Anda di halaman 1dari 4

Nama : Angela Rosmary Walter Buttiker

NIM : 1961050109
Kelas : A

Seorang laki-laki dating ke puskesmas dengan keluhan panas sejak 5 hari yang lalu, panas tinggi terutama
pada malam hari disertai menggigil. Diaognosa sementara demam tyfoid. Untuk membantu diagnose
maka dokter menganjurkan pemeriksaan bakteriologi.
Soal :
1. Sebagai dokter bahan pemeriksaan apa yang paling tepat dan alasan apa anda memilih bahan
tersebut.
2. Jelaskan cara pengelolaan bahan tersebut mulai dari fase pra analitik sampai pasca analitik pada
pasien tersebut. (aplikasi klinik).
3. Buat cara pemeriksaannya.

Pembahasan :
1. Bahan-bahan yang dipakai
a. Biakan darah
Karena bakteri bisa saja terdapat dalam darah sehingga perlu dilakukan pemeriksaan pada darah
untuk menentukan apakah ada tidaknya bakteri dalam darah tersebut.
b. Biakan bekuan darah
Biakan ini biasanya memberikan hasil positif
c. Biakan tinja
Jika selama sakit diperlukan bahan ini untuk pemeriksaan, sehingga sangat membantu untuk
mendiagnosis kondisi tertentu.
d. Biakan air kemih
Digunakan untuk mendeteksi penyakit tertentu dengan menilai gejala penyakit tertentu.

2. Cara pengolahan bahan tersebut mulai dari fase pra analitik sampai pasca analitik pada pasien
tersebut. (Aplikasi klinik)
a. Fase Pra-analitik
Pada fae pra-analitik komunikasi yang baik antara klinis dan ahli mikrobiologi amat
penting, karena akan sangat mempengaruhi hasil pemeriksaan mikrobiologi. Sarana
komunikasi antara klinis dan ahli mikrobilogi klinik dimulai dengan lembaran permintaan
mikrobiologi. Dengan lembaran berisi identitas pasien dan dokter, serta kelengkapan lainnya.
Spesimen merupakan bagian terpenting dalam mengawali suatu pemeriksaan, karena hasil
pemeriksaan laboraturium mikrobiologi tidak akan lebih baik dari mutu spesimen yang
diperoleh. Pemilihan jenis spesimen, lokasi, waktu, dan metode pengambilan spesimen sangat
menentukkan baik buruknya hasil dari pemeriksaan mikrobilogi. Selain itu sedapat mungkin
mikroba penyebab tidak dibiarkan berkembang baik sampai proses inokulasi, terutama bila
akan dilakukan kuantitasi. Oleh karena itu, cara pengambilan, penyimpanan, penyimpanan
dan transportasi spesimen yang baik merupakan salah satu faktor penentu mutu pemeriksaan.
Berdasarkan cara pengambilan, spesimen digolongkan menjadi 2 kelompok:
- Spesimen non-invasif: urin, sputum, feses, luka. Relative mudah diambil ulang jika
terjadi kesalahan identifikasi.
- Spesimen invasi : darah, cairan tubuh yang steril, cairan amnion, spesimen yang diambil
dalam kamar operasi.
Spesimen diterima jika memenuhi kriteria spesimen yang baik, yaitu:
- Mempunyai label yang berisi identitas pasien, waktu dan lokasi pengambilan spesimen
serta keterangan klinis yang menunjang.
- Menggunakan wadah atau medium yang sesuai dan tidak bocor
- Jenis spesimen sesuai lokasi infeksi dan mewakili proses infeksi
- Volume atau jumlah spesiem yang cukup
- Waktu transport < 2 jam atau jika lebih, menggunakan medium transport yang sesuai dan
dengan suhu yang sesuai.
- Pasien belum diberi antibiotik atau bebas antibiotik minimal 3 hari.
b. Fase Intra-analitik
Fase intra-analitik diawali dengan memutuskan penerimaan atau penolakan spesimen
yang dikirim. Lalu dilanjutkan dengan melakukan pemeriksaan sesuai dengan permintaa.
Pemeriksaan yang lazim dilakukan adalah pemeriksaan mikroskopik, biakan, identifikasi dan
uji resistensi.
- Pemeriksaan mikroskopik dengan pewarnaan gram
Hasil pemeriksaan awal akan sangat membantu klinis dalam membuat diagnosis.
Sementara penyebab infeksi dan menentukan pemilihan antibiotic empiric, sedangkan
bagi LMK akan memandu prosedur identifikasi selanjutnya. Selain itu, pemeriksaan
mikoskopis sangat bermanfaat dalam menilai kualitas spesimen. Pada sputum misalnya,
spesimen yang baik adalah bila ditemukan jumlah sel PMN > 25 dan jumlah sel Epithel <
10.
- Biakan
Keberhasilan isolasi dan identifikasi bakteri penyebab infeksi sangat ditentukan oleh
tahap ini. Factor yang menentukan adalah kualitas dan kuantitas inokulul, media yang
dipilih, lingkungan inkubasi, metode dan lama inkubasi. Berdasarkan informasi klinis
pasien dari klinis, jenis spesimen dan lokasi pengambilan spesimen yagn diperiksa, dapat
membantu mengarahkan mikroba yang diduga kuat menjadi penyebab infeksi.
- Identifikasi
Tahap identifikasi dilakukan secara konvesional atau dengan uji cepat atau komersial
dengan alat otomatik. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam indentifikasi antara lain
yaitu pemilihan dan pengambilan koloni tersangk, terutama pada spesimen yang secara
normal tidak steril, inokulasi ke dalam media harus dilakukan sesuai prosedur dan
menghinadri terjadinya kontaminasi, intepretasi hasil uji biokimia dan serologi harus
dilakukan hanya oleh mereka yang ahli dan berpengalaman.
- Uji kepekaan terhadap antibiotic
Metode uji kepekaan yang sering digunakan adalah dengan difusi cakram. Cara
penyiapan agar, inokulasi, cakram antibiotic, prosedur pemantapan mutu dan
pengendalian mutu, serta interpretasi hasil dan cara pelaporan kepada klinis, secara rinci
dapar mengikuti panduan CLSI terbaru. Pencacatan data lengkap pasien, spesiemen,
bakteri pathogen yang diidentifikasi, hasil uji kepekaan antibiotic serta komentar ahli
(ekspertis). Dapat memanfaatkan piranti lunak WHONET.
c. Fase Pasca-analitik
Pada fase ini dilakukan interpretasi dan pelaporan hasil pemeriksaan. Interpretasi dan
pelaporan hasil harus mempertimbangkan beberapa hal yaitu kemungkinan isolate sebagai
etiologi (disesuaikan dengan gejala klinis atau karakteristik spesimen), kemungkinan adanya
kontaminasi saat pengambilan spesimen, lalu bila hasil steril, perlu dipikirkan kemungkinan
penyebab teknis (misalnya karean pemakaina antibiotic atau membutuhkan suasana anaerob),
dan apakah kultur perlu diulang atau tidak, kemudian pelaporan hasil uji kepekaan dalam
bentuk sensifit ataau intermediet atau resisten.

3. Cara pemeriksaan

Tes Tubex:

1. Teknisi lab akan mengambil darah Anda.


2. Teknisi akan memasukkan 45μl antigen magnetic
particle (Brown regeant) ke dalam masing-masing 6 buah tabung reaksi.
3. Setelahnya, masukkan 45μl sampel darah pasien
ke semua tabung reaksi.
4. Diamkan selama 2 menit.
5. Setelah 2 menit, teknisi akan meneteskan 90µl
antibody-coated indicator particle (Blue reagent).
6. Tutup setiap tabung reaksi dengan menggunakan
selotip medis khusus yang disediakan bersama perangkat Tubex
7. Teknisi kemudian akan memiringkan tabung
tersebut dan mengocoknya selama 2 menit. Ini bertujuan untuk memperluas hasil reaksi.
8. Setelah 2 menit, tabung diberdirikan kembali dan
diletakkan di atas magnet.
9. Diamkan dalam keadaan berdiri tegak selama 5
menit. Langkah ini dilakukan untuk memulai proses pengendapan.

Tes Widal:

1. Serum darah orang yang dicurigai menderita demam tifoid akan diambil tes Widal.
Kemudian antigen yang berasal dari bakteri Salmonella diteteskan ke dalam serum ini.

2. Bila serum darah mengandung antibodi, reaksi antigen-antibodi akan terjadi dan sampel
darah akan tampak menggumpal. Hal inilah yang mendukung diagnosis demam tifoid.  

3. Jika saat antigen diteteskan dan tidak terjadi reaksi penggumpalan, dapat dianggap bahwa
tidak ada antibodi di dalam sampel serum darah. Hasilnya pun dikatakan bukan demam
tifoid. 
4. Hasil positif atau negatif saja tidaklah cukup untuk menggambarkan tes Widal. Cara yang
lebih tepat adalah mengukur titer, yaitu konsentrasi antibodi atau antigen pada sampel
darah.

5. Titer itulah yang biasa tergambar dalam hasil tes Widal. Misalnya, 1/80, 1/160, atau
1/320. Semakin tinggi angkanya, semakin besar pula kemungkinan adanya infeksi  S.
typhii

Daftar Pustaka:
 Cappuccino JG, Natalie S. Microbiology A Laboratory Manual. 9th ed.
California: Benjamin Cummings; 2011. p. 321-325.
 Dwidjoseputro. 1978. Dasar- Dasar Mikrobiologi. Jakarta: Djambatan

Anda mungkin juga menyukai