Anda di halaman 1dari 8

UJIAN TENGAH SEMESTER

(FARMAKOLOGI SISTEM ORGAN)

Nama Dosen : Fathia Michella Taurisandy Putri., M.Sfarm


Hari/Tanggal : Rabu, 8 April 2020
Waktu Ujian : 17.00
Bobot SKS : 35%
Kelas/Angkatan : Regular B /2018
Sifat Ujian : Take Home

Review jurnal dibawah ini dengan ketentuan sebagai berikut: 2

Format Review Jurnal


Judul Studi Rasionalitas Penggunaan Obat Anti Epilepsi Pada Pasien
Dewasa Di Poliklinik Rawat Inap RS Bhayangkara
Tahun Jurnal 2018

Penulis Jurnal Lintang Bismantara G. P.S , Hanugrah Ardya C, Windi


Herawati, Yugi Hatukriswanto
Reviewer Ary yanuar

Tanggal Review 13 april 2020

Tujuan Penelitian Dasar penggunaan obat anti epilepsi secara rasional tersebut
diharapkan terjadi dampak positif terhadap perilaku dokter untuk
menggunakan anti epilepsi secara rasional, efektivitas klinik
yang tinggi dalam perawatan penderita, tidak terjadinya
kelebihan lepasnya muatan listrik neuron otak dan menurunkan
tingkat kekambuhan untuk mengoptimalkan kualitas hidup
penderita epilepsi (Ikawati, 2011).
Pendahuluan: 1. Patofisiologi
1. Patofisiologi Patfisiologi epilepsi berupa proses iktogenesis atau proses
2. Penjelasan tentang terjadinya serangan epileptik. Proses ini berawal dari
mekanisme dan eksitabilitas satu atau sekelompok neuron akibat perubahan pada
kerja aksi Obat. membran sel neuron. Perubahan pada kelompok neuron tersebut
menyebabkan hipereksitabilitas. Proses timbulnya eksitabilitas
berbeda pada tiap fokus epilepsi. Asal timbulnya eksitabilitas
dapat berasal dari :
 Neuron individual, yaitu neuron epileptik memiliki
konduktansi Ca2+ yang lebih tinggi yang disebabkan
oleh perubahan struktur dan fungsi pada reseptor
membran post sinaptik
 Lingkungan mikro neuronal, perubahan kadar kation dan
anion ekstraselular berupa peningkatan kadar K+
menyebabkan depolarisasi neuron dan pengeluaran yang
berlebihan
 Populasi sel epileptik, perubahan fisiologis neuronal
secara kolektif menyebabkan produksi eksitabilitas yang
progresif[2]
 Peran Neurotransmiter . Patofisiologi epilepsi erat
kaitannya dengan peranan neurotransmiter karena
kebanyakan obat antiepilepsi bekerja mengikuti fungsi
dari neurotransmiter. Mekanisme peran neurotransmitter
dalam epilepsi meliputi:
Kadar neurotransmitter γ-aminobutyric acid A (GABA)
menurun pada fokus epileptik dan pada epilepsi terjadi
penurunan inhibisi terhadap reseptor GABA dan
peningkatan metabolisme GABA post sinaptik
Glutamat: sinaps glutamatergik berperan penting dalam
fenomena epilepsi. Aktivasi reseptor metabotropik dan
ionotropik glutamat post sinaptik bersifat pro konvulsi.
Pada pasien dengan serangan absans, kadar glutamat
plasma ditemukan meningkat
Katekolamin: didapatkan penurunan kadar dopamin pada
fokus epilepsi sementara pemberian antidopamin
mengeksaserbasi serangan epileptik
2. Mekanisme dan aksi kerja obat
 Valporic acid Valproate dikenal untuk
menghambat dehidrogenase suksinat semialdehid.
Penghambatan ini menghasilkan peningkatan
semialdehid suksinat yang bertindak sebagai
penghambat GABA transaminase yang pada
akhirnya mengurangi metabolisme GABA dan
meningkatkan transmisi neurobatik GABAergik.
Karena GABA adalah penghambat
neurotransmiter, peningkatan ini menghasilkan
peningkatan aktivitas penghambatan.1
Penyumbang sekunder yang mungkin terhadap
penghambatan kortikal adalah penekanan
langsung aktivitas saluran natrium yang terjaga
keamanannya dan penekanan tidak langsung
melalui efek pada GABA. ( drug bank )
 Fenitoin
Fenitoin sering digambarkan sebagai penghambat
saluran natrium non-spesifik dan menargetkan
hampir semua subtipe kanal natrium yang diberi
tegangan.7 Secara lebih khusus, fenitoin
mencegah kejang dengan menghambat loop
umpan balik positif yang menghasilkan
perbanyakan neuronal dari potensi aksi frekuensi
tinggi ( drug bank )

Metode Penelitian Jenis penilitian kualitatif dengan rancangan penelitian deskriptif


observaional menggunakan data retrospektif, Retrospektif
sendiri adalah penulusuran data masa lalu pasien dari catatan
rekam medis yang diperoleh dari unit rekam medis di RS X di
Kota Kediri tahun Periode 2017.
Hasil Penelitian 1. Data Demografi Pasien Berdasarkan Jenis Kelamin

2. Data Demografi Pasien Berdasarkan Usia


3. Gambaran Penggunaan Obat Anti Epilepsi
1. Asam valproat 250mg 50 50%
2. Fenitoin 100mg 50 50%
4. ketepatan indikasi

Pembahasan Penelitian Dari hasil jurnal tadi saya mendapatkan


 Berdasarkan pada diagram 1, sebagian besar dari
responden adalah jenis kelamin laki-laki sebanyak 27
pasien (54%) dan perempuan sebanyak 23 pasien (46%).
Dari perbedaan persentase tersebut dapat dikatakan
bahwa laki-laki sedikit lebih beresiko untuk mengidap
penyakit epilepsy
 Berdasarkan diagram 2 maka dapat dilihat bahwa
distribusi usia responden epilepsy di RS X Kota Kediri
tahun 2017, terjadi pada pasien dewasa awal dengan
rentang usia 26-35 tahun sebanyak 29 pasien (58%), dan
pasien dewasa akhir dengan rentang usia 36-45 sebanyak
21 pasien (42%). Pada masa dewasa awal sangat rentan
terhadap resiko penyakit epilepsi jika dibandingkan
dengan masa dewasa akhir. Hal tersebut dipengaruhi oleh
faktor kualitas hidup. seperti depresi, kurang tidur,
kejiwaan dan stres psikologi. Penderita epilepsi pada
masa dewasa awal, lebih sering mengalami kelainan
pada gangguan keseimbangan dalam sel saraf
di area jaringan otak yang abnormal,
 Berdasarkan hasil penelitian maka dapat dilihat tepat
indikasi sebesar 50 pasien (100%). Sehingga semua
pasien dewasa epilepsi terdiagnosis dapat hasil yang
positif (+) dengan pertimbangan gejala-gejala keluhan
pasien sesuai dengan obat – obatan yang diberikan pada
pasien epilepsi dewasa rawat inap di RS X Kota Kediri
pada periode bulan Januari-Desember tahun 2017 sesuai
dengan pedoman (PERDOSSI, 2012), Sehingga obat
yang ketepatan indikasi yang di berikan OAE lini
pertama yaitu fenitoin 100 mg sebagai dosis yang paling
rendah dengan sediaan injeksi dan asam valproat 250mg
sebagai dosis yang baling rendah untuk pasien dewasa
epilepsi dengan sediaan kapsul.
Kesimpulan Penelitian Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di RS X Kota
Kediri Kediri tentang studi rasionalitas penggunaan obat pada
pasien dewasa dengan penyakit epilepsi periode Januari-
Desember 2018, dapat di simpulkan:
1. Pola Penggunaan obat pada pasien dewasa epilepsi rawat inap
epilepsi di RS X Kota Kediri periode Januari-Desember 2016
yaitu diberikan monoterapi adalah fenitoin dan asam valproat.
2. Rasionalitas pola penggunaan obat antiepilepsi pada pasien
dewasa epilepsi rawat inap di RS X Kota Kediri pada periode
Januari-Desember 2016, diperoleh ketepatan indikasi (100%),
ketepatan pemilihan obat (100%), dan ketepatan dosis sebesar
(100%)
Saran Dari Reviewer  Kelebihan : dari jurnal ini memudahkan dokter untuk
(Kelebihan dan memilih obat yang rasional untuk penyakit epilepsy
Kekurangan dari metode  Kekurangan : -
penelitian)

Format Review Jurnal 2


Judul Terapi Mual Muntah Pada Kehamilan Di Rawat Jalan Rumah
Sakit Klas D

Tahun Jurnal 2016

Penulis Jurnal Happy Elda Murdiana

Reviewer Ary yanuar

Tanggal Review 13 april 2020

Tujuan Penelitian Penggunaan antiemetic yang tidak tepat dapat mengakibatkan


efek samping yang tidak diinginkan. Berdasarkan latar belakang
di atas, maka penting dilakukan evaluasi pemilihan terapi
antimual pada ibu hamil, mengetahui macam obat antimual, efek
pada ibu dan janin dan kesesuaian terapi dengan panduan terapi
ACOG yang dikonsumsi pasien rawat jalan di Rumah Sakit
Kahyangan di Bantul, Yogyakarta.
Pendahuluan: 3. Patofisiologi
3. Patofisiologi  Muntah dipicu oleh adanya impuls afferent yang menuju
pusat muntah, yang terletak di medulla otak. Impuls
4. Penjelasan tentang tersebut diterima dari pusat sensori seperti
mekanisme dan chemoreceptor trigger zone (CTZ), korteks serebral, serta
kerja aksi Obat. visceral afferent dari faring dan saluran cerna.Impuls
afferent yang sudah terintegrasi dengan pusat muntah,
akan menghasilkan impuls efferent menuju pusat
salivasi, pusat pernafasan, daerah saluran cerna, faring,
dan otot otot perut yang semuanya bersinergi memicu
proses muntah. Nah dari sini terlihat alasan ketika
muntah terjadi nafas tidak beraturan, terengah engah,
keringat, kontraksi perut, ataupun keluar saliva/air liur.
 Penyebab dan proses terjadinya muntah dapat dilihat
pada gambar berikut:

 CTZ merupakan daerah kemosensori utama pada proses


emesis/muntah dan sering dipicu oleh senyawa senyawa
kimia. Obat obat sitotoksik pun memicu emesis melalui
mekanisme berinteraksi dengan CTZ. Beberapa
neurotransmiter dan reseptor terdapat di pusat muntah,
CTZ, dan saluran cerna, meliputi kolinergik, histaminik,
dopaminergik, opiat, serotonergik, neurokinin, serta
benzodiazepin. Nah dari sini juga terlihat bahwa adanya
stimulasi pada satu ataupun beberapa reseptor ini akan
memicu muntah. Itulah sebabnya, mekanisme kerja obat
antiemetik akan berkutat dalam menghambat ataupun
mengantagonis reseptor emetogenik tersebut seperti
terlihat pada gambar berikut

GEJALA DAN TANDA


 Gejala dan tanda mual muntah bervariasi dari ringan
menjadi kompleks. Mual muntah ringan dapat sembuh
dengan sendirinya dan efektif dengan terapi non
farmakologi. Tetapi jika mual muntah tidak membaik
dengan pemberian obat serta ada tanda penurunan berat
badan, demam, ataupun nyeri perut maka harus ditangani
dokter.
 PENYEBAB
Mual muntah dapat disebabkan oleh banyak faktor yaitu:
kondisi tertentu, misalnya kehamilan ataupun bau yang
menyengat
penyakit penyakit tertentu
Misal penyakit di daerah saluran cerna karena adanya
peradangan/inflamasi, atau infeksi. Migrain dan
gangguan keseimbangan juga dapat memicu mual
muntah.
psikologis, misalnya saja pada gangguan kecemasan
yang berlebihan, atau ketakutan, atau pada kasus
anorexia nervosa ( seseorang takut sekali gemuk,
akhirnya menjadi kebiasaan dan berkembang menjadi
memuntahkan makanan yang dimakan)
Diinduksi terapi/obat tertentu
Seseorang yang pernah menjalani kemoterapi pada
pengobatan kanker atau menggunakan obat sitostatika
(obat untuk terapi kanker) terutama cisplatin, sering
mengalami mual. Mual pun juga dapat dialami oleh
pasien yang mendapatkan terapi opiat, dan mungkin
terjadi pada pemberian antibiotik, teofilin ataupun
antikonvulsan.
 Penyebab penyebab tersebut akan menginduksi pusat
muntah seperti terlihat pad gambar berikut

 Mekanisme kerja
Promethazine Promethazine adalah antagonis dari
histamin H1, dopamin mesolimbik post-sinaptik, reseptor
alfa adrenergik, muskarinik, dan NMDA.2,8,9 Tindakan
antihistamin digunakan untuk mengobati reaksi alergi.7
Antagonisme reseptor muskarinik dan NMDA
berkontribusi terhadap penggunaannya. sebagai bantuan
tidur, serta untuk kegelisahan dan ketegangan.9
Antagonisme reseptor histamin H1, muskarinik, dan
dopamin di pusat muntah meduler membuat
promethazine berguna dalam pengobatan mual dan
muntah. ( drug bank )
 ondansentronndansetron adalah antagonis selektif dari
subtipe reseptor serotonin, 5-HT3 8,9,10. Kemoterapi
sitotoksik dan radioterapi dikaitkan dengan pelepasan
serotonin (5-HT) dari sel-sel enterochromaffin dari usus
kecil, mungkin memulai refleks muntah melalui stimulasi
reseptor 5-HT3 yang terletak pada aferen vagal 8,9,10.
Ondansetron dapat memblokir inisiasi refleks ini.
Aktivasi aferen vagal juga dapat menyebabkan pelepasan
serotonin sentral dari zona pemicu kemoreseptor daerah
postrema, yang terletak di lantai ventrikel keempat
8,9,10. Dengan demikian, efek antiemetik ondansetron
mungkin disebabkan oleh antagonisme selektif reseptor
5-HT3 pada neuron yang terletak di sistem saraf perifer
atau pusat, atau keduanya 8,9,10. ( drug bank )
 Metoclopramide menyebabkan efek antiemetik dengan
menghambat reseptor dopamin D2 dan serotonin 5-HT3
di zona pemicu chemoreceptor (CTZ) yang terletak di
area postrema otak. Administrasi obat ini mengarah ke
efek prokinetik melalui tindakan penghambatan pada
presinaptik dan postinaptik D2 reseptor, agonis reseptor
serotonin 5-HT4, dan antagonisme penghambatan
reseptor muskarinik. Tindakan ini meningkatkan
pelepasan asetilkolin, menyebabkan peningkatan
sphincter esofagus yang lebih rendah (LES) dan tonus
lambung, mempercepat pengosongan lambung dan
transit melalui usus. Metoclopramide memusuhi reseptor
dopamin D2. Dopamin memberikan efek relaksasi pada
saluran pencernaan melalui pengikatan pada reseptor D2
otot ( drug bank )
Metode Penelitian Penelitian dilakukan dengan rancangan deskriptif observasional
dengan parameter pengambilan data usia pasien, usia kandungan
pasien saat kedatangan, riwayat kehamilan, riwayat persalinan,
riwayat abortus, dan jenis obat NVP yang di dapatkan dari resep
dokter.
Hasil Penelitian Karakteristik ibu hamil mual dan muntah
 Bahwa usia subjek penelitian yang mengalami mual
muntah terbanyak adalah usia ibu hamil tidak beresiko
yaitu usia 20-35 tahun yaitu sebanyak 90,1%
 Karakteristik gastesional kehamilan pertama paling
tinggi 47,0 %
 Riwayat persalinan 0 kali hasilnya paling tinggi 56,8%
 Riwayat abortus 0 kali paling tinggi yaitu hasilnya 72,5%
Usia kandungan ibu hamil saat didiagnosa mual muntah
 < 10 ( minggu ) paling banyak yaitu 56,8 %
Terapi antiemetik pada ibu hamil yang didiagnosa mual muntah
 Terapi obat yang paling banyak digunakan adalah
domperidon 70,58 %
Pembahasan Penelitian  Bahwa usia subjek penelitian yang mengalami mual
muntah terbanyak adalah usia ibu hamil tidak beresiko
yaitu usia 20-35 tahun yaitu sebanyak 90,1%
 sedangkan kehamilan pertama, belum pernah melakukan
partus, tidak ada riwayat abortus merupakan subjek
terbanyak dalam penelitian ini.
 Usia kandungan kurang dari 10 minggu merupakan
subjek penelitian terbanyak yang mengalami mual
muntah dalam penelitian ini.
 The American College of Obestetricans and
Gynecologists (ACOG) merekomendasikan lini pertama
mual muntah pada kehamilan adalah vitamin B6 (Jarvis
dan Nelson-Piercy 2011), hanya ada 1 subjek penelitian
(1.9%) yang menerima terapi kombinasi vitamin B6
dengan antihistamin (piratiazin). Penelitian lain
menyatakan vitamin B6 efektif menghilangkan mual
yang parah pada awal kehamilan (Vutyavanich dkk..
1995). Jika vitamin B tidak efektif maka diberikan
antihistamin oral sebagai kombinasi. (Clark dkk.. 2012).
Vitamin B6 merupakan kategori A untuk kehamilan dan
merupakan satu satunya terapi untuk mual muntah yang
sesuai dengan label Food Drug Administration
(FDA)(Lee dan Saha, 2011). Piratiazin tidak
direkomendasikan oleh ACOG.Domperidon merupakan
antagonis dopamine yang diberikan pada 70.58% subjek
penelitian ini. ACOG tidak merekomendasikan
domperidon, dan tidak ada penelitian yang menyatakan
domperidon digunakan untuk mual muntah kehamilan
karena domperidon tidak digunakan di Negara maju
seperti USA, antagonis dopamine yang disarankan
promethazine, prochlorpemazin, metoclorpamid dan
droperidol (King dan Murphy, 2009)
 Ondansetron diberikan pada 14 subjek penelitian
(27.4%). Pemberian ondancetron pada terapi mual
muntah kehamilan adalah off label, indikasi on labelnya
adalah untuk mencegah dan mengobati mual muntah
karena induksi sitotoksik, radioterapi, dan postoperatif
(Colvin dkk.. 2013). Banyak peresepan ondansetron
untuk mual muntah pada ibu hamil meskipun keamanan
pada kehamilan masih dipertanyakan. (Colvin dkk..
2013; Pasternak, dkk., 2013). Banyak efek samping yang
disebabkan oleh ondansetron, tetapi ondansetron
diberikan selama kehamilan tidak berhubungan
segnifikan dengan peningkatan resiko pada janin.
(Chitty, 2009). (Lee dan Saha, 2011). Pada penelitian ini
pasien no 28 mendapat ondansetron pada kehamilan ke 8
dan 10 (+2) minggu dan pasien no 18 pada kehamilan ke
10(+5) dan 14 mingguberdasarkan hasil observasi tidak
terjadi kelainan pada janin
Kesimpulan Penelitian  Terapi antimual pada penelitian ini sesuai dengan
rekomendasi ACOG, pemberian vitamin B6 (1.9%)
merupakan lini pertama, Ondansetron diberikan pada 14
subjek penelitian (27.4%) merupakan lini ketiga atau
untuk terapi HG atau jika gejala mual muntah tidak
bekurang
Saran Dari Reviewer  Kelebihan : Dari hasil penelitian jurnal ini kita lebih
(Kelebihan dan mengetahui penggunaan obat antiemetik yang pas untuk
Kekurangan dari metode ibu hamil di mulai dari lini pertama sampai dengan gejala
penelitian) yang seriua , dan untuk mengurangi efek samping dari
penggunaan obat antiemetik pada ibu hamil
 Kekurangan : -

Anda mungkin juga menyukai