Anda di halaman 1dari 6

Konsep Profesionalisasi dalam

Pendidikan

KELOMPOK 2
NAMA ANGGOTA : 1. TRISKA JULIVIA ZENDRATO
2. PUTRI AULIANY SIREGAR
3. NAZLA KHAIRANI
4. TIARA ANDRIYANI
5. EVI SITUMORANG
6. NAOMI CAMELIA
7.OSWALDO SAGALA
DOSEN PENGAMPU: GITA NOVERI ESA, M.Pd
MATA KULIAH : PROFESI KEPENDIDIKAN

PROGRAM STUDI S1 PENDIDIKAN MATEMATIKA


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU
PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
FEBRUARI 2019
Konsep Profesionalisasi dalam
Pendidikan
Profesionalisasi berkaitan dengan apa yang kita percayai sebagai tujuan yang
semestinya kita capai. Dengan serangkaian tujuan yang jelas, kita kemudian dapat meng-
identifikasi berbagai indikator keberhasilan. Dan dengan itu akan lebih mudah kita
memahami wujud profesionalisme yang dikehendaki. Tetapi profesionalisasi juga berkaitan
dengan living realisties yang berpengaruh terhadap keberhasilan kita mendidik tenaga-tenaga
profesional; sumber daya manusia, sarana, iklim politik, dan berbagai unsur di dalam
ecosystem pendidikan yang harusnya diperhitungkan di dalam mencapai tujuan.
Kemampuan guru sebagai tenaga kependidikan baik secara personal, sosial, maupun
profesional harus benar-benar dipikirkan karena pada dasarnya guru  merupakan tenaga
lapangan yang lansung melaksanakan proses pembelajaran dalam pendidikan dan sebagai
tombak keberhasilan pendidikan. Pentingnya profesionalisme guru inilah yang akan
menentukan nasib dari pendidikan di masa yang akan datang.
Makna profesional mengacu pada orang yang menyandang suatu profesi atau sebutan
tentang penampilan seseorang untuk mewujudkan unjuk kerja sesuai dengan profesinya.
Sebuah pekerjaan yang bersifat profesi memerlukan beberapa bidang ilmu yang secara
sengaja harus dipelajari dan kemudian diaplikasikan bagi kepentingan umum.

Guru disebut profesional apabila memenuhi beberapa karakteristik sebagai berikut :


1.  Ahli dibidang teori dan praktik keguruan 
2.  Senang memasuki organisasi profesi keguruan 
3.  Memiliki latar belakang pendidikan keguruan yang memadai
4.  Melaksanakan kode etik guru 
5.  Memiliki otonomi dan rasa tanggung jawab
6.  Memiliki rasa pengabdian kepada masyarakat.
7.  Bekerja atas panggilan hati nurani

Pada umumnya profesi sangat berkaitan dengan profesionalan seseorang dalam


menjalankan profesinya.Seorang guru dikatakan guru profesional, apabila guru tersebut
memiliki kualitas mengajar yang tinggi. Kualitas seorang guru dapat dipandang dari tiga
dimensi sebagai berikut:
 Expert (ahli di bidangnya)
     Seorang guru dikatakan ahli di bidangnya tidak hanya menguasai isi pelajaran yang
diajarkan saja, tetapi juga mampu menanamkan konsep mengenai pengetahuan yang
diajarkan dan mampu menyampaikan pesan-pesan didik.

 Responbility (rasa tanggung jawab)


     Guru yang profesional mempersiapkan diri sematangnya sebelum mengajar. Guru juga
menguasai pelajaran dan bertanggung jawab atas semua yang disampaikan dan segala tingkah
lakunya.

 Sense of Belonging/Colleague (rasa kesejawatan)


     Salah satu tugas organisasi profesi menciptakan rasa kesejawatan sehingga rasa aman dan
perlindungan jabatan.

Keprofesional seorang guru berkaitan erat dengan kreatifitas dan keterampilan yang
dimiliki guru tersebut. Profesionalisme guru menjadi lebih sempurna manakala dibingkai
kreatifitas dalam strategi dan implementasi ketika mengajar. Guru lebih mengkreasikan
kegiatan menjadi lebih menarik dan berkaitan dengan seni kreasi mengajar.
Konsep profsionalisme, seperti dalam penelitian yang dikembangkan oleh Hall, kata
tersebut banyak digunakan peneliti untuk melihat bagaimana para profesional memandang
profesinya, yang tercermin dari sikap dan perilaku mereka. Konsep profesionalisme dalam
penelitian Sumardi dijelaskan bahwa ia memiliki lima muatan atau prinsip, yaitu:

 Pertama, afiliasi komunitas (community affilition) yaitu menggunakan ikatan profesi


sebagai acuan, termasuk di dalamnya organisasi formal atau kelompok-kelompok
kolega informal sumber ide utama pekerjaan. Melalui ikatan profesi ini para
profesional membangun kesadaran profesi.
 Kedua, kebutuhan untuk mandiri (autonomy demand) merupakan suatu pendangan
bahwa seseorang yang profesional harus mampu membuat keputusan sendiri tanpa
tekanan dari pihak lain (pemerintah, klien, mereka yang bukan anggota profesi).
Setiap adanya campur tangan (intervensi) yang datang dari luar, dianggap sebagai
hambatan terhadap kemandirian secara profesional. Banyak yang menginginkan
pekerjaan yang memberikan hak-hak istimewa untuk membuat keputusan dan bekerja
tanpa diawasi secara ketat. Rasa kemandirian dapat berasal dari kebebasan melakukan
apa yang terbaik menurut yang bersangkutan dalam situasi khusus.
 Ketiga, keyakinan terhadap peraturan sendiri/profesi (belief self regulation) dimaksud
bahwa yang paling berwenang dalam menilai pekerjaan profesional adalah rekan
sesama profesi, bukan “orang luar” yang tidak mempunyai kompetensi dalam bidang
ilmudanpekerjaanmereka.

 Keempat, dedikasi pada profesi (dedication) dicerminkan dari dedikasi profesional


dengan menggunakan pengetahuan dan kecakapan yang dimiliki. Keteguhan tetap
untuk melaksanakan pekerjaan meskipun imbalan ekstrinsik dipandang berkurang.
Sikap ini merupakan ekspresi dari pencurahan diri yang total terhadap pekerjaan.
Pekerjaan didefinisikan sebagai tujuan. Totalitas ini sudah menjadi komitmen pribadi,
sehingga kompensasi utama yang diharapkan dari pekerjaan adalah kepuasan ruhani
dan setelah itu baru materi, dan yang kelima, kewajiban sosial (social obligation)
merupakan pandangan tentang pentingnya profesi serta manfaat yang diperoleh baik
oleh masyarakat maupun profesional karena adanya pekerjaan tersebut.
 Kelima,pengertian di atas merupakan kreteria yang digunakan untuk mengukur
derajat sikap profesional seseorang.

Proses menjadi profesional di bidang pendidikan:

Profesionalisme guru dapat diwujudkan melalui pemberdayaan potensi dan prestasi guru.
Seorang guru disebut sebagai guru profesional karena kemampuannya dalam mewujudkan
kinerja profesi guru secara utuh. Dengan demikian sifat utama dari seorang guru profesional
adalah kemampuannya dalam mewujudkan kinerja profesional yang sebaik-baiknya dalam
mencapai tujuan pendidikan. Sifat-sifat ini mencakup ciri-ciri kepribadian guru dan
penguasaan keterampilan teknis keguruan. Dengan kata lain seorang guru hendaknya
memiliki kompetensi yang mantap. Kompetensi merupakan seperangkat pengetahuan,
keterampilan, prilaku yang harus dimiliki, dihayati, dikuasai, dan diaktualisasikan oleh guru
dalam melaksanakan tugas keprofesionalan.
Guru yang profesional tidak hanya menguasai bidang ilmu, bahan ajar, menguasai metode
yang tepat, namun juga mampu memotivasi peserta didik, memiliki keterampilan yang tinggi
dan wawasan yang luas terhadap dunia pendidikan. Guru yang profesional juga harus
memiliki pemahaman yang mendalam tentang hakekat manusia dan masyarakat. Hakikat-
hakikat ini akan melandasi pola pikir, pola kerja guru dan loyalitasnya kepada profesi
pendidikan. Juga dalam implementasi pembelajaran guru harus mampu mengembangkan
budaya organisasi kelas, dan iklim organisasi pembelajaran yang bermakna, kreatif, dinamis,
bergairah, dan dialogis sehingga menyenangkan bagi peserta didik.

Adapun ciri-ciri guru profesional. Untuk menjadi profesional, seorang guru dituntut untuk
memiliki lima hal, antara lain:

 Guru mempunyai komitmen pada siswa dan proses belajarnya


 Guru menguasai secara mendalam bahan / mata pelajaran yang diajarkan serta cara
mengajarkannya kepada para siswa
 Guru bertanggung jawab memantau hasil belajar siswa melalui berbagai teknik
evaluasi, mulai cara pengamatan dalam perilaku siswa sampai tes hasil belajar
 Guru mampu berpikir secara sistematis tentang apa yang dilakukannya dan belajar
dari pengalamannya
 Guru seyogianya merupakan bagian dari masyarakat belajar dalam lingkungan
profesinya

Ciri lain guru dikatakan profesional jika :


1. Fleksibel

Dibutuhkan guru yang tidak kaku, luwes, dan dapat memahami kondisi anak didik,
memahami cara belajar mereka, serta mampu mendekati anak didik melalui berbagai cara
sesuai kecerdasan dan potensi masing-masing anak.

2. Optimis

Keyakinan yang tinggi akan kemampuan pribadi dan yakin akan perubahan anak didik ke
arah yang lebih baik melalui proses interaksi guru-murid yang fun akan menumbuhkan
karakter yang sama terhadap anak tersebut.

3. Respek

Rasa hormat yang senantiasa ditumbuhkan di depan anak didik akan dapat memacu mereka
untuk lebih cepat tidak sekadar memahami pelajaran, namun juga pemahaman yang
menyeluruh tentang berbagai hal yang dipelajarinya.

4. Cekatan

Anak-anak berkarakter dinamis, aktif, eksploratif, dan penuh inisiatif. Kondisi ini perlu di
imbangi oleh Anda sebagai pengajarnya sehingga Anda mampu bertindak sesuai kondisi
yang ada.

5. Humoris

Menjadi guru killer? Anak-anak malah takut kepada Anda dan tidak mau belajar. Meskipun
setiap orang mempunyai sifat humoris, sifat ini dituntut untuk dimiliki seorang pengajar.
Karena pada umumnya, anak-anak suka sekali dengan proses belajar yang menyenangkan,
termasuk dibumbui dengan humor. Secara tidak langsung, hal tersebut dapat membantu
mengaktifkan kinerja otak kanan mereka.

6. Inspiratif

Meskipun ada panduan kurikulum yang mengharuskan peserta didik mengikutnya, guru harus
dapat menemukan banyak ide dari hal-hal baru dan lebih memahami informasi-informasi
pengetahuan yang disampaikan gurunya.

7. Lembut

Dimanapun, guru yang bersikap kasar, kaku, atau emosional, biasanya mengakibatkan
dampak buruk bagi peserta didiknya, dan sering tidak berhasil dalam proses mengajar kepada
anak didik. Pengaruh kesabaran, kelembutan, dan rasa kasing sayang akan lebih efektif dalam
proses belajar mengajar dan lebih memudahkan munculnya solusi atas berbagai masalah yang
muncul.
8. Disiplin

Disiplin disini tidak hanya soal ketepatan waktu, tapi mencakup bebagai hal lain. Sehingga,
guru mampu menjadi teladan kedisplinan tanpa harus sering mengatakan tentang pentingnya
disiplin. Contoh, disiplin dalam waktu, menyimpan barang, belajar dan sebagainya. Dengan
demikian, akan timbul pemahaman yang kuat pada anak didik tentang pentingnya hidup
disiplin.

9. Responsif

Ciri guru yang profesional antara lain cepat tanggap terhadap perubahan-perubahan yang
terjadi, baik pada anak didik, budaya, sosial, ilmu pengetahuan maupun teknologi, dll.

10. Empatik

Setiap anak mempunyai karakter yang berbeda-beda, cara belajar dan proses peneriamaan,
serta pemahaman terhadap pelajaran pun berbeda-beda. Oleh karena itu, seorang guru
dituntut mempunyai kesabaran lebih dalam memahami keberagaman tersebut sehingga bisa
lebih memahami kebutuhan-kebutuhan belajar mereka.

Anda mungkin juga menyukai