ETHICAL GOVERNANCE
Disusun Oleh:
Ada pepatah yang mengatakan “Tak ada gading yang tak retak”, kami
menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyajian makalah ini. Oleh karena itu,
kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semuapembaca demi
kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini berguna dan dapatmenambah pengetahuan
pembaca.
Demikian makalah ini kami buat, apabila ada kata- kata yang kurang
berkenan dan banyak terdapat kekurangan, kami mohon maaf yang sebesar-
besarnya.
Penyusun
Daftar Isi
KATA PENGANTAR................................................................................................................................ii
ii
Daftar Isi.....................................................................................................................................................iii
PENDAHULUAN......................................................................................................................................iv
3.1 Tujuan.........................................................................................................................................iv
BAB II.........................................................................................................................................................1
PEMBAHASAN.........................................................................................................................................1
1. Commitment on Governance.......................................................................................................1
2. Governance Structure..................................................................................................................1
3. Governance Mechanism..............................................................................................................1
4. Governance Outcomes.................................................................................................................1
BAB III.......................................................................................................................................................7
PENUTUP...................................................................................................................................................7
3.1 Kesimpulan........................................................................................................................................7
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................................................8
BAB I
PENDAHULUAN
iii
1.1 Latar Belakang
Etika (Yunani Kuno: “ethikos“, berarti “timbul dari kebiasaan“) adalah ilmu tentang
apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral terhadap nilai-nilai
berhubungan. Setiap organisasi memiliki sebuah kode etik dimana setiap individu baik
pemimpin dan karyawan yang berada dalam organisasi tersebut harus patuh dan mengikuti
kode etik tersebut. Adanya kode etik tersebut dapat menjadi tolak ukur setiap individu untuk
berperilaku sesuai dengan peraturan. Kode etik juga dapat menjadi tindakan pencegahan
terhadap penyimpangan-penyimpangan yang akan terjadi pada organisasi.
Pemerintahan adalah rangkaian proses, kebiasaan, kebijakan, aturan, dan institusi
yang mempengaruhi pengarahan, pengelolaan, serta pengontrolan suatu perusahaan atau
korporasi. Banyaknya penyimpangan-penyimpangan dalam hal ini seperti kasus Korupsi,
Kolusi dan Nepotisme yang dilakukan oleh pihak-pihak yang ada dalam organisasi
menandakan bahwa adanya kode etik yang telah dilanggar. Hal ini tentu saja dapat membawa
pengaruh yang buruk bagi sebuah organisasi. Adanya pelanggaran etika dapat membuat para
pihak-pihak yang berkepentingan tidak mempercayai organisasi. Selain itu, pelanggaran etika
juga dapat merubah pandangan masyarakat terhadap organisasi tersebut.
Oleh karena permasalahan di atas, maka penulis bermaksud untuk menulis makalah
dengan judul Ethical Governance (Etika Pemerintahan).
3.1 Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah:
1. Untuk mengetahui pengertian Ethical Governance
2. Untuk mengetahui pengertian Budaya Etika
3. Untuk mengetahui cara mengembangkan Struktur Etika Korporasi
4. Untuk mengetahui Kode prilaku Korporasi
5. Untuk mengetahui bagaimana Evaluasi Terhadap Kode prilaku Korporasi
iv
BAB II
PEMBAHASAN
Sistem pemerintahan mempunyai sistem dan tujuan untuk menjaga suatu kestabilan
negara itu. Namun di beberapa negara sering terjadi tindakan separatisme karena sistem
pemerintahan yang dianggap memberatkan rakyat ataupun merugikan rakyat. Sistem
pemerintahan mempunyai fondasi yang kuat dimana tidak bisa diubah dan menjadi statis. Sesuai
dengan kondisi negara masing-masing, sistem ini dibedakan menjadi:
1
Presidensial merupakan sistem pemerintahan negara republik di mana kekuasan eksekutif
dipilih melalui pemilu dan terpisah dengan kekuasan legislatif. Contohnya Indonesia,
Brazil, Afganistan.
Parlementer merupakan sebuah sistem pemerintahan di mana parlemen memiliki peranan
penting dalam pemerintahan. Berbeda dengan sistem presidensiil, di mana sistem
parlemen dapat memiliki seorang presiden dan seorang perdana menteri, yang
berwenang terhadap jalannya pemerintahan. Contoh India, Irak Israel
Komunis adalah paham yang merupakan sebagai bentuk reaksi atas perkembangan
masyarakat kapitalis yang merupakan cara berpikir masyarakat liberal. Contohnya,
Korea Utara, Laos Vietnam
Demokrasi liberal merupakan sistem politik yang melindungi secara konstitusional hak-
hak individu dari kekuasaan pemerintah liberal merupakan sebuah ideologi, pandangan
filsafat, dan tradisi politik yang didasarkan pada pemahaman bahwa kebebasan dan
persamaan hak adalah nilai politik yang utama. Contoh Amerika Serikat
2
Oleh karena itu mereka meyakini bahwa hanya budaya etikalah yang dapat
menyelamatkan bisnis mereka di masa depan. Hal ini muncul dari hikmah atas peristiwa krisis
ekonomi dan keuangan dunia yang berawal di Amerika dimana penyebab utama dari peristiwa
tersebut adalah tidak berjalannya etika bisnis dengan dukungan manajemen risiko yang kuat.
Para ahli manajemen beranggapan bahwa krisis terjadi akibat beberapa perusahaan tidak
menerapkan prinsip-prinsip dengan baik dan benar.
Jika perusahaan harus etis, maka manajemen puncak harus etis dalam semua tindakan
dan kata-katanya. Manajemen puncak memimpin dengan memberi contoh. Perilaku ini adalah
budaya etika. Tugas manajemen puncak adalah memastikan bahwa konsep etikanya menyebar di
seluruh organisasi, melalui semua tingkatan dan menyentuh seluruh karyawan. Penerapan
budaya etika dilakukan secara top-down.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa belajar dari peristiwa krisis itulah maka pada
saat ini para pemain bisnis global semakin menyadari pentingnya mengembangkan budaya etika
berbasis prinsip-prinsip dan nilai-nilai perusahaan. Budaya Organisasi mempunyai contoh seperti
yang terjadi di setiap perusahaan, yang muncul berdasarkan peralanan hidup para pegawai. Tapi
pada umumnya budaya organisasi terletak pada pendiri perusahaan itu sendiri. Karena merekalah
yang mengambil keputusan dan memberi arah strategi organisasi yang biasanya disebut juga
budaya organisasi.
Para eksekutif mencapai penerapan ini melalui suatu metode tiga lapis, yaitu:
1. Corporate credo: pernyataan ringkas mengenai nilai-nilai yang ditegakkan perusahaan, yang
diinformasikan kepada orang-orang dan organisasi-organisasi baik di dalam maupun di luar
perusahaan.
a. Komitmen Internal: Perusahaan terhadap karyawan. Karyawan terhadap perusahaan.
Karyawan terhadap karyawan lain.
b. Komitmen Eksternal: Perusahaan terhadap pelanggan Perusahaan terhadap pemegang
saham Perusahaan terhadap masyarakat.
2. Program etika: suatu sistem yang terdiri dari berbagai aktivitas yang dirancang untuk
mengarahkan pegawai dalam melaksanakan corporate credo. Misalnya pertemuan orientasi
bagi pegawai baru dan audit etika.
3. Kode etik perusahaan: Kode etik yang khusus digunakan perusahaan dalam melaksanakan
aktivitasnya. Setiap perusahaan memiliki kode etiknya masing-masing. Kadang-kadang kode
etik tersebut diadaptasi dari kode etik industri tertentu. Lebih dari 90% perusahaan membuat
kode etik yang khusus digunakan perusahaan tersebut dalam melaksanakan aktivitasnya.
Contohnya IBM membuat IBM’s Business Conduct Guidelines (Panduan Perilaku Bisnis
IBM).
3
2.3 Mengembangkan Struktur Etika Korporasi
Membangun entitas korporasi dan menetapkan sasarannya. Pada saat itulah perlu prinsip-
prinsip moral etika ke dalam kegiatan bisnis secara keseluruhan diterapkan, baik dalam entitas
korporasi, menetapkan sasaran bisnis, membangun jaringan dengan para pihak yang
berkepentingan (stakeholders) maupun dalam proses pengembangan diri para pelaku bisnis
sendiri. Penerapan ini diharapkan etika dapat menjadi “hati nurani” dalam proses bisnis sehingga
diperoleh suatu kegiatan bisnis yang beretika dan mempunyai hati, tidak hanya sekadar mencari
untung belaka, tetapi juga peduli terhadap lingkungan hidup, masyarakat, dan para pihak yang
berkepentingan (stakeholders).
Dalam mengembangkan struktur etika korporasi, suatu perusahaan harus memiliki good
corporate governance. Good corporate governance adalah tindakan untuk mengarahkan,
mengendalikan atau memengaruhi setiap kegiatan perusahaan agar dapat memenuhi keinginan
dari masyarakat yang bersangkutan. Penerapan good corporate governance (GCG) dapat
didorong dari dua sisi, yaitu etika dan peraturan. Dorongan dari etika (ethical driven) datang dari
kesadaran individu-individu pelaku bisnis untuk menjalankan praktik bisnis yang mengutamakan
kelangsungan hidup perusahaan, kepentingan stakeholders, dan menghindari cara-cara
menciptakan keuntungan sesaat. Di sisi lain, dorongan dari peraturan (regulatory driven)
“memaksa” perusahaan untuk patuh terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Kedua pendekatan ini memiliki kekuatan dan kelemahannya masing-masing dan seyogyanya
saling melengkapi untuk menciptakan lingkungan bisnis yang sehat.
4
marjin keuntungan masa depan yang hilang karena kekecewaan pelanggan. Whistle bertiup di
luar korporasi juga bisa dicegah agar efektif.
Untuk mencapai keberhasilan dalam jangka panjang, suatu perusahaan perlu dilandasi
oleh integritas yang tinggi. Oleh karena itu, diperlukan pedoman perilaku (code of conduct) yang
dapat menjadi acuan bagi organ perusahaan dan semua karyawan dalam menerapkan nilai-nilai
(values) dan etika bisnis sehingga menjadi bagian dari budaya perusahaan. Kode perilaku
korporasi (Code of Conduct) adalah pedoman internal perusahaan yang berisikan sistem nilai,
etika bisnis, etika kerja, komitmen, serta penegakan terhadap peraturan-peraturan perusahaan
bagi individu dalam menjalankan bisnis, dan aktivitas lainnya serta berinteraksi dengan
stakeholders. Kode perilaku korporasi yang dimiliki suatu perusahaan berbeda dengan
perusahaan lainnya, karena setiap perusahaan memiliki kebijakan yang berbeda dalam
menjalankan usahanya.
5
Dalam mengimplementasikan Good Corporate Governance, diperlukan instrumen-
instrumen yang menunjang, yaitu sebagai berikut:
Code of Corporate Governance (Pedoman Tata Kelola Perusahaan), pedoman dalam
interaksi antar organ perusahaan maupun stakeholder lainnya.
Code of Conduct (Pedoman Perilaku Etis), pedoman dalam menciptakan hubungan
kerjasama yang harmonis antara perusahaan dengan karyawannya.
Board Manual, panduan bagi komisaris dan direksi yang mencakup keanggotaan, tugas,
kewajiban, wewenang serta hak, rapat dewan, hubungan kerja antara komisaris dengan
direksi serta panduan operasional best practice.
Sistem Manajemen Risiko, mencakup prinsip-prinsip tentang manajemen risiko dan
Implementasinya.
An Auditing Committee Contract, Mengatur organisasi dan manajemen komite audit
beserta ruang lingkup kerjanya.
Piagam Komite Audit, mengatur tentang organisasi dan tata laksana komite audit serta
ruang lingkup tugas.
Berikut ini langkah yang harus dilakukan dalam evaluasi terhadap kode perilaku korporasi, yaitu:
a. Pelaporan Pelanggaran Code of Conduct
Setiap individu berkewajiban melaporkan setiap pelanggaran atas Code of Conduct yang
dilakukan oleh individu lain dengan bukti yang cukup kepada Dewan Kehormatan.
Laporan dari pihak luar wajib diterima sepanjang didukung bukti dan identitas yang jelas
dari pelapor. Dewan kehormatan wajib mencatat setiap laporan pelanggaran atas Code of
Conduct dan melaporkannya kepada Direksi dengan didukung oleh bukti yang cukup dan
dapat dipertanggungjawabkan. Dewan kehormatan wajib memberikan perlindungan
terhadap pelapor.
b. Sanksi Atas Pelanggaran Code of Conduct
Pemberian sanksi Atas Pelanggaran Code of Conduct yang dilakukan oleh karyawan
diberikan oleh Direksi atau pejabat yang berwenang sesuai dengan ketentuan yang
berlaku. Pemberian sanksi Atas Pelanggaran Code of Conduct yang dilakukan oleh
Direksi dan Dewan Komisaris mengacu sepenuhnya pada Anggaran Dasar dan Anggaran
Rumah Tangga Perusahaan serta ketentuan yang berlaku. Pemberian sanksi dilakukan
setelah ditemukan bukti nyata terhadap terjadinya pelanggaran pedoman ini.
Evaluasi sebaiknya dilakukan secara rutin sehingga perusahaan selalu berada dalam pedoman
dan melakukan koreksi apabila diketahui terdapat kesalahan.
6
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
7
DAFTAR PUSTAKA
Sukrisno, Agoes dan I Cenik Candra, 2009, Teori Akuntansi : Tantangan Membangun Manusia
Seutuhnya
https://mohammadfadlyassagaf.wordpress.com/2016/12/04/ethical-governance/
https://danarajis.wordpress.com/2015/11/16/338/