Anda di halaman 1dari 15

2.

Penjualan pelumas yang dilakukan oleh Pertamina kepada agen penyalur pertamina dikenakan
tariff…

Jawab:

PPH PASAL 22 BBM

PPh Pasal 22 BBM adalah PPh yang harus dipungut oleh produsen atau importir bahan bakar
minyak, gas dan pelumas pada saat mereka melakukan penjualan bahan bakar minyak, gas dan
pelumas tersebut.

Subjek Pemungut

Berbeda dengan subjek pemungut yang sudah dijelaskan pada artikel sebelumnya, subjek
pemungut PPh Pasal 22 berlaku tanpa harus ada surat keputusan penunjukan dari Kepala KPP. 
Artinya ada SK dari Kepala KPP maupun tidak, setiap produsen maupun importir bahan bakar
minyak (BBM), gas dan pelumas harus melakukan pemungutan, penyetoran dan pelaporan PPh
Pasal 22 terhadap setiap penjualan ketiga jenis produks tersebut.

Subjek yang Dipungut

Pihak atau subjek yang dikenai PPh Pasal 22 adalah pembeli yang membeli BBM, gas dan
pelumas langsung kepada produsen ataupun kepada importir.  Jika kita membeli BBM dari agen
seperti SPBU misalnya, maka kita tidak akan dipungut PPh Pasal 22 lagi oleh agen atau SPBU
tersebut.

Tarif dan DPP

Sesuai dengan PMK Nomor 154/PMK.03/2010, tarif PPh Pasal 22 untuk BBM, bahan bakar gas
(BBG) dan pelumas adalah sebagai berikut:

Sedangkan DPP-nya atau nilai yang dipakai untuk menghitung PPh Pasal 22 adalah sebesar
penjualan tidak termasuk PPN. Sayangnya dalam PMK Nomor 154/PMK.03/2010 tidak
dijelaskan apa yang termasuk dalam kelompok BBM dan apa yang dimaksud
dengan ‘penjualan’ yang dijadikan sebagai DPP PPh Pasal 22.
Untuk menentukan jenis BBM yang dimaksud di PMK itu, menurut saya mungkin harus
disesuaikan dengan pemahaman umum di mana biasanya yang dimaksud dengan BBM adalah
bensin, minyak tanah, minyak solar, minyak diesel dan minyak bakar.  Sedangkan untuk
pengertian nilai ‘penjualan’ yang menjadi DPP PPh Pasal 22 menurut saya Menteri Keuangan
atau Dirjen Pajak sebaiknya memberikan penegasan khusus.  Sebab seperti yang diketahui,
dalam harga seliter BBM biasanya sudah mencakup harga jual, PBBKB, PPN dlsb. Karena harga
jual BBM kan dipatok secara resmi oleh pemerintah.

Disetor Sendiri

Khusus untuk pembelian BBM, BBG dan Pelumas dari PT Pertamina (Persero), biasanya kita
(pembeli) harus menyetor sendiri PPh Pasal 22 dan pajak-pajak lainnya ke bank persepsi
dengan menggunakan SSP.  Biasanya yang kita setor itu terdiri dari harga beli, PBBKB, PPN dan
PPh Pasal 22.

Setelah kita menyetorkan ke bank persepsi, SSP tadi kemudian kita bawa ke PT Pertamina untuk
ditukarkan dengan Surat Perintah Pengeluaran Barang (SPPB) yang diterbitkan oleh PT
Pertamina. Selanjutnya SPPB tadi berfungsi sebagai surat perintah kepada depo tersebut untuk
mengangkut dan mengirimkan BBM yang kita beli.

 Uang Muka atau Final

Pada saat SSP kita tukarkan dengan SPPB, kita juga akan mendapat Bukti Pemungutan PPh Pasal
22 dari PT Pertamina.  Jika kita (pembeli) bukan berstatus sebagai agen/penyalur BBM, BBG
maupun pelumas, PPh Pasal 22 itu bisa dikreditkan di SPT Tahunan PPh.  Sementara jika kita
(pembeli) berstatus sebagai agen/penyalur BBM, BBG maupun pelumas, misalnya SPBU, maka
PPh Pasal 22 tadi bersifat final dan tidak boleh dikreditkan di SPT Tahunan PPh.

5. Koperasi Bersama-sama melakukan pembayaran SHU tahun 2019 kepada anggotanya, antara
lain :
Asep (belum ber NPWP) Rp. 300.000
Iwan (ber NPWP) Rp. 150.000
Krisna (ber NPWP status menikah 2 anak) Rp. 350.000
Putri (ber NPWP status menikah) Rp. 250.000
Jelaskan potensi perpajakannya, apabila saudara sebagai tax consultant Koperasi tersebut!
Sertakan aturannya!

Jawaban

UKM Koperasi Mahasiswa Universitas Negeri Yogyakarta dan Prestasinya


Agar kalian kelak mengerti hak pembagian SHU, simak contoh soal dan pembahasan
SHU berikut.
Soal 1
Diketahui Sisa Hasil Usaha (SHU) Koperasi Simpan Pinjam Perguruan Bangau Hitam
beroleh Rp. 40.000.000, pada tahun 2008. Berdasarkan AD/ART, SHU tersebut akan
dibagikan untuk jasa modal sebesar 25%, jasa anggota 30%, pengurus 10%, dana sosial
10%, dana pendidikan 15%, dan cadangan 10%. Sementara jumlah simpanan anggota
berjumlah Rp. 60.000.000, dan penjualan sebesar Rp. 100.000.000.
Bila Grace Ananda Ginem merupakan anggota Koperasi memiliki simpanan pokok Rp.
1.000.000, dan simpanan wajib Rp. 2.000.000, serta berbelanja menghabiskan Rp.
1.000.000, maka SHU diperoleh sebesar….?
A. Rp. 120.000,
B. Rp. 320.000,
C. Rp. 500.000,
D. Rp. 620.000,
E. Rp. 720.000,
Jawaban: D
Kok bisa? Begini Quipperian pembahasannya.
Diketahui, SHU Rp. 40.000.000, JM 25%, JA 30%, total simpanan Rp. 60.000.000, total
penjualan Rp. 100.000.000, simpanan anggota (simpanan pokok+simpanan wajib) Rp.
3.000.000, dan penjualan anggota RP. 1.000.000.
Ditanya, SHU anggota?
Jawab, SHU diterima anggota = jasa modal (JM) + jasa anggota (JA)
JM = (simpanan anggota : total simpanan) x persentase jasa modal x SHU
JM = (3.000.000 : 60.000.000) x 25% x 40.000.000 = Rp. 500.000
JA = (penjualan anggota : total penjualan) x persentase jasa anggota x SHU
JA = (1.000.000 : 100.000.000) x 30% x 40.000.000 = Rp 120.000
SHU = Rp. 500.000 + Rp 120.000 = Rp 620.000
Soal 2
Koperasi Simpan Pinjam Solid Bingitz pada tahun 2016 memperoleh SHU sebesar Rp.
25.000.000. Berdasarkan AD/ART, SHU dialokasikan untuk jasa simpanan 20%, jasa
pinjam 30%, serta cadangan dan lainnya 50%. Data lainnya sebagau berikut:
Simpanan pokok: Rp. 4.000.000,
Simpanan wajib: Rp. 56.000.000,
Simpanan sukarela: Rp. 10.000.000,
Pendapatan bunga: Rp. 20.000.000,
Doyok Mcarthur salah seorang anggota koperasi memiliki simpanan pokok Rp. 100.000,
dan simpanan wajib Rp. 1.100.000, dan telah melakukan setoran uang jasa berupa
bunga pinjaman Rp. 1.500.000, SHU diterimanya sebesar…?
A. Rp. 100.000,
B. Rp. 562.500,
C. Rp. 647.800,
D. Rp. 1.000.000,
E. Rp. 2.000.000,
Jawaban: C
Masa sih jawabannya C. Kok enggak percaya? Woles, biar percaya ini lihat
pembahasannya di bawah. Yuk!
Pembahasan.
Diketahui: SHU Rp. 25.000.000, penjualan Koperasi Rp. 20.000.000, total simpanan =
simpanan pokok + simpanan wajib + simpanan sukarela (Rp. 4.000.000 + Rp. 56.
000.000 + Rp. 10.000.000 = RP. 70.000.000, dan penjualan anggota Rp. 1.500.000, JM
20%, dan JA 30%.
Ditanya: SHU anggota..?
Jawab: 
Hitung lebih dulu Jasa Modal (JM)
JM = (simpanan anggota : total simpanan) x persentase jasa modal x SHU
JM = (1.200.000 : 70.000.000) x 20% x Rp. 25.000.000 = Rp 85.000,
JA = (penjualan anggota : total penjualan) x persentase jasa anggota x SHU
JA = (1.500.000 : 20.000.000) x 30% x 25.000.000 = Rp 562.500,
SHU= JM + JA
SHU Doyok Mcarthut Rp. 85.000 + Rp 562.500 = Rp. 647. 800,

Latihan Soal UAS Ekonomi Kelas 12 Semester Genap

Soal 3
Koperasi Simpan Pinjam Hatiku-Hatimu pada tahun 2010 memperoleh:
SHU : Rp. 60.000.000
Penjualan Koperasi : Rp. 72.000.000
Simpanan pokok : Rp. 18.000.000
Simpanan wajib : Rp. 30.000.000
Juleha Siti Spears seorang anggota Koperasi tersebut memiliki simpanan sukarela Rp.
300.000, simpanan pokok Rp. 500.000, dan simpanan wajib Rp. 2.000.000. Sementara
pembelian Juleha Spears di Koperasi sebesar Rp. 700.000.
Jasa simpanan : 40%
Jasa usaha : 30%
Cadangan Koperasi : 20%
Jasa Pendidikan : 10%
Berapa SHU diterima Juleha Spears?
1. Rp. 1.250.000,
2. Rp. 1.425.500,
3. Rp. 1.575.000,
4. Rp. 1.750.000,
5. Rp. 2.000.000,
Jawaban: C
Masa jawabannya C lagi. Enggak percaya deh? Nah kalau enggak percaya, simak lagi
deh pembahasan di bawah sokin!
Pembahasan: 
Diketahui: SHU Rp. 60.000.000, penjualan Koperasi Rp. 72.000.000, total simpanan =
simpanan pokok+simpanan wajib (Rp. 18.000.000 + Rp. 30.000.000 = Rp. 48.000.000,
simpanan Juleha Spears = simpanan sukarela + simpanan pokok + simpanan wajib (Rp.
300.000 + Rp. 500.000 + Rp. 2.000.000 = Rp. 2.800.000), penjualan anggota Rp.
700.000, JM 40%, dan JA 30%.
Ditanya: SHU Juleha Spears?
Hitung lebih dulu Jasa Modal (JM)
JM = (simpanan anggota : total simpanan) x persentase jasa modal x SHU
JM = (2.800.000 : 48.000.000) x 40% x Rp. 60.000.000 = Rp 1.400.000,
JA = (penjualan anggota : total penjualan) x persentase jasa anggota x SHU
JA = (700.000 : 72.000.000) x 30% x 60.000.000 = Rp 175.500,
SHU= JM + JA
SHU Juleha Spears Rp. 1.400.000 + Rp 175.500 = Rp. 1.575. 000,
Nah, Quipperian sekarang sudah mengerti kan gimana cara menghitung SHU Koperasi
Simpan Pinjam, belajar dari kasus penghitungan SHU Grace Ananda Ginem, Doyok
Mcarthur, dan Juleha Siti Spears di atas. Semoga berhasil. Adios!
Penulis: Rahmat Ali 
Dasar Hukum Pajak Koperasi
Koperasi adalah salah satu bentuk badan usaha yang wajib membayar
perpajakannya pada negara. Hal itu dijelaskan dalam pasal 2 ayat 1 (b)
Undang-Undang Tentang Pajak Penghasilan.

Dengan kata lain, koperasi merupakan salah satu Wajib Pajak yang harus
melaksanakan kewajiban perpajakannya, termasuk memungut atau
memotong pajak tertentu. Lalu, apa saja yang termasuk ke dalam pajak
koperasi?

Pertama-tama, mari mengenal koperasi secara singkat, mulai dari


pengertian, tujuan, serta jenis koperasi.

Pengertian Koperasi
Menurut Undang-Undang No. 25 tahun 1992, koperasi adalah badan usaha
yang beranggotakan orang-seorang atau badan hukum koperasi, dengan
melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai
gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan atas azas kekeluargaan.

Secara umum, tujuan koperasi adalah membantu meningkatkan


kesejahteraan anggotanya. Secara spesifik, ada empat tujuan koperasi, di
antaranya:

 Untuk meningkatkan taraf hidup anggota koperasi dan masyarakat di


sekitarnya.
 Untuk membantu kehidupan para anggota koperasi dalam hal ekonomi.
 Membantu pemerintah dalam mewujudkan masyarakat yang adil dan
makmur.
 Berperan serta dalam membangun tatanan perekonomian nasional.
Jenis Koperasi
Koperasi terbagi ke dalam dua jenis, yaitu berdasarkan jenis usaha dan jenis
keanggotaannya. 

1. Jenis Koperasi Berdasarkan Usaha


Koperasi Produksi

Koperasi produksi adalah koperasi dengan anggota yang terdiri dari para
produsen, baik itu produsen barang maupun jasa. Jenis koperasi ini
menyediakan bahan baku dan menjual barang-barang dari anggotanya
dengan harga yang sesuai.

Koperasi Konsumsi
Koperasi konsumsi adalah jenis koperasi yang dibentuk dan ditujukan untuk
konsumen barang dan jasa. Umumnya, koperasi ini menjual barang untuk
kebutuhan sehari-hari. Pembelinya merupakan anggotanya sendiri sehingga
biasanya harga barang lebih murah daripada di toko lain.

Contoh koperasi konsumsi yang umum ditemui adalah koperasi karyawan,


koperasi pegawai Republik Indonesia, koperasi siswa atau mahasiswa, dan
sebagainya.

Koperasi Jasa

Seperti namanya, koperasi jasa adalah koperasi dengan kegiatan yang


berfokus pada layanan dan jasa untuk anggota koperasi dan masyarakat.
Contoh koperasi jasa yang dapat ditemukan adalah koperasi jasa angkutan.

Koperasi Simpan Pinjam

Juga dikenal dengan nama lain koperasi kredit, jenis koperasi ini dibentuk
untuk mewadahi kegiatan simpan-pinjam para anggotanya. Dana yang dapat
dipinjam bersifat jangka pendek dengan syarat yang mudah dan bunga
rendah.

2. Jenis Koperasi Berdasarkan Keanggotaannya


Koperasi Unit Desa

Koperasi Unit Desa merupakan koperasi dengan anggota yang terdiri dari
warga desa, petani, dan nelayan. Kegiatan koperasi jenis ini adalah
menyediakan kebutuhan pertanian atau perikanan, mulai dari pupuk, bibit
padi, bahan berlayar hingga kredit perahu.

Koperasi Pegawai Republik Indonesia

Jenis koperasi ini umumnya beranggotakan pegawai negeri sipil atau


pegawai suatu instansi. Kegiatan usaha Koperasi Pegawai Republik Indonesia
adalah menyediakan berbagai kebutuhan sehari-hari, seperti pakaian dan
alat rumah tangga. 

Koperasi Pensiun

Koperasi pensiun adalah jenis koperasi dengan anggota yang terdiri dari
pensiun pegawai negeri. Umumnya, kegiatan usahanya adalah melayani
barang-barang anggota dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan para
pensiunan.

Koperasi Sekolah
Sesuai namanya, koperasi sekolah beranggotakan warga sekolah yang
meliputi guru, siswa, dan sebagainya.

Sumber Modal Kegiatan Koperasi


Modal kegiatan koperasi berasal dari 2 sumber. Pertama adalah modal
anggota. Modal ini berasal dari simpanan pokok, simpanan wajib, simpanan
sukarela, dana cadangan, maupun sumbangan atau hibah.

Sumber lainnya adalah modal pinjaman. Modal ini berasal dari anggota
koperasi dan/atau usaha lainnya, bank dan lembaga keuangan lainnya,
penerbitan obligasi dan surat hutang lainnya, dan sebagainya.

Baca Lebih Lanjut


Perpajakan Koperasi
Secara umum, kewajiban perpajakan koperasi meliputi:

 Mendaftarkan diri untuk mendapatkan NPWP dan/atau PKP


 Menyetorkan dan Melaporkan Pajak Penghasilan Badan
 Melakukan Pemotongan Pajak Penghasilan
 Melakukan Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai
 

Secara spesifik, pajak koperasi yang menjadi kewajiban adalah pajak


penghasilan dan pajak pertambahan nilai.

Pajak Penghasilan
Pajak penghasilan adalah pajak yang dikenakan terhadap orang pribadi dan
badan, berkenaan dengan penghasilan yang diterima atau diperoleh selama
satu tahun pajak. Pajak penghasilan yang perlu koperasi bayar di antaranya:

PPh Pasal 21 


PPh Pasal 21 adalah pajak yang dikenakan atas penghasilan yang diterima
oleh orang pribadi dari pekerjaan, jasa, atau kegiatan yang dilakukan.

PPh Pasal 23
PPh Pasal 23 merupakan jenis pajak yang dikenakan atas penghasilan yang
diberikan pada wajib pajak dalam negeri seperti bunga, royalti, dividen,
sewa, dan pembayaran jasa. Koperasi dapat perlu membayarkan pajak
penghasilan pasal 23 ini jika badan usaha tersebut bergerak sebagai
koperasi simpan pinjam. Dengan kata lain, koperasi menerima bunga
pinjaman dari pemilik utang. Atas pembayaran bunga maupun imbalan jasa
itu, koperasi wajib melakukan pemotongan PPh pasal 23. 

Pajak Penghasilan Masa Pasal 25


PPh Masa Pasal 25 adalah jumlah PPh yang akan dibayar setiap bulan
sebagai Kredit Pajak, yang besarannya ditentukan dengan menghitung
jumlah PPh Terutang Akhir Tahun pada Tahun Pajak sebelumnya, lalu dibagi
12. Koperasi wajib menghitung PPh Masa Pasal 25 jika memiliki omzet
melebihi Rp4,8 miliar. 

Pajak Penghasilan Pasal 29


Pajak Penghasilan Pasal 29 termasuk dalam pemenuhan kewajiban
pelaporan SPT Tahunan PPh Koperasi yang harus dilaporkan empat bulan
setelah berakhirnya tahun pajak. Tata cara penghitungannya tergantung
pada jumlah penghasilan Koperasi. 

Jika penghasilan suatu koperasi pada tahun pajak sebelumnya berada di


bawah Rp4,8 miliar, semua isian SPT Tahunan PPh nya adalah nihil. Ini
karena pengenaan pajaknya sudah dilakukan secara final sebesar 1%
menggunakan penghitungan PPh Pasal 4 ayat 2.

Jadi, koperasi hanya perlu mencatat seluruh jumlah penghasilan bulanan


yang telah dijadikan dasar dalam menghitung PPh Pasal 4 ayat 2.

Namun jika penghasilan koperasi pada tahun pajak sebelumnya melebihi


angka Rp4,8 miliar, perlu menghitung besar SHU untuk menjadi dasar
penghitungan PPh Pasal 29. Tarif yang digunakan berlaku menurut pasal 17
ayat 1 atau pasal 31E UU no. 7/1983 sttd UU no. 36/2008.

Tidak lupa juga Koperasi perlu menghitung PPh Masa Pasal 25 yang telah
dibayar sendiri dan Kredit Pajak yang diperoleh sepanjang tahun pajak itu.
Selain itu, koperasi harus menghitung PPh Final atas SHU setelah dikurangi
PPh Pasal 29 yang masih kurang bayar sebelum dibagikan ke seluruh
anggota.

PPh Final (Pasal 4 ayat 2)


PPh Final atau PPh Pasal 4 ayat 2 merupakan pemotongan pajak penghasilan
yang bersifat final dan dikenakan atas beberapa jenis transaksi antara lain
penyewaan tanah dan atau bangunan transaksi penjualan saham di bursa
efek, pemberian bunga deposito, tabungan, dan beberapa jenis transaksi
lainnya. 

Pembayaran PPh pemotongan tersebut dilakukan per masa pajak, yaitu


paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya setelah berakhir masa pajak.

Pajak Pertambahan Nilai (PPN)


Pajak pertambahan nilai adalah pajak yang dikenakan atas penyerahan
barang kena pajak di dalam daerah Pabean yang dilakukan pengusaha,
impor barang kena pajak, penyerahan jasa kena pajak di dalam daerah
pabean yang dilakukan pengusaha, pemanfaat barang kena pajak tidak
berwujud dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean atau ekspor
barang kena pajak oleh pengusaha kena pajak.
Dalam rangka kegiatan usaha atau pekerjaannya, koperasi terlebih dahulu
perlu dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak (PKP). 

Jika telah dikukuhkan sebagai PKP, koperasi wajib membuat Faktur Pajak
sebagai bukti pemungutan pajak (Pajak Keluaran) yang dilakukannya.

Baca Juga: Cara Membayar Pajak UKM 0,5% di OnlinePajak


Penghasilan dari Koperasi yang Terkena Pajak Koperasi
Seperti yang sudah disebutkan pada poin sebelumnya kalau koperasi wajib
melakukan pemotongan pajak penghasilan dan melakukan pemungutan
pajak pertambahan nilai.

Namun, pundi penghasilan apa yang menjadi objek pajak koperasi?

Bunga Simpanan Koperasi


Bunga simpanan koperasi adalah bunga yang diberikan pada anggota atas
simpanan wajib dan simpanan sukarela yang ia setorkan. Besaran bunga
yang akan diterima telah ditentukan berdasarkan perjanjian di awal sewaktu
anggota mendaftarkan dirinya sebagai anggota koperasi.

Penghitungan pajak atas bunga simpanan koperasi ini berlandaskan Pasal 23


ayat 1a dan Pasal 4 ayat 2a dari Undang-Undang Pajak Penghasilan, PP 15
tahun 2009 tentang PPh atas bunga simpanan yang dibayarkan oleh
koperasi pada anggota koperasi Orang Pribadi, dan PMK nomor
112/PMK/03/2010 tentang tata cara pemotongan, penyetoran, dan pelaporan
pajak penghasilan atas bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi pada
anggota koperasi Orang Pribadi.

Berdasarkan tiga hukum itu, maka bunga simpanan koperasi dikenakan


pemotongan PPh Pasal 4 ayat 2, yaitu sebesar 10% dari jumlah
bruto bunga simpanan untuk penghasilan berupa bunga simpanan
lebih dari Rp 240.000 per bulan dan bersifat final. 

Pajak Penghasilan atas Koperasi


Koperasi perlu melakukan penghitungan pajak penghasilan atas badan
usaha itu sendiri sebagai subjek pajak badan. Penghitungannya dimulai
dengan menghitung penghasilan neto atau Penghasilan Kena Pajak.

Rumus penghitungan Penghasilan Kena Pajak adalah Total Penghasilan


setelah dikurangi biaya-biaya terkait. Penghitungan ini berdasarkan pada
hukum Pasal 4 ayat 1, Pasal 17 ayat 1b, Pasal 25 dan Pasal 29 Undang-
Undang Pajak Penghasilan. 

Maka, penghasilan bersih yang koperasi dapatkan dikalikan tarif pajak atas
penghasilan kena pajak bagi wajib pajak badan dalam negeri, yaitu 25%,
dengan memerhatikan pasal 31E UU PPh yang menyatakan jika wajib pajak
badan dalam negeri memiliki peredaran bruto sampai dengan Rp 50 miliar
akan mendapatkan pengurangan tarif sebesar 50% tarif yang dimaksud
dalam Pasal 17 ayat 1b dan ayat 2a, yang dikenakan atas Penghasilan Kena
Pajak dari bagian peredaran bruto sampai dengan Rp 4.8 miliar rupiah dan
PP 46 tahun 2012.

Maka, wajib pajak badan, dalam hal ini koperasi, harus menyetorkan dan
melaporkan pajak penghasilannya yang dikenakan tarif 1% final
setiap tanggal 15 bulan berikutnya, dan wajib menyetor PPh Pasal
25. 

Sisa Hasil Usaha (SHU) Koperasi


Setelah melakukan penghitungan pajak penghasilan, Koperasi kemudian
menemukan besaran Sisa Hasil Usaha (SHU).

Dalam undang-undang tentang koperasi, istilah Sisa Hasil Usaha ini turut
dikenal dengan nama Selisih Hasil Usaha. Makna keduanya sama. Mengacu
pada ketentuan pajak Pasal 4 ayat 1g, SHU termasuk dalam dividen
sehingga menjadi objek pajak.

Sisa Hasil Usaha adalah surplus hasil usaha atau defisit hasil usaha yang
diperoleh dari pendapatan koperasi selama satu tahun buku, setelah
dikurangi dengan pengeluaran atas berbagai beban usaha.

SHU merupakan laba yang diberikan pada anggota atas simpanan pokoknya.
Pembagian SHU ini tergantung pada laba yang diperoleh koperasi tersebut
sehingga tidak dijanjikan kepada anggota di awal mendaftar. 

Dasar hukum pembagian SHU adalah Pasal 4 ayat 1g dan PMK nomor
111/PMK.03/2010 tentang cara pemotongan, penyetoran, dan pelaporan
pajak penghasilan atas dividen yang diterima atau diperoleh wajib pajak
Orang Pribadi. Maka, SHU ini dikenakan pajak penghasilan sebesar 10% dari
jumlah bruto dan bersifat final.

Itulah informasi singkat mengenai koperasi dan perpajakannya. Secara garis


besar, koperasi merupakan sebuah badan usaha yang termasuk sebagai
wajib pajak. Jenis perpajakan yang perlu koperasi penuhi adalah pajak
penghasilan (PPh) dan pajak pertambahan nilai (PPN). 

1. Sebutkan syarat Wajib Pajak dapat mengajukan SKB PPh Pasal 23!
Jawab
Solusinya, dapat diterbitkan SKB pajak. Dasar aturannya adalah Peraturan
Dirjen Pajak Nomor PER-01/PJ/2011 yang diatur dalam Surat Edaran
Direktur Jenderal Pajak nomor SE-11/PJ/2011.

Syarat Permohonan SKB Pajak


Tentunya, setiap wajib pajak harus mengajukan persyaratan untuk bisa
mendapatkan SKB pajak. Beberapa syarat tersebut adalah:
 Sudah selesai menyampaikan SPT Tahunan PPh Tahun Pajak di tahun
sebelumnya
 Mengisi surat pernyataan yang menyatakan bahwa peredaran bruto
yang diterima atau diperoleh masuk dalam kriteria PPh bersifat final
 Lampirkan jumlah peredaran bruto setiap bulan sampai bulan
sebelum mengajukan SKB
 Surat pernyataan ditandatangani wajib pajak atau kuasanya
 Mengajukan dokumen pendukung transaksi

SKB ini nanti akan berlaku untuk pemotongan dan/atau pemungutan


beberapa PPh. Di antaranya adalah PPh Pasal 21, Pasal 22, Pasal 22 impor,
dan/atau Pasal 23.
Semua surat permohonan harus ditandatangani oleh wajib pajak. Jika
tidak memungkinkan, maka bisa dilakukan oleh surat kuasa. Meski
demikian, penting untuk menyertakan Surat Kuasa Khusus dalam proses
pengajuan.
Bagaimana prosedur dan dokumen yang perlu dilampirkan dalam pengajuan
SKB PPh 23?

Ada 2 (dua) aturan yang mengatur Pembebasan PPh khususnya PPh Pasal 23, yaitu:

1. PER-1/PJ/2011 stdtd. PER-21/PJ/2014


PER-1/PJ/2011 antara lain mengatur tatacara Pembebasan PPh sebagai akibat dari:
Wajib Pajak yang dalam tahun pajak berjalan dapat membuktikan tidak akan terutang
Pajak Penghasilan karena:

1. mengalami kerugian fiskal;


2. berhak melakukan kompensasi kerugian fiskal;
3. Pajak Penghasilan yang telah dan akan dibayar lebih besar dari Pajak
Penghasilan yang akan terutang,

atau
Wajib Pajak yang atas penghasilannya hanya dikenakan pajak bersifat final
 
2. PER-32/PJ/2013
PER-32/PJ/2013 antara lain mengatur tatacara Pembebasan PPh sebagai akibat dari
Penghasilan WP dikenakan PPh Final sesuai PP-46/2013.

Oleh karena itu, mohon agar dijelaskan apa dasar permohonan Pembebasannya,
apakah sesuai angka 1 atau 2.
QUOTE
Suprianto4 Mei 2018 pukul 12.29

Dear Moderator,

nomor 2.

Terimakasih
QUOTE
Moderator4 Mei 2018 pukul 21.27

Sesuai Pasal 4 PER-32/PJ/2013


1.     Permohonan pembebasan dari pemotongan dan/atau pemungutan
Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 diajukan
secara tertulis kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib
Pajak menyampaikan kewajiban Surat Pemberitahuan Tahunan dengan
syarat:
a.     telah menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak
Penghasilan Tahun Pajak sebelum Tahun Pajak diajukan
permohonan, untuk Wajib Pajak yang telah terdaftar pada Tahun
Pajak sebelum Tahun Pajak diajukannya Surat Keterangan Bebas
b.     menyerahkan surat pernyataan yang ditandatangani Wajib Pajak
atau kuasa Wajib Pajak yang menyatakan bahwa peredaran bruto
usaha yang diterima atau diperoleh termasuk dalam kriteria untuk
dikenai Pajak Penghasilan bersifat final disertai lampiran jumlah
peredaran bruto setiap bulan sampai dengan bulan sebelum
diajukannya Surat Keterangan Bebas, untuk Wajib Pajak yang
terdaftar pada Tahun Pajak yang sama dengan Tahun Pajak saat
diajukannya Surat Keterangan Bebas;
c.      menyerahkan dokumen-dokumen pendukung transaksi seperti
Surat Perintah Kerja, Surat Keterangan Pemenang Lelang dari
Instansi Pemerintah, atau dokumen pendukung sejenis lainnya.
d.     ditandatangani oleh Wajib Pajak, atau dalam hal permohonan
ditandatangani oleh bukan Wajib Pajak harus dilampiri dengan
Surat Kuasa Khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32
Undang-Undang KUP.
2.     Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan untuk
setiap pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 21,
Pasal 22, Pasal 22 impor, dan/atau Pasal 23.

Selanjutnya Pasa Pasal 7, diatur bahwa:


1.     Pemotong dan/atau pemungut pajak tidak melakukan pemotongan
dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan untuk setiap transaksi yang
merupakan objek pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan
yang tidak bersifat final apabila telah menerima fotokopi Surat Keterangan
Bebas yang telah dilegalisasi oleh Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib
Pajak menyampaikan kewajiban Surat Pemberitahuan Tahunan.
2.     Permohonan legalisasi fotokopi Surat Keterangan Bebas diajukan
secara tertulis kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib
Pajak menyampaikan kewajiban Surat Pemberitahuan Tahunan dengan
syarat:
a.     menunjukkan Surat Keterangan Bebas sebagaimana dimaksud
pada Pasal 5 ayat (1);
b.     menyerahkan bukti penyetoran Pajak Penghasilan yang bersifat
final berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013
tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang
Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran
Bruto Tertentu untuk setiap transaksi yang akan dilakukan dengan
pemotong dan/atau pemungut berupa Surat Setoran Pajak lembar
ke-3 yang telah mendapat validasi dengan Nomor Transaksi
Penerimaan Negara, kecuali untuk transaksi yang dikenai
pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 atas:
1.      impor;
2.      pembelian bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan
pelumas;
3.      pembelian hasil produksi industri semen, industri kertas,
industri baja, industri otomotif dan industri farmasi;
4.      pembelian kendaraan bermotor di dalam negeri;
c.      mengisi identitas Wajib Pajak pemotong dan/atau pemungut
Pajak Penghasilan dan nilai transaksi pada kolom yang tercantum
dalam Surat Keterangan Bebas.
d.     ditandatangani oleh Wajib Pajak, atau dalam hal permohonan
ditandatangani oleh bukan Wajib Pajak harus dilampiri dengan
Surat Kuasa Khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32
Undang-Undang KUP.

Pada Pasal 8 ayat (1) dan (6) diatur bahwa:


1.     permohonan pembebasan dari pemotongan dan/atau pemungutan Pajak
Penghasilan sebagaimana dimaksud pada Pasal 4 menggunakan formulir
sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I PER-32/PJ/2013
6.     permohonan legalisasi fotokopi Surat Keterangan Bebas sebagaimana
dimaksud pada Pasal 5 ayat (2) menggunakan formulir sebagaimana
dimaksud dalam Lampiran VI PER-32/PJ/2013
Informasi lebih lanjut dapat didapatkan di website: pajak.go.id.

Referensi:

Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor : PER - 32/Pj/2013 Tentang Tata Cara

Pembebasan Dari Pemotongan Dan/Atau Pemungutan Pajak Penghasilan Bagi

Wajib Pajak Yang Dikenai Pajak Penghasilan Berdasarkan Peraturan Pemerintah

Nomor 46 Tahun 2013 Tentang Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dari Usaha

Yang Diterima Atau Diperoleh Wajib Pajak Yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu
QUOTE
Suprianto15 Mei 2018 pukul 15.47
Moderator,

Apakah untuk point "  menyerahkan dokumen-dokumen pendukung transaksi seperti


Surat Perintah Kerja, Surat Keterangan Pemenang Lelang dari Instansi Pemerintah,
atau dokumen pendukung sejenis lainnya."

Dapat diganti dengan invoice penagihan?

Terimkasih

Anda mungkin juga menyukai