Tujuan Penelitian Dasar penggunaan obat anti epilepsi secara rasional tersebut
diharapkan terjadi dampak positif terhadap perilaku dokter untuk
menggunakan anti epilepsi secara rasional, efektivitas klinik
yang tinggi dalam perawatan penderita, tidak terjadinya
kelebihan lepasnya muatan listrik neuron otak dan menurunkan
tingkat kekambuhan untuk mengoptimalkan kualitas hidup
penderita epilepsi (Ikawati, 2011).
Pendahuluan: 1. Patofisiologi
1. Patofisiologi Patfisiologi epilepsi berupa proses iktogenesis atau proses
2. Penjelasan tentang terjadinya serangan epileptik. Proses ini berawal dari
mekanisme dan eksitabilitas satu atau sekelompok neuron akibat perubahan pada
kerja aksi Obat. membran sel neuron. Perubahan pada kelompok neuron tersebut
menyebabkan hipereksitabilitas. Proses timbulnya eksitabilitas
berbeda pada tiap fokus epilepsi. Asal timbulnya eksitabilitas
dapat berasal dari :
Neuron individual, yaitu neuron epileptik memiliki
konduktansi Ca2+ yang lebih tinggi yang disebabkan
oleh perubahan struktur dan fungsi pada reseptor
membran post sinaptik
Lingkungan mikro neuronal, perubahan kadar kation dan
anion ekstraselular berupa peningkatan kadar K+
menyebabkan depolarisasi neuron dan pengeluaran yang
berlebihan
Populasi sel epileptik, perubahan fisiologis neuronal
secara kolektif menyebabkan produksi eksitabilitas yang
progresif[2]
Peran Neurotransmiter . Patofisiologi epilepsi erat
kaitannya dengan peranan neurotransmiter karena
kebanyakan obat antiepilepsi bekerja mengikuti fungsi
dari neurotransmiter. Mekanisme peran neurotransmitter
dalam epilepsi meliputi:
Kadar neurotransmitter γ-aminobutyric acid A (GABA)
menurun pada fokus epileptik dan pada epilepsi terjadi
penurunan inhibisi terhadap reseptor GABA dan
peningkatan metabolisme GABA post sinaptik
Glutamat: sinaps glutamatergik berperan penting dalam
fenomena epilepsi. Aktivasi reseptor metabotropik dan
ionotropik glutamat post sinaptik bersifat pro konvulsi.
Pada pasien dengan serangan absans, kadar glutamat
plasma ditemukan meningkat
Katekolamin: didapatkan penurunan kadar dopamin pada
fokus epilepsi sementara pemberian antidopamin
mengeksaserbasi serangan epileptik
2. Mekanisme dan aksi kerja obat
Valporic acid Valproate dikenal untuk
menghambat dehidrogenase suksinat semialdehid.
Penghambatan ini menghasilkan peningkatan
semialdehid suksinat yang bertindak sebagai
penghambat GABA transaminase yang pada
akhirnya mengurangi metabolisme GABA dan
meningkatkan transmisi neurobatik GABAergik.
Karena GABA adalah penghambat
neurotransmiter, peningkatan ini menghasilkan
peningkatan aktivitas penghambatan.1
Penyumbang sekunder yang mungkin terhadap
penghambatan kortikal adalah penekanan
langsung aktivitas saluran natrium yang terjaga
keamanannya dan penekanan tidak langsung
melalui efek pada GABA. ( drug bank )
Fenitoin
Fenitoin sering digambarkan sebagai penghambat
saluran natrium non-spesifik dan menargetkan
hampir semua subtipe kanal natrium yang diberi
tegangan.7 Secara lebih khusus, fenitoin
mencegah kejang dengan menghambat loop
umpan balik positif yang menghasilkan
perbanyakan neuronal dari potensi aksi frekuensi
tinggi ( drug bank )
Mekanisme kerja
Promethazine Promethazine adalah antagonis dari
histamin H1, dopamin mesolimbik post-sinaptik, reseptor
alfa adrenergik, muskarinik, dan NMDA.2,8,9 Tindakan
antihistamin digunakan untuk mengobati reaksi alergi.7
Antagonisme reseptor muskarinik dan NMDA
berkontribusi terhadap penggunaannya. sebagai bantuan
tidur, serta untuk kegelisahan dan ketegangan.9
Antagonisme reseptor histamin H1, muskarinik, dan
dopamin di pusat muntah meduler membuat
promethazine berguna dalam pengobatan mual dan
muntah. ( drug bank )
ondansentronndansetron adalah antagonis selektif dari
subtipe reseptor serotonin, 5-HT3 8,9,10. Kemoterapi
sitotoksik dan radioterapi dikaitkan dengan pelepasan
serotonin (5-HT) dari sel-sel enterochromaffin dari usus
kecil, mungkin memulai refleks muntah melalui stimulasi
reseptor 5-HT3 yang terletak pada aferen vagal 8,9,10.
Ondansetron dapat memblokir inisiasi refleks ini.
Aktivasi aferen vagal juga dapat menyebabkan pelepasan
serotonin sentral dari zona pemicu kemoreseptor daerah
postrema, yang terletak di lantai ventrikel keempat
8,9,10. Dengan demikian, efek antiemetik ondansetron
mungkin disebabkan oleh antagonisme selektif reseptor
5-HT3 pada neuron yang terletak di sistem saraf perifer
atau pusat, atau keduanya 8,9,10. ( drug bank )
Metoclopramide menyebabkan efek antiemetik dengan
menghambat reseptor dopamin D2 dan serotonin 5-HT3
di zona pemicu chemoreceptor (CTZ) yang terletak di
area postrema otak. Administrasi obat ini mengarah ke
efek prokinetik melalui tindakan penghambatan pada
presinaptik dan postinaptik D2 reseptor, agonis reseptor
serotonin 5-HT4, dan antagonisme penghambatan
reseptor muskarinik. Tindakan ini meningkatkan
pelepasan asetilkolin, menyebabkan peningkatan
sphincter esofagus yang lebih rendah (LES) dan tonus
lambung, mempercepat pengosongan lambung dan
transit melalui usus. Metoclopramide memusuhi reseptor
dopamin D2. Dopamin memberikan efek relaksasi pada
saluran pencernaan melalui pengikatan pada reseptor D2
otot ( drug bank )
Metode Penelitian Penelitian dilakukan dengan rancangan deskriptif observasional
dengan parameter pengambilan data usia pasien, usia kandungan
pasien saat kedatangan, riwayat kehamilan, riwayat persalinan,
riwayat abortus, dan jenis obat NVP yang di dapatkan dari resep
dokter.
Hasil Penelitian Karakteristik ibu hamil mual dan muntah
Bahwa usia subjek penelitian yang mengalami mual
muntah terbanyak adalah usia ibu hamil tidak beresiko
yaitu usia 20-35 tahun yaitu sebanyak 90,1%
Karakteristik gastesional kehamilan pertama paling
tinggi 47,0 %
Riwayat persalinan 0 kali hasilnya paling tinggi 56,8%
Riwayat abortus 0 kali paling tinggi yaitu hasilnya 72,5%
Usia kandungan ibu hamil saat didiagnosa mual muntah
< 10 ( minggu ) paling banyak yaitu 56,8 %
Terapi antiemetik pada ibu hamil yang didiagnosa mual muntah
Terapi obat yang paling banyak digunakan adalah
domperidon 70,58 %
Pembahasan Penelitian Bahwa usia subjek penelitian yang mengalami mual
muntah terbanyak adalah usia ibu hamil tidak beresiko
yaitu usia 20-35 tahun yaitu sebanyak 90,1%
sedangkan kehamilan pertama, belum pernah melakukan
partus, tidak ada riwayat abortus merupakan subjek
terbanyak dalam penelitian ini.
Usia kandungan kurang dari 10 minggu merupakan
subjek penelitian terbanyak yang mengalami mual
muntah dalam penelitian ini.
The American College of Obestetricans and
Gynecologists (ACOG) merekomendasikan lini pertama
mual muntah pada kehamilan adalah vitamin B6 (Jarvis
dan Nelson-Piercy 2011), hanya ada 1 subjek penelitian
(1.9%) yang menerima terapi kombinasi vitamin B6
dengan antihistamin (piratiazin). Penelitian lain
menyatakan vitamin B6 efektif menghilangkan mual
yang parah pada awal kehamilan (Vutyavanich dkk..
1995). Jika vitamin B tidak efektif maka diberikan
antihistamin oral sebagai kombinasi. (Clark dkk.. 2012).
Vitamin B6 merupakan kategori A untuk kehamilan dan
merupakan satu satunya terapi untuk mual muntah yang
sesuai dengan label Food Drug Administration
(FDA)(Lee dan Saha, 2011). Piratiazin tidak
direkomendasikan oleh ACOG.Domperidon merupakan
antagonis dopamine yang diberikan pada 70.58% subjek
penelitian ini. ACOG tidak merekomendasikan
domperidon, dan tidak ada penelitian yang menyatakan
domperidon digunakan untuk mual muntah kehamilan
karena domperidon tidak digunakan di Negara maju
seperti USA, antagonis dopamine yang disarankan
promethazine, prochlorpemazin, metoclorpamid dan
droperidol (King dan Murphy, 2009)
Ondansetron diberikan pada 14 subjek penelitian
(27.4%). Pemberian ondancetron pada terapi mual
muntah kehamilan adalah off label, indikasi on labelnya
adalah untuk mencegah dan mengobati mual muntah
karena induksi sitotoksik, radioterapi, dan postoperatif
(Colvin dkk.. 2013). Banyak peresepan ondansetron
untuk mual muntah pada ibu hamil meskipun keamanan
pada kehamilan masih dipertanyakan. (Colvin dkk..
2013; Pasternak, dkk., 2013). Banyak efek samping yang
disebabkan oleh ondansetron, tetapi ondansetron
diberikan selama kehamilan tidak berhubungan
segnifikan dengan peningkatan resiko pada janin.
(Chitty, 2009). (Lee dan Saha, 2011). Pada penelitian ini
pasien no 28 mendapat ondansetron pada kehamilan ke 8
dan 10 (+2) minggu dan pasien no 18 pada kehamilan ke
10(+5) dan 14 mingguberdasarkan hasil observasi tidak
terjadi kelainan pada janin
Kesimpulan Penelitian Terapi antimual pada penelitian ini sesuai dengan
rekomendasi ACOG, pemberian vitamin B6 (1.9%)
merupakan lini pertama, Ondansetron diberikan pada 14
subjek penelitian (27.4%) merupakan lini ketiga atau
untuk terapi HG atau jika gejala mual muntah tidak
bekurang
Saran Dari Reviewer Kelebihan : Dari hasil penelitian jurnal ini kita lebih
(Kelebihan dan mengetahui penggunaan obat antiemetik yang pas untuk
Kekurangan dari metode ibu hamil di mulai dari lini pertama sampai dengan gejala
penelitian) yang seriua , dan untuk mengurangi efek samping dari
penggunaan obat antiemetik pada ibu hamil
Kekurangan : -