Anda di halaman 1dari 7

Bank Konvensional

PEMBAHASAN

A.    Pengertian Bank Konvensional


Bank menurut undang-undang pokok perbankan tahun 1967 adalah
lembaga keuangan yang usahanya memberikan kredit dan jasa-jasa dalam
lalu lintas pembayaran serta peredaran uang. 1[1] Kata konvensional berasal
dari kata konvensi. Istilah konvensi awalnya digunakan untuk menyatakan
atau mengkomunikasikan segala sesuatu yang didasarkan kepada
kesepakatan. Kesepakatan itu dilakukan oleh sejumlah atau banyak orang,
Jumlahnya yang meliputi sebuah lembaga, daerah tertentu atau yang
berskala internasional.2[2] Sedangkan menurut Kamus Umum Bahasa
Indonesia, Konvensional berarti “menurut apa yang sudah menjadi
kebiasaan”.3[3] Bank Konvensional adalah Bank yang menjalankan kegiatan
usahanya secara konvensional dan berdasarkan jenisnya terdiri atas Bank
Umum Konvensional dan Bank Perkreditan Rakyat.4[4]
Dalam perekomian modern, pada dasarnya bank adalah lembaga
perantara dan penyalur dana antara pihak yang berlebihan dengan pihak
yang kekurangan dana.
Tugas bank adalah menerima simpanan dan memberi pinjaman.
Dengan begitu, bank berperan melancarkan transaksi perdagangan dan

1[1] M. Ali Hasan, Zakat, Pajak, Asuransi dan Lembaga Keuangan, (Masail
Fiqhiyah II), (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 1997), hlm. 40.

2[2] http://jalius12.wordpress.com/2009/10/06/konvensional/ diposkan pada


hari selasa tanggal 5 november 2013.

3[3] W.J.S Poerwadarmita, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai


Pustaka, 1996), hlm. 522.

4[4]http://www.bankirnews.com/index.php?
option=com_content&view=article&id=905:definisi diposkan pada hari selasa
tanggal 5 november 2013.
pembayaran serta memberi perlindungan keamanan uang dari berbagai
gangguan, seperti perampokan.5[5]
Bank dapat dikatakan membeli uang dari masyarakat pemilik dana
ketika ia menerima simpanan, dan menjual uang kepada masyarakat yang
memerlukan dana ketika ia memberi pinjaman kepada mereka. Dalam
kegiatan ini muncul apa yang disebut bunga bahwa bunga adalah harga
uang.
Dari sini, masyarakat yang menyediakan dana dengan imbalan bunga,
menyimpan harta / dananya di bank dan oleh bank disalurkan pada pihak
lain, baik perseorangan maupun badan usaha, dengan memungut jasa
pemakaian dana disebut bunga. Ongkos administrasi dan ongkos sewa.
Terdapat dua alasan, paling tidak mengapa bank perlu membayar
bunga pada penyimpan dana:
1)      Dengan menyimpan uang di bank, penebung telah mengorbankan
kesempatan atas keuntungan yang mungkin diperoleh dari pemakaian dana
itu, andaikata ia melakukannya.
2)      Dengan menyimpan uang di bank, penabung telah mengorbankan
kesempatan pemakaian dana untuk keperluan konsumsi. Salah satu prinsip
ekonomi adalah “nilai uang sekarang lebih berharga daripada nilainya di
masa mendatang”. Dalam hal tabungan berjangka, dengan menyimpan uang
di bank, penabung mengorbankan sebagian likuiditasnya, seperti berjaga-
jaga menghadapi keperluan mendadak.
3)      Faktor inflasi juga menjadi pertimbangan perlunya imbalan kepada
penabung.6[6]
Untuk pengembangan dirinya, ia hanya mengandalkan modal dari
saham anggota yan termasuk lembaga ini. Karena itu, semua beban yang
harus di tanggulangi diatas, dibayar oleh bank dengan “bunga” yang ditarik
dari nasabah pemakai jasa bank (peminjaman), yang lazim disebut “bunga

5[5] Muhammad Zuhri, Riba Dalam Al-qur’an dan Masalah Perbankan (Sebuah
Tilikan Antisipatif), (Jakarta: 1997, PT. RajaGravindo), hlm. 144.

6[6] Ibid., hlm. 145-147.


debet”. Kalau demikian, sebenarnya bunga debet bukan keuntungan bersih
bank; tetapi keuntungan yang harus dikurangi untuk berbagai biaya, seperti,
pengelolaan gedung, cadangan resiko, cadangan inflasi. Sisanya merupakan
keuntungan yang akan dibagikan kepada para penyimpan, dan bank itu
sendiri.

Disini penabung ditempatkan sebagai mitra usaha bank dalam aspek


penyediaan modal. Sebaliknya, pemakai jasa ditempatkan sebagai mitra
usaha yang diperkirakan mendapatkan keuntungan melalui penggunaan
dana yang dipinjam dari bank.
Dalam praktek, kekayaan bank yang diperdagangkan itu tidak
seluruhnya milik bank. Yang dimiliki bank tidak lebih dari 10 persennya saja.
Sedangkan 90 persen adalah kekanyaan yang dimiliki masyarakat. Dengan
konstelasi ini maka bank pada hakekatnya merupakan lembaga keuangan
yang dimiliki masyarakat, sehingga masyarakat mempunyai kepentingan
luas terhadap usaha bank.
Dalam situasi tertentu, karena tingginya minat masyarakat
mendapatkan dana dari bank, kadang-kadang situasi semacam ini dapat
mengganggu likuiditas, sehingga dana yang ketika itu seharusnya
dibayarkan kepada deposan tidak dapat dilaksanakan. Agaknya, hal ini
terkait dengan minimnya “saham” bank yang 10 persen itu. Karena itu
terdapat undang-undang agar setiap memegang jaminan kas sebasar 20
persen dari demand deposito, untuk menanggulangi situasi diatas.
Keterangan ini memberi gambaran bahwa bank bukan lembaga penumpukan
kekayaan, tetapi justru lembaga yang melancarkan arus perputaran dana
dari pihak yang berkelebihan kepada pihak yang membutuhkan. Kerugian
bank yang ditimbulkan oleh keadaan semacam itu adalah, ia tidak
memperoleh bagian keuntungan, sekaigus harus membeyar bunga kepada
deposan. Maka kelancaran perputaran dana merupakan kebutuhan semua
pihak, baik bank maupun masyarakat.
B.     Produk – Produk Bank Konvensional
Dalam praktiknya ragam produk tergantung dari status bank yang
bersangkutan yang memberikan pelayanan yang berbeda. Kegiatan bank
konvensional secara lengkap meliputi kegiatan sebagai berikut :

1.      Menghimpun Dana (Funding)


         Simpanan Giro
         Simpanan Tabungan
         Simpanan Deposito
2.      Menyalurkan Dana (Lending)
         Kredit Investasi
         Kredit Modal Kerja
         Kredit Perdagangan
         Kredit Produktif
         Kredit Konsumtif
         Kredit Profesi
3.      Memberikan Jasa – Jasa Bank Lainnya (Services)
         Kiriman Uang
         Bank Card
         Bank Garansi
         Bank Draft
         Kliring
         Letter of Credit
         Inkaso
         Melayani Pembayaran
         Cek Wisata
         Safe Deposit Box
         Bank Notes
         Menerima setoran
         Bermain didalam pasar modal.7[7]

C.    Keunggulan Bank Konvensional


Keunggulan Bank konvensional adalah sebagai berikut :
1.      Dukungan peraturan perundang – undangan yang mapan sehingga bank
dapat bergerak lebih pasti.
2.      Banyaknya bank konvensional menggairahkan persaingan.
3.      Nasabah telah terbiasa dengan sistem bunga tidak dengan metode bagi
hasil yang relatif baru.
4.      Bank konvensional lebih kreatif membuat produk – produk baru.
5.      Metode bunga telah lama dikenal masyarakat.

D.    Kelemahan Bank Konvensional


Bank konvensional memiliki beberapa kelemahan diantaranya sebagai
berikut :
1.      Adanya praktek sfekulasi tanpa perhitungan.
2.      Kredit bermasalah.
3.      Praktik curang.
4.      Faktor manajemen.8[8]

E.     Larangan Melakukan Kegiatan bank Konvensional

7[7] Kasmir, Dasar – Dasar Perbankan, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2002),


hlm. 31-37

8[8] http://iisnoeraisyah.blogspot.com/2012/01/bank-syariah-dan-bank-
konvensional.html Diposkan oleh Iis Noer 'Aisyah di 03.59.00 tanggal 4 November
2013.
Bank umum yang telah diberikan izin oleh Bank Indonesia khusus untuk
melakukan kegiatan usaha berdasarkan Prinsip syariah, baik kantor pusat,
kantor cabang atau kantor dibawah kantor cabang dari bank tersebut,
dilarang melakukan kegiatan perbankan secara konvensioal. Demikian
ditentukan oleh pasal 32/34/1999. Ketentuan ini merupakan penegasan dari
ketentuan Undang-undang No. 10 Tahun 1998.
Pasal 32 ayat (2) dari SK DIR BI 32/34/1999 tersebut tidak
memperkenankan bank yang bersangkutan untuk merubah kegiatan
usahanya menjadi bank konvensional. Dengan kata lain tidak dimungkinkan
suatu bank BUS dikonversi menjadi suatu bank konvensional.
Pasal 33 ayat (1) mementukan bahwa kantor pusat suatu BUS dilarang
membuka kantor cabang dan atau kantor dibawah kantor cabang yang
melakukan kegiatan usaha perbankan secara konvensional.
Dari ketentuan-ketentuan tersebut diatas dapat diketahui bahwa suatu
BUS, sama sekali tidak diperkenankan untuk melakukan kegiatan selain
kegiatan usaha berdasarkan Prinsip Syariah. Dengan kata lain, suatu BUS
tidak dapat memlilki conventional window, yaitu tidak boleh melukan
kegiatan perbankan konvensional sekalipun kegiatan perbankan
konvensional itu melalui suatu cabang khusus yang dimaksudkan untuk
melakukan kegiatan perbankan konvensional saja. Dengan kata lain BUS
hanya boleh memiliki single window saja yang hanya melakukan kegiatan
usaha perbankan syariah saja.
Asas bahwa BUS hanya boleh memiliki single window atau tidak boleh
memiliki convensional window, sudah selayaknya diterapkan. Karena kalau
tidak demikian halnya, maka pada BUS, dilihat dari kaca mata syariah
(agama Islam), pelaksanaan kegiatan usaha yang halal akan tercampur
dengan kegiatan usaha yang halal. Bahkan, apabila harus dipertimbangkan
secara umum dilihat dari kaca mata syariah, bagi bank umum yang
membuka convensional islamic window (dengan membuka cabang khusus
yang dimaksudkan hanya untuk melaksanakan kegiatan perbankan syariah
saja), apakah memang ada jaminan di dalam operasionalisasinya bahwa
cabang khusus syariah tersebut akan menggunakan dana yang dikerahkan
hanya berdasarkan prinsip syariah saja dan tidak tercampur dengan dana
dari kantor cabang lain atau dari kantor pusatnya yang diperoleh bukan
berdasarkan prinsip Syariah, tetapi berdasarkan pemberian bunga yang
dilarang oleh syariah. Apabila hal itu terjadi, maka cabang khusus syariah
tadi telah mencampuradukan antara dana halal dan dana haram bagi
kegiatan pembiayaannya yang berdasarkan Prinsip Syariah.9[9]

PENUTUP

Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia, Konvensional berarti


“menurut apa yang sudah menjadi kebiasaan”. Dimana dapat kita ambil
kesimpulan bahwa bank konvensional adalah yang operasionalnya
menerapkan metode bunga, karena metode bunga sudah ada terlebih
dahulu yang menjadi kebiasaan.
Demikianlah mengenai bank konvensional, semoga makalah ini dapat
menjadi sumbangsih pengetahuan bagi para pembaca yang budiman,
adapun makalah ini masih ada kekurangan dan jauh dari kesempurnaan,
maka dari itu kritik dan saran yang membangun sangat dihapkan bagi
makalah ini. Billahitaufik wal hidayah wassalamu’alaikum Wr. Wb

9[9] Sutan Remy Sjahdeini, Perbankan Islam dan Kedudukannya dalam Tata
Hukum Perbankan Indonesia, (Jakarta: PT. Pustaka Utama Grafiti, 1999), hlm. 155-
157.

Anda mungkin juga menyukai