Anda di halaman 1dari 4

Nama : Anang Ma’ruf

NIM : A92217102

Kelas :D

Mata Kuliah : Kesustraan

Analisis Novel Larasati Karya Pramodya Ananta Toer !!!

Novel Larasati ini menceritakan revolusi Indonesia pasca kemerdekaan. Tetapi bukan
dari optik orang-orang besar ataupun orang tua, melainkan dari seorang perempuan yang
bernama Larasati. Seorang aktris panggung dan bintang film yang cantik. Dari kisah
perjalanan perempuan inilah terekam sebuah potret keksatriaan kaum muda merebut hak
merdeka dari tangan orang-orang asing. Bermula dari keinginannya berangkat ke Jakarta
menemui ibunya, Larasati banyak melihat potret nasib anak muda pejuang Revolusi
Indonesia dalam menghadapi Belanda. Ada juga pribumi yang menjadi serdadu-serdadu
belanda dan rela menjual tanah air mereka sendiri demi keuntungan pribadi. Kaum pemuda di
kampung-kampung yang bergerak atas kesadaran masing-masing mencoba melawan belanda
dengan keberanian mereka hingga rela mati demi tegaknya Revolusi. Larasati ikut berjuang
bersama mereka dan menemukan arti Revolusi bagi dirinya dengan berjuang melalui caranya
sendiri. Hingga akhirnya Revolusi berhasil menang dan Larasati bertemu Kapten Oding yang
menikahinya.
1. Tema
Perjuangan Larasati dalam memaknai arti kemerdekaan dan kepahlawanan
Revolusioner dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia

2. Alur
Jika diamati Novel Larasati memiliki alur ganda selain alur maju, juga bercampur
dengan alur mundur melalui unsur flashbacknya. Banyak adegan yang mengingatkan
tokoh Ara mengenai masa lalunya seperti saat Ara mengingat ketika masih muda
keluar rumah pada malam hari malam dari rumah, ketika ia bertemua dengan seorang
jepang angkatan laut, yang pernah memberinya uang. Seperti pada cuplikan kalimat
berikut:
“Ia mengingat hari ulang tahunnya yang ke empat belas. Terbayangkan kembali ia
tinggalkan kamarnya, menyelinap di hari gelap. Jam sebelas malam waktu itu. Ia
pergi dai rumah di iringkan oleh lolong anjing herder, lalu keluar gang”. (Hal 67)
Sedangkan alur Maju dapat diketahui dari awal novel Larasati menceritakan
keberangkatan Larasati dari Stasiun Jogja menuju Jakarta dan sempat singgah di
Cikeampek. Bisa dilihat pada cuplikan kalimat berikut:
“Lambat-lambat kereta mulai meninggalkan stasiun Jogja..” dan “kalau surat dari
kapten Oding itu beres, pikirnya nanti sore aku sudah di Cikampek, besok di
Jakarta”. (Hal 9).

3. Latar/Setting
 Latar tempat: Gerbong kereta api, Stasiun Yogya, Di penginapan, di
Perkemahan NICA (Nederlands-Indies Civil Administration), di Ruangan
Penjara, di Hutan, di Rumah Lasmidjah, di Rumah Arab, dan di Pinggir Jalan.
Namun latar yang paling menonjol dalam novel larasati ini adalah daerah
Yogya, Cikampek, Bekasi, dan Jakarta.
 Latar Waktu: Pagi, Siang, Sore, Malam
 Latar Suasana: Menegangkan, Mengharukan.

4. Sudut Pandang
Sudut pandang orang ketiga serbatahu
Dalam sudut pandang ini, cerita tokoh Larasati dikisahkan dari sudut pandang “dia”,
namun pengarang dapat menceritakan apa saja hal-hal yang menyangkut tokoh “dia”
tersebut. Pengarang mengetahui segalanya, ia bersifat mahatahu, Ia mengetahui
berbagai hal tentang, tokoh, peristiwa, dan tindakan termasuk motivasi yang melatar
belakanginya. Ia bebas bergerak menceritakan apa saja dalam lingkup waktu dan
tempat cerita, berpindah-pindah dari tokoh “dia”yang satu ke tokoh “dia” yang lain,
menceritakan atau sebaliknya “menyembunyikan” ucapan dan tindakan tokoh, bahkan
juga yang hanya berupa pikiran, perasaan, pandangan, dan motivasi tokoh secara
jelas, seperti halnya ucapan dan tindakan nyata.
Salah satunya dapat dilihat pada Novel Larasati Hal 26 : “Orang Tua itu taj
menjawab. Ia diam saja. Justru karena itu Larasati makin merasa panas. Dia sendiri
telah mainkan cerita-cerita perjuangan dan hiburan di tempat yang sama sekali tidak
penting di masa damai..”
5. Penokohan
 Larasati : Protagonis, Pemberani, Rela berkorban, Semangat juang tinggi,
keras kepala, dan pentang menyerah
Dapat dilihat pada hal 21 : “apa keuntungan ku? Dengan bangsaku sendiri
aku lebih nyaman dan aku merasa terjamin. Belanda tidak nonton aku di film.
Dan sekiranya mau masuk NICA, bukan main goblok aku ini kalau
mengabarkan pada orang lain.”
 Marjohan : Serakah, Sombong, Munafik, Penghasut, Egois
Dapat dilihat pada adegan hal 45 : “benar dia sumber. Besok atau lusa, hanya
kitalah yang akan tentukan dunia film. Kita punya sumber. Kita kuasai
sumber.”
 Opsir Piket : Tulus, Ikhlas, Rela berkorban.
Ada pada adegan hal 23 : “kau sudah ketahui kesatuanku. Apa perlunya kau
ketahui namaku?dari anak buahku di Jakarta kau akan tahu.”
Larasati berkata dalam hati “di setumpuk bumi Revolusi inilah baru Larasati
menemukan kerelaan dalam keadaan yang utuh. Sampai-sampai namanya
opsir piket itu tak mau menyebutkan.” Hal 23
 Kolonel Surjo Suntono : Antagonis, Kejam, Sombong, pendendam, ambisius.
Dapat dilihat pada hal 38 : “besok atau lusa kalau tongkat ini kuayunkan ke
atas, semua meriam ini akan berbunyi berbareng untuk empat-lima jam. Kami
tak perli lihat anak-anak nakal itu lagi. Mereka akan pergi kemari
menyembah kakiku minta hidup.”
 Lasmidjah : Penyabar, penuh kasih sayang, keibuan, rela berkorban, bijaksana.
Dilihat pada hal 115 : “aku tak pernah suruh kau ara, aku tak pernah larang
kau, juga tak pernah meminta satupun darimu. Cuma sekali ini aku minta,
kembalilah kau ke pedalaman. Kau tak boleh macam yang sudah-sudah. Kau
mesti mulai hidup yang benar, yang sungguh-sungguh. Jadilah wanita biasa
seperti ibumu sendiri dulu, punya suami yang benar, punya anak yang benar,
Cuma itu pintaku ara.”
 Martabat : Baik hati, Pemberani, Cerdik.
Dilihat pada adegan hal 101: “karena kita menang?salah, perjuangan
selamanya mengalami menang dan kalah, silih berganti. Kalau kau kalah,
terima kekalahan itu dengan hati besar, dan rebutlah kemenangan itu.”
 Wan Jusman : Egois, Munafik, tegas, setia.
Si jusman bermata kucing. Ia mempercepat langkahnya tanpa menengok. Tapi tak
lebih dari dua menit kemudian Jusman telah berdiri di sampingnya, dan tanpa
upacara sesuatupun dia telah mencengkram tangan ara yang tak melawan. Ia
merasa seperti berjumpa kapuk yang tak punya kemampuan apa-apa. Ia terhuyung-
huyung. Tapi ia sempat mendengar Jusman berseru ganas “becak!”.
 Chaidir : Baik Hati, Rela Berkorban.
Dilihat pada adegan hal 137 : “Dan chaidir dengan berapi-api membela
seakan-akan sandiwara itu dirinya sendiri “dalam keadaan bagaimana pun
setiap orang membutuhkan segala-galanya, berikan apa yang mereka
butuhkan. Tapi jangan padamkan api revolusi. Berikan minyak pada api itu.”
 Kapten Oding : Baik Hati, Penyayang
Ada pada adegan hal 176 : “Dan dengan demikian jeep pun menderung
menuju kearah ara yang tidak tahu. Sampailah mereka di sebuah gedung ,
nyata bekas tempat tinggal Belanda. Mereka duduk dan Oding memulai
serangannya, “sekarang kita hidup bersama-sama lagi . kau tentu tidak ada
keberatan apa-apa, sudah bertemu dengan ibu mu?”

6. Gaya Bahasa
 Hiperbola
Curiga-curiga mata mereka yang setengah melotot berkilauan seperti bintang
di balik mendung tipis. (Hal 80)
 Personifikasi
Pohon cemara di sepanjang jalan itu menyanyi ngilu tertiup angin. Dan
tajuknya berayun-ayun seirama seperti sepasukan tawanan yang telah patah
morilnya terima komando dari musuhnya. (Hal 135)

7. Amanat
Pantang menyerah dalam menghadapi tujuan, semangat orang-orang tinggi, serta
tekad yang kuat dalam mempertahankan kemerdekaan dari bangsa asing, emansipasi
wanita yang di tunjukkan oleh tokoh larasati dalam usaha mempertahankan
kemerdekaan di era revolusi dan proklamasi, rela berkorban demi kepentingan orang
lain, masyarakat dan bangsa.

Anda mungkin juga menyukai