Anda di halaman 1dari 28

PENUNTUN PRAKTIKUM

SENSOR DAN TRANDUSER

Oleh :
ARIF SURTONO, M.Si., M.Eng.

JURUSAN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS LAMPUNG
2018

1
PERCOBAAN 1. ADC (Analog to Digital Converter)

Pendahuluan

Fungsi dasar dari pengubah analog ke digital adalah mengubah tegangan analog ke dalam bentuk
biner, sehingga dapat diolah oleh mikroprosesor. Tegangan analog yang merupakan masukan
ADC dapat berasal dari tranduser atau sumber tegangan lain, tranduser inilah yang mengubah
besaran kontinyu seperti suhu, tekanan, kecepatan atau putaran menjadi tegangan listrik.
Tegangan listrik ini disebut tegangan analog dan tegangan analog inilah yang diubah oleh ADC
menjadi bentuk digital yang sebanding dengan besaran analog. Kode biner hasil konversi ini
diolah oleh mikroprosesor lewat data busnya.
Analog to Digital Converter (ADC) adalah sebuah piranti yang dirancang untuk mengubah sinyal-
sinyal analog menjadi bentuk sinyal digital. IC ADC 0804 dianggap dapat memenuhi kebutuhan
dari rangkaian yang akan dibuat. IC jenis ini bekerja secara cermat dengan menambahkan sedikit
komponen sesuai dengan spesifikasi yang harus diberikan dan dapat mengkonversikan secara
cepat suatu masukan tegangan. Hal-hal yang juga perlu diperhatikan dalam penggunaan ADC ini
adalah tegangan maksimum yang dapat dikonversikan oleh ADC dari rangkaian pengkondisi
sinyal, resolusi, pewaktu eksternal ADC, tipe keluaran, ketepatan dan waktu konversinya. Ada
banyak cara yang dapat digunakan untuk mengubah sinyal analog menjadi sinyal digital yang
nilainya proposional. Jenis ADC yang biasa digunakan dalam perancangan adalah jenis Successive
Approximation Convertion (SAR) atau pendekatan bertingkat yang memiliki waktu konversi jauh
lebih singkat dan tidak tergantung pada nilai masukan analognya atau sinyal yang akan diubah.

Spesifikasi
∙ Mudah di interfacekan dengan semua pemroses digital (mikrokontroler, computer)
∙ Tidak memerlukan adjust untuk full scale atau zero
∙ Multiplexer 8 kanal dengan selektor logika
∙ Range input 0-5 volt dengan supply 5 volt
∙ Resolusi 8 bit

2
∙ Error +/- ½ LSB dan ½ MSB
∙ Konsumsi daya 15 mW
∙ Waktu konversi 100 us

Teori Dasar
Resolusi
Resolusi pada konverter menunjukkan nomer dari nilai diskrit yang dapat menghasilkan berbagai
nilai analog. Nilai nilai tersebut disimpan secara elektronis dalam bentuk biner, sehingga resolusi
biasanya dinyatakan dalam bit.

Q = Vref / 2n-1
Dimana :
Q= resolusi dalam volt per step
Vref =tegangan referensi
n= jumlah bit

Contoh:
Sebuah ADC 8 bit mempunyai tegangan referensi sebesar 5 volt, berapa resolusi per stepnya?
Jawab : Q= vref/256-1=5/255=0.00196 Volt

Diagram Pin ADC 0804

3
Keterangan pin :
Vin (-) : masukan analog negatif
Vin(+) : masukan analog positif
A-GND : analog ground
Vref/2 : setengah tegangan referensi untuk skala penuh
Clk R dan Clk IN : untuk mengatur besarnya clock eksternal
WR : sinyal kontrol untuk memulai konversi
RD : sinyal kontrol untuk mengambil data
CS : sinyal untuk mengaktifkan komponen
INTR : status untuk mengetahui bahwa konversi telah selwsai
DB0-DB7 : data 8 bit
VCC dan D-GND :tegangan catu daya

Cara Kerja ADC 0808


Pertama-tama chip select ( CS ) diaktifkan dahulu dengan cara memberikan logika nol, apabila
ADC yang dipakai hanya satu maka cukup hubungkan saja kaki CS ke ground, sehingga ADC akan
selalu dalam keadaan aktif. Kemudian Start of Conversion ( SOC ) dilakukan dengan mememberi
logika HIGH-LOW-HIGH pada kaki WR. Setelah menerima kondisi tersebut, ADC 0804 mulai
melakukan konversi yang memerlukan waktu sekitar 64 periode sinyal denyut pada kaki clock.
Setelah proses konversi selesai ADC akan memberikan logika nol pada kaki INTR yang akan
menginterupsi perangkat digital, sehingga perangkat tahu bahwa proses konversi telah selesai.
Berikutnya perangkat digital mulai mengambil data hasil konversi yang telah selesai, untuk
mengambil data maka perangkat digital harus memberikan logika nol terlebih dulu pada kaki RD.
setelah logika nol diterima oleh kaki RD, akan mengakibatkan penyangga ( tristate buffer ) pada
DB0…..DB7 “membuka”, sehingga data hasil konversi bisa diambil oleh piranti digital
(mikroprosesor, mikrokontroler, dan computer).

Diagram konfigurasi pin ADC0804 ditunjukkan pada gambar, Pin 11 sampai 18 (keluaran digital)
adalah keluaran tiga keadaan, yang dapat dihubungkan langsung dengan bus data bilamana

4
diperlukan. Apabila CS (pin 1) atau RD (pin2) dalam keadaan high (“1”), pin 11 sampai 18 akan
mengambang (high impedanze), apabila CS dan RD rendah keduanya, keluaran digital akan
muncul pada saluran keluaran. Sinyal mulai konversi pada WR (pin 3). Untuk memulai suatu
konversi, CS harus rendah. Bilamana WR menjadi rendah, konverter akan mengalami reset, dan
ketika WR kembali kepada keadaan high, konversi segera dimulai.
Konversi detak konverter harus terletak dalam daereh frekuensi 100 sampai 800kHz. CLK
IN ( pin 4) dapat diturunkan dari detak mikrokontroller, sebagai kemungkinan lain, kita dapat
mempergunakan pembangkit clock internal dengan memasang rangkaian RC antara CLN IN ( pin
4) dan CLK R ( pin 19). Pin 5 adalah saluran yang digunakan untuk INTR, sinyal selesai konversi.
INTR akan menjadi tinggi pada saat memulai konversi, dan akan aktif rendah bila konversi telah
selesai. Tepi turun sinyal INTR dapat dipergunakan untuk menginterupsi sistem mikrokontroller,
supaya mikrokontroller melakukan pencabangan ke subrutine pelayanan yang memproses
keluaran konverter. Pin 6 dan 7 adalah masukan diferensial bagi sinyal analog. A/D ini mempunyai
dua ground, A GND (pin 8) dan D GND ( pin10). Kedua pin ini harus dihubungkan dengan ground.
Pin 20 harus dihubungkan dengan catu daya +5V. Pada A/D 0804 merupakan tegangan referensi
yang digunakan untuk offset suatu keluaran digital maksimum. Dengan persamaan sebagai
berikut:

= (1)

= (2)

(untuk n = 8 bit, 255 = 28 – 1)

Tabel 1. Konversi Tegangan Analog ADC 0804


Vin (volt) Data Digital (biner) Data Desimal
0,000 0000 0000 0
0,0196 0000 0001 1
0,0392 0000 0010 2
… … …
5,000 1111 1111 255

5
ADC ini dapat dirangkai untuk menghasilkan konversi secara kontinu. Untuk melaksanakannya,
kita harus menghubungkan CS, dan RD ke ground dan menyambungkan WR dengan INTR. Maka
dengan ini keluaran digital yang kontinu akan muncul, karena sinyal INTR menggerakkan
masukan WR. Pada akhir konversi INTR berubah menjadi low, sehingga keadaan ini akan mereset
konverter dan mulai konversi.
Hal-hal yang juga perlu diperhatikan dalam penggunaan ADC ini adalah tegangan maksimum yang
dapat dikonversikan oleh ADC dari rangkaian pengkondisi sinyal, resolusi, pewaktu eksternal
ADC, tipe keluaran, ketepatan dan waktu konversinya. Ada banyak cara yang dapat digunakan
untuk mengubah sinyal analog menjadi sinyal digital yang nilainya proposional. Jenis ADC yang
biasa digunakan dalam perancangan adalah jenis Successive Approximation Convertion (SAR)
atau pendekatan bertingkat yang memiliki waktu konversi jauh lebih singkat dan tidak tergantung
pada nilai masukan analognya atau sinyal yang akan diubah.

Rangkaian ADC

ADC dapat dirangkai dalam mode free running seperti gambar berikut ini

Gambar 1. ADC mode free running

6
Langkah – langkah Percobaan

1. Rangkailah ADC seperti gambar 1


2. Koneksikan LED dari masing-masing output ADC dengan cara kutub positif LED
dihubungkan ke output ADC dan kutub negative LED dihubungkan ke ground.
3. Ubah-ubah tegangan input pada input Vin(+) dari keluaran potensiometer mulai dari 0V,
1V, 2V, 3V, 4V dan 5V. Untuk setiap input tegangan amatilah nyala LED dengan mencatat
ke dalam table seperti berikut ini

Tabel 2. Data digital dan ekivalen nilai desimal sebuah ADC 0804
No Tegangan D7 D6 D5 D4 D3 D2 D1 D0 Desimal
input (V)
1 0
2 1
3 2
4 3
5 4
6 5
Isikan table dengan “1” jika LED menyala dan isikan dengan “0” jika LED padam.

4. Konversikan data biner dari data LED menjadi data desimal pada kolom paling kanan
5. Buatlah analisa data dari hasil percobaan tersebut.

7
PERCOBAAN 2. TERMISTOR

Teori Dasar
Thermistor adalah sensor suhu yang terbuat dari bahan semikonduktor yang mana perubahan
besar hambatan listrik bahan sebanding dengan perubahan kecil suhu.
Thermistor ini murah, keras , tahan uji dan cepat tanggap terhadap suhu. Karena itu thermistor
digunakan untuk mengukur suhu, tapi tidak untuk suhu tinggi.. Umumnya thermistors digunakan
dalam termometer digital dan perangkat rumah tangga (home appliances) seperti lemari
pendingin, ovens, dan sebagainya. Termistor tersedia dalam berbagai bentuk berbeda seperti
batang, keping, bead (semacam ujung pengorek telinga). Ada dua jenis thermistor, yaitu jenis
elemen dan jenis probe.
Termistor Element
Termistor element merupakan bentuk paling sederhana, biasa digunakan untuk ruang terbatas.
Ada berbagai variasi termistor elemen tidak hanya bentuknya tetapi juga karakateristik resistansi
terhadap suhu. Karena thermistor tidak linier, maka untuk membacanya harus dilinierisasi.
Termistor Probe
Termistor standalone element lebih kecil dan tidak dapat diletakkan di lingkungan kasar. Elemen
thermistor ini dalam bentuk metal tabung kecil (silinder). Cocok untuk lingkungan industry
ketimbang jenis elemen.

Temperatur termistor dapat dihitung dari resistansi yang terukur dengan menggunakan
persamaan empirik Steinhardt-Hart.

= ( ) ( ))
(3)
(

atau
1/T = A + B ln(R) + C (ln(R))3 (4)

dimana R dalam ohm dan T dalam kelvin.


A, B, dan C adalah konstanta yang dapat ditentukan dari eksperimen pengukuran resistansi dan
perhitungan sebagai berikut :

8
(5)

(6)
(7)

Misalkan data tipikal thermistor pada beberapa titik data suhu seperti table berikut ini.

Tabel 3. Data suhu dan hambatan termistor


Suhu (0C) Hambatan (ohm)
0 16,330
25 5000
30 1801

Dengan menggunakan 3 nilai titik data tersebut (jarak antar data suhu minimal 100C) kita
peroleh tiga persamaan untuk mencari harga A, B dan C.
1/273 = A + B*ln(16,330) + C*(ln(16,330))3
1/298 = A + B*ln(5000) + C*(ln(5000))3
1/323 = A + B*ln(1801) + C*(ln(1801))3
Dari ketiga persamaan tersebut dapat dipecahkan dan dihitung konstanta A, B, C sebagai
berikut :
A = 0.001284
B = 2.364x 10-4
C = 9.304x 10-4
Dengan menggunakan nilai konstanta tersebut maka dapat dihitung temperatur dan
kebalikannya (1/T) sehingga diperoleh grafik plot resistansi vs temperatur (kelvin).

9
Gambar 2. Plot Resistansi vs Temperatur (kelvin)
Langkah – langkah Percobaan
Kalibrasi Termistor
Gambar 3 berikut ini merupakan susunan percobaan kalibrasi thermistor untuk memperoleh
konstanta pada persamaan Steinhardt-Hart.

Wadah dengan
penutup rapat

(Ohmmeter)

Gambar 3. Susunan kalibrasi pengukuran termistor


1. Isilah wadah dengan air/es , catat suhunya sebagai data suhu awal.
2. Masukkan thermometer dan probe thermistor ke dalam air di dalam wadah
3. Tunggu agar probe thermistor mendeteksi suhu dan baca temperature pada thermometer
hingga stabil (dalam waktu singkat). Pada langkah awal ini usahakan suhu air cukup rendah
dengan bantuan es.
4. Catat data suhu dan hambatan thermistor pada langkah 3 ke dalam table.

10
5. Ulangi langkah di atas (3 dan 4) untuk suhu 150 C dan 300 C (Boleh juga gunakan suhu lainnya
asalkan jarak antar suhu minimal 100C)
6. Berdasarkan data suhu dan hambatan thermistor tersebut hitunglah konstanta-konstanta
persamaan Steinhardt-Hart (A, B dan C).

Aplikasi Termistor untuk Rangkaian Alarm Kebakaran.


Rangkaian sederhana thermistor untuk alarm kebakaran seperti pada gambar 4.

Gambar 4. Rangkaian alarm kebakaran


Rangkaian ini bermanfaat pada sIstem keamanan rumah/bangunan. Ia bekerja berdasarkan
prinsip sifat pensaklaran transistor sebagai berikut:
Termistor dan resistor R1 membentuk pembagi tegangan untuk mengaktifkan transistor. Bahan
semikonductor untuk termistor sensitif terhadap suhu. Transistor tersaklar ON oleh tegangan
jatuh (voltage drop) pada resistor R1. Dengan menganggap suhu atmosfir sekitar 25°C, dan
kemudian resistansi termistor berubah , maka tegangan pada termistor juga berubah sesuai
dengan hukum ohm V=IR. Bila tegangan pada R1 rendah maka tidak cukup untuk “turn ON”
transistor. Ketika temperature naik, resistansi thermistor berkurang sehingga tegangan jatuh di
R1 meningkat yang akan men- “turn ON” transistor. Bila transistor dalam keadaan turned ON,
arus listrik dari Vcc mulai mengalir melalui buzzer 6V dan menghasilkan suara. Diode digunakan
untuk menyearahkan konduksi listrik dan kapasitor melenyapkan “sudden transients” dari
termistor.

11
PERCOBAAN 3. FOTODIODA

Teori Dasar
Fotodioda adalah semikonduktor sambungan p-n yang peka terhadap cahaya. Prinsip kerja
fotodioda dijelaskan menggunakan gambar 5 sebagai berikut: jika sambungan p–n dibias maju
(forward bias) dan dikenai cahaya pada frekuensi yang tepat maka peningkatan arus sangat kecil
dibanding arus gelap (dark current). Jika fotodioda dibias balik (reverse bias) maka arus akan
meningkat secara drastis. Adanya foton menyebabkan terjadinya pasangan elektron dan hole di
kedua sisi sambungan. Ketika elektron memasuki pita konduksi maka elektron akan mengalir
menuju kutub positif baterai. Sebaliknya hole yang terbentuk mengalir menuju kutub negatif
baterai, yang berarti arus foton ip mengalir dalam rangkaian. Dalam kondisi gelap, arus bocor io
tak tergantung pada tegangan tetapi tergantung pada energi termal (Fraden, 1996).

Gambar 5 Konstruksi fotodioda semikonduktor (Fraden, 1996)

Fotodioda pada prakteknya dapat dirangkai ke dalam dua mode yaitu mode fotovoltaik dan
mode fotodioda. Pada mode fotodioda akan mengubah energi foton menjadi arus listrik dengan
cara dibias balik dalam rangkaian pengkondisi sinyalnya (Areny and Webster, 1991). Fotodioda
silikon sangat baik digunakan sebagai detektor foton (cahaya) karena memiliki range spektral
cukup lebar, 250 – 1100 nm , sehingga dapat mendeteksi radiasi daerah ultraviolet, visible dan
infrared dekat.

12
Rangkaian pengkondisi sinyal fotodioda berfungsi sebagai pengkonversi arus foto menjadi
tegangan listrik seperti pada gambar 6. Di dalam rangkaian itu fotodioda menghasilkan arus foto
sangat kecil akibat disinari oleh cahaya. Biasanya arus ini dalam orde mikroampere sehingga
untuk tujuan instrumentasi pengukuran diperlukan rangkaian pengubah arus menjadi tegangan
(Anonymous, 1995 ; Coughlin and Driscool, 1993).

40 Mohm

10 ohm op-amp 741


fotodioda

10 ohm

Gambar 6. Rangkaian pengkondisi sinyal fotodioda

Langkah-langkah percobaan
1. Buatlah rangkaian pengkondisi sinyal fotodioda seperti gambar 6.
2. Siapkan pipa yang berdiameter cm dengan panjang sekitar 20 cm. Pada setiap jarak 5 cm
pipa ditakik dengan gergaji untuk mengatur jarak antara sumber cahaya LED (putih) dengan
sensor fotodioda.

ke rangkaian
pengkondisi
5 cm 5 cm 5 cm 5 cm
55 cm sinyal
Sensor
Pipa fotodioda
LED

Gambar 7. Susunan LED dan fotodioda pada pipa

3. Tempatkan LED dan fotodioda seperti gambar pada langkah 2. Ambil jarak terjauh 20 cm
antara LED dan fotodioda.

13
4. Nyalakan LED dan pastikan fotodioda dalam kondisi kedap cahaya dari luar sehingga cahaya
yang diterima fotodioda hanya berasal dari LED. Lubang takik pada pipa ditutup dengan lakban
hitam.
5. Ukur tegangan keluaran menggunakan voltmeter (range 5 volt), catatlah bacaan tegangan
pada voltmeter.
6. Pindahkan fotodioda dan tempatkan probe luxmeter pada posisi fotodioda tadi. Nyalakan
fluxmeter dan catat berapa lux intensitas cahaya LED.
7. Ubah jarak antar LED – fotodioda sebesar 15 cm, 10 cm, 5 cm dan 0 cm dengan cara
memindahkan LED ke dalam pipa dimana ujung LED tepat pada garis takik pipa.
8. Ulangi langkah 4, 5 dan 6 untuk jarak 15 cm dan seterusnya sehingga diperoleh data seperti
table berikut ini.
Tabel 4. Data pengamatan sensor fotodioda
No Jarak LED – fotodioda Intensitas cahaya Tegangan keluaran
(cm) (lux) (V)
1 0
2 5
3 15
4 20

Catatan : dalam mengambil data dimulai dari jarak 20 cm, 15 cm, 10 cm, 5 cm dan 0 cm
9. Dengan menggunakan program aplikasi Excel buatlah grafik intensitas cahaya (horizontal) vs
tegangan keluaran (vertical) dan carilah persamaan regresinya . Persamaan ini merupakan
tegangan keluaran sensor sebagai fungsi intensitas cahaya.
10. Buatlah Analisa hasil percobaan anda.

Rangkaian Pengkondisi Sinyal Fotodioda Tahap Kedua


Rangkaian pengkondisi sinyal tahap kedua didesain dan dibuat berdasarkan karakteristik
pengkondisi sinyal tahap pertama sebelumnya, yaitu :
1) linier, sesuai hasil pengukuran tahap sebelumnya.
2) tegangan keluaran belum mencapai batas bawah dan atas dari tegangan masukan ADC
yang ideal. Idealnya 0 volt – 5 volt atau 0 volt – 2,5 volt (jika Vref/2 diaktifkan).

14
3) Range tegangan keluaran dari rangkaian current to voltage converter sangat sempit, bisa
kurang dari 1 volt (idealnya 5 volt atau 2,5 volt) sehingga dapat mengurangi sensitivitas
atau resolusi instrumen yang akan dihasilkan.
Berdasarkan karakteristik pengkondisi sinyal tahap pertama tersebut, maka dapat dirancang
pengkondisi sinyal tahap kedua yang memiliki karakteristik linier terhadap perubahan intensitas
cahaya dan memberikan tegangan keluaran 0 V – 5 V untuk intensitas cahaya 0 - 100 lux
(misalnya).
Untuk memenuhi persyaratan tersebut, rangkaian pengkondisi sinyal tahap kedua harus
memenuhi watak persamaan linier berikut ini :
Y=mX + C (8)
Keterangan :
Y : tegangan keluaran pengkondisi sinyal tahap kedua (0 V – 5V)
m : gradien persamaan, diperoleh melalui perhitungan.
X : input pengkondisi sinyal tahap kedua (dari keluaran tahap pertama, a V – b V)
C : konstanta, diperoleh melalui perhitungan.
Dengan mensubstitusi nilai-nilai Y dan X ke persamaan 8 maka diperoleh harga m dan C sebagai
berikut:
m = 3,000 dan C = -4,718. (misalnya)
Sehingga rangkaian pengkondisi sinyal tahap kedua harus memenuhi persamaan linier sebagai
berikut :
Y = Vo = 3,000 Vin – 4,718 (9)
Persamaan 9 secara hardware dapat direalisasikan menggunakan rangkaian penguat jumlah
membalik ( summing inverter amplifier) seperti gambar 8 di bawah ini.
Rf

R1
Vin + Vout
R2
Vref

Gambar 8. Rangkaian penguat jumlah

15
Tegangan keluaran Vout rangkaian tersebut adalah :
 Rf Rf
Vout = Vin  Vref (10)
R1 R2
Akan tetapi tegangan keluaran rangkaian gambar 8 adalah negatif. Agar menghasilkan tegangan
keluaran positif maka tegangan masukan Vin harus dibalik (di-inverting) terlebih dahulu
menggunakan penguat membalik gain 1 (satu) kali sehingga persamaan 10 menjadi :
 Rf Rf Rf Rf
Vout = (Vin)  Vref  Vin  Vref (11)
R1 R2 R1 R2

dimana
Rf
m= = 3,086 dan (12)
R1
Rf
C=  Vref = -4,718 (13)
R2
Jika ditetapkan Rf = 10 Kohm dan Vref = 2 volt maka diperoleh nilai resistor R1 dan R2 masing-
masing adalah 3,240 Kohm dan 4,239 Kohm. Akhirnya diperoleh rangkaian lengkap pengkondisi
sinyal tahap kedua yang memenuhi persamaan 9 seperti pada gambar 9 di bawah ini.
1k 10k

Vin 1k + 3,24k + Vout

Vref 4,239k

Gambar 9. Rangkaian pengkondisi sinyal fotodioda tahap kedua

Rangkaian pengkondisi sinyal seperti pada gambar 9 ini memiliki karakteristik :


tegangan masukan (Vin) = a V – b V
tegangan keluaran (Vo) = 0 V – 5V

16
PERCOBAAN 4. LDR (Light Dependent Resistor)

Pendahuluan
Light Dependent Resistor atau disingkat LDR adalah jenis resistor yang nilai hambatannya
tergantung pada intensitas cahaya yang diterimanya. Nilai hambatan LDR akan menurun pada
saat cahaya terang dan akan menjadi tinggi jika dalam kondisi gelap. Dengan kata lain, fungsi LDR
adalah untuk menghantarkan arus listrik jika menerima sejumlah intensitas cahaya (kondisi
terang) dan menghambat arus listrik dalam kondisi gelap.

Naik turunnya nilai hambatan akan sebanding dengan jumlah cahaya yang diterimanya. Pada
umumnya, nilai hambatan LDR akan mencapai 200 kilo ohm (kΩ), bahkan mega ohm, pada
kondisi gelap dan menurun menjadi beberapa Ohm (Ω) pada kondisi cahaya terang.

LDR yang merupakan sensor peka cahaya ini sering diaplikasikan dalam rangkaian elektronika
sebagai sensor pada lampu penerang jalan, lampu kamar tidur, rangkaian anti maling, shutter
kamera, alarm dan lain sebagainya.

Bentuk dan Simbol LDR

Simbol LDR Bentuk LDR

Gambar 10. SImbol dan bentuk LDR


Cara Mengukur LDR dengan Multimeter
Alat ukur yang digunakan untuk mengukur nilai hambatan LDR adalah multimeter dengan fungsi
pengukuran Ohm (Ω). Agar pengukuran LDR akurat, kita perlu membuat 2 kondisi pencahayaan

17
yaitu pengukuran pada saat kondisi gelap dan kondisi terang. Dengan demikian kita dapat
mengetahui apakah komponen LDR tersebut masih dapat berfungsi dengan baik atau tidak.

Langkah – langkah Percobaan


Mengukur LDR pada Kondisi Terang
1. Atur posisi selektor multimeter pada posisi Ohm dan range kilo ohm.
2. Hubungkan probe merah dan probe hitam multimeter pada kedua kaki LDR (tidak ada
polaritas)
3. Berikan cahaya terang (dari lampu atau senter) pada LDR
4. Baca nilai resistansi pada display multimeter. Nilai resistansi LDR pada kondisi terang
akan berkisar sekitar beberapa Ohm.

Gambar 11. Mengukur hambatan LDR saat terang


Mengukur LDR pada Kondisi Gelap
1. Atur posisi selektor multimeter pada posisi Ohm dan range mega ohm.
2. Hubungkan probe merah dan probe hitam multimeter pada kedua kaki LDR (tidak ada
polaritas)
3. Tutup bagian permukaan LDR atau pastikan LDR tidak mendapatkan cahaya
4. Baca nilai resistansi pada display multimeter. Nilai resistansi LDR di kondisi gelap akan
berkisar beberapa ratus ohm atau mega ohm.

18
Gambar 12. Mengukur hambatan LDR saat gelap
Catatan :
 Hasil pengukuran akan berubah tergantung pada tingkat intensitas cahaya yang diterima
oleh LDR itu sendiri.
 Satuan terang cahaya atau Iluminasi (Illumination) adalah lux.

Data Pengamatan Percobaan


Hasil percobaan mengukur nilai hambatan thermistor terhadap perubahan intensitas cahaya
dicatat ke dalam table seperti berikut ini.
No Intensitas Cahaya (lux) Hambatan thermistor (ohm)
1
2
..
N

Buatlah grafik intensitas cahaya vs hambatan thermistor dan persamaan yang menghubungkan
keduanya menggunakan metode regresi.

19
PERCOBAAN 5. POTENSIOMETER

Teori Dasar
Potensiometer merupakan salah satu contoh dari sensor mekanis yang sifatnya mendeteksi
perubahan gerak,seperti perpindahan, pergeseran , perputaran, dan kemiringan. Dalam
peralatan elektronik, sering ditemukan potensiometer yang berfungsi sebagai pengatur volume
di peralatan audio / video seperti radio, walkie talkie, tape mobil, DVD player dan amplifier.
Potensiometer juga sering digunakan dalam rangkaian pengatur terang gelapnya lampu (Light
Dimmer Circuit) dan pengatur tegangan pada power supply (DC generator).
Secara fisika potensiometer merupakan resistor yang nilai hambatannya dapat diatur sesuai
kebutuhan pemakainya. Struktur internal, bentuk dan symbol potensiometer seperti gambar 12.

Gambar 13. SImbol dan bentuk potensiometer

Berdasarkan bentuknya, potensiometer dapat dibagi menjadi 3 macam, yaitu :

1. Potensiometer Slider, yaitu potensiometer yang nilai resistansinya dapat diatur dengan
cara menggeserkan wiper-nya dari kiri ke kanan atau dari bawah ke atas sesuai dengan
pemasangannya.
2. Potensiometer Rotary, yaitu potensiometer yang nilai resistansinya dapat diatur dengan
cara memutarkan wiper-nya sepanjang lintasan yang melingkar. Biasanya
menggunakaniIbu jari untuk memutar wiper tersebut. Oleh karena itu, potensiometer
rotary sering disebut juga dengan thumbwheel potentiometer.

20
3. Potensiometer Trimmer, yaitu potensiometer yang bentuknya kecil dan harus
menggunakan alat khusus seperti obeng (screwdriver) untuk memutarnya.
Potensiometer trimmer ini biasanya dipasangkan di PCB dan jarang dilakukan
pengaturannya.
Gambar 14 berikut ini ditunjukkan ketiga jenis potensiometer tersebut.

Gambar 14. Jenis – jenis potensiometer

Potensiometer sebagai sensor pergeseran/posisi

Potensiometer dapat digunakan sebagai sensor pergeseran/posisi yaitu dengan memanfaatkan


perubahan resistansi akibat dari pergeseran wiper. Dengan menyusun ke dalam rangkaian
sederhana pembagi tegangan maka setiap pergeseran wiper akan dikonversi menjadi perubahan
tegangan listrik. Dengan demikian akan diperoleh hubungan antara tegangan listrik dan
pergeseran (dalam satuan cm atau mm).

Untuk tujuan sebagai sensor pergeseran maka dalam percobaan ini akan digunakan
potensiometer jenis slider (geser). Karena jenis ini sangat cocok dengan kebutuhan mendeteksi
pergeseran translasi.

Gambar 15 berikut ini ditunjukkan susunan potensiometer geser sebagai sensor pegeseran.
Potensiometer dicatu dengan baterai 9V dalam rangkaian pembagi tegangan.

21
Gambar 15. Potensiometer geser sebagai sensor pergeseran dalam rangkaian pembagi tegangan.

Pada gambar 15, pergeseran wiper berfungsi sebagai pointer pada skala jarak (menggunakan
mistar) yang diletakkan di sampingnya. Setiap pergeseran wiper akan bersesuaian dengan skala
pergeseran dalam sentimeter pada mistar.

Langkah – langkah Percobaan

1. Susunlah sensor potensiometer geser, baterai, multimeter (voltmeter) dan mistar seperti
gambar 15
2. Rangkaian listrik gambar 15 scara sederhana merupakan rangkaian pembagi tegangan
seperti gambar 16 a. Resistor R1 dan R2 dianalogikan seperti pada gambar 16 b.
Tegangan keluaran yang diukur oleh voltmeter secara teori adalah :
2
=
1+ 2

22
3. Pada mulanya atur wiper potensiometer hingga voltmeter terbaca 0 volt (dalam kasus ini
geser ke ujung kiri). Dalam kondisi tegangan 0 volt atur posisi wiper berhimpit atau
menunjuk skala 0 cm.
4. Geserlah wiper hingga menunjuk skala 1 cm pada mistar, kemudian bacalah tegangan
keluaran pada voltmeter.
5. Ulangi langkah ke 4 untuk pergeseran wiper sejauh 2 cm, 3 cm, 4 cm, 5 cm dan 6 cm sesuai
dengan panjang potensiometer geser.

R2
R1

(a) (b)

Gambar 16 Potensiometer dalam rangkaian pembagian tegangan

6. Catatlah hasil percobaan pada table berikut ini

No Pergeseran (cm) Tegangan (V)


1 0
2 1
3 2
4 3
5 4
6 5
7 6
7. Buatlah plot grafik pergeseran vs tegangan
8. Buatlah persamaan yang menghubungkan antara pergeseran dan tegangan keluaran
menggunakan analisa regresi linier.
9. Dapatkan sensitivitas sensor potensiometer berdasarkan persamaan tersebut

23
PERCOBAAN 6. SENSOR SUHU LM 35

Pendahuluan
Sensor suhu LM35 adalah komponen elektronika yang memiliki fungsi untuk mengubah besaran
suhu menjadi besaran listrik dalam bentuk tegangan. Sensor Suhu LM35 yang dipakai dalam
penelitian ini berupa komponen elektronika elektronika yang diproduksi oleh National
Semiconductor. LM35 memiliki keakuratan tinggi dan kemudahan perancangan jika
dibandingkan dengan sensor suhu yang lain, LM35 juga mempunyai keluaran impedansi yang
rendah dan linieritas yang tinggi sehingga dapat dengan mudah dihubungkan dengan rangkaian
kendali khusus serta tidak memerlukan penyetelan lanjutan.
Meskipun tegangan sensor ini dapat mencapai 30 volt akan tetapi yang diberikan kesensor adalah
sebesar 5 volt, sehingga dapat digunakan dengan catu daya tunggal dengan ketentuan bahwa
LM35 hanya membutuhkan arus sebesar 60 µA hal ini berarti LM35 mempunyai kemampuan
menghasilkan panas (self-heating) dari sensor yang dapat menyebabkan kesalahan pembacaan
yang rendah yaitu kurang dari 0,5 ºC pada suhu 25 ºC

Karakteristik Sensor LM35.


1. Memiliki sensitivitas suhu, dengan faktor skala linier antara tegangan dan suhu 10 mVolt/ºC,
sehingga dapat dikalibrasi langsung dalam celcius.
2. Memiliki ketepatan atau akurasi kalibrasi yaitu 0,5ºC pada suhu 25 ºC.
3. Memiliki jangkauan maksimal operasi suhu antara -55 ºC sampai +150 ºC.
4. Bekerja pada tegangan 4 sampai 30 volt.
5. Memiliki arus rendah yaitu kurang dari 60 µA.
6. Memiliki pemanasan sendiri yang rendah (low-heating) yaitu kurang dari 0,1 ºC pada udara
diam.
7. Memiliki impedansi keluaran yang rendah yaitu 0,1 W untuk beban 1 mA.
8. Memiliki ketidaklinieran hanya sekitar ± ¼ ºC.

24
IC LM 35 ini tidak memerlukan pengkalibrasian atau penyetelan dari luar karena ketelitiannya
sampai lebih kurang seperempat derajat celcius pada temperature ruang. IC LM35
penggunaannya sangat mudah, difungsikan sebagai kontrol dari indicator tampilan catu daya
terbelah. IC LM 35 dapat dialiri arus 60 μ A dari supplay sehingga panas yang ditimbulkan sendiri
sangat rendah kurang dari 0 ° C di dalam suhu ruangan.
Untuk mendeteksi suhu digunakan sebuah sensor suhu LM35 yang dapat dikalibrasikan langsung
dalam C (celcius), LM35 ini difungsikan sebagai basic temperature sensor. LM35 terdiri dari 3 pin
yaitu vcc, gnd, dan sinyal output seperti gambar di bawah ini :

Gambar 17. Pinout LM35


Langkah – langkah Percobaan
1. Siapkan sensor Lm 35
2. Siapkan wadah tahan panas
3. Siapkan es batu
4. Siapkan voltmeter dan sistem catu daya
5. Siapkan thermometer Hg dan heater kecil.
6. Rangkailah sensor LM 35 dan catudaya baterai 9 V sesuai dengan pin-nya seperti pada
gambar 18.

25
Gambar 18. Rangkaian LM 35
7. Hubungkan Vout dengan voltmeter, pilih dengan range milivolt.
8. Masukan es batu pada wadah, masukan heater pada wadah tersebut ukurlah temperatur
dengan menggunakan thermometer Hg dan sensor LM 35. Catatlah nilai Vout dari LM 35 di
voltmeter dan temperatur dari thermometer Hg secara bersamaan dengan selang waktu 3
menit. Pada menit ke 15 mulailah mencatu daya heater sehingga es mulai cepat mencair dan
memanas. Jika perubahan suhu cepat catatlah per 5 menit nilai temperaturnya.
9. Buatlah tabel seperti dibawah
No Waktu (s) Temperatur dg Hg (0C) Vout LM 35 (Volt)
1
2
3

26
Tugas Aplikasi LM 35
Berikut ini diberikan gambar rangkaian contoh aplikasi sensor LM 35. Jelaskan untuk apakah
aplikasi pada gambar tersebut dan jelaskan prinsip kerja rangkaian

Gambar 19. Aplikasi sensor LM 35 (1)

Gambar 20. Aplikasi sensor LM 35 (2)

27
28

Anda mungkin juga menyukai