Anda di halaman 1dari 10

Pertimbangan dalam Mengukur Nilai Wajar

Mengidenfikasikan Nilai Wajar


Sebelum memberikan definisi formal dari nilai wajar, perlu untuk memahami makna intutif
dari istilah tersebut. Dalam arti luas, nilai wajar berarti nilai pasar, terminology “nilai
wajar”digunakan (bukan hanya menggunakan “nilai pasar”) karena jika pasar pri er tidak ada
untuk aset atau liabilitas dimana harga pasar bisa mudah ditentukan, orang bisa
memperkirakan “nilai wajar” dengan mengacu pasar skunder atau melalui penggunaan teknik
penilaian. Namun demikian, ide di balik nilai wajar sedapat mungkin lebih mendekati kenilai
pasar. Oleh karena itu, secara konseptual, nilai wajar tidak berbeda dengan nilai pasar saat ini
(misalnya insvestor) tentang nilai sekarang dari arus kas masuk atau arus kas keluar masa
depan yang diharapkan timbul dari aset atau labialitas.

Secara formal, SFAS 157 mengidefikasikan nilai wajar sebagai harga pertukaran,
yaitu harga yang akan diterima untuk menjual aset (atau yang akan dibayar untuk
mengalihkan liabilitas) dalam transaksi teratur (orderly transaction) antara pelaku pasar pada
tanggal pengukuran. Ada lima aspek menenai dafinisi nilai wajar yang perlu diperhatikan.

1. Pada tanggal pengukuran. Nilai wajar dari aset atau liabilitas ditentukan pada
saat pengukuran|-yaitu tanggal laporan posisi keuangan-bukan tanggal ketika aset
dibeli Pertama kalinya (atau liabilitas Pertama kali diasumsikan).
2. Transaksi hipotesis. Transaksi yang membentuk pasar dasar penilaian
merupakan hipoteisis. Tidak ada penjualan actual atau aset (atau pengalihan
liabilitas). Dengan kata lain, nilai wajar ditentukan “seolah-olah” aset telah terjual
pada tanggal pengukuran.
3. Transaksi teratur. Konsep transaksi “taratur” mengeliminasi pertukaran yang
terjadi dalam mondisi yang tidak biasa, seperti dibawah paksaan. Hal tersebut
memastikan bahwa nilai wajar merepresentasikan harga pertukaran dalam keadaan
normal, seperti harga pasar dalam harga aktif (diperdagangkan secara rutin).
4. Pengukiran berbasis pasar. Pengukuran nilai wajar merupakan pengukuran
berbasis pasar bukan pengukuran entitas spesifik. Apa artinya ini? hal ini berarti
nilai wajar sebuah aset seharusnya mencerminkan harga yang akan dibayar pelaku
pasar untuk aset tersebut (atau permintaan terhadap liabilitas) bukan nilai yang
dihasilkan melalui penggunaan khusus dari aset dalam bisnis yang spesifik.
Sebagai ilustrasi pertimbangkan sebuah perusahaan taksi yang sangat
menguntungkan yang memiliki mobil jenis tunggal. Ileh karena prospek bisnis
yang sangat bagus, nilai sekarang penerima neto masa depan dari penggunaan
mobil selama bisnisnya dierikan sebesar $65.000. akan tetapi nilai pasar dari
mobil tersebut (berdasarkan harga blue-book) hanya $15.000. nilai wajar dari
mobil tersebut adalah $15.000. (yaitu harga pertukaran berbasis pasar) dan bukan
sebesar $65.000 (yaitu nilai untuk entitas spesifik).
5. Harga keluar. Nilai wajar aset adalah harga hipotesis dimana bisnis dapat
menjual aset (harga keluar) harga tersebut bukan harga yang perlu dibnayar untuk
membeli aset (aset masuk). Demikian pula nilai wajar liabilitas adalah harga
dimana bisnis dapat mengalihkan liabilitas kepada pihak ketikga, bukan harga
yang akan mengasumsikan liabilitas tersebut.

Hierarki input
Perhatikan bahwa nilai wajar dapat diestiminasi untuk aset (atau liabilitas). Bahka ketika
pasar primer aktif tidak ada dari mana harga dapat secara langsung dipastikan. Jelas bahwa
estimasi nilai wajar yang tida diperoleh dari harga nilai pasar langsung kurang dapat
diandalkan. Dengan menyadari hal ini, para pembuat standart telah menetapkan hierrarki
input nilai wajar (yaitu asumsi yang membentuk dasar untuk memperoleh estimasi nilai
wajar). Pada awalnya ada dua input yang diakui: (1) input yang dapat diobservasi dimana
harga pasar diperoleh dari sumber independen pada perusahaan pelapor contohnya: dari harga
pasar quotasian pada efek yang dapat diperdagangkan dan (2) input yang tidak
diobservasikan, dimana nilai wajar ditentukan asumsi yang diberikan oleh perusahaan
pelapor karena aset atau liabilitas tidak diperdagangkan. Hal tersebut menimbulkan tiga level
hierrarki input sebagi berikut:

1. Input level 1: adalah harga quotasian dipasar aktif untuk aset atau liabilitas yang
identic yang dapat diakses entitas pada tanggal pengukuran. Harga terseburt
merupakan input yang paling dapat diandalkan dan harus digunakan dalam
menentukan nilai wajar apabila tersedia.
2. Input level 2: input ini termasuk (1) harga quotasian dari pasar aktif untuk aset
atau liabilitas yang serupa tetapi tidak identic, atau (2) harga quotasian untuk aset
atau liabilitas yang identic dipasar yang tidak aktif (tidak sering diperdagangkan),
meskiput input tersebut benar harga pasar, harga tersebut dapat berupa aset.
3. Input level 3: input yang tidak dapat diobservasi dan digunakan ketika aset atau
liabilitas tidak diperdagangkan atau ketika sibtutisi yang diperdagangkan tidak
dapat diidentifikasi. Input level 3 mencerminkan asumsi manajer itu sendiri yang
berkaitan dengan penilaian, termasuk data internal dari dalam perusahaan.

Hierarki input sangat penting. Seperti yang ditunjukan pada piramida dalam tampilan 2.9,
input level 1 harus menjadi input yang umumnya digunakan dan input level 3 harus
digunakan secukupnya. Sfas 157 juga mengatur pengungkapan catatan kaki dimana informasi
yang terkait level input yang digunakan untuk menentkan nilai wajar harus dilaporkan.
Seorang analisis dapat menggunakan informasi tersebut untuk mengevaluasi tingkat
keandalan jumlah nilai wajar yang diakui. Terahir, perlu diperhatikan bahwa meskipun input
level 1 dan input level 2 tersedia untuk menilai aset dan liabilitas keuangan. Kebanyakan aset
oprasi dan liabilitas mungin perlu menggunakan input level 3.

• Input yang tidak dapat diobservasi mencerminkan asumsi manajemen sendiri tentang
asumsi yang akan dibuat pelaku pasar.

• Harga yang dapat diobservasi baik secara langsung atau tidak langsung dipasar aktif
untuk aset dan liabilitas yang serupa harga quotasian untuk iltem yang identik atau
serupa dipasar yang tidak aktif; input selain harga quotasian (misalnya tingkat bunga,
kurva yield, resiko kredit, volatilitas); atau “input yang diperkuat pasar (market
corroborated)”

• harga quotasian dipasar aktif yang entitas pelapor mempunyai kemampuan untuk
mengakses pada tanggal pelaporan, untuk aset dan liabilitas yang identik, harga tidak
disesuaikan untuk dampak yang tejadi, jika ada, dari entitas pelapor yang menahan
blok yang relatif besar terhadap volume perdagangan secara keseluruhan (disebut
sebagai "faktor penghambat--blockage factor".

Teknik Penilaian
Teknik penilaian yang tepat tergantung ketersediaan input data. Sebelum teknik dipilih, maka
harus digunakan secara konsisten, kecuali ada beberapa perubahan keadaan yang
memungkinkan penentuan nilai wajar yang lebih akurat ada tiga pendekatan pasar untuk
penilaian adalah sebagai berikut:

 Pendekatan pasar. Sesuai namanya, pendekatan pasar (market approach)


menggunakan harga baik secara langsung atau tidak langsung dari transaksi pasar
yang sebenarnya. Kadang-kadang, harga pasar perlu ditrasformasikan kedalam
beberapa cara dalam menentukan nilai wajar. Pendekatan ini dapat digunakan
untuk sebagai input level 1 atau input level 2.
 Pendekatan penghasilan. Dalam pendekatan penghasilan (income approach),
nilai wajar diukur dengan mendiskontokan harapan arus kas atau laba masa depan
untuk priode berjalan. Harapan pasar saat ini perlu digunakan sejauh mungkin
dalam menentukan nilai diskoto. Contoh dari pendekatan semacam ini termasuk
menilai aset tak berwujud bedasarkan potensi arus kas masa depan yang
diharapkan atau dengan menggunakan teknik penentuan harga opsi (seperti odel
black-scholes) untuk menilai opsi saham karyawan.
 Pendekatan biaya. Pendekatan biaya (cost approach) digunkanan untuk
menentukan biaya pengganti saat ini untuk aset, yaitu menentukan biaya
pengganti kapasitas manfaat yang tersisa dari suatu aset. Dalam pendekatan ini,
nilai wajar ditentukan sebagai biaya kini kepada pelaku pasar (bertindak sebagai
pembeli) untuk memperoleh atau membangun aset pengganti dan manfaat
sebanding setelah disesuaikan dengan pengembangan teknologi, pemakaian alam
dan kerusakan alam dan keusangan ekonomis.

Implikasi analisis a

Adopsi akuntasi nilai wajar mempunyai implikasi yang disignifikan bagi analisis laporan
keuangan. Pada bagian ini akan membahas keunggulan dalam kelemahan akuntansi nilai
wajar dan masalah yang perlu dipertimbangkan bagi seorang analis ketika menganalisis
laporan keuangan yang dibuat dengan akuntansi nilai wajar. Terahir bagian ini akan
membahas staus terkini terkait akuntansi dan inisiatif FASB dimasa depan.

Keunggulan dan kelemahan akuntansi nilai wajar

Peralihan menuju akuntansi nilai wajar telah menimbulkan perdebatan yang intes para
pendukung maupun pengkritik akuntansi nilai wajar sama sama vocal dalam menyuarakan
pandagannya.

Keunggulan utama dari akuntansi nilai wajar adalah sebagai berikut:

 Mencerminkan informasi terkini. Tidak dapat disangkal bahwa akuntansi nilai


wajar mencerminkan informasi terkini mengenai nilai aset dan liabilitas dalam
laporan posisi keuangan. Sebaliknya, informasi biaya historis bisa ketinggalan
zaman, menimbulkan apa yang disebut dengan aset atau liabilitas yang
“tersembunyi”. Misalnya, aset dari perusahaan manufaktur dengan serius
dinyatakan terlalu rendah karena nilai pasar terkini dari kepemilikan real estat
mereka tidak direflesikan dalam laporan posisi keuangan. Hal ini secara jelas
bahwa keunggulan yang paling penting dari nilai akuntansi nilai wajar diatas
model biaya historis. Dengan mereflesikan informasi yang lebih terkini, akuntansi
nilai wajar menjadi lebih relavan dalam pengambilan keputusan.
 Kriterian pengukuran yang konsisten. Keunggulan lain yang ditekankan oleh
para pembuat standar adalah bahwa akuntansi nilai wajar memberikan kriteria
pengukuran yang konsisten secara konseptual bagi aset dan liabilitas. Pada saat
ini, akuntansi keuangan mengikuti campuran pendekatan yang disebut model
atribut campuran. Misalnya, aset tetap seperti tanah dan bangunan diukur
menggunakan biaya historis, tetapi aset keuangan seperti efek yang dapat
diperdagangkan dicatat sebesar harga pasar saat ini. bahkan untuk hal yang sama,
kriteria yang tidak konsisten digunakan karena prinsip konservatisme: contohnya,
persediaan biasanya dinilai sebesar biaya kecuali kalau nilai pasar turun dibawah
biaya historis, dimana dalam hal ini biasanya persediaan diukur menggunakan
kriteria yang konsisten dan menarik secara konseptual.
 Komparabilitas. Oleh karena konsitensi dengan cara mengukur aset dan
liabilitas, maka dapat dikatakan bahwa akuntansi nilai wajar akan meningkatkan
komparabilitas, yaitu kemampuan untuk membandingkan laporan keuangan dari
perusahaan yang berbeda.
 Tidak ada bias konservatif. Akuntansi nilai wajar diharapkan dapat
menghilangkan bias konservasif (conservative bias) yang saat ini ada didalam
akuntansi. Menghilangkan konservatisme diharapkan dapat meningkatkan
keandalan karena netralitas, yaitu melaporkan informasi tanpa bias.
 Lebih berguna untuk analisis ekuitas. Salah satu keluhan akuntansu tradisional
adalah terlalu berorientasi dalam memberikan informasi untuk analisis kredit.
Misalnya, penggunaan biaya historis yang konservatif lebih dirancang untuk
memberikan estimasi resiko sisi bawah (up-side potential) bisnis tersebut. Banyak
yang berpendapat bahwa pengapdopsian model nilai wajar akan membuat
akuntansi lebih berguna untuk analisis ekuitas.

Kelemahan utama dari akuntansi nilai wajar adalah sebagai berikut:


 Objektivitas lebih rendah. Kritik utama terhadap akuntansi nilai wajar adalah
kurang diandalkan karena kurangnya objektivitas. Masalah ini sangat berkaitan
dengan jenis input yang digunakan. Sementara tidak seorangpun yang meragukan
objektivitas level 1, tetapi tidak untuk input level 3. Oleh karena input level 3
tidak dapat diobservasi dan tidak bisa didasarkan pada asumsi yang dibuat
manajer, banyak kehawatiran jika penggunaan input level 3 menjangkau luas-
khususnya untuk aset oprasi dan labilitas untuk mengurangi keandalan informasi
laporan keuangan.
 Kerentaan terhadap manipulasi. Berkaitan erat dengan objektivitas yang rendah
ada kehawatiran bahwa akuntansi nilai wajar akan meningkatkan kemampuan
manajer untuk memanipulasi laporan keuangan. Sekali lagi masalah ini berkaitan
dengan penggunaan level 3 lebih sulit untuk memanipulasi nilai wajar ketika input
level 1 dan input level 2 digunakan.
 Penggunaan input level 3. Oleh karena input level 3 kurang objektif, masalah
krusial yang akan menentukan keandalan akuntansi nilai nilai wajar adalah sampai
sejuah mana input level 3 akan digunakan. Krisis kredit baru baru ini terjadi
diamerika serikat telah menunjukan bahwa pada aset keuangan atau liabilitas,
sebagian besar perusahaan harus beralih secara ekstensif dengan menggunakan
input level 3 karena likuiditas yang buruk dipasar kredit. Kebutuhan penggunaan
input level 3 secara jelas diharapkan akan lebih besar untuk aset oprasi dan
liabilitas. Jika input ;level 3 digunakan secara luas, maka semakin banyak yang
percaya bahwa model akuntansi nilai wajar akan mengurangi keandalan laporan
keuangan.
 Tidak adanya konservatisme. Ada banyak akademisi dan praktisi yang lebih
memilih akuntansi konservatif. Ada dua keunggulan utama dari konservatisme
adalah bahwa (1) secara alamiah saling hapus (offsets) bias optimis pada bagian
manajemen melaporkan laba yang lebih tinggi atau aset neto yang lebih tinggi,
dan (2) penting bagi analisis kredit dan kontrak utama karena kreditor lebih
memilih laporan keuangan yang menyoroti laporan sisi bawah (down-side risk).
Para pendukung observasi konservatisme diingatkan bahwa pengadopsian model
nilai wajar yang bertujuan untuk menjadi tanpa bias akan menyebabkan laporan
keuangan untuk dibuat agresif, sehingga mengurangi kegunaannya terhadap
kreditor, yang merupakan salah satu bagian yang paling penting dari pengguna
informasi keuangan.
 Volatilitas laba yang berlebihan. Salah satu kehawatiran yang paling serius dari
penggunaan model nilai wajar adalah volatilitas laba yang berlebihan. Seperti
yang dijelaskan sebelumnya, berdasarkan model nilai wajar, laba ini hanya
perubahan neto nilai aset dan liabilitas. Oleh karena set biasanya sangat
berhubungan dengan laba dan karena nilai wajar dapat berubah secara segnifikan
disetiap waktu, maka perubahan nilai wajar dari aset dapat menyebabkan laba
dilaporkan menjadi sangat flukluatif. Para pembuat standart sadar akan masalah
tersebut dan memulai proyek untuk mengubah peyajian laporan keuangan dan
akan akan mempertimbangkan serta melaporkan pengukuran laba menengah
(intermediate) yang mencerminkan oprasi perusahaan.

Implikasi untuk analisis

Oleh karena dampak yang mendalam pada akuntansi nilai wajar terhadap laporan keuangan,
ini akan mempengaruhi bagaimana perlakuan dalam membuat laporan keuangan. Ada
beberapa masalah penting yang perlu dipertimbangkan dalam menganalisis laporan keuangan
yang dibuat dengan model nilai wajar.

 Berfokus pada laporan posisi keuangan. Saat ini, laporan laba rugi bisa dibilang
laporan paling penting untuk analisis. Secara khusus, analisis ekuitas cenderung
kurang memberi perhatian pada laporan posisi keuangan. Alasanya adalah bahwa
laporan posisi keuangan tidak terlalu informative dalam model biaya historis. Hal
ini akan berubah dengan diterapkannya akuntansi nilai wajar. Laporan posisi
keuangan akan menjadi laporan yang penting karena laba bottom-line hanya
karena mengukur perubahan neto aset dan liabilitas. Oleh karena itu, fokus
analisis laporan keuangan akan beralih dari laporan keposisi keuangan.
 Menyatakan kembali laba. Menganalisis dan menyatakan kembali laba akan
menjadi krusial untuk tugas bagi para nalisis. Laba bottom-linedalam model
akuntansi nilai wajar hanya mengukur perubahan neto nilai wajar aset dan
liabilitas. Pengukuran laba ini secara konseptual lebih mendekatoi laba ekonomi
sehingga kurang berguna untuk menganalisis profitabilitas periode berjalan atau
memperkirakan laba masa depan. Analis harus menganalisis laba dengan hati hati
untuk memisahkan dampak dari oprasi saat ini dari keuntungan yang belum
direalisasi dan kerugian akibat perubahan nilai wajar aset dan liabilitas.
 Menganalisis penggunaan input. Seperti yang dijelaskan sebelumnya, input
level 3 kurang dapat diandalkan dan lebih rentan terhadap manipulasi. Oleh
karena itu, tugas utama dalam analisis laporan keuangan ketika menggunakan
akuntansi nilai wajar adalah menganalisis level input yang telah digunakan untuk
menentukan nilai aset dan liabilitas, secara khusus penting untuk
mengindentifiaksi dan menguatifikasi untuk sejauh mana input level 3 digunakan
nilai wajar. Untungnya, perusahaan diminta untuk memberikan pengungkapan
catatan kaki yang terperinci terkait asumsi yang mendasari pada etimasi nilai
wajarnya, termasuk jenis input yang digunakan digunakan.
 Menganalisis liabilitas keuangan. Nilai wajar dari efek utang berkurang dari
wajar dengan adanya penurunan kelayakan kredit dari pinjaman. Hal ini membuat
situasi yang berlawanan sehubungan dengan penilaian liabilitas keuangan suati
bisnis (misalnya kewajiban utang). Penurunan kelayakan bisnis akan
mengakibatkan menurunnya nilai wajar dari kewajiban utang. Penurunan ilia
wajar dari kewajiban utang akan mengakibatkan pengakuan keuntungan yang
belum direalisasikan, yang seolah olah akan melakukan penggelembungan laba
selama priode tersebut. Dasar perilaku untuk akuntansi ini adalah ketika
keseluruhan laporan posisi keuangan dibuat berdasarkan nilai wajar, pengurangan
nilai wajar atas utang tidak mungkin terjadi tanpa danya penurunan yang
sebanding (atau mingkin kebih besar) dari nilai wajar. Oleh kare itu apabila dibuat
secara bersamaan maka mungkin tidak ada kenaikan artifisial dalam ekuitas.

Meskipun penjelasan tersebut masuk akal, masih terdapat masalah dengan bagaimana
perlakuan akuntansi tersebut akan mempengaruhi rasio utang yang belum dibayar, bukan
dengan nilai wajarnya. Hal ini akan memberikan indikasi yang lebih baik dari kemampuan
bisnis untuk memenuhi komitmen tetep.

Status terkini pengadopsian nilai wajar

Pada bagian ini akan dibahas masalah konseptual yang berhubungan dengan akuntansi nilai
wajar. Pembahasan ini dikemas dengan asumsi bahwa akuntansi nilai wajar diadopsi untuk
semua aset dan liabilitas pada laporan keuangan. Meskipun scenario ini dapat menjadi
kenyataan di masa depan, penting untuk memperhatikan bahwa akuntansi nilai wajar saat ini
tidak dapat diterapkan pada semua aset dan liabilitas.
Pada saat ini, akuntansi nilai wajar diterapkan terutama aset dan liabilitas yang
bersifat keuangan dalam arti luar. Aset liabilitas ini mencakup aset yang dapat
diperdagangkan, investasi, laporan keuangan, dan kewajiban utang. SFAS 157 tidak
menetapkan aset dan liabilitas daru ynag herus menggunakan model nilai wajar. Akan tetapi,
baru ini SFAS 159 mengixzinkan perusahaan untuk mengadopsi secara sukarela akuntansi
nilai wajar untuk aset dan liabilitas keuangan mereka sendiri.

Selain aset keuangan dan liabilitas keuangan, baru baru ini aset dan liabilitas yang
terkait dengan dana pension dan manfaat purna karya (postretirement benefits) diharuskan
untuk dinilai wajar pada laporan keuangan (SFAS 158). Akan tetapi keuntungan yang belum
direalisasikan dan kerugian akibat perubahan aset dan liabilitas ini tidak diakui dalam laba
neto.

FASB (dan IASB) saat ini sedang terlibat pengujian bagaimana penerapan model
akuntansi nilai wajar lebih komprehensif dapat dilakukan, termasuk menggunakan model
nilai wajar untuk aset oprasi dan liabilitas. FASB secara bersamaan juga mempertimbangkan
suatu proyek yang secara radikal mengubah penyajian laporan keuangan. Perubahan ini
mempunyai implikasi yang penting terhadap analisis laporan keuangan.

Anda mungkin juga menyukai