalah Hadis yang
bersambung sanad-nya dari awal sampai akhir, tetapi sandarannya hanya kepada
Nabi. Perbedaannya terletak pada sandarannya, jika Muttashil sandarannya bisa
106

kepada Nabi saw dan bisa kepada seorang sahabat, sedang Musnad sandarannya
hanya kepada Nabi saw (Marfû`). Misalnya Hadis periwayatan al-Bukhari, dia
berkata : memberitakan kepada kami `Abdullah bin Yûsuf dari Malik dari Abi al-
Zanâd dari al-A`raj dari Abi Hurairah berkata : Sesungguhnya Rasulillah saw
bersabda :

‫سبعا‬ ً ً ‫إذا ش ًرب الكلب في‬


ً ‫إناء أ‬
‫ىحد يك ٍم ف ٍليىػغٍس ٍلوي ن‬
‫ى‬ ‫ي‬ ‫ى‬
Jika anjing minum pada bejana salah satu di antara kamu, maka cucilah
sebanyak tujuh kali. (HR. al-Bukhari)
Hadis di atas bersambung sanadnya dari awal sampai akhir dan marfû`
kepada Nabi saw maka dinamakan Hadis Musnad. Kesimpulannya, Hadis
Muttashil kadangkala Marfû` dan kadangkala mawqûf. Hadis Marfu` kadangkala
Muttashil dan kadang-kadang tidak Muttashil. Sedangkan Hadis Musnad adalah
muttashil dan Marfû`.
C. Hadis Mu`an`an

Dari segi bahasa Mu`an`an isim maf`ûl dari kata ‫ىع ٍنػ ىع ىن يػي ىع ٍن ًعن يم ىع ٍنػ ىعننا فهو‬
‫معنعن‬
‫ه‬ berarti dari kata `an = dari dan `an = dari. Menurut istilah Hadis
Mu`an`an adalah :

‫يث أك‬ ‫بلفظ ( عن ) ًمن غي ًر ب و‬


ً ‫ياف لًلتَّ ٍح ًد‬ ً ‫الحديث الَّذم ر ًكم‬
‫ي‬ ‫ىو‬
‫ى‬ ٍ ‫ي ى‬ ‫ى‬
‫ماع‬ َّ ‫اإل ٍخبىا ًر أك‬
ً ‫الس‬
Adalah Hadis yang diriwayatkan dengan menggunakan lafal ‫عن‬ ( `an) =
dari dengan tidak menggunakan kata tahdîts ( Haddatsanâ/nî = memberitakan
kepada kami/ku) atau kata Ikhbâr ( Akhbaranî/nâ = mengkhabarkan kepada
kami/ku) atau kata Samâ‟ ( Sami`tu =Aku mendengar).
Contohnya,

‫يسامةى عن بى ًريٍ ود عن أبًي‬ َّ ‫قاؿ‬


‫حدثناى أبو أ ى‬ ‫ح َّدثنىا أبو بك ور ب ًن أبً ٍي ىش ٍيبىةى ى‬
‫ثل ىما‬ َّ : ‫قاؿ‬
‫إف ىم ى‬ ‫النبي صلى اهلل عليو كسلم ى‬ ِّ ‫بيػ ٍر ىد ىة ىع ٍن أبي يم ٍو ىسى عن‬
)‫(أخرجو مسلم‬،...‫ث‬ ‫كجل ًمن ال يٍه ىدل كال ًٍعل ًٍم كمثى ًل غىٍي و‬ َّ ‫بىػ ىعثنً ىي اهللي ًبو‬
‫ى‬ ‫ى‬ ‫عز َّ ى‬
Periwayatan yang digaris bawahi di atas menggunakan kata ‫ىع ٍن‬ (`an) =
dari tidak seperti penyebutan kalimat sebelumnya yang menggunakan kata
Haddatsanâ= memberitakan kepada kami.., maka tergolong Hadis Mu`an`an.
107

Para ulama berbeda pendapat tentang Hadis Mu‘an‘an. Di antara mereka


berpendapat bahwa Hadis ini tergolong Munqathi` (terputus sanadnya) atau
Mursal berarti dihukumi dha`if tidak dapat diamalkan sehingga ada penjelasan
atas ke-muttashil-annya. Dan di antara mereka yakni dari ulama Fikih dan Ushûl
menerima Hadis ini dan dihukumi muttashil dengan dua syarat:

a. Periwayat yang menggunakan ‫`( ىع ٍن‬an) = dari (Mu`an`in) tidak mudallis


(tidak menyembunyikan cacat).24
b. Periwayat yang menggunakan `an = dari (Mu`an`in) bertemu atau ada
kemungkinan bertemu dengan yang menyampaikan kepadanya.
Di samping Hadis Mu‘an‘an dilihat dari segi sifat cara penyempaiannya
ada juga Hadis Muannan. Menurut bahasa kata Muannan berasal dari kata ‫أنٌ ىن‬
‫يم ىؤنِّ هن‬ ‫ يػي ىؤنِّ ين يم ىؤنٌنان فهو‬yang berarti menggunakan kata ْ‫ أ‬dan ْ‫ = أ‬bahwasannya
atau sesungguhnya. Menurut istilah Hadis Muannan adalah :

َّ ‫م بًل ٍف ًظ أ‬
‫ىف‬ ‫فهو ىما ير ًك ى‬
‫ى‬
Yaitu Hadis yang diriwayatklan dengan menggunalan lafal Anna (ْ‫= )أ‬
bahwasannya.
Contohnya seperti periwayatan :

‫قاؿ كذاى‬
‫ب ى‬ ‫سيَّ ى‬ ‫مالك ع ًن ابٍ ًن ًشهاى و‬
ً َّ ‫ب أ‬ َّ
‫بن الٍ يم ى‬
‫ىف سعي ىد ى‬ ‫ث ه‬ ‫حد ى‬
Memberitakan Malik dari Ibn Syihâb bahwasannya Sa`îd bin al-Musayyab
berkata begini…,
Hukum Hadis Muannan seperti Hadis Mu‟an‟an di atas.
D. Hadis Musalsal

‫سلةن‬ ً
Dari segi bahasa Musalsal berasal dari kata ‫س ىل يي ىس ٍلس يل ىس ٍل ى‬
‫س ٍل ى‬
‫س ٍل ىسل‬
‫كم ى‬
‫ ي‬yang berarti berantai-rantai atau berturut-turut. Hadis dinamakan
Musalsal karena ada kesamaan dengan rantai (silsilah) dalam segi pertemuan
masing-masing periwayat. Dalam istilah Hadis Musalsal adalah :
ً ‫نادهً كاح ندا فى‬
‫واح ندا أك علىى حاى ولة‬ ً ‫رجاؿ إس‬ ً َّ ‫ي‬
ٍ ‫وار ىد ي‬
‫الحديث الذم تى ى‬ ‫ىو‬
‫صفة كاحدةو‬
‫كاحدةو أك و‬

24
M. `Ajâj al-Khathîb, al-Mukhtashar…, h. 164 dan al-Thahân, Taysîr…, h. 72
108

Adalah Hadis yang yang para periwayat dalam sanad saling mengikuti
satu persatu dalam satu bentuk keadaan atau dalam satu sifat.
Dengan demikian Hadis Musalsal adalah Hadis yang secara berturut-turut
sanad-nya sama dalam satu sifat atau dalam satu keadaan. Berpijak pada
definisi ini Muslasal dapat terjadi pada keadaan atau sifat para periwayat
atau periwayat. (Musalsal bi ahwâl al-ruwât atau bi shifât al-Ruwâh ).
Musalsal juga dapat teradi pada perkataan (qawli), perbuatan (fi`li), atau
keduanya sekaligus. Contoh Musalsal qawli dan fi‘li sekaligus :

‫رسوؿ اهلل صلى‬ ‫ قىاؿ ي‬: ‫قاؿ‬ ‫ك رضي اهلل عنو ى‬ ‫ىنس بن مالً و‬ً ‫حديث أ‬ ً
‫حتى ييػ ٍؤًم ىن بًالٍق ىد ًر‬ ً ‫ تى ي ًج يد العب يد حالكىة اٍ ًإلي‬: ‫اهلل عليو كسلم‬
َّ ‫ماف‬ ٍ ‫ى‬
‫على‬ ً ً‫خي ًرهً ك ىش ِّرهً حليِّوه‬
‫رسوؿ اهلل صلى اهلل عليو كسلم ى‬ ‫ي‬ ‫كم ِّره كقبى ى‬
‫ي‬ ‫ي‬ ٍ
‫ (أخرجو الحاكم‬.ً‫كم ِّره‬ ً ً ً
‫ت بًالٍق ىد ًر ىخ ٍيره ىك ىش ٌره يحليِّوه ي‬ ‫لً ٍحيىتً ًو ى‬
‫كقاؿ آم ٍن ي‬
)‫مسلسال‬
Hadis Anas bin Malik ra berkata : Rasulullah saw sarsabda : “ Seorang
hamba tidak mendapatkan manisnya iman sehingga beriman kepada
ketentuan Tuhan (qadar) baik dan buruk, manis dan pahitnya.” Rasulullah
sambil memegang jenggot dan bersabda : “ Aku beriman kepada ketentuan
Tuhan (qadar) baik dan buruk, manis dan pahitnya.” (HR. al-Hakim secara
Musalsal)
Hadis di atas Musalsal qawliy dan fi`liy, Musalsal perkatan dan
sekaligus perbuatan, yaitu perkataan : ―Aku beriman kepada ketentuan
Tuhan (qadar) baik dan buruk, manis dan pahitnya” dan perbuatan
memegang jenggot. Semua periwayat ketika menyampaikan periwayatan
juga melakukan hal itu sebagaimana Rasulillah saw.
Hukum Musalsal adakalanya Shahih, Hasan dan Dha`if tergantung
keadaan para periwayatnya. Di antara kelebihan Musalsal, adalah
menunjukkan ke-muttashil-an dalam mendengar, tidak adanya tadlîs dan
inqithâ`, dan nilai tambah ke-dhabith-an para periwayat. Hal ini dibuktikan
dengan perhatian masing-masing periwayat dalam pengulangan menyebut
keadaan atau sifat para periwayat atau periwayatan.

E. Hadis `Âliy

Dari segi bahasa kata `Âliy isim Fâ`il dari kata ‫عالى يعلي ٍو عيلي ًّوا فهو ىع و‬
‫اؿ‬
= tinggi. Ketinggian sesuatu dapat berlaku pada suatu tempat atau pada
status dan kedudukan. Kertinggian di sini barangkali disesuaikan dengan
109

tingkat derajat kualitas suatu Hadis.. Dalam istilah muhadditsîn Hadis `Âliy
adalah :

ً ‫و‬ ً ً ‫الٍعالًي ىو الَّ ًذم قلَّت ًرجاليو بًالن‬


‫ث‬
‫الحديٍ ى‬ ‫آخر يى ًر يد بً ىذ ى‬
‫لك‬ ‫ِّسبىة الىى سند ى‬
ٍ ‫ي‬ ٍ ‫ى‬
‫بً ىع ٍينًو‬
Suatu Hadis yang sedikit jumlah para periwayatnya dibandingkan dengan
sanad lain yang datang membawa Hadis tersebut.
Dari pengertian di atas jelas bahwa Hadis `Âliy adalah Hadis yang sedikit
jumlah periwayat yang ada dalam mata rantai sanad sampai kepada Rsulillah
jika dibandingkan dengan sanad lain. Misalnya sanad suatu Hadis mencapai
9 orang sementara sanad Hadis lain hanya 7 atau 5 orang tentu yang sedikit
sanad-nya yakni 5 orang disebut `Âliy dibandingkan dengan sanad yang
berjumlah 7 orang. Demikian juga sanad yang berjumlah 7 orang
dibandingkan dengan sanad yang berjumlah 9 orang. Sebaliknya sanad suatu
Hadis yang berjumlah 9 orang lebih banyak dari pada sanad yang berjumlah 7
dan 5 orang yang nantinya disebut Hadis Nâzil.
Hadis `Âliy dibagi menjadi dua macam, yaitu sebagai berikut :
a. Âliy Mutlak, yaitu Hadis yang lebih dekat para periwayatnya dalam
sanad dengan Rasulillah saw karena lebih sedikit jumlahnya
dibandingkan dengan sanad lain pada Hadis yang sama. `Âliy mutlak ini
yang paling tinggi di antara macam-macam `Âliy apabila ia memiliki
sanad yang shahih.
b. `Âliy Nisbiy atau Idhâfiy, yaitu Hadis yang dekat atau sedikit jumlah
periwayatnya dalam sanad dengan sesuatu tertentu seperti dekat dengan
seorang imam Hadis atau dekat dengan salah seorang pengarang sebuah
kitab. Atau dekat dengan seorang ahli Hadis dalam sifat-sifat keunggulan
yang tinggi misalnya dalam keadilannya, kedhabithannya, faqihnya,dan
lain-lain. Seperti Syu‘bah, Sufyan al-Tsawriy, al-Syafi‘i, al-Bukhari,
Muslim dan lain-lain,
Hadis `Âliy lebih baik karena kedekatannya dengan Nabi dalam sanad
atau kedekatannya dengan seorang imam yang secar muttashil bertemu
dengan perawi atau dengan pengarang kitab.
Contoh Hadis sanad ‗Âliy yang diriwayatkan dari Muslim sebagai
berikut 12/419 :

‫يد ىح َّدثىػنىا ىع ٍب يد ال ىٍع ًزي ًز يىػ ٍعنًي ابٍ ىن يم ىح َّم ود ىع ٍن ال ىٍع ىال ًء‬
‫ح َّدثىػنىا قيػتىػيبةي بن س ًع و‬
‫ٍى ٍ ي ى‬ ‫ى‬
‫اؿ ىت ًى ٍج ىرىة‬ ‫صلَّى اللَّوي ىعلىٍي ًو ىك ىسلَّ ىم قى ى‬ ً ‫ىف رس ى‬
‫وؿ اللَّو ى‬
ً
‫ىع ٍن أىبًيو ىع ٍن أىبًي يى ىريٍػ ىرىةأ َّ ى ي‬
‫ث‬ ‫بػ ٍع ىد ثىىال و‬
‫ى‬
110

Hadis di atas ‗Âliy karena sanadnya sedikit hanya diriwayatkan secara


estafet 5 orang yaitu oleh Muslim dari Qutaybah bin Sa‘id 1) dari Abdul
Aziz (Ibn Muhamad) 2) dari Alâ 3) dari ayahnya 4) dari Abi Hurairah 5) dari
Rasulillah saw bersabda : « Tidak ada pemboikotan setelah tiga hari ».
F. Hadis Nâzil

Nâzil berasal dari kata ‫نىػ ىزؿ يىػ ٍن ًز يؿ نيػ يزكتن فهو نا ًز هؿ‬ yang berarti turun atau
rendah. Sedangkan menurut istilah adalah :

‫كالنَّا ًز يؿ يىو الَّ ًذم ىكثيػ ىر ًر ىجاليوي‬


Hadis Nazil adalah Hadis yang banyak jumlah periwayatnya.
Maksudnya banyak jumlah perawi dalam rantai sanad dari mukharrij
sampai dengan akhir sanad. Pembagian Hadis Nâzil lawan dari macam-
macam Hadis `Âliy di atas. Mayoritas ulama menilai Hadis `Âliy lebih utama
dari pada Nâzil, karena ia dengan sedikitnya jumlah perawi kemungkinan
besar lebih jauh dari cacat atau minimal sedikit kecacatannya. Ibn al-Madîniy
berkata, “Nâzil itu tercela‖. Ini jika sama-sama kuat sanad-nya.25 Mayoritas
ulama berpendapat isnad `Âliy dari orang-orang tsiqah lebih utama dari pada
isnad Nâzil sek‘Âliypun dari orang-orang tsiqah pula. Mereka tidak
mengambil Hadis `Âliy yang bukan dari orang-orang tsiqah sebagaimana
banyak di antara mereka memilih Nâzil dari pada `Âliy apabila lebih
berfaedah.26
Secara umum tingkatan Hadis `Âliy dan Nâzil ibarat sebuah barang
yang diperjual belikan sekalipun berharga yang sudah second, jika melalui
sedikit tangan lebih baik dari pada yang sudah melalui banyak tangan. Inipun
jika para pemilik itu sama-sama jujur. Jika tidak, maka tidak ada
pengaruhnya antara banyak dan sedikit tangan yang pernah memiliki barang
tersebut.
Nama Hadis `Âliy dan Nâzil tidak menunjukkan keshahihan suatu
isnad.Oleh karena itu para ulama lebih memperhatikan sifat-sifat periwayat
dari pada jumlah para periwayat dalam sanad. Tujuan ulama mutaqaddmin
mengetahui isnad `Âliy yang dekat dengan Rasulillah, karena sangat
dimungkinkan sedikit kesalahan dibandingkan yang Nâzil.
Demikian pembagian Hadis yang berkualitas antara Shahih, Hasan,
dan Dha‘if dilihat dari berbagai tinjauan kuantitas, daik dari segi sumber
pemberita awal, persambungan sanad, dan sifat sanad dan cara
penyampaian. Hadis-Hadis tersebut bisa berkualitas Shahih atau Hasan dan
atau Dha‘if tergantung beberapa persyaratan yang dapat terpenuhi.
Hadis yang diriwayatkan oleh al-Nasai dalam kitab Sunan al-Nasaiy
al-Kubrâ 5/369 :

25
al-Thahân, Taysîr…, h. 151
26
M `Ajâj al-Khathîb, al-Mukhtashar…, h. 177
111

‫قاؿ نا يش ٍعبىةي عن منصوور ىع ٍن‬


‫قاؿ نا ىشبىابىةي ى‬
‫بن راف وع ى‬
‫محم هدؽ ي‬
َّ ‫أ ٍخبىرنا‬
‫ ت ًى ٍجرةى‬: ‫قاؿ‬
‫حازـ عن أبي ىريرةى عن النبي صلى اهلل عليو ك سلم ى‬ ‫أبي و‬
‫َّار‬ ‫ثالث كمن ىىاجر فو ىؽ و‬
‫فىػو ىؽ و‬
‫دخل الن ى‬
‫فمات ى‬ ‫ثالث ى‬ ‫ىٍ ى‬ ٍ
Coba bandingkan dengan sanad di atas periwayatan Muslim, jika
periwayatan Muslim yang lebih sedikit maka ia bersanad ‗Âliy dan jika
periwayatan al-Nasai lebih banyak maka bersanad Nâzil. Di sini Hadis
diriwayatkan dari sanad berjumlah 6 orang yaitu oleh al-Nasai dari
Muhammad bin Râfi‘ 1) dari Syabâbah 2) dari Syu‘bah 3) dari Manshûr 4)
dari Abi Hâzim 5) dari Abu Hurairah 6) dari Rasulillah saw bersabda :
“Tidak ada pemboikotan lebih 3 hari, barang siapa yang memboikot lebih 3
hari kemudian mati maka masuk ke dalam api neraka”.
Keutamaan ‗Âliy lebih tinggi dari pada Nâzil sebagaimana yang
dijelaskan dalam al-Mukhtashar fi Ilm al-Atsar 1/15 :
‫اإلسناد من‬
‫ى‬ ‫ييػ ٍب ًع يد‬ ‫ألف الٍعيلي َّو‬ ً ‫ناد الٍعالًي أ ٍىكلىى ًمن الن‬
َّ ‫َّازؿ‬ ‫إلس ى‬ ٍ ٍ‫إف ا‬َّ ‫ىك‬
‫ى‬ ‫ى‬
‫ت‬ ‫كلً ى‬
ٍ َّ‫ذلك ايستي ًحب‬ ‫كجل‬
َّ ‫عز‬ ً
َّ ‫اإلسناد قيػ ٍربىةه إلى اهلل‬ ‫ب‬ َّ ‫الٍ ىخلى ًل‬
‫كألف قيػ ٍر ى‬
‫ف‬‫اإلسناد ال ىٍعالًي يسنَّةه ىع َّم ٍن ىسلى ى‬
ً ‫ب‬ ‫بن ىح ٍن و‬
‫بل طىلى ي‬ ‫كقاؿ أحم يد ي‬ ‫فيو ى‬ ً ‫الرحلةي‬
ٍ ِّ
‫النازؿ مزيَّةه ت تيػ ٍو ىج يد فًي ال ىٍعالًي كأى ٍف‬
ً ً
‫اإلسناد‬ ‫ىنع ٍم إذا كا ىف في‬
ً ‫صاؿ‬ ًً ً
‫فيو‬ ‫تت ٌُ ي‬ ِّ ٍ‫ظ أك أفٍػ ىقوى أك ا‬ ٍ ‫يى يك ٍو ىف ًر ىجاليوي أ ٍىكثى ىق م ٍن ًر ىجالو أك‬
‫أحف ى‬
‫ٍهر يكو يف النَّا ًزلث أى ٍكلىى‬
‫أىظ ى‬
Isnad ‗Âliy tentunya lebih baik dari isnad Nâzil, karena isnad ‗Âliy
dengan sedikitnya jumlah rangkaian sanad dimungkinkan jauh dari kecacatan
atau sedikit kecacatan dan karena dekatnya isnad berarti dekat pula dengan
Allah. Olleh karena itu dicintai rihlah mencari isnad ‗Âliy ini. Imam Ahmad
bin hanbal berkata : Isnad ‗Âliy adalah sunahnya orang-orang salaf. Ttetapi
demikian itu tidak selalu, bisa jadi kalau memang pada isnad Nâzil ada
kelebihan yang tidak didapatkan pada isnad ‗Âliy tentunya Nâzil lebih baik,
misalnya para perawinya lebih tsiqah atau lebih hafizh atau lebih faqih atau
ittishal-nya lebih kuat.
Di bawah ini skema gambaran Isnad ‗Âliy dan Nâzil di mana Hadis
‗Âliy isnadnya pendek yaitu hanya 4 orang. Sedang isnad Nâzil lebih banyak
yaitu mencapai 7-8 orang yang masing-masing menyandarkan sanadnya
kepada para syeikhnya.
112

Hadis `Âliy Hadis Nâzil

NABI SAW NABI SAW

.. ..
… …

.. ..
… …

.. ..
… …

.. ..
… …

..

..

..

Rentangan suatu sanad Hadis di sebelah kiri disebut Isnad Âliy, ia hanya
terdiri dari 4 orang yang menduduki rantai sanad pertama sampaai dengan
Mukharrij (penghimpun Hadis ke dalam buku karyanya). Sedangkan sanad suatu
Hadis di sebelah kanan disebuat isnad Nâzil, ia terdiri dari 7 orang yang
menduduki rantai sanad dari sanad pertama sampai dengan Mukharrij.
113

Rangkuman

Hadis berdasarkaan sifat sanad ada 6 macam, yaitu Hadis Muttashil


Musnad, Mu‘an‘an, Musalsal, Âliy dan Nazil.
1. Hadis Muttashil adalah Hadis yang bersambung sanadnya dari
mukharrij sampai kepada Rasulillah saw atau sampai kepada seoarang
sahabat. Misalnya Hadis Yang diriwayatkan oleh seorang perawi a dari
b, c, d sampai kepada Rasulillah saw bersabda : …. Atau sampai kepada
seorang sahabat Ibnu Abbas berkata :….
2. Hadis Musnad adalah Hadis yang bersambung sanadnya dari mukharrij
sampai kepada Nabi saw.
3. Hadis Mu‘an‘an adalah Hadis yang cara periwayatannya dalam
sebagian sanad menggunakan lafal ‫`( عن‬an) = dari. Misalnya kata seorang
perawi ketika menyampaikan periwayatan Hadis dari Fulan
4. Hadis Musalsal adalah Hadis yang yang periwayatannya dalam satu
bentuk keadaan atau dalam satu sifat. Misalnya Nabi ketika menyampaikan
suatu Hadis dengan berpegangan jenggot, kemudian diikuti oleh semua
perawi ketika menyampaikan Hadis tersebut kepada orang lain.
5. Hadis Âliy adalah Hadis yang sedikit perawinya dalam rantai sanad,
misalnya dalam suatu sanad hanya terdapat 5 orang dari mukahrrij sampai
sanad terakhir

6. Nâzil adalah yang banyak jumlah perawinya, misalnya dalam suatu


sanad terdapat 12 rantai sanad.
114

GLOSARIUM
Muttashil : yang bersambung, sebagian ulama menyebutnya Hadis Mawshûl.
Hadis Muttashil adalah Hadis yang bersambung sanadnya dengan
mendengar masing-masing perawi dari para perawi di atasnya
sampai akhir sanad, baik sampai kepada Rasulillah saw atau sampai
kepada seorang sahabat.
Musnad : menyandarkan, yakni Hadis yang bersambung sanadnya sampai
dengan akhir sanad kepada Nabi saw.
Musalsal : berarti berantai-rantai atau berturut-turut. Hadis dinamakan Musalsal
karena ada kesamaan dengan rantai (silsilah) dalam segi pertemuan
masing-masing periwayat. Hadis musalsal yang yang para
periwayat dalam sanad saling mengikuti satu persatu dalam satu
bentuk keadaan atau dalam satu sifat.
115

BAB VII
MACAM-MACAM HADIS DITINJAU
DARI DITERIMA ATAU DITOLAKNYA MENJADI HUJAH

Komptensi Dasar :
Menjelaskan pengertian, macam-macam, dan contoh Hadis maqbûl dan
mardûd
Indikaor :
Siswa mampu ;
1. Menjelaskan pengertian Hadis maqbûl
2. Menyebutkan macam-macam Hadis maqbûl
3. Menjelakan contoh-contoh maqbûl
4. Sebagaimana
Menjelaskan pengertian
keterangan Hadis mardûd sebelumnya bahwa Hadis dapat
pada bab-bab
terbagi
5. kepada
Menyebutkan
beberapa
macam-macam
bagian bergantung mardûd
Hadispada tinjauannya. Adakalanya ditinjau
dari 6.kuantitas
Menjelakan
periwayat,
contoh-contoh
adakalanya
Hadis mardûddari kualitas sanad dan matan,
ditinjau
sumber pemberitaan, persambungan sanad, gugurnya para perawi dan lain-lain.
Tetapi muara semua ragam pembagian Hadis tersebut adalah dapat diterima atau
tidak dalam bahasa lain maqbûl atau mardûd. Nah pada bab ini akan dipaparkan
Hadis dilihat dari maqbûl dan mardûdnya.
Permasalahan Hadis Maqbûl dan Mardûd berarti permasalahan kualitas
sanad dan matan. Hadis dilihat dari segi kualitasnya terbagi menjadi dua macam
yaitu Hadis Maqbûl dan Hadis Mardûd, Hadis Maqbûl terbagi menjadi dua
Mutawâtir dan Âhâd yang shahih dan hasan baik lidzâtihi maupun lighayrihi
sedang Hadis Mardûd ada satu yaitu Hadis dha`if. Masing-masing pembagian di
atas akan dibahas secara terperinci, yaitu sebagai berikut :

A. Hadis Maqbûl
1. Pengertian
Dalam bahasa kata maqbûl dari akar kata ‫قبً ىل يىقبىل قبيوت فهو مقبيوؿ‬
artinya = diterima, diambil (ma‟khûzh) atau dibenarkan (mushaddaq). Hadis itu
dapat diterima sebagai hujah dalam Islam, karena sudah memenuhi beberapa
kriteria persyaratan baik yang menyangkut sanad ataupun matan. Menurut urf
ulama al-Asqalanîy dalam kitab al-Nukhbah bahwa Hadis maqbûl adalah :

‫حاف ثبوتًًو‬
ً ‫الدليل على رج‬
ٍ‫ي‬ َّ
‫ىو ما دؿ ٍ ي‬
Adalah sesuatu yang ditunjuki oleh suatu keterangan secara kuat adanya.
Atau didefinisikan sebagai berikut :

ً ‫ط القبي‬
‫وؿ‬ ً ‫ت‬
‫فيو شرك ي‬ ٍ ‫ما ىتوافىػ ىر‬
Sesuatu yang terpenuhi padanya syarat-syarat penerimaan.
116

Keunggulan pembenaran suatu berita pada proses awal ada dua hal
antara adanya dan tidak adanya atau antara benar dan salah. Kemudian, karena
adanya bukti-bukti atau alasan-alasan lain yang memperkuat atau yang
mendukung pada salah satu dari dua dugaan tersebut, maka ia menjadi unggul
atau lebih kuat. Dalam hal ini Hadis maqbûl adalah Hadis yang mendapat
dukungan bukti-bukti kuat atas dugaan kebenarannya. Pendukung itu
sebagaimana beberapa kriterian persyaratan yang ditetapkan para ulama, baik
yang menyangkut sanad maupun matan seperti setiap periwayat harus bertemu
langsung dengan gurunya (ittishâl al-Sanad), adil, dhabith, tidak ada syadz dan
tidak ada illat atau semakna dengan kriteria tersebut seperti adanya pendukung
sanad lain baik dari kalangan tabi‘in (tawâbi‟) maupun sanad lain dari kalangan
sahabat ( syawâhid).
Atau definisi kedua diartikan bahwa ‗Hadis maqbûl‘ adalah Hadis yang
memenuhi persayaratan qabûl sebagai Hadis yang diterima yaitu sebagaimana
persayaratn pada Hadis shahih dan Hasan yaitu ;
a. Sanadnya muttashil (bersambung) artinya masing-masing perawi
pada mata rantai sanad bertemu langsung dengan syeikhnya
b. Para perawinya bersifat adil yakni melazimi taqwa, tidak fasik dan
senantiasa memelihara muru‘ah (harga diri)
c. Para perawinya bersifat dhabith, yaitu kuat daya ingat dan
hapalannya atau tidak terjadi kesalahan dalam tulisan
d. Tidak terjadi syâdz (keganjilan), periwayatan perawi yang tsiqah
tidak bertentangan dengan periwayatan perawi yang lebih tsiqah
e. Tidak adanya illat (cacat), yakni cacat yang tersembunyi dan dapat
terungkap setelah diadakan penelitian.
. Contoh Hadis shahih :

‫ت ى أبًى‬‫ ىس ًم ٍع ي‬: ‫اؿ‬


‫س َّد هد ىح َّدثىناى يم ٍعتى ًم ير قى ى‬
‫اؿ ىح ًَّدثىػونىا يم ى‬‫رجوي الٍبي ىخا ًرل قى ى‬ ‫ماى أى ٍخ ى‬
‫ ىكا ىف النَّبً يى صلى‬: ‫اؿ‬ ‫ قى ى‬-‫رضى اهلل عنو‬-‫س بٍ ىن ىمالك‬ ‫ى‬ ‫ ىس ًم ٍع ي‬: ‫اؿ‬
‫ت أنى‬ ‫قى ى‬
‫ٍكس ًل‬ ً ‫هم إنِّى أعوذي بً ى‬
‫ك م ىنً ال ىٍع ٍجزً ىكال ًى‬ ٍ‫ي‬ َّ ٌ‫ " الل‬: ‫يقوؿ‬ ‫اهلل عليو كسلم ي‬
ً
‫كأعوذبك م ٍن‬
‫ى‬ ‫ك ًم ٍن فً ٍتػنى ًة ًُ ال ىٍم ٍحيىا ىكال ىٍم ىمات‬ ‫ٍج ٍب ًن ىكال ىٍه ىرـ كأعي ٍوذي بً ى‬
‫ىكال ي‬
"‫ىعذاىب الٍ ىق ٍبر‬
Hadis yang diriwayatkan oleh al-Bukhari, ia berkata memberitakan kepada
kami Musaddad, memberitakan kepada kami Mu`tamir ia berkata : Aku
mendengar ayahku berkata : Aku mendengar Anas bin Malik berkata : Nabi
saw berdo`a : “ Ya Allah sesungguhnya aku mohon perlindungan kepada
Engkau dari sifat lemah, capai, penakut, dan pikun. Aku mohon perlindungan
kepada Engkau dari fitnah hidup dan mati dan aku mohon perlindungan
kepada Engkau dari adzab kubur.”
Hadis di atas diniali berkualitas shahih karena telah memenuhi 5
kriteria di atas, yaitu sebagai berikut :
117

a. Sanad-nya bersambung dari awal sampai akhir.


Anas seorang sahabat yang mendengar Hadis ini dari Nabi langsung.
Sulayman bin Tharkhan bapaknya Mu`tamir menegaskan dengan kata al-
samâ` (mendengar) dari Anas. Demikian juga Mu`tamir menegaskan dengan
al-samâ` dari ayahnya. Musaddad syaikhnya al-Bukhari juga menegaskan
dengan kata al-samâ` dari Mu`tamir, sedang al-Bukhari menegaskan pula
dengan al-samâ` dari syaikhnya.
b. Semua periwayat dalam sanad Hadis di atas adil dan dhâbith
Anas bin Malik seorang sahabat semua sahabat bersifat adil. Sulayman bin
Tharkhan bapaknya Mu`tamir bersifat terpercaya dan ahli ibadah ( ‫) صمدخ ػبثدض‬.
Musaddad bin Musarhad memiliki titel terpercaya dan penghapal ( ‫) صمدخ ددبفع‬.
Sedang al-Bukharî Muhammad bin Isma`il, pemilik kitab al-Shahîh terkenal
memiliki kecerdasan hapalan yang luar biasa dan menjadi Amîr al-Mukminin
fi al-Hadîts.
c. Hadis di atas tidak syâdz, karena tidak bertentangan dengan periwayatan
periwayat lain yang lebih tsiqah.
e. Dan tidak terdapat `illah (ghayr mu`allal)
Persyaratan Hadis Hasan sama dengan persayaratan hadis shahih,
hanya kedhabithan sebagian perawi dalam Hadis Hasan kurang sedikit
dibandingkan dengan perawi yang ada pada Hadis Shahih. Contoh Hadis
Hasan Hadis yang diriwayatkan oleh al-Turmudzi melalui jalan Muhammad
bin `Amr dari Abi Salamah dari Abi Hurairah bahwa Rasulullah saw
bersabda :
‫واؾ ع ٍن ىد يك ِّل صالةو‬
ً ‫الس‬
ِّ ً‫ألمر يته ٍم ب‬
‫ى‬ ‫لوت أى ٍف أ يش َّق علىى َّأمت ًى ى‬
‫ى‬
Seandainya aku tidak khawatir memberatkan atas umatku, tentu aku perintah
mereka bersiwak ketika setiap shalat.
Hadis di atas berkualitas hasan lidzâtih, karena telah memenuhi
persyaratan Hadis Hasan yaitu muttashul sanadnya, semua periwayatnya
bersifat tsiqah (adil dhâbith) selain Muhammad bin `Amr, ia bertitel : shadûq
( banyak benarnya), tidak ada syâdz dan ‗illat..

2. Macam-Macam Hadis Maqbûl


Hadis yang memenuhi persayaratan qabûl di atas adalah Hadis Shahih dan
Hasan masing-masing dibagi menjadai dua yaitu :
a. Shahih li dzatihi )ٗ‫خ ٌظار‬١‫( اٌظذ‬
b. Shahih li ghayrihi )ٖ‫غ‬١‫خ ٌغ‬١‫(اٌظذ‬
c. Hasan li dzatihi) ٗ‫(اٌذـٓ ٌظار‬
d. Hasan li ghayrihi ) ٖ‫غ‬١‫( اٌذـٓ ٌغ‬
Hadis Shahih li-dzâtihi (shahih dengan sendirinya) adalah Hadis Shahih
yang memenuhi segala persayaratannya. Secara otomatis Hadis yang
memenuhi persayatan Hadis yang diterima berarti shahih. Sedangkan Shahih
li-ghayrihi adalah Hadis yang berkualitas hasan, tetapi kerana dukungan sanad
lain baik sebagai syahid maupun sebagai tabi‟ yang minimal sama kualitasnya.
Hadis Hasan li-dzâtihi adalah Hadis yang telah memenuhi persyaratan
Hadis Hasan. Sedangkan Hadis Hasan li-ghyrihi asalnya Hadis dha‘îf, tetapi
118

karena dukungan sanad yang lain minimal berkualitas yang sama maka naik
menjadi Hasan li-ghayrihi. Keterangan tentang Hadis shahih dan hasan serta
contoh-contohnya lebih dalam dan leboih rinci telah dijelaskan pada bab
sebelumnya yakni bab Hadis berdasarkan pada kualitas sanad dan matan.
Hadis maqbûl wajib diterima dan dapat dijadikaan hujah menurut
mayoritas ulama. Sekalipun Hadis maqbûl dapat dijadikan hujah tetapi tidak
seluruhnya dapat diamalkan, ada di antaranya yang tidak dapat diamalkan. Para
ulama membagi Hadis maqbûl ini menjadi dua macam, yaitu sebagai berikut :
a. Ma’mul bihi (ً‫ ) معمُل ب‬artinya Hadis dapat diamalkan dan dapat
dijadikan dasar hukum Islam, yaitu ada 4 :
1) Hadis muhkam (‫)انمحكم‬
Hadis Muhkam adalah Hadis yang tidak kontra dengan Hadis lain
sebagaimana mayoritas Hadis. Atau diartikan Hadis yang petunjuk
maknanya jelas dan tegas tidak ada kemungkinan makna lain
sebagaimana dalam ayat-ayat muhkamât.
2) Hadis Mukhtalif ) ‫(انمختهف‬
Hadis Mukhtalif lawan dari Hadis muhkam yaitu Hadis yang kontra
maknanya dengan Hadis lain tetapi dapat dikompromikan. Misalnya
Hadis tentang larangan menulis selain al-Qur‘an. Rasulullah saw
bersabda :
‫كحدثيوا‬ ً
ِّ ‫القرآف ف ٍليى ٍم يحو‬ ‫غير‬
‫عني ى‬
ٌ ‫كتب‬
‫كم ٍن ى‬
‫عني ى‬
ِّ ‫ت تكتيبيػ ٍوا‬
‫ج‬
‫حر ى‬
‫عني كت ى‬ ِّ
Jangalah engkau tulis dari padaku, barang siapa menulis dari padaku
selain al-Qur‟an maka hapuslah dan beritakanlah dari padaku dan
tidak ada dosa . (HR. Muslim).
Hadis perintah Nabi kepada Abdullh bin `Amr bin al-‗Ash untuk
menulis segala yang datang dari Nabi yakni Hadis Nabi :
‫خرج ًم ٍنوي اتَّ حق‬ ًً ً ً ‫اكتيب‬
‫فوالَّذل نفس ٍى بيىده ما ى‬
‫ٍ ى‬
Tulislah, demi Dzat diriku di bawah kekuasaan-Nya, tidak keluar dari
padanya kecuali hak. (HR. Abu Dawud).
Kedua Hadis di atas terjadi kontra (mukhtalif). Hadis pertama
melarang menulis Hadis, sedang Hadis kedua perintah menulis.
Keduanya dapat dikompromikan yakni Hadis pertama larangan
penulisan berlaku untuk umum karena mayoritas umat Islam pada awal
Islam tidak pandai membaca dan tidak pandai menulis (al-Ummîyun).
Sedang Hadis kedua berlaku untuk khusus yakni bagi telah pandai tulis
baca seperti Abdullah bin Amr bin al-‗Ash. Dengan keumuman Hadis
pertama ditakhshish Hadis kedua.
3) Hadis nasikh )‫(انىاسخ‬
Nasikh maksudnya Hadis penghapus hukum yang dikandung oleh
lawannya yang kontra. Nasikh ini merupakan solusi Hadis kontra di atas
(Hadis mukhtalif) setelah tidak mungkin dikompromikan. Tetapi
119

syaratnya harus dapat diketahui mana yang lebih dahulu datangnya di


antara dua Hadis yang kontra. Hadis yang datang belakngan sebagai
Nasikh (penghapus) dan Hadis yang datang lebih dahulu sebagai
mansûkh (yang terhapus). Contohnya, seperti sabda Nabi :
ً
‫ت نىوى ٍُيتي يكم عن زيارة القبوًر ي‬
‫فزٍكيرٍك ىىا‬ ‫يك ٍن ي‬
Aku pernah melarang ziarah kubur, maka ziarahlah. (HR. Muslim)
Larangan ziarah kubur lebih awal dengan menggunakan kalimat dua
fi‟il mâdhiy (kata kerja bentuk lampau) pada : ‫ت نىوى ٍُيتي يكم‬
‫كني ي‬
Perintah ziarah kubur menghapus larangan sebelumnya. Perintah ziarah
kubur disebut Nâsikh sedangkan larangannya disbut mansûkh.
4) Hadis râjih )‫(انزاجح‬
Hadis râjih adalah Hadis yang lebih kuat atau lebih unggul dari
lawan Hadis yang kontra karena ada pendukung indikator lain. Râjih
merupakam langkah berikut setelah dua Hadis kontra tidak dapat
dikompromikan dan tidak dapat di nasakh karena tidak diketahui mana
yang lebih dahulu datangnya. Misalnya Hadis yang diriwayatkan oleh
orang lebih kuat hapalannya seperti Malik lebih kuat dari pada yang
diriwayatkan Syu‘bah atau salah satu Hadis lebih sesuai dengan
lahirnya teks al-Qur‘an. Atau seperti contoh Hadis berikut :
‫اـ لىو " (ركاه‬ ً ٍ ‫ " ىم ٍن أى‬: ‫قاؿ رسوؿ اهلل صلعم‬
‫صبى ىح يجنيبنا فال صيى ى‬ ‫ى‬
)‫البخارل كمسلم عن أبى ىريرة‬
Rasulullah saw bersabda : “Barang siapa yang pagi-pagi (waktu
shubuh) mandi junub maka tidak sah puasanya” (HR. al-Bukhari dan
Muslim dari Abi Hurairah)
‫احتً و‬ ً
‫يصوـ‬
‫ي‬ ‫الـ ثي َّم‬ ٍ ‫صبً يح يجنيبان م ٍن ًج ىم واع غي ًر‬
ٍ ‫النبى صلعم يي‬
ُّ ‫كاف‬
)‫رمضا ىف (ركاه البخارل كمسلم عن عائشة كأـ سلمة‬
Nabi saw pernah pagi-pagi mandi junub karena bersetubuh dengan istri
bukan mimpi kemudian berpuasa Ramadhan. (HR. al-Bukhari dan
Muslim dari Aisyah dan Umi Salamah)
Hadis ke-dua lebih kuat (râjih) karena masalahnya pribadi
Rsaulullah saw tentunya yang lebih paham adalah istri-istri beliau.
Periwayat Hadis kedua adalah Istri-istri Nabi mereka terlibat dalam
permasalahannya. Sedang Hadis pertama periwayatnya Abu Hurairah.
b. Ghayru Ma’mul bihi ( ً‫ ) غيز معمُل ب‬yaitu Hadis yang tidak diamalkan
dan tidak dapat dijadikan hujah dalam hukum Islam, yaitu sebagaimana
berikut :
1) Hadis Marjûh )‫ح‬ٛ‫ =اٌّغج‬lemah ) lawan Hadis râjih. Kalau râjih
diartikan Hadis yang unggul atau kuat, marjûh diartikan Hadis yang lemah
petunjuknya dibandingkan dengan lawannya. Contohnya sebagaimana
120

Hadis di atas tentang mandi junub pagi hari bagi orang orang yang
berpuasa pada bulan Ramadhan. Hukum syah puasanya adalah hukum
râjih sedangkan hukum tidak syah puasaanya adalah hukum marjûh. Hadis
Marjûh tidak diamalkan sekalipun shahih atau hasan.
2) Hadis Mansûkh (‫ر‬ٛ‫ = إٌّـ‬dihapus), lawan Hadis Nâsikh (penghapus).
Contohnya sebagaimana Hadis di atas tentang perintah ziarah kubur.
Ziarah kubur mulanya dilarang pada awal Islam, yakni ketika mereka
belum tahu tentang adab ziarah kubur. Tetapi setelah mereka sudah paham
tentang adab ziarah kubur diperbolehkan Rasulullah saw. Dengan
demikian larangan ziarah pada awal Islam terhapus disebut mansûkh
sedang perintah ziarah masa belakangan disebut nâsikh. Hadus mansûkh
tidak diamalkan sekalipun shahih atau hasan.
3) Hadis Mutawaqqaf fîh ) ٗ١‫لف ف‬ٛ‫ (اٌّز‬, status Hadis dihentikan tidak
diamalkan karena kontra dengan Hadis lain dan tidak dapat diselesaikan
melalui tahapan-tahapan di atas yakni kompromi, nasakh dan tarjîh.
3. Kehujjahan Hadis Maqbûl
Hadis yang telah memenuhi persyaratan Hadis shahih wajib diamalkan
sebagai hujah atau dalil syara` sesuai denga ijma` para ulama Hadis dan
sebagian ulama Ushul dan Fikih. Tidak ada alasan bagi seorang muslim tinggal
mengamalkannya. Hadis Shahih li Ghayrih lebih tinggi derajatnya dari pada
Hasan li Dzâtih, tetapi lebih rendah dari pada Shahih li Dzatih. Sekalipun
demikian ketiganya dapat dijadikan hujah.
Ada beberapa pendapat para ulama yang memperkaut kehujahan Hadis
Shahih ini, di antaranya sebagai berikut ;
a. Hadis Shahih memberi faedah qath`î (pasti kebenarannya) jika terdapat di
dalam kitab Shahîhayn (Bukharî Muslim) sebagaimana pendapat yang
dipilih Ibn al-Shalâh
b. Wajib menerima Hadis Shahih sekalipun tidak ada seorangpun yang
mengamalkannya, pendapat al-Qâsimî dalam Qawâ`id al-Tahdîts
Hadis Hasan menyamai Hadis Shahih tentang kehujahan dan hukum
pengamalannya. Hadis Hasan dijadikan hujah walaupun kualitasnya di bawah
Hadis Shahih. Semua Fuqahâ, sebagian Muhadditsîn dan Ushûlîyîn
mengamalkannya kecuali sedikit dari kalangan orang yang sangat ketat dalam
mempersyaratkan penerimaan Hadis (musyaddidîn). Bahkan sebagian
Muhadditsîn yang mempermudah dalam persyaratan Shahih (mutasâhilin)
memasukkan Hadis Hasan ke dalam Hadis Shahih seperti al-Hakim, Ibn
Hibban, dan Ibn Khuzaymah.

B. Hadis Mardûd
1. Pengertian
Mardûd dalam bahasa dari akar kata ‫رد يير ُّد ردًّا فهو ىم ٍردكد‬
َّ yakni =
ditolak atau tidak diambil. Dalam uruf ulama Hadis Hadis mardûd adalah :
121

ً ‫حاف ثيبوتًًو كت على ثبوتًو بل يتىساكل األمر‬


‫اف‬ ً ‫يدؿ دليل علىى رج‬
َّ ‫مالىم‬
‫ى‬ ‫ٍ ى‬ ٍ‫ي‬ ‫ه‬ ٍ
‫فًيو‬
Hadis yang tidak ditunjuki suatu keterangan atas keunggulan adannya atau
atas adanya akan tetapi sama antara dua perkara.
Atau dalam istilah lain :
ً ‫ط القبي‬
‫وؿ‬ ً ‫ما لم يتوفَّػر‬
‫فيو شرك ي‬ ٍ ‫ى‬
Sesuatu yang tidak terpenuhi padanya syarat-syarat penerimaan
Pada Hadis mardûd tidak ada keterangan yang mendukung atau
yang memberatkan adanya pemberitaan dari Nabi atau pendukung adanya
pemberitaan. Hadis mardûd tidak mempunyai pendukung yang membuat
keunggulan kebenaran berita atau tidak adanya pendukung yang menunjuk
adanya berita. Keduanya sama antara adanya atau tidak adanya.
Atau Hadis mardûd adalah hadis yang tidak memenuhi persyartan qabûl
yakni Hadis dha‘if. Secara umum Hadis mardûd adalah Hadis dha`if (lemah)
dengan segala macamnya. Yakni adakalanya karena terputus sanadnya atau
karena kecacatan para perawinya baik cacat dalam keadilan maupun cacat
dalam kedhabitah. Pada bab Hadis berdasarkan pada kualitas sanad telah
dijelaskan secara mendetail. Contoh Hadis Dha‘if :
Hadis yang diriwayatkan oleh al-Turmudzi melalui jalan Hakim al-Atsram
dari Abi Tamimah al-Hujaymiy dari Abi Hurairah dari Nabi saw bersabda :
ً ‫عن أبي قىػ ٍي‬
‫س‬ ٍ ‫بن أبي ىش ٍيبةى عن ككي وع عن سفيا ىف الثورم‬ َّ
‫حدثناى عثما يف ي‬
‫يل عن المغيرةً بػن‬ً ‫األكًدم ىو عب يد الرحمن بٍ ين ثركا ىف عن ىز و‬
‫يل بن يش ىر ٍحب ى‬ ٍ
‫ػح علػػى الٍ ىجػ ٍوربىػ ٍي ًن‬ َّ ‫شػػعبةى أف رسػػوؿ اهلل صػػلى اهلل عليػػو كسػػلم‬
‫توضػأى كمسػ ى‬
)‫كالنَّػ ٍعلىٍي ًن (أخرجو أبو داكد‬
Memberitakan kepada kami Utsman bin Abi Syaybah dari Wakî‟ dari
Sufyan al-Tsawrîy dari Abi Qays al-Awdiy Abdurrahman bin Tsarwan dai
Huzayl bin Syurahbîl dari al-Mughîrah bin Syu‟bah bahwa Rasulullah saw
berwudhu dan menyapu kedua kaus kaki dan kedua sandalnya. (HR. Abu
Dawd)
Dalam sanad Hadis di atas terdapat seorang dha`if yaitu Abi Qays al-
Awdiy nilai jarhnya ( ‫الف‬
‫ص يد ٍك هؽ ربما ىخ ى‬
‫ى‬ = sangat benar tetapi terkadang
menyalahi).

2. Macam-macam Hadis Mardûd


Hadis Mardûd ada beberapa macam yang disebabkan beberapa sebab,
yaitu sebagai berikut :
122

a. Mardûd karena terputusnya sanad yakini hadis Dha‘if yang disebabkan


terputusnya sanad yaitu terbagi menjadi beberapa macam :
1) Mursal, Hadis yang digugurkan sanadnya di kalangan thabaqat (generasai
) sahabat
2) Munqathi‘, Hadis yang digugurkan sanadnya di tingkat thabaqat mana
saja atau dua orang perawi secara terpisah
3) Mu‘dhal, Hadis yang digugurkan dua orang perawi dalam sanad atau lebih
secara beruntun
4) Mu‘allaq, Hadis yang digugurkan seorang perawi pada pemulaan sanad
5) Mudallas, menyembunyikan cacat dalam sanad.

b. Mardûd karena kecacatan keadilan yakni Hadis Dha‘if diseababkan


disebabkan karena kecacatan keadilan terbagi kepada :
1) Mawdhû; Hadis palsu
2) Matruk, salah satu perawinya dituduh dusta
3) Mubham, di antara nama perawi tidak disebutkan dalam sanad atau dalam
matan
c. Mardûd karena kecacatan dalam kedhabithan yakni Hadis Dha‘if yang cacat
dalam kedhabithan terbagi menjadi :
1) Munkar, di antara perawi dalam sanad banyak kesalahan atau banyak
kelupaan
2) Mu‘allal, cacat tersembunyi yang mencedrai keshahihan Hadis
3) Mudraj, ada sisipan dalam Hadis dianggap Hadis
4) Maqlûb, terbalik redaksi sanad atau matan
5) Mudhtharib, Hadis kontra dengan Hadis lain dan tidak dapat diselesaikan
6) Muharraf, adanya kesalahan dalam bentuk syakal
7) Mushahhaf, adanya kesalahan dalam titik
8) Syâdz, periwayatan tsiqah kontra dengan peiwayatan orang yang lebih
tsiqah.
Contoh-contoh Hadis dha‘if dan segala macamnya telah diterangkan pada
bab sebelumnya. Hadis mardûd tidak dapat dijadikan hujah dan tidak wajib
diamalkan.

3. Kehujahan Hadis Mardûd


Para ulama berbeda pendapat dalam pengamalan Hadis Dha`if.
Perbedaan itu dapat dibagi menjadi 3 pendapat :
a. Hadis Dha`if tidak dapat diamalkan secara mutlak baik dalam keutamaan
amal (fadhâil al-a`mâl) atau dalam hukum sebagaimana yang diberitakan
oleh Ibn Sayyid al-Nas dari Yahya bin Ma`în. Pendapat pertama ini
adalah pendapat Abû Bakar Ibn al-`Arabî, Bukhari, Muslim, dan Ibn
Hazam. Alasan mereka di antaraanya karena Hadis Shahih sudah banyak
jumlahnya baik dalam masalah halal haram maupun masalah keutamaan
amal (fadhâi al-a‟mâl). Bagi umat Islam cukuplah menggunakan Hadis
shahih saja.
b. Hadis Dha`if dapat diamalkan secara mutlak baik dalam fadhâil al-a`mâl
atau dalam masalah hukum (ahkam), pendapat Abu Dawûd dan Imam
123

Ahmad. Mereka berpendapat bahwa Hadis Dha`if lebih kuat dari pada
pendapat para sarjana sekalipun proffesor.
c. Hadis Dha`if diamalkan dalam fadhâil al-a`mâl, mau`izhah, targhîb (janji-
janji yang menggemarkan), dan tarhîb (anjaman yang menakutkan) jika
memenuhi beberapa persyaratan sebagaimana yang paparkan oleh Ibn
Hajar al-`Asqalaniy, yaitu berikut :
1) Tidak terlalu Dha`if, seperti di antara periwayatnya pendusta (Hadis
mawdhû`) atau dituduh dusta (Hadis matrûk), orang yang daya ingat
hapalannya sangat kurang, dan berlaku fasik dan bid`ah baik dalam
perkataan atau perbuatan (Hadis munkar).
2) Masuk ke dalam kategori Hadis yang diamalkan (ma`mûl bih) seperti
Hadis muhkam (Hadis makbul yang tidak terjadi pertentangan dengan
Hadis lain), nâsikh (Hadis yang membatalkan hukum pada Hadis
sebelumnya), dan râjih (Hadis yang lebih unggul di bandingkan
oposisinya).
3) Tidak dii`tiqadkan secara yakin kebenaran Hadis dari Nabi, tetapi
karena berhati-hati semata atau ihtiyâth.27
Pendapat pertama, dari tiga pendapat di atas pendapat pertama lebih
selamat karena jika alasan pengamal Dha`if dalam fadhâ‟il al-a`mâl tidak
dalam ahkam sebagaimana pendapat ketiga di atas, bukankan Hadis shahih
tentang fadhâil al-a`mâl, targhîb, dan tarhîb juga sudah banyak, ? mengapa
tidak menggunakan yang shahîh saja ?. Tidak ada bedanya antara ahkam dan
fadhâil al-a`mâl dalam keharusan merujuk kepada Hadis yang makbul baik
shahih atau hasan, karena Hadis tentang fadhâil-pun misalnya tentang pahala
besar dalam suatu amal, akhirnya ditetapkan sunah atau mustahab.
Pendapat kedua, maksud Imam Ahmad dan Abu Dawud tentang
pengamalan Dha`if secara mutlak adalah dha`if dalam persepsi ulama klasik
yang masih begabung dengan Hadis shahih yang pada waktu itu Hadis hanya
terbagi menjadi dua macam yakni Shahih dan Dha`if belum timbul Hadis
Hasan. Jadi yang dimaksud Hadis Dha`if dalam persepsi mutaakhirin adalah
Hadis Hasan baik li dzâtih atau li ghayrih yang terdapat kekurangan sedikit
yang tidak terlalu parah.
Pendapat ketiga, sekalipun Hadis Dha`if telah memenuhi persyaratan di
atas, maksudnya untuk menggemarkan beramal dan msuk bab berhati-hati saja
barangkali memang Hadis tersebut benar dari Rasulullah, bukan menetapkan
(itsbât) kebenarannya semata, maka ia tidak kuat dijadikan sebagai sumber
hukum Islam atau keutamaan akhlak. Hadis yang dijadikan pedoman umat
Islam baik dalam ahkâm atau fdhâil al-a`mâl adalah Hadis maqbûl, yaitu
shahih, hasan, dan paling rendah adalah Hasan li ghayrih. Hal ini memperkuat
usaha para ulama awal yang telah susah payah dan berhati-hati dalam
meriwayatkan Sunah dan memeliharanya.

Dari beberapa keterangan di atas dapat disimpulkan Hadis maqbûl


adalah Hadis yang diterima dan diamalkan adalah Shahih dan Hasan

27
`Ajaj al-Khathîb, Mukhtashar al-Wajîz fî…, h. 157-160
124

sedangkan Hadis mardûd adalah yang tertolak tidak dapat dijadikan dasar
hukum yaitu Hadis dha‘if dengan segala macamnya. Sekalipun Hadis Shahih
dan Hasan dapat diterima tetapi tidak seluruhnya dapat diamalkan, di antaranya
ada yang dapat diamalkan yang disebut ma‟mulun bih dan ada pula yang tidak
dapat diamalkan yang disebut ghayr ma‟mulun bih. Agar lebih mudah
dipahami berikut ini dipaparkan skema sederhana :

HADIS DILIHAT
MAQBÛL DAN
MARDÛD

‫مقبوؿ‬ ‫مردكد‬

‫الصحيح كالحسن‬ ‫الضعيف‬

‫معموؿ بو‬ ٗ‫ي ث‬ّٛ‫غ ِؼ‬١‫غ‬


BIH

ُ‫اٌّذْ ى‬- ‫المرجوح‬-


‫اٌ ُّشزٍف‬-
‫اٌغاجخ‬- ‫المنسوخ‬-
‫إٌبؿز‬-
‫–المتوقف فيو‬
125

Rangkuman

Hadis dilihat dari sisi diterima atau ditolak ada dua macam, yaitu ;
Maqbûl dan Mardûd. Hadis Maqbûl adalah sesuatu yang ditunjuki suatu
keterangan atas keunggulan adanya sedang Hadis Mardûd sebaliknya. Hadis
yang tergolong maqbûl adalah ; Shahih li dzatihi, Shahih li ghayrihi, Hasan
li dzatihi dan Hasan li ghayrihi. Hadis Maqbûl terbagi menjadi dua yaitu
Ma’mul bih (diamalkan ) dan Ghayru Ma’mul bih )tidak diamalkan. Maqbûl
yang Ma’mul bih ada 4 yaitu ; Hadis Muhkam, Hadis Mukhtalif yang dapat
dikompromikan, Nasikh dan Rajih. Sedang Maqbûl yang Ghayru Ma’mul
bih ada 3, yaitu ; Hadis Mutawaqqaf fih, Mansukh dan Marjuh. Hadis yang
tergolong Mardûd adalah Hadaits Dha’if dengan segala macam-macamnya.

GLOSARIUM

Maqbûl : atau qabûl diterima, hadis diterima keotentisitasnya sebagai


hujah karena telah memenuhi persyaratan
Mardûd : Lawan dari makbul
Hujah : dasar, argumen
Tawâbi‘ : sebuah Hadis memiliki sanad lain atau lebih dari satu sanad di
kalangan selain sahabat
Syawâhid : sebuah Hadis memiliki sanad lain atau lebih dari satu sanad di
kalangan sahabat
Fasik : tidak taat beragama dengan melakukan pelanggaran dosa besar
atau dosa kecil yang terus-terusan
Muruah : harga diri
Fadhâil a‘mâl : keutamaan amal seperti pahala yang berlipat ganda
Targhîb : menggemarkan amal saleh atau taat dengan pahala
Tarhîb : menakuti perbuatan maksiat dengan siksaan yang dahsyat
126

BAB VIII
ILMU AL-JARH WA AL-TA’DÎL

Kompetensi Dasar :
Menjelaskan pengertian al-jarh dan al-ta‟dîl dan susunan lafal yang
digunakannya
Indikator :
Siswa mampu :
1. Menjelaskan pengertian al-jarh dan al-ta‟dîl
2. Menyebutkan susunan lafal yang digunakan dalam al-jarh dan al-ta‟dîl
3. Menjelskan kegunaan susunan lafal dalam al-jarh dan al-ta‟dîl

Dalam meneliti kualitas sanad Hadis seorang peneliti harus mencari


berbagai informasi tentang keadaan para perawi Hadis. Di antaranya apakah para
perawinya adil atau tidak ? Apakah para perawinya dhabith (kuat daya
ingatnya) atau tidak ? Untuk menjawab informasi itu dapat dicari melalui buku-
buku yang menjelaskan bografi para perawi Hadis terutama tentang sifat-sifat
keadilah dan kedhabithan para perawi. Ilmu yang membahas tentang mana di
antara para perawi Hadis yang adil dan dhabith atau yang tidak adil dhabith
disebut Ilmu al-jarh wa al-Ta‟dîl. Untuk lebih jelasnya berikut ini akan
dipaparkan ilmu ini.

A. Pengertian al-jarh wa al-Ta`dîl


Untuk memudahkan pembicaraan tentang al-jarh wa al-Ta‟dîl terlebih
dahulu akan dibicarakan arti kata al-jarh. Kata al-jarh mashdar dari kata ‫جرح‬
‫ى‬
‫جر نحػا‬
ٍ ‫يى ٍج ىػرح‬ artinya adalah melukai badan sehingga berdarah. Jika yang
dilukai pisik seseorang memang berdarah, tetapi jika yang dilukai itu non-pisik
seperti hati atau sifat maknanya lain. Misalnya Hakim menjarah saksi, konteks
kalimat ini lebih layak diartikan seorang Hakim melukai nilai keadilan saksi itu
bukan pisiknya. Jadi gugurlah kesaksiannya karena kebohongan atau yang lain
dan ditolak kesaksiannya. Sedang al-Tajrîh adalah bentuk muta‟addi dari al-
jarh berarti menilai jarh sesuatu. Sebagian ulama mendefinisikan :

‫عدـ قبولًها‬ ً ً ‫تضعي ى‬


‫ف ًركايتو أك ى‬
ً ‫الرا ًكل بً و‬
ً ‫صفات تىػ ٍق‬
ٍ ‫تضى‬ َّ ‫كصف‬
‫ي‬
Menjelaskan sifat-sifat periwayat Hadis yang melemahkan periwayatannya atau
tertolaknya.
Kata al-Ta`dil dari kata al-`adl, artinya sesuatu yang lurus antonim dari
kata al-jaur = penyimpangan. Seseorang yang bersifat adil diterima
127

persaksiannya, menta`dîlkan seseorang berarti membersihkan dari kesalahan


atau kecacatan.
Dari segi istilah al-Ta‟dîl adalah :
ً ‫كصف َّ ً و‬
‫الراكل بصفات تيػ ىزِّك ٍيو فتىظ ىٍه ير عدالتيوي كييقبىل ي‬
‫خبرهي‬ ‫ي‬
Mensifati periwayat Hadis dengan beberapa sifat yang membersihkan dirinya
dari kesalahan dan kecacatan, sehingga nampak keadilan dan diterima
beritanya.
Jadi al-jarh adalah sifat kecacatan periwayat Hadis yang dapat
mengugurkan keadilannya, sedang al-Tajrîh adalah menilai kecacatan seseorang
yang menggugurkan keadilan tersebut. Al-`Adl sifat keadilan periwayat Hadis
yang mendukung penerimaan berita yang dibawanya, sedang al-Ta`dil adalah
menilai keadilan seseorang yang mendukung penerimaan pemberitaannya.
Keterangang tentang keadilan para perawi Hadis dan kecacatannya
dibahas dalam stu disiplin Ilmu yang disebut dengan Ilmu al-jarh wa al-ta‟dîl .
Artinya menurut Dr. Shubhi al-Shaleh adalah sebagai berikut :

‫كرد فػي شػػأنً ًه ٍم ممػػا يي ًشػ ٍيػنيػ يه ٍم‬ ‫ػث عػ ًن الػ ُّػركاةً مػػن حيػ ي‬
‫ػث مػػا ى‬ ‫ىػػو علػ هػم يىػ ٍب ىحػ ي‬
‫و‬
‫مخصوصة‬ ‫أك يػ ىزِّكي ًهم بً و‬
‫ألفاظ‬ ٍ ٍ ‫ي‬
Adalah ilmu yang membahas tentang prilaku baik yang mencela atau yang
membersihkan mereka dengan menggunakan lafal-lafal tertentu. 28
Dari definisi di atas dapat dipahami bahwa ilmu ini membahas tentang sifat-
sifat para perawi Hadis yang dijadikan bahan dalam menilai cacat atau bersih dari
cacat dengan menggunakan kata-kata tertentu. Misalnya seseorang perawi yang
biasa bohong dinilai sebagai ‫ب النٌػاس‬‫= أ ٍكػ ىذ ي‬manusia yang paling bohong, maka ia
ditolak periwayatannya dan Hadisnya dinilai bohong. Sedangkan orang yang
sangat tinggi keadilan dan kedhabithannya dinilai ‫ = ث ٌقػة ث ٌقػة‬terpercaya-terpercaya,
terulang dua kali menunjukkan kerdilitasnya sangat tinggi. Nilai kadar keadilan
dan kedhabithan para perawi hadis, demikian juga nilai kadar kecacatan para
perawi Hadis telah ditetapkan para ulama dalam buku-buku Ilmu al-jarh wa al-
Ta‟dîl yang merupakan hasil penelitian para ulama yang ahli dalam bidang ini.
Ilmu al-jarh wa al-Ta‟dîl ini sangat penting dalam mempelajari Ilmu
Hadis. Karena, seseorang tidak akan mengetahui kadar keadilan dan kedhabithan
perawi Hadis tanpa melalui ilmu ini. Keadilan dan kedhabithan perawi Hadis
adalah bagian dari kriteria Hadis yang diterima. Jadi seseorang mengetahui mana
Hadis yang shahih dan mana yang tidak shahih harus mengetahui sifat keadilan
dan kedhabithan para perawinya. Dan seseorang akan mengetahui nilai keadilan
dan kedhabithan mereka harus mempelajari Ilmu al-jarh wa al-ta‟dîl. Dari

28
Shubhi al-Shaleh, Ulum al-Hadîts wa Mushthalahuhu, Beirut : Dâr al-‗Ilmi li al-Malâyîn, tth. H.
109
128

keterangan ini kiranya dapat disimpulkan bahwa kegunaan Ilmu al-jarh wa al-
Ta‟dîl adalah sebagai berikut :
1. Mengetahui perawi mana yang adil dhabith dan yang tidak
2. Mengetahui tingkatan sifat keadilan dan kedhabithan para perawi
3. Mengetahui mana di antara perawi yang diterima periwayatannya dan
mana di antara mereka yang ditolak perawinya.
Para ulama sepakat bahwa syarat seorang penilai atau kritikus keadilan
dan kecacatan seorang perawi Hadis harus adil terhadap diri sendiri, taqwa dan
jauh dari fanatisme sempit, dan mengetahui sebab-sebab jarh dan ta`dîl. Sedang
kaedah dasar yang dipedomani dalam kritik, di antaranya sebagai berikut :
1. Amanah dalam hukum
Mereka hendaknya menyebutkan kelebihan dan kekurangan para periwayat
Hadis. Oleh karena itu Muhammad bin Sirin berkata : ― Engkau mendzalimi
saudaramu, jikalau engkau hanya menyebutkan kekurangannya saja dan tidak
menyebutkan kelebihannya.
2. Ketelitin dan kehati-hatian
Para peneliti sangat berhati-hati dan teliti dalam menyampaikan kritik sanad.
Banyak di antara mereka yang menyebutkannya disertai masa pikun atau
kacau akalnya, sebab terduga sesuatu, dan dibedakan antara kecacatan pada
keadilan dan pada hapalan. Misalnya ketika orang bertanya kepada Imam `Ali
al-Madiniy tentang ayahnya, ia menjawab : ―tanyakan kepada orang lain.‖
Begitu orang-orang bertanya kembali, seraya beliau menundukkan kepala
kemudian mengangkatnya dan berkata : ― Ini urusan agama, ia dha`îf.‖
3. Menjaga etika dalam jarh
Al-Muzaniy ketika ditanya al-Syafi`i tentang seseorang pada suatu hari
menjawab: ―Fulan kadzdzâb (pendusta).‖ Beliau berkata : Hai Ibrahim
gunakan kata-katamu yang sopan, jangan engkau katakan si Fulan pendusta,

‫ليس بً ى‬
‫ش ٍي وف‬ ً
katakanlah :
‫ىحديٍػثيوي ى‬ ― Hadis si Fulan tidak ada apa-apanya.‖

4. Bijaksana dalam ta`dil dan terperinci dalam tajrîh


Untuk mengetahui keadilan seorang periwayat atau tidaknya ada dua cara:
a. Dengan ketenarannya, seperti Imam empat, Sufyan al-Tsauriy, al-
Auza`iy, dan lain-lain, siapa yang tidak kenal keadilan mereka.
b. Dengan rekomendasi (tazkiyah) seorang adil [dalam satu pendapat]
atau dua orang adil yang ahli dan mengetahui sebab-sebab jarh dan ta`dil.
Para ahli Hadis dalam menta`dilkan seseorang cukup dengan keterangan
(tazkiyah) orang adil kepadanya tanpa menjelaskan sebab-sebab keadilan,
karean sebab-sebab keadilan itu terlalu banyak tidak mungkin disebutkan
secara keseluruhan. Sesuai dengan pendapat Ibn `Abd al-Barr, bahwa seorang
ahli ilmu yang dikenal kesungguhannya dinilai adil sehingga nampak
129

kecacatannya. 29 Berbeda dalam tajrîh, harus dijelaskan sebab-sebabnya


secara terperinci, karena tidak sulit menyebutkannya di samping terjadi
perbedaan antara lain orang.

B. Susunan Lafal yang Digunakan al-jarh dan al-Ta`dîl


Ibn Abi Hatim dalam Muqaddimah kitabnya al-jarh wa al-Ta`dîl membagi
tingkatan lafal al-jarh wa al-Ta`dîl menjadi 4 tingkatan, kemudian ditambah 2
tingkatan oleh ulama lain, sehingga menjadi 6 tingkatan. , yaitu sebagai berikut :
1. Lafal-lafal digunakan dalam Ta`dîl :
a. Ta‘dîl menggunakan ungkapan kata yang menunjukkan ketinggian sifat
keadilan (mubalaghah) dan kedhabithan (ketsiqahan) periwayat Hadis
dengan menunjuk makna lebih (af‟al tafdhîl) dan sesamanya, misalnya :
ً ُّ‫فيػال هف إلىٍي ًػو الٍم ٍنتىػ ىهػى فػى التىثب‬
‫ػت‬
1) ‫ي‬ = Si Fulan paling kuat hafalan dan
keadilannya

2) ً ‫فال هف ٍاكثى يق الن‬


‫َّاس‬ = Si Fulan manusia paling terpercaya atau

ً ‫ت الن‬
‫َّاس‬ ‫ = اك أثبى ي‬Manusia yang paling kuat hapalan dan keadilannya.
ً ‫ليس لو‬
‫نظ ٍيػ هر‬
3) ‫ى ي‬ = tak ada tandingannya

b. Ta‘dîl menggunakan kata yang menunjukkan ketsiqahan periwayat Hadis


dengan dua sifat atau lebih atau satu sifat yang terulang (tawkîd), misalnya :

1) ‫ضابً ه‬
‫ط‬ ‫ ثًىقةه ى‬/‫ت‬ ‫ = ثًىقةه ثىػبى ه‬dapat dipercaya dan kuat hafalan
2) ‫ = ثًىقةه ىمأ يٍم ٍو هف‬dapat dipercaya dan amanah
3) ‫ = ثًقةه ثًقةه‬dapat dipercaya, dapat dipercaya
c. Ta‘dîl dengan menggunakan ungkapan kata yang menunjukkan ketsiqahan
seorang periwayat dengan satu sifat tanpa tawkîd, misalnya ;

1) ‫ = فال هف ثًىقةه‬Si Fulan dapat dipercaya


2) ‫ػت‬
‫ ثىػبى ه‬atau, ‫ط‬ ‫ ى‬atau ,‫ يمػ ٍت ًق هن‬atau ‫يح َّجػةه‬
‫ضػاىبً ه‬ = kuat hapalan, kuat daya
ingat, teguh dan bagus periwayatannya, menjadi hujjah
d. Ta‘dîl dengan menggunakan ungkapan kata menunjuk ta`dîl saja dan tidak
dhâbith, misalnya :

29
Mahmud al-Thahan, op. cit., h. 146
130

1) ‫ص يدك هؽ‬‫ ى‬atau ‫ = ىمأ يٍمو هف‬sangat benar


2) ‫ٍس ب ًػو‬
‫ تبػأ ى‬atau ‫ػأس‬
ً ‫ = لػي‬tidak ada cacat padanya, tetapi
‫س بًػو بى ه‬
‫ٍ ى‬
menurut Ibn Ma`în ungkapan : ‫ ليس بو بأس‬digunakan pada arti tsiqah

3) َّ ‫ = محلُّوي‬dipandang sangat benar


‫الص يدك يؽ‬
e. Ta‘dîl dengan menggunakan ungkapan kata yang tidak menunjukan tsiqah
dan tidak tajrîh, misalnya :

1) ‫فال هف شي هخ‬ = Si Fulan seorang syeikh

2) ‫النَّاس‬ ‫ = ىرىكل ع ٍنوي‬Hadisnya diriwayatkan orang


‫ي‬
f. Ungkapan kata yang menunjukkan dekat dengan tajrîh, misalnya :

1) ‫ب حديثيوي‬
‫ = يي ٍكتى ي‬ditulis Hadisnya
2) ‫ صالً يح الحديث‬atau ‫ديث‬ ً ‫ = ًجيٌ يد الٍح‬Baik Hadisnya
‫ى‬
Tiga tingkatan Ta`dîl awal di atas dari no a-c (1-3) dapat dijadikan
hujjah tanpa diteliti lebih lanjut sekalipun berbeda dari segi tingkat potensinya.
Tingkatan ke-4 dan ke-5 tidak dapat dijadikan hujjah, tetapi ditulis Hadisnya
untuk diadakan verifikasi kembali sekalipun tingkat d (4) lebih tinggi dari pada
tingkat e (5). Verifikasi dapat dilaksanakan dengan cara memperbandingkan
dengan periwayatan orang-orang tsiqah ini, jika sesuai maka dapat dijadikan
hujjah dan jika tidak sesuai tidak dapat dijadikan hujjah. Sebagian ulama Hadis
ahli tahqîq menggunakannya dalam tingkat di bawah tingkat shahih, yakni
Hasan.30 Adapun tingkatan terakhir yakni ke-f (6) tidak dapat dijadikan hujjah,
tetapi tetap ditulis Hadisnya untuk bahan penelitian saja.
Dalam kitab al-Taqyîd wa al-Idhah Syarah Muqaddimah Ibn Shalah
1/157 disebutkan sebagai berikut :

:‫ب‬ ً ‫ظ التَّػ ٍع ًديٍ ًل فعلى‬


‫مرات ى‬
‫ى ى‬ ‫َّأما أل ىفا ي‬
‫ إ ىذا قً ٍي ػ ىل لً ٍل ىواحػ ًػد إنَّػوي ثًىق ػةه ٍأك يم ػ ٍت ًق هن فهػ ىػو ًم َّم ػ ٍن‬:‫ػاؿ ابٍ ػ ين أبًػ ٍي ىح ػاتً وم‬
‫ قػ ى‬:‫األي ٍكلػػى‬
‫قيل في الٍ ىع ٍد ًؿ‬ ‫إذا‬ ‫كذا‬ ‫ك‬ . ‫ة‬
‫ه‬ ‫ج‬َّ ‫ح‬ ‫أك‬ ‫ت‬ ‫ه‬ ‫ب‬ ‫ػ‬
‫ى‬ ‫ث‬ ‫ل‬ ‫ي‬ ً‫ ككذاى إذا ق‬:‫قلت‬ ‫ي‬ ‫يثو‬ ً ‫يحتى ُّ بًح‬
‫د‬
‫ى‬ ‫ي‬ ‫ى‬ ‫ى‬ ٍ ‫ى‬ . ‫ى‬ ٍ‫ي‬
.‫ط كاهلل أعلم‬ ‫ضابً ه‬‫ظ أك ى‬ ‫إنوي ىحافً ه‬

30
Tadrîb al-Rawî, h. 58
131

ً
ِّ ‫ص ػ يد ٍك هؽ أك محلُّػوي‬
‫الص ػ ٍد يؽ أك‬ ‫ إذا قيػػل إنػػوي ى‬:‫اؿ ابػ يػن أبًػي ىح ػات وم‬
‫ ق ػ ى‬: ‫الثاني ػةي‬
.‫كىي الٍ ىم ٍن ًزلةي يُ الثَّانية‬ ‫يو‬ً‫تى بأٍس ًبو فهو ًم َّمن ي ٍكتىب حديثيوي كيػ ٍنظىر ف‬
‫ى‬ ‫ي‬ ‫ى ٍي ي‬ ‫ى‬
Susuna lafal ta‘dîl secara ringkas ada dua tingkatan :

a. Ibnu Abi Hatim berkata : jika dikatakan kepada seseorang : ‫إنَّػوي ثًىقػةه‬
(tsiqah)= bahwa ia dapat dipercaya atau ‫يمػ ٍت ًق هن‬ (mutqin) = teguh dan
mayakinkan kepercayaannya, maka ia tergolong orang yang dapat
dijadikan hujah Hadisnya. Aku katakan : demikian juga, jika dikatakan
‫ت‬‫( ثىػبىػ ه‬tsabatun) = teguh atau ُ‫( يح َّجػةه‬hujjatun) =menjadi hujah. Demikian
juga jika dikatakan dalam keadilan ُ‫حػافًظه‬ ‫ = إنوي ى‬sesungguhnya ia hâfizh
atau kuat hapalannya atau ‫ط‬ ‫ضابً ه‬
‫( ى‬dhâbith)=kuat daya ingatannya.
b. Ibnu Abi Hatim berkata : Jika seseorang dikatakan ‫صػ يد ٍك هؽ‬
‫= إنػػوي ى‬
sesungguhnya ia shadûq sangat jujur atau ِّ ‫( محلُّػوي‬mahalluhu al-
‫الصػ ٍد يؽ‬
shidqu) = statusnya jujur atau ًُ ‫س بػو‬
‫( تى بػأٍ ى‬lâ ba‟sa bihi) = tidak apa-apa.
Mereka tergolong orang yang ditulis Hadisnya dan diteliti kebenaranya
tergolong tingkatan kedua.

2. Lafal digunakan dalam Tajrîh


Sebagaimana susunan lafal yang digunakan dalam ta`dîl, susunan lafal
yang digunakan dalam tajrîh juga ada 4 ditambah 2 macam, yaitu sebagai
berikut :
a. Tajrîh dengan menggunakan uangkapan kata yang menunjukkan cacat
keadilan yang ringan, misalnya :

1) ‫ٍحديث‬ ‫ = فيال هف لىيِّ ين ال ى‬Si Fulan lemah Hadisnya


‫فيو ىم ىق ه‬
2) ‫اؿ‬ ً = Padanya ada pembicaraan (catatan)

ِّ ‫س بًالٍ ىق ًو‬
3) ‫ل‬
‫ = لىٍي ى‬Si Fulan tidak kuat
b. Tajrîh dengan menggunakan ungkapan lafal yang menunjuk tidak dapat
dijadikan hujjah atau sesamanya secara tegas, misalnya :
132

1) ‫ = فال هف تيي ٍحتى ُّ ًبو‬Si Fulan tidak dapat dijadikan hujjah


2) ‫ض ًع ه‬
‫يف‬ ‫ = فال هف ى‬Si Fulan lemah
3) ‫لوي ىمنىاكً ٍيػ ير‬ = Hadisnya diingkari

c. Tajrîh dengan menggunakan ungkapan kata yang menunjuk tidak ditulis


Hadisnya secara tegas, misalnya :

1) ‫ب حديثيوي‬ ‫ = فال هف ت يي ٍكتى ي‬Si Fulan tdak ditulis Hadisnya


2) ِّ ‫ = ت تى ًح ُّل‬tidak halal meriwayatkan dari padanya
‫الرىكايىة عنو‬
3) ‫ض ًع ٍي ه‬
‫ف ًج ًّدا‬ ‫ = ى‬lemah sekali
d. Tajrîh dengan menggunakan ungkapan kata yang menunjuk tuduhan dusta
atau sesamanya, misalnya :

1) ‫َّه هم بًالٍ ىك ًذب‬


‫ = فال هف يمتػ ى‬Si Fulan tertuduh dusta
2) ٍ ‫َّه هم بًال ىٍو‬
‫ض ًع‬ ‫مت ػ ى‬ = tertuduh membuat Hadis maudhu`

3) ‫ = يى ٍس ير يؽ الٍحديث‬ia mencuri Hadis

4) ‫ط‬‫ ىساقً ه‬atau ‫ = ىم ٍتػ يرٍك هؾ‬gugur atau tertinggal Hadisnya


5) ‫ليس بًثً ىق وة‬
‫ = ى‬tidak tsiqah
e. Tajrîh dengan menggunakan ungkapan kata yang menunjuk sifat
pembohong, misalnya:

1) ‫ك َّػذ ه‬
‫اب‬ atau ‫دج ه‬
‫ػاؿ‬ َّ atau ‫ىكضَّػاعه‬ = pendusta, Dajjal/pengrusak, dan
pemalsu

‫ب‬ ً
2) ‫يى ٍكذ ي‬ atau ‫يض يع‬
‫ى‬ = bohong atau memalsukan Hadis

f. Tajrîh dengan menggunakan ungkapan kata yang menunjukkan sifat


bohong yang besar (mubâlaghah) atau menggunakan makna lebih atau
paling (tafdhîl) , misalnya :

1) ‫فى الٍ ىك ًذب‬ ً = kepadanya puncak kebohongan


ً ‫اليو الي يم ٍنتىػ ىهى‬
2) ‫ىو يرٍك ين الٍ ىك ًذب‬
‫ = ى‬dia tiang kebohongan
133

3) ‫ب النَّاس‬
‫ = أ ٍك ىذ ي‬manusia yang paling bohong
Dua tingkatan yang pertama dari tingkatan tajrîh di atas tidak dapat
dijadikan hujjah Hadisnya, tetapi ditulis untuk bahan penelitian, sekalipun
keduanya memiliki tingkatan yang berbeda. Sedang 4 tingkatan akhir tidak dapat
dijadikan hujjah, tidak ditulis Hadisnya, dan tidak perlu diteliti karena sangat-
sangat lemah atau kebohongannya.
Dalam kitab al-Taqyid wa al-Idhah Syarah Muqaddimah Ibn Shalah
1/159 disebutkan secara panjang tentang susunan lafal al-jarh. Ibnu al-Shalah
membuat susunan lafal dalam tajrîh menjadi 4 susunan, yaitu sebagai berikut :
ً ‫لىػيِّن الٍحػ‬
‫ديث‬
a. Lafal : ‫ي ى‬ (layn al-Hadîts) berarti lemah Hadisnya, ditulis
Hadisnya dan diteliti sebagai I‟itibar berarti perbandingan sanad lain

b. Lafal : ٌُ ُ‫ػيس بًىقػوم و‬


‫( ل ى‬Lays bi qawiyyin ) berarti tidak kuat sama dengan
tingkatan awal sebagaimana dalam kitab-kitab Hadis, tetapi menurut Ibnu
Abi Hatim ia berada di bawah dari yang pertama

c. Lafal : ً ‫ػعيف الح‬


‫ػديث‬ ‫ض ي‬ (Dha‟îf al-Hadîts) berarti lemah Hadisnya, di
bawah nomor dua tidak dibuang Hadisnya tetapi buat I‟tibar

d. Lafal : ً ‫ركؾ الح‬


‫ػديث‬ ‫ىم ٍتػ ي‬ (Matrûk al-Hadîts), berarti ditinggal Hadisya,
ً ‫ذاىػب الح‬
‫ػديث‬ ‫ك َّػذ ه‬
‫اب‬
‫ي‬ (Dzâhib al-Hadîts) berarti hilang Hadisnya atau
(Kadzdzâb) dengan arti pendusta. Hadisnya digugurkan dan tidak ditulis
menduduki tingkatan ke-4
Susuna lafal tajrîh yang disebutkan dalam kitab al-Taqyîd adalah sebagai
berikut :

:‫ب‬ ً
‫على ىم ىرات ى‬ ‫ا‬ ‫ض‬
‫ن‬ ‫أي‬ ‫ي‬ ً ‫كأما أل ىفاظي يه ٍم فًي الٍ ىج ٍرح ف‬
‫ه‬ َّ
‫ى‬ ‫ى‬
‫ابن أبػي ح و‬ ً ‫ قىػو يلهم لىيِّن الٍح‬: ‫تىا‬
‫أجػابيػ ٍوا فػي‬
‫ إذاى ى‬:‫ػاتم‬ ‫قاؿ ي‬ ‫ ى‬.‫ديث‬ ‫ي ى‬ ٍ ‫أي ٍك ى‬
ً
:‫ػت‬
‫ قل ي‬.‫ػارا‬ ‫جل بًليِّ ًن الحديث ي‬
‫فه ىو م َّمػ ٍن ييكتىػب حديثيػو كييػ ٍنظىػر فيػو اعتب ن‬ ً ‫الر‬
َّ
‫ػدار قيطٍنػ ًي اإلمػاـ فقػاؿ لػوي‬ ‫الحسن ال ى‬ ٍ ‫السهمي أبىا‬ َّ ‫يوسف‬‫ى‬ ‫بن‬
‫كسأؿ حمزةي ي‬
‫ػش تي ًريٍػ ػد ب ػ ًػو ؟ ق ػ ى‬
‫ ت يك ػػو يف س ػػاقطنا مت ػ يػرٍك ىؾ‬:‫ػاؿ‬ ً
ٍ ‫ػت ف ػػال هف لػ ػيِّ هن اي ػ‬
‫ إذا قل ػ ى‬:
ً
.‫العدالة‬ ‫سقط عن‬ ً ‫الحديث كلكن مجركحا بًشي وء ت ي‬ ً
‫ٍ ى ٍي ن ٍ ي‬
134

‫ػيس بًىقػوم فه ىػو بً ىم ٍن ًزلػ ًػة األ َّكًؿ‬ ‫و‬


‫ إذا قػالي ٍوا ل ى‬:‫ قػاؿ اب يػن أبػي حػاتم‬: ‫الثانيػةي‬
.‫ب ىح ًديٍ ًثو إتَّ أنو يد ٍكنىو‬
ً ‫في كتي‬
‫ػديث فهػ ىػو دك ىف الثَّػانًي ت ييطػ ىػرح‬
ً ‫ػعيف الحػ‬
‫ إذا قػػالي ٍوا ضػ ي‬:‫ػاؿ‬ ‫ قػ ى‬: ‫الثالث ػةي‬
.‫حديثيو بل ييعتبىػ ير ًبو‬
ً ‫ػديث أ ك ذاى ػػب الح ػ‬
‫ػديث‬ ً ‫ركؾ الح ػ‬
‫ػاؿ يُ ٍكا ىم ٍتػ ػ ي‬
‫ إذا ق ػ ي‬:‫ ق ػػاؿ‬: ‫الرابعػ ػةي‬
‫ي‬
.‫الحديث ت ييكتىب حديثيو كىي الٍ ىم ٍن ًزلة الرابعة‬ ً ‫ط‬
‫اب فهو ساق ي‬ ‫كذ ه‬َّ ‫أك‬
Adapun lafal-lafal tajrîh mereka ada beberapa tinglatan yaitu sebagai
berikut :
ً ‫لىػيِّن الٍحػ‬
‫ديث‬
Pertama, perkataan mereka ‗ ‫ي ى‬ ‘ = lemah Hadisnya. Ibnu
Hatim berkata : ―Jikalau mereka menjawab tentang seseorang dengan kata layyin
al-hadîts, berarti ia ditulis Hadisnya dan diteliti. Aku katakan : Hamzah bin
Yusuf al-Sahmiy bertanya kepada Abu al-Hasan al-Dâru Quthniy. Ia bertanya :
Jika engkau katakan si Fulan layyin (lemah) apa maksudmu ? Ia menjawab : ―Dia
tidak gugur dan tidak ditinggalkan Hadisnya tetapi ia luka cacat sedikit yang tidak
menggugurkan keadilan.

Kedua, Ibnu Hatim berkata : Jika mereka berkata : ‫ػيس بًىقػ و‬


ٌُ ‫وم‬ ‫ = ل ى‬tidak
kuat. Ia menduduki tingkat pertama sebagaimana dalam kitab-kitab Hadisnya
akan tetapi ia di bawahnya.

Ketiga, ia berkata : Jika mereka berkata : ً ‫ػعيف الح‬


‫ػديث‬ ‫ض ي‬ = lemah
Hadisnya. Ia menempati urutan setelah nomor 2 , tidak dibuang hadisnya dan
dijadikan bahan penelitian.
Keempat, ia berkata : Jika mereka berkata :
ً
‫الحديث‬ ‫ركؾ‬
‫ = ىم ٍت ي‬tertingal Hadisnya
ً
‫الحديث‬ ‫ذاىب‬ ‫ = أ ك‬atau hilang Hadinya
‫ي‬
‫اب‬ َّ ‫أك‬
‫كذ ه‬ = atau pemdusta

Berarti gugur Hadisnya dan tidak dutulis.


135

Dalam al-Taqyid wa al-Idhah Syarah Muqaddimah Ibn Shalah 1/159


diungkapkan pendapat al-Khathîb tentang ta‘dîl dan tajrîh yang paling tinggi dan
yang paling rendah yaitu sebagai berikut.

‫ػواؿ الػ ُّػرىكاةً أف ييقػ ى‬


‫ػاؿ‬ ً ‫ات فػػي أحػ‬ ً ‫ أرفىػع العبػػار‬:‫قػػاؿ الخطيػػب أبػػو بك ػ ور‬
‫ٍ ي‬ ‫ي‬
‫أخبرنػػا أبػػو بك ػ ًر بػ يػن عبػ ًػد‬ ‫ ى‬.‫ط‬ ‫اب سػػاقً ه‬ ‫ كأ ٍد ىكنيػ ىه ػا أف يقػ ى‬.‫حج ػةه أك ثًىق ػةه‬
‫ػاؿ كػ َّػذ ه‬ َّ
‫أخبرنػػا محم ػ يد بػ يػن‬ :‫ػاؿ‬
‫ى‬ ‫ػ‬ ‫ق‬ ‫ػابور‬ ‫ػ‬ ‫س‬ ‫ي‬ ‫ػ‬ ‫ن‬‫ب‬ ‫ػو‬ ‫ػ‬ ‫ي‬‫عل‬ ‫ة‬
‫ن‬ ‫اء‬‫ر‬ ‫ػ‬ ‫ق‬ ‫م‬ ‫ك‬ً ‫ا‬‫ر‬ ‫ػ‬ ‫ف‬
‫ى‬ ٍ
‫ل‬ ‫ا‬ ‫م‬ ‫د‬ ً ‫الص ػ‬
ً ‫اع‬ َّ ‫الٍ يم ػ ٍن ًعم‬
‫ى‬ ٍ ‫ى‬ ٌ ٌ
‫سػ ػ ٍين الٍبىػ ٍيػ ىهق ػػي‬
‫أخبرن ػػا أب ػػو بك ػػر أحمػ ػ يد ب ػ يػن الٍ يح ى‬‫ ى‬:‫ػماعيل الفارس ػ َّػي ق ػػاؿ‬ ‫ى‬ ‫إس ػ‬
‫ حػ َّػد ثن ػاى‬:‫ أخبرنػػا عب ػ يد اهلل بػ يػن جعفػ ىػر‬:‫ػين بػ يػن الفضػ ًػل‬ ‫ أخبىػ ىرنػػا الحسػ ي‬:‫ظ‬ ‫الحػػاف ي‬
‫حديث و‬
‫رجل‬ ‫ي‬ ‫ ت ييػ ٍتػ ىر يؾ‬:‫صالح قاؿ‬
‫بن و‬ ‫سمعت أحم ىد ى‬‫ي‬ :‫بن سفيا ىف قاؿ‬
‫يعقوب ي‬
‫ي‬
‫فأم ػا أف‬
َّ ‫ػعيف‬
‫ فػػال هف ضػ ه‬:‫ػاؿ‬ ً ‫حتػ َّػى يجتمػػع الجميػػع علػػى تػ‬
‫ قػػد ييقػ ي‬.‫ػرؾ حديثً ػ ًو‬ ‫ي‬ ‫ى‬
.‫ترؾ حديثً ًو‬ ً ‫ فال هف مترك هؾ فالى إتَّ أف يجمع الجميع على‬:‫قاؿ‬ ‫يي ى‬
‫ي‬ ‫ىٍىى‬ ٍ‫ي‬
Al-Hafizh Abu Bakar berpendapat, bahwa lafal yang paling tinggi untuk
kritik kualitas para periwayat Hadis adalah kata ;

‫حجةه‬
َّ (hujjatun) = dapat dijadikan hujah
‫( أك ثًىقةه‬tsiqatun) = atau dapat dipercaya.
Sedangkan kritik kualitas para periwayat Hadis yang paling rendah
adalah kata ;

‫اب‬
‫كذ ه‬َّ (kadzdzâb) = pendusta
‫ ( ساقً ه‬Sâqith)= yang gugur
‫ط‬
Ahmad bin Shaleh berkata : Tidak ditinggal Hadis seseorang sehingga
seluruh ulama sepakat untuk meninggalkan Hadisnya, terkadang dikatakan ‫فال هف‬
‫ضعيف‬
‫ه‬ (Fulân dha‟îf) = si Fulan lemah. Adapun perkataan ; ‫مترٍك هؾ‬
‫ فال هف ي‬:
(Fulân matrûk) = si Fulan ditinggalkan jangan ditinggalkan kecuali sepakat
semua ulama untuk meninggalkan Hadisnya.
Di antara buku tentang al-jarh wa al-ta‘dîl adalah sebagai berikut :
136

1. ‫الجػرح كالتعػديل‬ (al-jarh wa al-Ta`dîl), tulisan Ibn Abi Hatim al-Raziy


(w. 327 H)

2. ‫( الكمػاؿ فػي أسػماء الرجػاؿ‬al-Kamâl fî Asmâ‟ al-Rijâl), karangan `Abd al-


Ghanîy al-Maqdisiy

3. ‫( ميػزاف اإلعتػداؿ‬Mîzân al-I`tidâl), karangan al-Dzahabiy, khusus periwayat


yang lemah dan ditinggalkan

4. ‫تهػذيب التهػذيب‬ (Tahdzîb al-Tahdzîb), karangan Ibn Hajar al-Asqalâniy


merupakan resume kitab al-Kamâl fî Asmâ‟ al-Rijâl.

Rangkuman
al-jarh dalam bahasa diartikan melukai badan sehingga berdarah. Tajrîh
adalah bentuk muta’addi dari al-jarh berarti menilai jarh sesuatu. Arti
istilah adalah menjelaskan sifat-sifat periwayat Hadis yang melemahkan
periwayatannya atau tertolaknya. Kata al-Ta`dîl arti bahasa adalah sesuatu
yang lurus antonim penyimpangan Dalam istilah adalah mensifati periwayat
Hadis dengan beberapa sifat yang membersihkan dirinya dari kesalahan dan
kecacatan, sehingga nampak keadilan dan diterima beritanya.
Susunan lafal yang digunakan ta’dîl yaitu sebagai berikut :
3. Menunjuk makna lebih, misalnya ;

ً ‫فال هف ٍاكثى يق الن‬


‫َّاس‬ = Si Fulan manusia paling terpercaya atau

4. Mngulang lafal dua kali, misalnya ;

‫ثًقةه ثًقةه‬ = dapat dipercaya, dapat dipercaya

5. Menunjuk lafal bermakna tsiqah (adil dan dhabith) sekali, misalnya


:

‫ =فال هف ثًىقةه‬Si Fulan dapat dipercaya


6. Menunjuk lafal adil saja tidak dhabith, misalnya ;.

‫ص يدك هؽ‬
‫ ى‬atau ‫ىمأ يٍمو هف‬ = sangat benar

7. Tidak menunjuk tsiqah dan tidak tajrîh, misalnya :

‫فال هف شي هخ‬ = Si Fulan seorang syeikh


137

1. Tidak menunjuk tsiqah dan tidak tajrîh, misalnya :

‫فال هف شي هخ‬ = Si Fulan seorang syeikh

2. Dekat dengan Tajrîh, misalnya :

‫ب حديثيوي‬
‫ = يي ٍكتى ي‬ditulis Hadisnya
Susunan lafal yang digunakan Tajrîh adalah sebagai berikut :
1. Menunjuk cacat keadilan yang ringan, misalnya :

‫ٍحديث‬
‫ = فيال هف لىيِّ ين ال ى‬Si Fulan lemah Hadisnya
2. lafal yang menunjuk tidak dapat dijadikan hujjah, misalnya ;

‫ض ًع ه‬
‫يف‬ ‫ =فال هف ى‬Si Fulan lemah
3. Menunjuk tidak ditulis Hadisnya, misalnya :

‫ب حديثيوي‬
‫ =فال هف ت يي ٍكتى ي‬Si Fulan tdak ditulis Hadisnya
. Menunjuk tuduhan dusta, misalnya :

‫َّه هم بًالٍ ىك ًذب‬


‫ =فال هف يمتػ ى‬Si Fulan tertuduh dusta
5.Menunjuk sifat pembohong, misalnya :

‫ ك َّػذ ه‬atau ‫ػاؿ‬


‫اب‬ ‫دج ه‬َّ atau ‫ىكضَّػاعه‬ = pendusta, Dajjal/pengrusak, dan
pemalsu
6. Menunjukkan sifat bohong yang lebih besar, misalnya :

‫ب النَّاس‬
‫ = أ ٍك ىذ ي‬manusia yang paling bohong
Nilai ta’dîl menunjuk periwayat yang diterima kecuai yang terendah
untuk bahan penelitian. Sedang nilai cacat (tajrîh) yang terendah masih
ditulis untuk dijadikan bahan penelitian kecuali tajrîh yang tertinggi tidak
ditulis dan tidak dijadikan bahan penelitian. Untuk mengetahui nilai
tingkatan adil dan jarh seorang perawi sudah banyak ditulis para ulama di
berbagai buku al-jarh wa al-Ta’dîl .
138

GLOSARIUM

al-Jarh : dalam bahasa melukai badan sehingga berdarah. Dalam istilah


ahli Hadis menilai cacat keadilan seorang perawi.
al-Tajrîh : bentuk muta‟addi (transitif) dari al-Jarh berarti menilai jarh pada
perawi
al-Ta`dil : menilai keadilan seorang perawi yang mendukung penerimaan
pemberitaannya dalam Hadis
Tsiqah : terpercaya dalam sifat keadilan dan kedhabithan
Isim Tafshîl : kata yang menunjukkan makna lebih atau paling seperti paling
benar atau lebih benar
Mubâlaghah : kata yang menunjukkan makna yang tinggi misalnya tukang
bohong atau pembohong besar
139

BAB IX
BIOGRAFI SINGKAT PARA
PERAWI DAN PENTAKHRIJ HADIS

Kompetensi Dasar :
Menjelaskan sejarah singkat sahabat yang banyak meriwayatkan Hadis, enam
tokoh pengkodifikasi Hadis dan karya-karyanya.
Indikator :
Siswa mampu :
1. Menjelaskan sejarah singkat di antara sahabat yang banyak meriwayatkan
Hadis yaitu Abu Hurairah, ‗Abdullah ibn ‗Umar, Anas ibn Malik, ‗Aisyah
Ummul Mu‘minin.
2. Menjelaskan sejarah singkat enam perawi Hadis yaitu Imam al-Buhkari,
Imam Muslim, Imam Abu Daud, Imam al-Turmudzi, Imam al-Nasa‘i, dan
Imam Ibnu Majah
3. Menunjukkan contoh karya-karya enam perawi Hadis

Dalam menilai kualitas suatu Hadis perlu adanya kritik sanad dan matan.
Kritik sanad artinya kemampuna menilai secara jernih tentang kualitas para
perawi Hadis yang ada dalam sanad suatu Hadis apakah bersambung sanadnya ?
Apakah adil dan dhabit para perawi dalam sanad tersebut ? dan seterusnya. Untuk
mengetahui kualitas seorang perawi terlebih dahulu harus mengetahui
biografinya. Di mana dia lahir dan meninggal, bagaimana sifat-sifat yang
dimiliknya, bagaimana sifat kepercayaanya dalam periwayatan, bagaimana
kemampuan mengingat atau menghapal, bagaimana kontribusinya terhadap
perkembangan peruwayatabn dan pembukuan Hadis dan seterusnya.
Pada pembahasan bab ini ada dua kelompok biografi singkat para perawi
Hadis yang mempunyai andil besar dalam periwayatan sehingga sampai kepada
umat Islam sekarang :
1. Biografi sahabat yang banyak meriwayatkan Hadis
2. Biografi para perawi yang berjasa dalam pembukuan Hadis yang
disebiut dengan pentakhrîj Hadis
Berikut ini dipaparkan biografi para periwayat dari dua kelompok
tersebut.

A. Periwayat di Kalangan Sahabat


Para periwayat Hadis di kalangan para sahabat tidak sama jumlah
periwayatannya. Di antara mereka ada yang banyak dalam periwayatan Hadis dan
ada yang sedikit, bergantung dari ketekunan dan keahlian masing-masing. Di
antara mereka ada yang menekuni bidang Tafsir seperti Abdullah bin Mas`ûd dan
Abdullah bin `Abbâs. Di antara mereka ada yang lebih menekuni bidang Faraidh
seperti Zaid bin Tsâbit, dan di antara mereka juga ada yang menekuni Hadis
seperti Abu Hurairah dan di antara mereka ada yang lebih menekuni dan terjun
dalam politik praktis, pertanian/ atau perkebunan dan lain-lain.
140

Banyaknya periwayatan bukan karena seseorang lebih dahulu masuk Islam


( al-Sâbiqûn al-Awwalûn) seperti Abu Bakar, umar, Utsman dan Ali. Bahkan
mareka tidak meriwayatkan sebanyak sahabat lain, karena Hadis pada awal
perkembangan Islam tidak boleh ditulis dan hanya dihapal atau diingat saja, di
samping ada larangan memperbanyak periwayatan Hadis masa Khulafaur
Rasyidin. Pada buku ini akan dipaparkan di antara para sahabat yang banyak
meriwayatkan Hadis (al-muktsirûn fi riwâyat al-Hadîts). Maksud banyak
periwayatan di sini adalah jumlah Hadis yang diriwayatkan seseorang lebih dari
seribu Hadis. Mereka itu sebanyak 6 orang yaitu Abu Hurairah, Abdullah bin
Umar, Anas bin Malik, Aisyah, Abdullah bin Abbas, dan Jabir bin Abdillah.
Dalam buku ini akan dipaparkan 4 orang sahabat urutan dari depan, yaitu sebagai
berikut :

1. Abu Hurairah
Nama Abu Hurairah adalah nama panggilan yang diberikan Rasulillah saw
yang berarti bapaknya kucing. Nama aslinya adalah Abdur Rahman bin
Shakhr al-Dawsiy (kabilah di Yaman). Nama tersebut diberikan Nabi saw,
sebagai pengganti nama masa Jahiliyah sebelumnya yaitu `Abd Syams bin
Shakhr. Panggilan Abu Hurairah (bapaknya kucing) diberikan pada saat
Rasul melihatnya membawa kucing kecil yang keluar dari lengan baju
gamisnya di satu majlis Rasul. Sungguh mengejutkan pada saat itu pada saat
tenang para sahabat duduk di hadapan Rasulillah tahu-tahu muncul dari
lengan bajunya seekor kucing. Dari saat itulah panggilan Abu Hurairah
mencuat dan terkenal. 31
Abu Hurairah masuk Islam pada tahun ke 7 Hijriyah pada tahun perang
Khaybar. Pada masa hidupnya dia seorang pimpinan penghuni Shuffah,
yang mengkosongkan seluruhnya waktunya hanya untuk beribadah kepada
Allah dan mencari Hadis dari Rasulillah. Suffah adalah suatu tempat
berlindungan para sahabat di masjid Nabawi yang zuhud. Abu Hurairah
salah seorang sahabat yang mendapat do‘a dari Rasulillah saw sehingga
hapal terhadap apa yang didengar dan dilihat. Dalam salah satu Hadis yang
diriwayatakan al-Bukhari, Muslim dan al-Turmudzi, ia berkata :
‫كثيرا‬
‫ك حديثنا ن‬‫أس ىم يع ًم ٍن ى‬
ٍ ‫ني‬ ِّ ً‫رسوؿ اهلل إ‬
‫ى‬ ‫ت يا‬ ‫قاؿ قيػ ٍل ي‬
‫ىعن أبي ىريرىة ى‬
‫ض َّموي‬ ‫ؼ بي ىديٍ ًو ثم ى‬
‫قاؿ ي‬ ‫قاؿ فىػغى ًر ى‬ ‫س ٍط ًرداىءىؾ فىػبى ى‬
‫سطٍتيوي ى‬ ‫قاؿ ابٍ ي‬
‫ساهي ى‬
‫أنٍ ى‬
)‫ت شيئنا بع ىده (أخرجو البخارم‬ ً ‫ضممتيوي فما‬
‫نس ٍي ي‬ ‫فى ى ى ٍ ى‬
Darّّi Abi Hurairah aku berkata Ya Rasulillah ! Aku mendengar dari
padamu banyak Hadis, tetapi aku melupakannya. Beliau bersabda :
“Bentangkan selendangmu, “ akupun membentangkannya. Dia berkata :
Beliau mengayunkan kedua tangannya lantas bersabda : “Himpunkan
dia”. Akupun menghiumpunkannya dan aku tidak pernah lupa sedikitpun
setelah itu”. (HR. al-Bukhari)
31
Al-Mâlkî, al-Manhal…, h. 202 dan Shubhî al-Shâlih, `Ulûm al-Hadîts.., h. 359
141

Abu Hurairah memiliki sifat-sifat yang terpuji di antaranya wara‘, taqwa,


dan zuhud, ahli ibadah ahli tahajjud sepanjang malam. Karir politiknya
pernah diangkat menjadi gubernur Bahrayn pada masa Umar bin al-
Khaththâb dan pada masa Ali juga pernah akan diangkat menjadi Gebernur
tetapi ia keberatan, kemudian pada masa Mu`awiyah ia dingkat menjadi
Gubernur Madinah.
Abu Hurairah seorang yang paling banyak hapal Hadis pada masanya.
Salim Abu al-Za`yaz`ah seorang Gubernur dan sekaligus katib Marwan bin
al-Hakam meriwayatkan, bahwa Marwan pernah mengundang Abi Hurairah
dan dipersilahkan duduk di belakang singgasananya. Ia ditanya oleh
Marwan dan aku mencatatnya sehingga setelah setahun kemudian dipanggil
kembali dan dipersilahkan duduk di belakang hijab, kemudian ia ditanya
kembali tentang periwayatan yang sama. Abu Hurairah menjawab persis
dengan catatanku tidak menambah dan tidak mengurangi, tidak
mendahulukan sesuatu kata dan tidak mengakhirkannya.32
Abu Hurairah adalah di antara sahabat yang terbanyak dalam periwayatan
Hadis. Menurut Baqî` bin Mukhallad ia meriwayatkan sebanyak 5374 buah
Hadis. Ada beberapa faktor banyaknya periwayatan yang diperoleh Abu
Hurairah antara lain sebagai berikut :
a. Selalu menghadiri majlis Nabi saw
b. Penghuni Shuffah di Masjid Nabawi ia selalu bersama Rasulillah
c. Sangat kuat ingatannya, karena ia salah seorang sahabat yang
mendapat do‘a dari Nabi sehingga hapal segala apa yang ia dengar
dari Rasulillah
d. Banyak mengambil Hadis dari para sahabat senior karena usianya
cukup panjang yaitu 78 tahun dan hidup 47 tahun setelah wafatnya
Nabi saw.33

2. Abdullah bin `Umar


Abdullah bin Umar lahir pada tahun ke-2 atau ke-3 dari kenabian. Dia
masuk Islam dalam usia 10 tahun bersama ayahandanya tetapi ia berhijrah ke
Madinah lebih dahulu dari pada ayahandanya. Dia tidak diizinkan ikut perang
Uhud oleh Rasulullah karena usianya yang masih kecil kecuali pada perang-
perang berikutnya. Kemudian ia aktif ikut serta perang seperti Khandaq dan
beberapa peperangan sesudahnya termasuk penaklukan Mesir dan di negeri-
negeri Afrika lainnya.
Teman-teman Abdullah bin `Umar mengakui keunggulannya, Abdullah
bin Mas‘ud berkata :
‫ك لًنىػ ٍف ًسو من عبداهلل‬
‫فما بيننىا شاب يى ىو ٍأملى ي‬ ً
‫كنحن يم ىتواف يرك ىف ى‬
‫لىىق ٍد ىرأيٍػتيػنىا ي‬
‫بن عيمر‬

32
Shubhî al-Shâlih, `Ulûm al-Hadîts…, h. 361
33
Masyfuk Zuhdi, Pengantar Ilmu Hadits, h. 128
142

Sungguh aku melihat kita (sahabat) orang-orang yang sempurna, tidak ada
seorang pemuda di tengah-tengah kami yang lebih mampu menguasai dirinya
dibandingkan dengan Abdullah bin Umar.
Beliau termasuk seorang sahabat yang tekun dan berhati-hati dalam
periwayatan Hadis. Abi Ja`far berkata : ―Tidak ada seorang sahabat Nabi
yang mendengar Hadis dari Rasulillah yang lebih berhati-hati dari pada Ibn
`Umar ia tidak mengurangi dan tidak menambah periwayatan.” 34 Menurut
Imam Malik, Selama 60 tahun sesudah wafat Nabi Ibn `Umar memberi fatwa
hukum dan meriwayatkan Hadis. Ibn al-Bakkar juga mengatakan, Ibn `Umar
menghapal semua yang ia dengar dari Rasulillah dan bertanya kepada orang-
orang yang yang menghadiri majlis-majlis Rasulillah tentang segala
perkataan dan perbuatannya.35 Ibn Hazm menilainya sebagai seorang sahabat
yang banyak memberi fatwa dan meriwayatkan Hadis.
Jumlah Hadis yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Umar sekitar 2.630
buah. Ia meriwayatkan Hadis dari Nabi dan dari para sahabat, di antaranya
dari ayahnya sendiri `Umar, pamannya Zaid, saudara kandungnya Hafshah,
Abu Bakar, Umar, Ali, Bilal, Ibn Mas`ûd, Abu Dzarr, dan Mu`adz. Imam al-
Bukhari meriwayatkan sekitar 81 buah Hadis dari padanya, Muslim
meriwayatkan dari padanya sekitar 31 buah Hadis, dan yang disepakati antara
keduanya sebanyak 1700 buah Hadis.36 Banyaknya periwayatan Abdullah bin
`Umar karena disebabkan beberapa faktor, antara lain :
a. Ia tergolong sahabat pendahulu masuk Islam dan berusia panjang
mencapai 87 tahun
b. Selalu hadir di majlis-majlis Nabi saw dan mempunyai hubungan
dekat dengan beliau, karena menjadi iparnya saw
c. Tidak punya ambisi kedudukan dan tidak melibatkan diri dalam
berbagai konflik politik di kalangan sahabat.37
Ia meninggal dunia di Mekkah pada tahun 73 H/693 M dalam usia 87
tahun.

3. Anas bin Malik


Anas bin Malik adalah khadim (pelayan) Nabi saw yang terpercaya,
bapaknya bernama Malik bin al-Nadhar dan ibunya bernama Ummu Sulaim
yang pernah membawanya kepada Nabi ketika berusia 10 tahun dan ia mohon
hendaknya beliau berkenan menerima anaknya sebagai khadimnya dan
Nabipun menerimanya. Ia sering membawakan sandal dan ember Rasulillah
untuk berwudhu. Ia mendapat doa Rasulillah :
ً ‫اللَّهم أى ٍكث ًر ٍُ مالىو ككلى ىده‬
‫كأدخلٍوي الجنَّةى‬ ‫ي‬
Ya Allah perbanyaklah harta dan anaknya dan masukkanlah ke surga.
Anas berkata : Sungguh aku melihat dua orang wanita dan aku
mengharapakan wanita yang ketiga. Demi Allah, hartaku melimpah ruah dan
34
al-Mâlikiy, al-Manhal …, h. 214
35
Hasbi Ash-Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar …, h. 284
36
Ash-Shiddieqy, Sejarah…, h. 283
37
Masyfuk Zuhdi, Pengantar Ilmu Hadis, h. 130-131
143

sungguh jumlah anak-anakku dan anak cucuku pada hari ini mencapai 100
orang.38
Nabi sering mengajak canda dan humor dengan Anas dengan panggilan :
―Ya dza al-udzunayn” (Hai anak yang memiliki telinga dua) sehingga tidak
terkesan sebagai pergaulan tuan dan budaknya. Anas menceritakan selama
pergaulannya dengan Nabi : Beliau tidak pernah mempersoalkan apa yang aku
lakukan ; mengapa kamu lakukan begini, mengapa kamu tinggalkan begini
atau mengapa kau tidak tingalkan begini ? dan seterusnya. Tetapi beliau
mengatakan : Apa yang dikehendaki Allah pasti terjadi dan apa yang tidak
dikehendak-Nya tidak terjadi.”
Pada saat perang Badar Anas masih berusia muda maka belum mengikuti
peperangan ini, tetapi setelah itu ia banyak melibatkan diri dalam berbagai
pertempuran. Ketika Abu Bakar bermusyawarah dengan `Umar tentang
pengangkatannya sebagai gubernur Bahrayn, `Umar memujinya ; dia adalah
seorang pemuda yang cerdas dan penulis. Dia seorang wara‘ dan taqwa sebab
telah lama pergaulannya dengan Nabi. Abu Hurairah berkata :
‫برسوؿ اهلل صلى اهلل عليو كسلم ًم ًن ابٍ ًن يسلىٍي وم‬
ً ‫أيت أح ندا أ ٍشبوى‬
‫ىما ر ي‬
)‫(يعني أنس‬
Aku tidak melihat seorang yang shalatnya lebih serupa dengan Nabi dari
pada Ibn Sulaim yakni Anas bin Malik.
Ibn Sîrîn juga berkata :

َّ ‫ض ًر ىك‬
‫الس ىفر‬ ‫ٍح ى‬ ً ‫س ين الن‬
‫َّاس صالةه في ال ى‬ ‫ىح ى‬
ٍ‫أ‬
Anas adalah manusia yang paling baik shalatnya baik dalam shalat hadhar
(mukim di rumah) maupun safar (bepergian jauh).39
Ia dibesarkan di tengah-tengah keluarga Nabi selama 9 tahun dan
beberapa bulan sehingga ia banyak mengetahui hal ihwal Nabi baik berupa
perkataan, perbuatan dan pengakuan beliau. Ia dikaruniai cukup panjang umur
sehingga ia msih hidup selama 83 tahun setelah wafat beliau. Hal inilah di
antaranya yang menyebabkan ia banyak meriwayatkan Hadis dari beliau baik
secara langsung dari beliau maupun melalui sesama para sahabat kemudian
disampaikan kepada umat.40
Jumlah Hadis yang diriwayatkan Anas bin Malik mencapai 2.286 buah
Hadis Imam al-Bukhâri meriwayatkan dari padanya sebanyak 83 buah Hadis
dan Muslim sebanyak 71 buah Hadis. Pada akhir hayatnya ia berpindah ke
Bashrah dan salah seorang sahabat yang terakhir wafatnya di Bashrah. Wafat
pada tahun 93 H dalam usia lebih 103 tahun.

38
al-Mâlikiy, al-Manhal…, h. 220
39
Shubhiy al-Shâlih, `Ulûm al-Hadîts …, h. 364
40
Msyfuk Zuhdi, PengantarIlmu Hadis, h. 132
144

4. Aisyah
Aisyah putri Abu Bakar al-Shiddîq teman dekat Rasulillah. Ia lahir dua
tahun setelah Nabi diutus sebagai Rasul, ia dinikahi Nabi pada usia enam
tahun dan berkumpul sebagai suami istri pada usia 9 tahun, yaitu pada bulan
Syawal tahun 1 H. Dialah satu-satunya istri Nabi yang masih gadis. Inilah di
antara hikmahnya mengapa Nabi mengawini seorang gadis yang masih kecil.
Karena ia seorang anak yang cerdas, jernih, dan polos pikirannya sehingga ia
banyak membawa agama dan banyak meriwayatkan Hadis untuk disampaikan
kepada umat. Ia selain jenius, keras kemauannya untuk mengetahui hukum-
hukum agama juga sebagai istri Nabi yang sangat intim hubungannya dengan
Nabi sehingga banyak dan luas pengetahuannya tentang ilmu agama yang
bersumberkan dari al-Qur‘an dan Hadis. Ia juga menjadi tempat pertanyaan
berbagai persoalan agama di kalangan sahabat. Ia masih hidup selama 39
tahun setelah wafat Nabi saw.
Di antara sifat keistimewaan yang dimilikinya adalah mempelajari
bahasa, syi`ir, ilmu kedokteran, ansâb (keturunan), dan hari-hari Arab. Al-
Zuhriy berkata :

‫أزكاج النَّبًي صلى اهلل عليو‬


ً ‫علم جمي ًع‬ ً ‫ٍم عائشةى الىى‬ ً ً
‫لى ٍو يجم ىع عل ي‬
‫أفضل‬
‫ي‬ ‫علم عائشةى‬
‫الناس لكا ىف ي‬ ً ‫كسلم‬
ً ‫كعلم جمي ًع‬
Jika ilmu `Aisyah digabungkan deng ilmu-ilmu semua istri Nabi dan seluruh
manusia tentu ilmu `Aisyah lebih utama.
`Urwah juga berkata :

‫بش ٍع ور كت ًبف ٍق وو ًم ٍن عائشةى‬


ً ‫أيت أح ندا أ ٍعلم بطب كت‬
‫ى‬ ‫ىما ر ي‬
Aku tidak melihat seorang sahabat yang lebih tahu tentang ilmu kedokteran,
Syi‟ir, dan Fikih dari pada `Aisyah.
Rasulullah sendiri juga bersabda :

‫ُخ ُذ َْا ش ْط َز ِد ْيىِ ُك ْم عه ٌذ ِي ا ْن ُح َم ْي َزاء‬


Ambilah separoh agamamu dari wanita yang putih kemerahan ini
(Aisyah). 41
Abu Musa al-Asy‘ariy berkata :

41
Shubhî al-Shâlih, `Ulûm…, h. 365
145

‫علما كما‬ ‫فسألٍنىا عائشةى عنوي إتَّ كج ٍدنىا ى‬


‫عندىا فيو ن‬ ‫أمر ى‬‫ما أ ٍش ىك ىل علينىا ه‬
ً ‫األح‬
‫كاـ‬ ٍ ‫بع‬ َّ ‫كثيرا حتى قً ٍي ىل‬
‫إف أر ى‬ ‫علما ن‬
ً َّ ‫ت فًي‬
‫األمة ن‬ ٍ ‫نشر‬
‫حتى ى‬ َّ ‫ت‬ ٍ ‫تيوفِّػيى‬
‫الشرعيَّ ًة من يق ٍو هؿ ىع ٍنها‬
Tidak ada sesuatu yang sulit pada kami kemudian kami tanyakan kepada
Aisyah kecuali kami dapatkan ilmu padanya dan dia tidak wafat sehingga
ilmu tersebar di tengah-tengah umat, sehingga dikatakan bahwa seperempat
hukum syara‟ diriwayatkan dari padanya.
Jumlah Hadis yang diriwayatkan `Aisyah sebanyak 2.210 buah Hadis,
Imam al-Bukhari meriwayatkan dari padanya sebanyak 54 buah Hadis dan
Muslim meriwayatkan sebanyak 68 buah Hadis. Ia meninggal pada tahun 57
H/668 M pada bulan Ramadhan sesudah melakukan shalat witir.

B. Di antara Pentakhrij Hadis Terkenal


1. al-Bukhari ( 194 H/810 M- 256 H/870 M)
Nama al-Bukhari adalah Abu Abdullah Muhammad bin Isma`il bin
Ibrahim bin Bardizbah al-Yafi`iy al-Bukhari. Beliau dilahirkan pada hari
Jum`at 13 Syawal 194 H (910 M) di sebuah kota bernama Bukhara. Pada
waktu remajanya ia bermukim di Madinah dan menyusun kitab al-Tarîkh al-
Kabîr. Beliau mempelajari Hadis dari berbagai guru di berbagai negeri di
antaranya Khurrasan, Irak, Mesir, Mekkah, `Asqalan, dan Syam. Dia salah
seorang yang sangat kuat daya hapalannya, sebagian riwayat menjelaskan,
bahwa di antara kecerdasan beliau sekali melihat dapat mengingat atau
menghapal dengan sempurna. Beliau seorang yang zahid, wara`, pemberani,
pemurah, dan sebagai mujtahid dalam Fikih.
Beliau mulai belajar Hadis sejak di bawah usia 10 tahun pada tahun
210 dan mendengarnya lebih dari 1000 orang guru. Beliau hapal sebanyak
100.000 buah Hadis shahih dan 200.000 buah Hadis yang tidak shahih.42 Di
antaranya yang shahih dimasukkan ke dalam kitab Shahihnya dan beliaulah
pertama kali orang yang menghimpun Hadis shahîh ke dalam sebuah buku
yang diberi nama al-Jâmi` al-Shahîh li al-Bukhariy. Buku ini ditulis selam 16
tahun yang beliau dengar dari lebih 70.000 periwayat melalui penelitian yang
tekun dan berhati-hati kemudian diajukan ke hadapan para gurunya kemudian
ditanya Imam Ahmad, Yahya bin Ma`în, `Ali al-Madîniy dan lain-lain,
mereka menilai shahih. Setiap akan menulis Hadis beliau mandi dan shalat
istikharah 2 rakaat terlebih dahulu dan tidak menulis kecuali Hadis yang
shahih, sanad yang muttashil dan para periwayatnya telah memenuhi syarat
keadilan dan ke-dhabith-an. Buku Hadis ini menurut sebagian ulama
berisikan 7.397 buah Hadis shahih termasuk Hadis yang berulang-ulang atau
2.067 buah Hadis shahih tanpa berulang-ulang.43

42
Shubhiy al-Shalih, `Ulûm…, h. 396
43
Muhammad bin Shâlih al-`Utsaymin, Mushthalah al-Hadîts, (Riyadh Jâmiat al-Imân
Muhammad bin Sa`ud, 1405), h. 57
146

Kitab al-Bukhari diterima (qabûl) oleh para ulama secara aklamasi di


setiap masa dan banyak sekali keistimewaan kitab al-Bukhari yang
diungkapkan oleh para ulama, di antaranya :
1. al-Turmudzi berkata :

‫ىعلم ًمن البخارل‬ ً ِّ ‫لىم أىر فى ال ًٍعلى ًل‬


‫كالر ىجاؿ أ ى‬ ‫ٍ ى‬
Aku tidak melihat dalam ilmu `Ilal al-Hadis dan para tokoh Hadis
seorang yang lebih tahu dari pada al-Bukhari.
2. Ibn Khuzaymah berkata :

‫ػديث رسػػوؿ اهللً صػػلى اهلل عليػػو‬ ً ‫السػ‬


ً ‫ػماء أى ٍعلػػم بحػ‬ َّ ‫ػت أىديػ ًػم‬
‫ى‬ ‫ػت تحػ ى‬
‫مػػا ىرأيٍػ ي‬
‫اسماعيل الٍبي ىخارم‬
‫ى‬
‫و‬
‫محمد ب ًن‬ ‫ظ ًم ٍن‬ ‫كسلم كت أىحف ى‬
Aku tidak melihat di bawah kolong langit seorang yang lebih tahu Hadis
Rasulillah saw dan yang lebih hapal dari pada Muhammad bin Isma`il
al-Bukhari.
3. al-Hâfizh al-Dzahabiy berkata :

‫كتاب اهلل تعالى‬ ً ‫ب ا ًإل ٍس‬


ً ‫الـ بع ىد‬ ً ‫أجل يكتي‬
ُّ ‫ىو‬
‫ى‬
Dia adalah kitab Islam yang paling agung setelah kitab Allah.
Di antara kelebihan daya ingat ( dhâbith) dan kecedrdasan Imam al-
Bukhârî mampu mengembalikan dan menerapkan kembali 100 pasangan
sanad Hadis pada matan yang sengaja diacak (Hadis maqlûb) oleh 10 ulama
Baghdad dalam rangka menguji kapabilitas daya ingat dan intelektualitas al-
Bukhari dalam periwayatan Hadis.44 Semua itu dapat dijawab oleh al-Bukhari
dengan lugas dan tegas dan dikembalikan sesuai dengan proporsinya
sebelumnya.
Para ulama yang mengambil Hadis dari padanya banyak sekali di
antaranya yang popular adalah al-Turmudzi, Muslim, al-Nasai, Ibrahim bin
Ishak al-Hurriy, Muhammad bin Ahmad al-Daulabiy, Manshûr bin
Muhammad al-Bazdawiy, dan lain-lain. Beliau meninggal dunia 1 Syawal
256 H/31 Agustus 870 M pada hari Jum`at malam Sabtu malam Hari Raya `Id
al-Fithri dalam usia 62 tahun kurang 13 hari di Samarkand.

2. Muslim (204 H/820 M – 261 H/875 M)


Nama lengkapnya adalah Abu Husayn Muslim bin al-Hajjaj al-
Quraysyiy al-Naysaburiy. Beliau dilahirkan di Naysabur pada tahun 204 H/
820 M yaitu kota kecil yang terletak di negera Iran. Beliau salah seorang ahli

44
Izzat `Athiyah et. al., A`lâm al-Muhadditsîn wa Manâhijuhum fi al-Riwâyah wa al-
Âdâb wa al-Dirâyah, ( Cairo : tp., 2000),h. 337
147

Hadis terkemuka dan murid al-Bukhari. Sejak kecil beliau belajar Hadis ke
beberapa guru di berbagai negara antaranya ke Hijaz, Syam, Irak, Mesir dan
lain-lain seperti gurunya al-Bukhari. Al-Nawawi berkata : ―Imam Muslim
seorang yang sangat berhati-hati, teguh pendirian, wara`, dan makrifah‖.
Di antara buku Hadis yang beliau tulis adalah Shahîh Muslim
berisikan 4.000 Hadis yang merupakan hasil penyeleksian dari 12.000 buah
Hadis yang dihitung secara berulang,45 atau pendapat lain sebanyak 7.275
buah Hadis secara terulang-ulang.46 Menurut Fuad Abd al-Bâqiy sebanyak
3.033 buah Hadis tanpa diulang. Buku itu disusun selama 12 tahun. Shahîh
al-Bukhariy dan Shahîh Muslim, keduanya kitab yang paling shahih setelah al-
Qur‘an, para ulama menerimanya secara aklamasi (qabûl) dan mayoritas
mereka menilai al-Bukhari lebih shahih, tetapi Shahîh Muslim lebih indah
sistematika penulisannya. Imam Muslim berkata :
‫ت ىُم و‬ ً ً ‫أف أىل ال‬
‫فمػ ىد ياريى ٍم علىػى ىػ ىذا‬
‫الحديث ى‬
‫ى‬ ‫سنة‬ ‫لو َّ ى ى‬
ٍ ‫ٍحديث يى ٍكتبيوف مئى ى‬
‫صح ٍي ًحو‬
ً ‫الٍمسنى ًد – يعني‬
ٍ‫ي‬
Seandainya ahli Hadis menulis Hadis selama 200 tahun, maka intinya pada
kitab Shahîhnya. 47
Menurut penelitian para ulama, persyaratan yang ditetapkan Muslim
dalam kitabnya pada dasarnya sama dengan penetapan Shahîh al-Bukhâriy.
Ibn al-Shalâh mengatakan bahwa persyaratan Muslim dalam kitab Shahîh-nya
adalah :
a. Hadis itu bersambung sanad-nya
b. Hadis diriwayatkan oleh orang kepercayaan (tsiqah) dari generasi
permulaan sampai akhir
c. Terhindar dari syudzûdz dan `illah.

Pengretian ‫الس ىُنىػد‬


َّ ‫ػاؿ‬
‫اتص ي‬ (bersambung sanad) menurut al-Bukhari,

seorang periwayat harus benar-benar bertemu (‫) اللقػاء‬ dengan penyampai

Hadis. Sedang Muslim mensyaratkan semasa ( ‫ المعػ ػػا صػ ػػرة‬/al-


mu`âsharah=hidup satu masa).
Banyak para ulama yang mengambil Hadis dari padanya di antaranya
al-Turmudzi, Abu Hatim al-Râziy, Ahmad bin Salamah, Musa bin Harun,
Yahya bin Shâ`id, Muhammad bin Mukhallad, abu `Uwânah Ya`qûb bin
Ishak al-Isfarâniniy, Muhamad bin Abd al-Wahhâb al-Farrâ‘, `Ali bin al-
Husain, dan lain-lain. Akhirnya beliau meningal di Naisabur pada tahun 261
H/875 M dalam usia 55 tahun.

45
Mahmûd al-Thahân, Taysîr…, h. 34
46
al-`Utsaymin, Mushthalah al-Hadîts, h. 59
47
Al-Shaleh, Ulûm al-Hadîts wa...h. 399
148

3. Abu Dawud (202 H/817 M- 275 H/889 M)


Nama lengkapnya Abu Dawud Sulaiman bin al-Asy`ats bin Ishaq al-
Sijistaniy (suatu kampung terletak antara Iran dan Afghanistan). Di kampung
itulah beliau dilahirkan pada tahun 202 H= 817 M. Sebagaimana al-Bukhari
dan Muslim beliau juga berkelana di berbagai daerah untuk mencari ilmu dan
berguru Hadis dari beberapa ulama Hadis. Di antaranya ke Khurrasan, Rayy,
Harat, Kufah, Baghdad, Tarsus, Damaskus, Mesir,dan Bashrah. Beliau
mengambil Hadis dari `Abdullah bin Maslamah al-Qa`nabî, Abu al-Walîd al-
Thayâlisiy Abu `Amar al-Hawdhiy, Ibrâhîm bin Musa al-Farrâ‘, Abu Bakar
bin Abi Syaybah, Ahmad bin Hanbal, dan lain-lain. Sedangkan Hadisnya
diriwayatkan oleh al-Turmudzi, al-Nasai, Abu `Awânah, Ya`qub bin Ishaq al-
Isfirâyiniy, dan lain-lain.
Beliau seorang hafizh, lautan ilmu, terpercaya, dan memiliki keilmuan
yang tinggi terutama dalam bidang Hadis, waktunya dihabiskan di Tursus
kurang lebih 20 tahun. Para ulama sangat menghormati kemampuan,
kejujuran, dan ketakwaan beliau yan luar biasa. Abu Dawud tidak hanya
sebagai seorang periwayat, penghimpun, dan penyusun Hadis, tetapi juga
sebagai seorang ahli hukum yang handal dan kritikus Hadis yang baik.48 Al-
Hakim Abu Abdillah berkata :
ً ‫ث فػي عصػ ًره بػال م ىد‬
ً ٍ‫أىل الٍح ًػدي‬
ٍ ‫افعػة ىس ٍػم ًعو بً ًم‬
‫ص ىػر‬ ‫ي ى‬ ً ‫اماـ‬ ‫داكد ي‬
‫كا ىف ىُ أبو ى‬
ً
َّ ‫كالشاـ كالعراقيِّػ ٍي ىن ًك‬
‫خراساف‬ ‫كالحجا ًز‬
Abu Dawud adalah imamnya ahli Hadis pada masanya, tanpa ada penolakan
yang mendengarnya baik di Mesir, Hijaz, Syam, ulama Irak dan Khurrasan49
Di antara karyanya ‫سػنن أبػي داكد‬ (Sunan Abu Dawud) yang beliau
perlihatkan ke hadapan Imam Ahmad. Dengan bangga Imam Ahmad
memujinya. Teknik pembahasannya seperti Fiqh, yaitu banyak bicara tentang
hukum. Buku ini berisikan 5.274 buah Hadis secara berulang-ulang
(mukarrar) yang disaring dan diteliti sebanyak 500.000 Hadis kemudian
diseleksi lagi menjadi 4.800 buah Hadis.50 Di dalamnya terdapat shahih,
hasan, dan dha`if. Beliau berkata : “Aku sebutkan yang shahih, yang serupa,
dan yang mendekatinya. Hadis yang sangat lemah aku jelaskan.”
Kedudukannya dalam Buku Induk Hadis menempati rengking pertama dalam
empat kitab Sunan dan mendekati dua kitab Bukhari Muslim. 51
Para ulama sepakat menentapkan bahwa beliau seorang hafizh yang
sempurna, berilmu yang luas, muhaddits yang terpercaya, wara`, dan memiliki
pemahaman yang tajam, baik dalam bidang Ilmu Hadis maupun lainnya. Al-
Khaththâbiy berpendapat, bahwa tidak ada susunan kitab ilmu agama yang

48
Mushthafâ al-A`zhamiy, Metodologi Kritik Hadis, h. 154
49
Abu zahw, al-Hadîts wa al-Muhadditsûn, h. 359
50
Ibid. h. 155
51
`Ajaj al-Khathîb, al-Mukhtashar…, h. 136-137
149

setara dengan kitab Sunan Abî Dawûd. Para ulama menerimanya dan dia
menjadi hakim antara Fuqahâ yang berlainan madzhab.52
Dalam sejarah hidupnya beliau bermukim di Bashrah dan mengajar
Hadis di sana sampai meningal pada tangal 16 Syawal 275 H/889 M.

4. al-Turmudzi (200 H/824 M- 279 H/892 M)


Nama lengkapnya Abu ‗Isa Muhammad bin Isa bin Surah
dilahirkan di Turmudz, sebuah kota kecil di pinggir utara Sungai Amudaria
sebelah utara Iran. Beliau lahir di kota tersebut pada bulan Dzu al-Hijjah
200 H=824 M. Beliau meninggalkan kampung halamannya untuk mencari
ilmu ke Khurrasan, Irak, dan Hijaz. al-Bukhari salah seorang gurunya baik
dalam Hadis maupun Fiqh. Beliau banyak meriwayatkan Hadis dari ulama
Hadis pada masanya, di antaranya al-Bukhari, Muslim, Isma`îl bin Musa
al-Sudiy.
Di antara karyanya adalah Kitab Sunan atau yang disebut ‫جػػامع‬
‫( الترمػذم‬Jâmi` al-Turmudziy). Di dalam kitab ini ia mengklasifikasikan
kualitas Hadis menjadi shahih, hasan, dan dha`if. Setelah selesai menulis
kitab ini beliau perlihatkannya kepada para ulama Hijaz, Irak, dan
Khurrasan. Mereka bersenang hati dan bangga melihatnya. Beliau berkata :
‫اؽ ك‬ً ‫الحجػػا ًز كالع ػر‬ ً
ٍ ‫ضػػتيوي علػػى علمػػاء‬
ٍ ‫ؼ ىُ ىعر‬
‫ػاب ى‬
‫ت ىػػذا الكتػ ى‬ ‫ص ػنَّػ ٍف ي‬
‫ػاب فكأنَّ ىمػا فػي بيتً ًػو نبىػي‬ ً
‫ض ٍوا بًػو ى‬
‫كم ٍػن كػاف فػي بيتػو ىػذا الكت ي‬
ً ‫خر‬
‫اساف كر ي‬ َّ
‫يتكلَّ يم‬
Aku tulis bukuku ini dan telah aku sodorkan kepada para ulama Hijaz, Irak,
dan Khurrasan dan mereka menyenanginya. Barang siapa di rumahnya
terdapat kitab Sunan ini, maka seakan-akan di rumahnya ada seorang Nabi
yang berbicara.
Buku inilah sumber pertama Hadis Hasan. Kualitas Hadisnya terbagi
empat macam ; yaitu sebagian dipastikan keshahihanny, sebagian lain
shahih atas syarat Abu Dawud dan al-Nasâ‘i, sebagian lain dijelaskan `illat-
nya, dan sebagian lagi beliau terangkan : “Aku tidak keluarkan suatu Hadis
dalam kitbaku ini kecuali yang diamalkan oleh sebagian Fuqahâ.”53
Beliau meninggal dunia pada tahun 279 H/892 M bulan Rajab di
Turmudz setelah sakit mata pada akhir hayatnya.

5. al-Nasai (215/839 M-303 H/915 M)


Nama lengkapnya Ahmad bin Syu`ayb bin Ali bin Sinan al-
Khurrasaniy al-Nasâ‘iy Abu Abdirrahman. Beliau dilahirkan di kota Nasa‘
suatu kota masuk wilayah Khurrasan pada tahun 215 H. Beliau mengembara

52
Ash-Shiddieqy, Sejarah..., h. 328
53
Shubhî al-Shâlih, `Ulûm al-Hadîts…, h. 400
150

ke berbagai kota besar untuk mencari Hadis, antara lain ke Khurrasan, Hijaz,
Irak, dan Mesir kemudian menetap di Mesir. Beliau juga seorang faqih
bermadzhab al-Syâfi`i, ahli ibadah, berpegang teguh pada Sunah, dan
memiliki wibawa kehormatan yang besar. Setelah melaksanakan ibadah haji ia
menetap di Mekkah sampai menghadap ke hadirat Ilahi pada tahun 303 H /915
M. Beliau meningal di al-Ramalah dan dimakamkan di Bayt al-Maqdis. Imam
al-Daru Quthniy memberi komentar tentang al-Nasai :
ً ‫كالر‬
‫جاؿ‬ ً
ِّ ‫لحديث‬ ‫لمهم ًبا‬ ً ً ‫كا ىف أفقو م ى‬
ٍ ‫شايًٍي ًخ م‬
‫ص ىر في عص ًره كأ ٍع ى‬ ‫ى‬
al-Nasai adalah orang yang paling alim Fikih di antara syeikh-syeik Mesir
pada masanya dan orang yang paling mengetahui hadis dan para
perawinya.54
Cukup banyak karangan beliau kurang lebih 15 buku, yang paling
populer adalah al-Sunan yang disusun seperti bab Fiqh. Di dalamnya tidak ada
seorang periwayat yang disepakati kritikus untuk ditinggalkannya. Dari segi
kualitas Hadisnya terdapat Hadis shahih, hasan dan dha`if. Beliau beri nama
buku itu ‫الكبػػرل‬ ‫السػػنن‬ (al-Sunan al-Kubrâ), kemudian diajukan kepada
seorang amir di al-Ramalah, beliau ditanya : ―Apakah semua Hadis di
dalamnya shahih ? Beliau menjawab : ― Di dalamnya ada yang shahih, hasan,
dan yang mendekatinya.‖ Tuliskan yang shahih saja dari padanya! sahut
Amir. Maka beliau menyaring dari kitab itu Hadis-Hadis shahih saja yang
kemudian disebut ‫السػػنن الصػػغرل‬ (al-Sunan al-Sughrâ) dan diberi nama

‫( المجتبػى مػن السػنن‬al-Mujtabâ min al-Sunan) yaitulah yang sampai di tangan


kita. Para ahli Hadis banyak yang berpedoman periwayatan dari al-Nasai, ia
bagian dari kitab induk enam yang sedikit kedha`ifannya dan seimbang atau
dekat dengan Sunan Abi Dawûd kitab kedua dari 4 Sunan.

6. Ibn Majah (207 H/824 M- 273 H/887 M)


Nama lengkapnya adalah Abu Abdullah Muhammad bin Yazid al-
Qazwiniy, lahir di Qazwin (sebuah kota di Iran) pada tahun 207 H/824 M.
Beliau belajar Hadis di berbagai kota di antaranya Irak, Hijaz, Mesir, dan
Syam. Banyak karyanya dalam Tafsir, Hadis, dan Tarikh. Di antara karyanya
yang populer adalah kitab ‫سػنن ابػن ماجػة‬ (Sunan Ibn Majah) yang disusun
seperti bab Fikih, jumlah Hadisnya sebanyak 4.341 buah Hadis. 3002 Hadis di
antaranya diriwayatkan oleh Ashhab al-Khamsah dan 1.339 buah Hadis
diriwayatkan oleh Ibn Majah. Di dalamnya terdapat Hadis shahih, Hasan,
dha`if, dan wahi. Ibnu Katsir berkata :

54
Abu Syabhah, Muhammad bin Muhammad, al-Ta‟rîf bi Kutub al-Sittah, Cair : Maktabat al-
‗Ilm, 1995. Cet. Ke-1, h. 95
151

‫السػػنى ًن المشػػهورةً كىػػي ىدالَّػةه‬ ً ‫ػاحب كتػ‬


ُّ ‫ػاب‬ ‫محمػ يد بػ يػن يزيػ ىد بػ ًن ماجػ ٍو صػ ي‬
َّ
ً ‫للسن ًَّة في‬ ً ً ِّ ً ُّ ‫كعلم ًو‬ ً ‫على عملً ًو‬
.‫كالفركع‬
ً ‫األصوؿ‬ ‫كتبح ًره كاطالعو كاتِّباعو ي‬
Muhammad bin Yazid bin Majah pemilik kitab al-Sunan yang terkenal. Kitab
ini menunjukkan atas amal, ilmu, kedalaman, ketajaman dan konsistensinya
dalam mengikuti Sunnah baik dalam masalah-masalah yang mendasar
(ushul) maupun masalah cabang (furû‟).
Para ulama sebelum abad 6 H belum memasukkannya ke dalam Buku
Induk Hadis Enam ‫أمهػػات الكتػػب السػػتة‬ (Ummahât al-Kutub al-Sittah)

kemudian dimasukkannya setingkat ‫( الموطػػأ‬al-Muwaththa‘) karya Imam


Malik. Para ulama mendahulukan Sunan Ibn Majah dari pada al-Muwaththa‘
dalam gabungan Buku Induk Hadis Enam tersebut, karena di dalamnya
terdapat beberapa Hadis yang tidak didapati dalam kitab lima, dan didapat
lebih banyak dari al-Muwaththa‘ bukan berarti ia lebih unggul dari al-
Muwaththa‟. Beliau meninggal dunia pada tanggal 22 Ramadhan 273 H.

C. Karya-Karya Enam Perawi Hadis


Para perawi Hadis enam orang di atas banyak menulis buku-buku Hadis
sebagai kaarya mereka. Di antaranya sebagai berikut :
1. Di antara karya al-Bukhari adalah sebagai berikut :
‫يح للبخارم‬ ً َّ ‫ ( الجامع‬al-Jâmi al-Shahîh li al-Bukhâriy)
a. ‫الصح ي‬
b. ‫( التاريخ الكبير‬al-Tarîkh al-Kabîr)
c. ‫التاريخ األكسط‬ (al-Tarîkh al-Awsath), dan

d. ‫التاريخ األصغر‬ (al-târîkh al-Ashghar),

e. ‫) الكنى‬al-Kunâ(,
f. ‫( الوحداف‬al-Wuhdân), dan
g. ‫( األدب المفرد‬al-Adab al-Mufrad).

2. Karya Muslim, antara lain :


a. ‫الجامع الصحيح لمسلم‬ (al-Jami‟ al-Shahih li Muslim)

a. ‫( العلل‬al-`Ilal)
b. ‫أكىاـ المحدثين‬ (Awhâm al-Muhadditsîn),
152

c. ‫من لئم لو الى راك كاحد‬ (Man Laima lahu illâ Rawin Wahid),

d. ‫( طبقات التابعين‬Thabaqât al-Tabi`în),


e. ‫المخضرمين‬ (al-Mukhadhramîn),

f. ‫المسند الكبير علػى أسػماء الرجػاؿ‬ (al-Musnad al-Kabîr `alâ Asmâ‟


al-Rijâl), dan
g. ‫الجامع الكبير على األبواب‬ (al-Jâmi` al-Kabîr `ala al-Abwâb).

3. Karya Abu Dawud, antara lain yang terkenal adalah :


a. ‫( سنن أبي داكد‬Sunan Abi Dawud)
4. Karya al-Turmudzi, antara lain :
a. ‫( الترمذم‬Jâmi` al-Turmudziy)
b. ‫( العلل‬al-`Ilal)
c. ‫( الشمائل‬al-Syamâil)
d. ‫( أسماء الصحابة‬Asmâ‟ al-Shahâbah)
e. ‫األسماء كالكنى‬ (al-Asmâ‟ wa al-Kunâ),
5. Karya al-Nasai antara lain :
a. ‫سنن النسائي‬ (Sunan al-Nasai)

b. ‫السنن الكبرل‬ (al-Sunan al-Kubrâ),

c. ‫السػنن الصػغرل‬ (al-Sunan al-Sughrâ) dan diberi nama ‫المجتبػى مػن‬


‫( السنن‬al-Mujtabâ min al-Sunan)
6. Karya Ibnu majah antara lain yang terkanal :
a. ‫( سنن ابن ماجة‬Sunan Ibn Majah)
153

Rangkuman

Para sahabat yang banyak meriwayatkan Hadis disebut al-Muktsirun di


al-Hadis. Maksud banyak periwayatan adalah lebih 1000 Hadis. Empat di
antaranya adalah ; Abu Hurairah, ‘Abdullah ibn ‘Umar, Anas ibn Malik
dan ‘A’isyah. Di antara mereka yang paling banyak adalah periwayatan
Abu Hurayrah. Menurut Baqî` bin Mukhallad, ia meriwayatkan sebanyak
5374 buah Hadis. Kemudian Abdullan bin Umar sebanyak 2.630 Hadis,
Anas bin Malik sebanyak 2.286 Hadis dan Aisyah sebanyak 2.210 Hadis.
Di antara pentakhrij Hadis yang terkenal adalah penghimpun 6 buku
induk Hadis. Yaitu

al-Bukhari, Muslim, Abu Dawud, al-Turmudzi, al-Nasai dan Ibn Majah.


Dua di antaranya shahih seluruhnya yaitu Shahih al-Bukhari dan Muslim.
Sedang 4 berikutnya ada shahih, hasan dan dha’if.
Di antara buku-buku karya pentakhrij Hadis yang terkenal :
1. al-Bukhari menulis buku Hadis : ‫للبخارم‬ ‫يح‬ ً َّ ‫الجامع‬
‫الصح ي‬
2. Muslim menulis buku Hadis : ‫الجامع الصحيح لمسلم‬

3. Abu Dawud menulis buku Hadis : ‫سنن أبي داكد‬


4. al-Turmudzi menulis buku Hadis : ‫الترمذم‬ ‫امع‬
‫ىج ي‬
5. al-Nasaî menulis buku Hadis : ‫سنن النسائي‬

6. Ibnu Majah menulis buku Hadis : ‫ماجة‬ ‫سنن ابن‬


GLOSARIUM

Pentakhrij : dari kata takhrij yakni seorang perawi yang menghimpun Hadis
beserta sanadnya ke dalam buku karyanya
al-muktsirûn fi riwâyat al-Hadîts : orang yang banyak meriwayatkan Hadis di
kalangan sahabat minimal meruwayatkan 1000 buah Hadis
Suffah : suatu tempat berlindungan para sahabat di masjid Nabawi yang
zuhud. Ahl al-Shuffah, penghuni Shuffah
Ummahât al-Kutub al-Sittah : Buku Induk Hadis Enam yaitu al-Jâmi‘ al-Shahîh
li al-Bukhariy, al-Jâmi‘ al-Shahîh li Muslim, Sunan Abi Dawud,
Jâmi‘ al-Turmudziy, Sunan al-Nasa‘i dan Sunan Ibnu Majah.
154

BAB X
KITAB-KITAB HADIS

Kompetensi Dasar :
Menjelaskan pengertian, contoh dan mengidentifikasi kitab-kitab Hadis al-
Jami‟, al-Sunan, al-Mushannaf, al-Mustadrak, al-Mustakhraj, al-Musnad, dan
al-Mu‟jam
Indikator :
Siswa mampu
1. Menjelaskan kitab Hadis al-Jami‟, al-Sunan, al-Mushannaf, al-Mustadrak, ,
al-Mustakhraj, al-Musnad, dan al-Mu‟jam
2. Menyebutkan contoh kitab Hadis al-Jami‟, al-Sunan, al-Mushannaf, al-
Mustadrak, al-Mustakhraj, al-Musnad, dan al-Mu‟jam
3. Mengidentifikasi pengelompokan kitab-kitab Hadis.

Pembukuan Hadis dalam perkembangannya banyak sekali ragamnya,


bahkan ia yang terbanyak di antara berbagai pembukuan disiplin ilmu. Ragam
pembukan ini bergantung pada kebutuhan, kemampuan dan kemajuan peradaban
manusia pada masa perkembangannya. Kalau dibandingkan dengan model
pembukuan yang lain, misalnya seperti al-Qur‘an hanya satu bentuk pembukuan
yakni berurutan dari surah ke surah sesuai dengan petunjuk Rasul saw (tawqîfiy).
Perkembangan pembukuan kitab Fikih juga demikian hanya satu bentuk yakni
mulai dari ibadah, muamalah, munakahat, dan jinâyat (pidana dan hukumannya).
Dilihat dari masa kejayaan pembukuan Hadis bersamaan dengan kejayaan
pembukuan ilmu-ilmu lain seperti Fikih, Ilmu Kalam dan ilmu pengetahuan (saint),
yakni abad 3 H atau abad 8 M. Perkembangan pembukuan Hadis bersamaan
dengan perkembangan penelitian Hadis yang semula hanya diingat atau dihapal
oleh para ulama sampai kepada penghimpunan dan pengkodifikasian yang
paripurna. Di antara ragam pembukuan yang akan ditampilkan di sisi, antara lain ;
al-Jâmi‟, as-Sunan, al-Mushannaf, al-Mustadrak, al-Mustakhraj, al-Musnad, dan
al-Mu‟jam. Berikut ini akan dijelaskan makna beberapa teknik pembukuan tersebut
dengan memberi contoh buku-bukunya.
Ragam pembukuan Hadis merupakan simbul yang mempunyai makna
sesuai dengan bentuk, sisi dan sisitematika buku Hadis tersebut. Berikut ini
pengertian beberapa teknik atau model pembukuan Hadis :

A. al-Jâmi`
Kata al-Jâmi‟ berarti menghimpun, mengumpulkan, dan mencakup. Boleh
jadi kata al-Jâmi‟ dimaksudkan kitab yang mencakup, menghimpun atau
mengumpulkan segala permasalahan. Secara terminologi diartikan sebagai
berikut :
155

ً ‫أبواب الٍح‬
‫اصطلى يح ٍوا على أنَّػ ىها‬
ٍ ‫ديث التي‬ ‫ً ى‬ ‫تم ىل على جمي ًع‬ ‫يىو ماا ٍش ى‬
ً
ً ‫الطعاـ كالشر‬
‫اب كالتَّفسي ًر‬ ‫كآداب‬ ‫كالرقا يؽ‬
ِّ ‫كاألحكاـ‬ ً ‫ثىمانيةه‬
‫كى ىي العقائ يد‬
‫ي‬ ‫ي‬ ‫ى‬
‫ب‬ ً ً‫ب كال ىٍمثىال‬
ً ً‫مائل كال ًٍفتى ًن كال ىٍمناق‬ َّ ‫كالس ٍي ًر‬
ً ‫كالش‬ َّ ‫يخ‬ ً ‫كالتار‬
Pembukuan Hadis yang mengakomodasi semua bab Hadis yang mereka
sebutkan 8 masalah yaitu masalah aqa‟id, hukum (Fikih), perbudakan (riqâq),
adab makan minum, tafsir, sejarah dan riwayat hidup, sifat-sifat akhlak
(syâmâ‟il), berbagai fitnah ( fitan), dan kisah-kisah (manâqib) .
Buku Hadis al-Jâmi‟ adalah ragam pembukuan Hadis yang paling
lengkap, karena ia mencakup segala permasalahan sebagaimana di atas, tidak
hanya terfokus satu masalah saja. Segala aspek agama dan segala aspek kehidupan
manusia dimuat dalam kitab tersebut.
Contoh kitab al-Jâmi‘ sebagai berikut :
1. al-Jâmi` li al-Imam `Abd al-Razzâq bin Hammâm al-Shan`âniy
karya al-Shan‘âniy

)‫ من الهجرة‬211 :‫الص ٍنػ ىعانًي ت‬ ً ‫ماـ‬


َّ ‫عبد الرزاؽ بًن‬
َّ ‫ىماـ‬ ً (
ً ‫الجام يع ل‬
2. al-Jâmi` al-Shahîh li al-Bukhâriy karya al-Bukhari

)‫ من الهجرة‬256 :‫يح للبخارم ت‬ ً َّ ‫( الجامع‬


‫الصح ي‬
3. al-Jâmi` al-Shahîh li Muslim karya Imam Muslim,

)‫من الهجرة‬ 261 :‫(الجامع الصحيح لمسلم ت‬


4. Jâmi` al-Turmudziy karya al-Turmudzi

)‫ من الهجرة‬279 :‫امع الترمذم ت‬


‫(ج ي‬‫ى‬
Kualitas Kitab al-Jâmi‟ karya al-Bukhari dan Muslim disepakati oleh para
ulama shahih seluruhnya sebagaimana disebutkan pada nama kitab tersebut yang
menyebutkan kata al-Shahîh di dalamnya ; al-Jâmi` al-Shahîh li al-Bukhâriy dan
al-Jâmi` al-Shahîh li al-Bukhâriy. Menurut penulisnya seluruh Hadus yang
terkandung di dalamnya berkualitas shahih seluruhnya. Sedang kitab al-Jâmi` li
al-Imam `Abd al-Razzâq bin Hammâm al-Shan`âniy (w. 211 H), dan Jâmi`al-
Turmudziy sekalipun disebut kitab al-Jâmi‟, namun kualitasnya sama dengan
kitab Sunan yakni ada yang shahih, hasan, dan dha`if. Dengan demikian nama al-
Jâmi‘ tidak menunjukkan kualitas hadis yang dikandung. Ia hanya menunjukkan
bahwa kitab tersebut memuat segala hadis yang mencakup segala permasalahan
sebanyak 8 masalah.
156

B. Sunan
Menurut bahasa Sunan jamak dari kata sunnah yang diartikan al-tharîqah =
jalan atau al-sîrah = perjalanan hidup atau sejarah. Secara terminologi Sunah
adalah segala sesuatu yang datang dari Nabi baik perkataan, perbuatan dan
persetujuan sama dengan Hadis . Tetapi dalam Sunan tidak menyebutkan Hadis
Mawqûf (berita disandarkan kepada sahabat) dan Maqthû‘ (berita disandarkan
kepada tabi‘in). Dalam kitab al-Risâlah al-Mustatharafah disebutkan bahwa kitab
Sunan adalah sebagai berikut :
ً‫كالصػالةً كا َّلزكػاة‬ ً ‫األبواب ال ًٍف ٍق ًهيَّ ًة ًمػن اٍإليم‬
َّ ً‫ػاف كالطَّهػارة‬ ً ‫ب ال يٍم ىرتَّػبىةي على‬
‫ى‬ ‫ال يكتي ي‬
ً ‫الػػى آخ ًرىػػا كلىػػيس فيهػػا شػػيف ًمػػن الموقػ‬
‫ػوؼ ًأل َّف الموقػ ى‬
‫ػوؼ ت ييسػ َّػمى فػػي‬ ‫ٍه ى‬ ‫ٍ ى‬
َّ ‫اص ًطالى ًح ًه ٍم سنَّةن كيي‬
‫سمى ىحديثنا‬ ٍ
Adalah beberapa kitab berisikan bab-bab seperti Fikih, misalnya bab iman,
thahârah, shalat, zakat dan seterusnya dan didalamnya tidak ada Hadis mawqûf,
karena hadis mawqûf tidak dinamakan Sunah dalam istilah mereka tetapi
dinamakan Hadis .
Sunan di sini dimaksudkan himpunan beberapa Hadis yang didapat dari
para syeikhnya dengan menggunakan teknik penghimpunan seperti sistematika
kitab Fikih pada umumnya. Yakni memuat bab thahârah (kesucian), shalat, zakat,
puasa dan haji. Bab mu‘amalat mengandung jual beli (buyû‘), sewa menyewa
(ijârah), gadai (rahn) dan lain-lain. Bab munâkahât dan farâidh (pernikahan dan
harta warisan) dan jinâyat dan hudûd (pidana dan hukumannya) dan lain-lain. Di
dalam kitab Sunan ini dijelaskan kualitasnya ada yang shahih, hasan dan dha‘if.
Contoh kitab Sunan sebagai berikut :
1. Sunan Abi Dawûd karya Abu Dawud,

)‫الهجرة‬ ‫ من‬275 :‫ت‬،‫(سنن أبي داكد‬


2. Sunan al-Nasâ‟î, karya al-Nasa‘I
) ‫من الهجرة‬393:‫ ت‬،‫(سنن النسائي‬
3. Sunan Ibn Mâjah, karya Ibn Majah
) ‫ من الهجرة‬273 :‫ ت‬،‫(سنن ابن ماجة‬
Kitab-kitab Sunan ini adalah perkembangan pembukuan hadis pada abad ke
3 H, yakni masa kejayaan pengkodifasian, sehingga buku Sunan ini termasuk
sebagian buku Hadis yang dijadikan buku induk Hadis. Kitab Hadis yang
dijadikan buku induk sebanyak 6 kitab, yaitu 3 al-Jâmi‘ dan 3 Sunan ;

‫يح للبخارم‬ ً َّ ‫( الجامع‬al-Jâmi` al-Shahîh li al-Bukhâriy)


1. ‫الصح ي‬
157

2. ‫لمسلم‬ ‫الجامع الصحيح‬ (al-Jâmi` al-Shahîh li Muslim)

3.‫الترمذم‬ ‫امع‬
‫( ىج ي‬Jâmi` al-Turmudziy)
4. ‫( سنن أبي داكد‬Sunan Abi Dawûd)

5.‫النسائي‬ ‫سنن‬ (Sunan al-Nasâ‟iy)

6. ‫سنن ابن ماجة‬ (Sunan Ibn Mâjah)

C. Mushannaf
Kitab Mushannaf dalam bahasa diartikan sesuatu yang tersusun.
Mushannaf adalah perkembangan pembukuan Hadis abad ke-2 H tentunya lebih
maju dari pada Shuhuf atau Shahîfah pada abad sebelumnya yang hanya
penghimpunan Hadis saja tanpa menyebutkan bab perbab. Tetapi ia tidak lebih
maju dari Sunan, karena di dalam Sunan sudah terpisahkan antara Hadis dari
Nabi dan perkataan sahabat. Dalam Mushannaf penghimpunannya sudah
menyebutkan bab perbab secara sistematis, tetapi masih campur antara Hadis
Nabi dan perkataan sahabat. Al-Zahraniy menyebutkan pengertian Mushannaf
adalah :

ً ‫ػاب كاح وػد ثي َّػم يى ٍج ىم يػع جملػةن مػن األب‬


‫ػواب أك‬ ‫اسػبى ًة فػي ب و‬
ً ‫األحاديث الٍمتنى‬
‫ي‬
ً ‫ىج ٍم يع‬
‫َّف و‬
‫كاحد‬ ‫ب في مصن و‬ ً ‫ال يكتي‬
‫ي‬
Adalah penghimpunan Hadis -Hadis yang relevan dalam satu bab kemudian
dihimpun sejumlah dari beberapa bab atau beberapa kitab itu ke dalam sebuah
Mushannaf.
Mushannaf adalah teknik pembukuan Hadis secara perbab. Pada masa
abad kedua ini pada umumnya penyusunanya didasarkan pada klasifikasi hukum
fikih dan di dalamnya tercampur antar Hadis marfu`, mawqûf, dan maqthû` atau
masih campur antara Hadis Nabi dan fatwa sahabat dan tabi‘in.
Contoh-contoh kitab Sunan :
1. .Mushannaf Hammad bin Salamah

‫حماد بًن ى‬
)‫ من الهجرة‬167 :‫سالمةت‬ َّ ‫َّف‬
‫(مصن ي‬
2. Al-Mushannaf )‫َّف‬
‫(المصن ي‬, karya Syu‘bah bin Hajjjaj (160 H)
3. Al-Mushannaf ) ‫َّف‬
‫المصن ي‬ ( karya Sufyan bin Uyaynah ( 198 H)

4. Al-Mushannaf ) ‫َّف‬
‫المصن ي‬ ( karya al-Layts bin Sa‘ad (175 H)
158

Kitab mushannaf adalah bentuk atau model pembukuan abad kedua


Hijriyah masih pada awal perkembangan, yakni sistematika pembukuannya
seperti kitab Fikih. Di dalamnya terdapat Hadis yang bercampur dengan fatwa
sahabat belum difilter dan belum diklasifikasikan m,enjadi shahih dan dha‘if.
D. Mustadrak,
Kata Mustadrak artinya dalam bahasa susulan dari yang ketinggalan atau
menambah yang kurang. Dalam istilah yang digunakan oleh ulama Hadis kitab
Mustadrak adalah :
ً ً ً ً
ٍ ‫األحاديث الَّتي تكو يف على شرط أحد ال يٍمصنِّف ٍي ىن كلػم يي ٍخ‬
‫رجهػا‬ ‫ىج ٍم يع‬
‫في كتابًو‬
Adalah menghimpun beberapa Hadis yang sesuai dengan persyaratan
salah seorang penyusun tetapi belum ditakhrij di dalam kitabnya.
Kitab mustadrak menghimpun hadis-hadis yang telah memenuhi
persayaratan sebuah kitab, tetapi belum dimasukkannya. Seakan-akan kitab
Mustadrak sebagai susulan atau penambahan terhadap kandungan kitab lain yang
telah memenuhi persyaratannya. Sebagaimana Mustadraknya Imam al-Hakim
telah menghimpun beberapa Hadis Shahih yang belum disebutkan dalam kitab al-
Bukhârî Muslim dan menurutnya telah memenuhi persyaratan keduanya. Nama
lengkapnya kitab al-Mustadrak `ala al-Shahîhayn yang ditulis Abi Abdillah al-
Hâkim al-Naysabûriy (w. 405 H) )‫حيح ٍي ًن‬
‫الص ى‬
َّ ‫(ال يٍم ٍستى ٍد ىر يؾ على‬
E. Musnad
Kata Musnad dalam bahasa diartikan sandaran atau yang disandari. Dalam
meriwayatkan Hadis harus disertai sandaran (sanad), dari siapa ia menerima
Hadis . Karena, dalam sejarah penghimpunan dan pengkodifiksian Hadis di
dasarkan pada hapalan dan ingatan para ulama. Sandaran ini sebagai pedoman dan
pegangan dalam periwayatan, sehingga penetapan syah atau tidaknya suatu Hadis
sangat bergantung pada sanad ini. Dalam pembukuan Hadis, musnad ini
dijadikan nama teknik pembukuan yang secara terminologis diartikan sebagai
berikut :

ً ً ً ً
‫كضم‬
ُّ ‫الصحابة‬ ‫أسماء‬ ‫األحاديث على‬
‫ى‬ ‫ب المسانيد كىي الَّتي تي ىخ ِّر ي‬
‫ج‬ ‫يكتي ي‬
‫بعضها الى بع و‬ ً
ً ‫الصحابة‬ ‫كل و‬
‫كاحد من‬ ً
ِّ ‫أحاديث‬
Kitab Musnad adalah kitab yang mentakhrij (mengeluarkan ) Hadis -Hadis nya
didasarkan pada nama-nama sahabat dan penghimpunan beberapa Hadis pada
masing-masing sahabat sebgian pada sebagian.
Pembukuan Hadis yang didasarkan pada nama para sahabat yang
meriwayatakannya adalah Musnad. Sistematika penghimpunan Hadis didasarkan
pada nama para sahabat yang meriwayatkannya tanpa memperhatikan
159

permasalahan atau topik Hadis serta kualitasnya. Misalnya semua Hadis Nabi
yang diperoleh seorang periwayat melalui `Aisyah dikelompokkan pada bab
Hadis -Hadis Aisyah, Hadis -Hadis yang didapatkan seorang periwayat dari
seorang sahabat `Abdullâh bin `Abbas dikelompokkan pada bab Hadis -Hadis
`Abdulah bin `Abbas, dan seterusnya tanpa melihat topiknya. Kitab Hadis yang
disusun secara musnad ini misalnya ;

1. Musnad al-Syâfi`iy َّ ‫(م ٍسند‬


)‫الشافعي‬ ‫ي‬
2. Musnad Imam Ahmad bin Hanbal (164-241 H)

)‫( مسنى يد اإلماـ أحم ىد بن ىح ٍنبى ول‬


3. Musnad Ahmad bin Rahawayh (161-238 H) ‫(مسند أحم ىد ب ًن‬
)‫ر ىاى ىويٍو‬
F. al-Mu’jam
Kata Mu`jam, dalam arti bahasa pada mulanya diartikan sesuatu yang tidak
jelas atau sesuatu yang terkonci, kemudian diartikan semacam kamus yang
berfungsi memperjelas arti kalimat yang tidak jelas tersebut. Kitab Mu‘jam dalam
istilah pembukuan Hadis :

‫يوخ أك‬
ً ‫الش‬ ً ‫الص‬
ُّ ‫حابة أك‬ َّ ‫تيب‬ ً
ً ‫األحاديث على تر‬ ‫ىكال يٍم ٍع ىج يم ما تي ٍذ ىكر فيو من‬
ً
.‫حركؼ ال يٍم ٍع ىجم‬ ‫كالغالب أف تكوف مرتَّبان على‬ ً ‫البػل‬
‫ٍداف‬
‫ي‬ ‫ي‬
Mu‟jam adalah buku yang menyebutkan Hadis -Hadis nya didasarkan pada
nama sahabat atau nama syeikhnya atau didasarkan pada nama negeri gurunya
pada umumnya secara abjadi atau hija‟i (sesuai dengan urutan huruf hija‟iyah) .
Di antara penulis buku Mu‘jam ini Sulayman bin Ahmad al-Thabarâniy (w.
360 H) yang menulis buku al-Mu‟jam dan terbagi menjadi 3 kitab al-Mu`jam
yaitu :

1. al-Mu`jam al-Kabîr ) ‫( المعجم الكبير‬


2. al-Mu`jam al-Awsat )‫( المعجم األكسط‬
3. al-Mu`jam al-Ashghar )‫( المعجم األصغر‬
al-Mu`jam al-Kabîr penghimpunan Hadis yang diperoleh berdasarkan
nama sahabat secara abajdi (alphabet), hanya dimulai dari 10 sahabat yang diberi
kabar masuk surga oleh Rasulillah. Buku Mu`jam ini memuat kurang lebih
525.000 Hadis. Kedua Mu`jam yang belakangan si atas seperti Kamus Hadis
160

yang menghimpun beberapa Hadis didasarkan pada nama masyayîkh-nya atau


negeri tempat tinggal atau kabilah secara abjadi. menghimpun beberapa Hadis
berdasarkan yang diperoleh dari syeikhnya secara abjadi, hanya bentuknya yang
membedakan antara keduanya. Jika al-Mu`jam al-Awsath tengah-tengah atau
sedang, al-Mu`jam al-Ashghar, lebih sederhana.
G. al-Mustakhraj
Mustakhraj secar etimologi dari kata kharaja yang berarti keluar istakhraja
berarti mengeluarkan. Teknik pembukuan Mustakhraj secara terminologi diartikan
:
ً ‫ػاب ًمػػن يكتيػػب الحػ‬ ً َّ ‫ظ ًمػػن‬ ً ‫ىػػو أ ٍف‬
‫ػحيح‬
ً ‫ػديث كصػ‬ ٍ ‫الحفػػاظ الػػى كتػ و‬ ‫يعم ػ ىد حػػاف ه‬
‫بأسػػانًي ىد لًنىػ ٍف ًسػ ًػو مػػن‬ ‫ػحيح مسػ و‬
‫ػلم أك غي ًرىمػػا فيي ٍخػ ًرج أحاديثىػػوي ى‬ ً ‫البخػػارم أك صػ‬
ً ‫ػاب فىيجتى ًمػػع معػػوي فػػي شػ‬
‫ػيخو أك ىمػ ٍػن فوقىػػوي كلىػ ٍػو فػػي‬ ‫ػاحب الكتػ ً ٍ ي‬ ً ‫غي ػ ًر طريػ ًػق صػ‬
.‫كمتونًو ك طيير ًؽ أىسانًٍي ًده‬ ً ً
‫الصحابًي مع ًر ىعاية ترت ٍيبًو ي‬
َّ
Yaitu seorang hafizh bermaksud mengeluarkan Hadis -Hadis dari sebuah
kitab Hadis seperti Shahîh li al-Bukhari atau Shahîh Muslim dan atau yang lain
dengan menggunakan sanad sendiri yang bukan sanad kitab tersebut, maka bisa
bertemu pada sanad itu pada syeikhnya atau orang di atasnya walaupun pada
sahabat serta memelihara urutan, matan dan jalan sanadnya.
Dengan singkat dapat dikatakan bahwa mustakhraj ialah seorang
penghimpun Hadis mengeluarkan beberapa buah Hadis dari sebuah buku Hadis
seperti yang diterima dari gurunya sendiri dengan menggunakan sanad sendiri,
maka akan terjadi pertemuan pada syeikhnya atau orang di atasnya. Seperti yang
dilakukan oleh Abi Bakar al-Isma‘ilî mengeluarkan beberapa Hadis dari kitab
Shahih Bukhari dengan menggunakan sanad sendiri yang diterima dari guru-
gurunya. Kitab beliau disebut Mustakhraj Abî Bakr al-Isma`ilî `alâ Shahîh al-
Bukhâriy (w. 371 H). Contoh buku mustakhraj lain :
1. Mustakhraj al-Hafizh Abi Bakar bin Mardawayh al-Ashbahâniy „alâ
Shahîh al-Bukhariy (w. 416 H)

)‫صحيح البخارم‬
ً ‫مردكيٍو األصبهاني على‬
‫ج الحافظ أبي بكر بن ى‬
‫(مستخر ي‬
‫ى‬
2. Mustakhraj al-Hafizh Abi „Uwânah Ya‟qûb bin Ishâq al-Asfarâyîniy
„ala Shahîh Muslim ( w.316)

‫صحيح و‬ ‫األس ىفرايًٍين ًي على‬ ً ‫(مستخرج ال‬


) ‫مسلم‬ ً ٍ ‫يعقوب ب ًن اسحا ىؽ‬
‫ى‬ ‫ٍحافظ أبي عي ىوانىة‬ ‫ىي‬
3. Mustakhraj al-Hafizh Muhammad bin Ya‟qûb al-Naysabûriy „alâ al-
Shahîhayn. (w. 344 H)
ً ‫محم ًد ب ًن يعقوب النيسابورم على‬
) ‫الصح ٍي ىح ٍين‬ ً
َّ ‫الحافظ‬ ‫ج‬
‫ى‬ ‫(مستخر ي‬
‫ى‬
161

Rangkuman

Model pembukuan Hadis beragam, di antaranya ; al-Jami’, Sunan,


Musnad, al-Mushannaf, , al-Mustakhraj,al-Mustadrtak dan al-Mu’jam.
Kitab al-Jami’ menghimpun segala masalah yakni ada 8 masalah seperti
al-Jami’ al-Shahih li al-Bukhari. Sunan bentuk susunannya seperti Fikih
di dalamnya ada Hadis shahih, hasan dan dha’if. Musnad dan al-
Mushannaf, artinya susunannya didasarkan pada naman sahabat yang
meriwayatkan Hadis seperti Musnad al-Imam Ahmad. Al-al-Mustadrak
karya al-Hakim. Al-Mu’jam, ensklopedi Hadis didasarkan pada nama
sahabat atau syeikh-syeiknya atau negerinya seperti al-Mu’jam karya
al-Bayhaqi dan al-Mustakhraj, adalah penghimpunan Hadis dari
sebuah buku Hadis dengan menggunakan sanad sendiri, Seperti yang
dilakukan oleh Abi Bakar al-Isma’ilî dalam kitab Mustakhraj Abi Bakr
al-Isma`iliy `alâ Shahîh al-Bukhâriy (w. 371 H).

GLOSARIUM

Enam Buku Induk : atau disebut Kutub al-Sittah yaitu al-Jâmi‘ al-Shahîh li al-
Bukhariy, al-Jâmi‘ al-Shahîh li Muslim, Sunan Abi Daud, Jami‘ al-
Turmudziy, Sunan al-Nasaiy dan Sunan Ibnu Majah.
al-Sâbiqûn al-Awwalûn : Orang yang masuk Islam terlebih dahulu seperti Abu
Bakar, umar, Utsman dan Ali
Shahîfah : Buku Hadis berbentuk lembaran-lembaran pada awal Islam
Tawqîfî : bergantung pada petunjuk Rasul saw.
Suffah adalah suatu tempat berlindungan para sahabat di masjid Nabawi yang
zuhud. Mereka yang tinggal disebut Ahl al-Suffah
Orang yang banyak meriwayatkan yang diriwayatkan seseorang lebih dari seribu
Hadis. Mereka itu sebanyak 6 orang yaitu Abu Hurairah, Abdullah
bin Umar, Anas bin Malik, Aisyah, Abdullah bin Abbas, dan Jabir bin
Abdillah
Syudzûdz : jamak dari syâdz, periwayatan orang tsiqah (adil dhabith)
berlawanan dengan periwayatan orang yang lebih tsiqah
162

LATIHAN SO’AL

1. Perhatikan pernyataan berikut ini !

‫غا‬٠‫ رمغ‬ٚ‫ فؼال أ‬ٚ‫ال أ‬ٛ‫ ص َ ل‬ٟ‫ إٌج‬ٌٝ‫ف إ‬١‫ِب أػ‬


Lafadz yang bergaris bawah dari pernyataan di atas artinya adalah ...
A. Perkataan
B. Perbuatan
C. Ketetapan
D. Keinginan
E. Sifat

2. Tokoh yang mempelopori munculnya ilmu hadits riwayah adalah ...


A. Ibnu Syihab al-Zuhri
B. Abdurrahman bin ‗Auf
C. Umar bin Abdul Aziz
D. Imam Malik
E. Imam Bukhari dan Muslim

3. Ketetapan Rosulullah Saw terhadap perbuatan para sahabat yang diketahui


oleh Rosulullah sendiri dengan tidak menegur mereka atau melarangnya,
adalah pengertian dari sunnah ....
A. Fi‘liyah
B. Qauliyah
C. Taqririyah
D. Hammiyah
E. ‗adiyah

4. Berdasarkan jumlah perawinya, hadits dibagi menjadi dua yakni


mutawattir dan ahad. Yang dimaksud dengan hadits ahad adalah hadits
yang ....
A. Perawinya banyak
B. Membahas ke –ESA- an Allah
C. Paling diunggulkan
D. Diriwayatkan seorang perawi atau lebih tetapi tidak mencapai derajat
mutawatir
E. Paling tinggi derajatnya

5. Hadits yang diriwayatkan dari hasil tangkapan panca indera, diriwayatkan


oleh sejumlah besar perawi yang menurut adat kebiasaan mustahil mereka
sepakat berbohong adalah pengertian hadits ....
A. Shahih
163

B. Hasan
C. Mutawatir
D. Ahad
E. Masyhur

6. Yang bukan bagian hadits ditinjau dari tempat penyandarannya adalah ....
A. Qudsi
B. Marfu‘
C. Mauquf
D. Maqthu‘
E. Maushul

7. Perhatikan hal – hal berikut ini !


1) Kebenaran haditsnya kuat
2) Bisa dijadikan dalil (hujjah)
3) Wajib diamalkan

Hal – hal diatas merupakan ciri – ciri hadits ...


A. Maqbul
B. Mardud
C. Mudallas
D. Mursal
E. Munqathi‘

8. .ٓ‫ ْاٌذـ‬ٚ‫ْخ أ‬١‫ْ ؽ اٌظذ‬ُٚ‫ْ ا ْوضغ ِ ْٓ ُشغ‬ٚ‫ ِب فمض شغْ ؽًب أ‬Adalah definisi ....
A. Hadits shahih
B. Hadits hasan
C. Hadits dha‘if
D. Hadits maudhu‘
E. Hadits mutawattir

9. Yang merupakan bagian dari hadits dhaif karena gugur sanad adalah . …
A. Matruk – Muallaq
B. Mu‘dhal – Munqathi‘
C. Maudhu‘ – Matruk
D. Mudraj – Mursal
E. Mudallas – Maudhu‘

10. Sahabat Nabi Saw yang lahir pada tahun 10 SM dan wafat tahun 73 H
dengan meriawayatkan hadits sebanyak 2630 adalah ....
A. Abu Hurairah
164

B. Abdullah bin Umar


C. Anas bin Malik
D. Abdullah bin Amr bin ‗Ash
E. Sayidah ‗Aisyah

11. Dalam sejarahnya Abu Hurairah adalah sahabat Nabi Saw yang meskipun
bukan khulafa‘ al-rasyidin namun mendapat julukan bendaharawan hadits
karena banyaknya hadits yang diriwayatkan sejumlah ....
A. 2630
B. 2286
C. 2210
D. 5374
E. 5473

12. Salah satu bendaharawan hadits yang berhasil menghimpun 2286 hadits
dari Rosulullah Saw adalah pencapaian luar biasa yang di dapat sang
sahabat. Hal itu tidak lain karena ia sudah berkhidmah kepada Rosulullah
Saw mulai umur 10 tahun. Sahabat tersebut adalah ....
A. Abu Hurairah
B. Abdullah bin Umar
C. Anas bin Malik
D. Abdullah bin Amr bin ‗Ash
E. Sayidah ‗Aisyah

13. Nama lengkap Imam Abu Daud adalah ....


A. Muhammad bin Ismail bin Ibrahim
B. Muslim bin al-Hajjaj al-Qusayairy
C. Sulaiman bin al-Asy‘ats
D. Abu Isa Muhammad bin Isa
E. Abu Abdurrahman bin Ahmad

14. Sunan Sughra merupakan ringkasan atau hasil penyeleksian Imam Nasa‘i
dari kitab ...
A. al-Muwattha‘
B. Al-Jami‘
C. Al-Mujtaba
D. al-Kahf
E. Al-Sunan al-Kubra

15. Teknik pembukuan Hadis secara perbab. Pada masa abad kedua ini pada
umumnya penyusunanya didasarkan pada klasifikasi hukum fikih dan di
dalamnya tercampur antar Hadis marfu`, mawqûf, dan maqthû` atau
165

masih campur antara Hadis Nabi dan fatwa sahabat dan tabi‘in. adalah
pengertian kitab ....
A. Mushannaf
B. Mustadrak
C. kitab As-Sunan
D. kitab al Jami‘
E. Shahih

16. Salah satu contoh kitab al-Mustadrak yang paling terkenal adalah ….
A. Mustadrak Ali al-Thusi
B. Mustadrak Muhammad bin Abdul Malik
C. Mustadrak Imam Ahmad bin Hanbal
D. Mustadrak Abi ‗Awanah
E. Mustadrak al-Hakim ‗ala shahihaini

17. Pengertian al Ta‟dil secara istilah adalah ....


A. menilai kecacatan seseorang yang menggugurkan keadilan tersebut
B. sifat keadilan periwayat Hadis yang mendukung penerimaan berita
yang dibawanya
C. sifat kecacatan periwayat Hadits yang dapat mengugurkan
keadilannya
D. menilai keadilan seseorang yang mendukung penerimaan
pemberitaannya
E. keadilan para perawi Hadits dan kecacatannya

18. ‫ش‬٠‫ُِّٓ اٌْذض‬١ٌ ْ‫ = فُال‬Si Fulan lemah Hadisnya. Lafadz yang digunakan
dalam mentarjih untuk ....
A. menunjuk tidak dapat dijadikan hujjah atau sesamanya secara tegas
B. menunjukkan dekat dengan tajrîh
C. menunjukkan tukang dusta
D. menunjukkan cacat keadilan yang ringan
E. ta‘ashub terhadap orang yang ditarjih

19. ”Tidak menunjuk tsiqah dan tidak tajrîh” , Lafadz yang digunakan dalam
menta‘dil adalah ....
A. ‫ك إٌبؽ‬ ُ ‫ْ ص‬ٚ‫فالْ ا‬
B. ‫فالْ صمخ‬
C. ‫ق‬ٚ‫ط ُض‬
D. ُِْٛ ْ‫ِأ‬
E. ‫ز‬١‫فالْ ش‬

20. Seorang Syeikh hendaknya hafal hadis yang diriwayatkannya, sehingga


ketika seorang murid membacakan hadis dihadapannya ia dapat
mengoreksinya. Dalam penerimaan hadis, metode ini disebut....
166

A. As-Sama
B. Al Qiro‘ah
C. Ijazah
D. Al I‘lam
E. Al Munawalah

21. Seorang syeikh mengatakan : ْ‫ ػٓ فال‬ٝ‫ ٘ظا ِٓ ؿّبػز‬, kemudian


diriwayatkan oleh muridnya , lafad ini digunakan dalam metode....
A. Al Munawalah
B. Al Mukatabah
C. Al Wijadah
D. Al Wasyiyah
E. Al I‘lam

22. Makna pengertian hadits yang menyatakan pembangkangan kepada Allah,


jika tidak taat kepada Rasulullah SAW. adalah…
A. ‫ فم ْض أؽبع هللا‬ٕٝ‫ِ ْٓ أؽبػ‬
B. ‫ هللا‬ٝ‫ فم ْض ػظ‬ٝٔ‫ِ ْٓ ػظب‬ٚ
C. ٕٝ‫ فم ْض أؽبػ‬ٜ‫غ‬١ِ‫ِ ْٓ أؽبع أ‬ٚ
D. ٝٔ‫ فم ْض ػظب‬ٜ‫غ‬١ِ‫ أ‬ٝ‫ِ ْٓ ػظ‬ٚ ،
E. ٝٔ‫ فم ْض ػظب‬ٜ‫غ‬١ِ‫ِ ْٓ أؽبع أ‬ٚ

23. Sebesar apapun kekuasaan yang dimiliki oleh makhluk akan hancur
layaknya Fir‘aun yang takabur terhadap Tuhannya. Sebanyak apapun
harta yang dimiliki pasti akan lenyap layaknya Qorun yang ditelan bumi
beserta seluruh kekayaannya. Sebagai muslim yang tunduk akan kebesaran
Allah maka sikap terbaik bagi kita adalah ....
A. Pasrah tanpa usaha karena semua sudah Allah tentukan
B. Mecari harta sebanyak-banyaknya meskipun akan ditinggal mati
C. Mencari kedudukan setinggi-tingginya meskipun akan ditingggal
pensiun
D. Bekerja sekuat tenaga namun tetap ingat bahwa Allah lah pemilik
semuanya.
E. Acuh dengan kehidupan yang fana‘.

24. Perhatikan penggalan hadits berikut ini :

‫ْؾ طان حد ٍض إال‬١ٌٚ ‫غ‬١ْ ‫ "ػججًب ح ِْغ ْاٌ ُّ ْؤِٓ إْ أ ِْغُٖ ُوٍُٗ س‬: ٍُ‫ؿ‬ٚ ْٗ١ٍ‫ هللاُ ػ‬ٍٝ‫ ُي هللا ط‬ُٛ‫لبي عؿ‬
)ٍُ‫اٖ ِـ‬ٚ‫ (ع‬."ٌُٗ ‫ ًغا‬١ْ ‫صبَ َز فىبْ س‬
َ ‫ض َّزا ُء‬ َ َ‫ ًغا ٌُٗ ََإِنْ أ‬١ْ ‫ٌ ٍْ ُّ ْؤِٓ إ ْْ أطبث ْزُٗ ؿغا ُء شىغ فىبْ س‬
َ ًُ‫صابَ ْت‬
Makna lafadz yang bergaris bawah adalah ...
A. Sungguh luar biasa perkara kaum mukmin
B. Yang tidak dimiliki oleh orang lain
C. Jika mendapatkan nikmat bersyukur
167

D. Jika diberi amanah menjalankan


E. Jika ditimpa musibah bersabar

25. Sedangkan Makna lafadz yang tercetak tebal pada hadits nomor 24
adalah ...
A. Sungguh luar biasa perkara kaum mukmin
B. Yang tidak dimiliki oleh orang lain
C. Jika mendapatkan nikmat bersyukur
D. Jika diberi amanah menjalankan
E. Jika ditimpa musibah bersabar

26. Perhatikan matan hadits berikut ini :

ْ‫إ‬ٚ ‫ٕخ‬١ْٔ‫جُه فئْ اٌظِّ ْضق ؽُّأ‬٠‫غ‬٠ ‫ ِب ال‬ٌٝ‫جُه إ‬٠‫غ‬٠ ‫ؿٍُ ص ْع ِب‬ٚ ْٗ١ٍ‫ هللاُ ػ‬ٍٝ‫ي هللا ط‬ُٛ‫ذ ِ ْٓ عؿ‬ ْ ‫دف‬
ُ ‫ظ‬
‫جخ‬٠‫ْاٌىظة ع‬
Menurut kandungan hadits di atas ketika atasan sedang melakukan sidak di
kantor, Ahmad sebagai seorang karyawan yang jujur dan pekerja keras
akan merasa ....
A. Nervous
B. Takut
C. Tenang
D. Lemas
E. Biasa saja

27. Perhatikan matan hadits berikut ini :

‫ ػ ْٓ ْاٌ ُّ ْٕىغ‬ْٕٝٙ ٠ٚ ‫ف‬ُٚ‫أْ ُِغْ ث ْبٌّ ْؼغ‬٠ٚ ‫غ‬١‫غْ د ُْ اٌظغ‬٠ٚ ‫غ‬١‫لِّغْ ْاٌىج‬ُٛ٠ ُْ ٌ ْٓ ِ ‫ْؾ ِٕب‬١ٌ
Sebagai orang yang dituakan di masyarakat maka sikap Abdullah dalam
bergaul adalah ...
A. Ingin dilayanii terus
B. Sayang kepada yang lebih muda
C. Maunya menang sendiri
D. Cuek terhadap masyarakat
E. Harus selalu di depan dalam segala hal

28. Maksud dari potongan hadits : ‫ ْش ُىغْ هللا‬٠ ُْ ٌ ‫ ْش ُىغْ إٌبؽ‬٠ ُْ ٌ ْٓ ِٚ adalah ....
A. Barang siapa berterimakasih kepada Manusia sesungguhnya ia
bersyukur kepada Allah.
B. Bersyukurlah kepada Allah, maka manusia akan memujimu
C. Jangan pernah bersyukur kepada Manusia karena sama saja
menyekutukan Allah
168

D. Jikalau kamu bersyukur kepada Manusia, mereka akan beryukur


kepadamu
E. Syukurilah apa yang diberikan manusia kepadamu

29. Perhatikan matan hadits berikut ini :

َّ َ‫سفَ َم ِم ْى ُك ْم ََ ََل تَ ْىظُ ُزَا إِنَى َمهْ ٌُ َُ فَ ُْلَ ُك ْم فَ ٍُ َُ أَ ْج َذ ُر أَنْ ََل ت َْز َد ُرَا وِ ْع َمة‬
ِ‫ّللا‬ ْ َ‫ا ْوظُ ُزَا إِنَى َمهْ أ‬
Makna kata yang bergaris bawah adalah ....
A. Memuliakan
B. Meremehkan
C. Memperebutkan
D. Membalas
E. Mensyukuri

30. Perhatikan matan hadits berikut ini :

ٍ ‫ ٔب‬ٞ‫ال ُوًُّ ط‬ٚ ِّٟ ٍْ٘ ‫ذًُّ ٌ ُى ُْ ٌذْ ُُ ْاٌذّبع ْاح‬٠ ‫ال‬
ٍ ٍ‫ ِ ْش‬ٞ‫ال ُوًُّ ط‬ٚ ‫ة ِ ْٓ اٌـجُغ‬
‫ْغ‬١‫ت ِ ْٓ اٌط‬
Makna lafadz yang bergaris bawah adalah ....
A. Berkuku
B. Berbulu
C. Bertaring
D. Berbangkai
E. Berparuh

31. Sebagai seorang bupati, Bowo punya wewenang dan keawajiban untuk
menjaga kondusivitas wilayahnya termasuk dari kekacauan yang merebak
akibat maraknya kemaksiatan. Maka tindakan Bowo dengan menerbitkan
aturan penindakan sesuai dengan matan hadits ....
A. ٖ‫ض‬١‫ِّغْ ُٖ ث‬١‫ُغ‬١ٍْ ‫ ِ ْٕ ُى ُْ ُِ ْٕى ًغا ف‬ٜ‫ِ ْٓ عأ‬
B. ٗٔ‫ـْزط ْغ فجٍـب‬٠ ُْ ٌ ْْ ‫فئ‬
C. ٗ‫ـْزط ْغ فجم ٍْج‬٠ ُْ ٌ ْْ ‫فئ‬
D. ٍَ ْٛ‫ب وّضً ل‬ٙ١‫ ْاٌ ُّ ْض٘ٓ ف‬ٚ ‫ص هللا‬ُٚ‫ ُدض‬ٍٝ‫ِض ًُ ْاٌمبئُ ػ‬
E. ‫ْف‬١‫ب أش ُّض ِٓ اٌـ‬ٙ١‫ إٌبع اٌٍِّـبُْ ف‬ٝ‫ُْ ف ْزٕخ رـْز ْٕظفُ ْاٌؼغة ل ْزال٘ب ف‬ٛ‫ر ُى‬

32. Perhatikan matan hadits berikut ini :

ُ ّ‫ر ْش‬ٚ ‫ح‬ٛ‫إجبثخُ اٌض ْػ‬ٚ ‫ع ْاٌجٕبئؼ‬


‫ذ‬١ ُ ‫ارِّجب‬ٚ ‫غ‬٠‫بصحُ ْاٌّغ‬١‫ػ‬ٚ َ‫ ْاٌ ُّـٍُْ س ّْؾ ع ُّص اٌـال‬ٍٝ‫ك ْاٌ ُّـٍُْ ػ‬
ُّ ‫د‬
‫ْاٌؼبؽؾ‬
Makna lafadz yang bergaris bawah adalah ....
A. Menjawab salam
B. Menjenguk orang sakit
C. Mengantarkan jenazah
D. Memenuhi undangan
169

E. Mendoakan orang bersin

33. Perhatikan matan hadits berikut ini :

ٖ‫لٕؼُٗ هللاُ ثّب آرب‬ٚ ‫عُػق وفبفًب‬ٚ ٍُْ‫ل ْض أ ْفٍخ ِ ْٓ أؿ‬


Sikap Fauzan sebagai kepala keluarga ditengah himpitan krisis ekonomi
yang sesuai dengan konteks hadits di atas adalah ....
A. Terus menerus menumpuk kekayaan tanpa menghiraukan keluarga
B. Bekerja sepanjang hari dengan penuh motivasi dunia
C. Menjadikan hari liburnya untuk menambah pemasukan tanpa
menghiraukan kesehatan
D. Saling bantu membantu
E. Mencukupkan gaji yang diterima seraya bersyukur kepada Allah Swt.

34. Andi adalah seorang petani yang meskipun tidak kaya namun suka
membantu tetangga dan kerabatnya yang membutuhkan. Hal ini sesuai
dengan semangat hadits ....
A. ٖ‫لٕؼُٗ هللاُ ثّب آرب‬ٚ ‫عُػق وفبفًب‬ٚ ٍُْ‫ل ْض أ ْفٍخ ِ ْٓ أؿ‬
B. ‫ْف‬١‫ب أش ُّض ِٓ اٌـ‬ٙ١‫ إٌبع اٌٍِّـبُْ ف‬ٝ‫ُْ ف ْزٕخ رـْز ْٕظفُ ْاٌؼغة ل ْزال٘ب ف‬ٛ‫ر ُى‬
C. ٍٝ‫ض اٌ ُّـ ْف‬١ٌ‫ْغ ِ ْٓ ْا‬١‫ب س‬١ٍُْ ‫ ُض ْاٌؼ‬١ٌ‫ْا‬
D. ‫غ‬٠‫بصحُ ْاٌّغ‬١‫ػ‬ٚ َ‫ ْاٌ ُّـٍُْ س ّْؾ ع ُّص اٌـال‬ٍٝ‫ك ْاٌ ُّـٍُْ ػ‬
ُّ ‫د‬
E. ٖ‫ض‬٠ ًّ‫ت ِ ْٓ ػ‬١‫ؽ‬ ْ ‫ِب وـت اٌغ ُج ًُ و ْـجًب أ‬

35. Perhatikan matan hadits berikut ini :

ٍ ‫جئ ثذ ُْؼِخ دط‬١‫ ْاٌججً ف‬ٟ‫أْر‬١‫أْ ُسظ أد ُض ُو ُْ أدْ جٍُُٗ ف‬٠ ْْ ‫ح‬
‫ت‬
Makna kata yang bergaris bawah adalah ....
A. Mengambil
B. Seikat kayu
C. Kapak
D. Tali
E. Gendong

36. Perilaku siswa yang tidak mengamalkan hadits ٍُ ٍْ‫ ُو ًِّ ُِـ‬ٍٝ‫ؼخ ػ‬٠‫ؽٍتُ ْاٌؼ ٍُْ فغ‬
adalah ...
A. Mempelajari ilmu agama dan umum
B. Hanya mengaji di pesantren
C. Menghabiskan waktunya untuk jalan-jalan
D. Membangun perpustakaan pribadi sebagai sarana belajar
E. Belajar dengan otodidak
170

37. Allah menjauhi pemimpin yang tidak bertanggung jawab dan tidak
menjalankan amanat rakyat. Redaksi hadits yang sesuai dengan pernyataan
di atas adalah….
A. ْٗ١ٍ‫ ػ‬ٝ‫ ْاٌ ُّضػ‬ٍٝ‫ُٓ ػ‬١ّ١ٌ‫ ْا‬ٚ ٝ‫ ْاٌ ُّضػ‬ٍٝ‫ِّٕخُ ػ‬١‫ْاٌج‬
B. ‫ْذ‬ُ ‫ْٗ حجج‬١ٍ‫ذ ػ‬١ُ ‫ْ صُػ‬ٌٛٚ ‫ذ‬ ُ ٍْ ‫ ُوغاع ٌمج‬ٌٝ‫ إ‬ٜ‫ْ أُ ْ٘ض‬ٌٛ
C. ُْ‫ غؼْ جب‬ُٛ٘ٚ ْٓ١ٕ‫ْٓ ْاص‬١‫ذْ ُى ُُ ْاٌذبو ُُ ث‬٠ ‫ال‬
D. ُْ‫ْطب‬١‫ٌؼُِٗ اٌش‬ٚ ُْٕٗ ‫ ػ‬ٍٝ‫جُغْ فئطا جبع رش‬٠ ُْ ٌ ‫ ِب‬ٝ‫إْ هللا ِغ ْاٌمبػ‬
E. ‫ْ أدً دغا ًِب‬ٚ‫ٓ إال ط ٍُْذً ب دغَ دالالً أ‬١ٍّْ‫ْٓ ْاٌ ُّـ‬١‫اٌظُّ ٍْ ُخ جبئؼ ث‬

38. Perhatikan hadits berikut ini :

‫إٌبع‬ٚ ‫ ْاٌّبء‬ٚ ‫ ْاٌىل‬ٟ‫س ف‬


ٍ ‫ صال‬ٟ‫ْ ُشغوب ُء ف‬ُّٛ ٍْ‫ْاٌ ُّـ‬
Makna kata yang bergaris bawah adalah ...
A. Bersekutu
B. Air
C. Api
D. Tanah
E. Rumput

39. Perhatikan matan hadits berikut ini :

‫ا ْاٌم ْزٍخ‬ُٕٛ‫ ٍء فئطا لز ٍْزُ ُْ فأدْ ـ‬ْٟ ‫ ُو ًِّ ش‬ٍٝ‫لبي إْ هللا وزت ْاْلدْ ـبْ ػ‬
Maksud dari hadits di atas adalah ....
A. Kewajiban muslim untuk berperang
B. Keharusan membunuh dalam kondisi genting
C. Kewajiban berbuat baik dalam segala kondisi
D. Kewajiban mengeksekusi tahanan
E. Jika menyembelih maka hendaknya memperbaiki cara
menyembelihnya

40. Perhatikan petikan hadits berikut ini :

... ‫ب ػجْض اٌغدْ ّٓ ثْٓ ؿ ُّغح ال رـْأيْ ْاْلِبعح‬٠


Maksud dari potongan hadits tersebut adalah ...
A. Agar umat islam tidak turut campur dalam pemerintahan
B. Umat islam diharamkan menjadi pemimpin
C. Umat islam dilarang berambisi meraih kepemimpinan.
D. Kepemimpinan yang sah tidak dilarang bagi umat islam
E. Kepemimpinan adalah kepasrahan
171

LATIHAN SOAL

1. disandarkan kepada Rosulullah Saw selain al-Qur‘an, baik perkataan,


perbuatan ataupun ketetapan yang bersangkut paut dengan hukum syara‘
adalah pengertian hadits menurut ....
A. muhadditsin
B. ahli nahwu
C. ahli sharaf
D. fuqaha‘
E. ushuliyyin

2. ٖ‫غ‬١‫ غ‬ٚ‫ أ‬ٟ‫ إٌج‬ٌٝ‫ف إ‬١‫ ِب أػ‬adalah pengertian ....


A. Hadits
B. Sunnah
C. Khabar
D. Atsar
E. Fatwa

3. Obyek Pembahasan Ilmu Hadits Riwayah ialah ….


A. Para perawi Hadits sejak zaman Nabi sampai masa pentadwinan Hadits
dan juga yang diriwayatkan.
B. Bagaimana cara menerima, menyampaikan kepada orang lain dan diterima
atau ditolaknya suatu Hadits
C. Bagaimana cara menerima, menyampaikan kepada orang lain.
D. Kualitas perawi baik keadilan, kedzabitan maupun kefasikannya, syadz (
kejanggalan ) atau 'illat ( kecacatan ) matan Hadits
E. Sanad, matan dan perawi Hadits

4. ُ ١‫ؿٍُ ِ ْٓ د‬ٚ ٗ١ٍ‫ هللا ػ‬ٍٝ‫ْ ي ط‬ُٛ‫ْش ثبٌغؿ‬٠‫خ ارِّظبي ْاحدبص‬١‫ْف‬١‫ْٗ ػ ْٓ و‬١‫ش ف‬
‫ب‬ٙ‫ار‬ُٚ‫اي ع‬ٛ ْ‫ْش ِؼْغفخ اد‬ ُ ‫ُجْذ‬٠ ٍُْ ‫ػ‬
ْ ً ِّ ُ ً ً
‫أمطبػًب‬ٚ ‫خ اٌـٕض ارظبال‬١‫ْف‬١‫ْش و‬١‫ِ ْٓ د‬ٚ ‫ػ ْضال‬ٚ ‫ػ ْجطب‬
Pernyataan yang paling tidak sesuai dengan definisi di atas adalah …
A. Ilmu pengetahuan yang membicarakan tentang cara-cara persambungan
Hadits sampai kepada Rasul SAW dari segi hal ihwal para perawinya,
kedabitan, keadilan, dan dari bersambung tidaknya mata rantai sanad.
B. Ilmu yang dengannya dapat diketahui betul tidaknya ucapan, perbuatan,
keadaan atau lain-lainnya, yang orang katakan dari nabi Muhammad saw.
C. Pengetahuan mengenai kaidah-kaidah yang menghantarkan kepada
pengetahuan tentang rawi (periwayat) dan marwi (materi yang
diriwayatkan).
D. Ilmu Hadits adalah ilmu tentang kaidah-kaidah untuk mengetahui kondisi
sanad dan matan.

5. Perhatikan beberapa riwayat hadits berikut ini


ُ‫ ث‬:ٌٗ ‫ لبي‬،ّٓ١ٌ‫ ا‬ٌٝ‫ إ‬-ٕٗ‫ هللا ػ‬ٟ‫عػ‬- ً‫ ِؼبط ثٓ جج‬-ٍُ‫ؿ‬ٚ ٗ١ٍ‫ هللا ػ‬ٍٝ‫ط‬- ‫ي هللا‬ٛ‫ ٌّب ثؼش عؿ‬.1
ٌُ ْ‫ فئ‬:‫ لبي‬.ٍُ‫ؿ‬ٚ ٗ١ٍ‫ هللا ػ‬ٍٝ‫ط‬- ‫ي هللا‬ٛ‫ فجـٕخ عؿ‬:‫ فئْ ٌُ رجض؟ لبي‬:‫ لبي‬.‫ ثىزبة هللا‬:‫رذىُ؟ لبي‬
172

،ٖ‫ طضع‬ٍٝ‫ ػ‬-ٍُ‫ؿ‬ٚ ٗ١ٍ‫ هللا ػ‬ٍٝ‫ط‬- ٟ‫فؼغة إٌج‬- ‫ ال ألظغ‬:ٞ‫ أ‬- ٌٛ‫ال آ‬ٚ ٟ٠‫ض عأ‬ٙ‫ أجز‬:‫رجض؟ لبي‬
)ٌٗٛ‫عؿ‬ٚ ‫ هللا‬ٟ‫غػ‬٠ ‫ي هللا ٌّب‬ٛ‫ي عؿ‬ٛ‫فك عؿ‬ٚ ٞ‫ اٌذّض هلل اٌظ‬:‫لبي‬ٚ
)ٞ‫ظ‬١ِ‫اٖ اٌزغ‬ٚ‫ب (ع‬ٙ‫لز‬ٚ ‫ي‬ٚ‫ أ‬ٟ‫ أفؼً احػّبي اٌظالح ف‬: َ ‫ ص‬ٟ‫ لبي إٌج‬:‫ص لبي‬ٛ‫ػٓ اثٓ ِـؼ‬ .2
)ٍُ‫اٖ ِـ‬ٚ‫ اٌّظفغ (ع‬ٟ‫ ػٓ ٌجؾ اٌمـ‬ٝٙٔ َ ‫ ص‬ٌٟٕ‫ أْ ا‬: ‫ هللا ػٕٗ لبي‬ٟ‫ عػ‬ٍٟ‫ػٓ ػ‬ .3
.... ‫ٗ إطا افززخ اٌظالح‬١‫ ِٕىج‬ٚ‫ٗ دظ‬٠‫ض‬٠ ‫غفغ‬٠ ْ‫ ص َ وب‬ٟ‫ّب أْ إٌج‬ٕٙ‫ هللا ػ‬ٟ‫ػٓ اثٓ ػّغ عػ‬ .4
)ٗ١ٍ‫(ِزفك ػ‬
‫ك‬ِٙ‫غ أ‬١‫ؾ ثأث‬١ٌ ٌٍْٛ‫ال ثبٌمظـغ أػ٘غ ا‬ٚ ً٠ٛ‫ؾ ثبٌط‬١ٌ َٛ‫وبْ عثؼخ ِٓ اٌم‬ .5
Contoh sunnah fi‟liyah adalah nomer ....
A. 1
B. 2
C. 3
D. 4
E. 5

6. Contoh sunnah hammiyah adalah nomer ....


A. 1
B. 2
C. 3
D. 4
E. 5

7. ‫أ ِ ْمؼضُٖ ِٓ إٌبع‬ٛ‫زج‬١ٍْ ‫ ُِزؼ ِّّضًا ف‬ٍٟ‫ ِ ْٓ وظة ػ‬: َ ‫ ُي هللا ص‬ٛ‫لبي عؿ‬
Hadits ini merupakan contoh ….
A. Hadits shahih
B. Hadits hasan
C. Hadits sahih li ghairihi
D. Hadits mutawatir lafdzi
E. Hadits mutawatir ma‟nawi

8. Yang bukan merupakan pembagian Hadits berdasarkan jumlah perawi adalah


….
A. Hadits Gharib
B. Hadits Aziz
C. Hadits Mustafid
D. Hadits Masyhur
E. Hadits Shahih

9. Hadits yang disandarkan kepada tabi‘in disebut …


A. Hadits Maqthu‟
B. Hadits Mu‟allal
C. Hadits Syadz
D. Hadits Mudraj
E. Hadits Mukhtalath

10. Pernyataan seorang sahabat mengenai hal-hal yang tidak mungkin kecuali dari
Nabi seperti mengenai tanda-tanda kiamat, disebut Hadits….
173

A. Marfu' hukmi
B. Musnad
C. Marfu' tashrihi
D. Muhkam
E. Mudraj

11. Maksud dari ittishol al-sanad adalah ….


A. Tiap-tiap perawinya menerima riwayat hadits secara langsung dari
perawi sebelumnya (syeikh)
B. Para perawinya disebutkan bersambung-sambung dari awal hingga akhir
C. Para perawinya menerima riwayat hadits dari orang yang ia kenal
D. Para perawinya menerima riwayat hadits secara langsung dari ayahnya
E. Periwayatan Hadits sampai kepada Nabi Muhammad Saw

12. Tingkatan paling tinggi Hadits shahih, adalah ….


A. Yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori dan Imam Muslim
B. Yang diriwayatkan oleh Imam Muslim
C. Yang diriwayatkan oleh Imam Malik
D. Yang di riwayatkan oleh Imam besar selain Imam Muslim dan Imam
Bukhori
E. Yang diriwayatkan oleh Imam Malik dan Imam Muslim

13. .ًٍ ‫ؾ ِٕٗ ثال فظ‬١ٌ ‫ ِزٕٗ ِب‬ٟ‫ أُ ْصسً ف‬ٚ‫ق إؿٕبصٖ أ‬
ُ ‫ب‬١‫ّع ؿ‬ِّٟ ‫ ِب ُغ‬Pernyataan ini merupakan
definisi Hadits ….
A. Mu'allaq .
B. Mursal .
C. Mu'dhal
D. Mudraj
E. Mudallas

14. ٌٟ‫ا‬ٛ‫ اٌز‬ٍٝ‫ فأوضغ ػ‬ٍٚ ‫ِب دُظف ِ ْٓ ِجْضإ إؿٕبصٖ عا‬. Pernyataan ini merupakan definisi
Hadits …
A. Mu'allaq
B. Mursal
C. Mu'dhal
D. Mudallas
E. Munqothi‘

15. Pada masa Rosulullah masih hidup, beliau secara tegas melarang pencatatan
Hadits, meskipun begitu ada beberapa sahabat yang mempunyai catatan
pribadi tentang Hadits diantaranya adalah ….
A. Abu Hurairah
B. Salman al-Farisi
C. Ali bin Abi Thalib
D. Aisyah
E. Abu Dzar al-Ghifari
174

16. Khulafa al-Rasyidin yang memberlakukan / mensyaratkan adanya sumpah


pada setiap perawi yang meriwayatkan Hadits adalah ….
A. Mu‘awiyah
B. Usman Bin Affan
C. Umar Bin Khattab
D. Ali Bin AbiThalib
E. Abu Bakar As-Shiddiq

17. Abu Hurairah masuk Islam bertepatan dengan tahun terjadinya perang
khaibar, yakni ….
A. 4 H
B. 5 H
C. 6 H
D. 7 H
E. 8 H

18. Sahabat Abdullah bin Umar meriwayatkan Hadits dari Rosulullah Saw
sebanyak ….
A. 1170 Hadits
B. 1660 Hadits
C. 2286 Hadits
D. 2630 Hadits
E. 5374 Hadits

19. Julukan yang diberikan oleh Rosulullah Saw kepada Anas adalah ….
A. Dzu al-Nun
B. Dzu al-Udzunain
C. Dzu al-Qarnain
D. Dzu al-Nurain
E. Dzu al-Qa‘dah

20. Nama lengkap Imam Bukhori yaitu …


A. Muhammad bin Ismail bin al-Idris
B. Muhammad bin Ismail al-Mughirah
C. Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin al-Mugirah bin Bardizbah al-Ja‘fi
D. Abu Abdullah Muhammad bin Isma`il bin Ibrahim bin Bardizbah al-
Yafi`iy
E. Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin Bardizbah al Ja‘fi

21. Nama lain dari ―Sunan Sughra‖ karangan imam Nasai adalah ….
A. al-Muwattha‘
B. Al-Jami‘
C. Al-Mujtaba
D. al-Kahfi
E. Al-Sunan al-Kubra
175

22. Teknik pembukuan Hadis secara perbab. Pada masa abad kedua ini pada
umumnya penyusunanya didasarkan pada klasifikasi hukum fikih dan di
dalamnya tercampur antar Hadis marfu`, mawqûf, dan maqthû` atau masih
campur antara Hadis Nabi dan fatwa sahabat dan tabi‘in. adalah pengertian
kitab ....

A. Mushannaf
B. Mustadrak
C. kitab As-Sunan
D. kitab al Jami‘
E. Shahih

23. Salah satu contoh kitab al-Mustadrak yang paling terkenal adalah ….
A. Mustadrak Ali al-Thusi
B. Mustadrak Muhammad bin Abdul Malik
C. Mustadrak Imam Ahmad bin Hanbal
D. Mustadrak Abi ‗Awanah
E. Mustadrak al-Hakim ‗ala shahihaini

24. Mensifati seorang perawi dengan sifat-sifat yang melemahkan atau


menyebabkan tidak diterima periwayatannya.
Pernyataan di atas adalah definisi …..
A. Tahammul al Hadits
B. Ada‘ al-Hadits
C. Al- jarh wa at-ta'dil
D. At-ta‘dil
E. At-tajrih

25. ‫ا‬ُٕٛ١‫ا إ ْْ جبء ُو ُْ فبؿك ثٕجئ ٍ فزج‬ُِٕٛ‫ٓ آ‬٠‫ب اٌظ‬ُّٙ٠‫ب أ‬٠ Ayat tersebut merupakan dasar keabsahan
….
A. ilmu rijalul Hadits
B. ilmu jarh wa ta'dil
C. ilmu mukhtalaful hadits
D. ilmu „ilalul Hadits
E. ilmu nasikh wa mansukh

26. ‫ش‬٠‫ُِّٓ ْاٌذض‬١ٌ ْ‫ = فُال‬Si Fulan lemah Hadisnya. Lafadz yang digunakan dalam
mentarjih untuk ....
A. menunjuk tidak dapat dijadikan hujjah atau sesamanya secara tegas
B. menunjukkan dekat dengan tajrîh
C. menunjukkan tukang dusta
D. menunjukkan cacat keadilan yang ringan
E. ta‘ashub terhadap orang yang ditarjih
176

27. ‖Tidak menunjuk tsiqah dan tidak tajrîh‖ , Lafadz yang digunakan dalam
menta‘dil adalah ....
A. ‫ك إٌبؽ‬ُ ‫ْ ص‬ٚ‫فالْ ا‬
B. ‫فالْ صمخ‬
C. ‫ق‬ُٚ‫طض‬
D. ُِْٛ ْ‫ِأ‬
E. ‫ز‬١‫فالْ ش‬

28. Seorang guru menuliskan Hadits-hadits yang dihafalnya kepada seorang murid
yang tidak hadir untuk diriwayatkan. Cara periwayatan Hadits seperti ini
disebut ….
A. al-Wijadah
B. al-Munawalah al maqrunah bil ijazah
C. al-Mukatabah al maqrunah bil ijazah
D. al- I'lam
E. al- Washiyah bil kitabah

29. ‫ ثىظا‬ٟ‫ش‬١‫ ش‬ٍّٕٝ‫ أػ‬adalah kalimat yang digunakan dalam methode ….


A. Al-Sima‘
B. Al-I‘lam
C. Al-Ijazah
D. Al-Munawalah
E. Al-Mukatabah
177

LATIHAN SOAL

1. Yang bukan merupakan pengertian Hadits secara bahasa adalah ….


A. Baru
B. Kejadian
C. Berita
D. Kabar
E. Suara

2. Perhatikan pernyataan berikut ini :


‫اء أوبْ طٌه‬ٛ‫غح ؿ‬١‫ ؿ‬ٚ‫خ أ‬١‫ طفخ سٍم‬ٚ‫غ أ‬٠‫ رمغ‬ٚ‫ فؼً أ‬ٚ‫ي أ‬ٛ‫ؿٍُ ِٓ ل‬ٚ ٗ١ٍ‫ هللا ػ‬ٍٝ‫ ط‬ٟ‫وً ِب أصغ ػٓ إٌج‬
‫لجً اٌجؼضخ أَ ثؼض٘ب‬
Yang bukan maksud dari pernyataan di atas adalah ....
A. Sunnah adalah segala yang disandarkan kepada Rosulullah Saw
B. Sunah mencakup sifat penciptaan
C. Sunah mencakup karakter kepribadian
D. Sunah adalah sesuatu yang di ada-ada kan
E. Sunah mencakup segala yang datang sebelum dan sesudah kenabian

3. Makna khabar secara bahasa adalah ....


A. Berita
B. Wawancara
C. Kutipan
D. Menukil
E. Memakai

4. ٖ‫غ‬١‫ غ‬ٚ‫ أ‬ٟ‫ إٌج‬ٌٝ‫ف إ‬١‫ ِب أػ‬adalah pengertian ....


A. Hadits
B. Sunnah
C. Khabar
D. Atsar
E. Fatwa

5. Makna atsar secara bahasa adalah ....


A. Berita
B. Wawancara
C. Tanda
D. Bekas
E. Memakai
6. Perhatikan pernyataan berikut ini !
‫غا‬٠‫ رمغ‬ٚ‫ فؼال أ‬ٚ‫ال أ‬ٛ‫ ص َ ل‬ٟ‫ إٌج‬ٌٝ‫ف إ‬١‫ِب أػ‬
Lafadz yang bergaris bawah dari pernyataan di atas artinya adalah ...
A. Perkataan
178

B. Perbuatan
C. Ketetapan
D. Keinginan
E. Sifat

7. Tokoh yang mempelopori munculnya ilmu hadits riwayah adalah ...


A. Ibnu Syihab al-Zuhri
B. Abdurrahman bin ‗Auf
C. Umar bin Abdul Aziz
D. Imam Malik
E. Imam Bukhari dan Muslim

8. Ketetapan Rosulullah Saw terhadap perbuatan para sahabat yang diketahui


oleh Rosulullah sendiri dengan tidak menegur mereka atau melarangnya, adalah
pengertian dari sunnah ....
A. Fi‘liyah
B. Qauliyah
C. Taqririyah
D. Hammiyah
E. ‗adiyah

9. Berdasarkan jumlah perawinya, hadits dibagi menjadi dua yakni


mutawattir dan ahad. Yang dimaksud dengan hadits ahad adalah hadits yang ....
A. Perawinya banyak
B. Membahas ke –ESA- an Allah
C. Paling diunggulkan
D. Diriwayatkan seorang perawi atau lebih tetapi tidak mencapai derajat
mutawatir
E. Paling tinggi derajatnya

10. Hadits yang diriwayatkan dari hasil tangkapan panca indera, diriwayatkan
oleh sejumlah besar perawi yang menurut adat kebiasaan mustahil mereka sepakat
berbohong adalah pengertian hadits ....
A. Shahih
B. Hasan
C. Mutawatir
D. Ahad
E. Masyhur

11. Yang bukan bagian hadits ditinjau dari tempat penyandarannya adalah ....
A. Qudsi
B. Marfu‘
C. Mauquf
D. Maqthu‘
E. Maushul
179

12. Hadits yang disandarakan kepada Rosulullah disebut hadits ....


A. Qudsi
B. Marfu‘
C. Mauquf
D. Maqthu‘
E. Maushul

13. Hadits yang disandarakan kepada sahabat disebut hadits ....


A. Qudsi
B. Marfu‘
C. Mauquf
D. Maqthu‘
E. Maushul

14. Hadits yang disandarakan kepada tabi‘in disebut hadits ....


A. Qudsi
B. Marfu‘
C. Mauquf
D. Maqthu‘
E. Maushul

15. Perhatikan hal – hal berikut ini !


1) Kebenaran haditsnya kuat
2) Bisa dijadikan dalil (hujjah)
3) Wajib diamalkan
Hal – hal diatas merupakan ciri – ciri hadits ...
A. Maqbul
B. Mardud
C. Mudallas
D. Mursal
E. Munqathi‘

16. ٓ‫ ْاٌذـ‬ٚ‫ْخ أ‬١‫ْ ؽ اٌظذ‬ُٚ‫ْ ا ْوضغ ِ ْٓ ُشغ‬ٚ‫ِب فمض شغْ ؽًب أ‬. Adalah definisi ....
A. Hadits shahih
B. Hadits hasan
C. Hadits dha‘if
D. Hadits maudhu‘
E. Hadits mutawattir
17. Yang merupakan bagian dari hadits dhaif karena gugur sanad adalah . …
A. Matruk – Muallaq
B. Mu‘dhal – Munqathi‘
C. Maudhu‘ – Matruk
D. Mudraj – Mursal
E. Mudallas – Maudhu‘
180

18. Yang merupakan bagian dari hadits dhaif karena cacat rawi adalah . …
A. Matruk – Muallaq
B. Mu‘dhal – Munqathi‘
C. Maudhu‘ – Matruk
D. Mudraj – Mursal
E. Mudallas – Maudhu‘

19. Hadits yang didustakan pada Rasul SAW, baik perkataan, perbuatan,
maupun ketetapan dinamakan hadits palsu atau dikenal dengan hadits….
A. Munkar
B. Maudhu‘
C. Marfu‘
D. Dhaif
E. Mursal

20. Sahabat Nabi Saw yang lahir pada tahun 10 SM dan wafat tahun 73 H
dengan meriawayatkan hadits sebanyak 2630 adalah ....
A. Abu Hurairah
B. Abdullah bin Umar
C. Anas bin Malik
D. Abdullah bin Amr bin ‗Ash
E. Sayidah ‗Aisyah

21. Dalam sejarahnya Abu Hurairah adalah sahabat Nabi Saw yang meskipun
bukan khulafa‘ al-rasyidin namun mendapat julukan bendaharawan hadits karena
banyaknya hadits yang diriwayatkan sejumlah ....
A. 2630
B. 2286
C. 2210
D. 5374
E. 5473

22. Salah satu bendaharawan hadits yang berhasil menghimpun 2286 hadits
dari Rosulullah Saw adalah pencapaian luar biasa yang di dapat sang sahabat. Hal
itu tidak lain karena ia sudah berkhidmah kepada Rosulullah Saw mulai umur 10
tahun. Sahabat tersebut adalah ....
A. Abu Hurairah
B. Abdullah bin Umar
C. Anas bin Malik
D. Abdullah bin Amr bin ‗Ash
E. Sayidah ‗Aisyah

23. Nama lengkap Imam Abu Daud adalah ....


A. Muhammad bin Ismail bin Ibrahim
B. Muslim bin al-Hajjaj al-Qusayairy
C. Sulaiman bin al-Asy‘ats
181

D. Abu Isa Muhammad bin Isa


E. Abu Abdurrahman bin Ahmad

24. Sunan Sughra merupakan ringkasan atau hasil penyeleksian Imam Nasa‘i
dari kitab ...
A. al-Muwattha‘
B. Al-Jami‘
C. Al-Mujtaba
D. al-Kahf
E. Al-Sunan al-Kubra

25. Teknik pembukuan Hadis secara perbab. Pada masa abad kedua ini pada
umumnya penyusunanya didasarkan pada klasifikasi hukum fikih dan di
dalamnya tercampur antar Hadis marfu`, mawqûf, dan maqthû` atau masih
campur antara Hadis Nabi dan fatwa sahabat dan tabi‘in. adalah pengertian kitab
....
A. Mushannaf
B. Mustadrak
C. kitab As-Sunan
D. kitab al Jami‘
E. Shahih

26. Salah satu contoh kitab al-Mustadrak yang paling terkenal adalah ….
A. Mustadrak Ali al-Thusi
B. Mustadrak Muhammad bin Abdul Malik
C. Mustadrak Imam Ahmad bin Hanbal
D. Mustadrak Abi ‗Awanah
E. Mustadrak al-Hakim ‗ala shahihaini

27. Pengertian al Ta‘dil secara istilah adalah ....


A. menilai kecacatan seseorang yang menggugurkan keadilan tersebut
B. sifat keadilan periwayat Hadis yang mendukung penerimaan berita yang
dibawanya
C. sifat kecacatan periwayat Hadits yang dapat mengugurkan keadilannya
D. menilai keadilan seseorang yang mendukung penerimaan pemberitaannya
E. keadilan para perawi Hadits dan kecacatannya

28. ‫ش‬٠‫ُِّٓ ْاٌذض‬١ٌ ْ‫ = فُال‬Si Fulan lemah Hadisnya. Lafadz yang digunakan
dalam mentarjih untuk ....
A. menunjuk tidak dapat dijadikan hujjah atau sesamanya secara tegas
B. menunjukkan dekat dengan tajrîh
C. menunjukkan tukang dusta
D. menunjukkan cacat keadilan yang ringan
E. ta‘ashub terhadap orang yang ditarjih
29. ‖Tidak menunjuk tsiqah dan tidak tajrîh‖ , Lafadz yang digunakan dalam
menta‘dil adalah ....
182

A. ‫ك إٌبؽ‬ ُ ‫ْ ص‬ٚ‫فالْ ا‬
B. ‫فالْ صمخ‬
C. ‫ق‬ُٚ‫طض‬
D. ُِْٛ ْ‫ِأ‬
E. ‫ز‬١‫فالْ ش‬

30. Seorang Syeikh hendaknya hafal hadis yang diriwayatkannya, sehingga


ketika seorang murid membacakan hadis dihadapannya ia dapat mengoreksinya.
Dalam penerimaan hadis, metode ini disebut....
A. As-Sama
B. Al Qiro‘ah
C. Ijazah
D. Al I‘lam
E. Al Munawalah

31. Seorang syeikh mengatakan : ْ‫ ػٓ فال‬ٝ‫ ٘ظا ِٓ ؿّبػز‬, kemudian


diriwayatkan oleh muridnya , lafad ini digunakan dalam metode....
A. Al Munawalah
B. Al Mukatabah
C. Al Wijadah
D. Al Wasyiyah
E. Al I‘lam

32. Makna pengertian hadits yang menyatakan pembangkangan kepada Allah,


jika tidak taat kepada Rasulullah SAW. adalah….
A. ‫ فم ْض أؽبع هللا‬ٕٝ‫ِ ْٓ أؽبػ‬
B. ‫ هللا‬ٝ‫ فم ْض ػظ‬ٝٔ‫ِ ْٓ ػظب‬ٚ
C. ٕٝ‫ فم ْض أؽبػ‬ٜ‫غ‬١ِ‫ِ ْٓ أؽبع أ‬ٚ
D. ٝٔ‫ فم ْض ػظب‬ٜ‫غ‬١ِ‫ أ‬ٝ‫ِ ْٓ ػظ‬ٚ ،
E. ‫ فم ْض‬ٜ‫غ‬١ِ‫ِ ْٓ أؽبع أ‬ٚ ٝٔ‫ػظب‬

33. Sebesar apapun kekuasaan yang dimiliki oleh makhluk akan hancur
layaknya Fir‘aun yang takabur terhadap Tuhannya. Sebanyak apapun harta yang
dimiliki pasti akan lenyap layaknya Qorun yang ditelan bumi beserta seluruh
kekayaannya. Sebagai muslim yang tunduk akan kebesaran Allah maka sikap
terbaik bagi kita adalah ....
A. Pasrah tanpa usaha karena semua sudah Allah tentukan
B. Mecari harta sebanyak-banyaknya meskipun akan ditinggal mati
C. Mencari kedudukan setinggi-tingginya meskipun akan ditingggal pensiun
D. Bekerja sekuat tenaga namun tetap ingat bahwa Allah lah pemilik
semuanya.
E. Acuh dengan kehidupan yang fana‘.

34. Perhatikan penggalan hadits berikut ini :


ْْ ‫ْؾ طان حد ٍض إال ٌ ٍْ ُّ ْؤِٓ إ‬١ٌٚ ‫ْغ‬١‫ "ػججًب ح ِْغ ْاٌ ُّ ْؤِٓ إْ أ ِْغُٖ ُوٍُٗ س‬: ٍُ‫ؿ‬ٚ ْٗ١ٍ‫ هللاُ ػ‬ٍٝ‫ ُي هللا ط‬ُٛ‫لبي عؿ‬
ٍُ‫اٖ ِـ‬ٚ‫ (ع‬."ٌُٗ ‫ْغً ا‬١‫إ ْْ أطبث ْزُٗ ػغا ُء طجغ فىبْ س‬ٚ ٌُٗ ‫ ًغا‬١ْ ‫)أطبث ْزُٗ ؿغا ُء شىغ فىبْ س‬
183

Makna lafadz yang bergaris bawah adalah ...


A. Sungguh luar biasa perkara kaum mukmin
B. Yang tidak dimiliki oleh orang lain
C. Jika mendapatkan nikmat bersyukur
D. Jika diberi amanah menjalankan
E. Jika ditimpa musibah bersabar

35. Sedangkan Makna lafadz yang tercetak tebal pada hadits nomor 24 adalah
...
A. Sungguh luar biasa perkara kaum mukmin
B. Yang tidak dimiliki oleh orang lain
C. Jika mendapatkan nikmat bersyukur
D. Jika diberi amanah menjalankan
E. Jika ditimpa musibah bersabar

36. Perhatikan matan hadits berikut ini :


‫إْ اٌىظة‬ٚ ‫ٕخ‬١ْٔ‫ظ ْضق ؽُّأ‬
ْ ْ ‫دف‬
ُ ‫ظ‬
ِّ ٌ‫جُه فئْ ا‬٠‫غ‬٠ ‫ ِب ال‬ٌٝ‫جُه إ‬٠‫غ‬٠ ‫ؿٍُ ص ْع ِب‬ٚ ْٗ١ٍ‫ هللاُ ػ‬ٍٝ‫ي هللا ط‬ُٛ‫ذ ِ ْٓ عؿ‬
‫جخ‬٠‫ع‬
Menurut kandungan hadits di atas ketika atasan sedang melakukan sidak di
kantor, Ahmad sebagai seorang karyawan yang jujur dan pekerja keras akan
merasa ....
A. Nervous
B. Takut
C. Tenang
D. Lemas
E. Biasa saja

37. Perhatikan matan hadits berikut ini :


‫ ػ ْٓ ْاٌ ُّ ْٕىغ‬ْٕٝٙ ٠ٚ ‫ف‬ُٚ‫أْ ُِغْ ث ْبٌّ ْؼغ‬٠ٚ ‫غ‬١‫غْ د ُْ اٌظغ‬٠ٚ ‫غ‬١‫لِّغْ ْاٌىج‬ُٛ٠ ُْ ٌ ْٓ ِ ‫ْؾ ِٕب‬١ٌ
Sebagai orang yang dituakan di masyarakat maka sikap Abdullah dalam bergaul
adalah ...
A. Ingin dilayanii terus
B. Sayang kepada yang lebih muda
C. Maunya menang sendiri
D. Cuek terhadap masyarakat
E. Harus selalu di depan dalam segala hal

38. Maksud dari potongan hadits : ‫ ْش ُىغْ هللا‬٠ ُْ ٌ ‫ ْش ُىغْ إٌبؽ‬٠ ُْ ٌ ْٓ ِٚ adalah ....
A. Barang siapa berterimakasih kepada Manusia sesungguhnya ia bersyukur
kepada Allah.
B. Bersyukurlah kepada Allah, maka manusia akan memujimu
C. Jangan pernah bersyukur kepada Manusia karena sama saja menyekutukan
Allah
D. Jikalau kamu bersyukur kepada Manusia, mereka akan beryukur
kepadamu
E. Syukurilah apa yang diberikan manusia kepadamu
184

39. Perhatikan matan hadits berikut ini :


‫ا ٔؼّْخ هللا‬ُٚ‫ أجْ ض ُع أ ْْ ال ر ْؼصع‬ُٛٙ‫ْ ل ُى ُْ ف‬ٛ‫ ف‬ُٛ٘ ْٓ ِ ٌٝ‫ا إ‬ُٚ‫ال ر ْٕظُغ‬ٚ ُْ ‫ ِ ْٓ أؿْفً ِ ْٕ ُى‬ٌٝ‫ا إ‬ُٚ‫ا ْٔظُغ‬
Makna kata yang bergaris bawah adalah ....
A. Memuliakan
B. Meremehkan
C. Memperebutkan
D. Membalas
E. Mensyukuri

40. Perhatikan matan hadits berikut ini :


ٍ ‫ ٔب‬ٞ‫ال ُوًُّ ط‬ٚ ِّٟ ٍْ٘ ‫ذًُّ ٌ ُى ُْ ٌذْ ُُ ْاٌذّبع ْاح‬٠ ‫ال‬
ٍ ٍ‫ ِ ْش‬ٞ‫ال ُوًُّ ط‬ٚ ‫ة ِ ْٓ اٌـجُغ‬
‫ْغ‬١‫ت ِ ْٓ اٌط‬
Makna lafadz yang bergaris bawah adalah ....
A. Berkuku
B. Berbulu
C. Bertaring
D. Berbangkai
E. Berparuh

41. Sebagai seorang bupati, Bowo punya wewenang dan keawajiban untuk
menjaga kondusivitas wilayahnya termasuk dari kekacauan yang merebak akibat
maraknya kemaksiatan. Maka tindakan Bowo dengan menerbitkan aturan
penindakan sesuai dengan matan hadits ....
A. ٖ‫ض‬١‫ِّغْ ُٖ ث‬١‫ُغ‬١ٍْ ‫ ِ ْٕ ُى ُْ ُِ ْٕىغً ا ف‬ٜ‫ِ ْٓ عأ‬
B. ٗٔ‫ـْزط ْغ فجٍـب‬٠ ُْ ٌ ْْ ‫فئ‬
C. ٗ‫ـْزط ْغ فجم ٍْج‬٠ ُْ ٌ ْْ ‫فئ‬
D. ٍَ ْٛ‫ب وّضً ل‬ٙ١‫ ْاٌ ُّ ْض٘ٓ ف‬ٚ ‫ص هللا‬ُٚ‫ ُدض‬ٍٝ‫ِض ًُ ْاٌمبئُ ػ‬
E. ‫ْف‬١‫ب أش ُّض ِٓ اٌـ‬ٙ١‫ إٌبع اٌٍِّـبُْ ف‬ٝ‫ُْ ف ْزٕخ رـْز ْٕظفُ ْاٌؼغة ل ْزال٘ب ف‬ٛ‫ر ُى‬

42. Perhatikan matan hadits berikut ini :


‫ذ اٌؼبؽؾ‬١ّ‫ر ْش‬ٚ ‫ح‬ٛ‫إجبثخُ اٌض ْػ‬ٚ ‫ع ْاٌجٕبئؼ‬
ْ ُ ُ ‫ارِّجب‬ٚ ‫غ‬٠‫بصحُ ْاٌّغ‬١‫ػ‬ٚ َ‫ ْاٌ ُّـٍُْ س ّْؾ ع ُّص اٌـال‬ٍٝ‫ك ْاٌ ُّـٍُْ ػ‬
ُّ ‫د‬
Makna lafadz yang bergaris bawah adalah ....
A. Menjawab salam
B. Menjenguk orang sakit
C. Mengantarkan jenazah
D. Memenuhi undangan
E. Mendoakan orang bersin

43. Perhatikan matan hadits berikut ini :


ٖ‫لٕؼُٗ هللاُ ثّب آرب‬ٚ ‫عُػق وفبفًب‬ٚ ٍُْ‫ل ْض أ ْفٍخ ِ ْٓ أؿ‬
Sikap Fauzan sebagai kepala keluarga ditengah himpitan krisis ekonomi yang
sesuai dengan konteks hadits di atas adalah ....
A. Terus menerus menumpuk kekayaan tanpa menghiraukan keluarga
B. Bekerja sepanjang hari dengan penuh motivasi dunia
C. Menjadikan hari liburnya untuk menambah pemasukan tanpa
menghiraukan kesehatan
185

D. Saling bantu membantu


E. Mencukupkan gaji yang diterima seraya bersyukur kepada Allah Swt.

44. Andi adalah seorang petani yang meskipun tidak kaya namun suka
membantu tetangga dan kerabatnya yang membutuhkan. Hal ini sesuai dengan
semangat hadits ....
A. ٖ‫لٕؼُٗ هللاُ ثّب آرب‬ٚ ‫عُػق وفبفًب‬ٚ ٍُْ‫ل ْض أ ْفٍخ ِ ْٓ أؿ‬
B. ‫ْف‬١‫ب أش ُّض ِٓ اٌـ‬ٙ١‫ إٌبع اٌٍِّـبُْ ف‬ٝ‫ُْ ف ْزٕخ رـْز ْٕظفُ ْاٌؼغة ل ْزال٘ب ف‬ٛ‫ر ُى‬
C. ٍٝ‫ض اٌ ُّـ ْف‬١ٌ‫ْغ ِ ْٓ ْا‬١‫ب س‬١ٍُْ ‫ ُض ْاٌؼ‬١ٌ‫ْا‬
D. ‫غ‬٠‫بصحُ ْاٌّغ‬١‫ػ‬ٚ َ‫ ْاٌ ُّـٍُْ س ّْؾ ع ُّص اٌـال‬ٍٝ‫ك ْاٌ ُّـٍُْ ػ‬
ُّ ‫د‬
E. ٖ‫ض‬٠ ًّ‫ت ِ ْٓ ػ‬١‫ؽ‬ ْ ‫ِب وـت اٌغ ُج ًُ و ْـجًب أ‬

45. Perhatikan matan hadits berikut ini :


ٍ ‫جئ ثذُؼِخ دط‬١‫ ْاٌججً ف‬ٟ‫أْر‬١‫أْ ُسظ أد ُض ُو ُْ أدْ جٍُُٗ ف‬٠ ْْ ‫ح‬
‫ت‬ ْ
Makna kata yang bergaris bawah adalah ....
A. Mengambil
B. Seikat kayu
C. Kapak
D. Tali
E. Gendong

46. Perilaku siswa yang tidak mengamalkan hadits ٍُ ٍْ‫ ُو ًِّ ُِـ‬ٍٝ‫ؼخ ػ‬٠‫ؽٍتُ ْاٌؼ ٍُْ فغ‬
adalah ...
A. Mempelajari ilmu agama dan umum
B. Hanya mengaji di pesantren
C. Menghabiskan waktunya untuk jalan-jalan
D. Membangun perpustakaan pribadi sebagai sarana belajar
E. Belajar dengan otodidak

47. Allah menjauhi pemimpin yang tidak bertanggung jawab dan tidak
menjalankan amanat rakyat. Redaksi hadits yang sesuai dengan pernyataan di atas
adalah….
A. ْٗ١ٍ‫ ػ‬ٝ‫ ْاٌ ُّضػ‬ٍٝ‫ُٓ ػ‬١ّ١ٌ‫ ْا‬ٚ ٝ‫ ْاٌ ُّضػ‬ٍٝ‫ِّٕخُ ػ‬١‫ْاٌج‬
B. ‫ْذ‬ ُ ‫ٗ حجج‬١ْ ٍ‫ذ ػ‬١
ُ ‫ْ صُػ‬ٌٛٚ ‫ذ‬ ُ ٍْ ‫ ُوغاع ٌمج‬ٌٝ‫ إ‬ٜ‫ْ أُ ْ٘ض‬ٌٛ
C. ُْ‫ غؼْ جب‬ُٛ٘ٚ ْٓ١ٕ‫ْٓ اص‬١‫ذْ ُى ُُ ْاٌذبو ُُ ث‬٠ ‫ال‬
ْ
D. ُْ‫ْطب‬١‫ٌؼُِٗ اٌش‬ٚ ُْٕٗ ‫ ػ‬ٍٝ‫جُغْ فئطا جبع رش‬٠ ُْ ٌ ‫ ِب‬ٝ‫إْ هللا ِغ ْاٌمبػ‬
E. ‫ْ أدً دغاِب‬ٚ‫ٓ إال ط ٍُْذً ب دغَ دالالً أ‬١ٍّْ‫ْٓ ْاٌ ُّـ‬١‫اٌظُّ ٍْ ُخ جبئؼ ث‬

48. Perhatikan hadits berikut ini :


‫إٌبع‬ٚ ‫ ْاٌّبء‬ٚ ‫ ْاٌىل‬ٟ‫س ف‬
ٍ ‫ صال‬ٟ‫ْ ُشغوب ُء ف‬ُّٛ ٍْ‫ْاٌ ُّـ‬
Makna kata yang bergaris bawah adalah ...
A. Bersekutu
B. Air
C. Api
D. Tanah
E. Rumput
186

49. Perhatikan matan hadits berikut ini :


‫ا ْاٌم ْزٍخ‬ُٕٛ‫ ٍء فئطا لز ٍْزُ ُْ فأدْ ـ‬ْٟ ‫ ُو ًِّ ش‬ٍٝ‫لبي إْ هللا وزت ْاْلدْ ـبْ ػ‬
Maksud dari hadits di atas adalah ....
A. Kewajiban muslim untuk berperang
B. Keharusan membunuh dalam kondisi genting
C. Kewajiban berbuat baik dalam segala kondisi
D. Kewajiban mengeksekusi tahanan
E. Jika menyembelih maka hendaknya memperbaiki cara menyembelihnya

50. Perhatikan petikan hadits berikut ini :


‫ب ػجْض اٌغدْ ّٓ ثْٓ ؿ ُّغح ال رـْأيْ ْاْلِبعح‬٠ ...
Maksud dari potongan hadits tersebut adalah ....
A. Agar umat islam tidak turut campur dalam pemerintahan
B. Umat islam diharamkan menjadi pemimpin
C. Umat islam dilarang berambisi meraih kepemimpinan.
D. Kepemimpinan yang sah tidak dilarang bagi umat islam
E. Kepemimpinan adalah kepasrahan

LATIHAN SOAL

1. Segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW. Baik


berupa perkataan,
perbuatan, taqrir, atau sifat disebut ....
A. Khabar
B. Hadits
C. Atsar
D. Sunnah
E. Ilmu hadits

2. Berikut ini yang bukan cirri dari Ilmu Hadits Dirayah dan Riwayah adalah
….
A. Ilmu Hadits Dirayah memberikan faedah ilmu nadzri sedangkan ilmu
Hadits Riwayah memberikan faedah ilmu dhoruri
B. Ilmu Hadits Dirayah berfungsi untuk mengetahui keadaan sanad
sedangkan ilmu Hadits Riwayah berfungsi menjaga otentitas hadis
C. Ilmu Hadits Dirayah dikenalkan oleh al-Ramahurmuzy sedangkan ilmu
Hadits Riwayah dikenalkan oleh al-Zuhry
D. Ilmu Hadits Dirayah diantara contoh karyanya adalah al-mandzumah al-
baiquniyah sedangkan Ilmu Hadits Riwayah diantara contoh karyanya adalah al-
jami‘ al-Shahih lil Bukhari
187

E. Ilmu Hadits Dirayah berfungsi membedakan antara yang shahih, hasan dan
dhaif sedangkan Ilmu Hadits Riwayah berfungsi menjaga khazanah keragaman
hadis

3. Perhatikan hadis di bawah ini!


ً‫ؼخ ٔؼي فبؿزمج‬٠‫ فبطا اعاص اٌفغ‬, ٗ‫ذ ث‬ٙ‫ج‬ٛ‫ش ر‬١‫ عادٍزٗ د‬ٍٝ‫ ػ‬ٍٝ‫ظ‬٠ ٍُ‫ؿ‬ٚ ٗ١ٍ‫ هللا ػ‬ٍٝ‫ي هللا ط‬ٛ‫وبْ عؿ‬
‫اٌمجٍخ‬
Hadis di atas dari Jabir yang dicatat imam Bukhari merupakan contoh sunnah ….
A. Quliyah
B. Fi‘liyah
C. Taqririyah
D. Hammiyah
E. Jismiyah

4. Perhatikan pernyataan Al-Mas‘udiy berikut ini!


- Diriwayatkan oleh segolongan orang banyak
- Menurut kebiasaan tidak mungkin mereka sepakat bohong
- Diriwayatkan secara indrawi.
Merupakan ciri hadis ....
A. Qudsy
B. Marfu‘
C. Mutawatir
D. Ahad
E. Hasan

5. Jika ada seorang sahabat mengatakan misalnya : di antara Sunah begini…,


dan apa yang diriwayatkan itu sesuatu yang ghaib yang tidak mungkin
mengetahuinya selain mendngar dari Rasulillah saw. Semisal ―Di antara Sunnah
apabila seorang laki-laki beristri dengan seorang gadis (bikr) sedang ia
mempunyai seorang istri lain, hendaklah ia berdiam diri di rumah si gadis itu 7
hari lamanya‖. (H.R. Al-Bukhari Muslim). Dalam definisinya, hadis tersebut
dihukumi ....
A. Marfu‘ haqiqi
B. Marfu‘ sharih
C. Marfu‘ hukmi
D. Marfu‘ fi‘liy
E. Marfu‘ qauliy

6. Perhatikan ungkapan berikut ini!


ٗ‫ر‬ٛ‫ عُجْ ذبْ صج‬ٍٝ‫ ًُ ػ‬١ْ ٌ‫ِب صي اٌض‬
Pernyataan di atas menunjukkan definisi dari hadis ….
A. nazil
B. masyhur
C. maqbul
188

D. maqlub
E. mardud

7. Perhatikan matan hadist berikut ini :


‫ْ ُػ طٌه‬ُٛ‫ج‬٠ ِٓ ُْ ٍُُّٙ‫أل‬ٚ ٓ١‫ اٌـجْؼ‬ٌٝ‫ٓ ا‬١ْ ِّ‫ٓ اٌـز‬١‫ ِب ث‬ٝ‫أ ْػّب ُع أِز‬
Para perawi Hadis di atas tsiqah semua kecuali Muhammad bin `Amr yang diniali
tidak mencapai dhâbith tamm sekalipun telah mencapai keadilan, maka hadis
dalam kondisi ini disebut dengan hadis ....
A. shahih
B. hasan
C. mutawattir
D. maqbul
E. mardud

8. Perhatikan pernyataan berikut ini!


(1) Hadis yang diriwayatkan oleh seorang pendusta
(2) Hadis yang diriwayatkan oleh seorang yang lemah hafalannya
(3) Hadis yang diriwayatkan oleh orang saleh
(4) Hadis yang diriwayatkan oleh seorang guru
Yang merupakan ciri hadis dhaif karena cacat perawi adalah ....
A. (1) dan (2)
B. (1) dan (3)
C. (2) dan (3)
D. (3) dan (4)
E. (2) dan (4)

9. Abu Hurairah masuk islam pada tahun ke – 7 H. yakni bertepatan dengan


terjadinya perang ....
A. Badar
B. Khandaq
C. Khaibar
D. Mu‘tah
E. Uhud

10. Sahabat Abdullah bin Umar adalah salah seorang yang sangat cerdas dan
selalu aktif bertanya kepada orang-orang yang yang menghadiri majlis-majlis
Rasulillah tentang segala perkataan dan perbuatannya. Hal inilah yang
membuatnya menjadi bendaharawan hadis besar dengan total riwayat ….
A. 870 hadis
B. 1170 hadis
C. 1660 hadis
D. 2286 hadis
E. 2630 hadis
189

11. Sahabat Nabi yang lahir pada tahun 612 M. Ibunya bernama Ummu
Sulaim dan meriwayatkan hadits sebanyak 2.286 hadits. Beliau adalah khadim
Rasulullah SAW dan wafat pada tahun 712 M. Sahabat tersebut bernama ....
A. Abu Hurairah
B. Anas bin Malik
C. Abdullah bun Umar
D. Abdullah bin Abbas
E. Abdullah bin Amr bin Ash

12. Kitab hadis yang penghimpunannya sudah menyebutkan bab perbab secara
sistematis, tetapi masih campur antara hadis Nabi dan perkataan sahabat disebut
….
A. al-Jami‘
B. al-Sunan
C. al-Mushannaf
D. al-Shahih
E. al-Mu‘jam

13. Kitab ini unik, ada yang menyebutnya sunan dan ada juga yang
menyebutnya jami‘. Secara keseluruhan, kitab ini terdiri dari 5 Juz, 2.376 bab dan
3.956 hadits. Pernyataan tersebut adalah ciri-ciri dari kitab ...
A. Shahih Bukhari
B. Shahih Muslim
C. Sunan an-Nasa‘i
D. Sunan at-Tirmidzi
E. Sunan Abu Dawud

14. Kitab fenomenal Al-Mujtaba merupakan ringkasan atau hasil penyeleksian


Imam Nasa‘i atas perintah amir Ramallah adalah....
A. al-Muwattha‘
B. Al-Jami‘
C. Al-Mujtaba
D. Al-Sunan al-Kubra
E. al-Kahfi
15. Kitab yang menghimpun beberapa hadits yang telah memenuhi
persyaratan salah seorang penyusun tetapi belum ditakhrij di dalam kitabnya
disebut dengan ....
A. Al-Sunan
B. Al-Mushannaf
C. Al-Mustadrak
D. Al-Jami‘
E. Al-Mustakhraj

16. Ilmu yang menerangkan tentang keadilan dan cacatnya para perawi
dengan menggunakanlafadz tertentu, adalah definisi ....
A. Ilmu mukhtalaful hadits
190

B. IlmuHadits
C. Ilmu Rijalal-Hadits
D. Ilmu al-Jarh wa al-Ta‘dil
E. Ilmu tarjih

17. Hadits yang tidak memenuhi syarat hadits mutawatir disebut hadits ....
A. Ahad
B. Shahih
C. Hasan
D. dha‘if
E. maudhu‘

18. Cermatilah jenis-jenis hadits berikut!


(1) ‘Aziz
(2) Gharib
(3) Masyur

Ketiga jenis hadits tersebut adalah klasifikasi hadits....


A. Mutawatir
B. Ahad
C. Shahih
D. hasan
E. dha‘if

19. Lafal yang digunakan dalam menta‘dil dengan ungkapan kata yang tidak
menunjukan tsiqah dan tidak tajrîh adalah ....
A. ‫ك إٌبؽ‬ ُ ‫ْ ص‬ٚ‫فالْ ا‬
B. ‫فالْ صمخ‬
C. ‫ق‬ُٚ‫طض‬
D. ُِْٛ ْ‫ِأ‬
E. ‫ز‬١‫فالْ ش‬

20. Cermatilah pernyataan-pernyataan berikut ini!


(1) Sanadnya bersambung.
(2) Perawinya adil dan dhabit.
(3) Tidak ber-‘illat dan tidak syadz.
Pernyataan tersebut merupakan kriteria hadits ....
A. ahad
B. mutawatir
C. shahih
D. hasan
E. dha‘if

21. Hadits yang diriwayatkan oleh orang yang adil dan lebih ringan
kedhabitan rijalnya, sanadnya bersambung, tidak cacat, dan tidak syadz
merupakan pengertian dari hadits....
191

A. Ahad
B. Mutawatir
C. Shahih
D. Hasan
E. dha‘if

22. Sifat tajrih yang paling tinggi adalah …


A. ‫ف جضا‬١‫ػؼ‬
B. ‫أوظة إٌبؽ‬
C. ‫صجبي‬
D. ‫ػبع‬ٚ.
E. ‫ن‬ٚ‫ِزغ‬

23. Cermatilah pernyataan-pernyataan berikut!


(1) Adanya cacat pada perawi.
(2) Sanadnya tidak bersambung.
(3) Bertentangan dengan periwayatan yang lebih tsiqah.

Pernyataan tersebut adalah kriteria hadits ....


A. ahad
B. mutawatir
C. shahih
D. hasan
E. dha‘if

24. Seorang Syeikh hendaknya hafal hadis yang diriwayatkannya, sehingga


ketika seorang murid membacakan hadis dihadapannya ia dapat mengoreksinya.
Dalam penerimaan hadis, metode ini disebut....
A. As-Sama
B. Al Qiro‘ah
C. Ijazah
D. Al I‘lam
E. Al Munawalah

25. Seorang syeikh mengatakan : ْ‫ ػٓ فال‬ٝ‫ ٘ظا ِٓ ؿّبػز‬, kemudian


diriwayatkan oleh muridnya , lafad ini digunakan dalam metode....
A. Al Munawalah
B. Al Mukatabah
C. Al Wijadah
D. Al Wasyiyah
E. Al I‘lam

26. Andi adalah seorang petani yang meskipun tidak kaya namun suka
membantu tetangga dan kerabatnya yang membutuhkan. Hal ini sesuai dengan
semangat hadits ....
A ٖ‫لٕؼُٗ هللاُ ثّب آرب‬ٚ ‫عُػق وفبفًب‬ٚ ٍُْ‫ل ْض أ ْفٍخ ِ ْٓ أؿ‬
192

B ‫ْف‬١‫ب أش ُّض ِٓ اٌـ‬ٙ١‫ إٌبع اٌٍِّـبُْ ف‬ٝ‫ُْ ف ْزٕخ رـْز ْٕظفُ ْاٌؼغة ل ْزال٘ب ف‬ٛ‫ر ُى‬
C ٍٝ‫ض اٌ ُّـ ْف‬١ٌ‫ْغ ِ ْٓ ْا‬١‫ب س‬١ٍُْ ‫ ُض ْاٌؼ‬١ٌ‫ْا‬
D ‫غ‬٠‫بصحُ ْاٌّغ‬١‫ػ‬ٚ َ‫ ْاٌ ُّـٍُْ س ّْؾ ع ُّص اٌـال‬ٍٝ‫ك ْاٌ ُّـٍُْ ػ‬
ُّ ‫د‬
E ْ
ٖ‫ض‬٠ ًّ‫ت ِ ْٓ ػ‬١‫ِب وـت اٌغ ُج ًُ و ْـجًب أؽ‬

27. Perhatikan penggalan hadis berikut ini!


ْْ ‫ْؾ طان حد ٍض إال ٌ ٍْ ُّ ْؤِٓ إ‬١ٌٚ ‫ْغ‬١‫ "ػججًب ح ِْغ ْاٌ ُّ ْؤِٓ إْ أ ِْغُٖ ُوٍُٗ س‬: ٍُ‫ؿ‬ٚ ْٗ١ٍ‫ هللاُ ػ‬ٍٝ‫ ُي هللا ط‬ٛ‫لبي ع ُؿ‬
ٍُ‫اٖ ِـ‬ٚ‫ (ع‬."ٌُٗ ‫ ًغا‬١ْ ‫إ ْْ أطبث ْزُٗ ػغا ُء طجغ فىبْ س‬ٚ ٌُٗ ‫ ًغا‬١ْ ‫)أطبث ْزُٗ ؿغا ُء شىغ فىبْ س‬
Makna lafadz yang bergaris bawah adalah ...
A. Sungguh luar biasa perkara kaum mukmin
B. Yang tidak dimiliki oleh orang lain
C. Jika mendapatkan nikmat bersyukur
D. Jika diberi amanah menjalankan
E. Jika ditimpa musibah bersabar

28. Cermatilah tabel berikut!


(1) (2) (3) (4) (5)
‘Aziz
Gharib
Masyhur Muttasil
Musalsal
Mu‘an‘an Marfu‘
Mauquf
Maqthu‘ Mu‘allal
Mudallas
Mu‘allaq Munkar
Mursal
Mu‘dhal

Pembagian hadis berdasarkan tempat penyandarannya ditunjukkan oleh tabel ....


A. (1)
B. (2)
C. (3)
D. (4)
E. (5)

29. Sesuatu yang disandarkan kepada tabi‘in atau generasi sesudahnya berupa
perkataan atau perbuatan adalah hadits ....
A. marfu‘
B. mursal
C. mauquf
D. munqathi‘
E. maqthu‘

30. Perhatikan hadis berikut ini!


‫إٌبع‬ٚ ‫ ْاٌّبء‬ٚ ‫ ْاٌىل‬ٟ‫س ف‬
ٍ ‫ صال‬ٟ‫ْ ُشغوب ُء ف‬ُّٛ ٍْ‫ْاٌ ُّـ‬
193

Makna kata yang bergaris bawah adalah ...


A. Bersekutu
B. Air
C. Api
D. Tanah
E. Rumput

31. Diantara faedah orang yang berilmu adalah dimudahkanya jalan menuju
surga. Sebagaimana ditunjukkan lafadz hadis ....
A ‫ اٌجٕخ‬ٌٝ‫مب إ‬٠‫ً هللا ٌٗ ثٗ ؽغ‬ٙ‫ؿ‬
B ‫ظٕغ‬٠ ‫ب ٌطبٌت اٌؼٍُ عػب ثّب‬ٙ‫إْ اٌّالئىخ ٌزؼغ أجٕذز‬ٚ
C ‫ احعع‬ٟ‫ِٓ ف‬ٚ ‫اد‬ٚ‫ اٌـّب‬ٟ‫ـزغفغ ٌٗ ِٓ ف‬١ٌ ٌُ‫إْ اٌؼب‬ٚ
D ‫اوت‬ٛ‫ ؿبئغ اٌى‬ٍٝ‫وفؼً اٌمّغ ػ‬
E ‫بء‬١‫عصخ احٔج‬ٚ ‫اٌؼٍّبء‬

32. Perhatikan hadis berikut ini!


‫ئًب‬١ْ ‫ع٘ ُْ ش‬ُٛ‫ ْٕمُضُ طٌه ِ ْٓ أُج‬٠ ‫ ال‬,ُٗ‫ع ِ ْٓ رجؼ‬ُٛ‫ وبْ ٌُٗ ِ ْٓ ْاحجْ غ ِ ْض ًُ أُج‬,ًٜ‫ ُ٘ض‬ٌٝ‫ِ ْٓ صػب إ‬
Amin adalah seorang guru di sebuah Madrasah Aliyah. Setiap kali terdengar
bunyi bel istirahat kedua, dengan proaktif ia mengajak anak didiknya untuk segera
kemushala menunaikan shalat dzuhur berjama‘ah. Berdasarkan petikan hadits di
atas maka Amin mendapatkan fadhilah ....
A. pahalasebagaimanapahala orang yang shalatdzuhurberjama‘ah
B. pahala yang diambilkandaripahala orang yang shalatdzuhurberjama‘ah
C. dosakarenamelakukanpemaksaan
D. pahalaalakadarnya
E. pahala orang yang berbuatlalimkepadanya

33. Seorang ayah yang berprofesi sebagai nelayan, setiap hari berangkat
melaut di malam hari untuk menangkap ikan dan menjualnya di pagi harinya.
Hasil penjualan ia gunakan untuk mencukup kebutuhan rumah tangganya.
Hadis yang sesuai denganperilaku seorang ayah tersebut adalah ....
A. ّٗ‫ذً عد‬١ٍ‫ أصغٖ ف‬ٟ‫ٕـأٌٗ ف‬٠ ٚ‫ عػلٗ أ‬ٟ‫جـؾ ٌٗ ف‬٠ ْ‫ِٓ ؿغٖ أ‬
B. ٛٙ‫سبصِٗ ف‬ٚ ٖ‫ٌض‬ٚٚ ٍٗ٘‫أ‬ٚ ٗ‫ ٔفـ‬ٍٝ‫ِب أٔفك اٌغجً ػ‬ٚ ٖ‫ض‬٠ ًّ‫ت ِٓ ػ‬١‫ِب وـت اٌغجً وـجب أؽ‬
‫طضلخ‬
C. ‫ب‬ٙ‫ؼ‬١‫ج‬١‫غٖ ف‬ٙ‫ ظ‬ٍٝ‫ء ثذؼِخ دطت ػ‬ٟ‫ج‬١‫ اٌججً ف‬ٟ‫أر‬١‫أسظ أدضوُ أدجٍٗ ف‬٠ ْ‫ح‬
D. ‫شىغ هللا‬٠ ٌُ ‫شىغ إٌبؽ‬٠ ٌُ ِٓٚ ‫غ‬١‫شىغ اٌىض‬٠ ٌُ ً١ٍ‫شىغ اٌم‬٠ ٌُ ِٓ
E. ‫ا‬ٚ‫ أجضع أْ ال رؼصع‬ٛٙ‫لىُ ف‬ٛ‫ ف‬ٛ٘ ِٓ ٌٝ‫ا إ‬ٚ‫ال رٕظغ‬ٚ ُ‫ ِٓ أؿفً ِٕى‬ٌٝ‫ا إ‬ٚ‫أظغ‬

34. Menjadi seorang pemimpin adalah sesuatu sebuah kebanggaan, namun


Rasulullah Saw melarang umatnya untuk meminta sebuah jabatan. Hal itu
sebagaimana ditunjukkan lafadz hadis ....
A ‫ب‬ْٙ١ٌ‫و ٍْذ إ‬ُٚ ‫ب ػ ْٓ ِـْأٌ ٍخ‬ٙ‫ز‬١‫ر‬ُٚ‫ب ػجْض اٌغدْ ّٓ ثْٓ ؿ ُّغح ال رـْأيْ ْاْلِبعحفئٔه إ ْْ أ‬٠
B ّٗ‫ذً عد‬١ٍ‫ أصغٖ ف‬ٟ‫ٕـأٌٗ ف‬٠ ٚ‫ عػلٗ أ‬ٟ‫جـؾ ٌٗ ف‬٠ ْ‫ِٓ ؿغٖ أ‬
C ٍٗ٘‫غ أ‬١‫ غ‬ٌٝ‫ؿض احِغ إ‬ٚ ‫إطا‬
D ُ‫ٔى‬ٛ‫جج‬٠ٚ ُٙٔٛ‫ٓ رذج‬٠‫بع أئّزىُ اٌظ‬١‫س‬
E ٟٕ‫ فمؾ أؽبػ‬ٞ‫غ‬١ِ‫ِٓ أؽبع أ‬
194

35. Makna pengertian hadits yang menyatakan bahwa orang yang durhaka
kepada pemimpin sama dengan tidak taat kepada Rasulullah SAW. adalah ….
A ‫ فمض أؽبع هللا‬ٟٕ‫ِٓ أؽبػ‬
B ‫ هللا‬ٝ‫ فمض ػظ‬ٟٔ‫ِٓ ػظب‬
C ٟٕ‫ فمض أؽبػ‬ٞ‫غ‬١ِ‫ِٓ أؽبع أ‬
D ٟٔ‫ فمض ػظب‬ٞ‫غ‬١ِ‫ أ‬ٝ‫ِٓ ػظ‬
E ٟٔ‫ فمض ػظب‬ٞ‫غ‬١ِ‫ِٓ أؽبع أ‬

36. Perhatikan hadis berikut ini!


‫ادضًا‬ٚ ٟٕ‫ فّ ْٓ ٔبػػ‬ٞ‫ ْاٌؼظّخُ إػاع‬ٚ ٟ‫ب ُء عصائ‬٠‫جً ْاٌىجْغ‬ٚ ‫ؿٍُ لبي هللاُ ػؼ‬ٚ ْٗ١ٍ‫ هللاُ ػ‬ٍٝ‫ ُي هللا ط‬ُٛ‫لبي عؿ‬
‫ إٌبع‬ٟ‫ُّب لظ ْفزُُٗ ف‬ْٕٙ ِ
Orang yang yakin dengan kebesaran dan kekuasaan Allah sebagaimana hadis di
atas dia akan selalu pasrah dalam hidupnya kepada Allah. Berikut yang bukan
efek positif dari mengimani kekuasaan Allah adalah ....
A. didunianyatidakakanmudahtakutdengansiapa pun
dalammenegakkankebenaranilahi
B. sidakakanputusasa
C. selaluberusahauntukmencapaicita-citanyakarenayakinbahwa Allah
mahabijaksana
D. senantiasamerekayasaperbuatan agar di cap sebagai orang baik
E. tawadlu‘ danmenghindarisifatsombong

37. Perhatikan hadis berikut ini!


‫ أجْ ض ُع أ ْْ ال‬ُٛٙ‫ْ ل ُى ُْ ف‬ٛ‫ ف‬ُٛ٘ ْٓ ِ ٌٝ‫ا إ‬ُٚ‫ال ر ْٕظُغ‬ٚ ُْ ‫ ِ ْٓ أؿْفً ِ ْٕ ُى‬ٌٝ‫ا إ‬ُٚ‫ؿٍُ ا ْٔظُغ‬ٚ ْٗ١ٍ‫ هللاُ ػ‬ٍٝ‫ ُي هللا ط‬ُٛ‫لبي عؿ‬
‫ا ٔؼّْخ هللا‬ُٚ‫ر ْؼصع‬
Makna lafadz yang bergaris bawah adalah ....
A. Hal itu lebih mudah agar kalian tidak menyepelekan nikmat Allah
B. Hal itu baik bagi kalian agar ingkar atas nikmat Allah
C. Hal itu sulit bagi kalian untuk mensyukuri nikmat Allah
D. Hal itu yang terbaik untuk mensyukuri kenikmatan dunia
E. Dengan melihat yang di atas akan lebih mudah bersyukur

38. Perhatikan hadis berikut ini!


َُ ‫ ْاٌ ُغال‬ٚ ُ‫غح‬١‫ػحُ ْاٌىج‬ُٛ‫ ْاٌؼج‬ٚ ٟ‫ ُز ْاٌؼبط‬١ْ ‫ ُْ اٌش‬ٙ١‫ٓ ف‬١ِّ١ِِّ ُ‫ أُِ ٍخ أ‬ٌٝ‫ذ إ‬
ُ ‫ ثُؼ ْض‬ِّٟٔ‫ؿٍُ إ‬ٚ ْٗ١ٍ‫ هللاُ ػ‬ٍٝ‫ ُي هللا ط‬ُٛ‫لبي عؿ‬
‫ُف‬ٍ ‫ ؿجْؼخ أدْ غ‬ٍٝ‫ا ْاٌمُغْ آْ ػ‬ٚ‫ ْمغ ُء‬١ٍْ ‫لبي ف ُّغْ ُ٘ ُْ ف‬
Habibi adalah seorang pemuda cerdas yang berkesempatan mengenyam
pendidikan tinggi. Sekembalinya ke kampung ia menjadi imam shalat di mushala
dekat rumahnya. Berdasarkan hadis di atas sikap Habibi seharusnya ....
A. Memperlama shalatnya karena ia alumnus perguruan tinggi
B. Memperpendek shalatnya karena mungkin ada makmum yang sudah tua
C. Memperpendek shalatnya karena malas
D. Memperlama shalatnya agar dibilang orang pinter
E. Masa bodoh dengan kondisi makmumnya

39. Perhatikan hadis berikut ini!


195

ٍ ‫ ٔب‬ٞ‫ال ُوًُّ ط‬ٚ ِّٟ ٍْ٘ ‫ذًُّ ٌ ُى ُْ ٌذْ ُُ ْاٌذّبع ْاح‬٠ ‫ال‬
ٍ ٍ‫ ِ ْش‬ٞ‫ال ُوًُّ ط‬ٚ ‫ة ِ ْٓ اٌـجُغ‬
‫ْغ‬١‫ت ِ ْٓ اٌط‬
Makna lafadz yang bergaris bawah adalah ....
A. Berkuku
B. Berbulu
C. Bertaring
D. Berbangkai
E. Berparuh

40. Perhatikan hadis berikut ini!


‫ذ اٌؼبؽؾ‬١ّ‫ر ْش‬ٚ ‫ح‬ٛ‫إجبثخُ اٌض ْػ‬ٚ ‫ع ْاٌجٕبئؼ‬
ْ ُ ُ ‫ارِّجب‬ٚ ‫غ‬٠‫بصحُ ْاٌّغ‬١‫ػ‬ٚ َ‫ ْاٌ ُّـٍُْ س ّْؾ ع ُّص اٌـال‬ٍٝ‫ك ْاٌ ُّـٍُْ ػ‬
ُّ ‫د‬
Makna lafadz yang bergaris bawah adalah ....
A. menjawab salam
B. menjenguk orang sakit
C. mengantarkan jenazah
D. memenuhiun dangan
E. mendoakan orang bersin

LATIHAN SOAL

1. Segala yang disandarkan kepada Rosulullah Saw baik berupa perkataan,


perbuatan, ketetapan maupun perjalanan hidupnya baik sebelum atau sesudah
diangkat menjadi nabi disebut ….
A. rowi
B. matan
C. sunah
D. atsar
E. khabar
2. Menurut Ibnu Hajar al-Atsqalaniy, ilmu hadits dirayah adalah pengetahuan
tentang kaidah – kaidah untuk mengetahui keadaan para perawi dan sesuatu
yang diriwayatkan. Adapun yang bukan manfaat dari mempelajari ilmu hadits
dirayah adalah ....
A. menyeleksi hadits secara akademis untuk dijadikan pedoman hidup
B. menjaga otentitas atau keaslian hadits
C. mengetahui derajat hadits
D. membedakan antara hadits maqbul – mardud
E. membedakan antara hadits ma‟mul bih – ghairu ma‟mul bih

3. Perhatikan beberapa riwayat hadits berikut ini


ُ‫ ث‬:ٌٗ ‫ لبي‬،ّٓ١ٌ‫ ا‬ٌٝ‫ إ‬-ٕٗ‫ هللا ػ‬ٟ‫عػ‬- ً‫ ِؼبط ثٓ جج‬-ٍُ‫ؿ‬ٚ ٗ١ٍ‫ هللا ػ‬ٍٝ‫ط‬- ‫ي هللا‬ٛ‫ ٌّب ثؼش عؿ‬.6
ٌُ ْ‫ فئ‬:‫ لبي‬.ٍُ‫ؿ‬ٚ ٗ١ٍ‫ هللا ػ‬ٍٝ‫ط‬- ‫ي هللا‬ٛ‫ فجـٕخ عؿ‬:‫ فئْ ٌُ رجض؟ لبي‬:‫ لبي‬.‫ ثىزبة هللا‬:‫رذىُ؟ لبي‬
،ٖ‫ طضع‬ٍٝ‫ ػ‬-ٍُ‫ؿ‬ٚ ٗ١ٍ‫ هللا ػ‬ٍٝ‫ط‬- ٟ‫فؼغة إٌج‬- ‫ ال ألظغ‬:ٞ‫ أ‬- ٌٛ‫ال آ‬ٚ ٟ٠‫ض عأ‬ٙ‫ أجز‬:‫رجض؟ لبي‬
)ٌٗٛ‫عؿ‬ٚ ‫ هللا‬ٟ‫غػ‬٠ ‫ي هللا ٌّب‬ٛ‫ي عؿ‬ٛ‫فك عؿ‬ٚ ٞ‫ اٌذّض هلل اٌظ‬:‫لبي‬ٚ
)ٞ‫ظ‬١ِ‫اٖ اٌزغ‬ٚ‫ب (ع‬ٙ‫لز‬ٚ ‫ي‬ٚ‫ أ‬ٟ‫ أفؼً احػّبي اٌظالح ف‬: َ ‫ ص‬ٟ‫ لبي إٌج‬:‫ص لبي‬ٛ‫ ػٓ اثٓ ِـؼ‬.7
)ٍُ‫اٖ ِـ‬ٚ‫ اٌّظفغ (ع‬ٟ‫ ػٓ ٌجؾ اٌمـ‬ٝٙٔ َ ‫ ص‬ٌٟٕ‫ أْ ا‬: ‫ هللا ػٕٗ لبي‬ٟ‫ عػ‬ٍٟ‫ ػٓ ػ‬.8
196

.... ‫ٗ إطا افززخ اٌظالح‬١‫ ِٕىج‬ٚ‫ٗ دظ‬٠‫ض‬٠ ‫غفغ‬٠ ْ‫ ص َ وب‬ٟ‫ّب أْ إٌج‬ٕٙ‫ هللا ػ‬ٟ‫ ػٓ اثٓ ػّغ عػ‬.9
)ٗ١ٍ‫(ِزفك ػ‬
‫ك‬ِٙ‫غ أ‬١‫ؾ ثأث‬١ٌ ٌٍْٛ‫ال ثبٌمظـغ أػ٘غ ا‬ٚ ً٠ٛ‫ؾ ثبٌط‬١ٌ َٛ‫ وبْ عثؼخ ِٓ اٌم‬.19
Contoh sunnah taqririyah adalah nomer ....
F. 1
G. 2
H. 3
I. 4
J. 5

4. Perhatikan tabel berikut ini :


1 Diriwayatkan 4 Sandaran
banyak orang pada beritanya bersifat
setiap tabaqoh inderawi
2 Tidak mungkin 5 Disandarkan
sepakat berbohong kepada Allah Swt
3 Disaksikan oleh 6 Tidak bisa
seorang pakar dijadikan sumber
hadits hukum
Yang bukan ciri hadits mutawattir adalah ....
A. 1 & 2
B. 2 & 4
C. 3 & 4
D. 1 & 4
E. 5 & 6

5. Hadits yang diriwayatkan oleh tiga orang atau lebih namun belum mencapai
derajat mutawattir disebut hadits ….
F. gharib
G. aziz
H. masyhur
I. mutawattir
J. qudsi

6. Hadis marfû‟ yang seolah-olah dikatakan oleh seorang sahabat tetapi


hakekatnya disandarkan kepada Rasulillah SAW adalah kategori hadits
marfu‟ ….
A. sharih
B. hukmi
C. hakiki
D. qauli
E. Fi‘li
7. Perhatikan pernyataan berikut ini :
197

‫حاف ثبوتًًو‬
ً ‫الدليل على رج‬
ٍ‫ي‬ َّ
‫ىو ما دؿ ٍ ي‬
Adalah sesuatu yang ditunjuki oleh suatu keterangan secara kuat adanya.
Adalah pengertian dari hadits ....
A. shahih
B. hasan
C. mutawattir
D. maqbul
E. mardud

8. Perhatikan matan hadist berikut ini :

‫ين كأقلُّ يه ٍم من يى يج ٍويز ذلك‬ ً َّ ‫تى ما بين الستػِّين الى‬


ً ‫مار َّأم‬
‫الس ٍبع ى‬ ‫ٍى‬ ‫ى‬ ‫أ ٍع ي‬
Para perawi Hadis di atas tsiqah semua kecuali Muhammad bin `Amr yang
diniali tidak mencapai dhâbith tamm sekalipun telah mencapai keadilan,
maka hadits dalam kondisi ini disebut dengan hadits ....
A. shahih
B. hasan
C. mutawattir
D. maqbul
E. mardud

9. Perhatikan pernyataan berikut ini :


.ًٍ ‫ؾ ِٕٗ ثال فظ‬١ٌ ‫ ِزٕٗ ِب‬ٟ‫ أُ ْصسً ف‬ٚ‫ق إؿٕبصٖ أ‬
ُ ‫ب‬١‫ِّغ ؿ‬١‫ِب ُغ‬
Pernyataan di atas merupakan definisi hadits ….
F. mu'allaq .
G. mursal .
H. mu'dhal
I. mudraj
J. mudallas

10. Abu Hurairah masuk Islam bertepatan dengan tahun terjadinya perang
khaibar, yakni ….
F. 4 H
G. 5 H
H. 6 H
I. 7 H
J. 8 H

11. Sahabat Abdullah bin Umar meriwayatkan Hadits dari Rosulullah Saw
sebanyak ….
F. 1170 Hadits
G. 1660 Hadits
H. 2286 Hadits
198

I. 2630 Hadits
J. 5374 Hadits

12. Julukan yang diberikan oleh Rosulullah Saw kepada Anas adalah ….
F. Dzu al-Nun
G. Dzu al-Udzunain
H. Dzu al-Qarnain
I. Dzu al-Nurain
J. Dzu al-Qa‘dah

13. Nama lengkap Imam Bukhori yaitu …


F. Muhammad bin Ismail bin al-Idris
G. Muhammad bin Ismail al-Mughirah
H. Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin al-Mugirah bin Bardizbah al-
Bukhari
I. Abu Abdillah Muhammad bin Isma`il bin Ibrahim bin Bardizbah al-
Yafi`iy
J. Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin Bardizbah al Ja‘fi

14. Al-Mujtaba merupakan ringkasan atau hasil penyeleksian Imam Nasa‟i atas
perintah amir Ramallah dari kitab ...
F. al-Muwattha‘
G. Al-Jami‘
H. Al-Mujtaba
I. al-Kahf
J. Al-Sunan al-Kubra

15. Teknik pembukuan Hadis secara perbab. Pada masa abad kedua ini pada
umumnya penyusunanya didasarkan pada klasifikasi hukum fikih dan di
dalamnya tercampur antar Hadis marfu`, mawqûf, dan maqthû` atau masih
campur antara Hadis Nabi dan fatwa sahabat dan tabi‘in. adalah pengertian ....
F. Al-Mushannaf
G. Al-Mustadrak
H. Al-Sunan
I. Al-Jami‘
J. Al-Shahih

16. Kitab yang menghimpun beberapa hadits yang telah memenuhi persyaratan
salah seorang penyusun tetapi belum ditakhrij di dalam kitabnya disebut
dengan ....
A. Al-Mushannaf
B. Al-Mustadrak
C. Al-Sunan
D. Al-Jami‘
E. Al-Mustakhraj
199

17. Ilmu yang menerangkan tentang keadilan dan cacatnya para perawi dengan
menggunakan lafadz tertentu, adalah definisi ....
A. Ilmu Hadits
B. Ilmu Rijal al-Hadits
C. Ilmu al-Jarh wa al-Ta‟dil
D. lmu tarjih
E. lmu mukhtalaful hadits

18. Lafal ta‟dil yang tertinggi untuk menilai perawi hadits adalah ….
A. menggunakan wazan af‟ala )ً‫(أ ْفؼ‬
B. menggunakan kata tsiqatun-tsiqah,
C. menggunakan kata tsiqah
D. menggunakan kata shaduq,
E. menggunakan kata hasanul-hadiits
19. Yang bukan merupakan ungkapan yang digunakan untuk menilai kecacatan
perawi hadits, kecuali ….
A. Pendusta
B. Lemah fisiknya
C. Pemalsu hadis
D. Lemah daya ingatnya
E. Tidak dipercaya
20. Cara penerimaan hadits berupa seorang syeikh membaca hadits dan orang
yang dadir mendengarkannya disebut ….
A. Assima‘
B. Al ijazah
C. Al munawalah
D. Al washiyah
E. Al wijadah

Anda mungkin juga menyukai