Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH KIMIA POLIMER

BAB 3 bagian ke-2

“STRUKTUR KIMIA DAN MORFOLOGI POLIMER”

1. Kekristalan
2. Kekristalan cair
3. Ikat silang kimia (chemistry crosslinking)
4. Ikat silang fisika
5. Paduan polimer (polymer blend)

Disusun oleh:

Kelompok III B

JULINE MARADUNG (16 506 003)

RINA JEROL (16 506 020)

JURUSAN KIMA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI MANADO

2019
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Kristal ialah suatu padatan yang atom, mo lekul, atau ion penyusunnya terkemas
secara teratur dan polanya yang berulang secara tiga dimensi yang dapat mendifraksikan
sinar-x. Susunan atom-atom yang beraturan tersebut disebut struktur kristal.
Keteraturan atau kekristalan suatu struktur tidak dapat dijumpai pada gas atau cairan.
Diantara padatan, logam, keramik dan polimer dapat berupa kristalin ataupun kristalin
tergantung pada proses pembuatannya atau parameter komposisinya. Ketika suatu polimer
memiliki struktur yang sangat stereoregular dengan sedikit atau tanpa percabangan rantai,
atau ketika ia mengandung gugus-gugus sangat polar yang menimbulkan interaksi dipol-
dipol yang sangat kuat, ia mungkin berada dalam bentuk kristal.
Kristal-kristal cair memperlihatkan sifat-sifat tertentu yang tidak ditemuakn dalam cairan
atau dalam zat padat yang kristal. Ada dua klasifikasi utama dari kristal-kristal cair yaitu
liotropik dan termotropik. kristal cair liotropik terbentuk dibawa pengaruh pelarut. krital cair
termotropik terbentuk dalam leburannya. Polimer kristal cair liotropik yang tersedia secara
komersial adalah poliamida aromatik.
Kadang-kadang istilah curing dipakai untuk menunjukan proses ikat silang, tetapi pada
dasarnya diringkaskan menjadi 2 kategori : (1) pengikat silangan selama polimerisasi melalui
pemakaian monomer-monomer polifungsi sebagai ganti dari monomer difungsi; dan (2) ikat
silang dalam suatu tahap proses yang terpisah sterlah terbentuk polimer linier (atau
bercabang).
Suatu campuran fisis dari dua atau lebih polimer atau kopolimer berbeda yang tidak
terikat melalui ikatan-ikatan kovalen merupakan suatu paduan polimer (polymer blend) atau
polipaduan (polyblend). Untuk mengetahui lebih lanjut tentang kekristalan, ikat silang, dan
paduan polimar, maka makalah ini akan membahas lebih lanjut tentang materi ini.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apakah yang dimaksud dengan kekristalan ?
2. Apakah yang dimaksud dengan kekristalan cair?
3. Bagaimana ikat silang kimia (chemistry crosslinking)?
4. Bagaimana ikat silang fisika ?
5. Apakah yang dimaksud dengan paduan polimer (polymer blend)?
C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan kekristalan.
2. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan kekristalan cair.
3. Untuk mengetahui bagaimana ikat silang kimia (chemistry crosslinking).
4. Untuk mengetahui bagaimana ikat silang fisika.
5. Untuk mengetahui apakah yang dimaksud dengan paduan polimer (polymer blend).
BAB II

PEMBAHASAN

A. KEKRISTALAN

Ketika suatu polimer memiliki struktur yang sangat stereoregular dengan sedikit atau
tanpa percabangan rantai, atau ketika ia mengandung gugus-gugus sangat polar yang
menimbulkan interaksi dipol-dipol yang sangat kuat, ia mungkin berada dalam bentuk kristal.
kekristalan demikian senyawa-senyawa dengan berat molekul rendah, tetapi eksis bahkan
dalam daerah-daerah maktiks polimer dimana molekul-molekul polimer mengatur diri dalam
suatu penjajaran yang secara termodinamika menguntungkan. Model misel berumbai
(Fringed micelle) mendefinisikan kekristalan dengan istilah daeah-daerah teratur seperti ini,
yang disebut kristalit(crytallite), dimana sembarang rantai polimer tertentu bisa menanjang
melalui jumlah kristalit, sebagaimana yang diperlihatkan dalam gambar 3.16.

Kekristalan terinduksi dengan sejumlah cara pendinginan leburan polimer,


evaporasi larutan polimer, atau pemanasan suatu polimer dalam kondisi hampa udara atau
dalam suatu atmosfer yang lembam (untuk mencegah oksidasi) pada suhu tertentu, suatu
proses yang disebut annealing. dalam beberapa kasus kristalisasi mungkin ditimbulkan oleh
perengangan suatu sampel polimer pada suhu di atas suhu transisi gelasnya, suatu proses
yang disebut drawing.

seseorang mungkin membayangkan drawing sebagai menhilangkan “ kekusutan-kekusutan”


dari rantai-rantai polimer dan merentangkannya sepanjang sumbu umum untuk
mempromosikan pengepakan yang lebih rapat. peregangan beberapa jenis film plastik yang
bening kadang-kadang memungkinkan dilakukannya observasi visual terhadap awal
timbulnya kekristalan sebagai daerah-daerah yang buram dalam film tersebut. Drawing
merupakan suatu proses komersial yang umum untuk memperbaiki sifat-sifat mekanik dari
film dan serat. masing-masing metode induki kristalisasi ini memungkinkan kebebasan
vibrasi dan rotasi molekul-molekul polimer mereorientasi diri ke dalam suatu morfologi
kristal.

Daerah-daerah yang kemudian terbentuk diinterkoneksi (disaling hubungkan) oleh daerah-


daerah amorfus. daerah-daerah kristal mungkin mengandung kusut-kusut atau lipatan-lipatan
yang jarang, yang disebut cacat (defect) dalam rantai-rantai polimernya. penelitian-penelitian
terhadap kristal tunggal polimer yang menggunakan teknik-teknik difraksi sinar-x
menunjukkan adanya suatu struktur seperti lempengan dengan ketebalan sekitar 100 Å yang
tersusun dari rantai-rantai polimer yang saling berlipat balik untk memberikan blok-blok
paralel yang tegak lurus terhadap permukaan kristal. bentuk ini disebut model lamella rantai
berlipat (folded-chain lamella). Sebagaimana yang digambarkan dalam gambar 3.17 rantai-
rantai paralel mungkin dihubungkan dengan lipatan-lipatan yang bersebelahan dengan
ketebalan yang seragam ataupun yang tidak seragam atau dihubungkan dengan lipatan-
lipatan tak bersebelahan yang lebih amorfus (yang diacukan dengan modal kibasan balik)
mana diantara ketiga modal lamella yang digambarkan pada gambar 3.17 yang paling
mendekati realitas, dan apakah sifat sebenarnya dari daerah-daerah amorfus antara lamella-
lamella tersebut, semuannya tidak diketahui dengan pasti. yang kurang umum ialah kristal-
kristal rantai memanjang, yang dicirikan oleh tidak adannya pelipatan-pelipatan dan
besarnya kristal tergantung pada panjang rantai molekul-molekul polimer yang memanjang.
kristal-kristal rantai memanjang, yang sering mengambil bentuk jarum-jarum yang berbiar
banyak, biasanya dibentuk dengan polimer-polimer yang mempunyai berat molekul relatif
rendah melalui kristalisasi lambat dari leburan-leburannya atau dibawah tekanan yang tinggi.
stereoregularitas tidak selalu menimbulkan kekristalan, suatu polimer stereoregular yang cair
mungkin, dengan proses pendinginan yang cepat, memadat dalam keadaan amorfus yang
metastabil.
Permulaan kekristalan disebut nukleasi. nukleasi mungkin terjadi secara cak
diseluruh matriks ketika molekul-molekul polimer mulai bersekutu (nukleasi homogen) atau
mungkin terjadi pada permukaan suatu kotoran (impurity) asing, mungkin suatu nukleator
sengaja ditambahkan seperti sebuk halus silika (nukleasi heterogen). banyak jens morfologi
kristal telah diidentifikasi dengan analisis sinar X,

tiga diantaranya diperlihatkan dalam gambar 3.18 sferulit adalah kumpulan dari helai-helai
kecil yang menyerupai rambut, disebut fibril, yang tersusun sebagai kluster-kluster dalam
suatu bentuk yang pada dasarnya berpola radial. morfologi sferulit umumnya terjadi polimer
yang pekat tanpa di kenai suatu tekanan. suatu penaikan akan memaksa filbril-fibril sferulit
tersebut menjadi morfologi fibril tertarik (drawn fibril morphology), kekristalan epitaksial
(epitaxial), yang biasanya terjadi selama berlangsungnya kristalisasi dalam larutan-larutan
atau leburan-leburan yang diaduk, dicirikan oleh satu pertumbuhan kristal diatas kristal
lainnya, sebagaimana dalam morfologi shish kebab, demikian sebutannya, yang mengandung
pertumbuhan lamella diatas fibril-fibril yang panjang.

polimer-polimer kristal umumnya keras, lebih kuat, lebih keruh (tingkat kebeningan),
lebih tahan terhadap pelarut, dan simak kembali bab 1 sekitar pembahasan mengenai
polietilena massa jenis rendah dan tinggi; bentuk yang linier dan bermassa jenis tinggi
memiliki derajat keteraturan yang tinggi dan bersifat semikristal). semakin tinggi derajat
kekristalannya maka sifat-sifatnya semakin tegas. sifat-sifat mekanik yang lebih unggul
merupakan refleksi dari kekuatan kohesif yang lebih besar yang timbul dari gaya-gaya
sekunder antar molekul yang lebih efwktif diantara molekul-molekul yang tersusun rapat.
keburaman (opaqueness) tibul dari hamburan sinar oleh kristal-kristal.
Karena polimer-polimer kristal lebih tahan terhadap pelarut-pelarut, bagian dari suatu
sampel yang larut mungkin dipakai sebagai ukuran kasar dari derajat kekristalan atau
taktisitas. metode-metode lainnya didasarkan pada pengukuran-pengukuran massa jenis,
difraksi sinar x, dan pengukuran spektroskopik dan termal. tidak seperti polimer-polimer
amorfus, yang sedikit demi sedikit menjadi cair dalam suatu daerah suhu yang lebar di atas
suhu transisi gelasnya, polimer-polimer kristal (atau semikristal) melebur dalam daerah suhu
yang relatif sempit yang mungkin paing mudah diamati dengan analisis termal (Bab 5) atau
dengan nmengobservasi hilangnya birefringensi (refraksi ganda) dibawah suatu mikroskop
polarisasi. Dengan demikian nilai titik lebur yang diperoleh, disebut titik lebur kristal, Tm.
kadang-kadang Tm diacuhkan sebagai suhu transisi tingkat pertama. seperti Tg, titik lebur
kristal juga bukan merupakan nilai yang ekstrak, tetapi bisa bervariasi beberapa derajat dari
satu sampel ke sampel lainnya karena perbedaan metode pengukuran atau laju pemanasan.
karena gaya-gaya antar molekul yang sama bertanggung jawab terhadap besarnya Tg dan Tm,

maka kesimpulannya adalah nilainya sampai tingkat tertentu sebanding antara satu dengan
yan lain. sebagai pendekatan kasar, nilai Tg umumnya kira-ira satu setengah sampai dua
pertiga dari nilai Tm yang sepadan, semuanya dalam kelvin. tabel 3.5 tang berisi daftar nilai
Tg dan Tm untuk beberapa polimer tertentu, mengilustrasikan hubungan ini.

pentingnya stereoregularitas dalam mempercepat kekristalan bisa dilihat dalam


polimerisasi radikal bebas vinilidena klorida (1,1 –dikloroetena) dan
vinilidena sianida (1,1 –disianoetena) untuk memberikan, berturut-turut, polimer 47 dan 48
yang sangat kristal. dibawah ini kondisi-kondisi yang serupa, analog-analog
monosubtitusinya, yaitu vinil klorida dan akrilonmitril, mengasilkan polimer atatik dengan
derajat kekristalan yang sangat rendah. Dengan alasan yang sma poliester 49 dan 51
berwujud kristal, sedangkan poliester 50, yang mengandung karbon kiral (asimetrik) tidak
berwujud kristal. stereoregularitas tidak selalu menjadi prasyarat untuk timbulnya
kekristalan. poli(vinil alkohol) yang ataktik bersifat semikristal karena ukuran gugus OH

yang kecil memungkinkannya menyusun kembali dalam kisi kristalnya bersama atom-atom
hidrogen. dari sudut sifat-sifat polimer, kekristalan teristimewa penting karena pengaruhnya
terhadap sifat-sifat mekanik. aspek hubungan struktur ini akan dibahas dalam bab berikutnya.

B. KEKRISTALAN CAIR

Kristal-kristal cair bukanlah cairan sejati bukan pula zat padat sejati, oleh karena itu
diacukan sebagai suatu keadaan materi yang keempat. cairan murni bersifat isotropik-
molekul-melekul menjadi menyatu dalam suatu susunan kristal meskipun masih dala keadaan
cair; dengan kata lain, cairan tersebut memperlihatkan sifat anisotropik. daerah-daerah yang
terarut dalam cairan demikian disebut mesofasa. sebagaimana bisa diduga secara intuitif,
tipe-tipe molekul yang memperlihatkan suatu kecenderungan untuk membentuk mesofasa-
mesofasa adalah molekul-molekul yang memiliki struktur relatif kaku, memanjang, atau yang
menyerupai cakram. pada senyawa-senyawa berat molekul rendah, kekristalan cair telah
dikenal lebih dari seabad yang belum dimulai sehingga akhir 1950-an dan awal 1960-an. sifat
kristal cair tidak dikenal dalam polimer-polimer sampai tahun 1970-an.

kristal-kristal cair memperlihatkan sifat-sifat tertentu yang tidak ditemuakn dalam


cairan atau dalam zat padat yang kristal. sebagai contoh, morfologi mereka mungkin
dipengaruhi oleh medan magnet atau medan listrik luar. kadang-kadang warnanya berubah
menurut suhu, dan kadang-kadang memperlihatkan rotasi optik yang sangat tinggi. pada
waktu yang sama mereka memperlihatkan fluiditas cairan dan keburaman zat-zat padat
kristal. pada senyawa-senyaw berat molekul rendah, berbagai jenis susunan kristal cair yang
teratur telah diidentifikasi; mereka bervariasi menurut suhu, struktur kimia, dan apakah eksis
sebagai leburan atau sebagai larutan. bagi mahasiswa yang berminat bisa mengikuti topik ini
topik ini lebih lanjut dalam referensi-referensi yang diberikan. yang diperhatikan disini
adalah khusus mengenai kristal-kristal cair polimer.

Ada dua klasifikasi utama dari kristal-kristal cair : liotropik dan termotropik. kristal
cair liotropik terbentuk dibawa pengaruh pelarut. krital cair termotropik terbentuk dalam
leburannya. klasifikasi ini dipecahkan lagi (nematik, smektik, kolesterik, dan lain-lain)
menurut bagaimana molekul-molekulnya terorientasi dalam mesofasa. dari segi penerapan-
penerapan polimer, dua sifat dari kristal-kristal cair yang paling utama: efek keteraturan
terhadap viskositas, dari kemampuan polimer tersebut untuk mempertahankan
konfigurasinya yang teratur dalam keadaan padat. Diantara polimer-polimer yang pertama
kali diketahui memperlihatkan sifat kristal cair adalah kopoliester yang disintesis dari asam
terefralat (52), etilena glikol (53), dan asam p-hidroksibenzoat (54) naik dalam polimer
tersebut, viskositas
leburanya mula-mula naik, sesuai yang diduga karena turunnya fleksibilitas yang disebabkan
oleh inkorporasi unit p-hidroksibenzoat yang “kaku”. namun pada tingkat sekitar 30 mol %
viskositas leburan itu mulai menurun, yang mencapai minimum pada sekitar 60 samapai 70
mol %. hal ini diperlihatkan dalam gambar 3.19 pada empat jenis laju geser yang berbeda.
selain itu, ketika viskositas leburan mulai menurun. wujud leburan berubah menjadi bening
ke buram. keburaman dan turunannya viskositas ini timbul dari awal morfologi kristal cair
termotropik akibat naiknya kelakuan rangka polimer. efek viskositas timbul dari mesofase-
mesofase polimerik kaku yang menyatu dengan arah aliran dengan memperkecil tarikan
friksi. implikasi dari segi pemrosesan polimer sudah jelas: semakin rendah viskositas, maka
polimer tersebut semakin cepat difabrikasi menjadi plastik atau serat yang dapat dipakai.
sama pentingnya juga yaitu kenyataan bahwa susunan teratur dari molekul-molekul polimer
dalam leburannya tetap dipertahankan selama pendinginan, yang dimanifestasikan dengan
munculnya sifat-sifat mekanik yang sangatmeningkat. dengan demikian sifat kristal cair
menguntungkan dari segi pemrosesan dan sifat-sifat polimer. kopolimer-kopolimer kristal
cair termotropik dengan struktur yang sama kini ter sedia secara komersial.
Polimer kristal cair liotropik yang tersedia secara komersial adalah poliamida
aromatik. 55 (nama dagangnya dari du pont adalah kevlar) . larutan asam sulfat dari polimer
ini, yang memperlihatkan fase kristal cair, diekstrusi untuk untuk membentuk serat (lihat bab
4), yang menghasilkan penyatuan molekul-molekul lebih lanjut. produknya, setelah asam
sulfatnya dipisahkan, berupa serat dengan suatu penyatuan yang lebih seragam daripada yang
bisa diperoleh melalui permintaan biasa; sebagai hasil sifat-sifat mekanismenya pun jauh
lebih baik. sebagai contoh kekuatan tarik dari kevlar jauh lebih tinggi dari pada baja,
sedangkan massa jenisnya jauh lebih rendah. meskipun sebagian besar kevlar yang
diproduksi dalam kawat ban, polimer ini pun digunakan dalam pakaian-pakaian khusus.
Rompi antipeluru modern yang ringan mengandung sampai 18 lapis tenunan kevlar.
perhatian utama pada polimer-polimer kaku yang memperlihatkan sifat kristal cair adalah
bahwa mereka memiliki titik lebur yang sangat tinggi, dan sulit, jika bukan tidak mungkin,
untuk melarutkannya dalam pelarut-pelarut organik biasa. memisahkan gugus-gugus rangka
yang kaku ( yang disebut mesogen), yang terjadi penyebab timbulnya mesofasa-mesofasa,
dengan peruang-peruang fleksibel seperti 56, 57, dan 58 atau meningkatkan mesogen-
mesogen dengan peruang-peruang fleksibel (flexible spacer) ke rangka polimer tersebut.
kedua tipe ini digambarkan secara skematis dalam gambar 3.20
meskipun pemakaian peruang-peruang fleksibel menyebabkan polimer lebih mudah diolah,
namun sifat-sifat mekaniknya biasanya turun.

C. IKAT SILANG KIMIA (CHEMISTRY CROSSLINKING)

Mekanisme yang paling tepat dalam menurunkan kebebasan molekul adalah ikat
silang kimia (chemistry crosslinking) yang mengikatkan bersama rantai-rantai polimer
melalui ikatan kolaven atau ion untuk membentuk suatu jarinagn (network). kadang-kadang
istilah curing dipakai untuk menunjukan proses ikat silang, tetapi pada dasarnya diringkaskan
menjadi 2 kategori : (1) pengikat silangan selama polimerisasi melalui pemakaian monomer-
monomer polifungsi sebagai ganti dari monomer difungsi; dan (2) ikat silang dalam suatu
tahap proses yang terpisah sterlah terbentuk polimer linier (atau bercabang). ikatan silang
(crosslink) tersebut mungkin mengandung ciri-ciri struktur sama sebagaimana rantai-rantai
utamanya, uang biasanya terdapat pada kasus yang pertama, atau mungkin mempunyai
struktur yang sama sekali berbeda, yang lebih karakteristik pada kasus yang kedua. dalam
bab-bab selanjutnya, akan dibahas mengenai kimia dari ikat silang kovalen dan ikat silang
ion.

Sejumlah perubahan yang ekstrim akan menyertai ikat silang ini. Jika sebelumnya
bersifat dapat larut, maka polimer yang bersangkutan tidak dapat larut lagi (kecuali dalam
kasus beberapa polimer ikat silang ion). Ketika hadir pelarut, suatu polimer ikat silang akan
menggembung ketika molekul-molekul pelarut menembus jaringannya. Tingkat
penggembungan ini selain bergantung pada tingkat pengikatsilangan, juga bergantung pada
afinitas antara pelarut dan polimer. Mungkin bisa diingat kembali (bab 2) bahwa suatu
polimer ikat silang yang tergembung oleh pelarut merupakan suatu gel. Jika partikel-partikel
gel sangat kecil (300-1000μm), maka disebut mikrogel. Mikrogel-mikrogel berkelakuan
sebagai bulatan-bulatan yang tersusun rapat yang bisa disuspensi dalam pelarut-pelarut.
Dalam tahun-tahun terkhir ini, mikrogel telah banyak menarik perhatian dengan
dikembangkanya sintesis fasa padat dan teknik-teknik untuk melumpuhkan katalis. Polimer-
polimer ikat silang kovalen juga kehilangan sifat-sifat alirnya. Mungkin mereka masih
mengalami deformasi, tetapi deformasi tersebut akan bersifat dapat balik; artinya, polimer
tersebut akan memperlihatkan sifat-sifat elastic. Namun, polimer ikat silang ion akan
mengalir pada suhu tinggi.

Dengan polimer-polimer jaringan, merupakan hal yang lumrah untuk membicarakan


rapat ikat silang, yakni jumlah unit-unit monomer yang terikat silang per rantai utama. Rapat
ikat silang (Γ) secara matematis didefinisikan sebagai

Γ =¿ ¿

Di mana ¿ adalah berat molekul rata-rata jumlah dari polimer yang tidak berikat
silang dan ¿ ¿ adalah berat molekul rata-rata jumlah antara polimer yang terikat silang. Makin
tinggi rapat ikat silang maka polimer yang bersangkutan makin keras. Rapat ikat silang yang
sangat tinggi akan menimbulkan perapuhan. Karena ikatan silang mengurangi gerak segmen,
maka pengikat silangan sering dikerjakan untuk menaikkan suhu transisi gelas

Elastomer-elastomer dicirikan oleh rapat ikat silangnya sangat rendah sekitar satu
ikatn silang per 100 unit monomer bersama dengan sifat rantai utamanya yang sangat
fleksibel memungkinkan deformasi-deformasi yang besar. Tentu saja sifat elastromerik
bergantung pada struktur polimer dan rapat ikat silang; tetapi ini pun bergantung pada
morfologis yang tidak menyumbangkan apa-apa kepada sifat elastic yang ideal dari jaringan
(dan dengan demikian diistilahkan sebagai cacat) adalah ujung-ujung rantai, ikatan-ikatan,
dan belitan-belitan. Satu cara untuk memperbaiki ujung-ujung rantai yang reaktif (disebut
polimer-polimer telekelik) sedemikian sehingga ujung-ujung rantainya menjadi tergabung ke
dalam jaringan melalui pengikat silangan.

D. IKAT SILANG FISIKA

Ketika para ahli kimia polimer menggunakan istilah ikat silang (crosslinking), mereka
selalu mengartikannya dengan ikat silang kimia kovalen. Namun, ikat silang kovalen
memiliki beberapa kekurangan. Sekali terjadi ikat silang, suatu polimer tidak bisa dilarutkan
atau dilebur. Polimer ikat silang skrap (sisa) tidak bisa didaur ulang. Para kimiawan polimer
telah meneliti cara-cara untuk menanggulangi masalah ini. Satu caranya yaitu dengan
meneliti ikatan-ikatan silang yang labil secara termal, yakni ikatan-ikatan silang kimia yang
putus oleh pemanasan dan mengikat kembali oleh pendinginan. Ikatan silang ion termasuk
dalam kategori ini. Usaha-usaha untuk mengembangkan ikat silang kovalen yang dapat balik
akan dibicarakan pada bab 9. Cara lainnya adalah dengan memasukkan gaya Tarik ikatan
sekunder yang kuat antara rantai-rantai polimer sedemikian sehingga polimer tersebut
memperlihatkan sifat-sifat bahan thermoset meskipun menyisahkan sifat termoplastik.
Polimer-polimer Kristal termasuk dalam kategori ini. Karena adanya gaya sekunder sangat
kuat yang timbul dari susunan rantai yang rapat, banyak sifat mekanik dan larutan dari
polimer-polimer Kristal menyerupai sifat mekanik dan larutan dari polimer-polimer amorfus
ikat silang. Beberapa bahan yang secara intermolekul tergabung melalui ikatan-ikatan
hidrogen juga berkelakuan seperti polimer-polimer ikat silang. Gelatin, suatu protein hewani
yang memperlihatkan sifat-sifat elastomeric, merupakan satu contoh.

Pada tahun-tahun terakhir ini teknologi kopolimer blok telah diterapkan ke bidang
ikat silang fisika. Metode ini melibatkan sintesis kopolimer blok dari tipe ABA di mana blok-
blok A dan B secara substansi berbeda strukturnya. Sebagai contoh perhatikan polimer
“fleksibel” berantai panjang seperti polibutadiena, yang setiap ujung rantainya ditutup
dengan blok-blok pendek dari suatu polimer “kaku” seperti polistirena. Karena polibutadiena
dan polistirena, menurut sifat-sifatnya, tidak bisa dicampurkan (tidak cocok), blok-blok
polistirena cenderung untuk mengumpul dan membentuk fasa-fasa terpisah (mikrodomain-
mikrodomain) dalam matriks polimernya, sebagaimana yang diperlihatkan dalam gambar
3.21. jika strukutur blok-blok ujung bersifat stereoregular, pengumpulan tersebut mungkin
membentuk mikrodomain-mikrodomain Kristal. Kumpulan-kumpulan yang terbentuk
memberikan suatu derajat sifat elastic yang berarti, meskipun demikian kopolimer-kopolimer
tersebut masih memperlihatkan sifat-sifat aliran bahan termoplastik. Bahan-bahan demikian
lebih cocok diacukan sebagai elastomer termoplastik. Sejumlah elastomer termoplastik telah
dikomersialkan.
E. PADUAN POLIMER (POLYMER BLEND)

Menurut definisi, suatu campuran fisis dari dua atau lebih polimer atau kopolimer
berbeda yang tidak terikat melalui ikatan-ikatan kovalen merupakan suatu paduan polimer
(polymer blend) atau polipaduan (polyblend). Beberapa ilmuwan senang membuat analogi
dengan logam-logam dan menyebut campuran demikian sebagai polymer alloy. Konsep
perpaduan polimer tidaklah baru; industry karet telah menggunakannya selama beberapa
decade. Namun, dalam tahun-tahun terakhir ini muncul kembali perhatian yang terutama
lahir dari kebutuhan plastic-plastik teknik dan elastomer dan serat khusus. Ada alasan-alasan
ekonomis untuk perhatian ini. Pengembangan suatu polimer baru untuk memenuhi suatu
kebutuhan khusus merupakan usaha yang membutuhkan biaya tinggi. Jika sifat-sifat yang
diinginkan bisa direalisasikan dengan mudah melalui pencampuran dua atau lebih polimer-
polimer. Jadi, maka ada suatu keuntungan ekonomi yang jelas.

Sejumlah teknologi telah diterapkan untuk membuat polipaduan-polipaduan; semuanya


ini diringkas dalam tabel 3.6 kebetulan bahwa sebagian besar polimer tidak kompatibel
(compatible). Agaknya, mereka memisah menjadi fasa-fasa berlainan dalam campuran
dengan sempurna semakin banyak dikembangkan. Perbedaan antara kedua tipe tersebut
dimanifestasikan dalam rupa masing-masing – paduan yang dapat campur biasanya bening,
paduan yang tak dapat campur buram (gelap) dan dalam sifat-sifat sebagai suhu transisi gelap
– paduan-paduan yang dapat campur memperlihatkan suatu intermediet T g tunggal antara T g
komponen-komponennya, sedangkan paduan-paduan yang tak dapat campur memperlihatkan
karakteristik T g dari masing-masing komponennya yang terpisah-pisah. Sifat dapat campur
atau kecampuran (miscibility) sama sekali bukan merupakan prasyarat untuk pemakaian
komersial.

Paduan-paduan polimer yang homogeny lebih baik dari segi bisa meramalkan sifat-
sifat atau karakteristik pemrosesannya. Sebagai contoh, jika digunakan bahan tambahan,
perpindahan dari suatu fasa ke fasa lainnya tidak menimbulkan masalah. Sifat-sifat fisika dan
mekanika biasanya merefleksikan, sampai tingkat tertentu, rata-rata sifat dari masing-masing
komponen. Untuk suatu paduan homogeny biner, hal ini bisa dikuantifikasi untuk suatu sifat
(P, dari property) tertentu dengan memakai hubungan semiempiris berikut.

P=P1 Φ1 + P2 Φ2 + IΦ 1 Φ 2

Di mana Φ adalah fraksi volume dalam campuran tersebut dan I adalah pembanding
interaksi yang bisa bernilai negative, nol, atau positif. Ketika sifat-sifatnya benar-benar aditif,
maka I = 0, jika 1 positif, sifat dalam paduan lebih baik daripada sifat rata-rata, maka paduan
polimer tersebut dikatakan menjadi sinergistik untuk sifat itu. Jika I negatif, maka sifat
paduan lebih jelek dari sifat rata-rata (nonsinergistik). Hal ini dilustrasikan dalam gambar
3.22 oleh plot sifat versus komposisi. Hal apa yang menimbulkan sinergisme atau
nonsinergisme? Sinergisme mungkin terjadi dari tarikan dipol-dipol yang sangat
menguntungkan antara komponen-komponen polimer. Nonsinergisme mungkin terjadi ketika

Tabel 3.6 Tipe-tipe polipaduan (polyblend)

Tipe Deskripsi
Paduan mekanik (mechanical blends) Polimer-polimer dicampur pada suhu di
atas T g atau T m berturut-turut untuk
polimer-polimer amorfus dan semikristal
Paduan mekanokimia Polimer-polimer dicampur pada laju geser
(mechanochemical blends) yang cukup tinggi untuk menghasilkan
degradasi. Radikal-radikal bebas yang
terjadi berkombinasi membentuk
campuran kompleks yang mengandung
komponen blok dan cangkok
Paduan tuang-larutan (solution-cast Polimer-polimer dilarutkan dalam pelarut
bends) biasa, kemudian pelarutnya dihilangkan
Paduan lateks (latex blends) Disperse-dispersi halus dari polimer
dalam air (lateks) dicampur, dan polimer-
polimer yang bercampur tersebut
dikoagulasi
Paduan kimia: Polimer ikat silang digembungkan dengan
Jaringan polimer interpenetrasi (IPN, monomer yang berbeda, kemudian
interpernetrating polymer networks) monomer dipolimerisasi dan
diikatsilangkan
Jaringan polimer semiinterpenetrasi Monomer polifungsi dicampur dengan
(semi IPN) polimer termoplastik, kemudian monomer
dipolimerisasi ke polimer jaringan (juga
disebut IPN palsu)
Jaringan polimer interpenetrasi Monomer-monomer yang berbeda
simultan (SIN) dicampur, kemudian dihomopolimerisasi
dan diikatsilangkan secara simultan, tetapi
melalui mekanisme noninterasksi
Jaringan polimer elastomer Polipaduan lateks diikatsilangkan setelah
interpenetrasi (IEN) koagulasi
Suatu interaksi antarmolekul yang menguntungkan diganggu, misalnya pencegahan atau
pengurangan kekristalan.

Salah satu contoh polipaduan dapat campur yang mempunyai nilai komersial adalah plastic
teknik Noryl (general electric) yang terkomposisi dari polistirena (21), suatu polimer yang
tidak mahal dan poli (oksi-2,6-dimetil-1,4-fenilena) (59), polyester relatif mahal yang
umumnya dikenal sebagai poli (fenilena oksida) atau PPO (juga dengan nama daging general
electric). Pada umumnya, sifat-sifat Noryl adalah aditif. Sebagai contoh, Noryl memiliki
kestabilan termal yang lebih buruk daripada polieternya sendiri, tetapi lebih mudah diproses.
Suhu transisi gelasnya yang tunggal menjadi naik dengan bertambahnya kandungan
polipaduan. Namun dalam hal kekuatan Tarik, polipaduan ini bersifat sinergistik
Morfologi bisa mempunyai efek dramatis terhadap sifat-sifat paduan polimer. Suatu paduan
antara polietilena massa jenis rendah (LDPE) dengan karet terpolimer dari etilena-propilena-
monomer diena (EPDM) memperlihatkan efek sinergistik terhadap kekuatan Tarik jika
EPDM sebagian bersifat Kristal, tetapi memperlihatkan efek nonsinergistik jika EPDM
amorfus. Sinergisme Nampaknya timbul dari kecenderngan Kristalit-kristalit dalam LDPE
untuk menukleasipoli (metil-metakrilat) sindiotaktik bisa bercampur dengan poli (vinil
klorida) pada konsentrasi-konsentrasi tertentu, sedangkan bentuk isotaktiknya tidak bisa
bercampur dalam semua daerah komposisi (perbandingan).

Masalah utama dalam pengembangan polipaduan dapat campur dalam usaha memaksir
kecampuran (miscibility). Salah satu caranya adalah dengan memakai perbedaan momen
dipol, semakin kecil perbedaan tersebut, polimer-polimer akan semakin compatible. Usaha-
usaha untuk memaksir kecampuran dengan memakai parameter-parameter kelarutan dari tipe
yang digambarkan dalam bab 2 banyak mengalami kegagalan karena interaksi-interaksi dipol
yang kuat tidak dipertimbangkan. Pentingnya interaksi-interaksi ini telah ditunjukkan,
sebagai contoh dengan paduan antara poli (vinildena fluorida) (60) dan poli (aklirat ester)
(61) yang dapat campur, dimana entalpi dari pencampuran tersebut telah dikorelasikan
dengan konsentrasi oksigen karbonil dalam paduan tersebut. Oleh karena itu kompatibilitas
mungkin tmbul dari interaksi-interaksi dipol tipe 62.

Taksiran sifat-sifat untuk polipaduan tak campur jauh lebih rumit. Usaha untuk
mengembangkan hubungan adivitas dipersulit oleh adanya efek morfologi yang bervariasi,
yang mungkin timbul sebagai akibat dari variabel-variabel pemrosesan. Seringkali, satu
polimer akan mengkonstitusi satu fasa kontinyu meskipun polimer yang kedua akan
didispersikan sebagai suatu fasa nonkontinyu dalam bentuk fibril, bulatan-bulatan, lamella,
dan lain-lain. Polimer yang berfasa kontinyu akan lebih banyak menentukan sifat-sifat.
Sebagai contoh, suatu paduan polistirena (polimer yang keras dan seperti kaca) dan
polibutadiena (sejenis elastomer) dengan perbandingan 50:50 akan menjadi keras jika
polistirena berfasa kontinyu, menjadi lunak jika polistirena berfasa disperse. Secara
alternative, suatu poliblen tak dapat campur mungkin memiliki kedua komponen yang
terdispersi sebagai fasa-fasa kontinyu.

Masalah utama dengan paduan-paduan tak dapat campur adalah tarikan fibsik yang kadang
lemah pada batas fasa, yang bisa menimbulkan pemisahan fasa di bawah tekanan tertentu
yang berakibat timbulnya sifat-sifat mekanik yang jelek. Untuk memperbaiki kompatibilitas
antara fasa-fasa yang tak dapat campur, sejumlah metode yang canggih telah diterapkan.
Salah satunya adalah melalui pembentukan jaringan interpenetrasi, sebagaimana yang
disebutkan dalam 3.6. Dalam kasus-kasus demikian, polimer-polimer secara fisik “terkunci”
bersama oleh jaringan tiga dimensi interdispersi, suatu fenomena yang diacukan sebagai
“pengikatan topologis”. Campuran-campuran demikian masih menjalani pemisahan fasa ke
dalam mikrodomain-mikrodomain yang besarnya bervariasi menurut tingkat dari sifat tak
dapat campurnya (immiscibility).
Metode lainnya adalah dengan memasukkan bahan pembentuk sifat kompatibel
(compatibilizer) ke dalam paduan untuk memperbaiki adhesi antar fasa. Sebagai contoh, mari
kita perhatikan suatu paduan poli (A) dan poli (B),

Homopolimer yang dibuat dari monomer A dan B. jika suatu kopolimer blok dari A ke B
ditambahkan ke paduan tersebut, afinitas-afinitas alamiah dari blok-blok tersebut terhadap
homopolimernya masing-masing akan bertindak melokalisasi kopolimer pada batas fasanya
dan membantu “melekatkan” fasa-fasa tersebut bersama, sebagaimanayang digambarkan
dalam gambar 3.23. satu kekurangannya yaitu harga kopolimer blok relatif tinggi. Tidak
semua paduan tak dapat campur membutuhkan bahan antar fasa. Berbagai polipropilena
impak tinggi (high impact) terdiri dari paduan yang tak dapat campur dari polipropilena dan
kopolimer etilena-propilena, yang cukup memiliki pengikatan antar fasa yang timbul dari
afinitas alamiah homopolimer terhadap segmen-segmen propilena dalam kopolimer tersebut.

Dari segi komersial, cara yang paling sukses untuk mengkompatibilisir paduan-paduan
polimer adalah dengan membentuk kopolimer-kopolimer cangkok secara in situ yang
membantu pengikatan bersama fasa-fasa yang tak dapat campur. Plastic ABS (akrilonitril-
butadiena-stirena) adala contoh dari metodologi ini. Secara khusus, suatu kopolimer stirena-
butadiena yang bersifat amorfus dilarutkan dalam stirena dan akrilonitril dan monomer-
monomer ini kemudian dikopolimerisasi. Selama berlangsungnya polimerisasi, terjadi reaksi-
reaksi pindah rantai (mekanismenya akan dijelaskan nanti) untuk menghasilkan cangkokan-
cangkokan satu kopolimer ke kopolimer lainnya. Jumlah cangkokan tersebut kecil, tetapi
cukup untuk memberikan adhesi antar fasa yang diperlukan. Polimer-polimer ABS banyak
dipakai sebagai plastic teknik.
Pengendalian morfologi fasa yang tepat jauh lebih penting terhadap paduan-paduan tak
dapat campur. Meskipun ada kekurangannya, mereka telah mendapat sambutan yang jauh
lebih luas daripada paduan-paduan dapat campur yang kurang mudah diperoleh, dan ini
mencakup plastic teknik dan serat.
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai