Anda di halaman 1dari 14

TAHAPAN PEMERIKSAA URINALISA

Tujuan Urinalis (tes urin ) adalah sebagai berikut :


1. Membantu tegakan diagnosis.
2. Mendapatkan informasi tentang fungsi organ dan metabolisme tubuh.
3. Mandeteksi kelainan asimtomatik.
4. Mengikuti perjalanan penyakit dan hasil pengobatan.

Disetiap Laboratorium untuk mendapatkan hasil yang akurat harus mengacu kepada
GLP (Good Laboratory Procedure) yaitu melalui tahapan Pre Analitik, Analitik dan Pasca
Analitik..

1. Pra Analitik dapat dikatakan sebagai tahap persiapan awal, dimana tahap ini sangat
menentukan kualitas sampel yang nantinya akan dihasilkan dan mempengaruhi proses kerja
berikutnya.
 meliputi Kondisi pasien, cara dan waktu pengambilan sampel, perlakuan terhadap proses
persiapan sampel sampai sampel selesai dikerjakan.
2. Analitik adalah tahap pengerjaan pengujian sampel sehingga diperoleh hasil pemeriksaan.
3. Paska Analitik adalah tahap akhir pemeriksaan yang dikeluarkan untuk meyakinkan
bahwa hasil pemeriksaan yang dikeluarkan benar – benar valid atau benar.

Kesalahan pada proses pra-analitik dapat memberikan kontribusi sekitar 61% dari total kesalahan
laboratorium, sementara kesalahan analitik 25%, dan kesalahan pasca analitik 14%. Proses pra-
analitik dibagi menjadi dua kelompok, yaitu : pra-analitik ekstra laboratorium dan pra-analitik intra
laboratorium. Proses-proses tersebut meliputi persiapan pasien, pengambilan spesimen, pengiriman
spesimen ke laboratorium, penanganan spesimen, dan penyimpanan spesimen.

1. TAHAP PRA ANALITIK


A. PERSIAPAN PASIEN
Persiapan pasien dimulai saat seorang dokter merencanakan pemeriksaan laboratorium bagi
pasien. Pemilihan jenis tes yang kurang tepat atau tidak sesuai dengan kondisi klinis pasien
akan menghasilkan interpretasi yang berbeda.
B. PERSIAPAN PENGUMPULAN SPESIMEN
Sebelum pengambilan spesimen, perhatikan terlebih dahulu :
 periksa form permintaan laboratorium.
 Identitas pasien harus ditulis dengan benar (nama, umur, jenis kelamin, nomor rekam medis,
dsb) disertai diagnosis atau keterangan klinis.
 Periksa apakah identitas telah ditulis dengan benar sesuai dengan pasien yang akan diambil
spesimen.
 Tanyakan persiapan yang telah dilakukan oleh pasien, misalnya diet, puasa. Tanyakan juga
mengenai obat-obatan yang dikonsumsi, minum alkohol, merokok, dsb.
 Catat apabila pasien telah mengkonsumsi obat-obatan tertentu, merokok, minum alkohol,
pasca transfusi, dsb. Catatan ini nantinya harus disertakan pada lembar hasil laboratorium.
Spesimen yang akan diperiksa laboratorium haruslah memenuhi persyaratan sebagai
berikut :

 Jenisnya sesuai jenis pemeriksaan


 Volume mencukupi
 Kondisi baik : segar/tidak kadaluwarsa, tidak berubah warna, tidak berubah bentuk
 Ditampung dalam wadah yang memenuhi syarat
 Identitas benar sesuai dengan data pasien

C. PERALATAN
Peralatan yang digunakan harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :

 bersih, kering

 tidak mengandung deterjen atau bahan kimia

 terbuat dari bahan yang tidak mengubah zat-zat dalam spesimen

 sekali pakai buang (disposable)

 steril (terutama untuk kultur kuman)

 tidak retak/pecah, mudah dibuka dan ditutup rapat, ukuran sesuai dengan volume spesimen

D. WAKTU PENGAMBILAN
Penentuan waktu pengambilan spesimen penting untuk diperhatikan :.

 Umumnya pengambilan dilakukan pada waktu pagi (ideal)


 Urine pagi : pada saat pagi hari setelah bangun tidur
 Urine sewaktu : tidak ditentukan waktu pengambilan
 dsb

E. PENGAMBILAN SPESIMEN
Hal-hal yang harus diperhatikan pada pengambilan spesimen adalah :

1. Tehnik atau cara pengambilan. Pengambilan spesimen harus dilakukan dengan benar sesuai
dengan standard operating procedure (SOP) yang ada.
2. Cara menampung spesimen urine dalam wadah/penampung.
 Sediakan wadah yang bersih, kering, tidak terkontaminasi oleh bahan apapun, mudah
dibuka, mudah ditutup, dan bermulut lebar
 Sebaiknya pasien diinstruksikan membuang urine yang mula-mula keluar sebelum
mengumpulkan urine untuk diperiksa.
 Bagian luar wadah urine harus dibilas dan dikeringkan setelah spesimen didapat dan
keterangan tentang pemeriksaan harus jelas dicantumkan.
 pengawet yang digunakan harus tepat, stabilitas sampel terjaga baik
 wadah harus dalam posisi berdiri untuk mencegah specimen tumpah
F. IDENTIFIKASI SPESIMEN
Pemberian identitas pasien dan atau spesimen adalah tahapan yang harus dilakukan karena
merupakan hal yang sangat penting. Pemberian identitas meliputi :
 pengisian formulir permintaan pemeriksaan laboratorium
 pemberian label pada wadah spesimen. Keduanya harus cocok sama
 Pemberian identitas ini setidaknya memuat nama pasien, nomor ID atau nomor rekam medis
serta tanggal pengambilan. Kesalahan pemberian identitas dapat merugikan.
Untuk spesimen berisiko tinggi (HIV, Hepatitis) sebaiknya disertai tanda khusus pada label
dan formulir permintaan laboratorium.

G. PENGIRIMAN SPESIMEN KE LABORATORIUM


Spesimen yang telah dikumpulkan harus segera dikirim ke laboratorium.

1. Sebelum mengirim spesimen ke laboratorium, pastikan bahwa spesimen telah memenuhi


persyaratan seperti yang tertera dalam persyaratan masing-masing pemeriksaan.
2. Apabila spesimen tidak memenuhi syarat agar diambil / dikirim ulang.
3. Pengiriman spesimen disertai formulir permintaan yang diisi data yang lengkap. Pastikan
bahwa identitas pasien pada label dan formulir permintaan sudah sama.
4. Secepatnya spesimen dikirim ke laboratorium. Penundaan pengiriman spesimen ke
laboratorium dapat dilakukan selambat-lambatnya 2 jam setelah pengambilan spesimen.
Penundaan terlalu lama akan menyebabkan perubahan fisik dan kimiawi yang dapat menjadi
sumber kesalahan dalam pemeriksaan, seperti :
o Penundaan pengiriman sampel urine Unsur-unsur yang berbentuk dalam urine
(sediment), terutama sel-sel eritrosit, lekosit, sel epitel dan silinder mulai rusak dalam
waktu 2 jam.
o Urat dan fosfat yang semula larut akan mengendap, sehingga menyulitkan pemeriksaan
mikroskopik atas unsur-unsur lain.
o Bilirubin dan urobilinogen teroksidasi bila berkepanjangan terkena sinar matahari.
o Bakteri-bakteri akan berkembang biak yang akan menyebabkan terganggunya
pemeriksaan bakteriologis dan pH.
o Jamur akan berkembang biak
o Kadar glukosa mungkin menurun dan kalau semula ada, zat-zat keton dapat
menghilang.Apabila akan ditunda pengirimannya dalam waktu yang lama spesimen
harus disimpan dalam refrigerator/almari es pada suhu 2 – 8 oC paling lama 8 jam.
5. Pengiriman sample sebaiknya menggunakan wadah khusus, misalnya berupa kotak atau tas
khusus yang tebuat dari bahan plastik, gabus (styro-foam) yang dapat ditutup rapat dan
mudah dibawa.

H. PENANGANAN SPESIMEN

 Identifikasi dan registrasi spesimen

 Seluruh spesimen harus diperlakukan sebagai bahan infeksius

 Patuhi cara pengambilan spesimen

 tempeli label

 Segera distribusikan spesimen ke ruang pemeriksaan


I. PENYIMPANAN SPESIMEN

 Penyimpanan spesimen dilakukan jika pemeriksaan ditunda atau spesimen akan dikirim ke
laboratorium lain

 Lama penyimpanan harus memperhatikan, jenis pemeriksaan, wadah dan stabilitasnya

 Menyimpan spesimen dalam lemari es dengan suhu 2-8ºC, suhu kamar, suhu -20ºC, -70ºC
atau -120ºC jangan sampai terjadi beku ulang.

 Memberi bahan pengawet pada spesimen

 Menyimpan formulir permintaan lab di tempat tersendiri

Siapa yang Terlibat Dalam Proses Pra-Analitik?

Selalu ada beberapa orang yang terlibat dalam proses pra-analitik, yaitu pasien, dokter,
paramedis/perawat, petugas layanan transportasi, analis dan dokter laboratorium; mereka semua
berbagi tanggung jawab terhadap mutu bahan spesimen dan harus memahami pentingnya tahap pra-
analtik, serta mengenali kemungkinan penyebab kesalahan dan konsekuensi mereka untuk hasil
pemeriksaan.
Laboratorium juga perlu menetapkan prosedur untuk penanganan spesimen dan prosedur untuk
manajemen spesimen (penerimaan atau penolakan spesimen).
2. TAHAP ANALITIK :
Tahap ini harus ekstra teliti dalam memulai pemeriksaan laboratorium, yang termasuk dalam
tahapan analitik antara lain :
 Pemeriksaan spesimen
 Pemeliharaan dan Kalibrasi alat
 Uji kualitas Reagen
 Uji Ketelitian
 Uji Ketepatan

1. Pemeriksaan Spesimen

Persiapan Pasien
Tes Prinsip Tes Alat & Bahan
& Sampel
600 – 2500 ml/24 jam, rata-rata
Volume
1500ml/24 jam Urin
Kejernihan Normal jernih atau sedikit keruh & Gelas ukur
& Warna berwarna kuing muda
Urin
Penetapan dilakukan dengan memakai
pH Gelas ukur
indicator strip
Tidak Ada Strip indicator
Bau normal yang karakteristik
Urin
Bau disebabkan oleh asam organik yang
Gelas ukur
mudah menguap
BJ memberikan kesan derajat kepekatan
Urin
urin. Urin pekat dengan BJ>1,030
Berat Jenis Gelas ukur
mengindikasi kemungkinan adanya
Urinometer
glukosa

 Cara kerja
a. Volume urin:
Pengukuran volume urin dilakukan dengan cara:
 Masukkan urin kedalam gelas ukur
 Baca nilai yang ditunjukkan pada dinding gelas ukur
b. Kejernihan & warna urin:
 Masukkan urin kedalam gelas ukur
 Amati warna pada urin
c. pH:
 Masukkan urin kedalam gelas ukur
 Celupkan indicator strip kedalam urin dan pastikan semuanya yang akan dibandingkan tercelup
 Angkat indicator strip setelah di rendam didalam urin
 Diamkan selama 30 detik
 Bandingkan hasil yang didapatkan dengan indicator standar
d. Bau:
 Masukkan urin kedalam gelas ukur
 Cium bau yang ditimbulkan oleh urin
e. Berat Jenis:
 Masukkan urin kedalam gelas ukur
 Celupkan urinometer kedalam urin yang ada pada gelas ukur
 Baca pengukuran yang ditunjukkan pada urinometer
Nilai rujuk
1. Volume Urin : 600 – 2500 ml/24 jam, rata-rata 1500ml/24 jam.
Kejernihan & warna: Normal jernih atau sedikit keruh & berwarna kuing muda.
2. Strip tes: Penetapan dilakukan dengan memakai indicator strip.
3. Bau: Bau normal yang karakteristik disebabkan oleh asam organik yang mudah menguap.
4. Berat jenis: Urin pekat dengan BJ>1,030 mengindikasi kemungkinan adanya glukos
Pasca Analitik
 Interprestasi
a) Volume urin
Interprestasi: 75 ml
b) Kejernihan & warna urin
Interprestasi: urin jernih dan berwarna kuning muda
c) Derajat keasaman atau pH
Interprestasi: 6,5
d) Bau
Interprestasi: bau pesing
e) Berat Jenis
Interprestasi:
Suhu tera :15C
Suhu ruangan : 35C
BJ yang dibaca : 1,018
3. P ASCA ANALITIK :
 Tahap ini meliputi pelaporan hasil dari alat ke dalam lembaran hasil, dan interpretasi hasil
oleh dokter yang berwenang.
 - Penulisan hasil

Pasca Analitik menurut GLP


1. Cara pencatatan hasil
Kegiatan pencatatan dan pelaporan di laboratorium harus dilaksanakan dengan cermat dan teliti
karena dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan dan dapat mengakibatkan kesalahan dalam
penyampaian hasil pemeriksaan.
Pencatatan kegiatan laboratorium dilakukan sesuai dengan jenis kegiatannya. Ada 4 jenis
pencatatan, yaitu :
a. Pencatatan kegiatan pelayanan
b. Pencatatan keuangan
c. Pencatatan logistik
d. Pencatatan kepegawaian
e. Pencatatan kegiatan lainnya, seperti pemantapan mutu internal, keamanan kerja dan lain-lain.

Pencatatan kegiatan pelayanan dapat dilakukan dengan membuat buku sebagai berikut :
a. Buku register penerimaan spesimen terdapat di loket berisi data pasien dan jenis pemeriksaan
b. Buku register besar/induk berisi : data-data pasien secara lengkap serta hasil pemeriksaan
spesimen.
c. Buku register/catatan kerja harian teap tenaga :
1) Data masing-masing pemeriksaan
2) Data rekapitulasi jumlah pasien dan spesimen yang diterima.
d. Buku register pemeriksaan rujukan.
e. Buku ekspedisi dari ruangan/rujukan.
f. Buku komunikasi pertukaran petugas (shift)
g. Buku register perawatan/kerusakan.
SCRIPT TEST
Percobaan ini masih menggunakan sampel urin yang sebelumnya. Indikator script
dimasukkan ke dalam tabung yang berisi urin. Kemudian diperhatikan reaksi dan perubahan yang
terjadi.
Pra Analitik
 Persiapaan pasien : tidak dilakuakan persiapan khusus
 Persiapan sampel : tidak dilakukan persiapan khusus
 Prinsip tes : penetapan dilakukan dengan menggunakan indicator strip
 Alat dan bahan :
a. Gelas ukur
b. Urin
c. Indicator strip
Analitik
 Cara kerja:
1. Masukkan kedalam gelas ukur sebanyak 5 ml
2. Letakkan indicator strip kedalam urin
3. Angkat kembali, kemudian diamkan selama 30 detik
4. Bandingkan hasil yang didapat dengan indicator standar
Pasca Analitik
 Interprestasi
 Leukosit (-)
 Nitrit (-)
 Urobilinogen Normal
 Protein (-)
 pH 6,5
 Darah (-)
 Spesifik grafity 1,015
 Keton (-)
 Bilirubin (+) 1
 Glukosa (-)

 Pengamatan
1. Glukosa
Kurang dari 0,1% dari glukosa normal disaring oleh glomerulus muncul dalam urin (kurang dari
130 mg/24 jam). Glukosuria (kelebihan gula dalam urin) terjadi karena nilai ambang ginjal
terlampaui atau daya reabsorbsi tubulus yang menurun. Glukosuria umumnya berarti diabetes
mellitus. Namun, glukosuria dapat terjadi tidak sejalan dengan peningkatan kadar glukosa dalam
darah, oleh karena itu glukosuria tidak selalu dapat dipakai untuk menunjang diagnosis diabetes
mellitus.
Untuk pengukuran glukosa urine, reagen strip diberi enzim glukosa oksidase (GOD), peroksidase
(POD) dan zat warna.

2. Protein
Biasanya, hanya sebagian kecil protein plasma disaring di glomerulus yang diserap oleh tubulus
ginjal. Normal ekskresi protein urine biasanya tidak melebihi 150 mg/24 jam atau 10 mg/dl dalam
setiap satu spesimen. Lebih dari 10 mg/ml didefinisikan sebagai proteinuria.
Sejumlah kecil protein dapat dideteksi dari individu sehat karena perubahan fisiologis. Selama olah
raga, stres atau diet yang tidak seimbang dengan daging dapat menyebabkan protein dalam jumlah
yang signifikan muncul dalam urin. Pra-menstruasi dan mandi air panas juga dapat menyebabkan
jumlah protein tinggi.
Protein terdiri atas fraksi albumin dan globulin. Peningkatan ekskresi albumin merupakan petanda
yang sensitif untuk penyakit ginjal kronik yang disebabkan karena penyakit glomeruler, diabetes
mellitus, dan hipertensi. Sedangkan peningkatan ekskresi globulin dengan berat molekul rendah
merupakan petanda yang sensitif untuk beberapa tipe penyakit tubulointerstitiel. Dipsticks
mendeteksi protein dengan indikator warna Bromphenol biru, yang sensitif terhadap albumin tetapi
kurang sensitif terhadap globulin, protein Bence-Jones, dan mukoprotein.

3. Bilirubin
Bilirubin yang dapat dijumpai dalam urine adalah bilirubin direk (terkonjugasi), karena tidak terkait
dengan albumin, sehingga mudah difiltrasi oleh glomerulus dan diekskresikan ke dalam urine bila
kadar dalam darah meningkat. Bilirubinuria dijumpai pada ikterus parenkimatosa (hepatitis
infeksiosa, toksik hepar), ikterus obstruktif, kanker hati (sekunder), CHF disertai ikterik.

4. Urobilinogen
Empedu yang sebagian besar dibentuk dari bilirubin terkonjugasi mencapai area duodenum, tempat
bakteri dalam usus mengubah bilirubin menjadi urobilinogen. Sebagian besar urobilinogen
berkurang di faeses; sejumlah besar kembali ke hati melalui aliran darah, di sini urobilinogen
diproses ulang menjadi empedu; dan kira-kira sejumlah 1% diekskresikan ke dalam urine oleh
ginjal.
Peningkatan ekskresi urobilinogen dalam urine terjadi bila fungsi sel hepar menurun atau terdapat
kelebihan urobilinogen dalam saluran gastrointestinal yang melebehi batas kemampuan hepar untuk
melakukan rekskresi. Urobilinogen meninggi dijumpai pada : destruksi hemoglobin berlebihan
(ikterik hemolitika atau anemia hemolitik oleh sebab apapun), kerusakan parenkim hepar (toksik
hepar, hepatitis infeksiosa, sirosis hepar, keganasan hepar), penyakit jantung dengan bendungan
kronik, obstruksi usus, mononukleosis infeksiosa, anemia sel sabit. Urobilinogen urine menurun
dijumpai pada ikterik obstruktif, kanker pankreas, penyakit hati yang parah (jumlah empedu yang
dihasilkan hanya sedikit), penyakit inflamasi yang parah, kolelitiasis, diare yang berat.
Hasil positif juga dapat diperoleh setelah olahraga atau minum atau dapat disebabkan oleh
kelelahan atau sembelit. Orang yang sehat dapat mengeluarkan sejumlah kecil urobilinogen.

5. Keasaman (pH)
Filtrat glomerular plasma darah biasanya diasamkan oleh tubulus ginjal dan saluran pengumpul dari
pH 7,4 menjadi sekitar 6 di final urin. Namun, tergantung pada status asam-basa, pH kemih dapat
berkisar dari 4,5 – 8,0. pH bervariasi sepanjang hari, dipengaruhi oleh konsumsi makanan; bersifat
basa setelah makan, lalu menurun dan menjadi kurang basa menjelang makan berikutnya. Urine
pagi hari (bangun tidur) adalah yang lebih asam. Obat-obatan tertentu dan penyakit gangguan
keseimbangan asam-basa jug adapt mempengaruhi pH urine.
Urine yang diperiksa haruslah segar, sebab bila disimpan terlalu lama, maka pH akan berubah
menjadi basa. Urine basa dapat memberi hasil negatif atau tidak memadai terhadap albuminuria dan
unsure-unsur mikroskopik sedimen urine, seperti eritrosit, silinder yang akan mengalami lisis. pH
urine yang basa sepanjang hari kemungkinan oleh adanya infeksi. Urine dengan pH yang selalu
asam dapat menyebabkan terjadinya batu asam urat.

Berikut ini adalah keadaan-keadaan yang dapat mempengaruhi pH urine :

 pH basa : setelah makan, vegetarian, alkalosis sistemik, infeksi saluran kemih (Proteus atau
Pseudomonas menguraikan urea menjadi CO2 dan ammonia), terapi alkalinisasi, asidosis tubulus
ginjal, spesimen basi.
 pH asam : ketosis (diabetes, kelaparan, penyakit demam pada anak), asidosis sistemik (kecuali pada
gangguan fungsi tubulus, asidosis respiratorik atau metabolic memicu pengasaman urine dan
meningkatkan ekskresi NH4+), terapi pengasaman.

6. Berat Jenis (Specific Gravity, SG)


Berat jenis (yang berbanding lurus dengan osmolalitas urin yang mengukur konsentrasi zat terlarut)
mengukur kepadatan air seni serta dipakai untuk menilai kemampuan ginjal untuk memekatkan dan
mengencerkan urin.
Spesifik gravitasi antara 1,005 dan 1,035 pada sampel acak harus dianggap wajar jika fungsi ginjal
normal. Nilai rujukan untuk urine pagi adalah 1,015 – 1,025, sedangkan dengan pembatasan minum
selama 12 jam nilai normal > 1,022, dan selama 24 jam bisa mencapai ≥1,026. Defek fungsi dini
yang tampak pada kerusakan tubulus adalah kehilangan kemampuan untuk memekatkan urine.
BJ urine yang rendah persisten menunjukkan gangguan fungsi reabsorbsi tubulus. Nokturia dengan
ekskresi urine malam > 500 ml dan BJ kurang dari 1.018, kadar glukosa sangat tinggi, atau
mungkin pasien baru-baru ini menerima pewarna radiopaque kepadatan tinggi secara intravena
untuk studi radiografi, atau larutan dekstran dengan berat molekul rendah. Kurangi 0,004 untuk
setiap 1% glukosa untuk menentukan konsentrasi zat terlarut non-glukosa.
7. Darah (Blood)
Pemeriksaan dengan carik celup akan memberi hasil positif baik untuk hematuria, hemoglobinuria,
maupun mioglobinuria. Prinsip tes carik celup ialah mendeteksi hemoglobin dengan pemakaian
substrat peroksidase serta aseptor oksigen. Eritrosit yang utuh dipecah menjadi hemoglobin dengan
adanya aktivitas peroksidase. Hal ini memungkinkan hasil tidak sesuai dengan metode mikroskopik
sedimen urine.
Hemoglobinuria sejati terjadi bila hemoglobin bebas dalam urine yang disebabkan karena danya
hemolisis intravaskuler. Hemolisis dalam urine juga dapat terjadi karena urine encer, pH alkalis,
urine didiamkan lama dalam suhu kamar. Mioglobinuria terjadi bila mioglobin dilepaskan ke dalam
pembuluh darah akibat kerusakan otot, seperti otot jantung, otot skeletal, juga sebagai akibat dari
olah raga berlebihan, konvulsi. Mioglobin memiliki berat molekul kecil sehingga mudah difiltrasi
oleh glomerulus dan diekskresi ke dalam urine.

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi temuan laboratorium :


 Hasil positif palsu dapat terjadi bila urine tercemar deterjen yang mengandung hipoklorid atau
peroksida, bila terdapat bakteriuria yang mengandung peroksidase.
 Hasil negatif palsu dapat terjadi bila urine mengandung vitamin C dosis tinggi, pengawet
formaldehid, nitrit konsentrasi tinggi, protein konsentrasi tinggi, atau berat jenis sangat tinggi.
Urine dari wanita yang sedang menstruasi dapat memberikan hasil positif.
8. Keton
Badan keton (aseton, asam aseotasetat, dan asam β-hidroksibutirat) diproduksi untuk menghasilkan
energi saat karbohidrat tidak dapat digunakan. Asam aseotasetat dan asam β-hidroksibutirat
merupakan bahan bakar respirasi normal dan sumber energi penting terutama untuk otot jantung
dan korteks ginjal. Apabila kapasitas jaringan untuk menggunakan keton sudah mencukupi maka
akan diekskresi ke dalam urine, dan apabila kemampuan ginjal untuk mengekskresi keton telah
melampaui batas, maka terjadi ketonemia. Benda keton yang dijumpai di urine terutama adalah
aseton dan asam asetoasetat.
Ketonuria disebabkan oleh kurangnya intake karbohidrat (kelaparan, tidak seimbangnya diet tinggi
lemak dengan rendah karbohidrat), gangguan absorbsi karbohidrat (kelainan gastrointestinal),
gangguan metabolisme karbohidrat (mis. diabetes), sehingga tubuh mengambil kekurangan energi
dari lemak atau protein, febris.

9. Nitrit
Di dalam urine orang normal terdapat nitrat sebagai hasil metabolisme protein, yang kemudian jika
terdapat bakteri dalam jumlah yang signifikan dalam urin (Escherichia coli, Enterobakter,
Citrobacter, Klebsiella, Proteus) yang megandung enzim reduktase, akan mereduksi nitrat menjadi
nitrit. Hal ini terjadi bila urine telah berada dalam kandung kemih minimal 4 jam. Hasil negative
bukan berarti pasti tidak terdapat bakteriuria sebab tidak semua jenis bakteri dapat membentuk
nitrit, atau urine memang tidak mengandung nitrat, atau urine berada dalam kandung kemih kurang
dari 4 jam. Disamping itu, pada keadaan tertentu, enzim bakteri telah mereduksi nitrat menjadi
nitrit, namun kemudian nitrit berubah menjadi nitrogen.
Spesimen terbaik untuk pemeriksaan nitrit adalah urine pagi dan diperiksa dalam keadaan segar,
sebab penundaan pemeriksaan akan mengakibatkan perkembang biakan bakteri di luar saluran
kemih, yang juga dapat menghasilkan nitrit.

Faktor yang dapat mempengaruhi temuan laboratorium :


 Hasil positif palsu karena metabolisme bakteri in vitro apabila pemeriksaan tertunda, urine merah
oleh sebab apapun, pengaruh obat (fenazopiridin).
 Hasil negatif palsu terjadi karena diet vegetarian menghasilkan nitrat dalam jumlah cukup banyak,
terapi antibiotik mengubah metabolisme bakteri, organism penginfeksi mungkin tidak mereduksi
nitrat, kadar asam askorbat tinggi, urine tidak dalam kandung kemih selama 4-6 jam, atau berat
jenis urine tinggi.
10. Lekosit esterase
Lekosit netrofil mensekresi esterase yang dapat dideteksi secara kimiawi. Hasil tes lekosit esterase
positif mengindikasikan kehadiran sel-sel lekosit (granulosit), baik secara utuh atau sebagai sel
yang lisis. Limfosit tidak memiliki memiliki aktivitas esterase sehingga tidak akan memberikan
hasil positif. Hal ini memungkinkan hasil mikroskopik tidak sesuai dengan hasil pemeriksaan carik
celup.
Temuan laboratorium negatif palsu dapat terjadi bila kadar glukosa urine tinggi (>500mg/dl),
protein urine tinggi (>300mg/dl), berat jenis urine tinggi, kadar asam oksalat tinggi, dan urine
mengandung cephaloxin, cephalothin, tetrasiklin. Temuan positif palsu pada penggunaan pengawet
formaldehid. Urine basi dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan.

TES KIMIA URIN


Tes kimia urin terdiri dari tes protin urin, glukosa, urobilinogen, benda keton, darah samar,
nitrit dan lain-lain.yang akan dilakukan dalam praktikum ini adalah tes protein urin, glukosa urin
dan tes albumin.

Tes Protein Urin


 Pra Analatik
a. Persiapan Pasien
Tidak dilakukan persiapan khusus
b. Persiapan Sampel
Tidak dilakukan persiapan khusus
c. Prinsip Tes
Berdasarkan pada prinsip kesalahan penetapan pH oleh protein.
Indikator digunakan tetrabromphenol blue → pH tetap konstan akibatnya urin albumin bereaksi
dengan indikator.
d. Alat dan bahan
Alat :
 Tabung reaksi + rak
 Pembakar (spiritus)
Bahan :
 Asam asetat
 Urin
 Analitik
a. Cara kerja
Reaksi dengan Asam Asetat 10% dan pemanasan
 Menuangkan urin yang jernih kedalam tabung reaksi sampai 2/3 penuh.
 Panaskan bagian atas tabung selama lebih kurang 2 menit. Bagian bawah tabung digunakan sebagai
pambanding (kontrol).
 Tambahkan 3-5 tetes asam asetat 10% untuk melarutkan fosfat dan karbonat.
 Panaskan lagi bagian atas tabung, kekeruhan yang timbul adalah presipitasi protein.

b. Nilai rujuk
Negatif : tidak ada kekeruhan
± : kekeruhan sangat halus, terlihat bila diberikan latar belakang hitam (protein < 0,01 gr%)
1+ : ada kekeruhan tetapi tidak tampak berbutir-butir (protein 0,01 – 0,05 gr %)
2+ : ada kekeruhan dan tampak berbutir-butir (protein 0,05 – 0,2 gr)

3+ : amat keruh dengan gumpalan berkeping-keping (protein 0,2 – 0,5 gr%)

4+ : kekeruhan tebal dan bergumpal-gumpal (protein > 0,5 gr%)

 Pasca Analitik
Interpretasi
Hasil penilaian :
4+ : Kekeruhan tebal dan bergumpal-gumpal (protein > 0.5 gr% )

Tes Glukosa Urin


 Pra Analatik
a. Persiapan Pasien
Tidak ada persiapan khusus
b. Persiapan Sampel
Tidak ada persiapan khusus
c. Prinsip Tes
Glukosa oksidase yang akan diuraikan menjadi es glukonat dan hidrogen perosida →akan
mengkatalisis rx potasium iodida → berwarna biru muda, hijau sampe coklat.
d. Alat dan bahan
Alat :
 Tabung reaksi + rak.
 Pembakar Spiritus.
Bahan :
 Larutan benedict kualitatif.
 Air gula
 Analitik
a. Cara kerja
 Menuangkan 5 ml larutan Benedict kedalam tabung reaksi.
 Menambahkan sampel air gula sebanyak 5-8 tetes
 Mendidihkan diatas nyala api spritus selama 2 menit.
 Memperhatikan adanya perubahan warna setelah isi tabung dikocok.
b. Nilai rujukan
 Negatif : cairan tetap biru, jernih, bisa agak hijau / sedikit keruh
 1+ : hijau kekuningan (glukosa 0,5-1,0 gr%)
 2+ : kuning kehijauan (glukosa 1,0-1,5 gr%)
 3+ : kuning (glukosa 1,5-2,5 gr%)
 4+ : jingga/merah (glukosa 2,5-4,0 gr%)
Pasca Analitik
 Interpretasi
Menghasilkan hasil palsu, cairan tetap biru, jernih, agak hijau atau sedikit keruh.Hal ini
dikarenakan Larutan Benedict rusak.

Anda mungkin juga menyukai