INDONESIA
MEDAN
T.A 2019/2020
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahi Robbil ‘Alamiin, segala puji bagi Allah SWT., atas segala
karunia dan nikmat-Nya sehingga kami dapat menyusun makalah dengan sebaik-
baiknya. Sholawat dan salam selalu tercurahkan kepada baginda Nabi Muhammad
saw.yang telah membawa manusia dari zaman kejahiliahan menuju zaman yang
terang benderang. Makalah yang berjudul “ Analisis Perkembangan Kurikulum
Matematika Di Indonesia” disusun dalam rangka untuk memenuhi tugas mata
kuliah Telaah Kurikulum yang diampuh oleh Bapak Dr. Mara Samin Lubis, M.
Ed.
penyusun
1
DAFTAR ISI
Kata Pengantar 1
Daftar Isi 2
BAB I Pendahuluan 3
BAB II Pembahasan 4
DAFTAR PUSTAKA 11
2
BAB I
PENDAHULUAN
3
BAB II
PEMBAHASAN
4
Pemerintah mulai menyusun program pendidikan setelah terlepas
dari penjajahan kolonia. Matematika diletakkan sebagai salah satu
program wajib yang saat itu lebih diletakkan pada ilmu hitung dan cara
berhitung. Sehingga hal ini lebih mengutamakan kepada melatih otak,
bukan kegunaannya. Sementara itu cabang matematika yang diberikan di
sekolah menengah pertama adalah aljabar dan ilmu ukur (geometri)
bidang. Geometri ini diajarkan terpisah dengan geometri ruang selama
tiga tahun.
2. Pembelajaran Matematika Modern
Matematika modern diajarkan dimulai setelah adanya kurikulum
1975. Model pembelajaran matematika modern ini muncul karena adanya
kemajuan teknologi. Brownell mengemukakan bahwa belajar matematika
harus merupakan belajar bermakna dan berpengertian. Teori ini sesuai
dengan teori Gestalt yang muncul sekitar tahun 1930, dimana Gestalt
yang menegaskan latihan lafal atau sering disebut drill adalah sangat
penting dalam pengajaran namun diterapkan setelah tertanam pengertian
pada siswa.
3. Matematika dalam Kurikulum 1975
Dalam bidang matematika sendiri pada tahun 1975 ini terjadi
perubahan dalam pengajaran matematika di Indonesia. Menurut
Ruseffendi yang dikutip oleh Supriadi, terjadi pergeseran dari pengajaran
yang lebih menekankan kepada hafalan kepengajaran yang bersifat rutin,
namun soal-soal yang diberikan lebih mengutamakan yang bersifat
pemecahan masalah daripada yang bersifat rutin. Program pengajaran
pada matematika modern lebih memperhatikan adanya keberagaman
antar siswa. Ada pergeseran dari pengajaran yang berpusat pada guru
menjadi berpusat kepada siswa.
4. Matematika dalam Kurikulum 1984
Pada dasarnya Kurikulum 1984 tidak jauh berbeda dengan Kurikulum
1975. Kurikulum Matematika 1984 disajikan kepada siswa SD hingga
Sekolah Menengah Umum Tingkat Atas (SMTA) lebih berkaitan satu
5
sama lainnya (Depdikbud, 1987). Dengan demikian diharapkan agar
kesenjangan ataupun tumpang tindih antara matematika SD dan Sekolah
Menengah (SM) dapat teratasi. Selain itu, materi yang dirasakan sangat
padat pada Kurikulum 1975 dikurangi. Pengurangan dilakukan terutama
dalam pengulangan yang dirasakan tidak perlu, konsep-konsep yang
tidak mendasar, penyesuaian topik dengan perkembangan kemampuan
siswa. Penambahan juga dilakukan sesuai dengan perkembangan yang
terjadi dewasa itu. Bahan-bahan baru tersebut antara lain permainan
geometri, aritmetika sosial untuk SD, geometri ruang untuk SM, dan
pengenalan komputer untuk SMA.
5. Matematika dalam Kurikulum tahun 1994
Dalam kurikulum tahun 1994, pembelajaran matematika
mempunyai karakter yang khas, seperti struktur materi sudah disesuaikan
dengan psikologi perkembangan anak, materi keahlian seperti komputer
semakin mendalam, model-model pembelajaran matematika kehidupan
disajikan dalam berbagai pokok bahasan. Dengan demikian, kurikulum
ini lebih mengedepankan tekstual materi, namun tidak melupakan hal-hal
yang kontekstual yang berkaitan dengan materi. Seperti halnya mengenai
materi soal cerita menjadi sajian menarik disetiap akhir pokok bahasan,
hal ini diberikan dengan pertimbangan agar siswa mampu menyelesaikan
permasalahan kehidupan yang dihadapi sehari-hari.
6. Matematika dalam KBK dan KTSP
Pada tahun 2004 Pemerintah menerapkan kurikulum baru dengan
nama kurikulum berbasis kompetesi. Kurikulum Berbasis Kompetensi
merupakan seperangkat rencana dan pengaturan tentang kompetensi
yang dilakukan dan cara pencapaiannya disesuaikan dengan keadaan
dan kemampuan daerah yang memiliki pencapaiannya. Wahana dalam
pencapaiannya tersebut diwujudkan dengan mempertimbangkan
keseimbangan etika, estetika, logika, dan kinestetika.3
3
Herry Widyastono, Pengembangan Kurikulum di Era Otonomi Daerah,
(Jakarta : Bumi Aksara, 2015), h. 62
6
Kurikulum ini berlaku tidak lama karena harus disesuaikan dengan
peraturan perundang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional, yang kemudian dijabarkan dalam ketentuan lebih
lanjut dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang
standar Nasional Pendidikan pengembangan Kurikulum 2004.
4
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 54 tahun 2013
tentang standar kompetensi lulusan pendidikan dasar dan menengah.
7
mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam
pemecahan masalah.
5
Departemen Pendidikan Nasional Badan Penelitian Dan Pengembangan Pusat
Kurikulum, Kajian Kebijakan Kurikulum Mata Pelajaran Matematika,2007, h. 4
6
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia
Nomor 70 tahun 2013
8
Untuk mengembangkan proses berfikir matematis peserta didik
sehingga peserta didik mehamami matematika secara hakikatnya,
kurikulum 2013 menuntut proses pembelajaran matematika diarahkan
pada pembelajaran menemukan konsep-konsep matematika, belajar dari
permasalahan real sesuai dengan prinsip pembelajaran konstruktivisme
dengan menggunakan pendapatan ilmiah. Terkait evaluasi hasil
pembelajaran, kurikulum 2013 menghendaki evaluasi secara holistic
mencakup aspek sikap, pengetahuan dan keterampilan Penilaian
dilakukan bukan hanya dengan hanya metode test (ulangan/ujian tertulis)
tetapi juga menggunakan metode non-test (portofolio) dimana penilaian
dilakukan terhadap proses yang mencakup ranah sikap, unjuk kerja, dan
hasil karya menggunakan auntentic assessment.
9
BAB III
KESIMPULAN
10
DAFTAR PUSTAKA
11