Anda di halaman 1dari 10

ETIKA PROFESI DAN DESAIN

Etika sebuah profesi sangatlah penting. Kegiatan bisnis haruslah memiliki etika,
guru memiliki etika, pembawa berita memiliki etika, seorang manager memiliki
etika. Namun apakah etika perlu dan penting untuk seseorang yang pekerjaannya
hanyalah merancang dan mendesain grafis atau visual?

Desain Grafis itu berasal dari dua kata yaitu Desain dan Grafis. Kata desain
berarti proses atau perbuatan dengan mengatur segala sesuatu sebelum bertindak
atau merancang. Sedangkan grafis adalah titik atau garis yang berhubungan
dengan cetak mencetak.

Jadi dengan demikian Desain grafis ialah suatu bentuk komunikasi visual yang
menggunakan gambar untuk menyampaikan informasi atau pesan seefektif
mungkin. Dalam desain grafis, teks juga dianggap gambar karena merupakan hasil
abstraksi simbol-simbol yang bisa dibunyikan.

Desain grafis diterapkan dalam desain komunikasi dan fine art. Seperti jenis
desain lainnya, desain grafis dapat merujuk kepada proses pembuatan, metode
merancang, produk yang dihasilkan (rancangan), atau pun disiplin ilmu yang
digunakan (desain).

Dalam bidang kompetensi Desain Grafis, hal yang harus dikuasai sebelum bekerja
adalah:

1. Sikap (Attitude)

Bekerja sebagai penunjang di bidang komunikasi membutuhkan manusia yang


sadar akan tugasnya sebagai pengantar pesan/informasi. Pada tingkat awal, telah
disadarkan akan pentingnya aspek informatif. Pada jenjang yang lebih tinggi
dibutuhkan wawasan mengenai teori komunikasi untuk melakukan tugas yang
lebih rumit dalam mengolah sebuah visual. Hal tersebut menyangkut
pertimbangan tentang:

- Pesan/message (apa maksud informasi)

- Khalayak/audience (siapa masyarakat/target yang dituju)


- Sasaran/objective (apa yang diharapkan setelah mendapat informasi).

Kerumitan ketiga aspek ini akan berkembang sejalan dengan makin kompleksnya
masalah komunikasi yang dihadapi.

2. Pengetahuan, Ketrampilan, dan Kepekaan (Skill, Knowledge, and Sensibility)

Dalam bidang desain grafis beberapa pengetahuan dasar umum dan keterampilan
khusus perlu diperoleh sebelum terjun ke lapangan kerja. Berikut pengetahuan
yang wajib dimiliki oleh seorang desainer grafis:

- Pengetahuan, keterampilan dan kepekaan oleh unsur rupa/desain (garis, bidang,


bentuk, tekstur, kontras, ruang, irama, warna, dan lain-lain) serta prinsip desain
(harmoni, keseimbangan, irama, kontras, kedalaman, dan lain-lain).

- Pengetahuan warna (lingkaran warna, intensitas, analog, saturasi, kromatik, dan


lain-lain) dan kepekaan warna baik aditif (cahaya langsung) maupun subtraktif
(pantulan/pigmen), pengetahuan warna monitor (RGB) dan warna untuk
percetakan (CMYK, Spot Colour).

- Memiliki pengetahun dan keterampilan dalam oleh huruf/tipografi: family font,


ukuran huruf, bobot huruf, istilah dalam tipografi, keterampilan mengolah huruf
secara manual (dengan tangan) maupun secara digital.

- Memiliki ketrampilan menggambar dan kepekaan pada unsur gambar (garis,


bidang, warna, dan seterusnya).

- Memiliki pengetahuan dasar fotografi.

3. Kreatifitas (Creativity)

Kemampuan kreatif merupakan kompetensi kunci dalam profesi ini. Bidang


desain grafis menuntut hasil yang bukan hanya benar dan sesuai misi komunikasi,
tetapi juga karya yang menampilkan keunikan dan kesegaran gagasan. Hal ini jadi
penting karena pada dasarnya manusia selalu menuntut hal baru untuk
menghindari kebosanan, dalam era banjir informasi seperti yang kita alami saat ini
(tiap orang menerima sedikitnya tujuh ribu informasi per hari) pesan yang tak
unik/menarik akan hilang ditelan kegaduhan komunikasi. Dalam lingkup
demikian kreativitas seorang ahli bidang ini akan dihargai.

ETIKA DESAINER GRAFIS

Berkaitan dengan waktu, desain grafis sangat dipengaruhi oleh dunia bisnis,
teknologi, teori/konsep baru, media baru dan gaya hidup dengan segala
perkembangan dan tuntutannya. Lingkup dunia desain grafis semakin luas dan
kompleks dalam kurun waktu 15 tahun belakangan ini, terutama sejak adanya
krisis global 2008. Untuk itu, untuk mencapai optimasi hasil desain grafis yang
berkualitas, dibutuhkan strategi dan taktik baru. Etika desain merupakan salah
satu konsep untuk pencapaian hasil yang berkualitas tersebut.

Kode etik merupakan pernyataan formal dari nilai-nilai etis dan sosial dalam
sebuah organisasi (komersial). Kode etik biasanya berisi prinsip umum mengenai
keyakinan organisasi pada hal-hal seperti: kualitas, kepegawaian, lingkungan, dll.
Selain itu juga mencakup masalah prosedur yang akan digunakan dalam situasi
tertentu, misalnya: konflik kepentingan, dll. Efektivitas kode etik biasanya
bergantung pada dukungan manajemen dengan pemberian sanksi maupun
penghargaan.

Desain adalah suatu karya cipta atau perancangan manusia yang melakukan usaha
pemecahan masalah untuk menghasilkan karya dalam memenuhi keperluan,
kebutuhan dan keinginan sekelompok masyarakat.

Etika desain yang dibahas disini terbatas pada Desain Komunikasi Visual atau
Desain Grafis, suatu pendekatan dan pertimbangan kreatif yang esensial dan ideal
dalam mencapai optimasi desain yang integral.

Seorang desainer haruslah memiliki respect diri. Seorang desainer tidak boleh
menganggap pekerjaan diri sendiri (desainer) lebih rendah dari pekerjaan lain
dikarenakan desain itu diperlukan dalam berbagai jenis pekerjaan dan dalam
kehidupan sehari-hari.
KONSEP ETIKA DESAINER GRAFIS

1. Benar

Tidak melakukan plagiat dan mentaati undang-undang hak cipta.

2. Baik

Berdasarkan teori Aksiologi yang menyatakan bahwa pertimbangan desain yang


baik adalah keserasian dan keindahan. Segalanya berkaitan dengan estetis dan
terlihat baik. Konsep ini bersifat lebih subyektif dalam memenuhi fungsi DKV
atau desain grafis (informatif) dikarenakan penekanannya tetap pada hasil atau
tujuan akhir. Apakah hasil akhirnya baik atau tujuan diinginkan tercapai? Desain
grafis cenderung melibatkan konsep komunikasi pemasaran.

3. Dapat diterima/komunikatif

Bahwa hasil karya dapat diterima target sasaran sesuai dengan aspek geografis,
demografis dan khususnya psikografis sasaran, seperti kelas sosial, gaya hidup,
kebiasaan, personalitas, sikap, motivasi. Semua erat dengan kebudayaan dan
norma. Termasuk penggunaan pendekatan komunikasi: emosional, rasional dan
moral.

4. Mampu mendukung peningkatan nilai-nilai (values)

Hubungan manusia dengan manusia.

Kemudahan (sign dan segala media informasi lainnya)

Kenyamanan (kampanye, kemasan)

Keamanan (sign, kampanye)

Kesejahteraan (kampanye)

Keindahan (majalah, buku, poster)

Mendukung promosi (periklanan)

Kesenangan/hiburan (berbagai media)


Hubungan manusia dengan lingkungan.

Keseimbangan eco-system/environment melalui kampanye dan program desain


grafis

Hubungan manusia dengan pencipta.

Nilai religi (berbagai media)

5. Nilai tambah (value-added)

Sebagai tuntutan abad ke-21, beredar pernyataan bahwa “Good Design not
Enough“. Desain yang baik perlu nilai tambah. Desainer harus dapat
menghasilkan suatu desain yang paling baru diantara desain yang terbaru dan
yang paling baik diantara desain yang baik.

ILMU YANG PERLU DIPELAJARI

Desain Grafis merupakan bidang ilmu yang meliputi banyak aspek mulai dari
seni, komunikasi, teknologi hingga sosial budaya. Dalam aspek seni rupa, kita
harus mempelajari dasar-dasar seni rupa seperti komposisi, warna, layout,
tipografi dan ilustrasi serta aplikasinya dengan teknologi seperti teknik reproduksi
grafika, fotografi dan komputer. Karena desain grafis adalah seni rupa terapan,
maka ketika terjun dalam dunia bisnis sebaiknya seorang desainer grafis juga
mempelajari ilmu komunikasi, manajemen dan marketing

Dalam berbagai permasalahan memerlukan solusi kreatif dan hal ini dapat
menghasilkan karya yang kreatif. Dalam prosesnya, seorang desainer grafis
memerlukan waktu, ruang, keahlian, atau sumber daya lainnya untk menghasilkan
suatu hasil. Proses desain pada umumnya memperhitungkan aspek fungsi, estetik
dan berbagai macam aspek lainnya yang biasanya datanya didapatkan dari riset,
pemikiran, brainstorming, maupun dari desain yang sudah ada sebelumnya.
KODE ETIK

Kode etik merupakan pernyataan formal dari nilai-nilai etis dan sosial dalam
sebuah organisasi (komersial). Kode etik biasanya berisi prinsip umum mengenai
keyakinan organisasi pada hal-hal seperti: kualitas, kepegawaian, lingkungan, dll.
Selain itu juga mencakup masalah prosedur yang akan digunakan dalam situasi
tertentu, misalnya: konflik kepentingan, dll. Efektivitas kode etik biasanya
bergantung pada dukungan manajemen dengan pemberian sanksi maupun
penghargaan.

Bagi desainer grafis, kode etik bertujuan mencapai 'fair play' yang artinya bahwa
semua yang berhubungan dengan industri maupun profesi tersebut, seperti: klien,
desainer, serta pihak-pihak lainnya memiliki hubungan yang seimbang dalam hak
dan kewajiban sesuai dengan aturan yang disepakati/ berlaku. Kode etik disusun
guna mencegah terjadinya praktek bisnis curang/ tidak adil serta kerugian-
kerugian yang akan diakibatkannya.

Selain itu, kode etik disusun guna memperjelas hal-hal penting dalam hubungan
kerja antara klien, desainer maupun pihak ketiga lainnya, sehingga harapan
masing-masing pihak, serta standar profesional dalam industri/ profesi ini dapat
tercapai. Kode etik juga diharapkan dapat membantu memperjelas pengetahuan
klien mengenai apa, mengapa, bagaimana desain grafis itu.

ETIKA PROFESI DESAIN ARSITEK

Secara umum etika kita kenal sebagai tata atur hubungan antara manusia yang
menyangkut hubungan yang berkaitan dengan hak dan kewajiban di dalam
berbagai lini kehidupan, baik dalam sebuah rumah tangga, dalam lingkungan
perumahan, dalam lingkungan kerja maupun dalam lingkungan bernegara. Etika
yang menjadi fokus dalam telaah ini adalah etika yang berkaitan dengan profesi
seorang arsitek. Lingkup pengaturan ini berupa hubungan antara arsitek dengan
owner, arsitek dengan sesama arsitek, arsitek dengan profesi lain yang memiliki
keterkaitan pekerjaan.
Dalam menjalankan tugas profesinya arsitek dibatasi dengan etika profesi. Namun
hanya arsitek yang menjadi anggota Ikatan Arsitek Indonesia (IAI) saja yang
terikat dengan aturan kode etik yang tercurah dalam Kode Etik Arsitek dan
Kaidah Tata Laku Profesi Arsitek Ikatan Arsitek Indonesia (IAI), juga negara
mulai memasuki pada wilayah ini sejak diberlakukannya Undang-undang Jasa
Konstruksi (UUJK) No. 18 tahun 1999 dan Undang-undang Bangunan Gedung
(UUBG) no. 28 tahun 2008, serta beberapa peraturan pemerintah dan petujuk
operasionalisasi kedua Undang-undang tersebut, saat ini turut mengatur kode etik
secara tidak langsung. Serta harapannya kedepan bahwa Undang-Undang Arsitek
dapat mengimbangi pada sisi lain. Karena bila melihat pada kedua undang-undang
tadi maka lebih memfokuskan kewajiban dari seorang arsitek dan belum mengatur
hak-hak arsitek. Tentunya kondisi perundangan yang demikian saat ini merupakan
sebuah kelemahan perlindungan terhadap seorang perencana.

Demikianlah Ikatan Arsitek Indonesia dengan penuh kesadaran dan tanggung


jawab merumuskan Kode Etik Arsitek sebagai berikut :

Pasal 1

Dalam menunaikan tugas profesional yang dipercayakan kepadanya, seorang


arsitek bertanggungkepada diri sendiri dan mitra kerja, profesi dan ilmu
pengetahuan, masyarakat dan umat manusia sertabangsa dan negara, sebagai
pengabdian kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Pasal 2

Dalam menunaikan tugas, seorang arsitek membaktikan seluruh kemampuan,


ketrampilan,pengetahuan dan perasaan yang dimilikinya di dalam proses
pembangunan demi kesejahteraan umatmanusia lahir dan bathin, dengan tetap
menjaga kemandirian berpikir dan kebebasan bersikap.

Pasal 3

Seorang arsitek harus menempatkan diri, menata pikiran dan hasil karyanya,
bukan sebagai tujuan melainkan sarana yang digunakan secara maksimal dalam
mencapai tujuan kemanusiaan denganberupaya hemat sumber daya serta
menghindar dampak negatif

Pasal 4

Atas dasar kepercayaan atas keutuhan integritas, keahlian, kujujuran, kearifan dan
rasa sosial yangdilimpahkan kepadanya, maka seorang arsitek mendahulukan
tanggung jawab dan kewajiban dari padahak dan kepentingan diri sendiri.

Pasal 5

Tanpa mengurangi hak dan kepentingan pemberi tugas, seorang arsitek berusaha
memahami dan memperjuangkan kepentingan umat manusia dan masyarakat
pemakai, sekalipun pihak ini bukanpemberi imbalan jasa secara langsung.

Pasal 6

Arsitek sebagai budayawan harus berupaya mengangkat nilai-nilai sosial budaya


melalui karyanya dan tidak semata-mata menggunakan pendekatan teknis.

Pasal 7

Pada tahap manapun dalam proses pembangunan, arsitek harus menunaikan


tugasnya secara bijak dan konsisten.

KODE ETIK PROFESI ARSITEK.

Dalam menjalankan tugas profesinya arsitek dibatasi dengan etika profesi. Namun
hanya arsitek yang menjadi anggota Ikatan Arsitek Indonesia (IAI) saja yang
terikat dengan aturan kode etik yang tercurah dalam Kode Etik Arsitek dan
Kaidah Tata Laku Profesi Arsitek Ikatan Arsitek Indonesia (IAI).

Ada 5(lima) kewajiban yang harus dipenuhi oleh arsitek professional (kewajiban
secara umum, kewajiban pada masyarakat, kewajiban pada profesi, kewajiban
pada pengguna jasa, kewajiban pada teman sejawat). Tidak terpenuhinya 5(lima)
kewajiban tersebut oleh arsitek dianggap suatu penyimpangan atau pelanggaran
kode etik.
1. Penyimpangan/Pelanggaran terhadap kepentingan Umum.

Seorang arsitek tidak semaksimal mungkin untuk menampilkan kepakaran dan


kecakapannya secara maksimal dalam menangani pekerjaan . Mendesain
bangunan tanpa meneliti bahwa lokasi perencanaan merupakan kawasan yang
mempunyai nilai sejarah dan budaya tinggi yang harusnya dilestarikan. Bersikap
masa bodoh atau membiarkan bahwa ada suatu kegiatan renovasi/pembangunan
pada suatu bangunan yang mempunyai nilai sejarah dan budaya tinggi yang
seharusnya dilestarikan Menggunakan SDM yang tidak sesuai dengan
keahliannya dan tingkat kemampuan dan pengalamannya bidang arsitektur dalam
menangani perancangan bangunan. Memberikan pelayanan teknis keahlian yang
berbeda karena factor SARA, golongan dan gender.

2. Penyimpangan/Pelanggaran terhadap kepentingan masyarakat.

Melanggar hukum dengan mengabai-kan undang-undang/ peraturan yang terkait


dengan proyek pembangunan. Menjanjung dan mempromosikan dirinya untuk
mendapatkan pekerjaan baik secara lesan atau lewat media. Menyebut suatu
produk bahan dalam pekerjaan proyeknya dengan mendapat imbalan. Melakukan
penipuan / kebohongan terkait dengan tugas profesi arsitek. Menyuap kepada
pihak tertentu untuk mendapatkan pekerjaan.

3. Penyimpangan/Pelanggaran terhadap Pengguna Jasa.

Melaksanakan pekerjaan bidang arsitektur tanpa memiliki Sertikat Keahlian


Arsitek. Menerima pekerjaan bidang arsitektur diluar jangkauan kemampuannya.

Mengajukan imbalan jasa yang tidak sesuai standard /hubungan kerja /standar IAI
bidang arsitektur. Tidak melasanakan tugas pekerjaan sesuai dengan kontrak yang
berisi tentang lingkup penugasan, produk yang diminta, imbalan jasa yg
disepakati, tugas dan tanggung jawab yang diembannya, hak dan kewajiban yang
harus dipenuhi. Mengubah/mengganti lingkup/program/target penugasan tanpa
seijin pemberi tugas Membuka rahasia dan menginformasikan pada pihak lain
tanpa persetjuan pemberi tugas. Menawarkan atau mengarahkan suatu pemberian
kepada calon pengguna jasa atau penggunaan jasa untuk memperoleh
penunjukan. Menyarankan kepada pengguna jasa untuk melakukan pelanggaran
hukum atau kode etik dan kaidah tata laku profesi untuk mendapatkan hasil yang
lebih baik.

4. Penyimpangan/Pelanggaran terhadap Profesi.

Menandatangani suatu pekerjaan sebagai arsitek yang bukan dari hasil desainnya.
Membuat pernyataan yang keliru/menyesatkan/palsu atas fakta materiil,
kualifikasi keprofesian, pengalaman kerja atau penampilan karya kerjanya serta
mampu menyampaikan secara cermat lingkup dan tanggung jawab yang terkait
dengan pekerjaan yang diakui sebagai karyanya. Bermitra dengan orang yang
tidak terdaftar dalam asosianya.

5. Penyimpangan/Pelanggaran terhadap teman sejawat.

Tidak memberitahukan pada arsitek yang terdahulu apabila


meneruskan/mengganti pekerjaannya. Meniru/mengambil alih karya arsitek lain
tanpa seijin arsitek yang bersangkutan. Mengambil alih pekerjaan arsitek lain
sebelum ada pemutusan hubungan kerja dengan pihak pengguna jasa. Mengubah
usulan imbalan jasanya demi mendapatkan keuntungan kompetitif dari arsitek
lain. Mengikuti sayembara yang tidak direkomendasikan IAI.

Anda mungkin juga menyukai