Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN

CKD

A. KONSEP TEORI
1. Anatomi Fisiologi
1) Anatomi

Gbr. Anatomi Ginjal

Ginjal merupakan organ berbentuk seperti kacang yang terletak pada kedua sisi
kolumna vertebralis. Ginjal kanan sedikit lebih rendah dibandingkan ginjal kiri
karena tekanan ke bawah oleh hati. Katub atasnya terletak setinggi iga kedua belas.
Sedangkan katub atas ginjal kiri terletak setinggi iga kesebelas. Ginjal dipertahankan
oleh bantalan lemak yang tebal agar terlindung dari trauma langsung, disebelah
posterior dilindungi oleh iga dan otot-otot yang meliputi iga, sedangkan
anteriordilindungi oleh bantalan usus yang tebal. Ginjal kiri yang berukurannormal
biasanya tidak teraba pada waktu pemeriksaan fisik karena duapertiga atas
permukaan anterior ginjal tertutup oleh limfa, namun katubbawah ginjal kanan yang
berukuran normal dapat diraba secara bimanual.
Ginjal terbungkus oleh jaringan ikat tipis yang dikenal sebagaikapsula renis.
Disebelah anterior ginjal dipisahkan dari kavum abdomendan isinya oleh lapisan
peritoneum. Disebelah posterior organ tersebutdilindungi oleh dinding toraks bawah.
Darah dialirkan kedalam setiapginjal melalui arteri renalis dan keluar dari dalam
ginjal melalui venarenalis. Arteri renalis berasal dari aorta abdominalis dan vena
renalismembawa darah kembali kedalam vena kava inferior.
Pada orang dewasa panjang ginjal adalah sekitar 12 sampai 13 cm(4,7-5,1 inci)
lebarnya 6 cm (2,4 inci) tebalnya 2,5 cm (1 inci) danberatnya sekitar 150 gram.
Permukaan anterior dan posterior katub atasdan bawah serta tepi lateral ginjal
berbentuk cembung sedangkan tepilateral ginjal berbentk cekung karena adanya
hilus.
Gbr. Anatomi Nefron
Ginjal tersusun dari beberapa nefron. Struktur halus ginjal terdiri atas banyak
nefron yang merupakan satuan fungsional ginjal, jumlahnya sekitar satu juta pada
setiap ginjal yang pada dasarnya mempunyai struktur dan fungsi yang sama. Setiap
nefron terdiri dari kapsula bowmen yang mengintari rumbai kapiler glomerulus,
tubulus kontortus proksimal, lengkung henle dan tubulus kontortus distal yang
mengosongkan diri ke duktus pengumpul. Kapsula bowman merupakan suatu
invaginasi dari tubulus proksimal. Terdapat ruang yang mengandung urine antara
rumbai kapiler dan kapsula bowman dan ruang yang mengandung urine ini dikenal
dengan nama ruang bowmen atau ruang kapsular. Kapsula bowman dilapisi oleh sel-
sel epitel. Sel epitel parielalis berbentuk gepeng dan membentuk bagian terluar dari
kapsula, sel epitel veseralis jauh lebih besar dan membentuk bagian dalam kapsula
dan juga melapisi bagian luar dari rumbai kapiler. Sel viseral membentuk tonjolan-
tonjolan atau kakikaki yang dikenal sebagai pedosit, yang bersinggungan dengan
membrana basalis pada jarak-jarak tertentu sehingga terdapat daerah-daerah yang
bebas dari kontak antar sel epitel. Daerah-daerah yang terdapat diantara pedosit
biasanya disebut celah pori-pori.
2) Fisiologi Ginjal
a. Fungsi ginjal
Menurut Price dan Wilson (2007), ginjal mempunyai berbagai macam fungsi yaitu
ekskresi dan fungsi non-ekskresi.
a) Fungsi ekskresi diantaranya adalah:
1. Mempertahankan osmolaritas plasma sekitar 285 mOsmol dengan
mengubah-ubah ekskresi air.
2. Mempertahankan kadar masing-masing elektrolit plasma dalam rentang
normal.
3. Mempertahankan pH plasma sekitar 7,4 dengan mengeluarkan kelebihan H+
dan membentuk kembali HCO3
4. Mengekresikan produk akhir nitrogen dari metabolisme protein, terutama
urea, asam urat dan kreatinin.
b. Sedangkan fungsi non-ekresi ginjal adalah:
a) Menghasilkan rennin yang penting untuk pengaturan tekanan darah.
b) Menghasilkan eritropoetin sebagai faktor penting dalam stimulasi produksi
sel darah merah oleh sumsum tulang.
3) Pembentukan urine
a. Filtrasi (penyaringan): kapsula bowman dari badan malpighi menyaring darah
dalam glomerus yang mengandung air, garam, gula, urea dan zat bermolekul besar
(protein dan sel darah) sehingga dihasilkan filtrat glomerus (urine primer). Di
dalam filtrat ini terlarut zat yang masih berguna bagi tubuh maupun zat yang tidak
berguna bagi tubuh, misal glukosa, asam amino dan garam-garam.
b. Reabsorbsi (penyerapan kembali): dalam tubulus kontortus proksimal zat dalam
urine primer yang masih berguna akan direabsorbsi yang dihasilkan filtrat tubulus
(urine sekunder) dengan kadar urea yang tinggi.
c. Ekskesi (pengeluaran): dalam tubulus kontortus distal, pembuluh darah
menambahkan zat lain yang tidak digunakan dan terjadi reabsornsi aktif ion Na+
dan Cl- dan sekresi H+ dan K+. Di tempat sudah terbentuk urine yang
sesungguhnya yang tidak terdapat glukosa dan protein lagi, selanjutnya akan
disalurkan ke tubulus kolektifus ke pelvis renalis.

2. Definisi
Chronic kidney disease (CKD) atau penyakit ginjal kronis
didefinisikan sebagai kerusakan ginjal untuk sedikitnya 3 bulan dengan
atau tanpa penurunan glomerulus filtration rate (GFR) (Nahas &
Levin,2010). CKD atau gagal ginjal kronis (GGK) didefinisikan sebagai
kondisi dimana ginjal mengalami penurunan fungsi secara lambat,
progresif, irreversibel, dan samar (insidius) dimana kemampuan tubuh
gagal dalam mempertahankan metabolisme, cairan, dan
keseimbangan elektrolit, sehingga terjadi uremia atau azotemia
(Smeltzer, 2009)

3. Etiologi
Gagal ginjal kronik terjadi setelah berbagai macam penyakit yang merusak nefron ginjal.
Sebagian besar merupakan parenkim ginjal difus dan bilateral
1. Infeksi, misalnya pielonofritis kronik
2. Penyakit vaskuler hipertensi, misalnya nefrosklerosis benigna, nefrosklerosis maligna,
stenosis arteri renalis.
3. Gangguan jaringan penyambung, seperti lupus eritematosus sistemik (SLE), poli
arteritis nodusa, sklerosis sistemik progresif.
4. Penyakit metabolik seperti DM, gout, hiperparatiroidisme, amiloidosis.
5. Nefropati toksik, misalnya penyalahgunaan analgetik, nefropati timbale.
6. Nefropati obstruktif
a. Saluran kemih bagian atas: kalkuli neoplasma, fibrosis, netroperitoneal.
b. Saluran kemih bagian bawah: hipertrofi prostale, striktur uretra anomali kongenital
pada leher kandung kemih dan uretra.

4. Klasifikasi
Chronic kidney disease pada dasarnya pengelolaan tidak jauh beda dengan chronic
renal failure, namun pada terminologi akhir CKD lebih baik dalam rangka untuk
membatasi kelainan klien pada kasus secara dini, karena dengan CKD di bagi 5 grade,
dengan harapan klien pada kasus secara dini, karena dengan CKD di bagi 5 grade, dengan
harapan klien datang/merasa masih dalam stage-stage awal yaitu 1 dan 2. Secara konsep
CKD, untuk menentukan derajat menggunakan terminalogi CCT (clearance creatinin test)
dengan rumus stage 1 sampai stage 5. Sedangkan CRF (chronic renal failure) hanya 3
stage. Secara umum di tentukan klien datang dengan derajat 2 dan 3 atau datang dengan
terminal stage bila menggunakan istilah CRF:
1. Gagal ginjal kronik/chronic renal failure dibagi 3 stadium
1) Stadium 1: penurunan cadangan ginjal
a. Kreatinin serum dan kadar BUN normal
b. Asimtomatik
c. Tes beban kerja pada ginjal: pemekatan kemih, tes GFR
2) Stadium II: insufiensi ginjal
a. Kadar BUN meningkat (tergantung pada kadar protein dalam diet)
b. Kadar kreatinin serum meningkat
c. Nokturia dan poliuri (karena kegagalan pemekatan)
Ada 3 derajat insufisiensi ginjal:
a. Ringan
40% - 80% fungsi ginjal dalam keadaan normal
b. Sedang
15% - 40% fungsi ginjal normal
c. Berat
2% - 20% fungsi ginjal normal
3) Stadium III: gagal ginjal stadium akhir atau uremia
a. Kadar ureum dan kreatinin sangat meningkat
b. Ginjal sudah tidak dapat menjaga hemeostatis cairan dan elektrolit
c. Air kemih isoosmotis dengan plasma dengan bunyi jantung 1,010
Gagal ginjal kronik adalah kerusakan ginjal yang terjadi selama lebih dari 3 bulan,
berdasarkan kelainan patologis atau petanda kerusakan ginjal seperti proteinuria. Jika
tidak ada tanda kerusakan ginjal, diagnosis penyakit ginjal kronik ditegakkan jika nilai
laju filtrasi glomerulus kurang dari 60 ml/menit/1,73m².
Batasan penyakit ginjal kronik :
1. Kerusakan ginjal > 3 bulan, yaitu kelainan struktur atau fungsi ginjal, dengan atau
tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus berdasarkan:
a. Kelainan patologik
b. Petanda kerusakan ginjal seperti proteinuria atau kelainan pada pemeriksaan
pencitraan
2. Laju filtrasi glomerulus < 60 ml/menit/1,73m² selama > 3 bulan dengan atau tanpa
kerusakan ginjal
Klasifikasi CKD (Chronic Kidney Disease) berdasarkan laju filtrasi glomerulus (GFR/
Glomerulus Filtration Rate):
GFR
Stadium Deskripsi
ml/mnt/1,73m2
1 ≥ 90 Kerusakan ginjal dengan GFR normal/meningkat
2 60-89 Kerusakan ginjal dengan penurunan GFR ringan
3 30-59 Kerusakan ginjal dengan penurunan GFR sedang

4 15-29 Kerusakan ginjal dengan penurunan GFR berat


5 < 15atau dialisis Gagal ginjal

GFR / LFG dapat dihitung dengan formula Cockcroft-Gault:


5. Manifestasi Klinis
1. Gangguan kardiovaskuler
Hipertensi, nyeri dada, dan sesak nafas akibat perikarditis, effusiperikardiac dan gagal
jantung akibat penimbunan cairan, gangguan irama jantung dan edema.
2. Gangguan Pulmoner
Nafas dangkal, kussmaul, batuk dengan sputum kental dan riak,suara krekels, gagal
nafas.
3. Gangguan gastrointestinal
Anoreksia, nausea, dan fomitus yang berhubungan dengan metabolisme protein dalam
usus, perdarahan pada saluran gastrointestinal, ulserasi dan perdarahan mulut, nafas
bauammonia.
4. Gangguan muskuloskeletal
Resiles leg sindrom ( pegal pada kakinya sehingga selalu digerakan), burning feet
syndrom ( rasa kesemutan dan terbakar, terutama ditelapak kaki ), tremor, miopati
( kelemahan dan hipertropi otot –otot ekstremitas.
5. Gangguan Integumen
Kulit berwarna pucat akibat anemia dan kekuning – kuningan akibat penimbunan
urokrom, gatal – gatal akibat toksik, kuku tipisdan rapuh.
6. Gangguan endokrim
Gangguan seksual : libido fertilitas dan ereksi menurun, gangguan menstruasi dan
aminore. Gangguan metabolic glukosa, gangguan metabolic lemak dan vitamin D.
7. Gangguan cairan elektrolit dan keseimbangan asam dan basa
Biasanya retensi garam dan air tetapi dapat juga terjadi kehilangannatrium dan
dehidrasi, asidosis, hiperkalemia, hipomagnesemia, hipokalsemia.
8. System hematologi
Anemia yang disebabkan karena berkurangnya produksi eritopoetin, sehingga
rangsangan eritopoesis pada sum – sum tulang berkurang, hemolisis akibat
berkurangnya masa hidup eritrosit dalam suasana uremia toksik, dapat juga terjadi
gangguan fungsi trombosis dantrombositopeni.
(Smeltzer dan Bare, 2010)

6. Patofisiologi
Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk glomerus dan
tubulus) di duga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa nefron utuh). Nefron – nefron
yang utuh hipertrofi dan memproduksi volume filtrasi yang meningkat disertai reabsorbsi
walaupun dalam keadaan penurunan GFR/daya saring. Metode adaptif ini memungkinkan
ginjal untuk berfungsi sampai ¾ dari nefron – nefron rusak beban bahan yang harus di
larut menjadi lebih besar dari pada yang bisa direabsorbsi berakibat diuresis osmotik
disertai poliuri dan haus. Selanjutnya karena jumlah nefron yang rusak bertambah banyak
oliguriatimbul disertai retensi produk sisa. Titik dimana timbulnya gejala – gejala khas
kegagalan ginjal bila kira – kira fungsi ginjal telah hilang 80 – 90%. Pada tingkat ini
fungsi renal yang demikian nilai kreatinin clearance turun sampai 15 ml/menit atau lebih
rendah. Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang normalnya
dieksresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan mempengaruhi
setiap sistem tubuh. Semakin banyak tertimbun produk sampah akan semakin berat.
8. Komplikasi
1. Hiperkalemia akibat penurunan eksresi, asidosis metabolik, katabolisme dan
masukan diet berlebih.
2. Perikarditis, efusi perikardial dan tamponade jantung akibat retensi produksi sampah
uremik dan dialysis yang tidak adekuat.
3. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfusio system renin-angiotensin-
aldosteron.
4. Anemia akibat penurunan eritropoetin gastrointestinal, penurunan usia sela darah
merah, perdarahan gastrointestinal akibat iritasi toksin DNA kehilangan darah selama
hemodialisa.
5. Penyakit tulang beserta klasifikasi metabolik akibat retensi fosfat, kadar kalsium
serum yang rendah dan metabolisme vitamin D abnormal.
6. Asidosis metabolik
7. Osteodistropi ginjal
8. Sepsis
9. Neuropati perifer
10. Hipeuremia

9. Prognosis
Prognosis dengan pasien penyakit ginjal kronis di jaga sebagai data epidemologi
telah menunjukkan bahwa menyebabkan semua kematian. Meningkatkan sebagai
penurunan fungsi ginjal. Penyebab penurunan fungsi ginjal utama adalah penyakit
jantung, terlepas dari apakah ada perkembangan ke tahap 5.
Sementara terapi pengganti ginjal dapat mempertahankan pasien tanpa batas
waktu dan memperpanjang kehidupan, kualitas hidup adalah sangat terpengaruh ginjal
transplantasi meningkatkan kelangsungan hidup pasien stadium 5 CKD signifikan bila
dibandingkan dengan terapi pilihan. Namun, hal ini terkait dengan mortalitas jangka
pendek meningkat, transplantasi samping, intensitas tinggi rumah hemodialisa muncul
terkait dengan kelangsungan hidup baik dan yang lebih besar. Jika dibandingkan dengan
tiga kali seminggu konvensi, anal hemodialisa dialisis peritoneal.

10. Pemeriksaan Penunjang


Didalam memberikan pelayanan keperawatan terutama intervensi maka perlu
pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan baik secara medis ataupun kolaborasi antara
lain :
1. Pemeriksaan laboratorium darah
- Hematologi
- Hb, Ht, Eritrosit, Lekosit, Trombosit
- RFT ( renal fungsi test ) Ureum dan kreatinin
- LFT (liver fungsi test )
- Elektrolit
Klorida, kalium, kalsium
- Koagulasi studi
- PTT, PTTK
- BGA
2. Urine
- Urine ruti
- Urin khusus : benda keton, analisa kristal batu
3. Pemeriksaan kardiovaskuler
- ECG
- ECO
4. Radidiagnostik
- USG abdominal
- CT scan abdominal
- BNO/IVP, FPA
- Renogram
- RPG ( retio pielografi )
5. Identifikasi perjalanan penyakit
- Progresifitas penurunan fungsi ginjal
- Ureum kreatinin, Clearens Creatinin Test (CCT)
- Pemeriksaan lain: berdasarkan indikasi terutama faktor pemburuk ginjal,
misalnya: infrak miokard

11. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan keperawatan pada pasien dengan CKD dibagi tiga yaitu :
a) Konservatif
- Dilakukan pemeriksaan lab.darah dan urin
- Observasi balance cairan
- Observasi adanya odema
- Batasi cairan yang masuk
b) Dialysis
- Peritoneal dialysis
Biasanya dilakukan pada kasus – kasus emergency. Sedangkan dialysis yang bisa
dilakukan dimana saja yang tidakbersifat akut adalah CAPD ( Continues Ambulatori
Peritonial Dialysis)
- Hemodialisis
Yaitu dialisis yang dilakukan melalui tindakan infasif di vena dengan menggunakan
mesin. Pada awalnya hemodiliasis dilakukanmelalui daerah femoralis namun untuk
mempermudah makadilakukan :
a. AV fistule : menggabungkan vena dan arteri
b. Double lumen : langsung pada daerah jantung ( vaskularisasi ke jantung )
c) Operasi
- Pengambilan batu
- transplantasi ginjal
d) Terapi konservatif
Perubahan fungsi ginjal bersifat individu untuk setiap klien Cronic Renal
Disease (CKD) dan lama terapi konservatif bervariasi dari bulan sampai tahun.
Tujuan terapi konservatif:
a. Mencegah memburuknya fungsi ginjal secara profresi
b. Meringankan keluhan – keluhan akibat akumulasi toksi asotemia.
c. Mempertahankan dan memperbaiki metabolisme secara optimal.
d. Memelihara keseimbangan cairan dan elektrolit.
e. Terapi non farmakologi
a. Diet tinggi kalori, rendah protein, dan rendah garam
b. Optimalisasi dan pertahankan keseimbangan cairan dan garam
c. Kontrol ketidakseimbangan elektrolit.
d. Kontrol berat badan
e. Kontrol antara intak dan output cairan
f. Lakukan mobilisasi ringan setiap hari secara rutin.
g. Berikan kompres hangat jika terjadi oedem ekstermitas
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
CKD

1. Pengkajian
Pengkajian fokus yang disusun berdasarkan pada Gordon dan mengacu pada Doenges
(2001), serta Carpenito (2006) sebagai berikut :
1. Demografi.
Penderita CKD kebanyakan berusia diantara 30 tahun, namun ada juga yang
mengalami CKD dibawah umur tersebut yang diakibatkan oleh berbagai hal seperti proses
pengobatan, penggunaan obat-obatan dan sebagainya. CKD dapat terjadi pada siapapun,
pekerjaan dan lingkungan juga mempunyai peranan penting sebagai pemicu kejadian CKD.
Karena kebiasaan kerja dengan duduk / berdiri yang terlalu lama dan lingkungan yang
tidak menyediakan cukup air minum / mengandung banyak senyawa/ zat logam dan pola
makan yang tidak sehat.
2. Riwayat penyakit yang diderita pasien sebelum CKD seperti DM, glomerulo nefritis,
hipertensi, rematik, hiperparatiroidisme, obstruksi saluran kemih, dan traktus urinarius
bagian bawah juga dapat memicu kemungkinan terjadinya CKD.
3. Pola nutrisi dan metabolik.
Gejalanya adalah pasien tampak lemah, terdapat penurunan BB dalam kurun waktu 6
bulan. Tandanya adalah anoreksia, mual, muntah, asupan nutrisi dan air naik atau turun.
4. Pola eliminasi
Gejalanya adalah terjadi ketidak seimbangan antara output dan input. Tandanya adalah
penurunan BAK, pasien terjadi konstipasi, terjadi peningkatan suhu dan tekanan darah atau
tidak singkronnya antara tekanan darah dan suhu.
5. Pengkajian fisik
a. Penampilan / keadaan umum.
Lemah, aktifitas dibantu, terjadi penurunan sensifitas nyeri. Kesadaran pasien dari
compos mentis sampai coma.
b. Tanda-tanda vital.
Tekanan darah naik, respirasi riet naik, dan terjadi dispnea, nadi meningkat dan
reguler.
c. Antropometri.
Penurunan berat badan selama 6 bulan terahir karena kekurangan nutrisi, atau terjadi
peningkatan berat badan karena kelebihan cairan.
d. Kepala.
Rambut kotor, mata kuning / kotor, telinga kotor dan terdapat kotoran telinga, hidung
kotor dan terdapat kotoran hidung, mulut bau ureum, bibir kering dan pecah-pecah,
mukosa mulut pucat dan lidah kotor.
e. Leher dan tenggorok.
Peningkatan kelenjar tiroid, terdapat pembesaran tiroid pada leher.
f. Dada
Dispnea sampai pada edema pulmonal, dada berdebar-debar. Terdapat otot bantu
napas, pergerakan dada tidak simetris, terdengar suara tambahan pada paru (rongkhi
basah), terdapat pembesaran jantung, terdapat suara tambahan pada jantung.
g. Abdomen.
Terjadi peningkatan nyeri, penurunan pristaltik, turgor jelek, perut buncit.
h. Genital.
Kelemahan dalam libido, genetalia kotor, ejakulasi dini, impotensi, terdapat ulkus.
i. Ekstremitas.
Kelemahan fisik, aktifitas pasien dibantu, terjadi edema, pengeroposan tulang, dan
Capillary Refill lebih dari 1 detik.
j. Kulit.
Turgor jelek, terjadi edema, kulit jadi hitam, kulit bersisik dan mengkilat / uremia, dan
terjadi perikarditis.

2. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidak efektifan pola napas berhubungan dengan suplai O2 keparu menurun
2. Resiko ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anorexia
3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan gangguan status metabolik dan kulit
kering
4. Risiko ketidak efektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan penurunan kesadaran
5. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan retensi natrium
6. Intoleransi akvitas berhubungan dengan kelemahan
7. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubngan dengan volume cairan tidak
seimbang.
3. Intervensi

No Diagnosa Kriteria Hasil Intervensi


1 Pola nafas 1. Dipsnea menurun (5) 1. Observasi frekuensi, kedalaman dan
inefektif b.d suplai 2. Penggunaan Otot bantu nafas upaya pernafasan.
O2 keparu menurun (5) 2. Observasi TTV
menurun 3. Pemanjangan fase ekspansi 3. Pertahankan pemakaian oksigen dengan
menurun (5) masker
4. Frekuensi napas membaik (5) 4. Posisikan pasien semi fowler
5. Kedalaman membaik (5) 5. Kolaborasi dengan dokter pemberian
obat
2 Resiko defisit 1. Porsi makanan yang dihabiskan 1. Observasi adanya alergi makanan.
cairan meningkat (5) 2. Monitoring intake makanan setiap hari.
berhubungan 2. Diare menurun (5) 3. Auskultasi bising usus
dengan anorexia 3. Berat badan membaik (5) 4. Hindari pemberian makanan yang dapat
ditandai dengan meningkatkan peristaltik usus
mual, muntah. (misalnya, teh, kopi, dan makanan
berserat lainnya) dan cairan yang
menyebabkan diare (misalnya, apel/
jambu).
5. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
menentukan jumlah kalori dan nutrisi
yang dibutuhkan pasien.
3 Gangguan 1. Perfusi jaringan meningkat (5) 1. Anjurkan pasien untuk menggunakan
integritas kulit 2. Kerusakan jaringan menurun (5) pakaian yang longgar
berhubungan 3. Kerusakan Lapisan Kulit 2. Hindari kerutan pada tempat tidur
dengan gangguan 3. Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih
menurun (5)
status metabolik dan lembab
dan kulit kering 4. Nyeri menurun (5) 4. Monitor kulit akan adanya kemerahan
5. Nekrosis menurun (5) 5. Kolaborasi pemberian obat topikal
4 Resiko Gangguan 1. Tingkat kesadaran meningkat 1 Observasi TTV
perfusi jaringan (5) 2 Observasi dan catat status neurologis
serebral b.d 2. Gelisah menurun (5) 3 Beri informasi tentang keadaan kulit px
penurunan 3. Kecemasan menurun (5) 4 Berkolaborasi dengan dokter dalam
kesadaran 4. Nilai rata – rata teakanan darah pemberian obat
membaik (5)
5 Resiko 1. Kekuatan nadi meningkat (5) 1 Observasi status cairan dengan
ketidakseimbanga 2. Turgor kulit meningkat (5) menimbang BB perhari, keseimbangan
n cairan b.d 3. Output urine meningkat (5) masukan dan haluaran, turgor kulit
retensi natrium 4. Ortpnea menurun (5) tanda-tanda vital
5. Dipsnea menurun (5) 2 Batasi masukan cairan
6. Tekanan darah membaik (5) 3 Jelaskan pada pasien dan keluarga
7. Tekanan nadi membaik (5) tentang pembatasan cairan
4 Anjurkan pasien / ajari pasien untuk
mencatat penggunaan cairan terutama
pemasukan dan haluaran
6 Intoleransi 1. Frekuensi nadi meningkat (5) 5. Evaluasi tingkat aktivitas pasien
aktivitas b.d 2. Keluhan lelah menurun (5) 6. Lakukan mobilisasi miring kanan dan
kelemahan 3. Dipsnea saat aktifitas menurun kiri
(5) 7. Libatkan keluarga dalam perawatan
4. Dipsnea setelah aktifitas mobilitas fisik
menurun (5) 8. Kolaborasi dengan tim medis
pemberian obat
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth, 2010. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8 volume 3. Jakarta:
EGC

Carpenito, 2006. Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan dan Masalah Kolaboratif.
Jakarta: EGC

Kasuari, 2012. Asuhan Keperawatan Sistem Pencernaan dan Kardiovaskuler dengan


Pendekatan Patofisiologi. Magelang: Poltekes Semarang.

Mansjoer. 2009. Kapita Selekta Kedokteran, jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media Aesculpius.

Nanda. 2015. Nursing Diagnosis Definition dan Classification. Philadelwia Rab. T. 2008.
Agenda Gawat Darurat. Bandung: PT Alumni.

Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda 2005 – 2006.Jakarta: Prima
Medika.

Udjianti. 2010. Keperawatan Kardiovaskuler. Jakarta: Salemba Medika.


7 PATHWAY
LAPORAN PENDAHULUAN CKD

DI RUANG HEMODIALISA

RSUD BLAMBANGAN BANYUWANGI

Disusun oleh :

RUDY ANANG KRISTIONO

NIM : 201904068

PRODI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BANYUWANGI

2019
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN PENDAHULUAN CKD

DI RUANG HEMODIALISA

Telah disetujui dan disahkan oleh :

Pada tanggal ................................................

MAHASISWA

RUDY ANANG KRISTIONO

PEMBIMBING KLINIK PEMBIMBING INSTITUSI

( ( )
)

Mengetahui

KEPALA RUANGAN

( )
RESUME PADA PASIEN CKD

di RUANG HEMODIALISA

Telah disetujui dan disahkan oleh :

Pada tanggal ................................................

MAHASISWA

RUDY ANANG KRISTIONO

PEMBIMBING KLINIK PEMBIMBING INSTITUSI

( ( )
)

Mengetahui

KEPALA RUANGAN

( )

Anda mungkin juga menyukai