Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, Indonesia dikenal pula sebagai negara maritim
dengan luas lautan mencapai 5,8 juta km2 yang terdiri dari perairan territorial 3,1 juta km2 dan ZEE
Indonesia 2,7 km2. Wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil di Indonesia terdiri dari 17.504 buah pulau
dan panjang pantai mencapai 95.181 km (KKP, 2011). Kondisi ini merupakan anugrah yang sangat
besar bagi pembangunan perikanan dan kelautan. Disamping itu, sumberdaya ikan yang hidup di
wilayah perairan Indonesia memiliki tingkat keragaman hayati (bio-diversity) sangat tinggi, dan
bahkan laut Indonesia merupakan wilayah Marine Mega-Biodiversity terbesar di dunia. Disamping
sumberdaya dapat pulih sebagaimana dikemukakan di atas, perairan laut Indonesia juga memiliki
sumberdaya tidak pulih seperti mineral (minyak, gas dan lain sebagainya) serta jasa-jasa lingkungan.
Kondisi ini selanjutnya menjadikan kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil sangat potensial untuk
dikembangkan berbagai kegiatan. Agar potensi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil dapat dikelola
secara optimal dan tepat sasaran, maka perlu dikelola melalui Penyusunan Rencana Zonasi Wilayah
Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP-3-K), sebagaimana amanat Undang-Undang Nomor 27 Tahun
2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pulau-Pulau Kecil dan Pulau-Pulau Kecil.
Rencana zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil dimaksudkan untuk menentukan arah
penggunaan sumberdaya tiap-tiap satuan perencanaan disertai dengan penetapan struktur ruang
dan pola ruang pada kawasan perencanaan yang memuat kegiatan yang boleh dilakukan dan tidak
boleh dilakukan. Agar dalam prakteknya penyusunan RZWP-3-K Provinsi dapat dilaksanakan dengan
tahapan sesuai dengan peraturan yang berlaku dan sesuai dengan output serta sasaran, maka
diperlukan Pedoman Teknis Penyusunan Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
(RZWP-3-K) Provinsi sebagai panduan bagi pelaksanaan penyusunan RZWP-3-K oleh Pemerintah
Daerah Provinsi.
Dengan disusunnya Pedoman Teknis ini, diharapkan akan memberikan kesamaan persepsi
dalam memberikan arahan teknis kepada Kelompok Kerja Penyusunan RZWP-3-K Provinsi dan
memberikan kemudahan dalam proses penyusunan RZWP-3-K Provinsi kepada pihak-pihak yang
diberikan tugas penyusunan RZWP-3-K Provinsi.
.
Perencanaan Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, terdiri atas: (1) Rencana
Strategis Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang selanjutnya disebut RSWP-3-K; (2) Rencana
Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang selanjutnya disebut RZWP-3-K; (3) Rencana
Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau Pulau Kecil yang selanjutnya disebut RPWP-3-K; dan (4)
Rencana Aksi Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang selanjutnya disebut RAWP-3-
K. Sebagaimana amanat UU No. 27 tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau
Kecil pada pasal 7 ayat 3 pemerintah daerah wajib untuk menyusun keempat perencanaan tersebut.
Dalam Undang-Undang No.27 tahun 2007 pada Bab IV tentang Perencanaan pasal 9 ayat (1),
disebutkan bahwa RZWP-3-K merupakan arahan pemanfaatan sumber daya di Wilayah Pesisir dan
Pulau-Pulau Kecil pemerintah provinsi dan/atau pemerintah kab/kota. Rencana Zonasi Wilayah
Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil sebagai salah satu perencanaan merupakan arahan alokasi ruang untuk
rencana kawasan pemanfaatan umum, rencana kawasan konservasi rencana kawasan strategis
nasional tertentu dan rencana alur. Pedoman Teknis Penyusunan Rencana Zonasi Wilayah Pesisir
dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP-3-K) Provinsi disusun sebagai panduan bagi pelaksanaan penyusunan
RZWP-3-K oleh Pemerintah Daerah Provinsi. Diharapkan dengan adanya Pedoman Teknis
Penyusunan Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil ini, dapat memberikan kesamaan
persepsi dan memberikan kemudahan dalam proses penyusunan RZWP-3-K Provinsi, sehingga dapat
menunjang upaya mengoptimalkan perencanaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.
Kami menyadari bahwa buku Pedoman Teknis ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu
kami mengharapkan kritik dan saran untuk penyempurnaannya. Ucapan terimakasih dan
penghargaan kami sampaikan sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam
penyusunan pedoman ini. Semoga pedoman ini dapat bermanfaat dalam upaya Perencanaan
Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil di Indonesia.
Halaman
Daftar Isi i
Daftar Tabel ii
Daftar Gambar iii
Daftar Lampiran v
Bab 1 Ketentuan Umum I-1
1.1 Istilah dan Definisi I-1
1.2 Acuan Normatif I-5
1.3 Kedudukan, Fungsi dan Manfaat RZWP-3-K Provinsi I-6
1.3.1. Kedudukan RZWP-3-K dalam Sistem Penataan Ruang dan I-6
Sistem Perencanaan Pembangunan
1.3.2. Fungsi dan Manfaat RZWP-3-K I-9
1.4 Maksud dan Tujuan I-10
1.5 Masa Berlaku RZWP-3-K Provinsi I-10
i
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Ketentuan Pengaturan Alokasi Ruang RZWP-3-K Provinsi II-6
Tabel 2.2 Pembagian Alokasi Ruang RZWP-3-K Provinsi dalam Wilayah Perairan II-6
yang Menjadi Kewenangan Provinsi
Tabel 3.1 Contoh Identifikasi Stakeholders III-1
Tabel 3.2 Tujuan dan Target Peserta Bimtek Penyusunan RZWP-3-K III-2
Tabel 3.3 Materi, Metode, Output dan Lokasi Sosialisasi Penyusunan RZWP-3-K III-2
Tabel 3.4 Tujuan dan Target Peserta Bimtek Penyusunan RZWP-3-K III-3
Tabel 3.5 Materi, Metode, Output dan Lokasi Bimtek Penyusunan RZWP-3-K III-4
Tabel 3.6 Tujuan, Output dan Target Peserta Konsultasi Publik I Penyusunan RZWP-3-K III-15
Tabel 3.7 Materi, Metode dan Lokasi Konsultasi Publik I Penyusunan RZWP-3-K III-15
Tabel 3.8 Klasifikasi Kawasan dalam RZWP-3-K III-19
Tabel 3.9 Identifikasi Potensi Dampak Aktivitas dari Wilayah Sekitar III-25
Tabel 3.10 Klasifikasi Kompabilitas Kegiatan III-27
Tabel 3.11 Contoh Tabel Kesepakatan Arahan Pemanfaatan Ruang III-28
Tabel 3.12 Tujuan,Output dan Target Peserta Konsultasi Publik II Penyusunan RZWP-3-K III-33
Tabel 3.13 Materi, Metode dan Lokasi Konsultasi Publik II Penyusunan RZWP-3-K III-33
Tabel L1.1 Parameter Kesesuaian Perairan Untuk Penangkapan Ikan L.1-2
Tabel L1.2 Tolok Ukur dan Kategori Daya Dukung Lahan Pantai Untuk Pertambakan L.1-3
Tabel L1.3 Parameter Kesesuaian Perairan Untuk Budidaya Air Laut L.1-3
Tabel L1.4 Parameter Kesesuaian Perairan Untuk Budidaya Air Payau L.1-4
Tabel L1.5 Parameter Kesesuaian Perairan Untuk Budidaya Tambak Udang L.1-5
Tabel L1.6 Parameter Kesesuaian Perairan Untuk Budidaya Tambak Bandeng L.1-5
Tabel L1.7 Parameter Kesesuaian Perairan Untuk Budidaya Kerang Hijau L.1-5
Tabel L1.8 Parameter Kesesuaian Perairan Untuk Budidaya Tiram Mutiara L.1-6
Tabel L1.9 Parameter Iklim dan Pengaruhnya terhadap Tambak Garam L.1-7
Tabel L1.10 Parameter Kesesuaian Perairan Untuk Wisata Bahari L.1-7
Tabel L1.11 Kriteria Sosial, Ekonomi dan Budaya dalam Penetapan Lokasi L.1-8
Tabel L1.12 Parameter Kesesuaian Wisata Selam L.1-8
Tabel L1.13 Parameter Kesesuaian Wisata Snorkeling L.1-9
Tabel L1.14 Parameter Kesesuaian Wisata Berperahu, jet Ski dan Banana Boat L.1-9
Tabel L1.15 Parameter Kesesuaian Wisata Pantai Rekreasi Pantai L.1-9
Tabel L1.16 Parameter Kesesuaian Wisata Pantai Olahraga Pantai dan Berjemur L.1-10
Tabel L1.17 Penggolongan Kelas Pelabuhan Berdasarkan Kriteria Teknis L.1-11
Tabel L1.18 Kriteria Pelabuhan Khusus L.1-12
Tabel L1.19 Kriteria Pelabuhan Daratan L.1-12
Tabel L1.20 Skoring Kesesuaian Kawasan Pelabuhan L.1-13
Tabel L1.21 Dampak Kawasan Pertambangan Terhadap Kegiatan Pemanfaatan Ruang L.1-18
Tabel L1.22 Kriteria Fisik Kesesuaian Perairan Kawasan Pertambangan Pasir Laut L.1-19
Tabel L1.23 Parameter Kesesuaian Lahan Pertanian di Pesisir L.1-21
Tabel L1.24 Parameter Kesesuaian Permukiman di Pesisir L.1-21
Tabel L1.25 Kriteria Pemilihan Lokasi Kawasan Industri L.1-22
ii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1.1 Hirarki Perencanaan Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil I-7
Gambar 1.2 Kedudukan Perencanaan Pengelolaan WP3K dalam Sistem Perencanaan I-9
Pembangunan NasionaL
Gambar 2.1 Contoh Penarikan Garis Batas Pada Pulau yang Berjarak II-1
Lebih Dari 2 (Dua) Kali 12 Mil Laut yang Berada Dalam 1 (Satu) Provinsi
Gambar 2.2 Contoh Penarikan Garis Batas Pada Pulau yang Berjarak Kurang Dari II-2
2 (Dua) Kali 12 Mil Laut yang Berada Dalam 1(Satu) Provinsi
Gambar 2.3 Contoh Penarikan Garis Batas Pada Gugusan Pulau-Pulau II-2
yang Berada Dalam Satu Provinsi
Gambar 2.4 Contoh Penarikan Garis Batas Pada Pulau yang Berjarak Kurang Dari 2 II-3
(Dua) Kali 12 Mil Laut yang Berada Pada Provinsi yang Berbeda
Gambar 2.5 Ilustrasi Alokasi Ruang Laut Tiga Dimensi II-8
Gambar 2.6 Hubungan Instrumen Perencanaan, Pengendalian, dan Program II-9
Gambar 3.1 Tahapan dan Proses/Output Penyusunan RZWP-3-K Provinsi III-5
Gambar 3.2 Proses penyusunan RZWP-3-K Provinsi Melalui Pelibatan Masyarakat III-6
Gambar 3.3 Contoh Jangka Waktu Penyusunan RZWP-3-K Provinsi III-7
Gambar 3.4 Contoh Proses Analisis Kesesuaian Lahan Untuk Zona Pariwisata III-18
Gambar 3.5 Contoh Ilustrasi Klasifikasi Kawasan di WP-3-K III-20
Gambar 3.6 Diagram Penyusunan Peta Pola Ruang Wilayah Laut/Perairan Kabupaten III-21
dan Kota Berdasarkan Peta Paket Sumberdaya
Gambar 3.7 Ilustrasi Contoh Pembagian Kawasan menjadi Zona III-23
Gambar 3.8 Contoh Matriks Keterkaitan antar Kegiatan Pemanfaatan Ruang Pesisir III-26
Gambar 3.9 Mekanisme Pemberian Tanggapan dan/atau Saran III-36
Gambar L.12.1 Contoh Peta Jenis Tanah L12-1
Gambar L.12.2 Contoh Peta Topografi L12-1
Gambar L.12.3 Contoh Peta Kemiringan Lereng L12-2
Gambar L.12.4 Contoh Peta Bathimetri L12-2
Gambar L.12.5 Contoh Peta Geologi L12-3
Gambar L.12.6 Contoh Peta Geomorfologi L12-3
Gambar L.12.7 Contoh Peta Arus L12-4
Gambar L.12.8 Contoh Peta Gelombang L12-4
Gambar L.12.9 Contoh Peta Suhu Permukaan L12-5
Gambar L.12.10 Contoh Peta Kecerahan L12-5
Gambar L.12.11 Contoh Peta Sebaran TSS L12-6
Gambar L.12.12 Contoh Peta Sebaran pH L12-6
Gambar L.12.13 Contoh Peta Sebaran Salinitas L12-7
Gambar L.12.14 Contoh Peta Sebaran DO L12-7
Gambar L.12.15 Contoh Peta Sebaran BOD L12-8
Gambar L.12.16 Contoh Peta Sebaran Ammonia L12-8
Gambar L.12.17 Contoh Peta Sebaran Nitrat L12-9
Gambar L.12.18 Contoh Peta Sebaran Fosfat L12-9
iii
Gambar L.12.19 Contoh Peta Penggunaan Lahan L12-10
Gambar L.12.20 Contoh Peta Pemanfaatan Wilayah Laut L12-10
Gambar L.12.21 Contoh Peta Sumberdaya Air L12-11
Gambar L.12.22 Contoh Peta Mangrove L12-11
Gambar L.12.23 Contoh Peta Terumbu Karang L12-12
Gambar L.12.24 Contoh Peta Lamun L12-12
Gambar L.12.25 Contoh Peta Sumberdaya Ikan L12-13
Gambar L.12.26 Contoh Peta Infrastruktur L12-13
Gambar L.12.27 Contoh Peta Jumlah Penduduk L12-14
Gambar L.12.28 Contoh Peta Pergerakan Ekonomi Wilayah L12-14
iv
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1 Kriteria Kesesuaian L1-1
Lampiran 2 Tabel Pernyataan pemanfaatan Ruang dan Peraturan Pemanfaatan Ruang L2-1
Lampiran 3 Contoh Tabel Indikasi Program L3-1
Lampiran 4 Sistematika Dokumen Final RZWP-3-K L4-1
Lampiran 5 Outline Laporan Akhir RZWP-3-K L5-1
Lampiran 6 Contoh Berita Acara Konsultasi Publik L6-1
Lampiran 7 Contoh Surat Permohonan Tanggapan/saran L7-1
Lampiran 8 Contoh TOR/KAK L8-1
Lampiran 9 Contoh RAB L9-1
Lampiran 10 Contoh Format Penyajian Peta L10-1
Lampiran 11 Contoh NLP (Nomor Lembar Peta) L11-1
Lampiran 12 Contoh Peta-peta Dasar dan Peta Tematik L12-1
v
Pedoman Teknis Penyusunan RZWP-3-K Provinsi
Bab I
Ketentuan Umum
9 Perairan Pesisir adalah laut yang berbatasan dengan daratan meliputi perairan sejauh 12
(dua belas) mil laut diukur dari garis pantai, perairan yang menghubungkan pantai dan pulau-
pulau, estuari, teluk, perairan dangkal, rawa payau, dan laguna.
10 Rencana Strategis Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil adalah rencana yang memuat arah
kebijakan lintas sektor untuk kawasan perencanaan pembangunan melalui penetapan tujuan,
sasaran dan strategi yang luas, serta target pelaksanaan dengan indikator yang tepat untuk
memantau rencana tingkat nasional.
11 Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil adalah rencana yang menentukan
arah penggunaan sumber daya tiap-tiap satuan perencanaan disertai dengan penetapan
struktur dan pola ruang pada kawasan perencanaan yang memuat kegiatan yang boleh
dilakukan dan tidak boleh dilakukan serta kegiatan yang hanya dapat dilakukan setelah
memperoleh izin.
12 Rencana Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil adalah rencana yang memuat
susunan kerangka kebijakan, prosedur, dan tanggung jawab dalam rangka pengoordinasian
pengambilan keputusan di antara berbagai lembaga/instansi pemerintah mengenai
kesepakatan penggunaan sumber daya atau kegiatan pembangunan di zona yang ditetapkan.
13 Rencana Aksi Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil adalah tindak lanjut
rencana pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil yang memuat tujuan, sasaran,
anggaran, dan jadwal untuk satu atau beberapa tahun ke depan secara terkoordinasi untuk
melaksanakan berbagai kegiatan yang diperlukan oleh instansi pemerintah, pemerintah
daerah, dan pemangku kepentingan lainnya guna mencapai hasil pengelolaan sumber daya
pesisir dan pulau-pulau kecil di setiap kawasan perencanaan.
14 Rencana Zonasi Rinci adalah rencana detail dalam 1 (satu) zona berdasarkan arahan
pengelolaan di dalam rencana zonasi yang dapat disusun oleh pemerintah daerah dengan
memperhatikan daya dukung lingkungan dan teknologi yang dapat diterapkan serta
ketersediaan sarana yang pada gilirannya menunjukkan jenis dan izin yang dapat diterbitkan
oleh pemerintah daerah.
15 Peraturan pemanfaatan ruang adalah ketentuan yang mengatur tentang persyaratan
pemanfaatan sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil serta ketentuan pengendaliannya
yang disusun untuk setiap zona dan pemanfaatannya.
16 Izin Lokasi adalah izin yang diberikan untuk memanfaatkan ruang dari sebagian Perairan
Pesisir yang mencakup permukaan laut dan kolom air sampai dengan permukaan dasar laut
pada batas keluasan tertentu dan/atau untuk memanfaatkan sebagian pulau-pulau kecil.
17 Kawasan adalah bagian wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil yang memiliki fungsi tertentu
yang ditetapkan berdasarkan kriteria karakteristik fisik, biologi, sosial, dan ekonomi untuk
dipertahankan keberadaannya.
18 Zona adalah ruang yang penggunaannya disepakati bersama antara berbagai pemangku
kepentingan dan telah ditetapkan status hukumnya.
19 Zonasi adalah suatu bentuk rekayasa teknik pemanfaatan ruang melalui penetapan batas-
batas fungsional sesuai dengan potensi sumber daya dan daya dukung serta proses-proses
ekologis yang berlangsung sebagai satu kesatuan dalam ekosistem pesisir.
20 Ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang
di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan mahluk lain hidup,
melakukan kegiatan, dan memelihara kelangsungan hidupnya.
21 Alokasi Ruang adalah distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah.
22 Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Kabupaten/Kota adalah rencana
Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Kabupaten/Kota yang bersifat umum, berisi
arahan tentang alokasi ruang dalam rencana Kawasan Pemanfaatan Umum, rencana
Kawasan Konservasi, rencana Kawasan Strategis Nasional Tertentu, dan rencana Alur Laut.
23 Rencana Tata Ruang Wilayah adalah hasil perencanaan tata ruang berdasarkan aspek
administratif dan atau aspek fungsional yang telah ditetapkan.
24 Kawasan Pemanfaatan Umum adalah bagian dari wilayah pesisir yang ditetapkan
peruntukkannya bagi berbagai sektor kegiatan. (Kawasan Pemanfaatan Umum setara dengan
kawasan budidaya dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang penataan ruang).
25 Kawasan Konservasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil adalah kawasan pesisir dan
pulau-pulau kecil dengan ciri khas tertentu yang dilindungi untuk mewujudkan pengelolaan
Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil secara berkelanjutan. (Kawasan Konservasi setara
dengan kawasan lindung dalam Undang-Undang No.26 Tahun 2007 tentang penataan ruang).
26 Kawasan Strategis Nasional Tertentu adalah Kawasan yang terkait dengan kedaulatan
negara, pengendalian lingkungan hidup, dan/atau situs warisan dunia, yang
pengembangannya diprioritaskan bagi kepentingan nasional.
27 Alur laut adalah merupakan perairan yang dimanfaatkan, antara lain, untuk alur pelayaran,
pipa/kabel bawah laut, dan migrasi biota laut.
28 Sempadan Pantai adalah daratan sepanjang tepian yang lebarnya proporsional dengan
bentuk dan kondisi fisik pantai, minimal 100 (seratus) meter dari titik pasang tertinggi ke arah
darat.
29 Daya Dukung Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil adalah kemampuan wilayah pesisir dan
Pulau-Pulau Kecil untuk mendukung perikehidupan manusia dan makhluk hidup lain.
30 Mitigasi Bencana adalah upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik secara struktur atau
fisik melalui pembangunan fisik alami dan/atau buatan maupun nonstruktur atau nonfisik
melalui peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana di wilayah pesisir dan
pulau-pulau kecil.
31 Paket Sumberdaya adalah informasi mengenai kondisi sumberdaya yang ada di area tertentu
di dalam satu unit perencanaan di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.
32 Konsultasi publik adalah proses penggalian masukan yang dapat dilakukan melalui rapat,
musyawarah, dan/atau bentuk pertemuan lainnya yang melibatkan berbagai unsur
pemangku kepentingan di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.
33 Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah lembaga perwakilan rakyat daerah sebagai unsur
penyelenggara pemerintahan daerah.
34 Satuan Kerja Perangkat Daerah adalah organisasi/lembaga pada pemerintah daerah yang
bertanggungjawab pada pelaksanaan tugas di bidang tertentu di provinsi, atau
kabupaten/kota.
35 Pemangku Kepentingan Utama adalah para pengguna sumber daya pesisir dan pulau-pulau
kecil yang mempunyai kepentingan langsung dalam mengoptimalkan pemanfaatan sumber
daya pesisir dan pulau-pulau kecil, seperti nelayan tradisional, nelayan modern, pembudi
daya ikan, pengusaha pariwisata, pengusaha perikanan, dan masyarakat.
36 Masyarakat adalah masyarakat yang terdiri atas Masyarakat Hukum Adat, Masyarakat Lokal,
dan Masyarakat Tradisional yang bermukim di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.
37 Masyarakat Hukum Adat adalah sekelompok orang yang secara turun temurun bermukim di
wilayah geografis tertentu di Negara Kesatuan Republik Indonesia karena adanya ikatan pada
asal usul leluhur, hubungan yang kuat dengan tanah, wilayah, sumber daya alam, memiliki
pranata pemerintahan adat, dan tatanan hukum adat di wilayah adatnya sesuai ketentuan
perundang-undangan.
38 Masyarakat Lokal adalah kelompok masyarakat yang menjalankan tata kehidupan sehari-
hari berdasarkan kebiasaan yang sudah diterima sebagai nilai-nilai yang berlaku umum,
tetapi tidak sepenuhnya bergantung pada sumber daya Pesisir dan pulau-pulau kecil
tertentu.
39 Masyarakat Tradisional adalah masyarakat perikanan tradisional yang masih diakui hak
tradisionalnya dalam melakukan kegiatan penangkapan ikan atau kegiatan lainnya yang sah
di daerah tertentu yang berada dalam perairan kepulauan sesuai dengan kaidah hukum laut
internasional.
40 Badan Koordinasi Penataan Ruang Nasional, yang selanjutnya disebut BKPRN adalah badan
yang dibentuk untuk mendukung pelaksanaan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007
tentang Penataan Ruang, yang tugas pokoknya mengoordinasikan penyusunan dan
pelaksanaan kebijakan penyelenggaraan penataan ruang.
41 Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah, yang selanjutnya disebut BKPRD adalah badan
bersifat ad-hoc yang dibentuk untuk mendukung pelaksanaan Undang-Undang Nomor 26
Tahun 2007 tentang Penataan Ruang di Provinsi dan di Kabupaten/Kota dan mempunyai
fungsi membantu pelaksanaan tugas Gubernur dan Bupati/Walikota dalam koordinasi
penataan ruang di daerah.
42 Instansi terkait adalah instansi Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah, unit pelaksana
teknis, dan instansi vertikal yang terkait dengan pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau
kecil.
43 Pemerintah Pusat, selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden Republik Indonesia yang
memegang kekuasaan pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
44 Pemerintah Daerah adalah gubernur, bupati, atau walikota, dan perangkat daerah sebagai
unsur penyelenggara pemerintahan daerah.
45 Menteri adalah Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kelautan
dan perikanan.
46 Direktur Jenderal adalah direktur jenderal yang bertanggung jawab di bidang kelautan,
pesisir dan pulau-pulau kecil.
Sesuai dengan UU Nomor 27 Tahun 2007 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 1 Tahun
2014, terdapat 3 (tiga) struktur yang menyusun pengelolaan pesisir dan pulau-pulau kecil, yakni
perencanaan, pemanfaatan, serta pengawasan dan pengendalian. Struktur perencanaan
memuat perencanaan yang bersifat spasial (keruangan) yaitu Rencana Zonasi Wilayah Pesisir
dan Pulau-Pulau Kecil yang selanjutnya disebut RZWP-3-K. Walaupun UU Nomor 27 Tahun 2007
sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 1 Tahun 2014 tidak secara eksplisit menyebut tata
ruang laut, namun perencanaan spasial tersebut diistilahkan dengan rencana zonasi wilayah
pesisir dan pulau-pulau kecil (RZWP-3-K).
Berdasarkan UU Nomor 27 Tahun 2007 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 1 Tahun
2014 pada Bab I Pasal 1 disebutkan, “Rencana Zonasi adalah rencana yang menentukan arah
penggunaan sumber daya tiap-tiap satuan perencanaan disertai dengan penetapan struktur dan
pola ruang pada kawasan perencanaan yang memuat kegiatan yang boleh dan tidak boleh
dilakukan serta kegiatan yang hanya dapat dilakukan setelah memperoleh izin”. Pengertian ini
mirip dengan definisi tata ruang yang tersurat dan tersirat pada Bab 1 Pasal 1 dalam UU Nomor
26 Tahun 2007. Perencanaan Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil di dalam pasal 7
ayat (1), terdiri atas :
1) Rencana Strategis Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RSWP-3-K), yang memuat
isu, visi, misi, tujuan, sasaran, kebijakan, strategi dan program;
2) Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP-3-K), yang memuat
rencana alokasi ruang wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil;
3) Rencana Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RPWP-3-K), yang
memuat susunan kerangka kebijakan, prosedur, dan tanggung jawab dalam rangka
pengoordinasian pengambilan keputusan di antara berbagai lembaga/instansi
pemerintah mengenai kesepakatan penggunaan sumber daya atau kegiatan
pembangunan di zona yang ditetapkan; dan
4) Rencana Aksi Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RAPWP-3-K), yang
memuat tujuan, sasaran, anggaran, dan jadwal untuk satu atau beberapa tahun ke
depan secara terkoordinasi untuk melaksanakan berbagai kegiatan yang diperlukan
oleh instansi Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan pemangku kepentingan lainnya
guna mencapai hasil pengelolaan sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil di setiap
Kawasan perencanaan.
Hirarki perencanaan pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil dapat dilihat pada
gambar 1.1 sebagai berikut :
Gambar 1.1. Hirarki Perencanaan Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil
Selanjutnya di Pasal 7 ayat (3) disebutkan bahwa “Pemerintah daerah wajib menyusun Rencana
Zonasi Wilayah Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP-3-K) sesuai dengan kewenangan masing-
masing”.
Dalam Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 1
Tahun 2014 pada Bab IV tentang Perencanaan pasal 9 ayat (1), disebutkan bahwa RZWP-3-K
merupakan arahan pemanfaatan sumber daya di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
pemerintah provinsi dan/atau pemerintah kab/kota. Penyusunan RZWP-3-K seperti apa yang
diamanatkan UU Nomor 27 Tahun 2007 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 1 Tahun
2014 Pasal 9 ayat (2) tersebut di atas menegaskan bahwa RZWP-3-K harus diserasikan,
diselaraskan, dan diseimbangkan dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kab/Kota.
Rencana Tata Ruang Wilayah dalam UU Nomor 26 Tahun 2007 termasuk dalam Rencana Umum
Tata Ruang yang secara hirarki terdiri dari RTRW Nasional, RTRW Provinsi, RTRW Kab/Kota.
Kebijakan pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil memiliki keterkaitan dengan
kebijakan perencanaan pembangunan nasional dan kebijakan penataan ruang. Berdasarkan
tujuan perencanaan pembangunan nasional, aktualisasi UU Nomor 25 Tahun 2004 diantaranya
ditandai dengan dihasilkannya: (a) Rencana Pembangunan Jangka Panjang; (b) Rencana
Pembangunan Jangka Menengah; dan (c) Rencana Pembangunan Tahunan. Keseluruhan
dokumen perencanaan tersebut menjadi pedoman bagi pelaksanaan segenap urusan yang
menjadi kewenangan pemerintah daerah dalam rangka mencapai tujuan dan sasaran daerah
pada akhir periode rencana, dan sekaligus menjadi dasar dalam penganggaran (pembiayaan)
program dan kegiatan yang dilaksanakan pemerintah dan pemerintah daerah. Dalam rangka
menjamin konsistensi pelaksanaan dokumen RZWP-3-K yang sudah disusun, maka hasil tersebut
perlu menjadi bagian dari proses perencanaan pembangunan daerah. Artinya Pemda perlu
menyusun tata cara perencanaan pembangunan untuk menghasilkan rencana-rencana
pembangunan jangka panjang, jangka menengah, dan tahunan yang telah memasukkan
pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. Dokumen RSWP-3-K diharapkan berfungsi
sebagai instrumen yang akan dipakai sebagai referensi kebijakan dan program kegiatan dalam
pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil sampai dengan beberapa tahun ke depan
oleh pemerintah daerah, swasta, dan masyarakat. Untuk mewujudkan hal tersebut, maka
dokumen RSWP-3-K haruslah: (a) sejalan dan menjadi bagian dari sistem dan dokumen
perencanaan pembangunan daerah, serta (b) dilaksanakan secara konsisten oleh masing-masing
sektor, baik daerah maupun pusat.
Pada dasarnya, integrasi dokumen RZWP-3-K tersebut sejalan dengan sistem dan konsep
perencanaan pembangunan yang ada (UU Nomor 25 Tahun 2004) sebagaimana ilustrasi pada
Gambar 1.2 Tampak bahwa adopsi dan pelembagaan dokumen tersebut dilakukan dengan
menjadikan dokumen RZWP-3-K sebagai input dalam penyusunan RPJMD (Rencana
Pembangunan Jangka Mengengah Daerah), RKPD (Rencana Kerja Pemerintah Daerah), Renstra
SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah), dan Renja SKPD.
Perencanaan Spasial
Tujuan disusunnya pedoman ini adalah untuk mewujudkan RZWP-3-K Provinsi yang sesuai dengan
ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan
Pulau-Pulau Kecil sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 1 Tahun 2014.
Bab II
Ketentuan Teknis Muatan RZWP-3-K
Provinsi
Bagi daerah yang telah memiliki cakupan wilayah di perairan laut berdasarkan peraturan
perundangan yang berlaku, batas wilayah perencanaan RZWP-3-K mengacu pada peraturan
tersebut.
Penentuan batas wilayah perencanaan untuk daerah yang memiliki pulau-pulau kecil mengacu
pada peraturan Permendagri Nomor 76 Tahun 2012 tentang Pedoman Penegasan Batas Daerah,
sebagai berikut :
A. Untuk mengukur batas daerah di laut pada suatu pulau yang berjarak lebih dari 2 kali 12
mil laut yang berada dalam satu provinsi, diukur secara melingkar dengan jarak 12 mil laut
untuk provinsi dan sepertiganya untuk kabupaten/kota.
Gambar 2.1 Contoh Penarikan Garis Batas Pada Pulau yang Berjarak
Lebih Dari 2 (Dua) Kali 12 Mil Laut yang Berada Dalam 1 (Satu) Provinsi
(Sumber : Permendagri No. 76 Tahun 2012)
B. Untuk mengukur batas daerah di laut pada suatu pulau yang berjarak kurang dari 2 (dua)
kali 12 mil laut yang berada dalam satu daerah provinsi, diukur secara melingkar dengan
jarak 12 mil laut untuk Batas Laut Provinsi dan sepertiganya merupakan kewenangan
pengelolaan Kabupaten dan Kota di laut.
Gambar 2.2 Contoh Penarikan Garis Batas Pada Pulau yang Berjarak Kurang Dari
2 (Dua) Kali 12 Mil Laut yang Berada Dalam 1(Satu) Provinsi
(Sumber : Permendagri No. 76 Tahun 2012)
C. Untuk mengukur Batas Daerah di Laut pada suatu Gugusan Pulau-Pulau yang berada dalam
satu daerah provinsi, diukur secara melingkar dengan jarak 12 mil laut untuk batas
kewenangan pengelolaan laut provinsi dan sepertiganya merupakan kewenangan
pengelolaan Kabupaten/kota di laut.
D. Untuk mengukur Batas Daerah di Laut pada Pulau yang berada pada daerah yang berbeda
provinsi dan berjarak kurang dari 2 kali 12 mil laut, diukur menggunakan prinsip garis
tengah (median line).
Gambar 2.4 Contoh Penarikan Garis Batas Pada Pulau yang Berjarak Kurang Dari 2 (Dua) Kali 12 Mil
Laut yang Berada Pada Provinsi yang Berbeda
(Sumber : Permendagri No. 76 Tahun 2012)
2.2 Tujuan, Kebijakan, dan Strategi Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
Kabupaten/Kota
Tujuan, Kebijakan, dan Strategi pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil provinsi
merupakan terjemahan dari visi dan misi pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil
pengembangan provinsi untuk mencapai kondisi ideal pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-
pulau kecil provinsi yang diharapkan.
A. Tujuan
Tujuan pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil provinsi merupakan arahan
perwujudan alokasi ruang wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil provinsi yang ingin dicapai
pada masa yang akan datang (20 tahun).
Tujuan pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil provinsi memiliki fungsi:
1) sebagai dasar untuk memformulasikan kebijakan dan strategi RZWP-3-K provinsi;
2) memberikan arah bagi penyusunan indikasi program utama RZWP-3-K provinsi; dan
3) sebagai dasar penetapan ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah
pesisir dan pulau-pulau kecil provinsi.
Tujuan pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil provinsi dirumuskan berdasarkan:
1) visi dan misi pembangunan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil provinsi;
2) karakteristik wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil provinsi;
3) isu strategis; dan
4) kondisi objektif yang diinginkan.
Tujuan pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil provinsi dirumuskan dengan
kriteria:
1) tidak bertentangan dengan tujuan pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil
nasional;
2) jelas dan dapat tercapai sesuai jangka waktu perencanaan; dan
3) tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
B. Kebijakan
Kebijakan pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil provinsi merupakan arah
tindakan yang harus ditetapkan untuk mencapai tujuan pengelolaan wilayah pesisir dan
pulau-pulau kecil provinsi.
Kebijakan pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil provinsi berfungsi sebagai:
1) sebagai dasar untuk memformulasikan strategi pengelolaan wilayah pesisir dan
pulau-pulau kecil provinsi;
2) sebagai dasar untuk merumuskan alokasi ruang wilayah pesisir dan pulau-pulau
kecil;
3) memberikan arah bagi penyusunan indikasi program utama pengelolaan wilayah
pesisir dan pulau-pulau kecil provinsi; dan
4) sebagai dasar penetapan ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah
pesisir dan pulau-pulau kecil.
Kebijakan pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil provinsi dirumuskan dengan
kriteria:
1) mengakomodasi kebijakan pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil
nasional dan provinsi yang berlaku pada wilayah provinsi bersangkutan;
2) jelas, realistis, dan dapat diimplementasikan dalam jangka waktu perencanaan pada
wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil provinsi bersangkutan;
3) mampu menjawab isu-isu strategis baik yang ada sekarang maupun yang
diperkirakan akan timbul di masa yang akan datang; dan
4) tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
C. Strategi
Strategi pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil provinsi merupakan penjabaran
kebijakan pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil provinsi ke dalam langkah-
langkah operasional untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Strategi pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil provinsi berfungsi:
1) sebagai dasar untuk penyusunan rencana alokasi ruang, dan penetapan kawasan
strategis provinsi;
Strategi pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil provinsi dirumuskan berdasarkan:
1) kebijakan pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil wilayah provinsi;
2) kapasitas sumber daya wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil provinsi dalam
melaksanakan kebijakan pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil; dan
3) ketentuan peraturan perundang-undangan.
Strategi pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil wilayah provinsi dirumuskan
dengan kriteria:
1) memiliki kaitan logis dengan kebijakan pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau
kecil;
2) tidak bertentangan dengan tujuan, kebijakan, dan strategi pengelolaan wilayah
pesisir dan pulau-pulau kecil nasional;
3) jelas, realistis, dan dapat diimplementasikan dalam jangka waktu perencanaan pada
wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil provinsi bersangkutan secara efisien dan
efektif;
4) harus dapat dijabarkan secara spasial dalam rencana alokasi ruang wilayah pesisir
dan pulau-pulau kecil provinsi; dan
5) tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
Tujuan, kebijakan, dan strategi tersebut diatas diadopsi dari tujuan, kebijakan, dan strategi
yang tertuang dalam dokumen RSWP-3-K. Apabila belum ada, maka harus merumuskan
Tujuan, kebijakan, dan strategi Pengelolaan WP-3-K.
Ketentuan mengenai alokasi ruang dalam RZWP3K Provinsi diatur sebagai berikut:
Tabel 2.2 Pembagian Alokasi Ruang RZWP-3-K Provinsi dalam Wilayah Perairan
yang Menjadi Kewenangan Provinsi
ARAHAN PEMANFAATAN
Kawasan Zona
1. Kawasan Pemanfaatan 1. pariwisata;
Umum 2. pemukiman;
3. pelabuhan;
4. pertanian;
5. hutan;
6. pertambangan;
7. perikanan tangkap;
8. perikanan budidaya;
9. industri;
10. fasilitas umum; dan/atau
11. pemanfaatan lainnya sesuai dengan karakteristik
biogeofisik lingkungannya.
2. Kawasan Konservasi 1. Kawasan Konservasi Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (KKP3K);
2. Kawasan Konservasi Maritim (KKM);
3. Kawasan Konservasi Perairan (KKP); dan
4. Sempadan pantai.
3. Kawasan Strategis 1. pengelolaan batas-batas maritim kedaulatan negara;
Nasional Tertentu 2. pertahanan dan keamanan negara;
3. pengelolaan situs warisan dunia;
4. kesejahteraan masyarakat; dan/atau
5. pelestarian lingkungan.
4. Alur Laut 1. alur pelayaran;
2. pipa/kabel bawah laut; dan
3. migrasi biota laut.
Rencana alokasi ruang wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil provinsi berfungsi :
a. Sebagai alokasi ruang untuk berbagai kegiatan sosial dan ekonomi masyarakat dan
kegiatan pelestarian lingkungan dalam WP-3-K provinsi;
b. Sebagai alokasi ruang untuk berbagai kegiatan terkait dengan kedaulatan negara,
pengendalian lingkungan hidup, dan/atau situs warisan dunia yang pengembangannya
diprioritaskan bagi kepentingan nasional;
c. Sebagai alokasi ruang untuk kepentingan perlindungan cadangan sumberdaya ikan;
d. Mengatur keseimbangan dan keserasian peruntukan ruang darat – laut dan di ruang
pesisir itu sendiri;
e. Mengatur keseimbangan, keserasian, dan sinergitas peruntukan ruang di laut; dan
f. Sebagai dasar pemberian izin pemanfaatan ruang perairan laut pada wilayah pesisir dan
pulau-pulau kecil provinsi.
g. Sebagai dasar penentuan lokasi reklamasi, yang meliputi lokasi reklamasi dan lokasi
sumber material reklamasi. Zona yang sesuai untuk reklamasi harus mengikuti
Peraturan Presiden Nomor 122 Tahun 2012 tentang Reklamasi di Wilayah Pesisir dan
Pulau-Pulau Kecil.
Rencana alokasi ruang RZRWP-3-K di perairan ditetapkan sebagai hasil analisis tiga dimensi
ruang, yaitu permukaan, kolom, dan dasar laut. Pada setiap dimensi, alokasi ruang laut dapat
mengakomodasi kegiatan yang multifungsi pada zona tertentu.
Dalam kolom perairan pesisir dan pulau-pulau kecil secara vertikal dapat dialokasikan untuk
berbagai zona/subzona peruntukan. Pemanfaatan ruang dimaksud didasarkan pada hasil
analisis peruntukan ruangnya secara vertikal. Walaupun demikian, alokasi berbagai
zona/subzona tersebut harus disertai dengan peraturan pemanfaatan ruang yang memuat
aturan-aturan kegiatan yang diperbolehkan, kegiatan tidak diperbolehkan, serta kegiatan yang
hanya boleh dilakukan dengan syarat, yang disertai pengaturan tata waktu. Sebagai contoh,
misalnya didalam praktek biasanya pada layer permukaan dapat digunakan untuk kegiatan
pelayaran dan wisata bahari, pada layer kolom perairan dapat digunakan untuk penangkapan
ikan, sedangkan pada layer perairan dasar laut dapat digunakan untuk kegiatan konservasi dan
wisata selam.
Arahan pemanfaatan ruang WP3K dijabarkan ke dalam indikasi program utama dalam jangka
waktu perencanaan 5 (lima) tahunan hingga akhir tahun perencanaan 20 (duapuluh) tahun.
Arahan pemanfaatan ruang WP3K provinsi berfungsi sebagai :
1. acuan bagi pemerintah dan masyarakat dalam pemrograman penataan/pengembangan
wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil provinsi;
2. arahan dalam penyusunan program sektoral (besaran, lokasi, sumber pendanaan,
instansi pelaksana, dan waktu pelaksanaan);
3. dasar estimasi kebutuhan pembiayaan setiap jangka waktu 5 (lima) tahun; dan
4. acuan bagi masyarakat dalam melakukan investasi
Indikasi program utama dalam arahan pemanfaatan ruang wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil
provinsi meliputi :
a. Usulan program utama
Usulan program utama adalah program-program utama pengembangan wilayah pesisir
dan pulau-pulau kecil provinsi yang diindikasikan memiliki bobot kepentingan utama
atau diprioritaskan untuk mewujudkan alokasi ruang wilayah pesisir dan pulau-pulau
kecil provinsi sesuai tujuan.
b. Lokasi
Lokasi adalah tempat yang dijabarkan dalam koordinat geografis serta dituangkan
diatas peta, dimana usulan program utama akan dilaksanakan.
c. Besaran
Besaran adalah perkiraan jumlah/luas satuan masing-masing usulan program utama
pengembangan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil yang akan dilaksanakan.
d. Sumber Pendanaan
Sumber pendanaan dapat berasal dari APBD provinsi, APBN, swasta dan/atau
masyarakat.
e. Instansi Pelaksana
Instansi pelaksana adalah pelaksana program utama yang meliputi pemerintah (sesuai
dengan kewenangan masing-masing pemerintahan), swasta, serta masyarakat.
f. Waktu dan Tahapan Pelaksanaan
Usulan program utama direncanakan dalam kurun waktu perencanaan 20 (dua puluh)
tahun yang dirinci setiap 5 (lima) tahunan, sedangkan masing-masing program
mempunyai durasi pelaksanaan yang bervariasi sesuai dengan kebutuhan. Program
utama 5 (lima) tahun dapat dirinci kedalam program utama tahunan.
Bab III
Prosedur dan Proses Penyusunan
RZWP-3-K
3.1. Prosedur Penyusunan RZWP-3-K
Prosedur penyusunan RZWP-3-K merupakan tahapan yang dilalui sebelum disusun RZWP-3-K,
meliputi tahap pra penyusunan RZWP-3-K, yaitu kegiatan identifikasi stakeholder, sosialisasi, dan
pelatihan/Bimbingan Teknis (Bimtek), dan tahap pembentukan tim penyusun RZWP-3-K.
2) Sosialisasi
Sosialisasi perlu dilakukan sebelum dilakukan penyusunan RZWP3K. Sosialisasi
dimaksudkan untuk memberikan pengetahuan dan pemahaman mengenai pengelolaan
wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil termasuk di dalamnya terkait kebijakan dan
program terkait penyusunan RZWP-3-K, menumbuhkan rasa kepemilikan dari para
Sosialisasi penyusunan RZWP-3-K harus memiliki strategi komunikasi agar tercapai tujuan
secara efektif. Penentuan target, pesan utama yang akan disampaikan (key message),
media penyampaian (channeling) dan metode penyampaian harus disusun sedemikian
rupa agar masing-masing Stakeholders memahami perlunya RZWP-3-K. Identifikasi target
sosialisasi dapat diselaraskan dengan identifikasi Stakeholders sehingga dapat
disinkronkan satu sama lain. Materi, jadwal pelaksanaan, metode, serta output sosialisasi
penyusunan RZWP-3-K provinsi, adalah sebagai berikut:
Agar peserta memahami kebijakan dan tahapan Peserta terdiri atas anggota Kelompok Kerja
penyusunan RZWP-3-K Perencanaan Tata Ruang BKPRD (Tim Penyusun
Agar peserta memahami kebutuhan data dasar dan RZWP-3-K)
tematik, pengumpulan data, survey lapangan,
penyusunan peta tematik dan paket sumberdaya
Agar peserta memahami pengertian dan jenis bencana,
konsep mitigasi bencana dalam penyusunan RZWP-3-K
Agar peserta memahami pengertian zona dalam kawasan
konservasi, kebutuhan data dan informasi, pertimbangan
dan ketentuan, delineasi serta pengaturan
Agar peserta memahami pengertian zona (perikanan
budidaya, perikanan tangkap, pertambangan, pariwisata,
permukiman dan perdagangan, industri), kebutuhan data
dan informasi, pertimbangan dan ketentuan, delineasi
serta pengaturan.
Agar peserta memahami kriteria, pertimbangan, dan
penentuan alokasi ruang RZWP-3-K
Agar peserta memahami pengertian Alur Laut, kebutuhan
data dan informasi pertimbangan dan ketentuan,
delineasi serta pengaturan.
Agar peserta memahami prosedur penanganan konflik
dalam RZWP-3-K
Agar peserta memahami peran dan pelibatan pemangku
kepentingan dalam RZWP-3-K
Pengolahan dan Pengolahan dan analisis data untuk disusun dalam peta-peta
4
Analisis Data tematik
Deskripsi Potensi & Pendeskripsian terhadap peta-peta tematik yang telah disusun
5 Kegiatan Pemanfaatan
Peta-peta tematik
Penyusunan Dokumen Hasil pendeskripsian terhadap peta-peta tematik yang disusun
6
Awal
Penyampaian Draft Dokumen Awal RZWP3K
Menjaring masukan
Konsultasi Publik
Penyusunan Dokumen Final RZWP-3-K
Permohonan
12
Permohonan tanggapan/saran terhadap Dokumen Final
Tanggapan/Saran
Pembahasan Ranperda
Penetapan
13
Evaluasi
Secara umum, tahapan dalam proses penyusunan dokumen Final RZWP-3-K dapat dilihat dalam diagram berikut:
Jangka waktu yang dibutuhkan dalam proses penyusunan RZWP-3-K provinsi hingga dokumen
final selesai diupayakan seefektif mungkin, minimal selama 12 (duabelas) bulan / 24 (dua puluh
empat) bulan dan jangka waktu maksimal adalah 5 (lima) tahun. Ilustrasi jangka waktu minimal
proses penyusunan RZWP-3-K dapat dilihat pada Gambar 3.3.
Tahap penyusunan dipengaruhi oleh situasi dan kondisi aspek politik, sosial, budaya,
pertahanan, keamanan, keuangan/pembiayaan pembangunan daerah, ketersediaan data, dan faktor
lainnya di dalam wilayah provinsi bersangkutan, sehingga perkiraan waktu yang dibutuhkan untuk
setiap tahap penyusunan RZWP-3-K disesuaikan dengan situasi dan kondisi kabupaten yang
bersangkutan.
Tahap 1 :
3.2.2.1. Pengumpulan Data
Pengumpulan data dimaksudkan untuk memperoleh data dan informasi yang tersedia berupa
spasial dan non spasial. Data dan informasi yang dikumpulkan terdiri dari 2 (dua) dataset dasar
(terrestrial dan batrimetri) dan 10 (sepuluh) dataset tematik (geologi dan geomorfologi laut,
oseanografi, Ekosistem Pesisir dan Sumberdaya Ikan (jenis dan kelimpahan ikan), penggunaan lahan
dan status lahan, Data Pemanfaatan Wilayah Laut Eksisting, Sumberdaya Air, Infrastruktur,
Demografi, Ekonomi Wilayah dan resiko bencana dan pencemaran). Data dan informasi tersebut
diatas dapat diperoleh dari lembaga atau institusi terkait dalam bentuk laporan, buku, diagram,
peta, foto, dan media penyimpanan lainnya.
Data dasar dan tematik untuk pemetaan rencana zonasi WP-3-K provinsi memiliki skala,
ketelitian dan kedetilan informasi, yaitu: skala minimal 1:250.000
Ketersediaan data harus memenuhi persyaratan secara kualitas maupun kuantitas, yaitu :
a) Kualitas
1. skala;
2. akurasi geometri;
3. kedetailan data;
4. kedalaman data;
5. kemutakhiran data;
6. sumber data.
b) Kuantitas
secara kuantitas memenuhi ketentuan kelengkapan jenis data (12 dataset).
Apabila ketersediaan data belum memenuhi persyaratan kualitas dan kuantitas di atas maka
perlu dilakukan survei lapangan.
Dalam penyusunan rencana zonasi WP-3-K, dibutuhkan data dasar dan tematik dengan skala,
ketelitian data dan kedetilan informasi yang berbeda. Jenis data yang digunakan dalam penyusunan
rencana zonasi dibedakan untuk kabupaten/kota, yang terdiri atas :
1) Peta Dasar dan Citra Satelit
2) Data Spasial Dasar
3) Data Spasial dan Non Spasial Tematik
Jenis, fungsi, dan manfaat data yang diperlukan dapat mengacu pada Pedoman Teknis
Penyusunan Peta RZWP-3-K. Untuk alokasi ruang yang memerlukan kegiatan reklamasi diperlukan
data tambahan berupa data geoteknik.
Tahap 2 :
3.2.2.2. Survei Lapangan
Survei lapangan dilaksanakan dalam rangka melengkapi data yang belum sesuai kebutuhan.
Adapun jenis data yang akan dikumpulkan adalah data primer. Pengumpulan data primer bertujuan
untuk:
o Melakukan verifikasi terhadap data sekunder yang sudah terkumpul sebelumnya
o Melakukan pengumpulan data primer yang belum tersedia.
Observasi
Pengambilan sampel
Pengukuran
Wawancara
Penyebaran kuesioner
Focus Group Discussion (FGD)
FGD bertujuan untuk menjaring aspirasi dan masukan dari masyarakat dan para pemangku
kepentingan lain, terkait dengan permasalahan pemanfaatan sumberdaya pesisir dan
pulau-pulau kecil. FGD ini melibatkan instansi pemerintah terkait, unsur perwakilan
masyarakat, tokoh-tokoh masyarakat (tokoh adat), kelompok-kelompok masyarakat yang
bergerak di wilayah pesisir dan laut dan LSM. Metode survei tiap data akan dibahas lebih
lanjut pada Pedoman Teknis Penyusunan Peta RZWP-3-K.
Tahap 3 :
3.2.2.3. Pengolahan dan Analisis Data
Penyusunan peta rencana zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil di tingkat Provinsi
membutuhkan data dasar dan tematik pendukung dalam proses penyusunannya. Data/peta
dasar yang dibutuhkan dalam penyusunan peta rencana zonasi tematik yang disusun dapat
dikelompokkan menjadi 2 (dua) dataset dasar, terdiri dari data terestrial dan bathimetri.
Data/peta dasar tersebut secara umum telah disediakan oleh instansi terkait, namun apabila
tidak tersedia maka perlu dilakukan pemetaan dan analisis sesuai dengan kebutuhan
perencanaan yang dilakukan.
Data yang telah dikumpulkan diolah dan dianalisis sehingga menghasilkan peta-peta tematik.
Pengolahan data dilakukan untuk memperoleh data yang siap digunakan untuk analisis.
Pengolahan data meliputi:
Analisis data dilakukan untuk memperoleh informasi sesuai dengan tema yang
dibutuhkan. Aktivitas yang dilakukan adalah:
Data tematik yang dibutuhkan dalam penyusunan peta rencana zonasi terdiri dari 10 (sepuluh)
dataset peta, meliputi geologi dan geomorfologi; oseanografi; penggunaan lahan, status lahan
dan rencana tata ruang wilayah; pemanfaatan wilayah laut; sumberdaya air; ekosistem wilayah
pesisir dan sumberdaya ikan; infrastruktur; demografi dan sosial; ekonomi wilayah; dan
kerawanan dan risiko bencana. Fungsi data/peta tematik tersebut adalah sebagai dasar
penyusunan peta paket sumberdaya dan kesesuaian lahan/perairan.
Pengolahan dan analisis peta tematik dilakukan sesuai dengan hirarki perencanaan, baik
provinsi, kabupaten maupun kota. Beberapa komponen yang harus diperhatikan antara lain
input data, proses pengolahan data dan output peta tematik yang dihasilkan. Input data untuk
penyusunan peta tematik provinsi, kabupaten dan kota berbeda, demikian pula proses
pengolahan yang dilakukan dan kerincian informasi tematik pada output peta.
Tahap 4 :
3.2.2.4. Deskripsi Potensi dan Kegiatan Pemanfaatan Sumberdaya Pesisir dan Pulau-
pulau Kecil
Setelah dilakukan pengolahan dan analisis data serta disajikan dalam bentuk peta tematik
selanjutnya dilakukan pendeskripsian terhadap peta-peta tematik yang telah disusun.
Tahap 5 :
3.2.2.5. Penyusunan Dokumen Awal
Penyusunan dokumen awal dilaksanakan setelah Tim Teknis melakukan pengolahan dan
analisis data untuk disusun dalam peta-peta tematik. Output dokumen awal adalah peta-peta
tematik.
Tahap 6 :
3.2.2.6. Konsultasi Publik I
Selanjutnya Dokumen awal RZWP-3-K wajib dilakukan konsultasi publik untuk memverifikasi
data dan informasi, dan untuk mendapatkan masukan, tanggapan atau saran. Konsultasi publik
adalah suatu proses penggalian dan dialog masukan, tanggapan dan sanggahan antara pemerintah
daerah dengan pemerintah, dan pemangku kepentingan di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil
yang dilaksanakan antara lain melalui rapat, musyawarah/rembug desa, dan lokakarya. Tahap ini
merupakan pelaksanaan konsultasi publik I (pertama). Hasil konsultasi publik dituangkan ke dalam
Berita Acara (Lampiran 6), dilengkapi dengan notulensi, daftar hadir, dan dokumentasi.
Tabel 3.6 Tujuan, Output dan Target Peserta Konsultasi Publik I Penyusunan RZWP-3-K
Tujuan Output Target Peserta
Memverifikasi data Informasi potensi 1) Pemerintah
dan informasi dan permasalahan SKPD daerah yang terdiri dari :
Menjaring di wilayah 1. Bappeda
2. Dinas Kelautan dan perikanan
masukan, perencanaan
3. Dinas Pekerjaan Umum
tanggapan, koreksi verifikasi data dan 4. BPN
dan usulan informasi 5. Dinas Kehutanan
terhadap data dan Tanggapan berupa 6. Dinas Pertanian
informasi. masukan/usulan 7. Dinas Pariwisata
8. Dinas Perhubungan
9. Dinas Perindustrian
10. Dinas Lingkungan hidup.
11. Dinas Pendapatan Daerah
12. BUMD
13. BPBD
14. Administrasi Pelabuhan
15. dll.
2) TNI AL dan POLAIRUD
3) LSM
4) Perguruan Tinggi/Akademisi
5) Ormas
6) Kelompok Masyarakat (Masyarakat Hukum Adat,
Masyarakat Lokal, dan Masyarakat Tradisional)
7) Camat, Lurah/Kepala Desa
8) Dunia Usaha di Bidang Kelautan dan Perikanan
Tahap 7 :
3.2.2.7. Penentuan Usulan Alokasi Ruang
Setelah dokumen awal diperbaiki sesuai dengan masukan, tanggapan, atau saran pada saat
konsultasi publik I, maka dilanjutkan dengan kegiatan penentuan usulan alokasi ruang. Peta-peta
tematik yang telah disepakati pada saat Konsultasi Publik I (pertama) dan tersusun dalam Dokumen
Awal, selanjutnya dianalisis melalui dua metode, yaitu : a) penyusunan Paket Sumberdaya terhadap
kriteria kawasan; dan/atau b) kesesuaian lahan (perairan pesisir dan/atau daratan pulau kecil)
terhadap kawasan, zona. Hasil analisis ini berupa usulan alokasi ruang. Untuk mempertajam usulan
alokasi ruang maka dilakukan analisis non spasial.
2). Analisis Kesesuaian Lahan (Perairan Pesisir dan/atau Daratan Pulau Kecil) Terhadap Kawasan,
Zona
Analisis kesesuaian lahan dilakukan terhadap wilayah perairan pesisir dan/atau daratan pulau
kecil. Analisis kesesuaian lahan dilakukan dengan cara mendeliniasi masing-masing parameter
peta-peta tematik berdasarkan kriteria kesesuaian zona/subzona tertentu. Hasil deliniasi
masing-masing parameter peta-peta tematik tersebut diatas dilakukan overlay/tumpang susun.
Proses ini dilakukan dengan cara yang sama terhadap parameter peta-peta tematik tertentu
berdasarkan kriteria kawasan/zona lainnya.
Hasil dari proses overlay tersebut diatas adalah peta-peta kesesuaian untuk masing-masing
kawasan/zona dengan kategori kesesuaiannya (sesuai (S1), kurang sesuai (S2), dan tidak sesuai
(N)). Masing-masing peta-peta kesesuaian kawasan/zona tersebut kemudian dioverlay
sehingga menghasilkan peta multikesesuaian untuk kawasan/zona. Berdasarkan peta
multikesesuaian dilakukan penilaian kesesuaian akhir untuk kawasan/zona, sehingga dihasilkan
usulan alokasi ruang dalam bentuk peta Alokasi Ruang.
Apabila dalam satu lokasi memiliki beberapa kategori kesesuaian yang sama maka perlu
dilakukan analisis non spasial.
Gambar 3.4 Contoh Proses Analisis Kesesuaian Lahan Untuk Zona Pariwisata
III-19 III-19
KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN
Pedoman Teknis Penyusunan RZWP-3-K Provinsi
Klasifikasi Kawasan di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil berdasarkan UU No. 27 tahun 2007
tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, dapat dilihat pada ilustrasi gambar
di bawah ini.
Gambar 3.5 Contoh Ilustrasi Klasifikasi Kawasan di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (Subandono,
2008)
Peta Rencana Alokasi Ruang WP-3-K Provinsi disusun berdasarkan peta paket sumberdaya
dan/atau kesesuaian terhadap kriteria. Diagram alir penyusunan peta rencana alokasi ruang
berdasarkan peta paket sumberdaya sebagai berikut:
Gambar 3.6 Diagram Penyusunan Peta Alokasi Ruang Wilayah Laut/Perairan Provinsi Berdasarkan
Peta Paket Sumberdaya
Penentuan alokasi ruang wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil harus memperhatikan hal-hal,
sebagai berikut:
1) Penentuan Kawasan Konservasi
Penentuan Kawasan konservasi harus memperhatikan keberadaan wilayah yang
berpotensi menjadi kawasan konservasi. Kawasan konservasi ditetapkan untuk wilayah
yang memiliki ciri khas tertentu yang dilindungi untuk mewujudkan pengelolaan pesisir
dan pulau-pulau kecil yang berkelanjutan. Pembagian kawasan konservasi disesuaikan
dengan jenis/kategori kawasan konservasi yang ada di Kabupaten/Kota.
Selanjutnya, penentuan arahan pemanfaatan alokasi ruang wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil
dilakukan melalui penentuan zona dan sub zona atau arahan pemanfaatannya pada masing-
masing kawasan. Penentuan zona pada masing-masing kawasan dilakukan dengan
menggunakan metode kesesuaian perairan. Hasil kesesuaian perairan dan contoh peta alokasi
ruang dapat dilihat pada ilustrasi gambar di bawah ini.
Gambar 3.7 Ilustrasi Contoh Pembagian Kawasan menjadi Zona (Subandono, 2008)
Deliniasi batas kawasan dan zona ditampilkan pada Peta yang menggunakan grid dengan sistem
koordinat lintang (longitute) dan bujur (latitute) pada lembar peta yang diterbitkan oleh
lembaga yang berwenang.
c. Analisis Infrastruktur
Analisis infrastruktur di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil bertujuan untuk mengetahui
sebaran infrastruktur yang ada, sebagai data dasar dalam pengembangan struktur
wilayah dan acuan dalam analisis proyeksi kebutuhan sarana dan prasarana kelautan dan
perikanan. Kondisi infrastruktur dapat diketahui berdasarkan data sekunder yang telah
ada dan observasi langsung di lapangan. Pemetaan dilakukan dengan cara digitalisasi data
sekunder dan plotting lokasi secara langsung di lapangan, meliputi sarana dan prasarana
transportasi, air bersih, listrik dan energi, sanitasi, dan prasarana lainnya.
1 Pertambangan minyak dan gas Perairan Laut dan - Penurunan kualitas air
- Polusi limbah cair
bumi Pesisir
- Kerusakan ekosistem sekitar
2 Pertambangan Bahan Galian C Perairan Laut dan - Penurunan kualitas air
- Kerusakan ekosistem sekitar
(Pasir) Pesisir
- Transpor sedimen
- Perubahan garis pantai
3 Pertambangan Mineral Daratan Pesisir - Penurunan kualitas air
- Kerusakan ekosistem sekitar
- Perubahan geomorfologi laut
- Perubahan garis pantai
4 Pertambangan Batubara Daratan Pesisir - Perubahan garis pantai
- Kerusakan ekosistem sekitar
5 Industri Maritim Pesisir - Penurunan kualitas air,
- Transpor sedimen
- Perubahan sedimen
- Polusi limbah padat dan cair
- Kerusakan ekosistem
6 Permukiman Pesisir dan DAS - Penurunan kualitas air
- Polusi limbah padat dan cair
7 Pariwisata Bahari Perairan Pesisir - Penurunan kualitas air
- Kerusakan ekosistem perairan
- Perubahan alur migrasi ikan dan biota
8 Pertanian Pesisir dan DAS - Penurunan kualitas air
- Transpor sedimen
- Perubahan sedimen
- Polusi limbah cair
9 Budidaya laut Perairan pesisir - Penurunan kualitas air
- Gangguan alur transportasi laut
10 Pelabuhan Pesisir - Penurunan kualitas air
- Transpor sedimen
- Perubahan sedimen
- Polusi limbah padat dan cair
g. Analisis isu dan permasalahan perencanaan di wilayah pesisir dan pulau -pulau
kecil
Identifikasi ini meliputi antara lain:
Identifikasi daerah rawan bencana: banjir, tsunami, erosi, abrasi, sedimentasi, akresi
garis pantai, subsiden/longsoran tanah, gempa bumi
Identifikasi masalah lingkungan dan pencemaran: intrusi air laut/asin, polusi,
kerusakan ekosistem/habitat hutan mangrove, kerusakan ekosistem/habitat terumbu
karang
Identifikasi daerah konservasi/perlindungan: kawasan lindung nasional/kawasan
konservasi yang ditetapkan secara nasional (taman nasional, taman laut, cagar alam,
suaka alam laut), kawasan konservasi yang sedang diusulkan oleh daerah, dan daerah
perlindungan laut lokal
Konflik dapat terjadi pada pemanfaatan ruang secara horizontal maupun vertikal.
Secara horizontal pada level zona misalnya pemanfaatan pertambangan, industri, dan
perikanan tangkap, sedangkan secara vertikal di perairan misalkan pertambangan,
perikanan tangkap, dan perikanan budidaya.
Gambar 3.8 Contoh Matriks Keterkaitan antar Kegiatan Pemanfaatan Ruang Pesisir
Aktiv Kebutuhan Kegiatan Kegiatan yg Aktivi Kebutuhan Kegiatan Kegiatan yg Aktivi Kebutuha Kegiatan Kegiatan yg
itas Ruang lain yang tidak tas Ruang lain yang tidak tas n Ruang lain yang tidak
(Spatial/te kompatibel kompatibel (Spatial/te kompatibel kompatibel (Spatial/t kompatibel kompatibel
mporer) mporer) emporer)
1
dll
b) Pada tahap konsultasi publik, peluang terjadinya konflik besar sekali. Konflik
dimungkinkan terjadi karena tidak semua harapan dari para pemangku kepentingan
terakomodasi dalam rencana zonasi tersebut. Konflik ini dapat memberikan dampak
positif jika seluruh pihak mau menghormati pemikiran masing-masing pemangku
kepentingan dan memperoleh kesepakatan mengenai kebutuhan prioritas yang perlu
diadopsi dalam rencana zonasi. Di sisi lain, konflik dalam konsultasi publik bisa
berdampak negatif saat ada satu atau lebih pihak memaksakan keinginannya dan tidak
mau bernegosiasi. Pada tahapan ini, jika semua pihak bersikeras untuk memasukkan
keinginannya dalam rencana zonasi makan akan terjadi dead lock sehingga tidak
terjadi kesepakatan. Rencana zonasi menjadi terkatung-katung penyelesaiannya.
c) Pada tahap pembahasan pemberian tanggapan dan/atau saran, konflik kepentingan
berpeluang terjadi apabila masing-masing pemangku kepentingan ada yang merasa
kebutuhannya tidak terakomodasi.
B. Penanganan Konflik
Konflik yang terjadi memerlukan adanya manajemen konflik, yaitu suatu proses yang
diarahkan pada pengelolaan konflik agar terjadi suatu kondisi yang lebih terkendali melalui
suatu rekayasa yang dilakukan untuk mengendalikan konflik agar menjadi lebih baik.
Dengan berusaha mengendalikan konflik, diharapkan tidak sampai terjadi akumulasi dan
besaran berkembangnya konflik menjadi destruktif. Beberapa upaya yang dapat dilakukan
dalam manajemen konflik antara lain:
(1) Pencegahan Konflik, yaitu suatu usaha yang bertujuan untuk membatasi dan
menghindari kekerasan dengan mendorong perubahan perilaku yang positif bagi
fihak-fihak yang terlibat.
(2) Penyelesaian Konflik, yaitu suatu bentuk usaha untuk menangani sebab-sebab konflik
dan berusaha membangun hubungan baru dan yang bisa tahan lama diantara
kelompok-kelompok yang bermusuhan.
(3) Transformasi Konflik, yaitu suatu upaya yang dilakukan untuk mengatasi sumber-
sumber konflik sosial dan politik yang lebih luas dan berusaha mengubah kekuatan
negatif menjadi kekuatan yang positif.
Secara garis besar ada dua cara penyelesaian konflik yaitu dengan kolaborasi membangun
konsensus dan penyelesaian melalui proses legal. Penyelesaian cara pertama dapat
dilakukan hanya dengan menyertakan pihak-pihak yang terlibat konflik maupun dengan
melibatkan pihak ketiga.
Secara umum strategi resolusi konflik seharusnya dimulai dengan pengetahuan yang
mencukupi tentang peta atau profil konflik sosial yang terjadi di suatu kawasan. Dengan
peta tersebut, segala kemungkinan dan peluang resolusi konflik diperhitungkan dengan
cermat, sehingga setiap manfaat dan kerugiannya dapat dikalkulasikan dengan baik.
Penyelesaian konflik yang terjadi di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil dapat diselesaikan
melalui cara Alternative Dispute Resolution (ADR). Beberapa metode resolusi konflik
dengan metode ADR adalah sebagai berikut :
1) Negosiasi langsung
Negosiasi adalah suatu proses yang melibatkan pihak-pihak yang bertikai, bertemu,
dan mencapai suatu kesepakatan yang dapat diterima secara bersama-sama.
2) Konsiliasi
Konsiliasi adalah suatu proses pihak luar sebagai mediasi untuk membawa pihak-pihak
yang berselisih bermusyawarah secara bersama. Pihak yang melakuakn konsiliasi
harus membuat agenda, melakukan pencatatan secara administrasi dan mengunjungi
pihak-pihak yang tidak sempat bertemu langsung, dan bertindak sebagai mediator
dalam pertemuan.
3) Fasilitasi
Merupakan penanganan konflik yang melibatkan fasilitator. Peran fasilitator adalah
menjadi moderator dalam pertemuan yang cakupannya lebih besar dan menjamin
setiap orang dapat berbicara dan mendengar. Fasilitasi juga diterapkan dalam
membantu individu melakukan proses pemecahan masalah (problem solving),
prioritas, dan perencanaan.
4) Mediasi
Mediasi adalah suatu proses penyelesaian konflik dengan menggunakan jasa pihak
luar untuk menjembatani proses negosiasi antaa pihak-pihak yang berselisih. Pihak-
pihak yang berselisih dipertemukan secara bersama oleh pihak luar yang
kedudukannya netral dan independen (berperan sebagai mediator). Dalam proses ini
dikaji secara mendalam dan diputuskan bagaimana konflik tersebut diselesaikan.
Peran mediator adalah membantu semua pihak agar mampu menghasilkan suatu
perjanjian tetapi tidak memiliki kekuatan hukum. Keuntungan dari mediasi adalah : (1)
mediator dapat memfasilitasi komunikasi antara pihak-pihak yang bertikai dan
membangun komunikasi dengan pihak-pihak yang teralienasi, mencegah terjadinya
deadlock yang menghambat resolusi konflik, (2) membantu pihak-pihak yang
berselisih untuk menciptakan kesepakatan bersama, (3) mempercepat proses
negosiasi dan menstimulasi pihak yang berselisih dengan mengajukan penyelesaian
konflik secara kreatif dan realistis, (4) memfasilitasi suatu kerjasama antarpihak yang
bertikai.
5) Arbitrasi
Arbitrasi adalah proses penyelesaian konflik dengan cara pihak yang berselisih
menyerahkan proses penyelesaiannya kepada pihak yang dapat memberi legitimasi
untuk memutuskan pihak yang benar dalam perselisihan tersebut. Proses semacam ini
juga dapat berlaku dalam penyelesaian konflik melalui jalur hukum.
Penyelesaian konflik yang terbaik adalah melalui negosiasi kolaboratif antara pihak-pihak
yang berkonflik itu sendiri. Cara demikian akan memperbaiki hubungan dan interaksi
antara pihak-pihak yang berkonflik. Namun demikian seringkali pihak-pihak yang
berkonflik itu tidak mampu berinteraksi sehingga diperlukan pihak ketiga yang membantu
proses penyelesaian konflik. Idealnya pihak ketiga tersebut tidak mendominasi proses
penyelesaian konflik dan atau mempunyai kuasa untuk membuat keputusan melainkan
bertindak sebagai fasilitator komunikasi dan peace builder, yang sering disebut sebagai
mediator. Sebagai catatan, pada kenyataannya, kebanyakan konflik yang terjadi dalam
masyarakat sekitar 60 persen diselesaikan melalui mediasi.
Hasil analisis non spasial diformulasikan untuk menyempurnakan usulan peta alokasi ruang
menjadi peta RZWP-3-K.
Tujuan penyelarasan, penyerasian dan penyeimbangan antara RZWP-3-K dengan RTRW adalah
untuk mereview dan membandingkan draft dokumen antara RZWP-3-K dengan rencana lain
yang telah disahkan dan untuk merevisi draft dokumen antara RZWP-3-K tersebut, sehingga
konsisten dengan rencana-rencana dan program-program yang bersesuaian yang telah
disahkan.
Penyelarasan, penyerasian dan penyeimbangan tersebut dilakukan melalui tiga (3) cara berikut
ini:
i. Menyelaraskan/ mengadopsi pola ruang dan struktur ruang daratan pesisir RTRW ke dalam
RZWP-3-K
ii. Menyerasikan alokasi ruang perairan pesisir dan pulau-pulau kecil dalam RZWP-3-K yang
bersinggungan dengan pola ruang dalam RTRW
iii. Menyeimbangkan/memadukan rencana Pemerintah dan Pemerintah Daerah yang telah
ditetapkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan ke dalam alokasi ruang perairan
pesisir dalam RZWP-3-K.
Setelah RZWP-3-K diselaraskan, diserasikan dan diseimbangkan dengan RTRW, maka disusun
deskripsi zona yang memuat : nama, batas dan luas. Contoh deskripsi zona dapat dilihat pada
lampiran 2.
Arahan pemanfaatan ruang hasil konsep dan rencana dilakukan konsultasi publik II (kedua).
Berikut adalah contoh tabel arahan pemanfaatan ruang yang dikonsultasikan ke Stakeholder.
Tabel 3.11 Contoh Tabel Kesepakatan Arahan Pemanfaatan Ruang
RZWP-3-K Provinsi :
………………………………………………………………
2. Kawasan Strategis Nasional Tertentu (KSNT) dapat menjadi muatan kawasan strategis
RTRW;
3. Penetapan Kawasan Strategis WP3K dapat menjadi muatan kawasan strategis Kab/Kota
pada RTRW.
Tahap 8 :
3.2.2.8. Penyusunan Dokumen Antara
Tahap 9 :
3.2.2.9. Konsultasi Publik II
Konsultasi publik pada tahap ini merupakan pelaksanaan konsultasi publik II (kedua) yang
dilakukan untuk memverifikasi draft rencana zonasi, arahan pemanfaatan dan memeriksa
konsistensi draft RZWP-3-K dengan RTRW dan aturan-aturan lainnya, sehingga draft rencana alokasi
ruang dapat disepakati oleh semua pemangku kepentingan daerah. Sasaran yang ingin dicapai
adalah perbaikan dan penyempurnaan dari draft dokumen antara dan memfasilitasi aspirasi dari
seluruh Stakeholder terkait, serta penetapan alokasi ruang ke dalam kawasan/zona dalam dokumen
final yang akan disusun.
Tabel 3.12 Tujuan, Output dan Terget Peserta Konsultasi Publik II Penyusunan RZWP-3-K
Tujuan Output Target Peserta
Memverifikasi atau Tanggapan, 1) Unsur pemerintah
memastikan kembali bahwa masukan atau Pemerintah Pusat
data dan informasi tematis keberatan terhadap Pemerintah Daerah
yang menjadi masukan publik hasil perbaikan dari 1. Bappeda
pada tahap konsultasi konsultasi publik 2. Dinas Kelautan dan perikanan
sebelumnya sebelumnya 3. Dinas Pekerjaan Umum
Menginformasikan hasil Kesepakatan publik 4. BPN
perbaikan draft rencana zonasi terhadap draf 5. Dinas Kehutanan
dari hasil kesepakatan pada rencana alokasi 6. Dinas Pertanian
konsultasi publik sebelumnya, ruang 7. Dinas Pariwisata
serta menilai 8. Dinas Perhubungan
kelayakan/kesesuaian 9. Dinas Perindustrian
pemanfaatan, analisis, usulan 10. Dinas Lingkungan hidup.
alokasi ruang, serta arahan 11. Dinas Pendapatan Daerah
pemanfaatan dan memeriksa 12. BUMD
konsistensi draft RZWP-3-K 13. dll
dengan RTRW (Penyelarasan, 2) TNI AL dan POLAIRUD
Penyerasian dan 3) DPRD
Penyeimbangan dengan) dan 4) LSM
aturan-aturan lainnya 5) Perguruan Tinggi/Akademisi
6) Ormas
7) Kelompok Masyarakat (Masyarakat Hukum
Adat, Masyarakat Lokal, dan Masyarakat
Tradisional)
8) Camat, Lurah/Kepala Desa
9) Pers
10) Dunia Usaha di Bidang Kelautan dan Perikanan
Tabel 3.13 Materi, Metode, dan Lokasi Konsultasi Publik II Penyusunan RZWP-3-K
Materi Metode pelaksanaan Lokasi
Draft Dokumen Antara yang Fokus Group Discussion Kantor Pemerintah
memuat : (FGD) Daerah (Dinas Kelautan
Hasil perbaikan dokumen awal Rembug Desa dan perikanan atau
Hasil Analisis lanjutan (dapat dilakukan dengan Bappeda)
Penetapan Alokasi Ruang menerapkan model kantor
Penyelarasan , penyerasian dan Simulasi) kecamatan/kelurahan
penyeimbangan dengan RTRW
Hasil dari konsultasi publik II (kedua) adalah diperolehnya kesepakatan pemanfaatan ruang
(kawasan/zona). Hasil konsultasi publik dituangkan ke dalam Berita Acara (lampiran 6),
dilengkapi dengan notulensi, daftar hadir, dan dokumentasi.
Tahap 10 :
3.2.2.10. Penyusunan Dokumen Final
Setelah Dokumen Antara diperbaiki sesuai dengan masukan, tanggapan, atau saran pada saat
konsultasi publik II, selanjutnya Tujuan, Kebijakan, dan Strategi Pengelolaan Wilayah Pesisir dan
Pulau-Pulau Kecil, Peta Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, Deskripsi
Kawasan/Zona, Peraturan Pemanfaatan Ruang, dan Indikasi Program dibahasahukumkan menjadi
draft rancangan perda RZWP-3-K.
Dokumen Final merupakan perbaikan Dokumen Antara yang telah dikonsultasipublikkan.
Sistematika dokumen final RZWP-3-K (lampiran 4), sekurang-kurangnya terdiri atas:
1) Pendahuluan yang memuat Dasar Hukum Penyusunan RZWP3K, Profil Wilayah, Isu-isu
Strategis Wilayah, Peta-peta yang minimal mencakup peta orientasi wilayah;
2) Tujuan, Kebijakan, dan Strategi Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
Provinsi;
3) Deskripsi Potensi Sumberdaya Pesisir dan Pulau-pulau Kecil dan Kegiatan Pemanfaatan
4) Rencana Alokasi Ruang;
5) Peraturan Pemanfaatan Ruang;
6) Indikasi program;
7) Album Peta Tematik dan Album Peta RZWP-3-K; dan
8) Draft Rancangan Perda RZWP-3-K.
Tahap 11 :
3.2.2.11. Permohonan Tanggapan dan/atau Saran
Dokumen Final RZWP-3-K selanjutnya dimintakan tanggapan dan/atau saran kepada Menteri
Kelautan dan Perikanan dan Gubernur. Berdasarkan UU Nomor 27 Tahun 2007 sebagaimana telah
diubah dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 pasal 14 dan Peraturan Menteri Kelautan dan
Perikanan Nomor 16 Tahun 2008 pasal 26, mekanisme pemberian tanggapan dan/atau saran, adalah
sebagai berikut :
(1) Gubernur menyampaikan Dokumen Final RZWP-3-K Provinsi kepada Menteri untuk
mendapatkan tanggapan dan/atau saran.
(2) Gubernur menyampaikan dokumen final RZWP-3-K Provinsi kepada Bupati/Walikota di
wilayah provinsi yang bersangkutan, untuk diketahui.
(3) Menteri memberikan tanggapan dan/atau saran terhadap dokumen final RZWP-3-K
dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari kerja.
(4) Menteri dalam memberikan tanggapan dapat melibatkan lembaga yang
mengkoordinasikan penataan ruang nasional atau daerah.
(5) Tanggapan atau saran perbaikan oleh gubernur dipergunakan sebagai bahan perbaikan
Dokumen Final RZWP-3-K.
(6) Dalam hal tanggapan dan/atau saran, maka dokumen RZWP-3-K dapat diberlakukan
secara definitif.
Gubernur Menteri KP
1
Tim pemberian
tanggapan MKP
2 3 Tim pemberian
PENYUSUNAN DOKUMEN RZWP-3-K tanggapan
Gubernur
Tanggapan/saran
Lembaga yang mengkoordinasikan
terhadap Tim BKPRN
Dokumen Final (Vocal Point
penataan ruang di daerah/BKPRD KKP)
Tim BKPRD
4
Dokumen Final
RZWP-3-K Provinsi
setelah mendapatkan
tanggapan dan/atau
Dokumen Final RZWP-3-K saran Menteri KP
berikut lampiran
Album Peta
Pembahasan
ranperda dengan
DPRD
Setelah Dokumen Final RZWP-3-K diperbaiki berdasarkan tanggapan dan/atau saran oleh Menteri
selanjutnya dilakukan pembahasan Ranperda di daerah sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
1) Perikanan Tangkap
Kriteria-kriteria lingkungan dan ekologi yang harus diperhatikan antara lain sebagai berikut :
Lokasi harus memperhatikan dan mempertimbangkan habitat kritis dan sensitive yang
terdapat di daratan maupun perairan pesisir (lahan basah; mangrove; padang lamun;
terumbu karang; tempat pembesaran dan pemijahan; gumuk pasir; taman laut, rute migrasi
burung, mamalia & spesies terancam punah lainnya);
Pembukaan lahan hutan dan pertanian harus diminimalkan;
Pemenuhan kebutuhan air bersih dan fasilitas pengolahan limbah cair/padat;
Penetapan pemanfaatan lahan didalam dan sekitar lokasi perencanaan termasuk antisipasi
kegiatan pembangunan yang akan datang;
Kedekatan jarak terhadap daerah permukiman, perdagangan dan pendidikan;
Pekerjaan dan orientasi masyarakat yang ada di dekat lokasi perencanaan, guna
meminimalisasi gangguan dan hilangnya kegiatan sosio ekonomi yang ada;
Pengurangan sumberdaya yang ada harus diminimalkan baik yang terjadi karena dampak
langsung maupun tidak langsung dari kegiatan pembangunan;
Lokasi pada daerah “brackish water” harus direncanakan secara hati-hati.
Kriteria untuk menentukan daerah penangkapan ikan (fishing ground), antara lain berdasarkan visual
langsung di perairan/pengalaman nelayan dan bantuan teknologi Inderaja dan hidroakustik. Daerah
penangkapan ikan diantaranya ditandai oleh :
Warna perairan lebih gelap dibandingkan perairan sekitarnya ;
Ada banyak burung pemakan ikan beterbangan dan menukik-nukik ke permukaan air ;
Banyak buih/riak di permukaan air ; dan
Umumnya jenis ikan ini bergerombol di sekitar batang-batang kayu yang hanyut di perairan
atau bersama dengan ikan yang berukuran besar.
Penentuan daerah penangkapan ikan menggunakan metode analisis data inderaja dilakukan dengan
memanfaatkan citra satelit yang dihasilkan terhadap beberapa parameter fisika kimia dan biologi
perairan, seperti :
Vegetasi mangrove,
Suhu permukaan laut (SPL) dan arus permukaan laut,
Konsentrasi klorofil dan produktivitas primer air laut,
Kedalaman air,
Terumbu karang, padang lamun, muara sungai,
Angin di permukaan laut, dan
Pengangkatan massa air (up-welling) dan pertemuan dua massa air yang berbeda (sea front).
Hasil interpretasi citra tersebut dituangkan dalam bentuk peta tematik, sehingga dapat diperkirakan
tingkat kesuburan suatu lokasi perairan atau kesesuaian kondisi perairan dengan habitat yang
disukai gerombolan (schoaling) ikan dalam bentuk daftar titik koordinat (bujur dan lintang).
Berdasarkan peta tersebut kemudian dibuat regulasi pengusahaan penangkapan ikan yang meliputi
tata ruang, nursery ground, waktu penangkapan dan jenis alat tangkap dan bobot kapal.
Metode hidroakustik merupakan suatu usaha untuk memperoleh informasi tentang obyek di bawah
air dengan cara pemancaran gelombang suara dan mempelajari echo yang dipantulkan. Dalam
pendeteksian ikan digunakan sistem hidroakustik yang memancarkan sinyal akustik secara vertikal,
biasa disebut echo sounder atau fish finder.
KRITERIA KESESUAIAN
INPUT PETA YANG PARAMETER
NO SATUAN
DIBUTUHKAN KESESUAIAN
S1 (80) S2 (60) S3 (40) N (1)
2) Perikanan Budidaya
a. Budidaya air laut
Tabel L1.2. Parameter Kesesuaian Perairan Untuk Budidaya Air Laut
Input Peta Yang Parameter Kriteria Kesesuaian
No Satuan
Dibutuhkan Kesesuaian S1 (80) S2 (60) S3 (40) N (1)
1. Peta Suhu Permukaan, FISIK :
o
Peta Sebaran TSS, Peta Temperatur C 26 – 30 28 – 30 30 – 35 >35
Sebaran Salinitas, Peta Kekeruhan m < 30 <5 5–2 <2
Sebaran Tinggi Kecerahan m >3 >5 10-15 >15
Gelombang, Peta Salinitas o/oo 18 – 32 Alami 32 - 34 >34
Sebaran arah dan Gelombang m < 0,5
Kecepatan Arus Arus m/dt < 0,75
10
9. Input air tawar Besar Sedang Kurang
10. Kesuburan air Tinggi Sedang Rendah
11. Pengaruh banjir Tidak ada - Ada
12. Polutan Tidak ada - Ada
Sumber : Pedoman Pemetaan, 2013
g. Budidaya KJA
Tabel L1.8. Parameter Kesesuaian Perairan Untuk Budidaya KJA
Persyaratan Menurut Komoditas
No. Faktor
Kerapu Kakap Putih Kakap Merah
1. Pengaruh angin dan Kecil Kecil Kecil
gelombang yang kuat
2. Kedalaman air dari dasar 5-7 m pada surut 5-7 m pada surut 7-10 m pada
kurung terendah terendah surut terendah
3. Pergerakan air/arus 20-40 Cm/detik ±20-40 Cm/det ±20-40Cm/detik
4. Kadar garam 27-32 ‰ 27-32 ‰ 32-33 ‰
5. Suhu Air Pengaruh 28 ° C-30 °C 28 °C-30 °C 28 ° C-30 °C
6. Polusi bebas bebas bebas
7. Pelayaran tdk menghambat tdk menghambat tdk
alur pelayaran alur pelayaran menghambat
alur pelayaran
Sumber : Pedoman Pemetaan, 2013
k. Budidaya Molusca (Kerang darah, Kerang bulu, Kerang mutiara, Tiram) dan Teripang
Tabel L1.12. Parameter Kesesuaian Perairan Untuk
Budidaya Molusca (Kerang darah, Kerang bulu, Kerang mutiara, Tiram) dan Teripang
Parameter yang diukur Angka Penilaian Bobot Kredit Nilai
Terlindung dari pengaruh angin musim Baik :5 2 10
Sedang :3 6
Kurang :1 2
Kondisi gelombang Tenang :5 1 5
Sedang :3 3
Besar :1 1
Arus (cm/detik) 15 – 25 :5 1 5
10 – 15 3
& 25 – 30 :3 1
< 10 & > 30 : 1
Kedalaman air (m) 15 – 25 :5 2 10
> 25 :3 6
< 15 :1 2
Dasar perairan Berkarang :5 1 5
Pasir :3 3
Pasir/lumpur : 1 1
Salinitas (‰) 32 – 35 :5 2 10
28 – 31 & 6
36 – 40 :3 2
< 27 & > 40 : 1
Evaluasi :
85 – 100 % : Bagus (sangat layak)
75 – 84 % : Cukup layak
65 – 74 % : Dapat dipertimbangkan, asalkan parameter yang kurang memenuhi syarat
diperbaiki dengan pendekatan ilmiah dan manajemen yang tepat.
< 65 % : Tidak layak
l. Tambak Garam
Wilayah potensial penghasil garam harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
1. memiliki ketersediaan bahan baku garam (air laut) yang sangat cukup, bersih, tidak tercemar
dan bebas dari air tawar.
2. memiliki iklim kemarau yang cukup panjang (tidak mengalami gangguan hujan berturut-turut
selama 4 – 5 bulan).
3. memiliki dataran rendah yang cukup luas dengan permeabilitas (kebocoran) tanah yang
rendah.
4. memiliki jumlah penduduk yang cukup sebagai sumber tenaga kerja
Parameter Iklim yang Berpengaruh untuk Tambak Garam, antara lain :
1. Curah hujan tahunan yang kecil, curah hujan tahunan daerah garam antara 1000 1300
mm/tahun.
2. Mempunyai sifat kemarau panjang yang kering yaitu selama musim kemarau tidak pernah
terjadi hujan. Lama kemarau kering ini minimal 4 bulan (120 hari).
3. Mempunyai suhu atau penyinaran matahari yang cukup. Makin panas suatu daerah,
penguapan air laut akan semakin cepat.
3) Wisata Bahari
Tabel L1.14. Parameter Kesesuaian Perairan Untuk Wisata Bahari
Input Peta Yang Parameter Kriteria Kesesuaian
No
Dibutuhkan Kesesuaian S1 (80) S2 (60) S3 (40) N (1)
1. Peta Sebagran TSS Warna air Jernih Berwarna berwarna berwarna
2. Peta Kecerahan Material Tidak ada Vegetasi Berwarna berwarna
terapung
3. Peta Kualitas Tanda polusi Tidak ada - Variasi Variasi
Peraiaran (Minyak,Samp (Minyak,Sampah,bu
ah,busa, dll) sa, limbah rumah
tangga)
4. Peta Penggunaan Flora penutup pohon semak Jelas Jelas
Lahan daratan
5. Peta Penggunaan Flora penutup Terumbu Lamun Terbuka atau Kering
lahan, Peta lereng perairan karang rumput
Ekosistem Pesisir
6. Peta Sebaran Karang Kondisi karang Baik Sedang Terbuka buruk
7. Peta Ekosistem WP3K Spesies ikan Bervariasi Sedang Jelek Jelek
B Kepentingan manusia dan faktor
1. Peta Aksesbilitas Pencapaian Mudah Sedang Sulit Sangat sulit
dengan
kendaraan
pribadi
2. Peta Aksesbilitas Pencapaian Mudah Sedang Sulit Sangat sulit
dengan
kendaraan
umum
3. Peta Sarana dan Sarana dan Ada Sedikit Sulit Sangat sulit
Prasarana prasarana
wisata
4. Peta Struktur Ruang Telekomunikasi Ada Ada Tidak ada Tidak ada
RTRW
Tabel L1.15. Kriteria Sosial, Ekonomi dan Budaya dalam Penetapan Lokasi
Daya Tarik Daya dukung
Jenis Wisata Jenis AtraksiWisata Nilai Historis
Budaya masyarakat
Wisata Rekreasi Pantai Sedang Tinggi Sedang
Wisata Olahraga Pantai Rendah Tinggi Rendah
Wisata Budaya Tinggi Tinggi Tinggi
Wisata Pesisir & Pantai
Wisata Belanja Rendah Tinggi Rendah
Wisata Makan Rendah Tinggi Rendah
Wisata pendidikan Tinggi Tinggi Tinggi
a. Wisata Selam (sumber lebih update yg terdapat di pedum RZWP3K daripd pedoman
pemetaan,pakai yg mana????????)
Tabel L1.16. Parameter Kesesuaian Wisata Selam
Keterangan :
S1 = Sangat sesuai, dengan nilai 83 – 100%
S2 = Cukup sesuai, dengan nilai 50 - <80%
S3 = Sesuai bersyarat, dengan nilai 17 - <50%
TS = Tidak sesuai, dengan nilai <17%
b. Wisata Snorkeling
Tabel L1.17. Parameter Kesesuaian Wisata Snorkeling
Keterangan :
S1 = Sangat sesuai, dengan nilai 83 – 100%
S2 = Cukup sesuai, dengan nilai 50 - <80%
S3 = Sesuai bersyarat, dengan nilai 17 - <50%
TS = Tidak sesuai, dengan nilai <17%
Keterangan :
S1 = Sangat sesuai
S2 = Sesuai
N = Tidak Sesuai
Keterangan :
S1 = Sangat sesuai
S2 = Sesuai
N = Tidak Sesuai
Keterangan :
S1 = Sangat sesuai
S2 = Sesuai
N = Tidak Sesuai
4) Pelabuhan
Kriteria pemilihan lokasi pelabuhan perikanan antara lain:
A. Kriteria Ruang
Kriteria ruang pelabuhan perikanan harus memperhatikan kriteria-kriteria sebagai berikut:
Kriteria Perikanan, seberapa dekat pelabuhan tersebut dengan menghadap daerah
penangkapan ikan (fishing ground), potensi perikanan (stock assesment) yang belum
termanfaatkan, ketersediaan tenaga kerja (nelayan),
Kriteria Historis, sudah sejak lama menjadi tempat pendaratan kapal nelayan setempat dan
merupakan perkampungan nelayan, perkembangan produksi perikanan, perkembangan
armada dan peralatan perikanan.
Kriteria Akses, seberapa besar dekat dengan daerah/tempat pemasaran , seberapa besar
pelabuhan tersebut dibutuhkan untuk mendukung fungsi-fungsi kota (PKN/PKW/PKL),
ketersediaan infrastruktur penghubung dengan daerah lain (jalan) dan kedekatan dengan
jalur pelayaran.
Kriteria Perkiraan Perkembangan Komoditas, perkiraan kebutuhan pasar akan komoditas,
perkiraan kegiatan lanjutan/ikutan dari kegiatan perikanan tangkap.
Kriteria Keberadaan Kawasan Pemanfaatan ruang lain disekitarnya, seberapa dekat
pelabuhan tersebut dengan kawasan konservasi, pemukiman nelayan, perkotaan, dan
kawasan industri.
Skoring penilaian pemilihan lokasi pelabuhan perikanan berdasarkan besaran pelabuhan.
B. Kriteria teknis
Kriteria teknis yang harus diperhatikan dalam perencanaan pelabuhan secara umum sebagai
berikut:
1. Lokasi terlindung dari gangguan angin dan gelombang sehingga kapal mudah untuk
bermanuver saat dari/ke pelabuhan.
2. Kapal harus dapat dengan mudah ke luar / masuk pelabuhan. Kedalaman alur pelayaran harus
memenuhi kedalaman yang dibutuhkan saat kapal bermuatan penuh.
3. Tersedia ruang gerak kapal di dalam kolam pelabuhan (luas perairan). Hal ini untuk
memudahkan kapal untuk bermanuver saat akan bersandar, saat akan ke laut atau berlabuh.
4. Pengerukan mula dan pemeliharaan pengerukan yang minim. Pelabuhan seyogyanya tidak
terletak didaerah perairan yang dangkal atau daerah sedimentasi yang menyebabkan
pembengkakan biaya pengerukan dan biaya pemeliharaan pengerukan.
5. Mengusahakan perbedaan pasang surut yang relatif kecil, tetapi pengendapan sedimentasi
harus diperkecil.
6. Memiliki topografi yang landai dan cukup luas untuk pengembangan kawasan selanjutnya.
7. Pelabuhan memiliki tempat penyimpanan tertutup atau lapangan terbuka untuk menampung
muatan. (fasilitas)
8. Tersedianya fasilitas prasarana/infrastruktur lain yang mendukung.
9. Terhubung dengan jaringan angkutan darat yang menghubungkan dengan daerah
pendukungnya/daerah belakangnya.
6. Kedalaman (m) ≥3 ≥3 ≥2 ≥2
KRITERA HISTORIS
Kawasan
Nelayan(Nelayan/pendudu
10 k) % 15-30 - 0-15 - 0
11 Riwayat Armada Nelayan buah 75-100 30-75 20-30 10-20 < 10
12 Armada kapal dari luar % 50 40-50 30-40 20-30 <20
Tidak
13 Histori Pelabuhan Ada - - - Ada
KRITERIA AKSES
Kolekt
Moda Transportasi Arteri or Arteri -
14 Klas Jalan Primer Primer Lokal Primer Sekunder
Tidak
15 Sumber Air km Ada - - - Ada
Tidak
16 Listrik Ada - - - Ada
17 BBM km Ada - - - Tidak
Ada
18 Fungsi Kota yang dilayani PKN PKW - PKL -
Pusat Kegiatan
KRITERIA PERKIRAAN PROSPEK
20 Kebutuhan Pasar Thd ton > 60 > 30 >20 > 10
Komoditas (volume)
21 Pemenuhan Komoditas di % 60-80 40-60 20-40 10-20 < 10
Pasar
22 Prospek Industri Lanjutan Baik - Sedang - Kurang
KRITERIA KEDEKATAN DG KAWASAN LAIN
23 Kawasan Konservasi km > 10 7,5-10 5-7,5 5-3 <3
24 Kawasan Pemukiman km <3 5-3 5-7,5 7,5-10 > 10
25 Kawasan Industri km <3 5-3 5-7,5 7,5-10 > 10
KRITERIA TEKNIS
26 Topografi m Landai - Datar - Curam
27 Bathimeteri m >8 7-8 6-7 5-6 <5
28 Geologi kohesif kohesif Non- kohesif Non- plastis
kohesif
29 Pasang-Surut Kecil - Sedang - Besar
30 Gelombang m <0,2 0,2-0,5 0,5-0,8 0,8-1 >1
31 Sedimentasi Kecil - Sedang - Besar
32 Angin Kecil - Sedang - Besar
33 Arus Kecil - Sedang - Besar
34 Hidrologi & Sungai Kecil - Sedang - Besar
35 Luas Lahan Darat Ha >30 15-30 5-15 2-5 <2
36 Kapasitas Kapal GT 0-60 0-30 0-10 0-7 0-3
37 Panjang Dermaga m >300 150- 100-150 50-100 < 50
300
38 Kedalaman Kolam labuh m >6 5-6 4-5 3-4 <3
39 Daya Tampung Kapal GT >6000 2250- 300-2250 60-300 < 60
Sandar (GT) 6000
40 Lebar Alur (1 Kapal) m >15 11-14 10 - 5
41 Lebar Alur (2 Kapal) m >40 30-40 30-20 10-20 <10
42 Kedalaman Alur m >8 7-8 6-7 5-6 <5
KRITERIA EKONOMI
43 Komoditi lain Ada - Ada (kecil) - Tidak
(besar) Ada
44 Dukungan/Kesiapan Baik - Sedang - Kurang
daerah belakangnya
45 Prospek Perkembangan Baik - Sedang - Kurang
Kegiatan
46 Ekspor Ada - Ada (kecil) - Tidak
(besar) Ada
47 Import Ada - Ada (kecil) - Tidak
(besar) Ada
45 Prospek Perkembangan Baik - Sedang - Kurang
Kegiatan
Sumber: Analisa TRLP3K
Skoring :
0 – 47 = Tidak direkomendasikan dibangunnya pelabuhan
48 - 94 = Dapat dibangun pelabuhan perikanan setingkat PPI
95 - 141 = Dapat dibangun pelabuhan perikanan setingkat PPI hingga PPP
142 - 188 = Dapat dibangun pelabuhan perikanan setingkat PPI hingga PPN
189 - 235 = Dapat dibangun pelabuhan perikanan setingkat PPI hingga PPS
Perijinan pertambangan pasir laut dapat diberikan dengan beberapa persyaratan yang
bertujuan untuk membatasi kegiatan pertambangan sehingga tidak mengganggu kegiatan
sektor lain.
Beberapa persyaratan yang diterapkan antara lain :
- Pembatasan terhadap jenis dan jumlah kapal yang dioperasikan.
- Penentuan sistem penambangan dan pengerukan yang dilakukan.
- Pembatasan jumlah volume pasir laut yang ditambang.
- Pengaturan jadwal kegiatan penambangan dan pengerukan.
Pengembangan kawasan pesisir dan laut menjadi zona pertambangan pasir laut harus
memperhatikan beberapa faktor, antara lain:
- Faktor Utama; nilai tambah/nilai ekonomis, potensi tambang.
a. Analisis nilai tambah dari kegiatan pertambangan pasir laut diperlukan untuk melihat
besarnya penerimaan negara/pendapatan asli daerah. Kegiatan pengusahaan tambang pasir
laut diharapkan dapat menjadi pembangkit kegiatan perekonomian di kawasan sekitarnya bila
dibandingkan dengan tingkat kerusakan lingkungan atau gangguan terhadap aktifitas sektor
lain yang mungkin akan terjadi.
b. Nilai dari suatu potensi bahan galian sangat dipengaruhi oleh kuantitas dan kualitasnya.
Potensi bahan galian yang telah dipahami baik geometri, sebaran dan kualitasnya dapat
digolongkan menjadi cadangan bahan galian. Sementara potensi dengan tingkat pemahaman
yang lebih rendah digolongkan sebagai sumberdaya.
Potensi suatu kawasan dapat dibedakan menjadi tinggi, sedang dan rendah. Berdasarkan kualitas
dan kuantitasnya, maka proses penetapan suatu daerah menjadi kawasan pertambangan dapat
digambarkan pada matriks berikut ini.
Penetapan Menjadi
Nilai Tambah Potensi B.Galian
Kawasan Tambang
Sangat Perlu Tinggi Tinggi
Tinggi Sedang
Perlu
Sedang Tinggi
Sedang Sedang
Mungkin Perlu Rendah Tinggi
Rendah Sedang
Sedang Rendah
Tidak Perlu
Rendah Sedang
Seluruh proses kegiatan pertambangan pasir laut diatas akan menimbulkan efek terhadap
lingkungan maupun kegiatan lain yang berada pada kawasan yang sama. Kegiatan pertambangan
pasir laut baik pada zona pertambangan terbuka maupun pada zona pertambangan bersyarat akan
menimbulkan dampak terhadap :
Lingkungan fisik kawasan dampak terhadap kondisi fisik (hidro-oceanografi,
geologi/geomorfologi),
No Faktor Variabel
1. Dampak Perubahan pola arus dan perambatan gelombang, erosi dan sedimentasi
hidro-oceanografi dasar laut dan pantai, perubahan bathymetri, peningkatan sedimen
tersuspensi
2. Dampak terhadap ekologi Kerusakan ekosistem mangrove, terumbu karang dan padang lamun,
penurunan populasi ikan
3. Dampak terhadap sosial Penurunan produksi, penangkapan ikan secara tradisional, penurunan
ekonomi produksi kegiatan budidaya lainnya
4. Jangkauan dampak Jumlah manusia yang terkena dampak
(AMDAL) Luas wilayah persebaran dampak
Lamanya dampak berlangsung intensitas dampak
Banyaknya komponen lingkungan lainnya yang terkena dampak
Sifat kumulatif dampak tersebut
Berbalik atau tidak berbaliknya dampak
5. Dampak terhadap Penurunan kualitas hutan mangrove, terumbu karang, padang lamun,
kawasan lindung sempadan pantai, cagar alam, cagar budaya, suaka margasatwa, taman suaka
alam laut
- Perubahan pola hidrodinamika air laut akibat perubahan permukaan dasar perairan
- Adanya tenaga kerja pendatang seringkali menimbulkan konflik sosial dengan penduduk
setempat
Kriteria penentuan kawasan pertambangan pasir laut harus memperhitungkan faktor-faktor sebagai
berikut:
Jumlah estimasi potensi deposit pasir laut.
Pola hidrodinamika perairan laut yang mencakup pola arus, kecepatan arus dan tinggi
gelombang.
Jarak dari kawasan konservasi atau daerah perlindungan laut.
Keberadaan kawasan perlindungan ekosistem pesisir dan pulau-pulau kecil.
Tingkat kedalaman perairan laut.
Keberadaan Instalasi kabel dan pipa bawah laut serta zona keselamatan selebar 500 meter
pada sisi kiri dan kanan dari instalasi kabel dan pipa bawah laut.
Alur laut kepulauan Indonesia (ALKI).
Keberadaan prasarana keselamatan sarana bantu navigasi.
Keberadaan Skema pemisah lalu lintas di laut (Traffic Separation Scheme – TSS).
Keberadaan Kawasan pemindahan dan atau bongkar muat lepas pantai (Ship to Ship Transfer
– STS) dan daerah lego jangkar.
Alur lalu lintas pelayaran.
Keberadaan Kawasan wisata bahari.
Kawasan penangkapan ikan nelayan tradisional.
Keberadaan Tempat pembuangan bahan-bahan peledak.
Keberadaan Zona latihan TNI AL.
Keberadaan Zona pengambilan benda berharga asal muatan kapal tenggelam (BMKT).
Keberadaan Zona pengeboran lepas pantai (Zone Offshore Drilling) termasuk prasarana
penunjang keselamatan pelayaran.
Tabel L1.26. Kriteria Fisik Kesesuaian Perairan Kawasan Pertambangan Pasir Laut
Kriteria Kesesuaian
No. Kriteria
Baik Sedang Buruk
1. Kandungan Deposit Banyak Sedang Sedikit
2. Kec. Arus (m/ det) <1 1-2 >2
3. Tinggi Gelombang <1 1-2 >2
Jarak dari Kawasan
4. > 10 2 - 10 <2
Konservasi
Sumber : Direktorat TRLP3K, 2003
Peta Regional
Data Dukung
Delineasi
lainnya : Kriteria Kaw .
Awal Daerah SD
Zona Perlindungan Lindung /Penting /
Mineral Kritis /Berbahaya dan
Kajian
Daerah bukan
Zona Lindung
Zona Pemanfaatan
Eksplorasi
Tambang
Terbuka
Sumber : Hasil modifikasi Distamben Jabar 2005 dan Kegiatan TP4L (pasir Laut)
Sedangkan prinsip pengembangan kawasan pertambangan yang termuat dalam peraturan antara
lain, yaitu Menurut Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor Kep 34/MEN/2002 tentang
Pedoman umum penataan ruang pesisir dan pulau-pulau kecil mengenai perencanaan zona
eksploitasi dan eksplorasi pasir laut harus memperhatikan ketentuan sebagai berikut :
a. Tidak dilakukan pada kawasan suaka alam dan cagar budaya baik yang ada di perairan
maupun dipantai, yang meliputi zona taman nasional, cagar alam, suaka margasatwa,
Taman Wisata Alam dan zona Cagar Budaya.
b. Tidak dilakukan pada daerah yang merupakan area pemijahan, perlindungan, pembesaran
dan tempat mencari makan biota laut. Misalnya pada daerah terumbu karang, daerah
mangrove, padang lamun, dll.
c. Perlu menghindari zona pangkalan pertahanan (militer), alur-alur keluar masuk pesawat
terbang, alur pelayaran, instansi pelayaran, pelabuhan, menara suar, rambu suar, anjungan
kapal tengah laut dan instalasi lain yang bersifat permanen, di atas atau dibawah
permukaan air.
d. Perlu dihindari dari daerah-daerah yang digunakan sebagi laboratorium alam atau tempat
penelitian ilmiah.
e. Di lokasi yang jaraknya kurang dari 250 (dua ratus lima puluh) meter dari batas wilayah,
kuasa pertambangan dan atau wilayah kerja atau apabila berbatasan dengan negara lain
maka ada ketentuan jarak yang ditentukan dalam perjanjian antar Negara Republik
Indonesia dengan negara yang bersangkutan.
f. Memperhitungkan instalasi bawah permukaan air antara lain pipa penyalur, kabel bawah
laut, dermaga laut setiap jenis pondamen (fondasi dermaga), dan perangkap atau alat
tangkap ikan yang sudah ada maupun rencana kedepan sebelum dimulainya usaha
pertambangan tersebut.
g. Penambangan pasir laut di perairan laut tidak boleh menimbulkan terjadinya pencemaran
pada air laut, air sungai, dan udara dengan zat yang mengandung racun, bahan radio aktif,
barang tidak terpakai dan lainnya.
Hirarki Rencana
Rencana tata ruang kawasan pertambangan pasir laut dibuat pada lingkup nasional, provinsi dan
kabupaten/kota.
a. Rencana tata ruang kawasan pertambangan pasir laut nasional
Berisikan persebaran potensi dan arahan lokasi pertambangan pasir laut di seluruh provinsi dan
merupakan bagian dari Rencana Tata Ruang Kelautan Nasional dan Rencana Tata Ruang Wilayah
Nasional. Skala peta rencana ini adalah 1:1.000.000.
b. Rencana tata ruang kawasan pertambangan pasir laut provinsi
Berisikan persebaran potensi dan arahan lokasi di wilayah provinsi, dan sebagai koordinasi
perencanaan antar kabupaten/kota. Merupakan bagian dari Rencana Tata Ruang Pesisir dan
Pulau-pulau Kecil Wilayah Provinsi. Skala peta rencana 1:250.000
c. Rencana tata ruang kawasan pertambangan pasir laut kabupaten/kota
Merupakan rencana pemanfaatan ruang sebagai dasar bagi penetapan lokasi kawasan/zonasi
pertambangan pasir laut dalam wilayah Kabupaten. Skala peta rencanan 1:20.000 sampai
1:10.000.
Hirarki Pengembangan kawasan pertambangan berupa urutan kewenangan yang dimiliki oleh
pemerintah pusat, provinsi (tingkat I) dan kabupaten/kota (tingkat II) yang mengacu pada Pasal 4
Rancangan Undang-undang Pertambangan Umum.
Kewenangan Pemerintah dalam Pengelolaan Pertambangan pasir laut meliputi :
1. Pembuatan Kebijakan nasional
2. Pembuatan Peraturan perundang-undangan di bidang pertambangan umum dalam hal ini
komoditas pasir laut.
3. Pembuatan dan penetapan standarisasi nasional.
4. Pembuatan dan penetapan sistem perizinan pertambangan umum nasional.
5. Pengelolaaan pengusahaan dan pengawasan pertambangan pasir laut pada wilayah lintas
provinsi dan wilayah laut diluar 12 mil laut.
6. Penetapan tatacara pelaksanaan izin dan pengawasan pertambangan pasir laut pada wilayah
lintas provinsi dan wilayah laut di luar 12 mil laut.
7. Penetapan kebijakan pemasaran, pemanfaatan dan konservasi.
8. Penetapan kebijakan kerjasama dan kemitraan.
9. Penetapan kriteria kawasan pertambangan pasir laut.
10. Perumusan dan penetapan tarif iuran tetap dan iuran produksi yang menjadi bagian
pemerintah.
11. Pembinaaan dan pengawasan pelaksanaan pengelolaan dan penyusunan peraturan daerah
di bidang pertambangan pasir laut;
12. Pengelolaan informasi geologi, potansi bahan galian dan informasi pertambangan nasional.
13. Penyusunan neraca sumberdaya pasir laut tingkat nasional.
3. Pengelolaan pengusahaan dan pengawasan Pertambangan pasir laut pada wilayah lintas
kabupatan/kota dan wilayah laut di luar sepertiga dari batas laut daerah provinsi.
4. Penetapan tata cara pelaksanaan pemberian izin pengawasan pertambangan pasir laut
pada wilayah lintas kabupaten/kota dan wilayah laut sepertiga dari batas laut daerah
provinsi.
5. Pengelolaan informasi geologi, potensi bahan galian pada wilayah lintas kabupaten /kota
dan informasi pertambangan di wilayah kabupaten /kota.
6. Penyusunan neraca sumber daya pasir laut tingkat provinsi
Kewenangan Kabupaten /kota diatur dalam pengelolaan pertambangan pasir laut meliputi :
1. Penetapan kerjasama dan kemitraan di bidang pertambangan pasir laut.
2. Pembuatan peraturan perundang-undangan daerah di bidang pertambangan pasir laut.
3. Pengelolaan pengusahaan dan pengawasan pertambangan pasir laut di wilayah kabupatan
/kota dan wilyah laut sampai dengan sepertiga dari batas laut daerah provinsi.
4. Penetapan tata cara pelaksanaan izin dan pengawasan pertambangan pasir laut di wilayah
kabupaten /kota dan wilayah laut sampai dengan sepertiga dari batas laut daerah provinsi.
5. Pengelolaan informasi geologi, potensi bahan galian informasi pertambangan di wilayah
kabupaten /kota.
6. Penyusunan neraca sumberdaya bahan galian tingkat kabupaten /kota.
6) Pertanian di Pesisir
7) Permukiman di Pesisir
Tabel L1.29. Parameter Kesesuaian Permukiman di Pesisir
Kesesuaian
No Kesesuaian Satuan
Sesuai Cukup Sesuai Tidak Sesuai
SUB
BAB URAIAN ISI KETERANGAN
BAB
I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Uraian mengenai sedikit gambaran umum wilayah perencanaan, isu,
potensi, dan isu permasalahan, serta perlunya disusun RZWP3K di
wilayah perencanaan.
1.2 Maksud, Tujuan dan Sasaran Maksud, tujuan dan sasaran Penyusunan Rencana Zonasi WP-3-K
1.3 Landasan Hukum Penyusunan RZWP-3-K Daftar Peraturan perundang-undangan yang berlaku, seperti UU,
Permen, Perda, dll.
1.4 Ruang Lingkup:
1.4.1. Ruang lingkup wilayah perencanaan Ruang lingkup wilayah perencanaan merupakan batasan (delineasi)
wilayah perencanaan. Disertai peta wilayah perencanaan.
1.4.2. Ruang lingkup materi dokumen Ruang lingkup materi dokumen RZWP3K berisi garis besar substansi
RZWP-3-K yang ada di dokumen RZWP-3-K.
1.5 Output Berisi penjelasan keluaran (output) yang dihasilkan dalam
penyusunan RZWP3K
1.6 Sistematika Laporan Penjelasan singkat sistematika atau outline laporan akhir pada setiap
Bab
II Tinjauan Kebijakan 2.1 Kebijakan Non Spasial Pada bab ini diuraikan tinjauan kebijakan non spasial yang dijadikan
bahan rujukan kegiatan RZWP-3-K, yaitu :
a. Kebijakan strategis
b. UU, PP, Permen, Kepmen, Perda
c. RPJPD
d. Dokumen Renstra WP3K (jika sudah ada)
e. dll
2.2 Kebijakan Spasial Pada bab ini diuraikan tinjauan kebijakan spasial yang dijadikan
bahan rujukan kegiatan RZWP-3-K, yaitu :
a. RTRW Nasional/Provinsi/Kabupaten/Kota
b. dll
SUB
BAB URAIAN ISI KETERANGAN
BAB
III Metodologi 3.1 Metodologi Penyusunan RZWP3K Menjabarkan dan membuat alur INPUT – PROSES – OUTPUT terdiri
dari:
1) Kerangka Alur Proses Kegiatan dan
2) Kerangka Pikir Substansi
3.2 Pengumpulan Data Berisi penjelasan Data dan informasi yang dibutuhkan dalam
penyusunan peta rencana zonasi, terdiri atas 12 Datasets :
A. Baseline Datasets :
1. Terestrial
2. Batimetri
B. Thematic Datasets :
1. Geologi dan Geomorfologi
2. Oseanografi
3. Penggunaan Lahan, Status Kepemilikan Lahan, RTRW
4. Pemanfaatan Wilayah Laut
5. Kesesuaian Lahan/Perairan dan Sumberdaya Air
6. Ekosistem Pesisir dan Sumberdaya Ikan
7. Infrastruktur
8. Demografi dan Sosial
9. Ekonomi Wilayah
10.Risiko Bencana
3.3 Analisis Menjabarkan metode analisis yang dipakai dalam menganalisis 12
data set
IV Profil Wilayah Pesisir 4.1 Letak Geografis dan Administrasi Wilayah Penjabaran terhadap letak geografis wilayah, kondisi demografi,
dan Pulau-pulau Kecil sosial ekonomi makro, arah kebijakan pembangunan, kontribusi
sektoral terhadap PAD, arahan struktur dan pola ruang.
Disertai dengan peta-peta:
- Orientasi wilayah
- Sebaran kepadatan penduduk per kabupaten dan kecamatan
SUB
BAB URAIAN ISI KETERANGAN
BAB
- Rencana Pola Ruang dalam RTRW
- Rencana Struktur Ruang dalam RTRW
V Deskripsi Potensi 5.1 Deskripsi potensi sumberdaya Pesisir Dan - Berisi deskripsi mengenai potensi 12 dataset sumberdaya
Sumberdaya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil dilakukan untuk mengetahui potensi sumberdaya saat ini
Pulau-pulau Kecil dan (eksisting) berdasarkan peta tematik yang telah disusun.
Kegiatan Pemanfaatan Potensi sumberdaya yang dideskripsikan antara lain
potensi sebaran ikan, potensi ekosistem pesisir, potensi
pariwisata, potensi pertambangan, dll.
5.2 Deskripsi Pemanfaatan Sumberdaya - Berisi deskripsi meliputi deskripsi terhadap potensi
Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil kegiatan-kegiatan pemanfaatan sumberdaya di masa lalu
dan saat ini (eksisting) yang terdiri dari rona-rona dan
fasilitas yang terkait dengan pemanfaatan sumberdaya
alam (penangkapan ikan, budidaya perairan, pertanian,
penambangan, kehutanan, wisata, habitat cagar alam laut,
SUB
BAB URAIAN ISI KETERANGAN
BAB
kapabilitas sumberdaya), pelabuhan, lokasi-lokasi industri,
lokasi-lokasi pemukiman dan perkotaan, serta fasilitas
wisata.
VI Analisis Wilayah 6.1 Analisis Kebijakan dan Kewilayahan - Menganalisis tinjauan kebijakan yang dijadikan bahan rujukan
Perencanaan kegiatan RZWP-3-K, yaitu :
a. RTRW
b. RPJPD
c. Dokumen Renstra WP3K (kalau sudah ada)
- Menganalisis konflik kepentingan yang terjadi di
provinsi/kabupaten/kota yang bersangkutan
6.2 Analisis Sosial dan Budaya Analisis untuk mengetahui kondisi masyarakat dari sisi struktur dan
komposisi penduduk dan sisi sosial, budaya, dan agama
6.3 Analisis Infrastruktur Analisis untuk mengetahui sebaran infrastruktur yang ada, sebagai
data dasar dalam pengembangan struktur wilayah dan acuan dalam
analisis proyeksi kebutuhan sarana dan prasarana kelautan dan
perikanan.
6.4 Analisis Ekonomi Wilayah Analisis untuk mengetahui kondisi perekonomian masyarakat,
struktur ekonomi dan pola distribusi perkembangan wilayah, sektor
basis, komoditas unggulan dan pertumbuhan pusat-pusat kegiatan di
wilayah kajian
6.5 Analisis Daya Dukung Wilayah Analisis untuk mengetahui daya tampung maksimum lingkungan
yang dapat diberdayakan manusia
6.6 Analisis Risiko Bencana Analisis untuk mengetahui kerawanan dan risiko bencana yang dapat
dilakukan dengan menggunakan metode GIS, pemodelan, dan
identifikasi lokasi secara langsung di lapangan. Data sekunder
kerawanan dan risiko bencana dapat diperoleh dari instansi yang
terkait.
VII Rencana Zonasi 7.1 Tujuan, Kebijakan dan Strategi Berisi tujuan yang ingin dicapai dengan disusunnya RZWP3K,
SUB
BAB URAIAN ISI KETERANGAN
BAB
Wilayah Pesisir dan Pengembangan Kebijakan dan strategi secara umum terhadap penyusunan rencana
Pulau-pulau Kecil zonasi.
7.2 Rencana Alokasi Ruang
a. Kawasan Pemanfaatan Umum
b. Kawasan Konservasi
c. Kawasan Strategis Nasional Tertentu
d. Alur Laut
7.3 Arahan, Pernyataan, dan Peraturan Berisi arahan dan pernyataan pemanfaatan ruang pada masing2
Pemanfaatan Ruang kawasan:
a. Arahan Pemanfaatan Ruang Kawasan Pemanfaatan Umum
b. Arahan Pemanfaatan Ruang Kawasan Konservasi
c. Arahan Pemanfaatan Ruang Kawasan Strategis Nasional Tertentu
d. Arahan Pemanfaatan Ruang Alur
Pada bagian ini setiap arahan pemanfaatan ruang pada Rencana
Alokasi Ruang dituliskan peraturan pemanfaatan ruang untuk
kegiatan yang diperbolehkan, kegiatan yang tidak diperbolehkan,
dan kegiatan yang dibatasi dan kegiatan yang hanya dapat dilakukan
setelah memperoleh izin.
Arahan pemanfaatan ruang dapat dibuat tabel atau dapat dirinci
secara tertulis
7.4. Rekomendasi dan Harmonisasi RZWP-3-K Berisi rekomendasi terhadap RTRW dan peraturan lainnya dalam
dengan RTRW rangka penyerasian, penyelarasan, dan penyeimbangan
VIII Indikasi Program Penjabaran indikasi program utama dalam jangka waktu
perencanaan 5 tahunan sampai akhir tahun perencanaan 20 tahun.
Pada hari ini ........., tanggal ........., bulan........., tahun ........., kami yang bertanda tangan di bawah
ini, telah mengadakan Rapat Konsultasi Publik ke-...... terhadap Dokumen ............ Rencana Zonasi
Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Provinsi ..........
Untuk perbaikan Dokumen ............. Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Provinsi
..................... sehingga secara substantif sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 27 Tahun
2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, Peraturan Menteri Kelautan dan
Perikanan Nomor 16 Tahun 2008 tentang Perencanaan Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-
pulau Kecil, Pedoman Penyusunan Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil
Kabupaten/Kota, dan peraturan perundang-undangan bidang perencanaan pengelolaan wilayah
pesisir dan pulau-pulau kecil lainnya.
Secara rinci masukan/saran perbaikan Dokumen .................. Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan
Pulau-Pulau Kecil Provinsi............. tercantum dalam tabel pada lampiran Berita Acara ini.
.................., ......................
Pimpinan Rapat,
Nama :...............................
Jabatan/NIP: ....................
Lampiran :
1. TANDA TANGAN PESERTA KONSULTASI PUBLIK KE-........
2. MASUKAN/SARAN PERBAIKAN DOKUMEN
GUBERNUR......................
.................., ....................201......
Nomor :
Lampiran : 1 (satu) berkas
Perihal : Permohonan Tanggapan dan/Saran Terhadap Dokumen Final Rencana Zonasi
Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Provinsi...................
Kepada Yth.
2. Bupati/Walikota...........................
di-
....................................
Dalam rangka Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (WP-3-K), Provinsi............
telah menyusun dokumen final Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP-3-K)
Provinsi....... Dokumen tersebut telah mendapat kesepakatan di daerah.
Sebagaimana yang diamanatkan oleh Undang-Undang No. 27 Tahun 2007 tentang
Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil pasal 14 ayat (4), dokumen final Rencana Zonasi
Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP-3-K) perlu mendapat tanggapan dan/atau saran dari
Menteri yang bertanggung jawab di bidang kelautan dan perikanan. Pada kesempatan ini kami
memohon tanggapan dan/ atau saran dari Saudara Menteri terhadap dokumen final RZWP-3-K
Provinsi.....................
Demikian disampaikan, atas perhatiannya kami menyampaikan terimakasih.
Gubernur..........................
.................................................
2013
1. Latar Belakang
Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, Indonesia dikenal pula sebagai negara
2 2
maritim dengan luas lautan mencapai 5,8 juta km yang terdiri dari perairan territorial 3,1 juta km
2
dan ZEE Indonesia 2,7 km . Wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil di Indonesia terdiri dari 17.504
buah pulau dan panjang pantai mencapai 95.181 km (KKP, 2011). Kondisi ini merupakan
anugrah yang sangat besar bagi pembangunan perikanan dan kelautan. Disamping itu,
sumberdaya ikan yang hidup di wilayah perairan Indonesia memiliki tingkat keragaman hayati
(bio-diversity) sangat tinggi, dan bahkan laut Indonesia merupakan wilayah Marine Mega-
Biodiversity terbesar di dunia, yang memiliki sekitar 8.500 species ikan, 555 species rumput laut
dan 950 species biota terumbu karang. Sumberdaya ikan tersebut meliputi 37 persen dari
species ikan di dunia. Disamping sumberdaya dapat pulih sebagaimana dikemukakan di atas,
perairan laut Indonesia juga memiliki sumberdaya tidak pulih seperti mineral (minyak, gas dan
lain sebagainya) serta jasa-jasa lingkungan seperti sumber energi yang berasal dari arus pasang
surut, gelombang, perbedaan salinitas, angin dan perbedaan suhu air laut di lapisan permukaan
dan lapisan dalam perairan yang dikenal dengan ocean thermal energy convertion (OTEC).
Kondisi ini selanjutnya menjadikan kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil sangat potensial untuk
dikembangkan berbagai kegiatan. Potensi sumberdaya kelautan, seperti minyak dan gas,
meneral dan energi, perhubungan laut, industry maritim, dan industri jasa seperti pariwisata serta
perikanan yang terdiri dari perikanan tangkap dan budidaya sangat potensial untuk
pembangunan ekonomi nasional.
Akan tetapi, dalam pemanfaatan dan pengolahan sumber daya alam tersebut masih
belum optimal dan kurang tepat sasaran. Disamping wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil yang
rentan terhadap perubahan lingkungan, bencana alam, dan perubahan iklim, juga banyaknya
konflik pemanfaatan ruang dan kerusakan habitat yang diakibatkan oleh ulah manusia.
Untuk itu, wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil perlu dikelola secara terpadu dalam
rangka mewujudkn tata ruang wilayah yang aman, nyaman dan produktif, agar diperoleh
manfaat baik dari segi lingkungan, ekonomi, sosial, dan budaya.
Keberadaan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah
Pulau-Pulau Kecil dan Pulau-Pulau Kecil jo Undang-Undang No. 1 Tahun 2014 mengamanatkan
bahwa dalam rangka pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, yang didalamnya
meliputi kegiatan perencanaan, pemanfaatan, pengawasan dan pengendalian, memerlukan
upaya yang sistematis dan terukur agar dapat mengoptimalkan potensi wilayahnya demi
kesejahteraan masyarakat.
Pengelolaan WP3K dilaksanakan dengan tujuan :
a. melindungi, mengonservasi, merehabilitasi, memanfaatkan, dan memperkaya Sumber Daya
Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil serta sistem ekologisnya secara berkelanjutan;
b. menciptakan keharmonisan dan sinergi antara Pemerintah dan Pemerintah Daerah dalam
pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil;
c. memperkuat peran serta masyarakat dan lembaga pemerintah serta mendorong inisiasif
masyarakat dalam pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil agar tercapai
keadilan, keseimbangan, dan keberlanjutan; dan
d. meningkatkan nilai sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat melalui peran serta masyarakat
dalam pemanfaatan Sumber Daya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
Dalam UU No 27 Tahun 2007 jo Undang-Undang No. 1 Tahun 2014 pasal 7 ayat (3),
memandatkan kepada Pemerintah Daerah untuk menyusun semua dokumen perencanaan
sesuai dengan kewenangan masing-masing. Salah satu perencanaan yang wajib disusun adalah
perencanaan spasial yang berupa Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
(RZWP-3-K), yang berfungsi sebagai arahan pemanfaatan bagi berbagai kegiatan berbasiskan
pada sumberdaya di wilayah laut, pesisir dan pulau-pulau kecil.
3. Sasaran
Sasaran yang ingin dicapai dari kegiatan ini antara lain :
a. teridentifikasinya potensi dan permasalahan wilayah
b. terformulasikannya tujuan, kebijakan, dan strategi pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-
pulau kecil
c. tersusunnya rencana alokasi ruang
d. tersusunnya peta-peta tematik dan peta RZWP-3-K
e. tersusunnya peraturan pemanfaatan ruang
f. terformulasikannya indikasi program
g. tersusunnya Dokumen Awal, Dokumen Antara, dan Dokumen Final RZWP3-K
h. tersusunnya Ranperda RZWP3K
4. Lokasi Kegiatan
Wilayah perencanaan kegiatan Penyusunan Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau
Kecil Provinsi adalah ke arah darat adalah Kecamatan Pesisir dan ke arah laut hingga batas
wilayah pengelolaan perairan Provinsi sejauh 12 mil laut.
5. Sumber Pendanaan
(Besarnya anggaran disesuaikan dengan fokus pekerjaan.)
6. Landasan Hukum
1. UU No 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya;
2. UU No 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional;
3. UU No 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang;
4. UU No 45 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas UU No 31 Tahun 2004 tentang Perikanan;
5. UU No 1 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU No 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan
Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil;
6. PP No 60 Tahun 2007 tentang Konservasi Sumber Daya Ikan;
7. PP No 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang;
8. PP No 64 Tahun 2010 tentang Mitigasi Bencana di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil;
9. PP No 8 Tahun 2013 tentang Ketelitian Peta Rencana Tata Ruang;
10. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No.PER.16/ MEN/2008 tentang Perencanaan
Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil;
11. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No.PER.17/MEN/2008 tentang Kawasan
Konservasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil;
12. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No.PER.8/MEN/2012 tentang Kepelabuhanan
Perikanan;
7. Studi-Studi Terdahulu
Studi-studi yang telah dilakukan, antara lain :
1) RTRW Provinsi
2) RPJPD Kabupaten/Kota
3) RTRW Kabupaten/Kota
4) dll
Apabila data tersebut masih dalam bentuk hardcopy (analog), format gambar (jpg, pdf, tif,
ppt) harus dikonversi ke dalam format standar (shapefile).
1. Tujuan
Tujuan pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil provinsi merupakan arahan
perwujudan alokasi ruang wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil provinsi yang ingin
dicapai pada masa yang akan datang (20 tahun).
Tujuan pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil provinsi memiliki fungsi:
1) sebagai dasar untuk memformulasikan kebijakan dan strategi RZWP-3-K provinsi;
2) memberikan arah bagi penyusunan indikasi program utama RZWP-3-K provinsi;
dan
3) sebagai dasar penetapan ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah
pesisir dan pulau-pulau kecil provinsi.
2. Kebijakan
Kebijakan pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil provinsi merupakan arah
tindakan yang harus ditetapkan untuk mencapai tujuan pengelolaan wilayah pesisir dan
pulau-pulau kecil provinsi.
Kebijakan pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil provinsi berfungsi sebagai:
1) sebagai dasar untuk memformulasikan strategi pengelolaan wilayah pesisir dan
pulau-pulau kecil provinsi;
2) sebagai dasar untuk merumuskan alokasi ruang wilayah pesisir dan pulau-pulau
kecil;
3) memberikan arah bagi penyusunan indikasi program utama pengelolaan wilayah
pesisir dan pulau-pulau kecil provinsi; dan
4) sebagai dasar penetapan ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah
pesisir dan pulau-pulau kecil.
Kebijakan pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil provinsi dirumuskan dengan
kriteria:
1) mengakomodasi kebijakan pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil
nasional dan provinsi yang berlaku pada wilayah provinsi bersangkutan;
2) jelas, realistis, dan dapat diimplementasikan dalam jangka waktu perencanaan pada
wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil provinsi bersangkutan;
3) mampu menjawab isu-isu strategis baik yang ada sekarang maupun yang
diperkirakan akan timbul di masa yang akan datang; dan
4) tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
3. Strategi
Strategi pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil provinsi merupakan
penjabaran kebijakan pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil provinsi ke
dalam langkah-langkah operasional untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Strategi pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil provinsi berfungsi:
1) sebagai dasar untuk penyusunan rencana alokasi ruang, dan penetapan kawasan
strategis provinsi;
2) memberikan arah bagi penyusunan indikasi program utama dalam RZWP-3-K
provinsi; dan
3) sebagai dasar dalam penetapan ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang
wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil provinsi.
Strategi pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil wilayah provinsi dirumuskan
dengan kriteria:
1) memiliki kaitan logis dengan kebijakan pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau
kecil;
2) tidak bertentangan dengan tujuan, kebijakan, dan strategi pengelolaan wilayah
pesisir dan pulau-pulau kecil nasional;
3) jelas, realistis, dan dapat diimplementasikan dalam jangka waktu perencanaan pada
wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil provinsi bersangkutan secara efisien dan
efektif;
4) harus dapat dijabarkan secara spasial dalam rencana alokasi ruang wilayah pesisir
dan pulau-pulau kecil provinsi; dan
2). Bathimetri
Pengumpulan data bathimetri dimaksudkan sebagai data dasar dalam menganalisis
kedalaman perairan laut. Metode penentuan lokasi survei dan pengukuran dengan
menggunakan metode pemeruman, yaitu penentuan lokasi ditentukan secara sistematis
dengan pertimbangan dapat mewakili karakteristik kedalaman di wilayah perairan
setempat. Metode pengambilan data, yaitu :
- Grid pengukuran 30 meter yaitu dengan perekaman data bathimetri setiap 1 (satu)
detik. Misal: Lebar tegak lurus ke arah laut (ke utara) 12 mil/ kedalaman
maksimum 100 m dan sejajar garis pantai Provinsi ........ sepanjang .......km
- Koordinat titik - titik pengukuran didapat dengan menggunakan alat GPS (Global
Positioning Sistem) yang telah terintegrasi dengan Echosounder.
B. Geomorfologi laut
Pemetaan geomorfologi laut dimaksudkan untuk memperoleh informasi bentuk
lahan laut. Metode pengumpulan data menggunakan teknik interpretasi citra,
pengolahan citra secara digital dan survei lapangan.
Penentuan Lokasi sampel dilakukan menggunakan metode acak proporsional
berstrata (Stratified Proportional Random Sampling). Analisis penginderaan jarak
jauh dilakukan dengan plotting data dan perbaikan interpretasi (re interpretasi)
berdasarkan hasil groundcheck/survei lapangan
4). Oceanografi
Seluruh pengumpulan data primer dataset oseanografi dilakukan hingga kedalaman 50
m, data yang diambil meliputi:
1. Fisika Perairan
a. Arus
Arus diukur dengan Current meter bolak balik dengan berbagai type yang dapat
mengukur dari berbagai arah atau dengan ADCP (Acoustic Dopler Current
Profiler). Pengukuran arus untuk mengetahui arah dan kecepatan arus.
Arus diukur selama 3 hari 3 secara bolak-balik pada .... titik pengamatan secara
simultan bersamaan dengan pengukuran pasang surut. Pengukuran sebaiknya
dilakukan pada saat kondisi pasang surut pada fase spring tide (pasang surut di
saat bulan purnama atau bulan mati), hal ini untuk memperoleh hasil pengukuran
arus yang optimal.
b. Pasang Surut
Pasang surut diukur dengan menggunakan peralatan Tide Recorder, selama 7
hari 7 malam pada .... stasiun pengamatan secara simultan. Setelah dilakukan
pengukuran harus diikat dengan Bench Mark terdekat (kalau ada). Jika tidak ada
maka harus dibuatkan Bench Mark. Pengukuran pasut dilakukan bersamaan
dengan pengukuran arus.
c. Gelombang
Gelombang dapat diprediksi dari data angin dengan mempertimbangkan panjang
fetch, kecepatan dan arah angin. Apabila pasang surut diukur dengan tide
recorder, maka tinggi gelombang dapat diketahui dari pengukuran pasang surut.
Gelombang juga dapat diukur dengan alat papan berskala, meteran, serta
Wave Rider atau Wave Recorder, pada saat musim barat dan musim timur,
masing-masing selama 7 hari dengan interval waktu pencatatan antara 10 menit
– 1 jam.
B. Lamun
Data dan informasi tentang lamun yang dikumpulkan, meliputi : sebaran, luasan,
dan kondisi lamun. Jumlah sample ..... titik pengamatan. Berdasarkan penentuan
titik sample, dilakukan survey lapangan untuk mengetahui tutupan dan kondisi
lamun.
Identifikasi data lamun menggunakan metode penginderaan jauh (on screen
digitizing/transformasi Lyzenga dan survei lapangan dengan metode Transek
Kuadrat. Pengukuran struktur komunitas padang lamun dilakukan melalui
Metode Transek Kuadrat yang dibentangkan secara tegak lurus terhadap garis
pantai. Metode ini digunakan untuk mengetahui komposisi spesies dan
persentase penutupan lamun. Petak pengamatan seluas 10 m x 10 m, pada
petakan tersebut diletakkan kuadrat ukuran 1 m x 1 m secara sejajar luas areal
pengamatan. Pengamatan didukung dengan kamera bawah air (underwater
camera) sesuai dengan ukuran yang ditetapkan. Hasil yang diperoleh dari
metode ini adalah persentase tutupan relatif
C. Mangrove
Data dan informasi tentang mangrove yang meliputi : sebaran, luasan, dan
kondisi (penutupan tajuk dan kerapatan pohon) mangrove. Untuk mendeteksi
keberadaan, sebaran dan luasan mangrove dilakukan analisis citra satelit,
dengan resolusi minimal 20 x 20 m. Hasil analisis citra satelit digunakan untuk
penentuan lokasi sample, dengan jumlah sample .... titik pengamatan.
Berdasarkan penentuan titik sample, dilakukan survey lapangan untuk
mengetahui penutupan tajuk (%) dan kerapatan pohon (jumlah pohon per
hektare) dan kondisi mangrove.
Dilakukan identifikasi jumlah individu setiap jenis, dan lingkaran batang setiap
pohon mangrove. Data-data mengenai spesies, jumlah individu dan diameter
pohon yang telah dicatat pada tabel Form Mangrove.
2. Sumberdaya ikan
A. Ikan Demersal
Data dan informasi yang dikumpulkan yaitu sebaran ikan demersal, diperoleh
dari hasil survey lapangan. Survey lapangan dilakukan bersamaan dengan
survey ekosistem (terumbu karang,lamun, dan mangrove), untuk memperoleh
jenis, kelimpahan, keanekaragaman, keseragaman, dominansi ikan demersal,
dan makrobentos.
Untuk mendeteksi digunakan metode analisis GIS dengan pendekatan
ekosistem perairan. Beberapa parameter yang digunakan yaitu sebaran dan
kualitas terumbu karang, padang lamun, mangrove, kedalaman perairan,
topografi perairan, kecerahan, perubahan cuaca dan pencemaran.
Pengolahan dan analisis data dilakukan dengan metode overlay dan skoring
parameter-parameter sebaran dan kualitas terumbu karang, padang lamun,
mangrove, kedalaman perairan, topografi perairan, kecerahan, perubahan
cuaca dan pencemaran.
B. Ikan Pelagis
Data dan informasi yang dikumpulkan, meliputi sebaran ikan pelagis. Untuk
mendeteksi keberadaan ikan pelagis dilakukan analisis citra satelit, dengan
resolusi minimal 20 x 20 m terhadap kedalaman, klorofil, TSS, suhu permukaan
laut, serta dikombinasikan dengan pola arus dari hasil simulasi model
hidrodinamika. Hasil analisis citra satelit digunakan untuk penentuan lokasi
ground check untuk mengetahui jenis dan kelimpahan ikan, dengan jumlah
sample 10 titik pengamatan.
7). Infrastruktur
Data dan informasi yang dikumpulkan, meliputi : Bandara, terminal, pasar umum,
pelabuhan umum, kawasan industri, kantor pemerintah, sekolah, rumah
sakit/puskesmas, bangunan wisata/sejarah. Infrastruktur khusus, misalnya : Pasar ikan,
KUD, Balai Benih Ikan (BBI), Pelabuhan perikanan, Tempat Pelelangan Ikan, Gudang
penyimpanan, Bangunan perlindungan pesisir (jeti, penahan gelombang). Jaringan
sarana prasarana, misalnya : transportasi, sumberdaya air, energi, telekomunikasi,
persampahan, sanitasi, drainase. Untuk mendeteksi keberadaan infrastruktur di atas
dilakukan analisis citra satelit google pro. Untuk mendeteksi lokasi dan sebarannya
dilakukan ground check dengan menggunakan GPS.
2) Oseanografi
1. Fisika Perairan
a) Arus, gelombang, dan Pasut
a. Arus
Hasil pengukuran digambarkan dalam scatter diagram, vektor plot,
current rose (mawar arus). Untuk distribusi spasial pola arus untuk tiap
500 m disimulasikan dengan model hidrodinamika pola arus dengan grid
maksimal 500 x 500 m, dan dikalibrasi dengan hasil pengukuran. Peta
arus skala 1:250.000, digambar dalam bentuk kontur isoline dengan
interval per 0,05 m/detik.
b. Gelombang
Gelombang diprediksi dari data angin dengan mempertimbangkan
panjang fetch, kecepatan dan arah angin. Distribusi spasial tinggi dan
arah gelombang setiap 500 m disimulasikan dengan model refraksi
gelombang. Peta tinggi gelombang skala 1:250.000 digambarkan dalam
bentuk kontur isoline per 0,1 m.
c. Pasang Surut
Penyedia jasa harus memplot hasil pengukuran pasang surut untuk
mengetahui tinggi elevasi muka air pasang surut terhadap waktu
pengukuran. Kemudian diolah dengan analisis harmonic pasang surut
dengan menggunakan metode admiralty untuk mengetahui komponen
3) Ekosistem Pesisir
Ekosistem pesisir dianalisis untuk mengetahui sebaran, luasan dan kondisinya. Hasil
analisis ditampilkan pada peta ekosistem pesisir skala 1:250.000 dalam bentuk polygon
dan kondisi dalam bentuk pie chart.
4) Sumberdaya Ikan
a) Sumberdaya ikan demersal
Hasil survey Sumberdaya ikan demersal dianalisis untuk mengetahui jenis,
kelimpahan, keanekaragaman, keseragaman, dominansi ikan demersal, dan
makrobentos. hasil analisis sumberdaya ikan demersal ditampilkan pada Peta
sumberdaya ikan demersal skala 1:250.000 digambar dalam bentuk pie chart
dengan informasi dasar ekosistem pesisir.
b) Sumberdaya ikan pelagis
Hasil survey sumberdaya ikan pelagis dianalisis untuk mengetahui lokasi,
keberadaan, jenis dan kelimpahan ikan pelagis. hasil analisis ditampilkan pada
Peta sumberdaya ikan pelagis skala 1:250.000 digambar dalam bentuk polygon,
dan jenis serta kelimpahan ikan dalam bentuk pie chart dengan informasi dasar
lokasi fishing ground.
c) Ikan yang dilindungi
Hasil survey sumberdaya ikan yang dilindungi dianalisis untuk mengetahui lokasi,
keberadaan, jenis dan kelimpahan ikan yang dilindungi. hasil analisis ditampilkan
pada Peta sumberdaya ikan yang dilindungi skala 1:250.000 digambar dalam
bentuk polygon, dan jenis serta kelimpahan ikan dalam bentuk pie chart
7) Infrastruktur
Hasil survey infrastruktur dituangkan pada peta infrastruktur skala 1:250.000 dalam
bentuk point.
9) Ekonomi Wilayah
Data ekonomi wilayah dituangkan pada peta ekonomi wilayah skala 1:250.000 dalam
bentuk point/polygon disertai informasi yang disajikan dalam bentuk diagram/tabel/pie
chart.
9. Keluaran
Keluaran (output) kegiatan Rencana Zonasi WP3K Provinsi (contoh sampai dengan tahap
Dokumen Final), antara lain :
1. Laporan Pendahuluan
2. Laporan Antara
3. Draft Laporan Akhir
4. Laporan Akhir
5. Dokumen Awal RZWP-3-K
6. Dokumen Antara RZWP-3-K
7. Dokumen Final RZWP-3-K
8. Album peta
11. Personil
(Kebutuhan tenaga ahli dan tenaga pendukung disesuaikan dengan fokus pekerjaan dan
anggaran yang tersedia)
Tenaga Ahli
1 Ahli Pengelolaan Sumberdaya S2 Manajemen Sumberdaya Perairan (1 5 Tahun
Pesisir (Team Leader) orang)
2 Ahli Pengelolaan Sumberdaya S1 Manajemen Sumberdaya Perairan/ S2 5 Tahun / 3 Tahun
Pesisir Manajemen Sumberdaya Perairan
(1 orang)
3 Ahli Perencanaan Wilayah S1 Planologi, S1 Pengambangan 5 Tahun / 3 Tahun
Wilayah/S2 Planologi, S2 Perencanaan
Wilayah (1 orang)
4 Ahli Geografi (Sistem S1 Geografi/ S2 Geografi (1 orang) 5 Tahun / 3 Tahun
Informasi Geografi) dan
Penginderaan Jauh
5 Ahli Kelautan/Ahli S1 Kelautan,S1 Oseanografi,S1 Sipil 5 Tahun / 3 Tahun
Oseanografi Hidro / S2 Kelautan,S2 Oseanografi,S2
Sipil Hidro
(1 orang)
6 Ahli Perikanan S1 Perikanan/ S2 Perikanan (1 orang) 5 Tahun / 3 Tahun
6) Ahli Perikanan
Tugas dan tanggung jawab :
a. membantu Team Leader dalam analisis perikanan untuk penyusunan Rencana
Zonasi WP-3-K
2) Teknisi Oseanografi
Tugas dan Tanggung Jawab :
a. Membantu Tenaga Ahli Oseanografi dalam melakukan pemasangan peralatan
dan pengukuran oseanografi
b. Membantu Tenaga Ahli Oseanografi dalam pencatatan dan analisis data
oseanografi
3) Tenaga Survei Sosial Ekonomi
Tugas dan Tanggung Jawab :
a. Membantu Tenaga Ahli Sosial Ekonomi dalam melakukan survey sosial ekonomi
4) Tenaga survei ekosistem pesisir dan pulau-pulau kecil
Tugas dan Tanggung Jawab :
a. Membantu Tenaga Ahli Perikanan dalam melakukan survey ekosistem pesisir
dan pulau-pulau kecil
5) Tenaga survei geologi dan geomorfologi laut
Tugas dan Tanggung Jawab :
a. Membantu Tenaga Ahli geologi dan geomorfologi laut dalam melakukan survey
geologi dan geomorfologi laut meliputi pengambilan sampel substrat dasar,
observasi morfologi pantai.
6) Operator GIS dan Remote Sensing
Tugas dan Tanggung Jawab :
a. Membantu proses pemasukan data digital spasial;
b. Membantu menyusun peta-peta tematik;
c. Membantu menginterpretasi citra;
d. Membantu menyusun database manajemen sistem sesuai standar Pedoman
Pemetaan RZWP3K;
7) Operator Komputer
Tugas dan Tanggung Jawab :
a. Membantu proses pemasukan data digital;
b. Membantu menyusun dokumen laporan;
c. Membantu dalam bidang administrasi kegiatan, surat menyurat dan lain-lain.
8) Kartografer
Tugas dan Tanggung Jawab :
a. Membantu Tenaga Ahli GIS dalam menyiapkan format standar (layout) peta
tematik maupun peta Rencana Zonasi
b. Membantu Tenaga Ahli GIS dalam menuangkan data dan informasi, serta
rencana ke dalam peta yang sesuai dengan kaidah-kaidah kartografi
9) CAD Drafter
Tugas dan Tanggung Jawab :
a. Membantu Tenaga Ahli Hidrografer dalam menuangkan data dan informasi
terkait dengan bathimetri
B. Pembentukan Pokja
Belanja Bahan
- Konsumsi rapat koordinasi Tim Pokja [40 ORG x 3 KL] 60 OK
Honor Output Kegiatan
> Tim Pokja
- Honorarium Ketua/Wakil ketua [1 ORG x 5 KL] 5 OK
- Honorarium Sekretaris [1 ORG x 5 KL] 5 OK
- Honorarium Anggota [8 ORG x 5 KL] 40 OK
> Tim Pokja Lintas Sektor
- Honorarium Pengarah Tim Pelaksana Kegiatan [1 ORG x 5 BLN] 5 OB
- Honorarium Penanggung Jawab Tim Pelaksana Kegiatan [1 ORG x 5 KL] 5 OB
- Honorarium Ketua Tim Pelaksana Kegiatan [1 ORG x 5 BLN] 5 OB
- Honorarium Wakil Ketua Tim Pelaksana Kegiatan [1 ORG x 5 BLN] 5 OB
- Honorarium Sekretaris Tim Pelaksana Kegiatan [1 ORG x 5 BLN] 5 OB
- Honorarium Anggota Tim Pelaksana Kegiatan [6 ORG x 5 BLN] 30 OB
Belanja Barang Non Operasional Lainnya
- Uang Transport Kegiatan Dalam Kota [20 ORG x 3 LOK] 60 OH
Belanja Sewa
- Sewa Kendaraan Roda 4 (Papua) [1 UNIT x 3 HR] 3 UH
- Sewa Ruangan 1 UH
Belanja Perjalanan
- Perjalanan dalam rangka pembentukan pokja [ 3 ORG x 3 KL] 9 OK
Belanja Modal
- Pengadaan citra sumberdaya 3 scene
- Pengadaan dan Pengolahan Peta Dasar Digital dan Hardcopy RBI 12
sheet
- Pengadaan dan Pengolahan Peta Dasar Digital dan Hardcopy LPI 7 sheet
- Pengadaan dan Pengolahan Peta Dasar Digital dan Hardcopy Dishidros 2 sheet
Belanja Bahan
- ATK 1 PKT
- Komputer 1 PKT
- Penggandaan Bahan 1 PKT
Belanja Sewa
- Sewa Kendaraan Roda 4 (papua) [1 UNIT x 3 HR] 3 UH
- Sewa ruangan 1 UH
Belanja Perjalanan Dinas Paket Meeting Dalam Kota
- Uang Transport Kegiatan Dalam Kota [40 orang x 1 KL] 40 OK
- Konsumsi Rapat ( 40 orang x 1 KL) 40 OK
Belanja Perjalanan Lainnya
- Perjalanan dalam rangka Perumusan Tujuan, Sasaran 4 OK
4) Survei Lapangan
Belanja Bahan
- ATK 1 PKT
- Bahan Komputer 1 PKT
- Penggandaan Bahan 1 PKT
6 Survei Infrastruktur
Belanja Sewa
- GPS [1 UNIT x 3 Hr + 4 hari mob-demob] 7 UH
- Sewa Kendaraan Roda 4 3 UH
Belanja Bahan
- Dokumentasi (kamera) [ 1 unit x 7 Hr] 7 UH
Belanja Perjalanan
- Ahli penginderaan jauh dan SIG 1 OK
- Asisten Ahli penginderaan jauh dan SIG 1 OK
17) Pembahasan di Daerah dalam rangka laporan pendahuluan dan draft laporan akhir
Belanja Perjalanan Dinas Dalam Kota
- Konsumsi rapat ( 40 orang x 2 KL) 80 OK
- Uang Transport Kegiatan Dalam Kota [40 ORG x 2 KL] 80 OK
Belanja Sewa
- Sewa Kendaraan Roda 4 (Papua) [1 UNIT x 3 HR x 2 KL] 6 UH
- Sewa Ruangan [ 1 unit x 1 hari x 2 KL] 2 UH
Belanja Perjalanan
- Perjalanan Dalam Rangka Pembahasan [2 orang x 2 KL] 4 OK
Lampiran 10. Contoh Format Penyajian Peta
Standar layout Peta Tematik dan Peta Rencana Zonasi WP-3-K Skala Provinsi ( 1:250.000)
2716 2816
2912 3012
2911 3011
Tabel L11. Contoh Ilustrasi Pembagian NLP (Nomor Lembar Peta) skala 1:250.000
2. Topografi
3. Kemiringan Lereng
2) Bathimetri
B. Peta Tematik
1. Geologi
2. Geomorfologi
3. Oseanografi
a. Arus
b. Gelombang
2) Parameter Kimia
6. Sumberdaya Air
8. Infrastruktur