Anda di halaman 1dari 11

Studi Kasus dan Pembahasan Clinical Science

Schizophrenia

Disusun Oleh :
Kelompok 2

2013017068 Hartati
2013017069 Lilis Pania Anugrah
2013017070 Fatmawati Eka Putri
2013017071 Tiovan Kristianto S.
2013017072 Mirabeth Audria
2013017073 Firmansyah
2013017074 Pipin Urbaningrumsari
2013017075 Devi Alya Atikah
2013017076 Raudhatun Amalia
2013017077 Herdayanti
2013017078 Jeffliana Pakamma

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS MULAWARMAN
2021
Kasus Schizophrenia
Tuan BL umur 47 th didiagnosa skizoprenia setahun yang lalu. Pasien pernah
mendapatkan pengobatan dengan haloperidol selama 4 bulan tetapi belum
memberikan perbaikan gejala seperti masih sering marah-marah dan bicara sendiri,
dan bahkan sering mengalami dystonia dan akathisia. Kepatuhan minum obat juga
meragukan karena menurut istrinya sering menemukan obat dibawah bantal suaminya.
Dokter kemudian mengganti pengobatannya dengan risperidon 6 mg/sehari selama
dua bulan, namun gejala psikosisnya masih sering timbul walaupun dengan tingkat
kepatuhan minum obat 100 % karena sudah diawasi oleh istrinya.
1. Jelaskan tentang patofisiologi skizoprenia.
2. Jelaskan Biochemical factors in Schizophrenia.
3. Asuhan kefarmasian dan Farmakoterapi skizoprenia.
4. Apa rekomendasi terkait asuhan kefarmasian dan farmakoterapi skizoprenia.
Penyelesaian
1. Jelaskan tentang patofisiologi skizoprenia.
Skizofrenia adalah salah satu kelompok gangguan psikiatri yang disebut
psikosis fungsional. Psikosis fungsional meliputi depresi psikotik, gangguan bipolar,
gangguan skizoafektif, gangguan waham dan lainnya, termasuk skizofrenia.(Semple,
et.al., 2005)
Gejala yang khas pada penderita skizofrenia berupa waham, halusinasi,
perubahan dalam berpikir, perubahan dalam persepsi disertai dengan gejala gangguan
mood baik manik maupun depresif (Sadock, & Ruiz, 2017)
Patofisiologi
Beberapa patofisiologi skizofrenia berdasarkan penyebabnya adalah:
a. Peningkatan ukuran ventrikel, penurunan ukuran otak dan asimetri otak.
Penurunan volume hipokampus berhubungan dengan kerusakan
neuropsikologis dan penurunan respons terhadap antipsikotik tipikal (Wells et
al., 2009)
b. Hipotesis dopaminergik Skizofrenia dapat disebabkan oleh hiperaktivitas atau
hipoaktivitas dopaminergik pada area tertentu di otak serta ketidaknormalan
reseptor dopamin (DA). Hiperaktivitas reseptor dopamin (DA) pada area
mesocaudate berkaitan dengan munculnya gejala-gejala positif. Sementara
hipoaktivitas reseptor dopamin (DA) pada area korteks prefrontal berkaitan
dengan munculnya gejala-gejala negatif. Dopamin disekresikan oleh neuron
yang badan selnya terletak di bagian tegmentum ventral mesensefalon, medial
dan superior substansia nigra. Neuron-neuron ini menyebabkan kondisi
hiperaktivitas dopaminergik pada sistem mesolimbik. Dopamin tersebut
disekresikan ke bagian medial dan anterior sistem limbik, terutama
hipokampus, amygdala, anterior caudate, nukleus dan bagian lobus prefronta
yang merupakan pusat pengendali perilaku (Guyton and Hall, 2011)
c. Disfungsi glutamatergik. Penurunan aktivitas glutamatergik berkaitan dengan
munculnya gejala skizofrenia (Wells et al., 2009).
d. Kelainan serotonin (5-HT). Pasien skizofrenia memiliki kadar serotonin 5- HT
yang lebih tinggi. Hal ini juga berkaitan dengan adanya peningkatan ukuran
ventrikel (Wells et al., 2009)
 Peningkatan ukuran ventrikel dan penurunan materi abu-abu, telah dilaporkan.
 Teori penyebab skizofrenia meliputi predisposisi genetik, komplikasi obstetrik
dengan hipoksia, peningkatan pemangkasan saraf, kelainan sistem kekebalan,
gangguan perkembangan saraf, teori neurodegeneratif, cacat reseptor dopamin,
dan kelainan otak regional termasuk hiper atau hipo-aktivitas proses
dopaminergik di wilayah otak tertentu.
 Gejala positif mungkin lebih erat terkait dengan hiperaktivitas reseptor dopamin
di mesocaudate, sedangkan gejala negatif dan kognitif mungkin paling erat terkait
dengan hipofungsi reseptor dopamin di korteks prefrontal.
 Disfungsi glutamatergik. Defisiensi aktivitas glutamatergik menghasilkan gejala
yang mirip dengan hiperaktivitas dopaminergik dan kemungkinan gejala
skizofrenia.
(Dipiro 10, 2015)
2. Jelaskan Biochemical factors in Schizophrenia.
a) Hipotesis Dopamin
Pada hipotesis ini diduga bahwa gejala skizofrenia muncul karena
neurotransmiter dopaminergic yang berlebihan di mesolimbic otak. Up-
regulation dari reseptor dopamine D2 di caudatus berkaitan dengan resiko
terjadinya skizofrenia. Tingginya densitas reseptor dopamine D2 di caudatus
dihubungkan dengan kemunduran kognitif pada skizofrenia (Hirvonen et al.,
2004). Postulat ini didukung dengan adanya fakta bahwa potensi obat
antipsikotik berkorelasi dengan afinitas obat tersebut terhadap reseptor
dopamine D2. Disamping reseptor dopamin D2, reseptor dopamine D3 yang
banyak dijumpai di area limbik otak juga dikaitkan dengan skizofrenia.
Genotipe Ser9gly dari reseptor D3 meningkatkan resiko terjadinya skizofrenia.
Brain-derivad neurotropic factor (BDNF) yang merupakan famili dari
neurotropin memegang peranan penting dalam sistem dopaminergic
mesolimbic dan mengatur ekspresi reseptor dopamine D3. Hal ini memberikan
dugaan bahwa terdapat hubungan antar sifat sifat BDNF dengan pathway
dopamine pada skizofrenia. Polimorfisme C270T pada gen BDNF
berhubungan dengan munculnya skizofrenia (Kanazawa et al., 2007).
b) Hipotesis Norepinefrin
Pemberian obat nitpsikotik jangka panjang menurunkan aktivitas neuron
noradrenergik di lokus seruleus dan bahwa efek terapeutik beberap aobat
antipsikotik mungkin melibatkan aktivitasnya pada reseptor adrenergik alfa-1
dan adrenergik alfa-2. Meski hubungan antara aktivitas dopaminergik dan
doradrenergik masih belum jelas, terdapat peningkatan jumlah data yang
menyatakan bahwa sistem noradrenergik memodulasi sitem dopaminergik
dalam suatu cara sehingga abnormalitas sistem noradrenergik
mempredisposisikan pasien untuk mengalami relaps yang sering (Dean,2005).
c) Hipotesis Glutamat
Reseptor glutamat dibagi 2 kelompok yaitu: Ionotropic ligand gated ion chanel
dan metabotropic G protein-coupled reseptor. Ionotropic ligand gated ion
chaneldibagi dalam kelas alpha-amino 3-hydroxy -5 metyl4-isoxazole-
propionic acid (AMPA) Kainate dan N-methyl d aspartat Ionotropic ligand
gated ion chanel receptor. Pada hipotesis ini dinyatakan bahwa hipofungsi
glutamat pada kortikostriatal menyebakan pembukaan loop thalamokortikal.
Hal ini menyebabkan aliran sensorik berlebihan dan menimbulkan gejala-
gejala psikostik yang terjadi karena perubahan konsentrasi dopamine (Lang et
al., 2007).
d) Hipotesis GABAergic
Banyak bukti yang mendukung bahwa pada skizofrenia terjadi abnormalitas
glutamat dan gamma amino butyric acid (GABA). Enzim yang mengkatalis
biosintesis GABA adalah glutamic acid decarboxylase (GAD). Enzim ini
terekspresi berlebihan pada post mortem otak penderita skizofrenia.
Peningkatan ekspresi gen GAD1(2q31) (gen yang mengkode GAD67)
berkaitan dengan terjadinya skizofrenia (Akbarian et al, 2006, Lundorf et al.,
2005) yang menyebabkan abnormalitas glikoprotein neural dan reelin
(Akbarian et al., 2006).
e) Hipotesis imun
Beberapa bukti menunjukkan kuatnya dugaan bahwa skizofrenia berkaitan
dengan imunitas tubuh. Infeksi ibu selama kehamilannya meningkatkan resiko
terjadinya skizofrenia pada keturunannya. Suatu meta analisis menunjukkan
bahwa terjadi peningkatan antibodi Toxoplasma gondii pada individu
penderita skizofrenia (Torrey et al., 2007). Peningkatan interleukin 6(IL-6)
(Zhang et al., 2002), peningkatan immunoglobulin, IL-10 dan IL-4 ditemukan
pada cerebrospinal fluid pasien skizofrenia (Muller et al., 2006).
3. Asuhan kefarmasian dan Farmakoterapi skizoprenia.
4. Apa rekomendasi terkait asuhan kefarmasian dan farmakoterapi skizoprenia.
SOAP
Plan
Problem Subjek Objek Assessment Farmakologi Non Farmakologi Monitoring
medic
Skizospr Gejala -  Haloperidol selama 4  Karena gejala psikosis pada  Psikoterapi suportif yang  Antipsikotik (terutama
enia psikosisnya bulan, senyawa pasien masih sering timbul memberikan perasaan aman FGA dan clozapine)
masih sering butirofenon ini walaupun dengan tingkat dapat membantu pasien harus diturunkan
timbul memiliki khasiat kepatuhan minum obat 100 % menghadapi frustrasi dan perlahan sebelum
antipsikotis dan anti- maka obat risperidone diganti kebingungan akan kehilangan penghentian untuk
emetis kuat dan hingga dengan clozapine. fungsi memorinya. menghindari rebound
kini digunakan sebagai  Perlunya reorientasi kolinergik.
obat referensi untuk  Clozapine 12,5 mg 1x1 lingkungan, misalnya  Penggunaan obat
antipsikotika baru. selama 3 hari. Clozapin adalah tersedia jam besar. diwaktu yang sama.
Kerjanya terhadap antipsikotik generasi kedua  Memberikan edukasi kepada
reseptor lain relatif yang termasuk kelas keluarga cara memberikan
lemah. Obat ini dibenzodiazepin, merupakan dukungan kepada pasien
digunakan pada neuroleptik atipikal dengan
skizoprenia dan otot afinitas tinggi untuk reseptor
kecil yang diperkirakan dopamin D4 dan afinitas
akibat hiperaktivitas rendah untuk subtipe lain,
sistem dopamin di otak. antagonis di alpha-
Dystonia dan akathisia adrenoseptor, reseptor 5-
sering terjadi dan pada HT2A, reseptor muscarinik,
dosis tinggi dan reseptor histamin H1.
menimbulkan kejang- Clozapin beIkerja dengan
kejang. menduduki reseptor D2 hanya
 Risperidon 6 mg/hari sekitar 38- 47%. Risiko
selama 2 bulan, hipotensi ortostatik, clozapine
antipsikotik atipikal biasanya dititrasi lebih lambat
benzisoxazole dengan daripada antipsikotik lainnya.
aktivitas antagonis Jika dosis uji 12,5 mg tidak
serotonin-dopamin menyebabkan hipotensi, maka
campuran yang 25 mg clozapine pada waktu
berikatan dengan tidur dianjurkan, ditingkatkan
reseptor 5-HT2 di CNS menjadi 25 mg dua kali sehari
dan di pinggiran dengan setelah 3 hari, kemudian
afinitas yang sangat ditingkatkan dengan
tinggi berikatan dengan peningkatan 25 hingga 50
reseptor dopamin-D2 mg/hari setiap 3 hari sampai
dengan afinitas yang dosis pada minimal 300
lebih sedikit. Afinitas mg/hari tercapai.
pengikatan pada  Clozapin sendiri dapat
reseptor dopamin-D2 mengatasi gejala positif, gejala
adalah 20 kali lebih negatif dan kognitif tanpa
rendah daripada afinitas menyebabkan gejala
5-HT2. Penambahan ekstrapiramidal, disamping itu
antagonisme serotonin obat ini dapat mengurangi
ke antagonisme depresi dan keinginan untuk
dopamin (mekanisme bunuh diri. Clozapin juga
neuroleptik klasik) digunakan untuk pasien yang
untuk mengatasi gejala berulang kali mendapatkan
positif pasien terapi tetapi tidak
Skizofrenia namun mendapatkan pengurangan
dapat gejala negatif gejala yang memadai dan pada
psikosis dan terapi yang gagal dengan
mengurangi timbulnya menggunakan obat lain
efek samping
ekstrapiramidal. α1, α2
adrenergik, dan reseptor
histaminergik juga
diantagonis dengan
afinitas tinggi.
Risperidone memiliki
afinitas rendah hingga
sedang untuk reseptor
5-HT1C, 5-HT1D, dan
5-HT1A, afinitas yang
lemah untuk D1 dan
tidak ada afinitas untuk
reseptor muskarinik
atau β1 dan β2.
Daftar Pustaka
Akbarian, S., Huang, H.S. 2006. Molecular and cellular mechanisms of altered
GAD1/ GAD67 expression in schizophrenia and related disorders. Brain Res
Rev,52:293-304
Dean K, &Murray, R.M. 2005. Environmental Risk Factors for Psychosis. Dialogues
Clin Neurosci, 1:69-80.
Dipiro, J.T., Wells, B.G., Schwinghammer, T.L., Dipiro, C.V. 2015.
Pharmacotherapy Handbook Ninth Edition-Section 8 Chapter 104, The
McGraw-Hill Companies, Inc, United States.
Dipiro, J.T., Wells, B.G., Schwinghammer, T.L., Dipiro, C.V., 2015,
Pharmacotherapy Handbook Ninth Edition-Section 10 Chapter 104, The
McGraw-Hill Companies, Inc, United States.
Guyton dan Hall. 2011. Guyron and Hall Medical Physiology 12th Edition.
Philadephia: Elesevier
Hirvonen, M., Laakso, A., Nagren, K., Rinne, J.O, Pohjalainen, T., Hietala, J. 2004.
C957T Polymorphism of The Dopamine D2 Receptor (DRD2) Gene Affects
Striatal DRD2 Availability in Vivo. Mol Psychiatry, 9:1060-1.
Kanazawa, T., Glatt, S.J, Kia-Keating B, Yoneda H, Tsuang, M.T, 2007, Meta-
Analysis Reveals No Association of The Val66Met Polymorphism of Brain-
Derived Neurotrophic Factor with Either Schizophrenia or Bipolar Disorder.
Psychiatr Genet 2007;17:165-70.
Kementrian Kesehatan RI. 1993. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor:
HK.02.02/MENKES/73/2015 Tentang Pedoman Nasional Pelayanan
Kedokteran Jiwa. Jakarta.
Lang, U.L., Puls, I., Muller, D.J., StrutzSeebohn, N.m Gallinat, J., 2007, Molecular
mechanism of schizophrenia, Celluler physiology and biochemistry, 20: 687-
702
Maylani. Y. 2018. Studi pemberian antipsikotik terhadap beberapa jenis skizofrenia
di RSJD Atma Husada Mahakam Samarinda. Jurnal Proceeding of the 8 th
Mulawarman Pharmaceuticals Conferences.
Sadock, B., Sadock, V., & Ruiz, P. (2017). Kaplan & Sadock's Comprehensive
Textbook of Psychiatry 10th Edition. Philadephia: Wolters Kluwer
Semple, D., Smyth, R., Burns, J., Darjee, R., & Mclntosh, A. (2005). Oxford
Handbook of Psychiatry, 1st Edition. Oxford: Oxford University Press.

Tjay, Tan Hoan dan Kirana Rahardja. 2007. Obat-Obat Penting Khasiat, Penggunaan
dan Efek-Efek Sampingnya, Edisi Keenam. PT. Elex Media Komputindo,
Jakarta

Torrey EF, Bartko JJ, Lun ZR, Yolken RH. 2007. Antibodies to Toxoplasma gondii in
Patients with Schizophrenia: A Meta-Analysis. Schizophr Bull., 33:729-36.

Wells, et al. 2009. Pharmacotherapy Handbook 7th Edition. New York: McGraw-Hill

Zhang XY, Zhou DF, Zhang PY, Wu GY, Cao LY, Shen YC. 2002. Elevated
Interleukin-2, Interleukin-6 And Interleukin-8 Serum Levels in Neuroleptic-
Free Schizophrenia: Association with Psychopathology.Schizophr Res.,
57:247- 58.

Anda mungkin juga menyukai