Oleh :
ARIF SURTONO, M.Si., M.Eng.
JURUSAN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS LAMPUNG
2018
1
PERCOBAAN 1. ADC (Analog to Digital Converter)
Pendahuluan
Fungsi dasar dari pengubah analog ke digital adalah mengubah tegangan analog ke dalam bentuk
biner, sehingga dapat diolah oleh mikroprosesor. Tegangan analog yang merupakan masukan
ADC dapat berasal dari tranduser atau sumber tegangan lain, tranduser inilah yang mengubah
besaran kontinyu seperti suhu, tekanan, kecepatan atau putaran menjadi tegangan listrik.
Tegangan listrik ini disebut tegangan analog dan tegangan analog inilah yang diubah oleh ADC
menjadi bentuk digital yang sebanding dengan besaran analog. Kode biner hasil konversi ini
diolah oleh mikroprosesor lewat data busnya.
Analog to Digital Converter (ADC) adalah sebuah piranti yang dirancang untuk mengubah sinyal-
sinyal analog menjadi bentuk sinyal digital. IC ADC 0804 dianggap dapat memenuhi kebutuhan
dari rangkaian yang akan dibuat. IC jenis ini bekerja secara cermat dengan menambahkan sedikit
komponen sesuai dengan spesifikasi yang harus diberikan dan dapat mengkonversikan secara
cepat suatu masukan tegangan. Hal-hal yang juga perlu diperhatikan dalam penggunaan ADC ini
adalah tegangan maksimum yang dapat dikonversikan oleh ADC dari rangkaian pengkondisi
sinyal, resolusi, pewaktu eksternal ADC, tipe keluaran, ketepatan dan waktu konversinya. Ada
banyak cara yang dapat digunakan untuk mengubah sinyal analog menjadi sinyal digital yang
nilainya proposional. Jenis ADC yang biasa digunakan dalam perancangan adalah jenis Successive
Approximation Convertion (SAR) atau pendekatan bertingkat yang memiliki waktu konversi jauh
lebih singkat dan tidak tergantung pada nilai masukan analognya atau sinyal yang akan diubah.
Spesifikasi
∙ Mudah di interfacekan dengan semua pemroses digital (mikrokontroler, computer)
∙ Tidak memerlukan adjust untuk full scale atau zero
∙ Multiplexer 8 kanal dengan selektor logika
∙ Range input 0-5 volt dengan supply 5 volt
∙ Resolusi 8 bit
2
∙ Error +/- ½ LSB dan ½ MSB
∙ Konsumsi daya 15 mW
∙ Waktu konversi 100 us
Teori Dasar
Resolusi
Resolusi pada konverter menunjukkan nomer dari nilai diskrit yang dapat menghasilkan berbagai
nilai analog. Nilai nilai tersebut disimpan secara elektronis dalam bentuk biner, sehingga resolusi
biasanya dinyatakan dalam bit.
Q = Vref / 2n-1
Dimana :
Q= resolusi dalam volt per step
Vref =tegangan referensi
n= jumlah bit
Contoh:
Sebuah ADC 8 bit mempunyai tegangan referensi sebesar 5 volt, berapa resolusi per stepnya?
Jawab : Q= vref/256-1=5/255=0.00196 Volt
3
Keterangan pin :
Vin (-) : masukan analog negatif
Vin(+) : masukan analog positif
A-GND : analog ground
Vref/2 : setengah tegangan referensi untuk skala penuh
Clk R dan Clk IN : untuk mengatur besarnya clock eksternal
WR : sinyal kontrol untuk memulai konversi
RD : sinyal kontrol untuk mengambil data
CS : sinyal untuk mengaktifkan komponen
INTR : status untuk mengetahui bahwa konversi telah selwsai
DB0-DB7 : data 8 bit
VCC dan D-GND :tegangan catu daya
Diagram konfigurasi pin ADC0804 ditunjukkan pada gambar, Pin 11 sampai 18 (keluaran digital)
adalah keluaran tiga keadaan, yang dapat dihubungkan langsung dengan bus data bilamana
4
diperlukan. Apabila CS (pin 1) atau RD (pin2) dalam keadaan high (“1”), pin 11 sampai 18 akan
mengambang (high impedanze), apabila CS dan RD rendah keduanya, keluaran digital akan
muncul pada saluran keluaran. Sinyal mulai konversi pada WR (pin 3). Untuk memulai suatu
konversi, CS harus rendah. Bilamana WR menjadi rendah, konverter akan mengalami reset, dan
ketika WR kembali kepada keadaan high, konversi segera dimulai.
Konversi detak konverter harus terletak dalam daereh frekuensi 100 sampai 800kHz. CLK
IN ( pin 4) dapat diturunkan dari detak mikrokontroller, sebagai kemungkinan lain, kita dapat
mempergunakan pembangkit clock internal dengan memasang rangkaian RC antara CLN IN ( pin
4) dan CLK R ( pin 19). Pin 5 adalah saluran yang digunakan untuk INTR, sinyal selesai konversi.
INTR akan menjadi tinggi pada saat memulai konversi, dan akan aktif rendah bila konversi telah
selesai. Tepi turun sinyal INTR dapat dipergunakan untuk menginterupsi sistem mikrokontroller,
supaya mikrokontroller melakukan pencabangan ke subrutine pelayanan yang memproses
keluaran konverter. Pin 6 dan 7 adalah masukan diferensial bagi sinyal analog. A/D ini mempunyai
dua ground, A GND (pin 8) dan D GND ( pin10). Kedua pin ini harus dihubungkan dengan ground.
Pin 20 harus dihubungkan dengan catu daya +5V. Pada A/D 0804 merupakan tegangan referensi
yang digunakan untuk offset suatu keluaran digital maksimum. Dengan persamaan sebagai
berikut:
= (1)
= (2)
5
ADC ini dapat dirangkai untuk menghasilkan konversi secara kontinu. Untuk melaksanakannya,
kita harus menghubungkan CS, dan RD ke ground dan menyambungkan WR dengan INTR. Maka
dengan ini keluaran digital yang kontinu akan muncul, karena sinyal INTR menggerakkan
masukan WR. Pada akhir konversi INTR berubah menjadi low, sehingga keadaan ini akan mereset
konverter dan mulai konversi.
Hal-hal yang juga perlu diperhatikan dalam penggunaan ADC ini adalah tegangan maksimum yang
dapat dikonversikan oleh ADC dari rangkaian pengkondisi sinyal, resolusi, pewaktu eksternal
ADC, tipe keluaran, ketepatan dan waktu konversinya. Ada banyak cara yang dapat digunakan
untuk mengubah sinyal analog menjadi sinyal digital yang nilainya proposional. Jenis ADC yang
biasa digunakan dalam perancangan adalah jenis Successive Approximation Convertion (SAR)
atau pendekatan bertingkat yang memiliki waktu konversi jauh lebih singkat dan tidak tergantung
pada nilai masukan analognya atau sinyal yang akan diubah.
Rangkaian ADC
ADC dapat dirangkai dalam mode free running seperti gambar berikut ini
6
Langkah – langkah Percobaan
Tabel 2. Data digital dan ekivalen nilai desimal sebuah ADC 0804
No Tegangan D7 D6 D5 D4 D3 D2 D1 D0 Desimal
input (V)
1 0
2 1
3 2
4 3
5 4
6 5
Isikan table dengan “1” jika LED menyala dan isikan dengan “0” jika LED padam.
4. Konversikan data biner dari data LED menjadi data desimal pada kolom paling kanan
5. Buatlah analisa data dari hasil percobaan tersebut.
7
PERCOBAAN 2. TERMISTOR
Teori Dasar
Thermistor adalah sensor suhu yang terbuat dari bahan semikonduktor yang mana perubahan
besar hambatan listrik bahan sebanding dengan perubahan kecil suhu.
Thermistor ini murah, keras , tahan uji dan cepat tanggap terhadap suhu. Karena itu thermistor
digunakan untuk mengukur suhu, tapi tidak untuk suhu tinggi.. Umumnya thermistors digunakan
dalam termometer digital dan perangkat rumah tangga (home appliances) seperti lemari
pendingin, ovens, dan sebagainya. Termistor tersedia dalam berbagai bentuk berbeda seperti
batang, keping, bead (semacam ujung pengorek telinga). Ada dua jenis thermistor, yaitu jenis
elemen dan jenis probe.
Termistor Element
Termistor element merupakan bentuk paling sederhana, biasa digunakan untuk ruang terbatas.
Ada berbagai variasi termistor elemen tidak hanya bentuknya tetapi juga karakateristik resistansi
terhadap suhu. Karena thermistor tidak linier, maka untuk membacanya harus dilinierisasi.
Termistor Probe
Termistor standalone element lebih kecil dan tidak dapat diletakkan di lingkungan kasar. Elemen
thermistor ini dalam bentuk metal tabung kecil (silinder). Cocok untuk lingkungan industry
ketimbang jenis elemen.
Temperatur termistor dapat dihitung dari resistansi yang terukur dengan menggunakan
persamaan empirik Steinhardt-Hart.
= ( ) ( ))
(3)
(
atau
1/T = A + B ln(R) + C (ln(R))3 (4)
8
(5)
(6)
(7)
Misalkan data tipikal thermistor pada beberapa titik data suhu seperti table berikut ini.
Dengan menggunakan 3 nilai titik data tersebut (jarak antar data suhu minimal 100C) kita
peroleh tiga persamaan untuk mencari harga A, B dan C.
1/273 = A + B*ln(16,330) + C*(ln(16,330))3
1/298 = A + B*ln(5000) + C*(ln(5000))3
1/323 = A + B*ln(1801) + C*(ln(1801))3
Dari ketiga persamaan tersebut dapat dipecahkan dan dihitung konstanta A, B, C sebagai
berikut :
A = 0.001284
B = 2.364x 10-4
C = 9.304x 10-4
Dengan menggunakan nilai konstanta tersebut maka dapat dihitung temperatur dan
kebalikannya (1/T) sehingga diperoleh grafik plot resistansi vs temperatur (kelvin).
9
Gambar 2. Plot Resistansi vs Temperatur (kelvin)
Langkah – langkah Percobaan
Kalibrasi Termistor
Gambar 3 berikut ini merupakan susunan percobaan kalibrasi thermistor untuk memperoleh
konstanta pada persamaan Steinhardt-Hart.
Wadah dengan
penutup rapat
(Ohmmeter)
10
5. Ulangi langkah di atas (3 dan 4) untuk suhu 150 C dan 300 C (Boleh juga gunakan suhu lainnya
asalkan jarak antar suhu minimal 100C)
6. Berdasarkan data suhu dan hambatan thermistor tersebut hitunglah konstanta-konstanta
persamaan Steinhardt-Hart (A, B dan C).
11
PERCOBAAN 3. FOTODIODA
Teori Dasar
Fotodioda adalah semikonduktor sambungan p-n yang peka terhadap cahaya. Prinsip kerja
fotodioda dijelaskan menggunakan gambar 5 sebagai berikut: jika sambungan p–n dibias maju
(forward bias) dan dikenai cahaya pada frekuensi yang tepat maka peningkatan arus sangat kecil
dibanding arus gelap (dark current). Jika fotodioda dibias balik (reverse bias) maka arus akan
meningkat secara drastis. Adanya foton menyebabkan terjadinya pasangan elektron dan hole di
kedua sisi sambungan. Ketika elektron memasuki pita konduksi maka elektron akan mengalir
menuju kutub positif baterai. Sebaliknya hole yang terbentuk mengalir menuju kutub negatif
baterai, yang berarti arus foton ip mengalir dalam rangkaian. Dalam kondisi gelap, arus bocor io
tak tergantung pada tegangan tetapi tergantung pada energi termal (Fraden, 1996).
Fotodioda pada prakteknya dapat dirangkai ke dalam dua mode yaitu mode fotovoltaik dan
mode fotodioda. Pada mode fotodioda akan mengubah energi foton menjadi arus listrik dengan
cara dibias balik dalam rangkaian pengkondisi sinyalnya (Areny and Webster, 1991). Fotodioda
silikon sangat baik digunakan sebagai detektor foton (cahaya) karena memiliki range spektral
cukup lebar, 250 – 1100 nm , sehingga dapat mendeteksi radiasi daerah ultraviolet, visible dan
infrared dekat.
12
Rangkaian pengkondisi sinyal fotodioda berfungsi sebagai pengkonversi arus foto menjadi
tegangan listrik seperti pada gambar 6. Di dalam rangkaian itu fotodioda menghasilkan arus foto
sangat kecil akibat disinari oleh cahaya. Biasanya arus ini dalam orde mikroampere sehingga
untuk tujuan instrumentasi pengukuran diperlukan rangkaian pengubah arus menjadi tegangan
(Anonymous, 1995 ; Coughlin and Driscool, 1993).
40 Mohm
10 ohm
Langkah-langkah percobaan
1. Buatlah rangkaian pengkondisi sinyal fotodioda seperti gambar 6.
2. Siapkan pipa yang berdiameter cm dengan panjang sekitar 20 cm. Pada setiap jarak 5 cm
pipa ditakik dengan gergaji untuk mengatur jarak antara sumber cahaya LED (putih) dengan
sensor fotodioda.
ke rangkaian
pengkondisi
5 cm 5 cm 5 cm 5 cm
55 cm sinyal
Sensor
Pipa fotodioda
LED
3. Tempatkan LED dan fotodioda seperti gambar pada langkah 2. Ambil jarak terjauh 20 cm
antara LED dan fotodioda.
13
4. Nyalakan LED dan pastikan fotodioda dalam kondisi kedap cahaya dari luar sehingga cahaya
yang diterima fotodioda hanya berasal dari LED. Lubang takik pada pipa ditutup dengan lakban
hitam.
5. Ukur tegangan keluaran menggunakan voltmeter (range 5 volt), catatlah bacaan tegangan
pada voltmeter.
6. Pindahkan fotodioda dan tempatkan probe luxmeter pada posisi fotodioda tadi. Nyalakan
fluxmeter dan catat berapa lux intensitas cahaya LED.
7. Ubah jarak antar LED – fotodioda sebesar 15 cm, 10 cm, 5 cm dan 0 cm dengan cara
memindahkan LED ke dalam pipa dimana ujung LED tepat pada garis takik pipa.
8. Ulangi langkah 4, 5 dan 6 untuk jarak 15 cm dan seterusnya sehingga diperoleh data seperti
table berikut ini.
Tabel 4. Data pengamatan sensor fotodioda
No Jarak LED – fotodioda Intensitas cahaya Tegangan keluaran
(cm) (lux) (V)
1 0
2 5
3 15
4 20
Catatan : dalam mengambil data dimulai dari jarak 20 cm, 15 cm, 10 cm, 5 cm dan 0 cm
9. Dengan menggunakan program aplikasi Excel buatlah grafik intensitas cahaya (horizontal) vs
tegangan keluaran (vertical) dan carilah persamaan regresinya . Persamaan ini merupakan
tegangan keluaran sensor sebagai fungsi intensitas cahaya.
10. Buatlah Analisa hasil percobaan anda.
14
3) Range tegangan keluaran dari rangkaian current to voltage converter sangat sempit, bisa
kurang dari 1 volt (idealnya 5 volt atau 2,5 volt) sehingga dapat mengurangi sensitivitas
atau resolusi instrumen yang akan dihasilkan.
Berdasarkan karakteristik pengkondisi sinyal tahap pertama tersebut, maka dapat dirancang
pengkondisi sinyal tahap kedua yang memiliki karakteristik linier terhadap perubahan intensitas
cahaya dan memberikan tegangan keluaran 0 V – 5 V untuk intensitas cahaya 0 - 100 lux
(misalnya).
Untuk memenuhi persyaratan tersebut, rangkaian pengkondisi sinyal tahap kedua harus
memenuhi watak persamaan linier berikut ini :
Y=mX + C (8)
Keterangan :
Y : tegangan keluaran pengkondisi sinyal tahap kedua (0 V – 5V)
m : gradien persamaan, diperoleh melalui perhitungan.
X : input pengkondisi sinyal tahap kedua (dari keluaran tahap pertama, a V – b V)
C : konstanta, diperoleh melalui perhitungan.
Dengan mensubstitusi nilai-nilai Y dan X ke persamaan 8 maka diperoleh harga m dan C sebagai
berikut:
m = 3,000 dan C = -4,718. (misalnya)
Sehingga rangkaian pengkondisi sinyal tahap kedua harus memenuhi persamaan linier sebagai
berikut :
Y = Vo = 3,000 Vin – 4,718 (9)
Persamaan 9 secara hardware dapat direalisasikan menggunakan rangkaian penguat jumlah
membalik ( summing inverter amplifier) seperti gambar 8 di bawah ini.
Rf
R1
Vin + Vout
R2
Vref
15
Tegangan keluaran Vout rangkaian tersebut adalah :
Rf Rf
Vout = Vin Vref (10)
R1 R2
Akan tetapi tegangan keluaran rangkaian gambar 8 adalah negatif. Agar menghasilkan tegangan
keluaran positif maka tegangan masukan Vin harus dibalik (di-inverting) terlebih dahulu
menggunakan penguat membalik gain 1 (satu) kali sehingga persamaan 10 menjadi :
Rf Rf Rf Rf
Vout = (Vin) Vref Vin Vref (11)
R1 R2 R1 R2
dimana
Rf
m= = 3,086 dan (12)
R1
Rf
C= Vref = -4,718 (13)
R2
Jika ditetapkan Rf = 10 Kohm dan Vref = 2 volt maka diperoleh nilai resistor R1 dan R2 masing-
masing adalah 3,240 Kohm dan 4,239 Kohm. Akhirnya diperoleh rangkaian lengkap pengkondisi
sinyal tahap kedua yang memenuhi persamaan 9 seperti pada gambar 9 di bawah ini.
1k 10k
Vref 4,239k
16
PERCOBAAN 4. LDR (Light Dependent Resistor)
Pendahuluan
Light Dependent Resistor atau disingkat LDR adalah jenis resistor yang nilai hambatannya
tergantung pada intensitas cahaya yang diterimanya. Nilai hambatan LDR akan menurun pada
saat cahaya terang dan akan menjadi tinggi jika dalam kondisi gelap. Dengan kata lain, fungsi LDR
adalah untuk menghantarkan arus listrik jika menerima sejumlah intensitas cahaya (kondisi
terang) dan menghambat arus listrik dalam kondisi gelap.
Naik turunnya nilai hambatan akan sebanding dengan jumlah cahaya yang diterimanya. Pada
umumnya, nilai hambatan LDR akan mencapai 200 kilo ohm (kΩ), bahkan mega ohm, pada
kondisi gelap dan menurun menjadi beberapa Ohm (Ω) pada kondisi cahaya terang.
LDR yang merupakan sensor peka cahaya ini sering diaplikasikan dalam rangkaian elektronika
sebagai sensor pada lampu penerang jalan, lampu kamar tidur, rangkaian anti maling, shutter
kamera, alarm dan lain sebagainya.
17
yaitu pengukuran pada saat kondisi gelap dan kondisi terang. Dengan demikian kita dapat
mengetahui apakah komponen LDR tersebut masih dapat berfungsi dengan baik atau tidak.
18
Gambar 12. Mengukur hambatan LDR saat gelap
Catatan :
Hasil pengukuran akan berubah tergantung pada tingkat intensitas cahaya yang diterima
oleh LDR itu sendiri.
Satuan terang cahaya atau Iluminasi (Illumination) adalah lux.
Buatlah grafik intensitas cahaya vs hambatan thermistor dan persamaan yang menghubungkan
keduanya menggunakan metode regresi.
19
PERCOBAAN 5. POTENSIOMETER
Teori Dasar
Potensiometer merupakan salah satu contoh dari sensor mekanis yang sifatnya mendeteksi
perubahan gerak,seperti perpindahan, pergeseran , perputaran, dan kemiringan. Dalam
peralatan elektronik, sering ditemukan potensiometer yang berfungsi sebagai pengatur volume
di peralatan audio / video seperti radio, walkie talkie, tape mobil, DVD player dan amplifier.
Potensiometer juga sering digunakan dalam rangkaian pengatur terang gelapnya lampu (Light
Dimmer Circuit) dan pengatur tegangan pada power supply (DC generator).
Secara fisika potensiometer merupakan resistor yang nilai hambatannya dapat diatur sesuai
kebutuhan pemakainya. Struktur internal, bentuk dan symbol potensiometer seperti gambar 12.
1. Potensiometer Slider, yaitu potensiometer yang nilai resistansinya dapat diatur dengan
cara menggeserkan wiper-nya dari kiri ke kanan atau dari bawah ke atas sesuai dengan
pemasangannya.
2. Potensiometer Rotary, yaitu potensiometer yang nilai resistansinya dapat diatur dengan
cara memutarkan wiper-nya sepanjang lintasan yang melingkar. Biasanya
menggunakaniIbu jari untuk memutar wiper tersebut. Oleh karena itu, potensiometer
rotary sering disebut juga dengan thumbwheel potentiometer.
20
3. Potensiometer Trimmer, yaitu potensiometer yang bentuknya kecil dan harus
menggunakan alat khusus seperti obeng (screwdriver) untuk memutarnya.
Potensiometer trimmer ini biasanya dipasangkan di PCB dan jarang dilakukan
pengaturannya.
Gambar 14 berikut ini ditunjukkan ketiga jenis potensiometer tersebut.
Untuk tujuan sebagai sensor pergeseran maka dalam percobaan ini akan digunakan
potensiometer jenis slider (geser). Karena jenis ini sangat cocok dengan kebutuhan mendeteksi
pergeseran translasi.
Gambar 15 berikut ini ditunjukkan susunan potensiometer geser sebagai sensor pegeseran.
Potensiometer dicatu dengan baterai 9V dalam rangkaian pembagi tegangan.
21
Gambar 15. Potensiometer geser sebagai sensor pergeseran dalam rangkaian pembagi tegangan.
Pada gambar 15, pergeseran wiper berfungsi sebagai pointer pada skala jarak (menggunakan
mistar) yang diletakkan di sampingnya. Setiap pergeseran wiper akan bersesuaian dengan skala
pergeseran dalam sentimeter pada mistar.
1. Susunlah sensor potensiometer geser, baterai, multimeter (voltmeter) dan mistar seperti
gambar 15
2. Rangkaian listrik gambar 15 scara sederhana merupakan rangkaian pembagi tegangan
seperti gambar 16 a. Resistor R1 dan R2 dianalogikan seperti pada gambar 16 b.
Tegangan keluaran yang diukur oleh voltmeter secara teori adalah :
2
=
1+ 2
22
3. Pada mulanya atur wiper potensiometer hingga voltmeter terbaca 0 volt (dalam kasus ini
geser ke ujung kiri). Dalam kondisi tegangan 0 volt atur posisi wiper berhimpit atau
menunjuk skala 0 cm.
4. Geserlah wiper hingga menunjuk skala 1 cm pada mistar, kemudian bacalah tegangan
keluaran pada voltmeter.
5. Ulangi langkah ke 4 untuk pergeseran wiper sejauh 2 cm, 3 cm, 4 cm, 5 cm dan 6 cm sesuai
dengan panjang potensiometer geser.
R2
R1
(a) (b)
23
PERCOBAAN 6. SENSOR SUHU LM 35
Pendahuluan
Sensor suhu LM35 adalah komponen elektronika yang memiliki fungsi untuk mengubah besaran
suhu menjadi besaran listrik dalam bentuk tegangan. Sensor Suhu LM35 yang dipakai dalam
penelitian ini berupa komponen elektronika elektronika yang diproduksi oleh National
Semiconductor. LM35 memiliki keakuratan tinggi dan kemudahan perancangan jika
dibandingkan dengan sensor suhu yang lain, LM35 juga mempunyai keluaran impedansi yang
rendah dan linieritas yang tinggi sehingga dapat dengan mudah dihubungkan dengan rangkaian
kendali khusus serta tidak memerlukan penyetelan lanjutan.
Meskipun tegangan sensor ini dapat mencapai 30 volt akan tetapi yang diberikan kesensor adalah
sebesar 5 volt, sehingga dapat digunakan dengan catu daya tunggal dengan ketentuan bahwa
LM35 hanya membutuhkan arus sebesar 60 µA hal ini berarti LM35 mempunyai kemampuan
menghasilkan panas (self-heating) dari sensor yang dapat menyebabkan kesalahan pembacaan
yang rendah yaitu kurang dari 0,5 ºC pada suhu 25 ºC
24
IC LM 35 ini tidak memerlukan pengkalibrasian atau penyetelan dari luar karena ketelitiannya
sampai lebih kurang seperempat derajat celcius pada temperature ruang. IC LM35
penggunaannya sangat mudah, difungsikan sebagai kontrol dari indicator tampilan catu daya
terbelah. IC LM 35 dapat dialiri arus 60 μ A dari supplay sehingga panas yang ditimbulkan sendiri
sangat rendah kurang dari 0 ° C di dalam suhu ruangan.
Untuk mendeteksi suhu digunakan sebuah sensor suhu LM35 yang dapat dikalibrasikan langsung
dalam C (celcius), LM35 ini difungsikan sebagai basic temperature sensor. LM35 terdiri dari 3 pin
yaitu vcc, gnd, dan sinyal output seperti gambar di bawah ini :
25
Gambar 18. Rangkaian LM 35
7. Hubungkan Vout dengan voltmeter, pilih dengan range milivolt.
8. Masukan es batu pada wadah, masukan heater pada wadah tersebut ukurlah temperatur
dengan menggunakan thermometer Hg dan sensor LM 35. Catatlah nilai Vout dari LM 35 di
voltmeter dan temperatur dari thermometer Hg secara bersamaan dengan selang waktu 3
menit. Pada menit ke 15 mulailah mencatu daya heater sehingga es mulai cepat mencair dan
memanas. Jika perubahan suhu cepat catatlah per 5 menit nilai temperaturnya.
9. Buatlah tabel seperti dibawah
No Waktu (s) Temperatur dg Hg (0C) Vout LM 35 (Volt)
1
2
3
26
Tugas Aplikasi LM 35
Berikut ini diberikan gambar rangkaian contoh aplikasi sensor LM 35. Jelaskan untuk apakah
aplikasi pada gambar tersebut dan jelaskan prinsip kerja rangkaian
27
28