Anda di halaman 1dari 180

i

DAFTAR ISI

Halaman
Daftar Isi i
Daftar Tabel iii
Daftar Gambar iv
Daftar Lampiran v
Bab 1 Ketentuan Umum I-1
1.1 Istilah dan Definisi I-1
1.2 Acuan Normatif I-4
1.3 Kedudukan, Fungsi dan Manfaat RZWP-3-K Provinsi I-5
1.3.1 Kedudukan RZWP-3-K I-5
1.3.1.1 Kedudukan RZWP-3-K dalam Sistem Penataan Ruang dan
Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional
I-5

1.3.1.2 Kedudukan RZWP-3-K dalam UU No.27 Tahun 2007 I-7
1.3.1.3 Kedudukan Pedoman Teknis RZWP-3-K dalam UU No.27
Tahun 2007
I-9

1.3.2 Fungsi dan Manfaat RZWP-3-K I-10
1.4 Maksud dan Tujuan I-10
1.5 Masa Berlaku RZWP-3-K Provinsi I-10

Bab II Ketentuan Teknis Muatan RZWP-3-K Provinsi II-1
2.1 Prinsip-Prinsip Perencanaan Pengelolaan Wilayah Pesisir Dan Pulau-
Pulau Kecil (WP-3-K)
II-1
2.2 Batas Wilayah Perencanaan RZWP-3-K Provinsi II-1
2.3 Tujuan, Kebijakan, dan Strategi RZWP-3-K Provinsi II-3
2.4 Ketentuan tentang Kawasan, Zona, dan Sub Zona II-4
2.5 Rencana Alokasi Ruang WP-3-K Provinsi II-4
2.6 Arahan Pemanfaatan Ruang WP-3-K II-8
2.7 Ketentuan Pengendalian Pemanfaatan Ruang WP-3-K II-9

Bab III Tahap dan Proses Penyusunan RZWP-3-K III-1
3.1 Pembentukan Kelompok Kerja III-5
3.2 Pengumpulan Data III-11
3.2.1 Jenis Data III-11
3.2.2 Fungsi dan Manfaat Data III-35
3.3 Survei Lapangan III-49
3.4 Identifikasi Potensi Wilayah III-54
3.4.1 Pengolahan Dan Analisis Data Untuk Disusun Dalam Peta-
Peta Tematik
III-54
3.4.2 Identifikasi Pemanfaaan Sumberdaya Pesisir Dan Pulau-
Pulau Kecil
III-55
3.4.3 Identifikasi Potensi Perkembangan Wilayah III-56

ii

3.4.4 Identifikasi Dampak Kegiatan Dari Wilayah Sekitar Yang
Mempengaruhi Wilayah Perencanaan
III-56
3.5 Dokumen Awal III-57
3.6 Konsultasi Publik III-58
3.7 Penentuan Usulan Alokasi Ruang III-60
3.7.1 Tumpang Susun Peta-Peta Tematik Dalam Dokumen Awal
Untuk Dituangkan Dalam Peta Paket Sumber Daya
III-60
3.7.2 Identifikasi Nilai-Nilai Sumber Daya Dalam Peta Paket
Sumberdaya dan Analisis Kesesuaian Terhadap Kriteria
Kawasan, Zona, Sub Zona, Dan/Atau Pemanfaatannnya
III-62
3.7.3 Penentuan Usulan Kawasan, Zona, Sub Zona, dan/Atau
Pemanfaatannnya
III-67
3.8 Dokumen Antara III-69
3.8.1 Analisis Lanjutan Paket Sumberdaya III-69
3.8.2 Penetapan Alokasi Ruang III-76
3.8.3 Penyelarasan, Penyerasian dan Penyeimbangan dengan
RTRW
III-83
3.8.4 Resolusi Konflik III-85
3.9 Konsultasi Publik III-89
3.10 Dokumen Final III-93
3.10.1 Penyusunan Pernyataan Zona (Zoning text) dan Arahan
Peraturan Zonasi (Zoning regulation)
III-91
3.10.2 Tinjauan terhadap RTRW dan Rencana Pembangunan
Lainnya
III-92
3.11 Penetapan III-93













iii

DAFTAR TABEL

Halaman
Tabel 2.1 Ketentuan Alokasi Ruang dalam Kawasan, Zona dan Sub Zona Provinsi II-4
Tabel 2.2 Pembagian Kawasan menjadi Zona dan/atau Arahan Pemanfaatan II-4
Tabel 3.1 Tujuan dan Sasaran Peserta Sosialisasi Penyusunan RZWP-3-K III-3
Tabel 3.2 Materi, Jadwal Pelaksanaan, Metode, Serta Output Sosialisasi Penyusunan
RZWP-3-K
III-4
Tabel 3.3 Identifikasi Stakeholders III-5
Tabel 3.4 Tenaga Ahli dan Tenaga Pendukung Penyusunan RZWP-3-K III-7
Tabel 3.5 Jenis Peta Dasar dan Citra Satelit III-12
Tabel 3.6 Kebutuhan Data Dasar (Baseline Dataset) III-13
Tabel 3.7 Kebutuhan Data Spasial dan Non Spasial Tematik III-15
Tabel 3.8 Klasifikasi Jenis Data dan Metode Pengambilan Data III-50
Tabel 3.9 Tujuan dan Output Pelaksanaan Konsultasi dan Partisipasi Publik
Perencanaan Zonasi WP-3-K
III-58
Tabel 3.10 Target Peserta dalam Pelaksanaan Konsultasi dan Partisipasi Publik
Perencanaan Zonasi WP-3-K
III-59
Tabel 3.11 Output, Materi, Metode dan Lokasi pada Konsultasi Publik Pertama
Penyusunan RZWP-3-K
III-59
Tabel 3.12 Nama Paket Sumberdaya dan Karakteristik Nilai-Nilai Sumberdaya III-62
Tabel 3.13 Contoh Proses Identifikasi Kesesuaian Zona Melalui Analisa Kesesuaian
Paket Sumberdaya
III-64
Tabel 3.14 Contoh Kriteria yang Digunakan untuk Penilaian Kepentingan Paket
Sumberdaya untuk Daerah Ekositem Karang-Mangrove-Lamun
III-65
Tabel 3.15 Matriks Penilaian Atribut Sumberdaya Oleh Stakeholder III-66
Tabel 3.16 Matrik Kesimpulan Tingkat Kepentingan Stakeholder untuk Setiap Paket
Sumberdaya
III-66
Tabel 3.17 Tingkat Kepentingan Menurut Stakeholder
(dinyatakan dengan nilai antara 1 s/d 9)
III-67
Tabel 3.18 Contoh Rekap Usulan Pemanfaatan Zona Pada Setiap Unit Perencanaan III-68
Tabel 3.19 Klasifikasi Kawasan RZWP-3-K III-76
Tabel 3.20

Pembagian Kawasan menjadi Zona, Sub-Zona, dan/atau Arahan
Pemanfaatan
III-80
Tabel 3.21 Contoh Arahan Pemanfaatan Ruang III-84
Tabel 3.22 Klasifikasi Kompatibilitas Kegiatan III-86
Tabel 3.23 Tujuan dan Output Pelaksanaan Konsultasi dan Partisipasi Publik dalam
Perencanaan Zonasi WP-3-K
III-89
Tabel 3.24 Target Peserta dalam Pelaksanaan Konsultasi dan Partisipasi Publik dalam
Perencanaan Zonasi WP-3-K
III-90
Tabel 3.25 Tabel Metode, Waktu dan Lokasi dalam Pelaksanaan Konsultasi Publik
Kedua
III-90
Tabel 3.26 Kebutuhan Pengendalian III-91
Tabel L1.1 Parameter Kesesuaian Perairan Untuk Penangkapan Ikan L.1-2
iv

Tabel L1.2 Tolok Ukur dan Kategori Daya Dukung Lahan Pantai Untuk Pertambakan L.1-3
Tabel L1.3 Parameter Kesesuaian Perairan Untuk Budidaya Air Laut (KJA dan Rumput
Laut)
L.1-3
Tabel L1.4 Parameter Kesesuaian Perairan Untuk Budidaya Air Payau L.1-4
Tabel L1.5 Parameter Kesesuaian Perairan Untuk Budidaya Tambak Udang L.1-5
Tabel L1.6 Parameter Kesesuaian Perairan Untuk Budidaya Tambak Bandeng L.1-5
Tabel L1.7 Parameter Kesesuaian Perairan Untuk Budidaya Kerang Hijau L.1-5
Tabel L1.8 Parameter Kesesuaian Perairan Untuk Budidaya Tiram Mutiara (Pinctada
maxima)
L.1-6
Tabel L1.9 Parameter Iklim dan Pengaruhnya terhadap Tambak Garam L.1-7
Tabel L1.10 Parameter Kesesuaian Perairan Untuk Wisata Bahari L.1-7
Tabel L1.11 Kriteria Sosial, Ekonomi dan Budaya dalam Penetapan Lokasi L.1-8
Tabel L1.12 Parameter Kesesuaian Wisata Selam L.1-8
Tabel L1.13 Parameter Kesesuaian Wisata Snorkeling L.1-9
Tabel L1.14 Parameter Kesesuaian Wisata Berperahu, jet Ski dan Banana Boat L.1-9
Tabel L1.15 Parameter Kesesuaian Wisata Pantai Rekreasi Pantai L.1-9
Tabel L1.16 Parameter Kesesuaian Wisata Pantai Olahraga Pantai dan Berjemur (Sun
Bathing)
L.1-10
Tabel L1.17 Penggolongan Kelas Pelabuhan Berdasarkan Kriteria Teknis L.1-11
Tabel L1.18 Kriteria Pelabuhan Khusus L.1-12
Tabel L1.19 Kriteria Pelabuhan Daratan L.1-12
Tabel L1.20 Skoring Kesesuaian Kawasan Pelabuhan L.1-13
Tabel L1.21 Dampak Kawasan Pertambangan Terhadap Kegiatan Pemanfaatan Ruang L.1-18
Tabel L1.22 Kriteria Fisik Kesesuaian Perairan Kawasan Pertambangan Pasir Laut L.1-19
Tabel L1.23 Parameter Kesesuaian Lahan Pertanian di Pesisir L.1-21
Tabel L1.24 Parameter Kesesuaian Permukiman di Pesisir L.1-21
Tabel L1.25 Kriteria Pemilihan Lokasi Kawasan Industri L.1-22









v

DAFTAR GAMBAR

Halaman
Gambar 1.1 Kedudukan Rencana Zonasi dalam Sistem Penataan Ruang
Dan Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional
I-6

Gambar 1.2 Kedudukan Rencana Zonasi dalam UU No.27 Tahun 2007 I-8
Gambar 1.3 Kedudukan Pedoman RZWP-3-K terhadap Peraturan Perundangan Terkait I-9
Gambar 2.1 Contoh penarikan garis batas pada pulau kecil yang berjarak lebih dari
2 (Dua) kali 12 mil namun berada dalam 1 (Satu) provinsi
II-1
Gambar 2.2 Contoh Penarikan Garis Batas Pada Pulau Kecil Yang Berjarak
Kurang Dari 2 (Dua) Kali 12 Mil Yang Berada Dalam 1 (Satu) Provinsi
II-2
Gambar 2.3 Contoh Penarikan Garis Batas Pada Gugusan Pulau-Pulau
Yang Berada Dalam Satu Provinsi
II-2
Gambar 2.4 Contoh Penarikan Garis Batas Pada Pulau Kecil Yang Berjarak
Kurang Dari 2 (Dua) Kali 12 Mil Dan Berada Pada Provinsi Yang Berbeda
II-4
Gambar 2.5 Ilustrasi Pola Ruang Laut Tiga Dimensi II-7
Gambar 3.1 Tahapan dan Proses/Output Penyusunan RZWP-3-K Provinsi III-1
Gambar 3.2 Proses penyusunan RZWP-3-K Provinsi Melalui Pelibatan Masyarakat III-2
Gambar 3.3 Jangka Waktu Penyusunan RZWP-3-K Kabupaten Kota III-3
Gambar 3.4 Struktur Organisasi Pokja Penyusunan Rencana Zonasi Provinsi III-9
Gambar 3.5 Ilustrasi Pemanfaatan Sumberdaya Pesisir III-55
Gambar 3.6 Proses Penyusunan Peta Paket Sumberdaya III-61
Gambar 3.7 Peta Paket Sumberdaya Hasil Tumpangsusun Berbagai Karakteristik Lahan
dan Perairan
III-61
Gambar 3.8 Contoh Peta Usulan Zona yang Dihasilkan dari Proses Matching Antara
Paket Sumberdaya dengan Kriteria Fisik Lahan
III-64
Gambar 3.9 Metode Identifikasi Tingkat Risiko Bencana III-73
Gambar 3.10 Diagram Proses Penentuan Kerentanan Pesisir III-73
Gambar 3.11 Contoh Ilustrasi Klasifikasi Kawasan di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau
Kecil
III-77
Gambar 3.12 Diagram Penyusunan Peta Pola Ruang Wilayah Laut/Perairan Provinsi
Berdasarkan Peta Paket Sumberdaya
III-78
Gambar 3.13 Ilustrasi Contoh Pembagian Kawasan menjadi Zona III-82
Gambar 3.14 Ilustrasi Contoh Peta Pola Ruang Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil III-83
Gambar 3.15 Contoh Matriks Keterkaitan antar Kegiatan Pemanfaatan Ruang Pesisir III-86
Gambar 3.16 Diagram Kerangka Koordinasi Perencanaan Pengelolaan WP-3-K III-92
Gambar 3.17 Diagram Proses Penetapan RZWP-3-K III-93
Gambar L.8.1 Contoh Peta Jenis Tanah L8-1
Gambar L.8.2 Contoh Peta Topografi L8-1
Gambar L.8.3 Contoh Peta Bathimetri yang dihasilkan pemeruman L8-2
Gambar L.8.4 Contoh Peta Geologi L8-2
Gambar L.8.5 Contoh Peta Geomorfologi L8-3
Gambar L.8.6 Pemodelan Arus Permukaan Laut Di Kabupaten Berau Dengan Input Data
Pasang Surut Dan Angin
L8-3
vi

Gambar L.8.7 Contoh Model Penjalaran gelombang dari arah utara L8-4
Gambar L.8.8 Contoh peta sebaran suhu L8-4
Gambar L.8.9 Contoh peta sebaran TSS L8-5
Gambar L.8.10 Contoh peta sebaran PH L8-5
Gambar L.8.11 Contoh peta sebaran salinitas L8-6
Gambar L.8.12 Contoh peta sebaran DO L8-6
Gambar L.8.13 Contoh peta sebaran BOD
5
L8-7
Gambar L.8.14 Contoh peta sebaran Amonia L8-7
Gambar L.8.15 Contoh peta sebaran Nitrat L8-8
Gambar L.8.16 Contoh peta sebaran Fosfat L8-8
Gambar L.8.17 Contoh peta penggunaan lahan L8-9
Gambar L.8.18 Contoh peta sebaran tematik tata ruang (peta struktur ruang) L8-9
Gambar L.8.19 Pemanfataan ruang wilayah pesisir dan laut L8-10
Gambar L.8.20 Contoh peta kesesuaian pemanfaatan lahan dan perairan L8-10
Gambar L.8.21 Contoh peta sumberdaya air L8-11
Gambar L.8.22 Contoh peta ekosistem pesisir L8-11
Gambar L.8.23 Contoh peta sumberdaya ikan L8-12
Gambar L.8.24 Contoh peta infrastruktur L8-12
Gambar L.8.25 Contoh peta jumlah penduduk L8-13
Gambar L.8.26 Contoh peta pergerakan ekonomi wilayah L8-13














vii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman
Lampiran 1 Kriteria Kesesuaian L1-1
Lampiran 2 Analisis Potensi Ekosistem Pesisir dan Sumberdaya Ikan L2-1
Lampiran 3 Tabel Pernyataan Zona dan Peraturan Zonasi L3-1
Lampiran 4 Outline Dokumen RZWP-3-K Provinsi L4-1
Lampiran 5 Muatan Ranperda RZWP-3-K Provinsi L5-1
Lampiran 6 Contoh Berita Acara Pemberian Tanggapan/saran L6-1
Lampiran 7 Contoh RAB (Rencana Anggaran Biaya) L7-1
Lampiran 8 Contoh Peta Dasar dan Peta Tematik L8-1







Pedoman Teknis Penyusunan RZWP-3-K Provinsi

KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN



Bab I
Ketentuan Umum


1.1. Istilah dan Definisi
Dalam pedoman ini yang dimaksud dengan :
1 Perencanaan adalah suatu proses untuk menentukan tindakan masa depan yang tepat,
melalui urutan pilihan, dengan memperhitungkan sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil
yang tersedia.
2 Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil adalah suatu proses perencanaan,
pemanfaatan, pengawasan, dan pengendalian sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil
antarsektor, antara Pemerintah dan Pemerintah Daerah, antara ekosistem darat dan laut,
serta antara ilmu pengetahuan dan manajemen untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat.
3 Perencanaan Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil adalah suatu proses
penyusunan tahapan-tahapan kegiatan yang melibatkan berbagai unsur kepentingan
didalamnya, guna pemanfaatan dan pengalokasian sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil
yang ada dalam rangka meningkatkan kesejahteraan sosial dalam suatu lingkungan wilayah
atau daerah dalam jangka waktu tertentu.
4 Wilayah Pesisir adalah daerah peralihan antara ekosistem darat dan laut yang dipengaruhi
oleh perubahan di darat dan laut.
5 Pulau Kecil adalah pulau dengan luas lebih kecil atau sama dengan 2.000 km2 (dua ribu
kilometer persegi) beserta kesatuan ekosistemnya.
6 Pulau-pulau kecil adalah kumpulan beberapa pulau kecil yang membentuk kesatuan
ekosistem dengan perairan disekitarnya.
7 Sumber Daya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil adalah sumber daya hayati, sumber daya
nonhayati; sumber daya buatan, dan jasa-jasa lingkungan; sumber daya hayati meliputi ikan,
terumbu karang, padang lamun, mangrove dan biota laut lain; sumber daya nonhayati
meliputi pasir, air laut, mineral dasar laut; sumber daya buatan meliputi infrastruktur laut
yang terkait dengan kelautan dan perikanan, dan jasa-jasa lingkungan berupa keindahan
alam, permukaan dasar laut tempat instalasi bawah air yang terkait dengan kelautan dan
perikanan serta energi gelombang laut yang terdapat di wilayah pesisir.
8 Perairan Pesisir adalah laut yang berbatasan dengan daratan meliputi perairan sejauh 12
(dua belas) mil laut diukur dari garis pantai, perairan yang menghubungkan pantai dan pulau-
pulau, estuari, teluk, perairan dangkal, rawa payau, dan laguna.

Pedoman Teknis Penyusunan RZWP-3-K Provinsi

KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN


9 Rencana Strategis Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil adalah rencana yang memuat arah
kebijakan lintas sektor untuk kawasan perencanaan pembangunan melalui penetapan tujuan,
sasaran dan strategi yang luas, serta target pelaksanaan dengan indikator yang tepat untuk
memantau rencana tingkat nasional.
10 Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil adalah rencana yang menentukan
arah penggunaan sumber daya tiap-tiap satuan perencanaan disertai dengan penetapan
struktur dan pola ruang pada Kawasan perencanaan yang memuat kegiatan yang boleh
dilakukan dan tidak boleh dilakukan serta kegiatan yang hanya dapat dilakukan setelah
memperoleh izin.
11 Rencana Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil adalah rencana yang memuat
susunan kerangka kebijakan, prosedur, dan tanggung jawab dalam rangka pengoordinasian
pengambilan keputusan di antara berbagai lembaga/instansi pemerintah mengenai
kesepakatan penggunaan sumber daya atau kegiatan pembangunan di zona yang ditetapkan.
12 Rencana Aksi Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil adalah tindak lanjut
rencana pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil yang memuat tujuan, sasaran,
anggaran, dan jadwal untuk satu atau beberapa tahun ke depan secara terkoordinasi untuk
melaksanakan berbagai kegiatan yang diperlukan oleh instansi pemerintah, pemerintah
daerah, dan pemangku kepentingan lainnya guna mencapai hasil pengelolaan sumber daya
pesisir dan pulau-pulau kecil di setiap kawasan perencanaan.
13 Rencana Zonasi Rinci adalah rencana detail dalam 1 (satu) zona berdasarkan arahan
pengelolaan di dalam rencana zonasi yang dapat disusun oleh pemerintah daerah dengan
memperhatikan daya dukung lingkungan dan teknologi yang dapat diterapkan serta
ketersediaan sarana yang pada gilirannya menunjukkan jenis dan izin yang dapat diterbitkan
oleh pemerintah daerah.
14 Kawasan adalah bagian wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil yang memiliki fungsi tertentu
yang ditetapkan berdasarkan kriteria karakteristik fisik, biologi, sosial, dan ekonomi untuk
dipertahankan keberadaannya.
15 Zona adalah ruang yang penggunaannya disepakati bersama antara berbagai pemangku
kepentingan dan telah ditetapkan status hukumnya.
16 Zonasi adalah suatu bentuk rekayasa teknik pemanfaatan ruang melalui penetapan batas-
batas fungsional sesuai dengan potensi sumber daya dan daya dukung serta proses-proses
ekologis yang berlangsung sebagai satu kesatuan dalam ekosistem pesisir.
17 Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Provinsi adalah rencana Zonasi
Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Provinsi yang bersifat umum, berisi arahan tentang
alokasi ruang dalam rencana Kawasan Pemanfaatan Umum, rencana Kawasan Konservasi,
rencana Kawasan Strategis Nasional Tertentu, dan rencana Alur Laut.

Pedoman Teknis Penyusunan RZWP-3-K Provinsi

KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN


18 Ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang
di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan mahluk lain hidup,
melakukan kegiatan, dan memelihara kelangsungan hidupnya.
19 Struktur Ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman dan sistem jaringan prasarana dan
sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang secara
hirarkis memiliki hubungan fungsional.
20 Pola Ruang adalah distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah.
21 Penataan Ruang Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Keciladalah suatu sistem proses
perencanaan zonasi, pemanfaatan ruang/zona, dan pengendalian pemanfaatan ruang/zona
WP-3-K.
22 Rencana Tata Ruang Wilayah adalah hasil perencanaan tata ruang berdasarkan aspek
administratif dan atau aspek fungsional yang telah ditetapkan.
23 Kawasan Pemanfaatan Umum adalah bagian dari Wilayah Pesisir yang ditetapkan
peruntukkannya bagi berbagai sektor kegiatan. (Kawasan Pemanfaatan Umum setara dengan
kawasan budidaya dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang penataan ruang).
24 Kawasan Konservasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil adalah kawasan pesisir dan
pulau-pulau kecil dengan ciri khas tertentu yang dilindungi untuk mewujudkan pengelolaan
Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil secara berkelanjutan. (Kawasan Konservasi setara
dengan kawasan lindung dalam Undang-Undang No.26 Tahun 2007 tentang penataan ruang)
25 Kawasan Strategis Nasional Tertentu adalah Kawasan yang terkait dengan kedaulatan
negara, pengendalian lingkungan hidup, dan/atau situs warisan dunia, yang
pengembangannya diprioritaskan bagi kepentingan nasional.
26 Alur laut adalahmerupakan perairan yang dimanfaatkan, antara lain, untuk alur pelayaran,
pipa/kabel bawah laut, dan migrasi biota laut.
27 Sempadan Pantai adalah daratan sepanjang tepian yang lebarnya proporsional dengan
bentuk dan kondisi fisik pantai, minimal 100 (seratus) meter dari titik pasang tertinggi ke arah
darat.
28 Daya Dukung Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil adalah kemampuan Wilayah Pesisir dan
Pulau-Pulau Kecil untuk mendukung perikehidupan manusia dan makhluk hidup lain.
29 Mitigasi Bencana adalah upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik secara struktur atau
fisik melalui pembangunan fisik alami dan/atau buatan maupun nonstruktur atau nonfisik
melalui peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana di Wilayah Pesisir dan
Pulau-Pulau Kecil.
30 Paket Sumberdaya adalah informasi mengenai kondisi sumberdaya yang ada di area tertentu
di dalam satu unit perencanaan di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.

Pedoman Teknis Penyusunan RZWP-3-K Provinsi

KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN


31 Konsultasi publik adalah proses penggalian masukan yang dapat dilakukan melalui rapat,
musyawarah, dan/atau bentuk pertemuan lainnya yang melibatkan berbagai unsur
pemangku kepentingan di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.
32 Pemerintah Pusat, selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden Republik Indonesia yang
memegang kekuasaan pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
33 Pemerintah Daerah adalah gubernur, bupati, atau walikota, dan perangkat daerah sebagai
unsur penyelenggara pemerintahan daerah.
34 Pemangku Kepentingan Utama adalah para pengguna sumber daya pesisir dan pulau-pulau
kecil yang mempunyai kepentingan langsung dalam mengoptimalkan pemanfaatan sumber
daya pesisir dan pulau-pulau kecil, seperti nelayan tradisional, nelayan modern,
pembudidaya ikan, pengusaha pariwisata, pengusaha perikanan, dan masyarakat pesisir
35 Instansi terkait adalah instansi pemerintah dan/atau pemerintah daerah Pemerintah
dan/atau Pemerintah Daerah, unit pelaksana teknis, dan instansi vertikal yang terkait dengan
pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.
36 Menteri adalah menteri yang bertanggung jawab di bidang kelautan dan perikanan.
37 Direktur Jenderal adalah direktur jenderal yang bertanggung jawab di bidang kelautan,
pesisir dan pulau-pulau kecil.

1.2. Acuan Normatif
Pedoman ini disusun berdasarkan :
a. UU No 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan;
b. UU No 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas;
c. UU No 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional;
d. UU No 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil;
e. UU No 12 Tahun 2008 tentang Pemerintahan Daerah;
f. UU No 32 Tahun 2009 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup;
g. UU No 45 Tahun 2009 tentang Perikanan;
h. PP No 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang;
i. PP No 2 tahun 2008 tentang Lingkungan Hidup;
j. PP No 38 tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara pemerintah,
pemerintahan Daerah, Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kab/ Kota;
k. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No.PER.16/ MEN/2008 tahun 2008 tentang
Perencanaan Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil;
l. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No.PER.17/ MEN/ tahun 2008 tentang Kawasan
Konservasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil;
m. Peraturan Menteri Perhubungan No.PM 68 Tahun 2011 tentang Alur Pelayaran di Laut;
n. Peraturan Menteri Dalam Negeri No.78 Tahun 2012 tentang Pedoman Penegasan Batas
Daerah.

Pedoman Teknis Penyusunan RZWP-3-K Provinsi

KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN


1.3. Kedudukan, Fungsi dan Manfaat RZWP-3-K Provinsi
1.3.1. Kedudukan RZWP-3-K
1.3.1.1 Kedudukan RZWP-3-K dalam Sistem Penataan Ruangdan Sistem Perencanaan Pembangunan
Nasional
Menurut UU Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang disebutkan bahwa Ruang laut dan
ruang udara pengelolaanya diatur dengan undang-undang tersendiri (Pasal 6 ayat 5 UU nomor
26 tahun 2007).Hal ini ditindaklanjuti ke dalam UU No.27 tahun 2007 tentang Pengelolaan
Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Disebutkan di dalam UU No.27 tahun 2007 pada Pasal 5,
bahwa Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil adalah suatu proses perencanaan,
pemanfaatan, pengawasan dan pengendalian sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil antar
sektor, antar pemerintah dan pemerintah daerah, antara ekosistem darat dan laut, serta antara
ilmu pengetahun dan manajemen untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Selanjutnya
di Pasal 7 ayat 3 disebutkan bahwa Pemerintah daerah wajib menyusun rencana zonasi
wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil (RZWP-3-K) sesuai dengan kewenangan masing-masing.

Pemerintah daerah provinsi atau kabupaten/kota menyusun RZWP-3-K dengan memperhatikan:
1. RSWP-3-K atau RPJPD atau RPJMD provinsi atau kabupaten/kota yang terkait dengan
pengelolaan WP3K
2. alokasi ruang untuk akses publik;
3. alokasi ruang untuk kepentingan sosial, ekonomi, dan budaya dengan tetap
memperhatikan kepemilikan serta penguasaan sumber daya di wilayah pesisir dan
pulau-pulau kecil;
4. keserasian, keselarasan dan keseimbangan dengan RTRW provinsi dan/atau RTRW
kabupaten/kota;
5. integrasi ekosistem darat dan laut;
6. keseimbangan antara perlindungan dan pemanfaatan berbagai jenis sumber daya
pesisir dan pulau-pulau kecil, jasa lingkungan, dan fungsi ekosistem dalam satu
bentang alam ekologis (bioekoregion);
7. perencanaan Pembangunan lainnya seperti Rencana Tata Ruang Hutan/Tata Guna
Hutan Kesepakatan (TGHK), Rencana Induk Pengembangan Pariwisata (RIPP), Kawasan
Rawan Bencana, Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP), prasarana perhubungan laut,
kawasan pemukiman, dan kawasan pertambangan;
8. kawasan, zona, dan/atau alur laut kabupaten/kota yang telah ditetapkan sesuai
dengan peraturan perundang-undangan;
9. kajian lingkungan hidup strategis; dan
10. peta rawan bencana dan peta risiko bencana.

Dalam Undang-Undang No.27 tahun 2007 pada Bab IV tentang Perencanaan pasal 9 ayat 1,
disebutkan bahwa RZWP-3-K merupakan arahan pemanfaatan sumber daya di Wilayah Pesisir
dan Pulau-Pulau Kecil pemerintah provinsi dan/atau pemerintah kab/kota. Penyusunan RZWP-
3-K seperti apa yang diamanatkan UU No.27 Tahun 2007 Pasal 9 ayat 2 tersebut di atas

Pedoman Teknis Penyusunan RZWP-3-K Provinsi

KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN


menegaskan bahwa RZWP-3-K harus diserasikan, diselaraskan, dan diseimbangkan dengan
Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi. Rencana Tata Ruang Wilayah dalam UU No.26
Tahun 2007 termasuk dalam Rencana Umum Tata Ruang yang secara hirarki terdiri dari RTRW
Nasional, RTRW Provinsi, RTRW Kab/Kota.

Kebijakan pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil memiliki keterkaitan dengan
kebijakan perencanaan pembangunan nasional dan kebijakan penataan ruang. Berdasarkan
tujuan perencanaan pembangunan nasional, aktualisasi UU No. 25 Tahun 2004 diantaranya
ditandai dengan dihasilkannya: (a) Rencana Pembangunan Jangka Panjang; (b) Rencana
Pembangunan Jangka Menengah; dan (c) Rencana Pembangunan Tahunan. Keseluruhan
dokumen perencanaan tersebut menjadi pedoman bagi pelaksanaan segenap urusan yang
menjadi kewenangan pemerintah daerah dalam rangka mencapai tujuan dan sasaran daerah
pada akhir periode rencana, dan sekaligus menjadi dasar dalam penganggaran (pembiayaan)
program dan kegiatan yang dilaksanakan pemerintah dan pemerintah daerah. Oleh karena itu,
segala jenis dokumen perencanaan pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil yang
diatur dalam UU No. 27 Tahun 2007 harus mengedepankan keterpaduan dan keselarasannya
terhadap dokumen perencanaan pembangunan, guna menjamin keberfungsian dan
keteralokasian anggaran dalam pelaksanaannya.Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar
1.1 berikut.

















Gambar 1.1 Kedudukan Rencana Zonasi dalam Sistem Penataan Ruang
dan Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional




Pedoman Teknis Penyusunan RZWP-3-K Provinsi

KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN


Hasil arahan RZWP-3-K dapat digunakan sebagai pertimbangan didalam penetapan struktur dan
pola ruang RTRW. Substansi yang direkomendasikan adalah sebagai berikut:
1. Penetapan alokasi ruang di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. Alokasi ruang
meliputi wilayah perairan dan wilayah daratannya untuk kegiatan-kegiatan yang
memiliki keterkaitan terhadap sumberdaya di WP-3-K;
2. Penetapan Kawasan Strategis Nasional Tertentu (KSNT), menjadi muatan yang
direkomendasikan kedalam penentuan kawasan strategis baik Nasional/ Provinsi/
Kabupaten /Kota pada RTRW.
1.3.1.2 Kedudukan RZWP-3-K dalam UU No.27 Tahun 2007
Proses pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil meliputi kegiatan perencanaan,
pemanfaatan, pengawasan, dan pengendalian terhadap interaksi manusia dalam memanfaatkan
sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil serta proses alamiah secara berkelanjutan dalam
upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan menjaga keutuhan Negara Kesatuan
Republik Indonesia. Proses tersebut dilakukan dengan cara mengintegrasikan kegiatan: antara
Pemerintah dan Pemerintah Daerah; antar-Pemerintah Daerah; antarsektor; antara Pemerintah,
dunia usaha, dan Masyarakat; antara Ekosistem darat dan Ekosistem laut; dan antara ilmu
pengetahuan dan prinsip-prinsip manajemen.
Lingkup pengaturan UU No. 27 Tahun 2007 secara garis besar terdiri dari tiga bagian yaitu
perencanaan, pemanfaatan, serta pengawasan dan pengendalian.
Perencanaan :. Perencanaan pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil dilakukan agar
dapat mengharmonisasikan kepentingan pembangunan ekonomi dengan pelestarian sumber
daya pesisir dan pulau-pulau kecil serta memperhatikan karakteristik dan keunikan wilayah
tersebut.
Perencanaan ini merupakan suatu upaya pemanfaatan sumber daya pesisir dan pulau-pulau
kecil secara optimal agar dapat menghasilkan keuntungan ekonomi secara berkelanjutan untuk
kemakmuran masyarakat. Perencanaan tersebut disertai dengan upaya pengendalian dampak
pembangunanyang mungkin timbul dan mempertahankan kelestarian sumber dayanya.
Perencanaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil terdiri atas : (a) Rencana Strategis WP3K; (b)
Rencana Zonasi WP3K; (c) Rencana Pengelolaan WP3K; dan (d) Rencana Aksi Pengelolaan WP3K.
Masing-masing penjelasan mengenai perencanaan tersebut adalah sebagai berikut :
1. Rencana Strategismerupakan bagian yang tidak terpisahkan dari rencana pembangunan
jangka panjang setiap Pemerintah Daerah dan wajib mempertimbangkan kepentingan
Pemerintah dan Pemerintah Daerah.
2. Rencana Zonasimerupakan arahanpemanfaatan sumber daya di wilayah WP-3-K
pemerintah provinsi dan/atau pemerintah Kabupaten/Kota serta diserasikan,
diselaraskan, dan diseimbangkan dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW)
pemerintah provinsi atau pemerintah Kabupaten/Kota.
3. Rencana Pengelolaanberisi tentang kebijakanpengaturan serta prosedur administrasi
penggunaan sumber daya yang diizinkan dan yang dilarang; skala prioritas pemanfaatan
sumber daya sesuai dengan karakteristik Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil; jaminan
terakomodasikannya pertimbangan-pertimbangan hasil konsultasi publik dalam

Pedoman Teknis Penyusunan RZWP-3-K Provinsi

KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN


penetapan tujuan pengelolaan Kawasan serta revisi terhadap penetapan tujuan dan
perizinan; mekanisme pelaporan yang teratur dan sistematis untuk menjamin tersedianya
data dan informasi yang akurat dan dapat diakses; serta ketersediaan sumber daya
manusia yang terlatih untuk mengimplementasikan kebijakan dan prosedurnya.
4. Rencana Aksi Pengelolaan dilakukan dengan mengarahkan Rencana Pengelolaan dan
Rencana Zonasi sebagai upaya mewujudkan rencana strategis

Hasil dari perencanaan tersebut selanjutnya diwujudkan dalam beberapa elemen kegiatan
berdasarkan kedalaman materi kebijakan yang terkandung didalamnya yakni Rencana Strategis,
Rencana Zonasi (RZWP-3-K), Rencana Pengelolaan dan Rencana Aksi. Unsurpemanfaatannya
diatur dalam kebijakan Pemanfaatan Pulau-Pulau Kecil dan Perairan disekitarnya, IP3 (Izin
Pengusahaan Perairan Pesisir), Konservasi, Rehabilitasi, Reklamasi, dan Larangan. Sedangkan
unsur pengawasan dan pengendalian (Wasadal) diatur melalui kebijakan Akreditasi, Insentif,
Disinsentif, Pencabutan Hak, dan Mitra Bahari.
Kedudukan Rencana Zonasi dalam kerangka kebijakan nasional yakni UU no.27 tahun 2007
tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, secara diagramatis dapat
digambarkan pada gambar 1.2



















Gambar 1.2 Kedudukan Rencana Zonasi dalam UU No.27/2007



MITRA BAHARI
MITIGASI BENCANA

Pemanfaatan Pulau-
Pulau Kecil & Perairan
disekitarnya

KONSERVASI
REHABILITASI

REKLAMASI

LARANGAN

UU NO.27 TAHUN 2007

PERENCANAAN PEMANFAATAN
RENCANA STRATEGIS
RENCANA ZONASI
RENCANA PENGELOLAAN
RENCANA AKSI
WASADAL
AKREDITASI
INSENTIF
DISINSENTIF
PENCABUTAN HAK

Pedoman Teknis Penyusunan RZWP-3-K Provinsi

KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN


1.3.1.3 Kedudukan Pedoman Teknis RZWP-3-K dalam UU No.27Tahun 2007
Pedoman TeknisPenyusunan Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP-3-
K)memiliki keterkaitan dengan peraturan perundangan lainnya. Masing-masing mempunyai
fungsi tersendiri dan bersifat komplementer. Secara diagramatis keterkaitan dimaksud
ditunjukkan pada Gambar 1.3. Kedudukan Pedoman Teknis Penyusunan RZWP-3-K merupakan
penjabaran dari Permen Kelautan dan Perikanan No. 16 Tahun 2008 tentang Perencanaan
Pengelolaan WP3K. Pedoman ini memiliki keterkaitan dengan PP No. 60 tahun 2007 tentang
Konservasi Sumberdaya Ikan yang merupakan turunan dari UU No. 31 tahun 2004 tentang
Perikanan. Keterkaitan ini terutama berkenaan dengan penetapan kawasan konservasi di WP-3-
K. Hal mengenai Kawasan Konservasi yang merupakan turunanPP No. 60 tahun 2007 tentang
Konservasi Sumberdaya Ikan tertuang dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 30
Tahun 2010 tentang Rencana Pengelolaan dan Zonasi Kawasan Konservasi Perairan dan
Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No.2 tahun 2009 tentang Tata Cara Penetapan
Kawasan Konservasi Perairan. Sedangkan turunan UU No. 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan
WP-3-K mengenai kawasan konservasi tertuang dalam Peraturan Menteri Kelautan dan
Perikanan No. 17 Tahun 2008 tentang Kawasan Konservasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau
Kecil.
Pedoman ini menjelaskan lebih rinci mengenai hal-hal yang berkenaan dengan penyusunan
RZWP-3-K Provinsi dijelaskan lebih detail dalam beberapa petunjuk teknis sebagaimana tersebut
dalam gambar dibawah.


















Gambar 1.3 Kedudukan Pedoman RZWP-3-K terhadap
Peraturan Perundangan Terkait


UU No.31 TAHUN 2004
TENTANG PERIKANAN
UU NO.27 TAHUN 2007
TENTANG PENGELOLAAN WILAYAH
PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL

PP 60 TAHUN TENTANG
KONSERVASI SDA IKAN

Permen KP No.17Tahun 2008
tentang Kawasan Konservasi di
WP-3-K

Permen KP No.16 Tahun 2008
tentang Perencanaan Pengelolaan
WP-3-K

Permen KP No.2Tahun 2009
tentang Tata Cara Penetapan
Kawasan Konservasi Perairan

Permen KP No.30Tahun 2010
tentang Rencana Pengelolaan dan
Zonasi Kawasan Konservasi


SK Dirjen KP3K No...Tahun... tentang
Pedoman Teknis Penyusunan RZWP-
3-K Provinsi/Kabupaten/Kota



Pedoman Teknis Penyusunan RZWP-3-K Provinsi

KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN


1.3.2. Fungsidan Manfaat RZWP-3-K
RZWP-3-K Provinsi, antara lain berfungsi sebagai:
1) acuan dalam penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) dan
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) ;
2) acuan dalam pemanfaatan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil;
3) acuan untuk mewujudkan keseimbangan pembangunan di wilayah pesisir dan pulau-pulau
kecil;
4) acuan lokasi investasi di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil;
5) dasar pengendalian pemanfaatan ruang dalam penataan wilayah pesisir dan pulau-pulau
kecil; dan
6) acuan dalam administrasi pemanfaatan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.

Manfaat RZWP-3-K Provinsi adalah untuk :
a) Mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya WP3K
b) Menjamin harmonisasi antara kepentingan pembangunan ekonomi dengan pelestarian SD
pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
c) Mewujudkan keterpaduan pembangunan di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil dengan
wilayah daratannya
d) Mewujudkan keserasian pembangunan wilayah Provinsi dengan wilayah sekitarnya.

1.4. Maksud dan Tujuan
Pedoman ini dimaksudkan sebagai panduan bagi pelaksanaan penyusunan RZWP-3-K oleh
Pemerintah Daerah Provinsi.

Pedoman Teknis Penyusunan RZWP-3-KProvinsidisusun untuk mencapai tujuan sebagai berikut :
a. memberikan kesamaan persepsidalam memberikan arahan teknis kepada Kelompok Kerja
Penyusunan RZWP-3-KProvinsi
b. memberikan kemudahan dalam proses penyusunan RZWP-3-KProvinsikepada pihak-pihak
yang diberikan tugas penyusunan RZWP-3-KProvinsi.

1.5. Masa Berlaku RZWP-3-KProvinsi
RZWP-3-K Provinsi berlaku selama 20 (dua puluh) tahun terhitung mulai sejak ditetapkan dan
dapat ditinjau kembali setiap 5 (lima) tahun.
Bab II
Ketentuan Teknis Muatan RZWP-3-K
Provinsi

2.1 Prinsip Perencanaan Pengelolaan Wilayah Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil (WP-3-K)
Prinsip perencanaan pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, antara lain:
a. merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dan/atau komplemen dari sistem
perencanaan pembangunan daerah;
b. mengintegrasikan kegiatan antara pemerintah dengan pemerintah daerah, antarsektor,
antara pemerintahan, dunia usaha dan masyarakat, antara ekosistem darat dan ekosistem
laut, dan antara ilmu pengetahuan dan prinsip-prinsip manajemen;
c. dilakukan sesuai dengan kondisi biogeofisik dan potensi yang dimiliki masing-masing
daerah, serta dinamika perkembangan sosial budaya daerah dan nasional; dan
d. melibatkan peran serta masyarakat setempat dan pemangku kepentingan lainnya.

2.2 Batas Wilayah Perencanaan RZWP-3-K Provinsi
Batas wilayah perencanaan RZWP-3-K Provinsi ke arah darat adalah Kecamatan Pesisir dan ke
arah laut hingga batas wilayah pengelolaan perairan Provinsi sejauh 12 mil laut. Penetapan
batas daerah mengacu pada peraturan Permendagri No. 76 Tahun 2012 tentang Pedoman
Penegasan Batas Daerah. Penetapan batas daerah di laut untuk daerah yang memiliki pulau-
pulau kecil, adalah sebagai berikut.
A. Untuk mengukur batas daerah di laut pada suatu pulau yang berjarak lebih dari 2 kali 12
mil laut yang berada dalam satu provinsi, diukur secara melingkar dengan jarak 12 mil laut
untuk provinsi dan sepertiganya untuk kabupaten/kota.












Gambar 2.1Contoh Penarikan Garis Batas Pada Pulau yang Berjarak
Lebih Dari 2 (Dua) Kali 12 Mil Laut yang Berada Dalam 1 (Satu) Provinsi
(Sumber : Permendagri No. 76 Tahun 2012)
B. Untuk mengukur batas daerah di laut pada suatu pulau yang berjarak kurang dari 2 (dua)
kali 12 mil laut yang berada dalam satu daerah provinsi, diukur secara melingkar dengan
jarak 12 mil laut untuk Batas Laut Provinsi dan sepertiganya merupakan kewenangan
pengelolaan Kabupaten dan Kota di laut.













Gambar 2.2 Contoh Penarikan Garis Batas Pada Pulau yang Berjarak Kurang Dari
2 (Dua) Kali 12 Mil Laut yang Berada Dalam 1(Satu) Provinsi.
(Sumber : Permendagri No. 76 Tahun 2012)
C. Untuk mengukur Batas Daerah di Laut pada suatu Gugusan Pulau-Pulau yang berada dalam
satu daerah provinsi, diukur secara melingkar dengan jarak 12 mil laut untuk batas
kewenangan pengelolaan laut provinsi dan sepertiganya merupakan kewenangan
pengelolaan Kabupaten/ kota di laut.














Gambar 2.3 Contoh Penarikan Garis Batas Pada Gugusan Pulau-Pulau
yang Berada Dalam Satu Provinsi.
(Sumber : Permendagri No. 76 Tahun 2012)
D. Untuk mengukur Batas Daerah di Laut pada Pulau yang berada pada daerah yang berbeda
provinsi dan berjarak kurang dari 2 kali 12 mil laut, diukur menggunakan prinsip garis
tengah (median line).
















Gambar 2.4 Contoh Penarikan Garis Batas Pada Pulau yang Berjarak Kurang Dari2 (Dua)
Kali 12 Mil Laut yang Berada Pada Provinsi yang Berbeda.
(Sumber : Permendagri No. 76 Tahun 2012)

2.3 Tujuan, Kebijakan, dan Strategi Rencana Zonasi WP-3-K Provinsi
Tujuan, kebijakan, dan strategi Rencana Zonasi WP-3-K Provinsi merupakan terjemahan dari visi
dan misi pengembangan WP-3-K Provinsi untuk mencapai kondisi ideal zonasi wilayah pesisir
dan pulau-pulau kecil Provinsi yang diharapkan.

Tujuan RZWP-3-K Provinsi adalah memberikan arahan perencanaan zonasi, pemanfaatan zona
dan pengendalian pemanfaatan zona wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil di Provinsi sehingga
tercipta kesinambungan dan keberlanjutan pembangunan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil
dimasa yang akan datang. Tujuan RZWP-3-K dapat digunakan sebagai dasar untuk
memformulasikan kebijakan dan strategi penataan ruang WP-3-K, arahan indikasi program dan
dasar penetapan ketentuan pengendalian pemanfaatan zona.
Dalam merumuskan tujuan RZWP-3-K Provinsi perlu memperhatikan RSWP-3-K. Apabila RSWP-
3-K belum tersedia, tujuan dirumuskan berdasarkan Visi, Misi, Rencana Pembangunan Jangka
Panjang Daerah dan isu strategis pengelolaan WP-3-K.

Kebijakan RZWP-3-K Provinsi merupakan landasan hukum yang menetapkan pengaturan
pemanfaatan ruang wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil Provinsi sehingga tercipta tatanan
peruntukan ruang wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil yang teratur dan berkesinambungan.
Kebijakan dimaksud dapat digunakan sebagai dasar untuk merumuskan arah pemanfaatan
kawasan / zona pada tingkat lebih detail dan penetapan arah pengendalian pemanfaatan ruang
pesisir dan pulau-pulau kecil Provinsi.

Strategi RZWP-3-K Provinsi merupakan penjabaran masing-masing kebijakan penataan ruang
WP-3-K kedalam langkah-langkah operasional untuk mencapai tujuan penataan ruang WP-3-K
yang telah ditetapkan. Dalam merumuskan strategi penataan ruang WP-3-K Provinsi didasarkan
pada kebijakan penataan ruang WP-3-K,serta kapasitas sumberdaya WP-3-K dalam
melaksanakan kebijakan penataan ruangnya.

2.4 Ketentuan tentang Kawasan, Zona, dan Sub Zona
RZWP-3-K merupakan arahan pemanfaatan sumber daya di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau
Kecil pemerintah provinsi dan/atau pemerintah Kabupaten/Kota yang secara spasial
diwujudkan dalam alokasi ruang. Alokasi ruang terbentuk dari distribusi peruntukan ruang yang
terdiri dari alokasi-alokasi ruang dengan fungsi-fungsi tertentu.
Ketentuan mengenai alokasi ruang dalam RZWP-3-K Provinsi diatur sesuai dengan hirarkinya
sebagaimana terlihat pada tabel dibawah ini.
Tabel 2.1 Ketentuan Alokasi Ruang dalam Kawasan, Zona dan Sub Zona Provinsi
Hirarki Rencana Ketentuan Alokasi Ruang Keterangan
RZWP-3-K Provinsi 1. Kawasan Pemanfaatan
Umum
2. Kawasan Konservasi
3. Kawasan Strategis
Nasional Tertentu
4. Alur Laut
Pengaturan antara batas akhir
wilayah Kabupaten/Kota (4 mil)
s/d 12 mil adalah sampai
dengan zona

2.5 Rencana Alokasi Ruang WP-3-K Provinsi
Rencana alokasi ruang wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil Provinsi merupakan rencana
distribusi peruntukan ruang wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil di Provinsi yang berisi
pengalokasian fungsi ruang Kawasan Pemanfaatan Umum, Kawasan Konservasi, Kawasan
Strategis Nasional Tertentu, dan Alur Laut. Klasifikasi zonadan/atau arahan pemanfaatan untuk
setiapkawasanpada masing-masing kawasan adalah sebagai berikut:
Tabel 2.2 Pembagian Kawasan menjadi Zona dan/atau Arahan Pemanfaatan
KAWASAN
ZONA DAN/ATAU ARAHAN
PEMANFAATAN
1. KAWASAN PEMANFAATAN UMUM Pariwisata
Permukiman
Pelabuhan
Pertanian
Hutan
Pertambangan
Perikanan Budidaya
Perikanan Tangkap
Industri
Fasilitas Umum
Pemanfaatan lainnya sesuai dengan
karakteristik biogeofisik lingkungannya
2. KAWASAN KONSERVASI
a. Kawasan Konservasi Perairan 1. Zona Inti
2. Zona perikanan berkelanjutan
3. Zona pemanfaatan
4. Zona lainnya
b. Kawasan Konservasi Pesisir dan
Pulau-Pulau Kecil
1. Zona inti
2. Zona pemanfaatan terbatas
3. Zona lain sesuai dengan
peruntukan kawasan
c. Kawasan Konservasi Maritim 1. Zona Inti
2. Zona PemanfaatanTerbatas
3. Zona lain sesuai
KAWASAN
ZONA DAN/ATAU ARAHAN
PEMANFAATAN
denganperuntukan kawasan
d. Sempadan Pantai
3. KAWASAN STRATEGIS NASIONAL
TERTENTU (KSNT)

a. Batas maritim kedaulatan negara
b. Kawasan secara geopolitik,
pertahanan dan keamanan
negara

c. Situs Warisan Dunia
d. Pulau-pulau kecil terluar yang
menjadi titik pangkal

e. habitat biota endemik dan langka
4. ALUR Alur Pipa dan Kabel
Alur Pelayaran
Alur Migrasi Biota

Rencana alokasi ruang wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil Provinsi berfungsi :
a. Sebagai alokasi ruang untuk berbagai kegiatan sosial dan ekonomi masyarakat dan
kegiatan pelestarian lingkungan dalam WP-3-K Provinsi;
b. Sebagai alokasi ruang untuk berbagai kegiatan terkait dengan kedaulatan negara,
pengendalian lingkungan hidup, dan/atau situs warisan dunia yang
pengembangannya diprioritaskan bagi kepentingan nasional
c. Sebagai alokasi ruang untuk kepentingan perlindungan cadangan sumberdaya ikan.
d. Mengatur keseimbangan dan keserasian peruntukan ruang darat laut dan di ruang
pesisir itu sendiri;
e. Sebagai dasar pemberian izin pemanfaatan ruang perairan laut pada wilayah pesisir
dan pulau-pulau kecil Provinsi.

Rencana alokasi ruang WP-3-Kdirumuskan dengan memperhatikan :
a. Kebijakan dan strategi penataan ruang WP-3-K Provinsi;
b. Kesuaian dan Keterkaitan antar kegiatan di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil;
c. Daya dukung dan daya tampung wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil
d. Ketentuan peraturan perundang-undangan yang terkait.
e. kebijakan pengembangan kawasan andalan nasional yang berada di wilayah pesisir
dan pulau-pulau kecil Provinsi yang bersangkutan;
f. Rencana alokasi ruang di wilayah pesisir daratan yang mengikuti nomenklatur RTRW,
sedangkan di wilayah perairan mengikuti RZWP-3-K;
g. Rencana alokasi ruang wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil Provinsi dan
Kabupaten/Kota yang berbatasan dengan Provinsi dan Kabupaten/Kota yang
bersangkutan.
h. Sistem klaster dengan mempertimbangkan keterkaitan ekologi, ekosistem, dan sosial
budaya

Rencana alokasi ruang RZRWP-3-K di perairan ditetapkan sebagai hasil analisis tiga dimensi
ruang, yaitu permukaan, kolom, dan dasar laut. Pada setiap dimensi, alokasi ruang laut dapat
mengakomodasi kegiatan yang multifungsi sehingga alokasi ruangnya bisaoverlapping pada satu
zona tertentu. Selain peraturan zonasi yang mengatur ketentuan-ketentuan pada setiap alokasi
ruang yang ditetapkan,alokasi ruang laut yang mengakomodasi lebih dari satu kegiatan pada
satu zona yang sama pada waktu tertentu yang sama pula harus dilengkapi dengan peraturan
zonasi yang mengatur mekanisme sistem pelaksanaan kegiatan termasuk waktu pemanfaatan
dari masing-masing alokasi ruang untuk setiap kegiatan.

Rencana alokasi ruang pada layerpermukaan laut mendeliniasi batasan areal lisensi yang
diperoleh suatu pelaku kegiatan untuk mengeksplorasi sumberdaya kelautan dan batasan areal
rekreasi, pelayaran, serta jaringan alur (rute) kapal wisata dan areal aktif eksplorasi.
Rencana alokasi ruang pada layer kolom laut mendeliniasi batasan areal penangkapan ikan,
berdasarkan ikan yang terdapat pada areal kolom laut tersebut. Sementara itu, rencana alokasi
ruang pada layer dasar alut mendeliniasi lokasi konservasi dan lokasi cagar laut dan cagar
budaya laut.












Gambar 2.5 Ilustrasi Pola Ruang Laut TigaDimensi

2.6 Arahan Pemanfaatan Ruang WP-3-K
Arahan pemanfaatan ruang WP-3-K dijabarkan ke dalam indikasi program utama dalam jangka
waktu perencanaan 5 (lima) tahunan hingga akhir tahun perencanaan 20 (duapuluh) tahun.
Arahan pemanfaatan ruang WP-3-K Provinsi berfungsi sebagai :
1. acuan bagi pemerintah dan masyarakat dalam pemrograman penataan/pengembangan
wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil Provinsi;
2. arahan dalam penyusunan program sektoral (besaran, lokasi, sumber pendanaan,
instansi pelaksana, dan waktu pelaksanaan);
3. dasar estimasi kebutuhan pembiayaan setiap jangka waktu 5 (lima) tahun; dan
4. acuan bagi masyarakat dalam melakukan investasi
Arahan pemanfaatan ruang WP-3-K Provinsi disusun berdasarkan:
1. rencana struktur ruang dan pola ruang;
2. ketersediaan sumber daya dan sumber dana pembangunan;
3. kesepakatan para pemangku kepentingan dan kebijakan yang ditetapkan; dan
4. prioritas pengembangan wilayah Provinsi dan pentahapan rencana pelaksanaan
program sesuai dengan RPJPD.
Indikasi program utama dalam arahan pemanfaatan ruang wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil
Provinsimeliputi :
a. Usulan program utama
Usulan program utama adalah program-program utama pengembangan wilayah pesisir
dan pulau-pulau kecil Provinsi yang diindikasikan memiliki bobot kepentingan utama
atau diprioritaskan untuk mewujudkan struktur dan pola ruang wilayah pesisir dan
pulau-pulau kecil Provinsisesuai tujuan.
b. Lokasi
Lokasi adalah tempat yang dijabarkan dalam koordinat geografis serta dituangkan
diatas peta, dimana usulan program utama akan dilaksanakan.
c. Besaran
Besaran adalah perkiraan jumlah/luas satuan masing-masing usulan program utama
pengembangan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil yang akan dilaksanakan.
d. Sumber Pendanaan
Sumber pendanaan dapat berasal dari APBD Provinsi, APBN, swasta dan/atau
masyarakat.
e. Instansi Pelaksana
Instansi pelaksana adalah pelaksana program utama yang meliputi pemerintah (sesuai
dengan kewenangan masing-masing pemerintahan), swasta, serta masyarakat.
f. Waktu dan Tahapan Pelaksanaan
Usulan program utama direncanakan dalam kurun waktu perencanaan 20 (dua puluh)
tahun yang dirinci setiap 5 (lima) tahunan, sedangkan masing-masing program
mempunyai durasi pelaksanaan yang bervariasi sesuai dengan kebutuhan. Program
utama 5 (lima) tahun dapat dirinci kedalam program utama tahunan. Penyusunan
indikasi program utama disesuaikan dengan pentahapan jangka waktu 5 (lima) tahunan
RPJP daerah Provinsi.

Susunan indikasi program utama tersebut di atas merupakan susunan minimum yang harus
diacu dalam setiap penyusunan arahan pemanfaatan ruang WP-3-K Provinsi. Tetapi pada
masing-masing bagian dapat dijabarkan lebih rinci sesuai kebutuhan pemanfaatan ruang atau
pengembangan kawasan masing-masing WP-3-K Provinsi.

2.7 Ketentuan Pengendalian Pemanfaatan Ruang WP-3-K
Ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah Provinsiadalah ketentuan yang
diperuntukan sebagai alat penertiban penataan ruang WP3K, meliputi pernyataan kawasan/
zona dan/atau pemanfaatannya, ketentuan perizinan, ketentuan pemberian insentif dan
disinsentif, serta arahan pengenaan sanksi dalam rangka perwujudan rencana tata ruang
wilayah Provinsi.
Ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang WP-3-K Provinsiberfungsi:
a. sebagai alat pengendali pengembangan kawasan;
b. menjaga kesesuaian pemanfaatan ruang dengan rencana tata ruang;
c. menjamin agar pembangunan baru tidak mengganggu pemanfaatan ruang yang telah
sesuai dengan rencana tata ruang;
d. meminimalkan pengunaan lahan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang; dan
e. mencegah dampak pembangunan yang merugikan.
Ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang WP-3-K Provinsidisusun berdasarkan:
a. rencana struktur ruang dan pola ruang;
b. masalah, tantangan, dan potensi yang dimiliki WP-3-K Provinsi;
c. kesepakatan para pemangku kepentingan dan kebijakan yang ditetapkan; dan
d. ketentuan peraturan perundang-undangan terkait.
Ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang WP-3-K Provinsisetidak-tidaknya memuat:
A. Ketentuan umum pernyataan pemanfaatan kawasan/zona di wilayah Provinsi
1. ketentuan umum pernyataan pemanfaatan kawasan/zona Provinsiadalah
penjabaran secara umum ketentuan-ketentuan yang mengatur tentang persyaratan
pemanfaatan ruang dan ketentuan pengendaliannya yang mencakup seluruh wilayah
administratif;
2. ketentuan umum pernyataan pemanfaatan kawasan/zona Provinsiberfungsi sebagai:
a) landasan bagi penyusunan pernyataan pemanfaatan kawasan/zona pada
tingkatan operasional pengendalian pemanfaatan ruang di setiap kawasan/zona
Provinsi;
b) dasar pemberian izin pemanfaatan ruang; dan
c) salah satu pertimbangan dalam pengawasan pemanfaatan ruang.
3. ketentuan umum pernyataan pemanfaatan kawasan/zona disusun berdasarkan:
a) rencana alokasi ruang wilayah Provinsi;
b) karakteristik wilayah;
c) arahan umum desain kawasan perkotaan; dan
d) peraturan perundang-undangan sektor terkait lainnya.
4. ketentuan umum pernyataan pemanfaatan kawasan/zona yang ditetapkan dalam
RZWP-3-K Provinsiberisikan:
a) deskripsi atau definisi alokasi ruang (jenis zona) yang telah ditetapkan dalam
alokasi ruang WP-3-K Provinsi;
b) ketentuan umum dan ketentuan rencana umum (design plan), yang merupakan
ketentuan kinerja dari setiap pola ruang yang meliputi: ketentuan kegiatan yang
diperbolehkan, bersyarat, atau dilarang; ketentuan intensitas pemanfaatan
ruang berupa tata bangunan, kepadatan bangunan, besaran kawasan
terbangun, besaran ruang terbuka hijau; dan prasarana minimum yang perlu
diatur terkait pengendalian pemanfaatan ruang;
c) ketentuan pemanfaatan ruang pada zona-zona yang dilewati oleh sistem
jaringan prasarana dan sarana WP-3-K Provinsimengikuti ketentuan perundang-
undangan yang berlaku; dan
d) ketentuan khusus yang disesuaikan dengan kebutuhan pembangunan
Provinsiuntuk mengendalikan pemanfaatan ruang, seperti pada kawasan
konservasi.



B. Ketentuan perizinan
1. ketentuan perizinan adalah ketentuan yang diberikan untuk kegiatan pemanfaatan
ruang;
2. izin pemanfaatan di WP-3-Kdiberikan berdasarkan IP3 (Izin Pengusahaan Perairan
Pesisir)
3. ketentuan perizinan berfungsi sebagai:
a) alat pengendali dalam penggunaan lahan untuk mencapai kesesuaian
pemanfaatan ruang; dan
b) rujukan dalam membangun.
4. ketentuan perizinan disusun berdasarkan:
a) ketentuan umum pernyataan pemanfaatan kawasan/zonayang sudah
ditetapkan; dan
b) ketentuan teknis berdasarkanperaturan perundang-undangan sektor terkait
lainnya.
5. jenis-jenis perizinan terkait dengan pemanfaatan ruang WP-3-Kantara lain meliputi:
a) izin prinsip;
b) izin lokasi;
c) izin lain berdasarkan peraturan perundang-undangan.
6. mekanisme perizinan terkait pemanfaatan ruang WP-3-Kyang menjadi wewenang
pemerintah Provinsimencakup pengaturan keterlibatan masing-masing instansi
perangkat daerah terkait dalam setiap perizinan yang diterbitkan;
7. ketentuan teknis prosedural dalam pengajuan izin pemanfaatan ruang maupun
forum pengambilan keputusan atas izin yang akan dikeluarkan, yang akan menjadi
dasar pengembangan standar operasional prosedur (SOP) perizinan; dan
8. ketentuan pengambilan keputusan apabila dalam dokumen RZWP-3-K Provinsibelum
memberikan ketentuan yang cukup tentang perizinan yang dimohonkan oleh
masyarakat, individual maupun organisasi.

C. Ketentuan pemberian insentif
1. ketentuan pemberian insentif adalah ketentuan yang mengatur tentang pemberian
imbalan terhadap pelaksanaan kegiatan yang sesuai dengan kegiatan yang didorong
perwujudannya dalam RZWP-3-K;
2. ketentuan pemberian insentif berfungsi sebagai:
a) perangkat untuk mendorong kegiatan dalam pemanfaatan ruang pada
promoted area yang sejalan dengan RZWP-3-K; dan
b) katalisator perwujudan pemanfaatan ruang;
3. ketentuan pemberian insentif disusun berdasarkan:
a) rencana alokasi ruang WP-3-K Provinsidan/atau RZR Provinsi;
b) ketentuan umum pernyataan pemanfaatan kawasan/zona Provinsi;
c) kriteria pemberian akreditasi; dan
d) peraturan perundang-undangan sektor terkait lainnya.
4. ketentuan insentif dari pemerintah Provinsikepada pemerintah daerah di WP-3-K
Provinsidan kepada pemerintah daerah lainnya, dapat diberikan dalam bentuk:
a) pemberian kompensasi;
b) subsidi silang;
c) penyediaan sarana dan prasarana; dan/atau
d) publisitas atau promosi daerah;
5. ketentuan insentif dari pemerintah Provinsikepada masyarakat umum (investor,
lembaga komersial, perorangan, dan lain sebagainya), dapat diberikan dalam bentuk:
a) pemberian kompensasi;
b) pengurangan retribusi;
c) imbalan;
d) sewa ruang dan urun saham;
e) penyediaan prasarana dan sarana;
f) penghargaan; dan/atau
g) kemudahan perizinan

D. Ketentuan pemberian disinsentif
1. ketentuan pemberian disinsentif adalah ketentuan yang mengatur tentang
pengenaan bentuk-bentuk kompensasi dalam pemanfaatan ruang;
2. ketentuan pemberian disinsentif berfungsi sebagai perangkat untuk mencegah,
membatasi pertumbuhan atau mengurangi kegiatan yang tidak sejalan dengan
RZWP-3-K (atau pada non-promoted area);
3. ketentuan pemberian disinsentif disusun berdasarkan:
a) rencana alokasi ruang WP-3-K Provinsi;
b) ketentuan umum pernyataan pemanfaatan kawasan/zona Provinsi; dan
c) kriteria pemberian akreditasi
d) peraturan perundang-undangan sektor terkait lainnya.
4. ketentuan disinsentif dari pemerintah Provinsikepada pemerintah daerah dalam WP-
3-K Provinsidan kepada pemerintah daerah lainnya, dapat diberikan dalam bentuk:
a) pengenaan retribusi yang tinggi; dan/atau
b) pembatasan penyediaan sarana dan prasarana.
5. ketentuan disinsentif dari pemerintah Provinsikepada masyarakat umum (investor,
lembaga komersial, perorangan, dan lain sebagainya), dapat diberikan dalam bentuk:
a) pengenaan pajak/retribusi yang tinggi;
b) pemberian persyaratan khusus dalam proses perizinan; dan/atau
c) pembatasan penyediaan sarana dan prasarana infrastruktur.
6. Ketentuan disinsentif dimaksud harus dilengkapi dengan besaran dan jenis
kompensasi yang dapat diberikan.

E. Arahan pengenaan sanksi
1. arahan pengenaan sanksi merupakan arahan ketentuan pengenaan sanksi
administratif kepada pelanggar pemanfaatan ruang yang akan menjadi acuan bagi
pemerintah daerah Provinsi;
2. arahan pengenaan sanksi administratif berfungsi sebagai:
a) perangkat untuk mencegah, membatasi pertumbuhan atau mengurangi
kegiatan yang tidak sejalan dengan RZWP-3-K; dan
b) penertiban pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan
RZWP-3-K
3. arahan pengenaan sanksi administratif ditetapkan berdasarkan:
a) hasil pengawasan penataan ruang;
b) tingkat simpangan implementasi RZWP-3-K;
c) kesepakatan antar instansi yang berwenang; dan
d) peraturan perundang-undangan sektor terkait lainnya.
4. arahan pengenaan sanksi administratif dilakukan secara berjenjang dalam bentuk:
a) peringatan tertulis;
Peringatan tertulis diberikan oleh pejabat yang berwenang dalam penertiban
pelanggaran pemanfaatan ruang melalui penerbitan surat peringatan tertulis
sebanyak-banyaknya 3 (tiga) kali.
b) penghentian sementara kegiatan;
Penghentian kegiatan sementara dilakukan melalui langkah-langkah sebagai
berikut:
(1) penerbitan surat perintah penghentian kegiatan sementara dari pejabat
yang berwenang melakukan penertiban pelanggaran pemanfaatan ruang;
(2) apabila pelanggar mengabaikan perintah penghentian kegiatan sementara,
pejabat yang berwenang melakukan penertiban dengan menerbitkan surat
keputusan pengenaan sanksi penghentian sementara secara paksa
terhadap kegiatan pemanfaatan ruang;
(3) pejabat yang berwenang melakukan tindakan penertiban dengan
memberitahukan kepada pelanggar mengenai pengenaan sanksi
penghentian kegiatan pemanfaatan ruang dan akan segera dilakukan
tindakan penertiban oleh aparat penertiban;
(4) berdasarkan surat keputusan pengenaan sanksi, pejabat yang berwenang
melakukan penertiban dengan bantuan aparat penertiban melakukan
penghentian kegiatan pemanfaatan ruang secara paksa; dan
(5) setelah kegiatan pemanfaatan ruang dihentikan, pejabat yang berwenang
melakukan pengawasan agar kegiatan pemanfaatan ruang yang dihentikan
tidak beroperasi kembali sampai dengan terpenuhinya kewajiban
pelanggar untuk menyesuaikan pemanfaatan ruangnya dengan RZWP-3-K
dan/atau ketentuan teknis pemanfaatan ruang yang berlaku.
c) penghentian sementara pelayanan umum;
Penghentian sementara pelayanan umum dilakukan melalui langkah-langkah
sebagai berikut:
(1) Penerbitan surat pemberitahuan penghentian sementara pelayanan umum
dari pejabat yang berwenang melakukan penertiban pelanggaran
pemanfaatan ruang (membuat surat pemberitahuan penghentian
sementara pelayanan umum);
(2) apabila pelanggar mengabaikan surat pemberitahuan yang disampaikan,
pejabat yang berwenang melakukan penertiban menerbitkan surat
keputusan pengenaan sanksi penghentian sementara pelayanan umum
kepada pelanggar dengan memuat rincian jenis-jenis pelayanan umum
yang akan diputus;
(3) pejabat yang berwenang melakukan tindakan penertiban memberitahukan
kepada pelanggar mengenai pengenaan sanksi penghentian sementara
pelayanan umum yang akan segera dilaksanakan, disertai rincian jenis-jenis
pelayanan umum yang akan diputus;
(4) pejabat yang berwenang menyampaikan perintah kepada penyedia jasa
pelayanan umum untuk menghentikan pelayanan kepada pelanggar,
disertai penjelasan secukupnya;
(5) penyedia jasa pelayanan umum menghentikan pelayanan kepada
pelanggar; dan
(6) pengawasan terhadap penerapan sanksi penghentian sementara pelayanan
umum dilakukan untuk memastikan tidak terdapat pelayanan umum
kepada pelanggar sampai dengan pelanggar memenuhi kewajibannya
untuk menyesuaikan pemanfaatan ruangnya dengan RZWP-3-K dan
ketentuan teknis pemanfaatan ruang yang berlaku.
d)penutupan lokasi;
Penutupan lokasi dilakukan melalui langkah-langkah sebagai berikut:
(1) penerbitan surat perintah penutupan lokasi dari pejabat yang berwenang
melakukan penertiban pelanggaran pemanfaatan ruang;
(2) apabila pelanggar mengabaikan surat perintah yang disampaikan, pejabat
yang berwenang menerbitkan surat keputusan pengenaan sanksi
penutupan lokasi kepada pelanggar;
(3) pejabat yang berwenang melakukan tindakan penertiban dengan
memberitahukan kepada pelanggar mengenai pengenaan sanksi
penutupan lokasi yang akan segera dilaksanakan;
(4) berdasarkan surat keputusan pengenaan sanksi, pejabat yang berwenang
dengan bantuan aparat penertiban melakukan penutupan lokasi secara
paksa; dan
(5) pengawasan terhadap penerapan sanksi penutupan lokasi, untuk
memastikan lokasi yang ditutup tidak dibuka kembali sampai dengan
pelanggar memenuhi kewajibannya untuk menyesuaikan pemanfaatan
ruangnya dengan RZWP-3-K dan ketentuan teknis pemanfaatan ruang yang
berlaku.
e) pencabutan izin;
Pencabutan izin dilakukan melalui langkah-langkah sebagai berikut:
(1) menerbitkan surat pemberitahuan sekaligus pencabutan izin oleh pejabat
yang berwenang melakukan penertiban pelanggaran pemanfaatan ruang;
(2) apabila pelanggar mengabaikan surat pemberitahuan yang disampaikan,
pejabat yang berwenang menerbitkan surat keputusan pengenaan sanksi
pencabutan izin pemanfaatan ruang;
(3) pejabat yang berwenang memberitahukan kepada pelanggar mengenai
pengenaan sanksi pencabutan izin;
(4) pejabat yang berwenang melakukan tindakan penertiban mengajukan
permohonan pencabutan izin kepada pejabat yang memiliki kewenangan
untuk melakukan pencabutan izin;
(5) pejabat yang memiliki kewenangan untuk melakukan pencabutan izin
menerbitkan keputusan pencabutan izin;
(6) memberitahukan kepada pemanfaat ruang mengenai status izin yang telah
dicabut, sekaligus perintah untuk menghentikan kegiatan pemanfaatan
ruang secara permanen yang telah dicabut izinnya; dan
(7) apabila pelanggar mengabaikan perintah untuk menghentikan kegiatan
pemanfaatan yang telah dicabut izinnya, pejabat yang berwenang
melakukan penertiban kegiatan tanpa izin sesuai peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
f) pembatalan izin;
Pembatalan izin dilakukan melalui langkah-langkah sebagai berikut:
(1) membuat lembar evaluasi yang berisikan perbedaan antara pemanfaatan
ruang menurut dokumen perizinan dengan arahan pola pemanfaatan
ruang dalam RZWP-3-K yang berlaku;
(2) memberitahukan kepada pihak yang memanfaatkan ruang perihal rencana
pembatalan izin, agar yang bersangkutan dapat mengambil langkah-
langkah yang diperlukan untuk mengantisipasi hal-hal akibat pembatalan
izin;
(3) menerbitkan surat keputusan pembatalan izin oleh pejabat yang
berwenang melakukan penertiban pelanggaran pemanfaatan ruang;
(4) memberitahukan kepada pemegang izin tentang keputusan pembatalan
izin;
(5) menerbitkan surat keputusan pembatalan izin dari pejabat yang memiliki
kewenangan untuk melakukan pembatalan izin; dan
(6) memberitahukan kepada pemanfaat ruang mengenai status izin yang telah
dibatalkan.
g) pembongkaran bangunan;
Pembongkaran bangunan dilakukan melalui langkah-langkah sebagai berikut:
(1) menerbitkan surat pemberitahuan perintah pembongkaran bangunan dari
pejabat yang berwenang melakukan penertiban pelanggaran pemanfaatan
ruang;
(2) apabila pelanggar mengabaikan surat pemberitahuan yang disampaikan,
pejabat yang berwenang melakukan penertiban mengeluarkan surat
keputusan pengenaan sanksi pembongkaran bangunan;
(3) pejabat yang berwenang melakukan tindakan penertiban memberitahukan
kepada pelanggar mengenai pengenaan sanksi pembongkaran bangunan
yang akan segera dilaksanakan; dan
(4) berdasarkan surat keputusan pengenaan sanksi, pejabat yang berwenang
melakukan tindakan penertiban dengan bantuan aparat penertiban
melakukan pembongkaran bangunan secara paksa.
h) pemulihan fungsi ruang;
Pemulihan fungsi ruang dilakukan melalui langkah-langkah sebagai berikut:
(1) menetapkan ketentuan pemulihan fungsi ruang yang berisi bagian-bagian
yang harus dipulihkan fungsinya dan cara pemulihannya;
(2) pejabat yang berwenang melakukan penertiban pelanggaran pemanfaatan
ruang menerbitkan surat pemberitahuan perintah pemulihan fungsi ruang;
(3) apabila pelanggar mengabaikan surat pemberitahuan yang disampaikan,
pejabat yang berwenang melakukan penertiban mengeluarkan surat
keputusan pengenaan sanksi pemulihan fungsi ruang;
(4) pejabat yang berwenang melakukan tindakan penertiban, memberitahukan
kepada pelanggar mengenai pengenaan sanksi pemulihan fungsi ruang
yang harus dilaksanakan pelanggar dalam jangka waktu tertentu;
(5) pejabat yang berwenang melakukan tindakan penertiban dan melakukan
pengawasan pelaksanaan kegiatan pemulihan fungsi ruang;
(6) apabila sampai jangka waktu yang ditentukan pelanggar belum
melaksanakan pemulihan fungsi ruang, pejabat yang bertanggung jawab
melakukan tindakan penertiban dapat melakukan tindakan paksa untuk
melakukan pemulihan fungsi ruang; dan
(7) apabila pelanggar pada saat itu dinilai tidak mampu membiayai kegiatan
pemulihan fungsi ruang, pemerintah dapat mengajukan penetapan
pengadilan agar pemulihan dilakukan oleh pemerintah atas beban
pelanggar di kemudian hari.
i) denda administratif; yang dapat dikenakan secara tersendiri atau bersama-sama
dengan pengenaan sanksi administratif dan besarannya ditetapkan oleh masing-
masing pemerintah daerah Provinsi.

Ketentuan pengenaan sanksi administratif ini dapat diatur lebih lanjut melalui Peraturan
Gubernur/Bupati/Walikota. Ketentuan lebih lanjut terkait pengenaan sanksi pidana dan
sanksi perdata mengacu pada peraturan perundang-undangan terkait lainnya.

Pedoman Teknis Penyusunan RZWP-3-K Provinsi


KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN

III-1

Bab III
Tahap dan Proses Penyusunan
RZWP-3-K

Setiap tahapan dalam proses penyusunan RZWP-3-K merupakan langkah yang mutlak dilalui
untuk mencapai dokumen final yang merupakan hasil perencanaan bersama. Secara umum, tahapan
proses penyusunan RZWP-3-K dapat dilihat dalam diagram berikut :

































Gambar 3.1Tahapan dan Proses/OutputPenyusunan RZWP-3-K Provinsi

TAHAPAN PROSES/OUTPUT
TAHAPAN PROSES/OUTPUT
Pembentukan Pokja
Pengumpulan Data
Survei Lapangan
Identifikasi Potensi
Wilayah
Penentuan Usulan
Alokasi Ruang
Konsultasi Publik
Penyusunan
Dokumen Antara
Penetapan
Penyusunan Rencana Kerja
Penyusunan TOR/RAB
Pengumpulan Data Sekunder/ desk study
Pengumpulan Data Primer dan Sekunder/ Ground check

Pengolahan dan analisis data untuk disusun dalam peta-peta
tematik
Identifikasi pemanfaatan SD Pesisir &Pulau-pulau Kecil
Identifikasi potensi perkembangan wilayah
Peta-peta tematik
Hasil identifikasi pemanfataan sumber daya pesisir dan pulau-
pulau kecil
Hasil identifikasi potensi perkembangan

PenyampaianDraft Awal Rencana Zonasi
Menjaring masukan
Hasil perbaikan dokumen awal
Analisis lanjutan Paket Sumberdaya
Penetapan Alokasi Ruang
Penyelarasan , penyerasian dan penyeimbangan dengan RTRW
Resolusi Konflik
Konsultasi Publik
Penyusunan
Dokumen Final
Revisi Draft Awal Rencana Zonasi
Menjaring masukan
Penyusunan pernyataan Zona, dan arahan peraturan zonasi
Tinjauan/rekomendasi terhadap RTRW & rencana pembangunan
lainnya
Pengajuan Rencana Zonasi untuk Pengesahan
1
3
5
6
7
8
9
11
TAHAPAN PROSES / OUTPUT
Penyusunan
Dokumen Awal
Tumpang susun peta-peta tematik dalam Dokumen Awal untuk
dituangkan dalam peta paket sumber daya
Identifikasi nilai-nilai sumber daya dalam peta paket sumber
daya
Analisis kesesuaian terhadap kriteria kawasan, zona, sub zona,
dan/atau pemanfaatannnya
Penentuan usulan kawasan, zona, sub zona, dan/atau
pemanfaatannnya

2
4
10

Pedoman Teknis Penyusunan RZWP-3-K Provinsi


KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN
III-2

















Gambar 3.2Proses Penyusunan RZWP-3-K Provinsi melalui Pelibatan Masyarakat

Pedoman Teknis Penyusunan RZWP-3-K Provinsi


KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN
III-3







Gambar 3.3Jangka Waktu Penyusunan RZWP-3-K Provinsi

Keseluruhan waktu yang dibutuhkan untuk proses penyusunan dan penetapan RZWP-3-
Kkabupaten diupayakan seefektif mungkin, maksimal selama 24 (dua puluh empat) bulan.
Proses penyusunan RZWP-3-K Provinsi membutuhkan waktu antara 8 (delapan) bulan sampai
dengan 18 (delapan belas) bulan dan selebihnya digunakan untuk proses penetapan
sebagaimana pada Gambar 3.3.

Tahap penyusunan dipengaruhi oleh situasi dan kondisi aspek politik, sosial, budaya,
pertahanan, keamanan, keuangan/pembiayaan pembangunan daerah, ketersediaan data, dan
faktor lainnya di dalam wilayah Provinsi bersangkutan, sehingga perkiraan waktu yang
dibutuhkan untuk setiap tahap penyusunan RZWP-3-K disesuaikan dengan situasi dan kondisi
kabupaten yang bersangkutan. Sedangkan waktu yang dibutuhkan untuk tahap penetapan
disesuaikan dengan ketentuan dan peraturan terkait lainnya.

Sosialisasi merupakan langkah awal yang perlu dilakukan sebelum dilakukan pembentukan
Pokja. Sosialisasi pada tahap persiapan dimaksudkan untuk memberitahukan kegiatan
penyusunan RZWP-3-K kepada stakeholders terkait. Sosialisasi perlu dilakukan untuk
menghindari konflik di kemudian hari, sehingga pada saat sosialisasi harus melibatkan
berbagai pihak terkait. Tujuan dan sasaran peserta sosialisasi penyusunan RZWP-3-K, sebagai
berikut :
Tabel 3.1 Tujuan dan Sasaran Peserta Sosialisasi Penyusunan RZWP-3-K
Tahapan Tujuan Sasaran Peserta
Sosialisasi
penyusunan
RZWP-3-K
Agar masyarakat mengenal,
mengetahui, dan memahami
tentang kebijakan dan program
Menjelaskan rencana
penyusunan dokumen
perencanaan WP-3-K dan
menumbukan rasa kepemilikan
Stakeholder terhadap rencana
yang berlangsung di daerahnya
Meningkatkan pemahaman dan
pengetahuan Stakeholder
terhadap pengelolaan wilayah
pesisir dan pulau-pulau kecil
Peserta, terdiri atas :
1). Unsur pemerintah
SKPD daerah yang terdiri dari :
UPemerintah Provinsi
1. Bappeda Provinsi
2. Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi
UPemerintah Provinsi
1. Bappeda
2. Dinas Kelautan dan perikanan
3. Dinas Pekerjaan Umum
4. BPN
5. Dinas Kehutanan
6. Dinas Pertanian

Pedoman Teknis Penyusunan RZWP-3-K Provinsi


KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN
III-4
Tahapan Tujuan Sasaran Peserta
7. Dinas Pariwisata
8. Dinas Perhubungan
9. Dinas Perindustrian
10. Dinas Lingkungan hidup.
11. Dinas Pendapatan Daerah
12. BUMD
13. Dll.
2). TNI AL dan POLAIRUD
3). Masyarakat :
a. DPRD
b. LSM
c. Perguruan tinggi
d. Kelompok Masyarakat
e. Pers
4). Organisasi/Dunia Usaha
- Dunia Usaha di Bidang Kelautan dan Perikanan


Sosialisasi penyusunan RZWP-3-K harus memiliki strategi komunikasi agar tercapai tujuan
secara efektif. Penentuan target, pesan utama yang akan disampaikan (key message), media
penyampaian (channeling) dan metode penyampaian harus disusun sedemikian rupa agar
masing-masing Stakeholders memahami perlunya RZWP-3-K. Identifikasi target sosialisasi
dapat diselaraskan dengan identifikasi Stakeholders sehingga dapat disinkronkan satu sama
lain.

Sedangkan materi, jadwal pelaksanaan, metode, serta output sosialisasi penyusunan RZWP-3-
KProvinsi, adalah sbb:

Tabel 3.2 Materi, Jadwal Pelaksanaan, Metode, Serta Output Sosialisasi
Penyusunan RZWP-3-K

Materi Metode Output Jadwal
Pengelolaan pesisir dan pulau-pulau
kecil sesuai dengan amanat UU No.27
Tahun 2007 tentang Pengelolaan
Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
Kebijakan RZWP-3-K Provinsi
Harmonisasi Rencana Tata Ruang
Wilayah (RTRW) dengan Rencana
Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-
Pulau Kecil (RZWP-3-K)
Pengumuman
pemutaran film
berisikan
contoh kasus
Diskusi terbuka
Seminar
Adanya kesamaan cara
pandang dan pola pikir
yang sama para eksekutif
dan legislatif di tingkat
daerah dalam
perencanaan WP-3-K.
Adanya dukungan dan
partisipasi dari
pemerintah daerah agar
didapatkan suatu
komitmen baik dari
pemerintah daerah
maupun badan legislatif
setempat .
Adanya pemahaman
tentang RZWP-3-K sebagai
instrumen penataan
ruang perairan laut.
Lokasi :
- Provinsi sasaran
sosialisasi
- Kantor
Pemerintah
Daerah (Dinas
Kelautan dan
perikanan atau
Bappeda)

Pedoman Teknis Penyusunan RZWP-3-K Provinsi


KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN
III-5

Tahap 1

3.1 Pembentukan Kelompok Kerja
Sesuai dengan ketentuan yang tertuang dalam Permen KP No. 16 tahun 2008 tentang
Perencanaan Pengelolaan WP-3-K bahwa dalam penyusunan dokumen RZWP-3-K Gubernur
/Bupati/Walikota sesuai kewenangannya membentuk kelompok kerja.
Sebelum dibentuk Pokja, sebaiknya dilakukan identifikasi Stakeholders users laut
menggunakan pendekatan Stakeholders analysis meliputi users, level of involvement (pada
tahap apa mereka terlibat).

Tabel 3.3 Identifikasi Stakeholders

Susunan keanggotaan kelompok kerja terdiri atas :
a. Kepala Bappeda sebagai Ketua;
b. Kepala Dinas yang membidangi kelautan dan perikanan sebagai Sekretaris; dan
c. Anggota terdiri dari satuan kerja perangkat daerah (SKPD)/instansi terkait sesuai
dengan kewenangan dominan dan karakteristik daerah yang bersangkutan termasuk
Perguruan Tinggi setempat, Tokoh Masyarakat Adat, Perwakilan Kelompok/Lembaga
Masyarakat Pengguna Ruang Laut seperti kelompok pengguna alur, kelompok budidaya
KJA/rumput laut, kelompok nelayan tangkap, dll, Peneliti yang pernah meneliti di lokasi,
organisasi pemanfaatan SD KP di wilayah pesisir/laut, LSM.

Proses penetapan Pokja, adalah sebagai berikut :
a. Pemberitahuan adanya kegiatan penyusunan RZWP-3-K Provinsi di wilayah studi melalui
sosialisasi, termasuk inisiasi pembentukan Pokja. Media pemberitahuan kegiatan
penyusunan RZWP-3-K dapat disesuaikan dengan matriks kebutuhan dan strategi
komunikasi.
b. Gubernur membentuk Kelompok Kerja Penyusunan Dokumen Rencana Zonasi Wilayah
Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, dengan cara mengundang seluruh SKPD daerah terkait
1. Daftar
Stakeholders; SKPD,
kelompok users
dan masy pesisir
2. Otoritas dan
tingkat kepentingan
Stakeholders
3. Tingkat
kepentingan dan
lokasinya
4. Tingkat
kepentingan
Stakeholders dalam
proses
perencanaan?
5. Saran
Keterlibatan dalam
proses penyusunan
RZWP-3-K
6. Pengaruh
Stakeholders dalam
Implementasi
RZWP-3-K ?
Kelompok nelayan
bagan tancap
Tidak ada otoritas,
pengguna aktif di
laut, sangat
tergantung dgn
kualitas air.
Sangat tinggi
karena butuh
kualitas air yang
baik di lokasinya,
pendukung sumber
ekonomi nelayan
Sangat
berpengaruh and
memiliki kelompok
nelayan yang
terorganisir baik.
Dekat dengan DKP
setempat krn
mendapatkan
bantuan modal/alat
tangkap,dll
Anggota Pokja/
FGD/ Konsultasi
Publik/ Responden
/ Gatekeeper/ Key
Informan Person/
dll
Kepatuhan dan
kerjasama
Stakeholders ini
sangat penting

Pedoman Teknis Penyusunan RZWP-3-K Provinsi


KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN
III-6
c. Pengajuan daftar anggota kelompok kerja kepada Gubernur
d. Penetapan kelompok kerja oleh Gubernur melalui Surat Keputusan Kepala Daerah
(Gubernur).

Salah satu tugas Kelompok Kerja adalah menyiapkan Kerangka Acuan Kerja (KAK) atau Term of
Reference (TOR). KAK/TOR dapat dilakukan melalui serangkaian rapat dan konsultasi dengan
para ahli serta disupervisi oleh Pemerintah Pusat. Adapun muatan-muatan yang harus ada
dalam penyusunan TOR, antara lain :
1) Latar Belakang
Latar belakang berisi potensi dan permasalahan wilayah studi serta arti pentingnya
penyusunan RZWP-3-K untuk mengatasi permasalahan tersebut.
2) Maksud dan Tujuan
Maksud berisi arti pentingnya penyusunan RZWP-3-K di lokasi studi, sedangkan tujuan
berisi tujuan yang ingin dicapai dalam penyusunan RZWP-3-K di lokasi studi.
3) Sasaran
Sasaran berisi target yang akan dicapai dalam penyusunan RZWP-3-K.
4) Wilayah Perencanaan
Wilayah Perencanaan merupakan lokasi wilayah studi, dalam hal ini adalah
Provinsi.Wilayah Perencanaan kegiatan harus didefinisikan dengan jelas mengacu pada
batas wilayah administrasi pemerintah yang telah ditetapkan dalam Undang-undang
pembentukan pemerintah daerah, termasuk batas wilayah dengan Provinsi lain.
5) Sumber Pendanaan
Sumber pendanaan berisi sumber anggaran untuk pembiayaan penyusunan RZWP-3-K.
6) Data Dasar
Data dasar berisi kebutuhan jenis-jenis data dasar dan kedalaman informasi yang
dibutuhkan.
7) Lingkup Pekerjaan
Lingkup Pekerjaan berisi tahapan pelaksanaan kegiatan.
8) Keluaran
Keluaran secara keseluruhan antara lain :
a. Laporan Awal
Laporan pendahuluan memuat deskripsi umum mengenai metodologi, rencana
kerja rinci, materi-materi sajian, rencana mobilisasi personil dan peralatan.
b. Draft Laporan Akhir/Final (Dokumen Antara)
Draft laporan akhir berisikan tentang (i) Peta dan deliniasi wilayah perencanaan;
dan (ii) Analisadata hasil survei.
c. Laporan Akhir/Final
Laporan akhir berisi dokumen final RZWP-3-K.Laporan akhir memuat gambaran
hasil akhir dari kegiatan yang telah disempurnakan melalui diskusi dengan pihak-
pihak yang berkepentingan.
d. Album peta
Album Peta merupakan kumpulan peta-peta tematik dan peta zonasi.
e. Ringkasan Eksekutif (Executive summary)
Ringkasan eksekutif merupakan rangkuman dokumen final RZWP-3-K.
f. Rancangan Peraturan Daerah

Pedoman Teknis Penyusunan RZWP-3-K Provinsi


KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN
III-7
Rancangan Peraturan Daerah merupakan draft Peraturan Daerah mengenai
RZWP-3-K yang akan diajukan untuk pengesahan.
g. Softcopy peta/CD laporan
Softcopy dokumen awal, dokumen antara (draft dokumen final), peta-peta yang
sifatnya raw data (data mentah), data pengolahan/perbaikan dalam bentuk
vector, disajikan kedalam bentuk shp (.*shp).
9) Jangka Waktu Kegiatan
Jangka waktu kegiatan merupakan lamanya waktu pelaksanaan pekerjaan penyusunan
RZWP-3-K.
10) Personil/Tenaga Ahli
Personil berisi data dan kualifikasi tenaga ahli/pelaksana dan tenaga pendukung
pekerjaan penyusunan RZWP-3-K. Tenaga ahli dan tenaga pendukung penyusunan
RZWP-3-K disesuaikan dengan kebutuhan, antara lain terdiri atas :

Tabel 3.4 Tenaga Ahli dan Tenaga Pendukung Penyusunan RZWP-3-K
No Klasifikasi Tenaga Ahli Kualifikasi
Tenaga Ahli
1 Team leader / Ahli Perencanaan
Wilayah
S2 Perencanaan Wilayah
S1 Perencanaan Wilayah
2 Ahli Kelautan dan Perikanan S2 Perikanan / Kelautan
S1 Perikanan / Kelautan
3 Ahli Ekonomi Wilayah S2 Ekonomi Pembangunan
S1 Ekonomi Pembangunan
4 Ahli Antropologi S2 Antropologi (Masyarakat Pesisir)
S1 Antropologi
5 Ahli Kebijakan Publik Kebijakan Publik (Desentralisasi, Kelembagaan)
6 Ahli Sosial Perikanan Sosial Perikanan
7 Ahli Oseanografi Oseanografi
8 Ahli Penginderaan Jauh Penginderaan Jauh
9 Ahli Geografi (Sistem Informasi
Geografi)
Geografi
10 Ahli Strategi Komunikasi &
Masyarakat (fasilitator)
Komunikasi Pembangunan
11 Ahli Planologi (landuse/marine
spatial planning)
Planologi (Pesisir dan Laut)
12 Ahli Biologi Biologi Perairan
Tenaga Pendukung
1 Tenaga selam Sertifikat A3 - B1
2 Tenaga Survei Kualitas Perairan D3 Perikanan / Kelautan, 2 th /S1, 1 th
3 Tenaga Survei Ekosistem D3 Perikanan / Kelautan, 2 th /S1, 1 th
4 Asisten TA/ Fasilitator Lapangan
(Tenaga local)
S1 Perencana Wilayah/Perikanan/Kalautan
5 Operator GIS dan RS S1 Geografi/Geodesi
6 Operator Komputer D1





Pedoman Teknis Penyusunan RZWP-3-K Provinsi


KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN
III-8
11) Jadwal Tahapan Pelaksanaan Pekerjaan
Jadwal tahapan pelaksanaan pekerjaan merupakan agenda dan waktu pelaksanan pada
setiap tahapan pekerjaan yang dirinci kedalam hitungan bulan. Tahapan pelaksanaan
pekerjaan harus memperhatikan tahapan-tahapan yang ada disetiap proses. Sejak
dimasukkannya pelibatan masyarakat dalam proses ini dan harus dipahami bahwa
proses perencanaan ini merupakan proses yang interaktif.

Guna kelancaran pelaksanaan penyusunan dokumen perencanaan pengelolaan wilayah
pesisir dan pulau-pulau kecil, kelompok kerja dapat membentuk tim teknis. Pihak Ketiga sesuai
dengan keahlian dan kemampuan teknis yang dimiliki adalah pihak yang diberikan
tanggungjawab oleh tim teknis dalam proses pengambilan data, pengolahan data, analisa data
serta memfasilitasi proses-proses konsultasi publik, jika dibutuhkan oleh tim teknis.

Tugas dan Tanggung Jawab Pihak Ketiga :
1. Melaksanakan tugas sebagaimana yang telah dijabarkan dalam kerangka acuan
kerja;
2. Menyusun laporan pada tiap tahapan kerja dan mendokumentasikan hasil-hasil
kegiatan yang dilaksanakan;
3. Berkoordinasi dengan SKPD dan melaporkan hasil-hasil kegiatan kepada pemberi
kerja.

Timsupervisi/konsultasi dalam penyusunan RZWP-3-K Provinsi, dilaksanakan oleh
Kementerian Kelautan dan Perikanan cq. Ditjen KP3K (Dit. TRLP3K dan UPT Ditjen KP3K) yang
bertugas dan bertanggung jawab :
1. Memberikan masukan kebijakan dan perbaikan terhadap dokumen rencana zonasi;
2. Memonitor proses penyusunan rencana zonasi;
3. Memberikan pertimbangan integrasi arahan pola ruang dan struktur ruang dalam
rencana zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil terhadap kebijakan RTRW
Provinsi.
4. Memberikan pertimbangan atas Rancangan PERDA Rencana Zonasi setelah melalui
pembahasan di daerah.


Hubungan antar berbagai komponen kelompok kerja penyusunan rencana zonasi Provinsi
dapat dilihat pada Gambar 3.2 berikut.












Pedoman Teknis Penyusunan RZWP-3-K Provinsi


KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN
III-9



















Gambar 3.4Struktur Organisasi Pokja dan Mekanisme Penyusunan Rencana Zonasi WP-3-K
Provinsi

Penjelasan Mekanisme Penyusunan Dokumen Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau
Kecil (RZWP-3-K) Provinsi :
1. Gubernur membentuk Kelompok Kerja Penyusunan Dokumen Rencana Zonasi Wilayah
Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
2. Setelah terbentuknya Kelompok Kerja, maka dilakukan proses penyusunan dokumen
RZWP-3-K Provinsi sesuai dengan tahapan/langkah-langkah penyusunan Zonasi WP-3-
KProvinsi. Guna kelancaran pelaksanaan penyusunan RZWP-3-K Provinsi, Pokja dapat
dibantu Tim Teknis yang ditetapkan oleh Ketua Pokja. Tim teknis dapat terdiri dari
unsur Perguruan Tinggi, LSM, Tokoh Masyarakat, Tenaga Ahli, dll
3. Dokumen RZWP-3-KProvinsiyang telah menjadi Dokumen Final RZWP-3-KProvinsi, oleh
Ketua Pokja dilaporkan kepada Gubernur, guna proses lebih lanjut.
4. Gubernur menyampaikan dokumen Final RZWP-3-KProvinsikepada Bupati/Walikota,
Menteri Kelautan dan Perikanan dan Menteri Dalam Negeri, guna mendapatkan
tanggapan dan/atau saran.
5. Menteri Kelautan dan Perikanan, Menteri Dalam Negeri dan Bupati/Walikota
memberikan tanggapan dan/atau saran terhadap dokumen Final RZWP-3-K Provinsi,
dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak mulai diterimanya
dokumen Final RZWP-3-K Provinsisecara lengkap.
Menteri dalam memberikan tanggapan dan/atau saran terkait substansi dibantu oleh
Tim Substansi
6. Tanggapan dan/atau saran perbaikan oleh Menteri Kelautan dan Perikanan, Menteri
Dalam Negeri atau Bupati/Walikota, dipergunakan sebagai bahan perbaikan dokumen
Final RZWP-3-KProvinsi, dan dalam hal tanggapan dan/atau saran sebagaimana point
Dokumen Final RZWP-3-
K Provinsi setelah
mendapatkan
tanggapan dan/atau
saran Bupati/Walikota,
Menteri KP, Mendagri
5
6
Rancangan Peraturan
Daerah tentang
RZWP-3-K
Provinsi
7
DPRD

8
Tim Substansi

4
Dokumen Final
RZWP-3-K-

1
Tanggapan/saran
terhadap
Dokumen Final
RZWP-3-K-

KETUA
Kepala Bappeda Provinsi
SEKRETARIS
Kepala Dinas yang Membidangi
Kelautan dan Perikanan
ANGGOTA
Satker SKPD PT, Tokoh
Masy,Kelp/Lembaga
Masy,peneliti,LSM
PEMBENTUKAN KELOMPOK KERJA
2
3
Gubernur
- KP3K
- P.Tangkap
- P.Budidaya
- P2HP
- Balitbang KP
- Biro Hukum
KKP
- Tim BKPRN
Tim Teknis

Bupati/Walikota, Menteri
KP, Menteri Dalam Negeri

Pedoman Teknis Penyusunan RZWP-3-K Provinsi


KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN
III-10
diatas tidak terpenuhi, maka dokumen final RZWP-3-K dapat dilanjutkan proses
penetapannya.
7. Dokumen Final RZWP-3-K Provinsiyang telah dimintakan tanggapan dan/atau saran
kepada Menteri Kelautan dan Perikanan, Menteri Dalam Negeri, dan Bupati/Walikota
oleh Gubernur disampaikan kepada DPRD Provinsidalam bentuk Rancangan Peraturan
Daerah.
8. Rancangan peraturan Daerah tentang Rencana Zonasi Wilayah pesisir dan Pulau-Pulau
Kecil Provinsi, disampaikan kepada DPRD.
9. Hasil pembahasan bersama Rancangan Peraturan Daerah RZWP-3-K Provinsi,
ditetapkan dalam Peraturan Daerah Provinsi





























Pedoman Teknis Penyusunan RZWP-3-K Provinsi


KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN
III-11
Tahap 2

3.2 Pengumpulan Data
Pengumpulan data dimaksudkan untuk memperoleh gambaran awal tentang isu, permasalahan,
potensi, pemanfaatan ruang, dan pemanfaatan sumberdaya laut, pesisir dan pulau-pulau kecil
di lokasi perencanaan yang digunakan sebagai data awal dalam membuat peta dasar, peta
tematik dan peta rencana kerja. Pengumpulan data dan informasi dari sumber kedua yaitu
lembaga atau institusi yang telah melakukan proses pengumpulan data lapangan dan
mendokumentasikannya dalam bentuk laporan, buku, diagram, peta, foto, dan media
penyimpanan lainnya disebut sebagai Pendekatan Survei Data Sekunder.

Data dasar dan tematik untuk pemetaan rencana zonasi WP-3-K provinsi, kabupaten,dan kota
memiliki skala, ketelitian dan kedetilan informasi yang berbeda, yaitu:
- Provinsi : skala 1:250.000
- Kabupaten : skala 1:50.000
- Kota : skala 1:25.000

Deliniasi batas kawasan, zona dan sub-zona ditampilkan pada Peta yang menggunakan grid
dengan sistem koordinat lintang (longitute) dan bujur (latitute) pada lembar peta yang
diterbitkan oleh lembaga yang berwenang.

Ketersediaan data harus memenuhi persyaratan secara kualitas maupun kuantitas, yaitu :
a) Kualitas
1. skala;
2. akurasi geometri
3. kedetailan data;
4. kedalaman data;
5. kemutakhiran data;
6. kelengkapan atribut.
b) Kuantitas
secara kuantitas yakni apabila memenuhi ketentuan kelengkapan jenis data.

Apabila ketersediaan data belum memenuhi persyaratan kualitas dan kuantitas diatas maka
perlu dilakukan survei lapangan.

3.2.1 Jenis Data
Jenis data dasar yang digunakan untuk memulai proses penyusunan rencana zonasi
Provinsidapat dilihat pada Tabel 3.5dibawah ini.






Pedoman Teknis Penyusunan RZWP-3-K Provinsi


KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN
III-12
Tabel 3.5Jenis Peta Dasar dan Citra Satelit
NO
KATEGORI
DATA
RENCANA ZONASI PROVINSI
JENIS DATA KEDETILAN INFORMASI
SUMBER DATA
PRIMER SEKUNDER
1 Peta Dasar

Peta Rupabumi Skala 1 :
250.000
Batas Administrasi sampai Kecamatan, Gedung dan
Bangunan, Jaringan Jalan, Pemanfaatan Lahan
Existing.
BIG
Lingkungan Pantai Indonesia
Skala 1 : 250.000
Garis Pantai, Batu Karang, Terumbu, Beting Karang,
Tempat Berlabuh, Menara Suar, Dilarang Berlabuh,
Garis Cakupan 12 mil laut, Kabel Dalam Air, Pipa
Dalam Air

BIG
Peta Wilayah
Perencanaan
Peta Batas Wilayah
Perencanaan WP-3-K Provinsi

Batas Wilayah Perencanaan WP-3-K Provinsi Analisis GIS BIG, Kemendagri (darat)
2 Citra Satelit Citra Satelit Citra satelit resolusi minimum 30 x 30 meter

Lapan, Instansi Terkait


Data dan informasi yang dibutuhkan dalam penyusunan peta rencana zonasi Provinsi dibagi menjadi :
1. Data Spasial Dasar
2. Data Spasial dan Non Spasial Tematik


Pedoman Teknis Penyusunan RZWP-3-K Provinsi


KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN
III-13

A. Data Spasial Dasar
Tabel 3.6Kebutuhan Data Dasar (Baseline Dataset)
1) Terestrial
NO
KATEGORI
DATA
RENCANA ZONASI PROVINSI
JENIS DATA/PETA KEDETILAN INFORMASI
SUMBER DATA
PRIMER SEKUNDER
1 Terestrial Tanah

Data spasial satuan tanah
Klasifikasi Peta Satuan Tanah Tinjau Skala 1 : 250.000

- Interpretasi citra
penginderaan jauh
- Survei lapangan

(Diutamakan
menggunakan data
sekunder dari instansi
terkait)
- BPN
- Instansi terkait
Topografi

Data spasial gambaran bentuk
permukaan bumi terkait dengan
kemiringan relatif (relief
permukaan)

Klasifikasi Peta Topografi WilayahSkala 1 : 250.000
(Lampiran 31)


- Interpretasi citra
- Pemodelan DEM
- Survei terestrial
- BIG

Kemiringan Lereng

Data spasial kemiringan lahan
(%)
Peta Kemiringan Lereng Skala 1 : 250.000
(Lampiran 31)

- Interpretasi citra
- Pemodelan DEM
- Survei terestrial
- BIG
- Instansi terkait


2) Bathimetri
NO KATEGORI RENCANA ZONASI PROVINSI

Pedoman Teknis Penyusunan RZWP-3-K Provinsi


KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN
III-14
DATA
JENIS DATA/PETA KEDETILAN INFORMASI
SUMBER DATA
PRIMER SEKUNDER
1 Bathimetri Bathimetri

Data spasial kedalaman
perairan laut (meter)

Peta Kontur Kedalaman Laut Skala 1 : 250.000
dengan selang kontur setiap 100 m


- Survei Lapangan
- Pemodelan GIS
- Dishidros TNI AL
- BIG
- Instansi terkait



B. Data Spasial dan Non Spasial Tematik
Tabel 3.7Kebutuhan Data Spasial dan Non Spasial Tematik
1) Geologi dan Geomorfologi
NO
KATEGORI
DATA
RENCANA ZONASI PROVINSI
JENIS DATA/PETA KEDETILAN INFORMASI
SUMBER DATA
PRIMER SEKUNDER
1 Geologi dan
Geomorfologi
Geologi

Data spasial jenis batuan dasar

Peta Formasi Batuan Skala 1 : 250.000 - Analisis Citra
penginderaan jauh
(Diutamakan
menggunakan data
sekunder)

- P3GL
- Dit. Vulkanologi
Kementerian ESDM
Geologi Dasar Laut

Data spasial jenis batuan dasar
laut
Peta Formasi Geologi Dasar Laut Skala 1 : 250.000 - Analisis Citra
penginderaan jauh
(Diutamakan
menggunakan data
sekunder)
- P3GL
- Dit. Vulkanologi
Kementerian ESDM
- Puslitbang Tekla, KKP

Geomorfologi

Peta Bentuk Lahan Skala 1 : 250.000 (Lampiran 32)

- Analisis Citra
penginderaan jauh
- BIG (land system -
RePProT)
- Perguruan Tinggi

Pedoman Teknis Penyusunan RZWP-3-K Provinsi


KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN
III-15
NO
KATEGORI
DATA
RENCANA ZONASI PROVINSI
JENIS DATA/PETA KEDETILAN INFORMASI
SUMBER DATA
PRIMER SEKUNDER
Data spasial bentuk permukaan
bumi akibat proses
geomorfologi atau
pembentukan permukaan
wilayah pesisir, misalnya akibat
proses marine, fluvial dan
gabungan fluvio-marine

- Survei Lapangan

Morfologi Pantai
Data spasialtipe pantai dan
material dasar.
Peta Morfologi Pantai Skala 1 : 250.000 - Analisis Citra
penginderaan jauh
- Survei Lapangan


2) Oseanografi
NO
KATEGORI
DATA
RENCANA ZONASI PROVINSI
JENIS DATA/PETA KEDETILAN INFORMASI
SUMBER DATA
PRIMER SEKUNDER
1 Oseanografi Oseanografi Fisik:
a. Arus



b. Gelombang



c. Pasut


- Peta pola arah dan kecepatan arus skala 1 : 250.000



- Peta pola arah penjalaran dan besar gelombang



- Peta sebaran tinggi muka air (maksimum, minimum,
rerata) dan tipe pasang surut

- Survei Lapangan
- Pemodelan Matematik
Arus

- Survei Lapangan
- Analisis citra satelit
- Pemodelan Matematik

- Survei Lapangan
- Pemodelan Matematik

Dishidros, KKP, LIPI,
Perguruan Tinggi.


Dishidros, KKP, LIPI,
Perguruan Tinggi


Dishidros, KKP, LIPI,
Perguruan Tinggi

Pedoman Teknis Penyusunan RZWP-3-K Provinsi


KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN
III-16
NO
KATEGORI
DATA
RENCANA ZONASI PROVINSI
JENIS DATA/PETA KEDETILAN INFORMASI
SUMBER DATA
PRIMER SEKUNDER

d. Suhu Permukaan




e. Kecerahan



f. Total Suspended Solid (TSS)



g. Total Dissolved Solid (TDS)



- Peta suhu permukaan laut skala 1:250.000




- Peta kecerahan permukaan laut skala 1:250.000



- Peta TSS (zat padat, partikel, dan komponen hidup
yang tersuspensi dalam air) skala 1:250.000


- Peta sebaran TDS skala 1:250.000


- Survei Lapangan
- Analisis citra satelit
thermal
- Pemodelan GIS

- Survei Lapangan
- Pemodelan GIS


- Survei Lapangan
- Pemodelan GIS


- Survei Lapangan
- Pemodelan GIS


Dishidros, KKP, LIPI,
Perguruan Tinggi



Instansi terkait,
Perguruan Tinggi


Instansi terkait,
Perguruan Tinggi


Instansi terkait
Oseanografi Kimia

pH, salinitas, oksigen terlarut
(DO), COD, BOD, Ammonia
(NH3-N)+, Nitrat (NO3-N), Nitrit
(NO2), Fosfat (PO4-P)+, Silika
(Si), Logam berat



Peta Selang Kelas Kimia Perairan skala 1:250.000
dengan CI (Contur Interval) 1/2000 x 250.000 = 125



- Survei Lapangan
- Analisis Laboratorium
- Pemodelan GIS
- Analisis dan pemodelan
citra satelit (salinitas)


Instansi terkait,
Perguruan Tinggi
Oseanografi Biologi








Pedoman Teknis Penyusunan RZWP-3-K Provinsi


KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN
III-17
NO
KATEGORI
DATA
RENCANA ZONASI PROVINSI
JENIS DATA/PETA KEDETILAN INFORMASI
SUMBER DATA
PRIMER SEKUNDER
Klorofil dan Plankton/ benthos,



Peta Selang Kelas Biologi Perairan skala 1:250.000

- Survei Lapangan
- Analisis Laboratorium
- Pemodelan GIS
- Analisis dan pemodelan
citra satelit (klorofil)
Instansi terkait,
Perguruan Tinggi

3) Penggunaan Lahan, Status Lahan dan Rencana Tata Ruang Wilayah
NO
KATEGORI
DATA
RENCANA ZONASI PROVINSI
JENIS DATA/PETA KEDETILAN INFORMASI
SUMBER DATA
PRIMER SEKUNDER
1 Penggunaan
Lahan, Status
Lahan dan
Rencana Tata
Ruang
WIlayah

Penggunaan Lahan

Informasi kelas-kelas
penggunaan lahan dan luas tiap
kelas penggunaan lahan (km
2

atau Ha)Skala 1 : 250.000


Peta Penggunaan Lahan Skala 1 : 250.000
(Lampiran 32)
- Interpretasi citra satelit
- Survei Lapangan
- Analisis GIS


Instansi terkait


Perubahan Penggunaan Lahan

Informasi kecenderungan
perubahan penggunaan
lahan(km
2
atau Ha)Skala 1 :
250.000

Peta Perubahan Penggunaan Lahan Skala 1 : 250.000

- Interpretasi citra satelit
(Citra time series (5 10
tahun terakhir)
- Analisis GIS
- Survei Lapangan


Status Lahan
Informasi status kepemilikan
lahan dan luas setiap satuan
Peta Status Kepemilikan lahan Skala 1 : 250.000 - Wawancara secara
langsung di lapangan
(Diutamakan
- Peta RTRW Provinsi
- Peta Status Kepemilikan
Lahan BPN


Pedoman Teknis Penyusunan RZWP-3-K Provinsi


KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN
III-18
NO
KATEGORI
DATA
RENCANA ZONASI PROVINSI
JENIS DATA/PETA KEDETILAN INFORMASI
SUMBER DATA
PRIMER SEKUNDER
kepemilikan lahan

menggunakan data
sekunder)
Rencana Tata Ruang Wilayah
(Peta Pusat-pusat
Pertumbuhandan
Pengembangan Wilayah
Provinsi)
Peta Pusat-pusat Pertumbuhan Skala1 : 250.000
- Pusat Kegiatan (Nasional, Wilayah, Lokal, lainnya)
- Pusat kegiatan strategis nasional
- Pusat pelayanan kawasan
- Pusat pelayanan lingkungan
- Pusat pelayanan lainnya
- Peta RTRW Provinsi


4) Pemanfaatan Wilayah Laut
NO
KATEGORI
DATA
RENCANA ZONASI PROVINSI
JENIS DATA/PETA KEDETILAN INFORMASI
SUMBER DATA
PRIMER SEKUNDER
1 Pemanfaa-
tan Wilayah
Laut
Pemanfaatan Wilayah
Perairan/Laut

Data spasial
pemanfaatanperairan: Area
pertambangan, Bangunan
perikanan permanen (Keramba
jaring apung), area penangkapan
ikan modern dan tradisional,
tambak ikan dan udang, budidaya
laut; rumput laut, mutiara, area
konservasi


Peta pemanfaatan Perairan Eksisting Skala 1 :
250.000

- Survei Lapangan (ground
check dan tracking GPS)



Pedoman Teknis Penyusunan RZWP-3-K Provinsi


KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN
III-19
NO
KATEGORI
DATA
RENCANA ZONASI PROVINSI
JENIS DATA/PETA KEDETILAN INFORMASI
SUMBER DATA
PRIMER SEKUNDER
Kawasan Konservasi (Provinsi) Kawasan Konservasi

Analisis GIS
(Untuk identifikasi
pencadangan kawasan
konservasi)

Diutamakan menggunakan
peta kawasan konservasi
yang sudah ditetapkan
status hukumnya
KKP

Alur Laut


Peta Alur Laut Skala 1 : 250.000

Kemenhub, Kementerian
ESDM, KKP, LIPI, Instansi
terkait
Kawasan Strategis Nasional
Tertentu

Instalasi Militer, Perbatasan dan
PPK Terluar, Situs Warisan Dunia,
Kawasan Biota Endemik
Peta Lokasi KSNT (Provinsi)


KKP, TNI, Kemenhub,
Kemenparekraf

5) Sumberdaya Air
NO
KATEGORI
DATA
RENCANA ZONASI PROVINSI
JENIS DATA/PETA KEDETILAN INFORMASI
SUMBER DATA
PRIMER SEKUNDER
1 Sumberdaya
Air
Sumberdaya Air Permukaan dan
Air Tanah di Wilayah
Perencanaan
Peta Sebaran Sumberdaya Air Permukaan dan Air
Tanah Skala 1:250.000
Analisis citra penginderaan
jauh, Survei Lapangan,
Analisis debit berbasis DAS
- PU, Instansi Terkait

Pedoman Teknis Penyusunan RZWP-3-K Provinsi


KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN
III-20
NO
KATEGORI
DATA
RENCANA ZONASI PROVINSI
JENIS DATA/PETA KEDETILAN INFORMASI
SUMBER DATA
PRIMER SEKUNDER

- Keberadaan dan fisik
pengaliran air tawar dan
kapasitas sumber air tawar
untuk memenuhi kebutuhan
penduduk.


(Diutamakan
menggunakan data
sekunder dari instansi
terkait)

6) Ekosistem Pesisir dan Sumberdaya Ikan
NO
KATEGORI
DATA
RENCANA ZONASI PROVINSI
JENIS DATA/PETA KEDETILAN INFORMASI
SUMBER DATA
PRIMER SEKUNDER
1 Ekosistem
Pesisir dan
Sumberdaya
Ikan (Jenis
dan
Kelimpahan
Ikan)
Mangrove

Informasi mengenai sebaran dan
luas tutupan mangrove.
Peta Sebaran Mangrove Skala 1 : 250.000
(Lampiran 34)
- Interpretasi citra
- Transformasi matematis

Baplan-Kemenhut, BIG,
LIPI, KKP
Terumbu Karang, Lamun dan
Substrat Dasar


Peta Sebaran Terumbu Karang, lamun dan substrat
dasar perairan Skala 1 : 250.000
- Interpretasi citra dengan
klasifikasi tak terbimbing
- Transformasi matematis
Lyzenga
- Survei lapangan

BIG, LIPI, KKP
Jenis dan Kelimpahan Ikan Data spasial sebaran jenis dan Kelimpahan Ikan Skala - Survei Lapangan dengan Instansi terkait

Pedoman Teknis Penyusunan RZWP-3-K Provinsi


KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN
III-21
NO
KATEGORI
DATA
RENCANA ZONASI PROVINSI
JENIS DATA/PETA KEDETILAN INFORMASI
SUMBER DATA
PRIMER SEKUNDER

Data mengenai jenis dan
kelimpahan ikan pelagis dan
demersal
1 : 250.000 untuk musim barat dan musim timur metode stock assessment
a.l transek, swept area,
akustik dll

- Analisis Surplus Produksi

Daerah Penangkapan Ikan
(Fishing Ground)
Peta Sebaran Daerah Potensial Penangkapan Ikan
Pelagis dan Demersal Skala 1 : 250.000untuk musim
barat dan musim timur

- Ikan Pelagis:
Analisis citra satelit
multitemporal (series 10
tahun) dengan
pendekatan suhu
permukaan, klorofil
dilengkapi dengan hasil
analisis arus (identifikasi
upwelling)

- Ikan Demersal:
Analisis citra satelit
dengan pendekatan
ekosistem pesisir dan laut
(terumbu karang,
mangrove, lamun)

- Untuk ikan pelagis,
apabila data time series
10 tahun tidak tersedia
KKP, BPPT, LIPI

Pedoman Teknis Penyusunan RZWP-3-K Provinsi


KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN
III-22
NO
KATEGORI
DATA
RENCANA ZONASI PROVINSI
JENIS DATA/PETA KEDETILAN INFORMASI
SUMBER DATA
PRIMER SEKUNDER
maka dilakukan survei
lapangan (stock
assessment) a.l transek,
swept area, akustik dll.

7) Infrastruktur
NO
KATEGORI
DATA
RENCANA ZONASI PROVINSI
JENIS DATA/PETA KEDETILAN INFORMASI
SUMBER DATA
PRIMER SEKUNDER
1 Infrastruk-
tur
Lokasi Sarana dan Prasarana
Kelautan dan Perikanan

Infrastruktur Umum: Bandara,
terminal, pasar umum, pelabuhan
umum, kawasan industri, kantor
pemerintah, sekolah, rumah
sakit/puskesmas, bangunan
wisata/sejarah

Infrastruktur Khusus: Pasar ikan,
KUD, BBI, Pelabuhan perikanan,
TPI, Gudang penyimpanan,
bangunan perlindungan pesisir
(jeti, penahan gelombang)


Peta Sebaran Sarana dan Prasarana Pendukung
Kelautan dan PerikananSkala 1 : 250.000
Survei Lapangan Peta RTRW Provinsi,
Peta Infrastruktur PU

Pedoman Teknis Penyusunan RZWP-3-K Provinsi


KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN
III-23
NO
KATEGORI
DATA
RENCANA ZONASI PROVINSI
JENIS DATA/PETA KEDETILAN INFORMASI
SUMBER DATA
PRIMER SEKUNDER
Data Eksisting dan Rencana
Jaringan Sistem Prasarana
(Transportasi, sumberdaya air,
energi, telekomunikasi,
persampahan, sanitasi, drainase)

Peta Rencana Jaringan Sistem PrasaranaSkala 1 :
250.000
Analisis jaringan Peta RTRW Provinsi,
Peta Infrastruktur PU,
Kemen Perhubungan

8) Demografi dan Sosial
NO
KATEGORI
DATA
RENCANA ZONASI PROVINSI
JENIS DATA/PETA KEDETILAN INFORMASI
SUMBER DATA
PRIMER SEKUNDER
1 Demografi
dan Sosial
DataKependudukandan Sosial:
- Populasi:jumlah, kepadatan
dan distribusi umur (time series
10 tahun)
- Trend pertumbuhan populasi :
tingkat kelahiran dan kematian
(time series 10 tahun)
- Pendidikan umum
- Mata Pencaharian
- Agama
- Budaya
- Tingkat akses dan keterlayanan
fasilitas publik: listrik, air
bersih, sanitasi, kesehatan,
pendidikan
- Lembaga Masyarakat, LSM

Peta Kependudukan dan Sosial Per
kabupaten/kecamatan pesisir Skala 1 : 250.000
RTRW Provinsi, Data BPS
(time series)

Pedoman Teknis Penyusunan RZWP-3-K Provinsi


KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN
III-24


9) Ekonomi Wilayah
NO
KATEGORI
DATA
RENCANA ZONASI PROVINSI
JENIS DATA/PETA KEDETILAN INFORMASI
SUMBER DATA
PRIMER SEKUNDER
1 Ekonomi
WIlayah
Tingkat perekonomian wilayah:

- Pendapatan perkapita provinsi
- Pertumbuhan Pendapatan
perkapita provinsi
- Angkatan kerja dan tingkat
pengangguran per kabupaten
- Tenaga kerja di bidang
perikanan, pertanian,
kehutanan, dll
- Populasi dan kepadatan
nelayan
- Pendapatan di sektor
perikanan
- Produksi perikanan dan sektor -
sektor lain
- Potensi pengembangan
sumberdaya perikanan dan
kelautan
- Jumlah wisatawan
- Pendapatan rata-rata dan
pengeluaran per sektor
- Komoditas
Data spasial perekonomian wilayah per kabupaten/
kecamatan pesisir skala 1:250.000
- Wawancara/ FGD
- Survei menggunakan
kuisioner
RTRW Provinsi,
Kabupaten/ Kota dalam
angka, Data statistik BPS,
Disnaker, Dinas
pariwisata, Dinas
Perikanan (time series)

Pedoman Teknis Penyusunan RZWP-3-K Provinsi


KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN
III-25
NO
KATEGORI
DATA
RENCANA ZONASI PROVINSI
JENIS DATA/PETA KEDETILAN INFORMASI
SUMBER DATA
PRIMER SEKUNDER
- Bahan Baku
- Akses : informasi pasar,
transportasi pemasaran
- Teknologi yang digunakan

10) Risiko Bencana
NO
KATEGORI
DATA
RENCANA ZONASI PROVINSI
JENIS DATA/PETA KEDETILAN INFORMASI
SUMBER DATA
PRIMER SEKUNDER
1 Risiko
Bencana
dan
Pencemaran
Peta sebaran daerah rawan dan
risiko bencana

Informasi sebaran daerah rawan
dan risiko bencana :
- Kerawanan dan risiko bencana
gunung api, gempa bumi,
gelombang pasang, banjir,
erosi, daerah subsiden dan
longsor lahan

Peta Kerawanan dan Risiko Bencana Skala 1 : 250.000 Pemodelan GIS, Survei
Lapangan

(lebih diutamakan dari
data sekunder dari instansi
terkait)
BNPB, BMKG
Peta sebaran daerah
pencemaran

Daerah yang terpapar oleh
pencemaran/polusi oleh industri,
kimia, limbah dll,
Peta Sebaran Area Pencemaran
Skala 1 : 250.000
- Analisis Citra Satelit
- Survei Lapangan untuk
pengukuran kualitas kimia
bahan pencemar

(lebih diutamakan dari
BNPB, LIPI, KemenLH,
BLHD

Pedoman Teknis Penyusunan RZWP-3-K Provinsi


KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN
III-26
NO
KATEGORI
DATA
RENCANA ZONASI PROVINSI
JENIS DATA/PETA KEDETILAN INFORMASI
SUMBER DATA
PRIMER SEKUNDER
data sekunder dari instansi
terkait)


Pedoman Teknis Penyusunan RZWP-3-K Provinsi


KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN
III-27
3.2.2. Fungsi dan Manfaat Data
A. Data Spasial Dasar
1) Terestrial
a. Data Tanah
Penyusunan peta tanah dimaksudkan untuk mengetahui informasi satuan tanah di suatu
wilayah, baik mengenai penyebaran maupun sifat-sifatnya. Informasi tentang satuan
tergantung pada skala peta dan intensitas pengamatan di lapangan, yang disesuaikan
dengan tujuan tertentu. Pengetahuan tentang pemetaan terhadap kondisi jenis tanah
pada wilayah membantu mengetahui sifat-sifat dan kemampuan tanah pada wilayah
perencanaan yang bermanfaat untuk :
1. Eksplorasi potensi sumberdaya alam berdasarkan karakteristik jenis tanah khususnya
untuk kegiatan pertanian pertambakan dan budidaya perikanan.
2. Indentifikasi daerah rawan bencana (longsor, erosi, banjir)
3. Engineering, terutama dalam hal konstruksi.

Peta tanah dapat diperoleh melalui instansi penyedia peta tanah, akan tetapi apabila
peta tersebut tidak tersedia, maka diperlukan analisis citra penginderaan jauh, survei
lapangan dan analisis laboratorium. Pendekatan yang digunakan sebagai berikut:
1) Analisis citra penginderaan jauh dilakukan dengan cara identifikasi karakteristik
tanah pada citra dan dicocokkan dengan klasifikasi jenis tanah dari US Soil Taxonomy
(2002). Identifikasi karakteristik tanah dilakukan dengan pendekatan karakteristik
lahan seperti bentuk lahan, kemiringan lereng, jenis batuan, kelembaban tanah
permukaan, tutupan vegetasi dan penggunaan lahan.
2) Survei lapangan dilakukan untuk mengetahui karakteristik dan faktor-faktor
pembentuk tanah secara langsung. Untuk mendapatkan informasi jenis tanah,
dilakukan pengambilan sampel tanah dan analisis laboratorium.

b. Topografi
Pemetaan topografi suatu wilayah dimaksudkan untuk mengetahui kondisi relief atau
kelerengan dan ketinggian tempat di atas permukaan laut. Relief erat hubungannya
dengan faktor pengelolaan lahan dan bahaya erosi, sedangkan ketinggian tempat di atas
permukaan laut berkaitan dengan persyaratan tumbuh tanaman yang berhubungan
dengan temperatur udara dan radiasi matahari.
Peta topografi adalah peta ketinggian titik atau kawasan yang dinyatakan dalam bentuk
angka. ketinggian atau kontur ketinggian yang diukur terhadap permukaan laut rata-rata.
Gambaran kondisi topografi suatu wilayah memiliki pengaruh penting dalam penentuan
pemanfaatan suatu wilayah, hal ini disebabkan kondisi topografi suatu wilayah
mempengaruhi beberapa faktor antara lain :
1) Temperatur Udara
Ketinggian suatu tempat di atas permukaan laut mempengaruhi temperature udara
dan radiasi matahari sehingga dapat menjadi pertimbangan persyaratan tumbuh
tanaman.
2.) Gejala Geologi
- Struktur batuan

Pedoman Teknis Penyusunan RZWP-3-K Provinsi


KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN
III-28
Kenampakan pada peta topografi dapat mengidentifikasikan struktur batuan
antara lain :
a) Struktur sesar
Kenampakan pola kontur yang mengalami perubahan yang mendadak dan
mengalami pelurusan dapat memberikan kita informasi mengenai adanya
struktur sesar pada daerah yang dimaksud. Indentifikasi daerah sesar juga
dapat diidentifikasi dari wilayah yang memiliki garis kontur yang perbedaan
elevasi (kontur terlihat rapat) yang tiba-tiba dan terjadi pelurusan ke arah
tertentu. Bisa juga diinterpretasikan dari sungai yang berubah aliran secara
tiba-tiba
b) Daerah karst
Kemudian kenampakan pada pola kontur kecil membulat pada daerah
menunjukkan bahwa terdapat kenampakan coniciel hill yang ada pada daerah
karst. Kenampakan kontur rapat membentuk radial tanpa ada pengulangan
pada daerah yang luas memungkinkan itu merupakan intrusi
c) Struktur Triangular Facet.
Merupakan daerah dengan karakteristik kontur dengan bentuk segitiga yang
tumpul bagian ujung-ujungnya.
d) Struktur Lipatan
Nampak sebagai bukit dengan daerah puncak yang rapat dan memanjang
dengan slope yang relative terjal.
- Jenis lithologi
Jenis lithologi dapat diketahui dari identifikasi pola aliran sungai, dimana setiap
jenis pola pengaliran menunjukan lithologi yang khas, misalnya pola pengaliran
dendritik menunjukkan lithologi yang homogeny yang terdiri dari batuan sedimen
atau pola aliran yang multibasial yang menunjukkan lithologi batu gamping
(daerah kars)
Peta topografi dengan informasi kondisi kontur, kelerengan dapat dimanfaatkan untuk
berbagai perencanaan terutama dalam penataan suatu kawasan antara lain dapat
menjadi kriteria dasar dalam :
- Penentuan kawasan lindung/kawasan konservasi
- Penentuan kawasan rawan bencana (longsor, erosi, banjir)
- Penentuan jenis komoditas untuk pemanfaatan untuk lahan perkebunan
- Penentuan wilayah untuk kawasan terbangun
- Penentuan untuk kawasan wisata alam (hiking)
- Penentuan rencana pengembangan jalur transportasi (jalan, jalur KA)
- Perencanaan saluran irigasi

2) Bathimetri
Peta batimetri adalah peta yang memberi informasi mengenai kedalaman laut, baik
mengenai ukuran tentang elevasi berdasarkan kondisi dan topografi dasar laut. Sebuah
peta batimetri umumnya menampilkan relief lantai atau dataran dengan garis-garis
kontor (contour lines) yang disebut kontur kedalaman (depth contours atau isobath), dan
dapat memiliki informasi tambahan berupa informasi navigasi permukaan. Gambaran
kondisi bathimetri suatu wilayah memiliki pengaruh penting dalam penentuan

Pedoman Teknis Penyusunan RZWP-3-K Provinsi


KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN
III-29
pemanfaatan suatu wilayah perairan, hal ini disebabkan kondisi bathimetri suatu wilayah
mempengaruhi beberapa faktor antara lain :
1. Kondisi Morfologi laut
Berdasarkan kondisi topografi laut (bathimetri) secara garis besar dapat membantu
dalam mengidentifikasikan kondisi morfologi laut pada suatu daerah seperti Ridge
dan Rise, Trench, Basin, Island Arc, Mid Oceanic Vulcanic Island, Atol, Seamount dan
Guyot, Continental Shelf, Continental Slope, Continental Rise.
2. Kondisi aspek fisika laut antara lain :
Suhu
Dilautan, suhu bervariasi secara horizontal sesuai garis lintang, dan juga secara
vertikal sesuai dengan kedalaman. Secara alamiah sumber utama suhu dalam air
adalah matahari. Suhu akan berubah sesuai dengan perubahan intensitas
penyinaran cahaya matahari secara horizontal, suhu air laut cenderung berkurang
ke arah lintang tinggi (kutub). Sedangkan secara veertikal, suhu semakin
berkurang seiring dengan bertambahnya kedalaman.Suhu dalam lautan bervariasi
sesuai dengan kedalaman. Massa air permukaan diwilayah tropik, panas
sepanjang tahun yaitu berkisar 20-30
o
C. Sedangkan pada wilayah subtropik,
hangat dimusim panas (Kanginan 2000 : 211). Dibawah air permukaan hangat,
suhu mulai menurun dan mengalami penurunan yang cepat pada kisaran
kedalaman yaitu antara 50-300 meter atau sekitar 20-100 meter (Hutabarat,
1984). Hubungan antara kondisi bathimetri dan suhu juga mempengaruhi
penentuan kegiatan budidaya perikanan yang akan dikembangkan. Secara umum
hampir semua jenis kegiatan perikanan dipengaruhi oleh suhu air laut karena
Suhu merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam mengatur proses
kehidupan dan penyebaran organisme, dan suhu sangat dipengaruhi oleh kondisi
bathimetri wilayah.
Kecerahan
Pengukuran kedalaman juga berpengaruh pada cahaya (kecerahan). Cahaya
matahari merupakan sumber energi bagi kehidupan jasad hidup diperairan.
Cahaya matahari dibutuhkan oleh tumbuhan air untuk proses fotosintesis.
Cahaya yang jatuh dipermukaan air sebagian akan dipantulkan dan sebagian lagi
akan diserap. Cahaya yang diserap akan diubah menjadi panas. Cahaya inilah
yang nantinya akan menentukan kecerahan suatu perairan (Depdikbud 1994 :
30). Selain suhu, faktor kecerahan juga merupakan salah satu kriteria yang
digunakan dalam penentuan berbagai kegiatan di perairan baik, budidaya
perikanan, wisata bahari.
Tekanan
Hubungan kedalaman dengan tekanan memiliki hubungan erat, dimana tekanan
meningkat seiring dengan bertambahnya kedalaman. Besarnya tekanan
dipermukaan (0 meter) adalah 1 atm (atmosfir).Tekanan akan meningkat sebesar
1 atm untuk setiap penambahan kedalaman 10 meter. Selain atm (atmosfir),
satuan tekanan yanglain adalah : bar, mmHg, kg/cm
-2.
Dimana 1 atm = 1013
milibar = 760 mmHg = 1033 kg/cm
2
. Tekanan sangat berpengaruh bagi penyelam,
misalnya ketika mereka menyelam sampai ke kedalaman 10 m, tekanan juga naik
menjadi 2 atm yang selanjutnya mengakibatkan volume udara di paru-paru juga

Pedoman Teknis Penyusunan RZWP-3-K Provinsi


KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN
III-30
berkurang hingga separuhnya (50%) (Nontji 2000 : 211). Faktor tekanan dapat
digunakan dalam penentuan aktivitas wisata terutama untuk kegiatan wisata
selam.
Peta batimetri dalam aplikasinya memiliki banyak manfaat dalam bidang kelautan,
diantaranya adalah:
1. Penentuan Jalur pelayaran berdasarkan kedalaman dan morfologi laut.
2. Perencanaan bangunan pantai.
3. Pendeteksi potensi bencana tsunami
4. Pembangunan jalur jaringan pipa bawah laut
5. Sebagai kriteria penentu potensi lokasi kegiatan perikanan budidaya laut. Kriteria
umum lokasi perairan yang dapat digunakan untuk budidaya laut adalah 7-30 meter
(keramba jaring apung) dan 1-4 meter (jaring tancap). (Masterplan Program
Pengembangan Kawasan Budidaya Laut, DJPB - 2004)
6. Sebagai kriteria penentu lokasi wisata bahari.

B. Data Spasial dan Non Spasial Tematik
1) Geologi dan Geomorfologi
a. Geologi
Peta geologi peta adalah peta yang menyajikan informasi geologi dan/atau potensi
sumber daya mineral dan/atau energi untuk tujuan tertentu. Informasi terhadap kondisi
geologi terutama terhadap jenis batuan, urutan batuan, struktur batuan, serta bangun
bentang alam yang dibangun oleh batuan tersebut (watono raharjo, 1999).
Pengetahuan tentang kondisi geologi berfungsi untuk : 1) Memberikan gambaran
tentang gejala dan proses geologi yang ada/terjadi pada daerah yang dipetakan. 2)
Memberikan tafsiran kondisi dan proses geologis apa saja yang pernah terjadi di daerah
yang dipetakan sepanjang zaman geologi terhitung sejak terbentuknya batuan yang
tertua di daerah pemetaan sampai saat pemetaan berlangsung. 3) Memberikan evaluasi
potensial geologi yang bersifat positif dan negative yang ada atau mungkin ada sehingga
daerah yang dipetakan dapat dikembangkan secara bijaksana ditinjau dari sudut
pandang geologi. Peta geologi dalam aplikasinya memiliki banyak manfaat dalam
perencanaan antara lain :
- Identifikasi rawan bencana khususnya pengetahuan tentang kondisi atau adanya
perubahan struktur geologi wilayah terutama untuk memprediksi daerah gempa,
tsunami. Informasi ini dapat menjadi pertimbangan sebagai penentuan untuk
kawasan lindung atau kawasan konservasi
- Identifikasi potensi sumberdaya mineral dan energy untuk pemanfaatan
pertambangan berdasarkan karakteristik batuan. Informasi ini dapat menjadi
pertimbangan untuk kawasan pertambangan.
Pemetaan geologi dimaksudkan untuk memperoleh informasi mengenai keadaan
bentang alam, susunan, bentuk bumi, dan sebaran batuan yang ada di suatu wilayah.
Peta Geologi umumnya tersedia di instansi terkait, namun apabila tidak tersedia atau
skalanya tidak sesuai, perlu dilakukan survei dan analisis untuk mengetahui kondisi
geologi yang ada di suatu wilayah. Metodologi yang dilakukan untuk mendapatkan data
sebaran batuan adalah pengumpulan data sekunder dari instansi terkait, observasi
dengan menggunakan teknik penginderaan jauh dan survei terestrial, dan dibantu

Pedoman Teknis Penyusunan RZWP-3-K Provinsi


KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN
III-31
dengan Sistem Informasi Geografis. Teknik yang digunakan meliputi teknik interpretasi
citra Landsat TM, pengolahan citra secara digital, kerja lapangan, dan analisa
laboratorium.

b. Geomorfologi
Pemetaan geomorfologi dimaksudkan untuk memperoleh informasi bentuk lahan di
suatu wilayah. Metodologi yang digunakan adalah penginderaan jauh dan survei
terestrial, dan dibantu dengan Sistem Informasi Geografis. Peta geomorfologi pada
hakekatnya adalah suatu gambaran dari suatu bentang alam (landscape) yang merekam
proses-proses geologi yang terjadi di permukaan bumi. Pengetahuan tentang kondisi
geomorfologi yaitu :
1) Memberikan informasi mengenai geometri dan bentuk permukaan bumi seperti
tinggi, luas, kemiringan lereng, kerapatan sungai dan sebagainya.
2) Memberi informasi mengenai proses geomorfologi yang sedang berjalan seperti :
a. Jenis proses (pelapukan , sedimentasi ,erosi,longsoran ,pelarutan dan sebagainya)
b. Besaran dan proses (berapa luas , berapa dalam , berapa intensitas dan
sebagainya).
Untuk pemanfaatan di wilayah pesisir dan laut, informasi geomorfologi di wilayah
pantai sangat penting diketahui terutama pada bentuk lahan di wilayah pesisir,
umumnya hampir sebagain besar pemanfaatan di wilayah pesisir dan laut sangat
dipengaruhi oleh bentuk lahan yang dimiliki seperti penentuan untuk lokasi pelabuhan,
daerah wisata pantai, dan kegiatan budidaya laut. Selain informasi bentuk lahan
(landscape) di wilayah pesisir dan laut, informasi mengenai proses geomorfologi secara
keseluruhan juga diperlukan guna mengetahui proses alamiah seperti pelapukan,
sedimentasi, erosi, longsoran yang akan secara jangka panjang akan mempengaruhi
perubahan bentuk bumi. Hal ini penting dalam rangka antisipasi dalam pembangunan
wilayah kedepan. Peta geomorfologi dalam aplikasinya memiliki manfaat antara lain :
- Sebagai salah satu kriteria dalam penentuan kawasan pelabuhan
- Sebagai salah satu kriteria dalam penentuan kawasan budidaya laut.
- Sebagai salah satu criteria dalam penentuan kawasan wisata bahari khususnya
untuk aktivitas wisata pantai.
- Dapat memprediksi proses perubahan bentuk lahan dan penyebabnya sehingga
dapat diantisipasi penyebabnya, khususnya pada daerah-daerah yang akan di
prediksi akan menjadi rawan bencana. Informasi ini dapat menjadi pertimbangan
juga sebagai daerah kawasan lindung atau kawasan konservasi pada lokasi yang
rawan bencana.

c. Morfologi Pantai
Pemetaan morfologi pantai dimaksudkan untuk memperoleh informasi tipe pantai dan
karakteristik material dasar pada suatu bagian pantai di suatu wilayah. Secara
morfologis, pantai adalah bagian dari wilayah pesisir yang terletak pada batas pasang
surut air laut. Secara umum, dikenal beberapa bentuk dan tipe pantai di Indonesia,
yaitu: pantai berpasir, pantai berbatu, pantai cadas, pantai tebing, selain itu juga
ditemukan bentukan pantai seperti pantai rawa atau estuaria, delta, lidah pasir (split),
dune, laguna, dan tombolo.

Pedoman Teknis Penyusunan RZWP-3-K Provinsi


KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN
III-32
- Pantai berpasir memiliki ciri kemiringan yang landai dan tersusun dari material lepas
seperti pasir, kerikil (gravel), batu gaplok (cobblestones) dan sejenisnya. Jenis pantai
ini, apalagi yang berpasir putih, umumnya telah menjadi kawasan pariwisata. Contoh
jenis pantai berpasir adalah pantai Kuta di Bali.
- Pantai berbatu adalah pantai dengan batu-batu granit dari berbagai ukuran yang
menyebar disepanjang pantai. Pantai jenis ini disukai oleh moluska berkulit keras,
kepiting, dan chiton. Contoh pantai berbatu adalah pantai Parai di Bangka Belitung.
- Pantai cadas adalah pantai yang berhadapan langsung dengan laut lepas. Pantai yang
didominasi oleh pantai tebing dengan formasi batuan keras, atau tebing karang,
sementara di depannya ditemukan ekosistem terumbu karang dan material yang
berbentuk pasir yang berasal dari hancuran karang atau biota laut. Jenis pantai ini
banyak ditemukan di selatan Pulau Jawa.
- Pantai tebing atau cliff, dicirikan dengan dinding pantai terjal dan berhadapan
dengan laut lepas. Contoh pantai tebing adalah di Selatan Bali seperti di Uluwatu dan
lainnya.
- Estuaria adalah wilayah yang sangat dipengaruhi oleh aliran air sungai dan arus
pasang surut, sehingga berkaitan langsung dengan salinitas dan kualitas airnya.
Wilayah ini dicirikan dengan dominasi vegetasi mangrovenya dengan airnya yang
disebut air payau. Wilayah ini sangat kaya nutrisi sehingga menjadi tempat biota dan
organisme perairan untuk berkembang biak.
- Delta adalah wilayah daratan berbentuk pulau-pulau kecil yang terbangun oleh
sedimen yang terbawa aliran sungai dari wilayah daratan dan material erosi pantai
yang terbawa arus dan ombak. Delta berada di hilir sebuah sungai besar.
- Lidah pasir atau splits merupakan bentukan daratan yang menjorok ke laut atau
membentuk daratan yang horizontal dengan pantai. Lidah pasir terbentuk di wilayah
dengan arus dan angin kencang atau bisa juga di muara sungai, yaitu sebagai akibat
terbawanya sedimen oleh arus pantai, yang secara perlahan-lahan membentuk
daratan baru. Lidah pasir bisa mencapai puluhan kilometer dan terus berubah secara
dinamis.
- Dune atau sand dune atau gumuk pasir, terbentuk oleh tumpukan pasir di daerah
pantai, yang terjadi oleh pengaruh angin keras. Perpindahan sedimen pasir yang
membentuk bukit pasir dapat terjadi hingga ratusan meter ke belakang pantai.
Contoh gumuk pasir adalah di Pantai Parangtritis Yogyakarta.
- Laguna adalah wilayah yang dapat ditemukan di dekat atau bisa juga jauh dari
daerah pantai. Pada daerah pantai, laguna biasanya dalam posisi searah dengan
garis pantai dengan tingkat kedalaman yang rendah. Secara geografis, laguna
terpisah dengan laut oleh endapan pasir atau batu kerikil. Hubungan dengan air llaut
tergantung dari jalur-jalur sempit atau bahkan tidak ada sama sekali. Substrat yang
terdapat pada laguna lebih banyak dipengaruhi oleh daratan. Laguna disebut juga
sebagai daerah litoral karena kadar salinitas-nya dipengaruhi oleh air laut dan air
tawar. Ekosistem laguna sangat kaya dan produktif. Contoh laguna adalah Sagara
Anakan di Jawa Tengah.
- Tombolo adalah merupakan bentukan daratan baru yang terjadi akibat penyatuan
dua daratan dengan bantuan arus pantai yang mengantarkan substrat, pasir, dan
kerikil. Contoh tombolo adalah di Kabupaten Serdang Bedagai, Sumatera Utara.

Pedoman Teknis Penyusunan RZWP-3-K Provinsi


KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN
III-33
2) Oseanografi
a. Arus
Pengukuran arus dimaksudkan untuk mengetahui pola arus di lokasi pengukuran,
dominansi jenis arus di perairan (arus pasut atau arus non-pasut), sebagai data dasar
dalam menganalisis kondisi eksisting untuk pemanfaatan serta perencanaan, untuk
keperluan engineering, kelayakan perairan untuk budidaya dan lainnya, dan sebagai
data untuk validasi/verifikasi model matematik.
Peta arus adalah peta yang menginformasikan pola arus di wilayah perencanaan.
Informasi pola arus yang adalah informasi dominansi jenis arus di perairan (arus pasut
atau arus non-pasut). Informasi ini sangat diperlukan sebagai data dasar menentukan
pemanfaatan pada wilayah perencanaan. Terjadinya arus adalah gerakan massa air laut
dari suatu tempat ke tempat lain disertai dengan massa airnya. Terdapat beberapa
faktor yang mempengaruhi antara lain perbedaan densitas, adanya pergesekan antara
air permukaan dan angin, serta adanya pasang surut dan pasang naik. Informasi arus
selain dapat dimanfaatkan untuk aktivitas pemanfaatan untuk kegiatan budidaya
perikanan, energy yang dihasilkan dari kekuatan arus dapat dimanfaatkan untuk untuk
pembangkit tenaga listrik dengan bersumber pada kekuatan arus. Peta arus dalam
aplikasinya memiliki manfaat antara lain :
- Sebagai salah satu kriteria dalam penentuan kawasan budidaya laut.
- Dapat memprediksi terjadinya abrasi dan ekresi
- Dapat mengidentifikasikan daerah potensi energy laut dari kondisi arus yang
dimiliki

b. Gelombang
Pengukuran gelombang dilakukan untuk mengetahui karakteristik dan parameter
gelombang (meliputi tinggi, periode, panjang gelombang, dll) di lokasi pengukuran dan
sebagai data dasar dalam menganalisis kondisi eksisting untuk pemanfaatan serta
perencanaan, baik untuk keperluan engineering, kelayakan perairan untuk budidaya,
dll. Analisis data gelombang seperti perhitungan arus sejajar pantai (longshore current),
transport sedimen sejarar pantai (longshore sediment transport), dll serta sebagai data
untuk validasi/verifikasi model matematik.Informasi mengenai gelombang memiliki
manfaat antara lain :
- Dapat mengidentifikasikan daerah potensi energy laut dari kondisi gelombang yang
dimiliki
- Alur pelayaran
- Identifikasi potensi wisata bahari khususnya untuk kegiatan surving
- Engineering, terutama dalam hal konstruksi bangunan pantai antara lain break
water, pelabuhan

c. Pasut
Pasut terjadi akibat gerakan bulan mengelilingi bumi, dimana tipe Pasut untuk suatu
daerah akan bervariasi tergantung pada beberapa hal, antara lain: 1) Besarnya massa air
laut yang bergerak 2) Faktor angin. 3) Topografi dasar laut (Bathimetri) 4) Gerakan
bulan mengelilingi bumi. Informasi mengenai pasang surut dapat mempengaruhi
kondisi arus pada suatu wilayah.

Pedoman Teknis Penyusunan RZWP-3-K Provinsi


KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN
III-34
Pengumpulan data pasang surut dimaksudkan sebagai data dasar dalam menganalisis
kondisi eksisting pasang surut, sehingga baik tipe pasut maupun komponen pasang
surutnya dapat diketahui. Sedangkan tujuannya adalah untuk mengetahui : Tipe pasang
surut, Mean Sea level (MSL), Mean High Water Level (MHWL), Mean Low Water Level
(MLWL) dan Mean Lowest Low Water Level (MLLWL) dan tunggang air maksimum,
minimum dan rata rata.

d. Fisika Perairan Lainnya
Data fisika dan kimia perairan diukur untuk menentukan karakteristik dan kualitas
perairan di wilayah kajian. Data fisika perairan yang diukur meliputi suhu, kecerahan,
Total Suspended Solid (TSS) dan Total Dissolved Solid (TDS). Pengukuran suhu dan
kecerahan air laut dapat dilakukan di lapangan secara langsung dengan menggunakan
alat ukur Thermometer dan Seichi Disk.
Peta suhu adalah peta yang menginformasikan suhu air laut. Informasi suhu yang
dihasilkan dipengaruhi oleh informasi kedalaman atau bathimetri. Informasi mengenai
suhu air laut dapat membantu mengidentifikasi jenis organisme yang hidup, bagaimana
proses kehidupannya serta penyebarannya. Berdasarkan karanteristik tersebut,
informasi mengenai kondisi suhu air laut bermanfaat dalam penentuan kawasan
budidaya laut dan jenis komoditas yang akan dikembangkan. Kondisi suhu dapat
menjadi salah satu parameter dalam mengetahui daerah fishing ground.
Peta kecerahan adalah peta yang memberikan informasi mengenai kondisi seberapa
besar kecerahan pada suatu wilayah. Kecerahan sangat tergantung pada cahaya
matarhari. Cahaya matahari merupakan sumber energi bagi kehidupan jasad hidup
diperairan. Cahaya matahari dibutuhkan oleh tumbuhan air untuk proses fotosintesis.
Cahaya inilah yang nantinya akan menentukan kecerahan suatu perairan (Depdikbud
1994 : 30). Degradasi warna pada peta Kecerahan yang akan dihasilkan sangat
tergantung pada kedalaman suatu wilayah. Kondisi kecerahan pada suatu wilayah akan
mempengaruhi jenis organisme yang dapat hidup, sehingga selain suhu, faktor
kecerahan juga merupakan salah satu kriteria yang digunakan dalam penentuan
berbagai kegiatan di perairan khususnya untuk pemanfaatan budidaya perikanan.
Pemanfaatan lain yang sangat tergantung pada informasi kecerahan adalah wisata
bahari khusunya untuk kegiatan snorkeling atau diving, karena daerah dengan kondisi
kecerahan tinggi umumnya merupakan tempat hidupnya terumbu karang.
Total Suspended Solid dan Total Dissolved Solid diukur di laboratorium terhadap sampel
air yang diambil di lapangan

e. Kimia dan Biologi Perairan
Kimia perairan digunakan untuk mengetahui karakteristik dan kualitas perairan di
wilayah kajian. Sedangkan data kimia perairan meliputi residu tersuspensi (TSS), pH,
salinitas, oksigen terlarut (DO), BOD5, Ammonia (NH
3
-N)+, Nitrat (NO
3
-N), Nitrit, Fosfat
(PO
4
-P)+, Silika (Si), dan klorofil-a. Informasi mengenai kondisi kimia perairan dapat
berfungsi sebagai parameter dalam menentukan lokasi kawasan budidaya perikanan
dan jenis komoditas yang akan dikembangkan berdasarkan kriteria kesesuaian dari
masing-masing komoditas perikanan. Selain budidaya perikanan, kondisi kimia perairan
dapat menjadi parameter dalam penentuan kawasan fishing ground.

Pedoman Teknis Penyusunan RZWP-3-K Provinsi


KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN
III-35
Klorofil-a merupakan pigmen penting yang diperlukan fitoplankton dalam melakukan
proses fotosintesis. Fitoplankton berperan sebagai produsen primer dalam rantai
kehidupan di laut, sehingga keberadaannya sangat penting sebagai dasar kehidupan di
laut.. Konsentrasi klorofil di suatu perairan dapat menggambarkan besarnya
produktifitas primer disuatu perairan. Kandungan klorofil-a merupakan salah satu
indikator dalam penentuan daerah penangkapan ikan yang dapat diidentifikasi
menggunakan data penginderaan jauh. Hasil pengamatan dituangkan dalam bentuk
peta kontur, sehingga dapat ditentukan tingkat kesuburan suatu lokasi perairan atau
kesesuaian kondisi perairan dengan habitat yang disenangi gerombolan ikan (schoaling)
ikan. Klorofil-a dapat terkumpul di dalam massa air akibat terjadinya front atau
pertemuan massa air hangat dan dingin yang menjadi perangkap zat hara dan migrasi
ikan. Selain itu klorofil-a dapat terkumpul akibat adanya fenomena upwelling atau
kenaikan massa air laut dari lapisan bawah ke lapisan permukaan, dimana gerakan
tersebut membawa serta masa air dingin yang memiliki salinitas lebih tinggi dan kaya
akan unsur hara.
Data kualitas air hasil pengukuran di lapangan dan laboratorium dianalisis dengan
dengan data baku mutu air laut menurut Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor
51 Tahun 2004.
3) Penggunaan Lahan, Status Lahan dan Rencana Tata Ruang Wilayah
a. Penggunaan Lahan
Penggunaan lahan merupakan salah satu bentuk campur tangan manusia terhadap
suatu kumpulan sumberdaya alam dan buatan untuk tujuan tertentu.
Peta Penggunaan Lahan dan Rencana Tata Ruang Wilayah memiliki manfaat antara lain :
- Peta penggunaan lahan eksisting secara time series dapat mengidentifikasikan
perubahan penggunaan lahan. Informasi perubahan penggunaan lahan dapat
menjadi dasar dalam melakukan evaluasi terhadap konsistensi perencanaan
pembangunan yang sudah ditetapkan
- sebagai informasi mengenai seberapa besar intensitas pertumbuhan pembangunan
suatu wilayah. Informasi ini dapat dimanfaatkan sebagai dasar dalam menentukan
rumusan konsep pengembangan wilayah jika diperlukan ada perubahan atau
penambahan.
- Informasi mengenai rencana tata ruang wilayah dapat menjadi salah satu dasar
dalam menentukan pemanfaatan di wilayah perairan dalam rangka harmonisasi
ruang.
b. Status Lahan
Peta status Lahanmemberikan informasi mengenaikepemilikan lahan di wilayah daratan
pesisir.
c. Peta Tematik Tata Ruang
Peta tematik tata ruang yang digunakan adalah peta rencana pusat-pusat pertumbuhan
berbasis kelautan dan perikanan. Beberapa peta yang digunakan sebagai referensi
meliputi Peta Pusat-Pusat Pertumbuhan Kabupaten/Kota (Ada di dalam Peta RTRW),
Peta Alur Pelayaran, Peta penggunaan lahan dan perairan, Peta Potensi Sumberdaya
kelautan dan perikanan (ekosistem pesisir, mineral dan bahan galian, perikanan tangkap
dan budidaya, pariwisata, industri, Peta Sarana dan prasarana wilayah, Peta jaringan

Pedoman Teknis Penyusunan RZWP-3-K Provinsi


KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN
III-36
prasarana wilayah, Peta kecenderungan penggunaan lahan dan perairan, Peta
kecenderungan pergerakan penduduk, Peta kecenderungan perkembangan ekonomi.
Peta pusat-pusat pertumbuhan yang dihasilkan merupakan peta yang mengintegrasikan
pusat-pusat pertumbuhan wilayah yang ada dalam peta RTRW (Pusat Kegiatan Wilayah,
Pusat Kegiatan Lokal, Pusat Kegiatan Strategis Nasional Tertentu dan Pusat-pusat lain)
dengan pusat-pusat pertumbuhan di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil berbasis
kelautan dan perikanan. Sistem jaringan prasarana wilayah kabupaten meliputi sistem
prasarana transportasi, energi, telekomunikasi dan sumberdaya air yang
mengintegrasikan dan memberikan layanan fungsi kegiatan yang ada di wilayah
kabupaten.

4) Pemanfaatan Wilayah Laut
Pemanfaatan wilayah laut adalah berbagai kegiatan pemanfaatan yang dilakukan di
wilayah perairan. Pada tingkatan kabupaten/kota, kegiatan pemanfaatan laut meliputi:
area pertambangan, bangunan perikanan permanen (keramba jaring apung), area
penangkapan ikan modern dan tradisional, tambak ikan dan udang, budidaya laut; rumput
laut, mutiara, dan area konservasi.
Peta Pemanfaatan wilayah laut eksisting memiliki manfaat antara lain :
- Peta penggunaan perairan eksisting secara time series dapat mengidentifikasikan
perubahan penggunaan lahan. Informasi perubahan penggunaan lahan dapat menjadi
dasar dalam melakukan evaluasi terhadap konsistensi perencanaan pembangunan
yang sudah ditetapkan
- Sebagai informasi mengenai seberapa besar intensitas pemanfaatan perairan di suatu
wilayah. Informasi ini dapat dimanfaatkan sebagai dasar dalam menentukan rumusan
konsep pengembangan wilayah jika diperlukan ada perubahan atau penambahan,
khususnya rekomendasi sebagai pusat pengembangan di wilayah pesisr.
- Informasi mengenai rencana tata ruang wilayah dapat menjadi salah satu dasar dalam
menentukan pemanfaatan di wilayah perairan dalam rangka harmonisasi ruang.

5) Sumberdaya Air
Sumberdaya air di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil menggambarkan informasi
mengenai potensi air alami yang ada di wilayah daratan pesisir dan pulau-pulau kecil.
Berbagai kegunaan sumberdaya air meliputi pertanian, industri, wisata bahari dsb. Secara
alami, sumberdaya air dapat dibagi menjadi air permukaan dan air tanah. Air permukaan
adalah air yang terdapat di sungai, danau dan rawa air tawa, sedangkan air tanah adalah
air tawar yang terletak di dalam pori-pori tanah antara tanah dan batuan.

6) Ekosistem Pesisir dan Sumberdaya Ikan
a. Terumbu Karang, Lamun dan Mangrove
Terumbu karang dan padang lamun merupakan ekosistem yang khas di perairan
pesisir dan pulau-pulau kecil yang berasosiasi kuat dengan ekosistem pesisir lainnya.
Identifikasi sebaran terumbu karang dan padang lamun dapat dilakukan melalui citra
penginderaan jauh dengan metode visual (on screen digitizing) maupun transformasi
matematis, misalnya transformasi lyzenga. Secara visual, untuk membedakan terumbu
karang dan padang lamun dilakukan dengan pendekatan 9 unsur interpretasi citra.

Pedoman Teknis Penyusunan RZWP-3-K Provinsi


KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN
III-37
Hasil interpretasi citra satelit berupa peta tentatif sebaran ekosistem pesisir dan
pulau-pulau kecil.
Pengukuran obyek perairan dasar di lapangan dilakukan melalui meliputi identifikasi
visual untuk memperkirakan jenis tutupan dari berbagai obyek dasar seperti terumbu
karang dan padang lamun. Metode yang digunakan untuk memperkirakan tutupan
obyek perairan dasar (terumbu karang dan padang lamun) dilakukan dengan metode
Rapid Reef Assessment (RRA). Berdasarkan RRA tersebut dapat diketahui distribusi
dan kondisi obyek perairan dasar sehingga dapat digunakan sebagai acuan penentuan
lokasi pengukuran kondisi obyek perairan dasar tersebut. Pengukuran kondisi obyek
perairan dasar dilakukan dengan cara penyelaman.
Interpretasi mangrove dilakukan dengan menggunakan citra satelit dengan
menggunakan 9 unsur interpretasi citra. Pemetaan ini dimaksudkan untuk
mendelineasi mangrove melalui interpretasi citra satelit secara visual dan melakukan
klasifikasi mangrove berdasarkan skala peta. Faktor-faktor resolusi citra seperti
resolusi spasial, resolusi spektral, resolusi temporal, dan resolusi radiometrik harus
dipertimbangkan dalam interpretasi

b. Sumberdaya Ikan
Pendataan dan pemetaan sumberdaya ikan bertujuan untuk mengetahui jenis dan
kelimpahan ikan pelagis dan demersal yang terkandung di wilayah perairan pesisir dan
pulau pulau kecil. Metodologi yang digunakan meliputi identifikasi potensi ikan
(daerah fishing ground) dengan pendekatan penginderaan jauh dan metode survei
lapangan.
Daerah fishing ground merupakan suatu daerah dimana ikan-ikan biasa berkumpul
dan merupakan target para nelayan untuk menangkap ikan karena selain lokasi
sumber daya ikan, daerah tersebut dianggap aman untuk pengoperasian suatu alat
tangkap yang tidak membahayakan nelayan. Kondisi fishing ground sangat
dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya faktor lingkungan yang mencakup,
suhu, salinitas, upwelling dan adanya pertemuan arus panas dengan arus dingin.
Selain itu jenis substrat dari dasar perairan akan mempengaruhi keberadaan
sumberdaya ikan. Selain faktor tersebut, faktor biologi juga berkorelasi dengan
keberadaan stok ikan di fishing ground. Korelasi tersebut tampak dari kelimpahan
plankton pada suatu wilayah tertentu. Ikan-ikan target yang akan ditangkap jumlahnya
masih menguntungkan usaha penangkapan ikan.
Penentuan zona penangkapan ikan dilakukan dengan pendekatan SPL (suhu
permukaan laut), klorofil, dan arus. Citra Satelit yang digunakan yaitu NOAA-AVHRR
dan/atau Citra Satelit Aqua/Terra Modis dan SeaWiffs. Pendekatan ini digunakan
sebagai informasi awal kemudian dimungkinkan untuk menditeksi jenis ikan pelagic
kecil seperti sardinella longiceps (lemuru), decap-terus spp. (layang), rastrelliger spp.
(kembung), euthynnus spp. (tongkol) dan megalaspis cordyla (selar) hingga ikan tuna.
Terkait dengan penentuan zona penangkapan ikan pelagis dan ikan demersal
digunakan parameter antara lain, suhu permukaan laut konsentrasi kholofil-a,
kedalaman perairan, dan salinitas air laut.



Pedoman Teknis Penyusunan RZWP-3-K Provinsi


KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN
III-38
7) Infrastruktur
Pemetaan infrastruktur di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil bertujuan untuk
mengetahui sebaran infrastruktur yang ada, sebagai data dasar dalam pengembangan
struktur ruang wilayah dan acuan dalam analisis proyeksi kebutuhan sarana dan prasarana
kelautan dan perikanan. Kondisi infrastruktur dapat diketahui berdasarkan data sekunder
yang telah ada dan observasi langsung di lapangan. Pemetaan dilakukan dengan cara
digitalisasi data sekunder dan plotting lokasi secara langsung di lapangan. Infrastruktur
yang perlu dipetakan meliputi:
a. Lokasi Sarana dan Prasarana Kelautan dan Perikanan
Infrastruktur Umum:
- Bandara
- Terminal
- Pasar umum
- Pelabuhan umum
- Kawasan industri
- Kantor pemerintah
- Sekolah
- Rumah sakit/puskesmas
- Bangunan wisata/sejarah
Infrastruktur Khusus:
- Pasar ikan
- KUD
- Balai Benih Ikan (BBI)
- Pelabuhan perikanan
- Tempat Pelelangan Ikan
- Gudang penyimpanan
- Bangunan perlindungan pesisir (jeti, penahan gelombang)

b. Data Eksisting dan Rencana Jaringan Sistem Prasarana
- Transportasi
- Sumberdaya air
- Energi
- Telekomunikasi
- Persampahan
- Sanitasi
- Drainase

8) Sosial dan Budaya
Pemetaan kondisi sosial (demografi) dan budaya dimaksudkan untuk mengetahui kondisi
masyarakat dari sisi struktur dan komposisi penduduk dan sisi sosial. Metode pendataan
dapat dilakukan secara primer dan sekunder. Pengumpulkan data primer dilakukan dengan
cara wawancara terstruktur maupun wawancara mendalam terhadap anggota masyarakat
yang dianggap mengetahui informasi yang diperlukan dan pimpinan-pimpinan lembaga-
lembaga lokal, pemuka masyarakat, pemuka agama, dll), observasi (pengamatan langsung)
terhadap kondisi-kondisi lingkungan fisik, lingkungan sosial, hubungan sosial, kebiasaan-

Pedoman Teknis Penyusunan RZWP-3-K Provinsi


KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN
III-39
kebiasaan masyarakat setempat, dan diskusi dengan kelompok-kelompok masyarakat
(Focus Group Discussion). Data sekunder dapat diperoleh dari instansi-instansi terkait.
Data yang dikumpulkan meliputi:
- Populasi:jumlah, kepadatan dan distribusi umur
- Trend pertumbuhan populasi : tingkat kelahiran dan kematian
- Pendidikan umum
- Mata Pencaharian
- Agama
- Budaya
- Tingkat akses dan keterlayanan fasilitas publik: listrik, air bersih, sanitasi, kesehatan,
pendidikan
- Lembaga Masyarakat, LSM
Informasi mengenai demografi dan social yang diperoleh dapat memberikan masukan
dalam memperhitungkan kebutuhan ruang, kesedian infrastruktur dan karakteristik social
masyarakat di wilayah pesisir. Demografi dan social dapat juga mempengaruhi ekosistem
dan perikanan budidaya yang perlu diperhitungkan dampaknya sekarang dan yang akan
datang.

9) Ekonomi Wilayah
Pemetaan kondisi perekonomian masyarakat bertujuan untuk mengetahui kondisi
pendapatan perkapita, ketenagakerjaan, pola distribusi perkembangan wilayah dan
pertumbuhan pusat-pusat kegiatan di wilayah kajian. Data perekonomian wilayah dapat
diperoleh dari instansi-instansi terkait, antara lain:
- Pendapatan perkapita provinsi
- Pertumbuhan Pendapatan perkapita provinsi
- Pola pergerakan ekonomi wilayah
- Angkatan kerja dan tingkat pengangguran per kabupaten
- Tenaga kerja di bidang perikanan, pertanian, kehutanan, dll
- Populasi dan kepadatan nelayan
- Pendapatan di sektor perikanan
- Produksi perikanan dan sektor-sektor lain
- Jumlah wisatawan
- Pendapatan rata-rata dan pengeluaran per sektor

10) Risiko Bencana
Potensi bencana yang ada di Indonesia dapat dikelompokkan menjadi 2 kelompok utama,
yaitu potensi bahaya utama (main hazard) dan potensi bahaya ikutan (collateral hazard).
Potensi bahaya utama (main hazard potency) ini dapat dilihat antara lain pada peta rawan
bencana gempa di Indonesia yang menunjukkan bahwa Indonesia adalah wilayah dengan
zona-zona gempa yang rawan, peta potensi bencana tsunami dan lain-lain. Sedangkan
penyebab Bencana dapat disebabkan oleh kejadian alam (natural disaster) maupun oleh
ulah manusia (man-made disaster).
Berdasarkan UU 27 Tahun 2007 mengenai Pengelolaan Wilayah pesisir dan Pulau-pulau
Kecil dan Permen No. 64 Tahun 2010 mengenai Mitigasi Bencana di Wilayah pesisir dan
Pulau-pulau Kecil, Bencana di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil dapat diakibatkan

Pedoman Teknis Penyusunan RZWP-3-K Provinsi


KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN
III-40
karena peristiwa alam atau perbuatan orang. Bencana yang diakibatkan karena peristiwa
alam meliputi :
a. gempa bumi;
b. tsunami;
c. gelombang ekstrim;
d. gelombang laut berbahaya;
e. letusan gunung api;
f. banjir;
g. kenaikan paras muka air laut;
h. tanah longsor;
i. erosi pantai;
j. angin puting beliung; dan
k. jenis bencana lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Sedangkan bencana yang diakibatkan karena perbuatan orang meliputi jenis bencana:
a. banjir;
b. kenaikan paras muka air laut;
c. tanah longsor; dan
d. erosi pantai.



































Pedoman Teknis Penyusunan RZWP-3-K Provinsi


KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN
III-41


Tahap 3

3.3 Survei Lapangan
Survei lapangan dilaksanakan dalam rangka pengumpulan data sekunder dan primer yang
belum tersedia dalam rangka penyusunan katalog informasi sumberdaya (sumberdaya alam,
sumberdaya fisik/buatan, sumberdaya ekonomi, sosial dan sumberdaya manusia). Survei
lapangan ini dilaksanakan dalam rangka melakukan verifikasi terhadap data sekunder yang
sudah terkumpul sebelumnya serta melakukan pengumpulan data primer yang belum
tersedia. Adapun jenis data yang akan dikumpulkan meliputi:
(i) Jenis Data Sekunder
Data sekunder yang akan dikumpulkan dalam survei lapangan akan meliputi kebijakan,
kondisi fisik wilayah, kondisi sosial budaya, kondisi ekonomi, kondisi pemanfaatan ruang
eksisting, kondisi ekologi serta rencana/studi terkait lainnya.
a. Kebijakan meliputi RTRW Provinsi, RPJM Provinsi, Renstra Provinsidan kebijakan lain
yang terkait.
b. Kondisi fisik, menyangkut kondisi geologi/tatanan tektonik (jalur gempa , jenis tanah
dan jenis batuan), morfologi pantai (bentuk permukaan pulau, evolusi pantai ,
bentuk dan tipe pantai), hidro-oceonografi (arus pasang surut, bathimetri, kecepatan
arus permukaan, Iklim dan cuaca), keterdapatan pulau kecil (paparan benua,
kelanjutan benua) dan lokasi/posisi (pulau perbatasan, pulau terluar, pulau di
perairan pedalaman)
b. Kondisi Sosial Budaya, menyangkut sebaran dan jumlah penduduk, interaksi
penduduk, budaya & adat istiadat, sejarah sosial dan issue permasalahan sosial
budaya
c. Kondisi Ekonomi, menyangkut PDRB, PAD, sebaran potensi ekonomi, basis ekonomi
lokal, komoditas unggulan, keterkaitan ekonomi dan skala ekonomi (produksi dan
pemasaran).
d. Kondisi Pemanfaatan Ruang Eksisting, menyangkut penggunaan ruang wilayah
pesisir dan laut masing-masing sektor dan komoditi serta aspek permasalahannya.
e. Kondisi Ekologi, menyangkut sebaran biota (endemik, langka, hampir punah,
invansi), jenis dan sebaran ekosistim (mangrove, terumbu karang, pantai berbatu)
dan kondisi sumberdaya alam (pencemaran perairan, kerusakan terumbu karang,
kerusakan mangrove).
f. Rencana/studi terkait lainnya, menyangkut daya dukung pengembangan komoditi
dan kawasan, kriteria pemanfaatan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.
Jenis dan informasi data serta sumber perolehan data yang meliputi 12 (dua belas)
dataset lebih detail dapat dilihat pada tahap 2.

(ii) Jenis Data Primer
Data-data dalam penyusunan RZWP-3-Kyang tidak tersedia diinstansi penyedia data,
maka perlu dilakukan pencarian data primer melalui survei lapangan, analisis GIS dan
analisis laboratorium.

Pedoman Teknis Penyusunan RZWP-3-K Provinsi


KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN
III-42
Pengumpulan data primer merupakan kegiatan pengumpulan data yang dilakukan secara
sistematis melalui perekaman data (observasi, pengambilan sampling, penghitungan,
pengukuran, wawancara, kuesioner atau focus group discussion) langsung dari sumber
pertama (fenomena/objek yang diamati). Adapun pengklasifikasian jenis data dalam
kegiatan survei lapangan disajikan dalam tabel berikut.

Tabel 3.8Klasifikasi Jenis Data dan Metode Pengambilan Data
No Jenis data Metode Analisis Alat/Cara
A Spasial Dasar
1 Terestrial
a. Tanah - penginderaan jauh
- Survei lapangan

- Analisis citra
- analisis laboratorium

b. Topografi - Metode terestris
- Metode pemodelan
Digital Elevasi
Model (DEM)

2 Bathimetri

- Metode
pemeruman dasar
perairan
- Survei lapangan


Analisis GIS - Echosounder
- GPS (Global
Positioning System)
- tide gauge

B Spasial dan Non Spasial Tematik
1 Geologi dan
Geomorfologi

a. Geologi - penginderaan jauh
- survei lapangan
(terestrial)
- Analisis interpretasi
citra Landsat TM
- pengolahan citra
secara digital
- kerja lapangan
- analisa laboratorium

b. Geomorfologi - penginderaan jauh
- survei lapangan
- Analisis interpretasi
citra Landsat TM
- pengolahan citra
secara digital
- kerja lapangan
- analisa laboratorium

c. Morfologi pantai - penginderaan jauh
- survei lapangan
- Analisis interpretasi
citra Landsat TM
- pengolahan citra
secara digital
- kerja lapangan
- analisa laboratorium
- citra satelit
- tracking
2 Oseanografi


Fisika
a. Arus

- Metode Euler
- Metode Langrange
ADCP

Pedoman Teknis Penyusunan RZWP-3-K Provinsi


KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN
III-43
No Jenis data Metode Analisis Alat/Cara
- Survei lapangan
b. Gelombang - Metode Langsung
- Metode Tidak
langsung
- Analisis perhitungan
arus sejajar pantai
(longshore current)
- transport sedimen
sejarar pantai
(longshore sediment
transport)
- validasi/verifikasi
model matematik.
- papan berskala,
meteran, serta
Wave Rider atau
Wave Recorder
- citra satelit
c. Pasang surut - Metode Langsung
- Metode Tidak
langsung
- Grafik Plot Plot
- Analisis Harmonik
Pasut
- papan berskala,
meteran, serta Tide
Gauge Outomatic
- satelit altimetry
d. Suhu In situ/Analisis citra
penginderaan jauh
Thermometer/Peralatan
GIS
e. Kecerahan In situ Secchi disk
f. Total
Suspended
Solid (TSS) dan
Total Dissolved
Solid (TDS)
laboratorium model gravitasi
Kimia
g. pH In situ pH meter, kertas
Lakmus
h. Salinitas In situ Refrakto meter
i. Oksigen terlarut Laboratorium DO meter
j. COD Laboratorium Botol sampel
k. BOD5 Laboratorium Botol sampel
l. Ammonia (NH
3
-
N)+,
Laboratorium Botol sampel
m. Silika (Si), Laboratorium Botol sampel
n. Nitrat (NO
3
-N), Laboratorium Botol sampel
o. Nitrit Laboratorium Botol sampel
p. Fosfat (PO
4
-P)+, Laboratorium Botol sampel
q. logam berat Laboratorium Botol sampel
Biologi
r. Plankton dan
atau benthos
Laboratorium Planktonnet, botol
sampel
s. klorofil - Laboratorium
- Analisis GIS
Software GIS dan citra
satelit
3 Penggunaan lahan Survei lapangan analisis citra
penginderaan jauh

Pusat-pusat
pertumbuhan
- analisis scalogram
- Analitic Hierarchy
Process (AHP)
- dll

Perencanaan
daerah dan
Wawancara Checklist data sekunder
perencanaan daerah

Pedoman Teknis Penyusunan RZWP-3-K Provinsi


KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN
III-44
No Jenis data Metode Analisis Alat/Cara
kebijakan publik dan kebijakan publik
4 Pemanfaatan
wilayah laut
Survei lapangan - tracking
- plotting koordinat
- GPS
5 Sumberdaya air - metode
penginderaan jauh
- pengukuran
lapangan

6 Ekosistem pesisir
dan sumberdaya
ikan

a. Terumbu karang - Metode Rapid Reef
Assessment (RRA)
- Metode sampling :
stratified
proportional
random sampling
- Metode Transek
Garis Menyinggung
(Line Intercept
Transect)
- Metode
pengukuran :
Metode line
intercept transect
(LIT)
- Survei lapangan
- Citra satelit
- GPS
- kamera bawah air
(underwater camera)
b. Lamun - Metode Transek
Kuadrat
- Survei lapangan
- Citra satelit
- GPS
- kamera bawah air
(underwater camera)
c. Mangrove - metode Rapid Reef
Assessment (RRA)
- Metode sampling :
stratified
proportional
random sampling
- Metode Transek
Garis Menyinggung
(Line Intercept
Transect)
- Metode
pengukuran :
Metode line
intercept transect
(LIT)
- Survei lapangan
- Citra satelit
- GPS
- kamera bawah air
(underwater camera)
d. Sumberdaya
ikan
- Sensus/Transek
- Metode Swept Area
- Metode
- penginderaan jauh
- metode survei
lapangan
- Citra Satelit

Pedoman Teknis Penyusunan RZWP-3-K Provinsi


KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN
III-45
No Jenis data Metode Analisis Alat/Cara
Hidroakustik
- Metode Surplus
Production


7 Infrastruktur - Survei lapangan
- Plotting lokasi
- GPS
8 Demografi dan
sosial
- Wawancara
- Survei lapangan
Kuestioner
9 Ekonomi wilayah - Wawancara
- Survei lapangan
Kuestioner
10 Resiko bencana Survei lapangan Analisis GIS





















Pedoman Teknis Penyusunan RZWP-3-K Provinsi


KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN
III-46

Tahap 4

3.4 Identifikasi Potensi Wilayah
Setelah dilakukan survei lapangan pada tahap sebelumnya, maka tahap selanjutnya adalah
dilakukan identifikasi potensi wilayah. Identifikasi potensi wilayah merupakan kegiatan
penggalian data dan informasi potensi wilayah yang dapat dilakukan secara partisipatif. Pada
tahap ini dilakukan identifikasi potensi wilayah yang meliputi: Pengolahan dan analisis
data untuk disusun dalam peta-peta tematik, Identifikasi pemanfaatan sumber daya
pesisir dan pulau-pulau kecil, Identifikasi potensi perkembangan wilayah, Identifikasi
dampak kegiatan dari wilayah sekitar yang mempengaruhi wilayah perencanaan, dan
Identifikasi Isu Perencanaan.

3.4.1 Pengolahan Dan Analisis Data Untuk Disusun Dalam Peta-Peta Tematik
Penyusunan peta rencana zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil di tingkat provinsi dan
kabupaten/kota membutuhkan data dasar dan tematik pendukung dalam proses
penyusunannya. Data/peta dasar yang dibutuhkan dalam penyusunan peta rencana zonasi
tematik yang disusun dapat dikelompokkan menjadi 2 (dua) dataset dasar, terdiri dari data
terestrial dan bathimetri. Data/peta dasar tersebut secara umum telah disediakan oleh
instansi terkait, namun apabila tidak tersedia maka perlu dilakukan pemetaan dan analisis
sesuai dengan kebutuhan perencanaan yang dilakukan.

Data tematik yang dibutuhkan dalam penyusunan peta rencana zonasi terdiri dari 10 (sepuluh)
dataset peta, meliputi geologi dan geomorfologi; oseanografi; penggunaan lahan, status lahan
dan rencana tata ruang wilayah; pemanfaatan wilayah laut; sumberdaya air; ekosistem
wilayah pesisir dan sumberdaya ikan; infrastruktur; demografi dan sosial; ekonomi wilayah;
dan kerawanan dan risiko bencana. Fungsi data/peta tematik tersebut adalah sebagai dasar
penyusunan peta paket sumberdaya dan kesesuaian lahan/perairan.

Pengolahan dan analisis peta tematik dilakukan sesuai dengan hirarki perencanaan, baik
provinsi, kabupaten maupun kota. Beberapa komponen yang harus diperhatikan antara lain
input data, proses pengolahan data dan output peta tematik yang dihasilkan. Input data untuk
penyusunan peta tematik provinsi, kabupaten dan kota berbeda, demikian pula proses
pengolahan yang dilakukan dan kerincian informasi tematik pada output peta.

Proses pemetaan dan analisis data/peta dasar dan tematik secara umum terdiri dari
metodologi yang digunakan, metode analisis citra satelit, prosedur penentuan sampel,
metode pengukuran lapangan, analisis data lapangan dan penyajian data. Proses pemetaan
dan analisis data tersebut disesuaikan dengan skala peta (provinsi, kabupaten dan kota),
kedetilan survei/pemetaan dan kedalaman informasi yang dibutuhkan.




Pedoman Teknis Penyusunan RZWP-3-K Provinsi


KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN
III-47
3.4.2 Identifikasi Pemanfaaan Sumberdaya Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil
Identifikasi ini meliputi kegiatan-kegiatan pemanfaatan sumberdaya ekonomi di masa
lalu, saat ini (eksisting) dan yang diproyeksikan di dalam kawasan perencanaan yang
terdiri dari rona-rona dan fasilitas yang terkait dengan pemanfaatan sumberdaya
alam (penangkapan ikan, budidaya perairan, pertanian, penambangan, kehutanan,
wisata, habitat cagar alam laut, kapabilitas sumberdaya), pelabuhan, lokasi-lokasi
industri, lokasi-lokasi pemukiman dan perkotaan, fasilitas wisata.
Aktivitas Tujuan
pemanfaatan
dimasa yang
akan datang?
Lokasi yang
diinginkan
Kebutuhan
Spatial/Temporal
Dampak ke
pengguna
laut lain
Potensial konflik
atau kompabiliti
Ekspasi kegiatan yang ada saat ini
Operator
selam
Diharapkan
mengikuti tren 5
tahun lalu yaitu
jumlah operator
naik 5% per
tahun
Teluk Papayo
dan Teluk
Airo
3-dimensi,
minimum 1 hektar
per diving site
Tidak ada,
mengambil /
merusak
karang /
habitat
dilarang
Konflik dengan
nelayan, jetski dari
resort A.
Modifikasi kegiatan yang ada saat ini
Resort B Karena jumlah
turis menurun,
pembangunan
resort tidak
dilanjutkan
Pesisir Teluk
Papayo dan
Teluk Airo
Rata-rata 5 hektar
per resort
Kualitas air
menurun
selama
konstruksi,
habitat satwa
liar
terganggu
Nelayan ikan,
diving, akuakultur,
penggusuran









Sumber: Don Foley
Gambar 3.5 Ilustrasi Pemanfaatan Sumberdaya Pesisir


Pedoman Teknis Penyusunan RZWP-3-K Provinsi


KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN
III-48
3.4.3 Identifikasi Potensi Perkembangan Wilayah

Aktivitas Rencana
Kegiatan?
Calon Lokasi Kebutuhan Ruang
Spatial/Temporal
Dampak
terhadap
pengguna lain
Potensi konflik
aktivitias yg
kompatibel
Aktivitas baru
Budidaya laut
dalam
3
permohonan
investor yang
akan
membangun
tahun 2013
Teluk Papoyo
(kualitas air
dan lokasi
strategis)
3 dimensi luas
sekitar 10 hektar
hingga kedalaman
50 meter
Butuh pakan
ikan layang
hidup jumlah
besar.
Pelayaran dan
penangkapan ikan
tradisional/
komersil

3.4.4 Identifikasi Dampak Kegiatan Dari Wilayah Sekitar Yang Mempengaruhi Wilayah
Perencanaan

No Kegiatan Lokasi Dampak terhadap
proses SD air
Dampak
terhadap
transport
sedimen
Dampak
terhadap
transport
substan lain
1 Pertambangan Emas di
hulu sungai
DAS hulu Penurunan
kualitas air,
Perubahan
sediment
transport
Polusi
limbah air
2 Pabrik Semen DAS Hulu Penurunan
kualitas air,
sediment
transport
Perubahan
sediment
transport
Limbah
padat

3.4.5 Identifikasi Isu Perencanaan
Identifikasi isu-isu perencanaan meliputi:
Identifikasi daerah rawan bencana: banjir, tsunami, erosi, abrasi,
sedimentasi, akresi garis pantai, subsiden/longsoran tanah, gempa.
Identifikasi masalah lingkungan dan pencemaran: intrusi air laut/asin, polusi
dan pencemaran, kerusakan ekosistem/habitat hutan mangrove, kerusakan
ekosistem/habitat terumbu karang.
Identifikasi daerah konservasi/perlindungan: kawasan lindung
nasional/kawasan konservasi yang ditetapkan secara nasional (taman
nasional, taman laut, cagar alam, suaka alam laut), kawasan konservasi yang
sedang diusulkan oleh daerah, dan daerah perlindungan laut lokal.
Identifikasi kegiatan di daratan yang berpengaruh terhadap kegiatan pada
kawasan perairan
Konflik penggunaan lahan.







Pedoman Teknis Penyusunan RZWP-3-K Provinsi


KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN
III-49

Tahap 5

3.5 Penyusunan Dokumen Awal
Penyusunan dokumen awal dilaksanakan setelah kelompok kerja melakukan identifikasi
potensi wilayah yang meliputi :
1. Pengolahan Dan Analisis Data Untuk Disusun Dalam Peta-Peta Tematik
2. Identifikasi pemanfaatan sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil
3. Identifikasi potensi perkembangan

Output dokumen awal, meliputi :
1. peta-peta tematik;
2. hasil identifikasi pemanfataan sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil; dan
3. hasil identifikasi potensi perkembangan

Selanjutnya Dokumen awal RZWP-3-K wajib dilakukan konsultasi publik untuk mendapatkan
masukan, tanggapan atau saran perbaikan dari Pemerintah, SKPD/instansi terkait,
organisasi kemasyarakatan (ORMAS) dan pemangku kepentingan utama.



























Pedoman Teknis Penyusunan RZWP-3-K Provinsi


KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN
III-50

Tahap 6

3.6 Konsultasi Publik
Konsultasi publik adalah suatu proses penggalian dan dialog masukan, tanggapan dan
sanggahan antara pemerintah daerah dengan pemerintah, dan pemangku kepentingan di
wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil yang dilaksanakan antara lain melalui rapat,
musyawarah/rembug desa, dan lokakarya (Permen 16/MEN/2008 pasal 1 ayat 17).
Tahap ini merupakan pelaksanaan konsultasi publik pertama bertujuan untuk memberitahukan
hasil-hasil penyusunan rencana zonasi pada tahap awal yaitu hasil pengumpulan data, survei
lapangan (identifikasi data dan informasi dan penyusunan paket sumberdaya) sampai
mengidentifikasi potensi wilayah (nilai sumberdaya dan isu permasalahan) dan dimaksudkan
untuk menjaring masukan dan perbaikan data maupun informasi mengenai draft rencana zonasi
yang telah disusununtuk mendapatkan kesepakatan awal.
Tabel 3.9Tujuan dan Output Pelaksanaan Konsultasi dan Partisipasi Publik
Perencanaan Zonasi WP-3-K

Tahapan Tujuan Output
Konsultasi publik 1 Mensosialisasikan draf
awal rumusan strategi
dan rencana zonasi
Menjaring masukan,
tanggapan, koreksi dan
usulan terhadap data
dan informasi dalam
draft rencana yang
telah disusun.
Informasi potensi dan
permasalahan di wilayah
perencanaan
Pemberian masukan terhadap
harapan-harapan Stakeholder
terhadap perencanaan di WP-
3-K
Tanggapan berupa
masukan/usulan atau
keberatan terhadap rumusan
strategi dan draft rencana
zonasi.

Sasaran yang ingin dicapai pada konsultasi publik pertama adalah adanya perbaikan dan
penyempurnaan atas draft laporan awal yang telah disusun dan memfasilitasi aspirasi dari
seluruh kalangan masyarakat dalam rangka mewujudkan rencana zonasi.

Pada pelaksanaan konsultasi publik pertama ini diharapkan dapat menjaring masukan dari
seluruh lapisan masyarakat/Stakeholder terkait antara lain PemerintahPusat & Daerah, DPRD,
SKPD/instansi terkait, LSM, Perguruan Tinggi/ Akademisi/Pakar/Profesi/Pemerhati, Masyarakat
Adat/Lokal, Pengusaha/industri, Pers, dan lain-lain guna menghasilkan dokumen antara.
Peran Stakeholder dalam konsultasi publik adalah memberikan masukan dalam hal :
1. Persiapan penyusunan dokumen perencanaan di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil;
2. Pengidentifikasian potensi dan masalah pembangunan wilayah atau kawasan;
3. Penentuan arah pengembangan wilayah atau kawasan;
4. Perumusan konsepsi rencana zonasi

Pedoman Teknis Penyusunan RZWP-3-K Provinsi


KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN
III-51
5. Kerja sama dengan Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau sesama unsur masyarakat
dalam perencanaan di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.

Tabel 3.10Target Peserta dalam Pelaksanaan Konsultasi dan Partisipasi Publik
Perencanaan Zonasi WP-3-K

No
Tahapan Target Peserta
1 Konsultasi publik 1 Stakeholder :
A. Unsur pemerintah
SKPD daerah yang terdiri dari :
1. Bappeda
2. Dinas Kelautan dan perikanan
3. Dinas Pekerjaan Umum
4. BPN
5. Dinas Kehutanan
6. Dinas Pertanian
7. Dinas Pariwisata
8. Dinas Perhubungan
9. Dinas Perindustrian
10. Dinas Lingkungan hidup.
11. Dinas Pendapatan Daerah
12. BUMD
13. dll
B. TNI AL dan POLAIRUD
C. Masyarakat :
1. Perguruan tinggi
2. Kelompok masyarakat
D. Organisasi/Dunia Usaha
- Dunia Usaha di Bidang Kelautan dan Perikanan


Output, materi, metode dan lokasi pelaksanaan dapat dilihat pada tabel 3.11 berikut :
Tabel 3.11Output,Materi, Metode dan Lokasi pada Konsultasi Publik Pertama
Penyusunan RZWP-3-K
Tahapan Materi Metode pelaksanaan
Waktu & lokasi
Konsultasi publik 1 Draft Laporan Awal yang
memuat data dan informasi
awal terkait pada tujuan
penyusunan rencana zonasi,
yaitu hasil pengumpulan data,
hasil survei lapangan
(identifikasi data dan informasi
serta penyusunan paket
sumberdaya) sampai pada hasil
identifikasi potensi wilayah
(nilai sumberdaya dan isu
permasalahan)
Fokus group Discussion
(FGD)
Rembug Desa
(dapat dilakukan dengan
menerapkan model
Simulasi)
Kantor
Pemerintah
Daerah (Dinas
Kelautan dan
perikanan
atau Bappeda)
Kantor
kecamatan/
kelurahan


Pedoman Teknis Penyusunan RZWP-3-K Provinsi


KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN
III-52

Tahap 7


3.7. Penentuan Usulan Alokasi Ruang
3.7.1. Penyusunan Paket Sumberdaya
Paket atau satuan sumberdaya merupakan informasi mengenai kondisi sumberdaya yang ada
di area tertentu di dalam satu unit perencanaan di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. Unit
perencanaan merupakan kawasan tertentu yang ada di suatu wilayah perencanaan (Provinsi
atau Kabupaten/kota). Batas spasial unit perencanaan merupakan kombinasi dari kondisi
topografi, oseanografi, ekologi, pemanfaatan/penggunaan lahan/perairan saat ini (eksisting).
Di dalam setiap unit perencanaan terdapat paket-paket sumberdaya yang memiliki potensi
untuk dikembangkan sesuai dengan karakteristik biofisik dan lingkungannya. Berbagai
kegiatan pemanfaatan umum yang dapat dikembangkan diantaranya perikanan tangkap,
budidaya perairan, wisata bahari, permukiman, rekreasi, industri, pertambangan, hutan dan
sebagainya.
Secara umum, peta paket sumberdaya secara spasial merupakan kombinasi dari 2 (dua)
dataset dasar (baseline dataset) dan 10 (sepuluh) dataset tematik (thematic dataset) yang
diperoleh melalui tumpangsusun (overlay) peta. (Jenis 12 datasets secara detail dapat dilihat
di tahap 2). Dataset dasar dan tematik yang digunakan meliputi:

Baseline Dataset, terdiri dari:
1. Terestrial
2. Batimetri
Thematic Dataset terdiri dari:
1. Geologi & geomorfologi
2. Oseanografi
3. Penggunaan Lahan, Status Kepemilikan Lahan dan RTRW
4. Pemanfaatan Wilayah Laut
5. Kesesuaian Lahan/Perairan dan Sumberdaya Air
6. Ekosistem Pesisir dan Sumberdaya Ikan
7. Infrastruktur
8. Demografi dan Sosial
9. Ekonomi Wilayah
10. Risiko Bencana

Secara teknis, tidak semua dataset dasar dan tematik tersebut ditumpangsusunkan secara
langsung, tetapi dapat dilakukan beberapa tahapan proses GIS untuk memudahkan
pengolahannya. Selain itu, paket sumberdaya untuk wilayah perairan dan daratan pesisir
merupakan kombinasi dari data dasar dan tematik yang berbeda, sebagaimana
gambar3.4berikut.




Pedoman Teknis Penyusunan RZWP-3-K Provinsi


KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN
III-53













Gambar 3.6 Proses Penyusunan Peta Paket Sumberdaya

Sebagai contoh, Peta Paket Sumberdaya untuk wilayah Kabupaten X dihasilkan dari hasil
tumpangsusun antara Peta Pemanfaatan Wilayah Laut, Kedalaman perairan , Salinitas, Suhu,
Terumbu Karang, Klorofil, Arus, Arus Laut, Jenis Tanah, Lereng, Penggunaan Lahan, Kerawanan
Bencana dan Peta Geologi. Paket sumberdaya yang dihasilkan terdiri dari 11 paket yang diberi
nama Paket Sumberdaya A s.d. K.

















Gambar 3.7 Peta Paket Sumberdaya
Hasil Tumpangsusun Berbagai Karakteristik Lahan dan Perairan

Pedoman Teknis Penyusunan RZWP-3-K Provinsi


KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN
III-54

Berdasarkan Peta Paket Sumberdaya hasil tumpangsusun karakteristik lahan dan perairan dan
parameter lainnya, dilakukan pendeskripsian nilai-nilai sumberdaya.


3.7.2 Identifikasi Nilai-nilai Sumberdaya dan Analisis Kesesuaian Terhadap Kriteria Kawasan, Zona,
Sub Zona, dan/Atau Pemanfaatannnya
Identifikasi nilai-nilai sumberdaya merupakan identifikasi karakteristik paket-paket
sumberdaya yang meliputi:
1. identifikasi dan pemetaan pemanfaatan laut, pesisir dan lahan atas;
2. pemanfaatan saat ini yang disetujui dan tanpa kewenangan (liar) dari kawasan-kawasan
lahan atas dan pesisir milik negara;
3. penggunaan tanah pribadi;
4. habitat-habitat sensitif; dan
5. datasets kemampuan.

Peta Paket Sumberdaya hasil tumpangsusun karakteristik lahan dan perairan yang telah
disusun pada sebelumnya, dilakukan pendeskripsian nilai-nilai sumberdaya yang ada di setiap
unit pemetaan sumberdaya yang ada. Tabel berikut menunjukkan deskripsi nilai-nilai
sumberdaya untuk setiap paket sumberdaya di kawasan pesisir.
Tabel 3.12Nama Paket Sumberdaya dan Karakteristik Nilai-nilai Sumberdaya
Nama Unit
Perencanaan:
Kabupaten Buleleng, Provinsi Bali
Nama Paket
Sumberdaya
Nilai-Nilai Sumberdaya
Usulan
Pemanfaatan
Zona
Usulan
Penggunaan yang
Diperbolehkan
A Memiliki kemiringan lereng yang landai. Memiliki
vegetasi yang lebat dan tersebar luas. Jenis tanah
merupakan andosol regosol. Tingkat resiko
bencana yang cukup tinggi.

B Memiliki jarak dekat dengan Pulau lain (P. Jawa).
Kemiringan lereng datar. Jenis tanah merupakan
mediteran cokelat. Tingkat resiko bencana yang
rendah.

C Lokasi merupakan danau, sungai, atau dekat dari
pantai. Kemiringan lereng datar. Memiliki
kandungan tanah yang bersifat tergenang oleh
air (hidromorf). Memiliki resiko bencana yang
rendah.

D Memiliki tanah yang didominasi oleh pasir laut.
Terletak di pesisir dan . Kemiringan lereng datar
dengan tingkat rawan bencana yang rendah.


Pedoman Teknis Penyusunan RZWP-3-K Provinsi


KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN
III-55
E Tingkat resiko bencana yang rendah. Terletak di
daerah yang datar. Jenis tanah merupakan
mediteran.

F Terletak di daerah yang curam (lereng gunung).
Memiliki jenis tanah andosol dan latosol yang
bersifat subur karena terletak di lereng gunung
vulkanik. Resiko bencana yang sedang.

G Memiliki jenis tanah aluvial dan andosol yang
bersifat subur karena berasal dari hasil kegiatan
vulkanik. Terletak di daerah yang datar dan
landai. Resiko bencana yang rendah.

H Memiliki jarak yang dekat dengan daratan utama.
Kondisi arus yang tenang. Kedalaman perairan
dangkal yang bervariasi 5 - 50 m. Suhu dan
salinitas yang cocok untuk biota perairan.

I Memiliki kandungan klorofil yang tinggi. Berjarak
2 mil dari daratan utama. Memiliki arus yang
deras. Memiliki kedalaman perairan di atas 50 m.

J Memiliki tutupan terumbu karang yang baik.
Dekat dari darat tetapi terlindung dari aktivitas
yang bersifat destruktif. Kedalaman perairan
yang relatif dangkal. Terletak di sekitar teluk
sehingga cukup terlindung dari arus.

K Tidak terdapat ekosistem seperti terumbu
karang. Kedalaman perairan > 200 m. Terletak di
lepas pantai.

L Beberapa lokasi terdapat terumbu karang dan
berpasir. Arus bervariasi dari lambat sampai
deras. Merupakan daerah yang terlindung.


Setelah selesai dilakukan identifikasi terhadap nilai-nilai sumberdaya, selanjutnya dilakukan
analisis paket sumberdaya, baik spasial maupun nonspasial. Analisis paket sumberdaya untuk
menentukan kesesuaian zona dilakukan dengan cara mencocokkan (matching) antara kondisi
karakteristik setiap paket sumberdaya dengan berbagai kriteria kesesuaian lahan/perairan
untuk setiap pemanfaatan yang akan diterapkan. Proses matching dapat dilihat pada tabel
berikut:






Pedoman Teknis Penyusunan RZWP-3-K Provinsi


KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN
III-56
Tabel 3.13Contoh Proses Identifikasi Kesesuaian Zona
Melalui Analisa Kesesuaian Paket Sumberdaya

Paket
Sumberdaya
Parameter Kondisi Riil Kriteria Matching Usulan Zona
E
Kelerengan 0 - 8 % <= 8 % Sesuai
Pemukiman Bahaya banjir Rendah Rendah Sesuai
Sempadan > 100 m > 100 m Sesuai
H
Suhu 34 - 35 C 26 - 35 C Sesuai
Budidaya Laut
Salinitas 34 - 35 18 - 35 Sesuai
Arus < 0.25 < 0.75 m/s Sesuai
Jarak dari pantai 5 - 2000 m < 1000 m Cukup sesuai
...G...
Kesuburan tanah
Subur (tanah
vulkanik) Subur Sesuai
Pertanian
Kemiringan lereng 0 - 8 % < 3 %
Cukup
sesuai
Bahaya Banjir Rendah Rendah Sesuai











Gambar 3.8Contoh Peta Usulan Zona yang Dihasilkan dari Proses Matching
Antara Paket Sumberdaya dengan Kriteria Fisik Lahan


Pedoman Teknis Penyusunan RZWP-3-K Provinsi


KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN
III-57
Atribut atau informasi dari setiap paket sumberdaya divaluasi dengan menggunakan
kumpulan daftar kriteria lingkungan, sosial dan ekonomi yang berasosiasi dengan paket
sumberdaya di setiap unit perencanaan. Kriteria penilaian untuk wilayah tertentu sangat
fleksibel tergantung kondisi biofisik lingkungan dan sosial-ekonomi setempat.

Valuasi dilakukan dengan menanyakan kepada pengguna sumberdaya dan Stakeholder yang
lain untuk menentukan kisaran nilai kriteria tersebut (contoh 1-5; 1-10) yang memetakan
tingkat kepentingan maupun perhatian mereka pada masing-masing paket sumberdaya yang
didasarkan pada titik pandang individual. Contoh kriteria dan nilai atribut sumberdaya dapat
dilihat pada Tabel berikut.

Tabel3.14Contoh Kriteria yang Digunakan untuk Penilaian Kepentingan Paket Sumberdaya
untuk DaerahEkositem Karang-Mangrove-Lamun.

Kriteria Nilai Atribut Untuk Pengguna Sumberdaya/Stakeholder
Penilaian
StakeholderSkor
(1-10)
Lingkungan
Biodiversity (ecosystem, species, genetic) // Keanekaragam Hayati 10
Integrity/Condition // Integritas/Kondisi 8
Uniqueness // Keunikan 9
Resilience // Daya Pulih 4
Current Use // Penggunaan saat ini 5
Productivity Level // Tingkat Produktifitas 9
Threatened/Endangered Species // Jenis-Jenis Terancam/Kepunahan 8
Critical Habitats (nursery/seasonal nesting areas and migratory stops)
// Habitat Kritis (lokasi sarang/pemijahan dan persinggahan jenis
yang bermigrasi)
10
Ecological Services/Functions (waste assimilation, carbon sinks, hazard
risk prevention) // Fungsi/Pelayanan Ekologi (pendaur limbah,
penyerap karbon, perlindungan terhadap bahaya bencana, dsb.
9
Location (proximity to population centres) // Lokasi (kedekatan
dengan pusat populasi)
3
Area of Coverage (Size) // Luasan (ukuran) 7
Sosial
Demographic Trends (e.g. changes in structure of labour
force/employment) // Kecenderungan Demografi (a.l. perubahan
dalam struktur tenaga kerja/buruh)
5
Access to Services (health, education) // Akses ke Pelayanan Sosial
(kesehatan, pendidikan, dsb.)
1
Cultural/Heritage (archaeological, historical, religious) //
Budaya/Warisan Budaya (arkeologi, sejarah, keagamaan)
4
Ekonomi
Traditional Use // Penggunaan Tradisional 8
Future Use Options (unknown) // Opsi penggunaan masa depan
(belum diketahui)
1
Commercial Potential (proven) // Potensi komersial (terbukti) 2
Existing or Potential Industrial Development and Supporting
Infrastructure (transportation, communications) // Telah berlangsung
atau potensi untuk Pembangunan Industri dan Parasarana
Pendukung (transportasi, komunikasi, dsb.)

1


Pedoman Teknis Penyusunan RZWP-3-K Provinsi


KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN
III-58
Tabel 3.15Matriks Penilaian Atribut Sumberdaya oleh Stakeholder
Kriteria Atribut Sumber-daya
Identifikasi Skor oleh Stakeholder
Pakar
Birokrasi/
SKPD
LSM/NGO
Perwakilan
Masyarakat
Rata-rata
Penilaian
Lingkungan
Keanekaragam Hayati
Integritas/Kondisi
Keunikan
Daya Pulih
Penggunaan saat ini
Tingkat Produktifitas
Jenis-Jenis
Terancam/Kepunahan

Habitat Kritis

Fungsi/Pelayanan
Ekologi

Lokasi
Luasan (ukuran) Area

Kecenderungan
Demografi

Sosial
Akses ke Pelayanan
Sosial


Budaya/Warisan
Budaya


Penggunaan
Tradisional

Ekonomi
Potensi komersial
(terbukti)


Telah berlangsung atau
potensi untuk
Pembangunan Industri
dan Parasarana
Pendukung
(transportasi,
komunikasi, dsb.)


Hasil-hasil proses valuasi kemudian diringkas dalam sebuah matriks keseluruhan tingkat
kepentingan Stakeholder kunci sebagai berikut.

Tabel3.16Matrik Kesimpulan Tingkat Kepentingan Stakeholder
untuk Setiap Paket Sumberdaya

Paket
Sumberdaya
Tingkat Kepentingan Stakeholder Kunci
1 2 3 4 5 6 7 8 9 Total
A
B

Pedoman Teknis Penyusunan RZWP-3-K Provinsi


KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN
III-59
C
D
E
F
G
H
I
J
K
L


Tabel 3.17Tingkat Kepentingan Menurut Stakeholder
(dinyatakan dengan nilai antara 1 s/d 9)







3.7.3Penentuan usulan kawasan, zona, sub zona, dan/atau pemanfaatannnya
Peta paket sumberdaya yang telah dianalisis kemudian ditetapkan tujuan pengelolaannya :
a. Menentukan usulan alokasi ruang untuk kawasan, zona, sub zona, dan/atau
pemanfaatannnya
b. Menentukan tujuan pengelolaan untuk paket-paket sumberdaya yang ada (tujuan
pemanfaatan primer dan sekunder) dengan menyertakan informasi mengenai kondisi
kemampuan lahan yang dimiliki pada setiap paket tersebut.
c. Menetapkan pernyataan tujuan pengelolaan untuk setiap usulan/calon kawasan, zona,
dan sub zona (Statement of Management)









Kepentingan Stakeholder Kunci
1 Perikanan Tangkap 6 Pelabuhan
2 Perikanan Budidaya 7 Pertanian
3 Permukiman 8 Hutan
4 Industri 9 Pertambangan
5 Pariwisata

Pedoman Teknis Penyusunan RZWP-3-K Provinsi


KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN
III-60
Tabel 3.18Contoh Rekap Usulan Pemanfaatan Zona Pada Setiap Unit Perencanaan

Nama Unit
Perencanaan:
Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah Kode Unit: 1120
Nama
Lokasi
Kode
Lokasi
Nilai-Nilai
Sumberdaya
Sasaran Pengelolaan
Usulan
Pemanfaatan
Zona
Usulan
Penggunaan
yang
Diperbolehkan
A
A1
Perairan pantai
dalam, geologi
formasi batuan
stabil, Regim
ombak berenergi
rendah.
Menyediakan peluang untuk
pembangunan industri dan
Perdagangan. Menetapkan
peluang bagi pembangunan
industri dan perdagangan yang
melengkapi/mendukung
pembangunan Pelabuhan.
Penggunaan
Khusus
Pelabuhan /
Depot Minyak
B
B5
Alur Transportasi
Laut. Habitat Ikan
dan Kehidupan
Liar. Infrastruktur
Transportasi
terbangun.
Menyediakan lokasi untuk
penggunaan beragam sesuai ijin
pemanfaatan. Memberikan
peluang bagi pembangunan
tambak udang di Selatan delta
sampai ke batas Tanjung Brantas.
Penggunaan
Umum
Industri dan
Perdagangan
C
C3
Lokasi Laut
sensitif, Kerang
pantai. Habitat
ikan. Berpotensi
untuk Budidaya
Kerang.
Mempertahankan habitat pesisir
dan konservasi lokasi laut sensitif.
Membatasi aktifitas pembangunan
perdesaan. Menyediakan peluang
bagi budidaya kerang terapung dan
keramba jaring apung yang
berkelanjutan.
Penggunaan
Umum
Budidaya
Perairan
(Aquaculture)
D
D4
Memiliki Nilai
Kehidupan Liar
(ikan hias, burung
pantai, pesut,
lumba-lumba).
Bernilai
lingkungan dan
rekriasi. Lokasi
laut sensitif. Alur
migrasi lumba-
lumba.
Menyediakan peluang
pembangunan masyarakat.
Melarang pembangunan komersial
di pulau dengan luasan < 65
hektar. Menjamin pembangunan
yang memperhatikan nilai budaya
dan sejarah. Identifikasi peluang
pembangunan ramah lingkungan.
Memelihara nilai rekreasi publik.
Mempertahankan habitat pesisir
dan melindungi lokasi laut sensitif.
Menetapkan cagar untuk
berkembangbiak bagi lumba-
lumba.
Kawasan
Khusus
Alur Migrasi
Wisata dan
Rekreasi
E
E5
Lokasi Laut
sensitif. Fitur
Rekriasi (pantai
pasir putih yang
luas).
Memelihara habitat pesisir dan
mengkonservasi lokasi sensitif.
Mempertahankan aktifitas
perikanan tradisional berlandaskan
sistem perijinan. Mendukung
pembangunan ekowisata bahari
intensitas rendah.
Konservasi
Perikanan
Tangkap

Pedoman Teknis Penyusunan RZWP-3-K Provinsi


KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN
III-61

Tahap 8
3.8Penyusunan Dokumen Antara
3.8.1 Analisis Lanjutan Paket Sumberdaya
Beberapa analisis lanjutan setelah dilakukan analisis paket sumberdaya yang digunakan dalam
penyusunan RZWP-3-K Provinsi, antara lain :
1) Analisis Kebijakan dan Kewilayahan
Analisis Kebijakan digunakan untuk melihat kedudukan wilayah perencanaan terhadap
kebijakan rencana tata ruang nasional/provinsi/Kabupaten/Kota, dan menyesuaikan
perencanaan yang dibuat dengan kebijakan pembangunan daerah, dengan tujuan agar
tidak terjadi tumpang tindih kegiatan. Disamping itu, analisis yang didasarkan pada
kebijakan pembangunan nasional, termasuk kebijakan geopolitik dan pertahanan
keamanan. Sedangkan analisis kewilayahan merupakan analisis untuk melihat
kecenderungan perkembangan kawasan di wilayah perencanaan berdasarkan potensi
fisik wilayah dan kondisi ekonomi, sosial budaya yang ada.

2) Analisis Sosial dan Budaya
Dalam upaya untuk mencapai pemanfaatan sumberdaya alam secara berkelanjutan bagi
peningkatan kesejahteraan masyarakat, perlu dilakukan penilaian/analisis sosial budaya
di wilayah dan atau kawasan. Penilaian/analisis sosial (urban social indicator) misalnya
kependudukan/demografi, struktur sosial budaya, pelayanan sarana dan prasarana sosial
dan budaya, potensi sosial budaya masyarakat, atau kesiapan masyarakat terhadap suatu
pengembangan.

Tujuan analisis ini adalah mengkaji kondisi sosial budaya masyarakat yang mendukung
atau menghambat pengembangan wilayah dan atau kawasan, serta memiliki fungsi antara
lain :
1. sebagai dasar penyusunan rencana tata ruang wilayah dan atau kawasan serta
pembangunan sosial budaya masyarakat
2. mengidentifikasi struktur sosial budaya masyarakat
3. menilai pelayanan sarana dan prasarana sosial budaya yang mendukung
pengembangan wilayah dan atau kawasan
4. menentukan prioritas-prioritas utama dalam formulasi kebijakan pembangunan
sosial budaya masyarakat
5. memberikan gambaran situasi dan kondisi obyektif dalam proses perencanaan

Di beberapa daerah peningkatan kesejahteraan rakyat di berbagai bidang telah mulai
dirasakan. Peningkatan tersebut antara lain di bidang pendidikan, kesehatan,
ketenagakerjaan, pendapatan, dan bidang sosial budaya lainnya. Sedangkan masalah
pendudukan seperti lajunya tingkat pertumbuhan penduduk, persebaran yang tidak
merata dan struktur umur penduduk yang relatif muda masih merupakan faktor
penghambat usaha kesejahteraan rakyat.Oleh karena itu, perubahan yang diharapkan

Pedoman Teknis Penyusunan RZWP-3-K Provinsi


KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN
III-62
adalah terjadinya peningkatan kesejahteraan masyarakat, sehingga wilayah dan atau
kawasan memang layak dikembangkan.

3) Analisis Infrastruktur
Analisis infrastruktur di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil bertujuan untuk mengetahui
sebaran infrastruktur yang ada, sebagai data dasar dalam pengembangan struktur
wilayah dan acuan dalam analisis proyeksi kebutuhan sarana dan prasarana kelautan dan
perikanan. Kondisi infrastruktur dapat diketahui berdasarkan data sekunder yang telah
ada dan observasi langsung di lapangan. Pemetaan dilakukan dengan cara digitalisasi data
sekunder dan plotting lokasi secara langsung di lapangan, meliputi sarana dan prasarana
transportasi, air bersih, listrik dan energi, sanitasi, dan prasarana lainnya.

4) Analisis Ekonomi Wilayah
Analisis ekonomi wilayah bertujuan untuk mengetahui pola distribusi perkembangan
wilayah, pertumbuhan pusat-pusat kegiatan di wilayah kajian, dan komoditi basis
wilayah. Analisis ekonomi wilayah meliputi :
(1) Struktur ekonomi dan pergeserannya
Merupakan analisis untuk mengenali struktur ekonomi di dalam wilayah dan/atau
kawasan perencanaan saat ini. Sasaran : mengetahui tingkat PDRB pada suatu
wilayah dan/atau kawasan yang dirinci berdasarkan lapangan usaha,
mengidentifikasi struktur ekonomi dan pergesarannya di dalam wilayah dan/atau
kawasan perencanaan pada saat ini.
Input Proses Output
Pendapatan Daerah Regional
Bruto tiap wilayah administrasi
yang termasuk dalam wilayah
perencanaan dirinci berdasarkan
lapangan usahanya
Analisis PDRB PDRB kawasan yang dirinci
berdasarkan lapangan usaha,
Struktur ekonomi dan
pergeserannya di dalam
wilayah dan/atau kawasan

(2) Sektor Basis
Merupakan analisis untuk mengenali sektor basis wilayah dan/atau kawasan saat ini.
Sasaran adalah untuk mengetahui sektor yang memberikan sumbangan/kontribusi
relatif yang cukup besar terhadap PDRB di suatu wilayah dan/atau kawasan sehingga
sektor tersebut dikatakan sebagai sektor basis (dominan).












Input Proses Output
Data pendapatan tenaga kerja di
tiap sektor tiap satuan wilayah
dan/atau kawasan, pendapatan
total wilayah dan/atau kawasan,
jumlah produksi dan luas usaha
tiap sektor pada wilayah
dan/atau kawadan, struktur
ekonomi wilayah dan/atau
kawasan perencanaan beserta
kontribusi masing-masing sektor
terhadap PDRB total wilayah
dan/atau kawasan.
Metode asumsi
Metode LQ
(Location
Quotient)
Metode pendekatan
kebutuhan minimum
dll
penyerapan tenaga
kerja masing-masing
sektor
luas usaha dan
produktivitas
masing-masing
sektor
sektor basis wilayah
dan/atau kawasan
perencanaan.

Pedoman Teknis Penyusunan RZWP-3-K Provinsi


KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN
III-63
Perlu diketahui pula keterlibatan Stakeholder terhadap kegiatan ekonomi wilayah
pada sektor basis, yakni sejauh mana keterlibatan Stakeholder terhadap kegiatan
ekonomi pada sektor basis.

Input Proses Output
data public sector (pemerintah
pusat,daerah), private sector
(pihak-pihak terkait dengan
kegiatan ekonomi,misal
:pedagang,pengumpul,dll),data
akademisi,data community
(kelompok nelayan,penyuluh
perikanan,dll)
Metode skoring dengan
menggunakan kriteria :
pengaruh,kepentingan,kapasitas,
dll
nilai
keterlibatan
tertinggi dan
terendah

(3) Komoditi sektor basis yang memiliki keunggulan dan komparatif berpotensi ekspor
(komoditas unggulan/kunci).
Merupakan analisis untuk mengenali komoditas unggulan pada sektor basis wilayah
dan/atau kawasan yang memiliki keunggulan komparatif dan berpotensi ekspor.
Komoditas unggulan merupakan Komoditas kunci yang memiliki peran penting baik
secara langsung/tidak langsung dan bersifat multiplier effect.

Input Proses Output
Data komoditas
baik jenis dan
volume
Metode skoring dengan
menggunakan kriteria : rantai
produksi, serapan tenaga kerja,nilai
tambah,jaminan
keberlanjutan,dampak lingkungan, dll
komoditas
unggulan/kunci
perbandingan volume
ekspor komoditi yang
sama dengan wilayah
lain

Setelah diketahu komoditas unggulan/kunci perlu dianalisis pula faktor-faktor
internal dan eksternal (kelemahan, kekuatan, ancaman, dan peluang) pada
sektor/komoditas yang akan dikembangkan.

Input Proses Output
Data terkait dengan
potensi dan
permasalahan (lebih
lengkap ada di tahap
2)
menentukan kriteria kekuatan
kelemahan ancaman dan peluang
mengidentifikasi seluruh potensi dan
permasalahan
memasukkan data ke dalam tabel
SWOT menurut kekuatan kelemahan
peluang dan ancaman sesuai dengan
kriteria yang telah ditentukan
(perumusan objective)
mengecek kembali kebenaran hasil
SWOT dengan kondisi eksisting.
kekuatan,
kelemahan,
peluang, dan
ancaman



Pedoman Teknis Penyusunan RZWP-3-K Provinsi


KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN
III-64
5) Analisis Potensi Ekosistem Pesisir dan Sumberdaya Ikan
Analisis potensi ekosistem pesisir dan sumberdaya ikan merupakan analisis yang
digunakan untuk mengetahui potensi kelimpahan (stock assessment) dan tingkat
pemanfaatan ekosistem pesisir meliputi mangrove, terumbu karang, dan padang lamun,
serta sumberdaya ikan, baik ikan pelagis maupun ikan demersal. Untuk lebih lengkapnya
dapat dilihat pada lampiran 2.

6) Analisis Daya Dukung Wilayah
Daya dukung wilayah (carrying capacity) adalah daya tampung maksimum lingkungan
untuk diberdayakan oleh manusia. Dengan kata lain populasi yang dapat didukung
dengan tak terbatas oleh suatu ekosistem tanpa merusak ekosistem itu. Fungsi
bebanmanusia tidak hanya pada jumlahpopulasi akan tetapi juga konsumsi perkapita
serta lebih jauh lagi adalah faktor berkembangnya perdagangan dan industri secara
cepat.
Analisis daya dukung (carrying capacity analysis) merupakan suatu alat perencanaan
pembangunan yang memberikan gambaran hubungan antara penduduk, penggunaan
lahan dan lingkungan. Analisis daya dukung dapat memberikan informasi yang diperlukan
dalam menilai tingkat kemampuan lahan dalam mendukung segala aktifitas manusia yang
ada di wilayah yang bersangkutan.
Informasi yang diperoleh dari hasil analisis daya dukung secara umum akan menyangkut
masalah kemampuan (daya dukung) yang dimiliki oleh suatu daerah dalam mendukung
proses pembangunan dan pengembangan daerah itu, dengan melihat perbandingan
antara jumlah lahan yang dimiliki dan jumlah penduduk yang ada.

7) Analisis Risiko Bencana
Potensi bencana yang ada di Indonesia dapat dikelompokkan menjadi 2 kelompok utama,
yaitu potensi bahaya utama (main hazard) dan potensi bahaya ikutan (collateral hazard).
Potensi bahaya utama (main hazard potency) ini dapat dilihat antara lain pada peta
rawan bencana gempa di Indonesia yang menunjukkan bahwa Indonesia adalah wilayah
dengan zona-zona gempa yang rawan, peta potensi bencana tsunami dan lain-lain.
Sedangkan penyebab Bencana dapat disebabkan oleh kejadian alam (natural disaster)
maupun oleh ulah manusia (man-made disaster).
Berdasarkan UU 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah pesisir dan Pulau-pulau
Kecil dan Permen No. 64 Tahun 2010 mengenai Mitigasi Bencana di Wilayah pesisir dan
Pulau-pulau Kecil, Bencana di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil dapat diakibatkan
karena peristiwa alam atau perbuatan orang. Bencana yang diakibatkan karena peristiwa
alam meliputi :
a. gempa bumi;
b. tsunami;
c. gelombang ekstrim;
d. gelombang laut berbahaya;
e. letusan gunung api;
f. banjir;
g. kenaikan paras muka air laut;
h. tanah longsor;

Pedoman Teknis Penyusunan RZWP-3-K Provinsi


KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN
III-65
b. erosi pantai;
a. angin puting beliung; dan
b. jenis bencana lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Sedangkan bencana yang diakibatkan karena perbuatan orang meliputi jenis bencana:
a. banjir;
b. kenaikan paras muka air laut;
c. tanah longsor; dan
d. erosi pantai.
Analisis kerawanan dan risiko bencana dapat dilakukan menggunakan metode GIS,
pemodelan, dan identifikasi lokasi secara langsung di lapangan. Data sekunder
kerawanan dan risiko bencana dapat diperoleh dari instansi yang terkait. Metode
penentuan indeks risiko bencana secara lengkap sebagai berikut :













Gambar 3.9 Metode Identifikasi Tingkat Risiko Bencana







INPUT ANALISIS OUTPUT
KERAWANAN
BENCANA PESISIR

PEMBOBOTAN dan
SKORING
KERENTANAN FISIK
KERENTANAN EKONOMI
KERENTANAN SOSIAL
KERENTANAN LINGKUNGAN
KONDISI FISIK
KONDISI EKONOMI
KONDISI SOSIAL
KONDISI LINGKUNGAN
KERENTANAN WILAYAH PESISIR
TERHADAP BENCANA PESISIR
ALTERNATIF STRATEGI

KESIMPULAN DAN
REKOMENDASI

Pedoman Teknis Penyusunan RZWP-3-K Provinsi


KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN
III-66
Gambar 3.10 Diagram Proses Penentuan Kerentanan Pesisir
Setelah mengetahui ancaman bahaya (hazard) dan kerentanan (vulnerability), maka risiko
bencana dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan:

Risiko Bencana =


Dimana:
Risiko = potensi kerugian yang ditimbulkan akibat bencana pada suatu
wilayah dan kurun waktu tertentu yang dapat berupa kematian,
luka, sakit, jiwa terancam, hilangnya rasa aman, mengungsi,
kerusakan atau kehilangan harta, dan gangguan kegiatan
masyarakat.
Hazard = suatu kejadian atau peristiwa yang mempunyai potensi dapat
menimbulkan kerusakan, kehilangan jiwa manusia, atau kerusakan
Iingkungan.
Vulnerability = suatu kondisi yang ditentukan oleh faktor-faktor atau proses-proses
fisik, sosial, ekonomi, dan lingkungan yang mengakibatkan
peningkatan kerawanan masyarakat dalam menghadapi bahaya
(hazards).
Capacity = penguasaan sumberdaya, cara, dan kekuatan yang dimiliki
masyarakat, yang memungkinkan mereka untuk, mempersiapkan
diri, mencegah, menjinakkan, menanggulangi, mempertahankan
diri serta dengan cepat memulihkan diri dari akibat bencana.

Untuk menurunkan tingkat risiko bencana dilakukan dengan meningkatkan kapasitas
(capacity), yaitu dengan melakukan mitigasi bencana. Mitigasi bencana di wilayah pesisir
dan pulau-pulau kecil dilakukan melalui kegiatan struktur/fisik dan nonstruktur/nonfisik:
a. struktur/fisik
1. Kegiatan struktur/fisik untuk mitigasi terhadap jenis bencana gempa bumi meliputi:
a. penggunaan konstruksi bangunan tahan gempa;
b. penyediaan tempat logistik;
c. penyediaan prasarana dan sarana kesehatan; dan
d. penyediaan prasarana dan sarana evakuasi.
2. Kegiatan struktur/fisik untuk mitigasi terhadap jenis bencana tsunami meliputi:
a. penyediaan sistem peringatan dini;
b. penggunaan bangunan peredam tsunami;
c. penyediaan fasilitas penyelamatan diri;
d. penggunaan konstruksi bangunan ramah bencana tsunami;
e. penyediaan prasarana dan sarana kesehatan;
f. vegetasi pantai; dan
g. pengelolaan ekosistem pesisir.
3. Kegiatan struktur/fisik untuk mitigasi terhadap jenis bencana gelombang ekstrim
meliputi:
a. penyediaan sistem peringatan dini;
b. penggunaan bangunan peredam gelombang ekstrim;

Pedoman Teknis Penyusunan RZWP-3-K Provinsi


KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN
III-67
c. vegetasi pantai; dan
d. pengelolaan ekosistem pesisir.
4. Kegiatan struktur/fisik untuk mitigasi terhadap jenis bencana gelombang laut
berbahaya melalui penyediaan sistem peringatan dini.
5. Kegiatan struktur/fisik untuk mitigasi terhadap jenis bencana letusan gunung api
meliputi:
a. penyediaan sistem peringatan dini;
b. penyediaan bunker;
c. pembangunan jalur lahar; dan
d. penyediaan prasarana dan sarana evakuasi.
6. Kegiatan struktur/fisik untuk mitigasi terhadap jenis bencana banjir meliputi:
a. penyediaan sistem peringatan dini;
b. pembangunan bangunan pengendalian banjir; dan
c. penyediaan prasarana dan sarana evakuasi.
7. Kegiatan struktur/fisik untuk mitigasi terhadap jenis bencana kenaikan paras muka
air laut meliputi:
a. pembangunan bangunan pelindung pantai;
b. penyediaan pompa air;
c. penggunaan konstruksi bangunan yang beradaptasi pada kenaikan paras
muka air laut;
d. vegetasi pantai; dan
e. pengelolaan ekosistem pesisir.
8. Kegiatan struktur/fisik untuk mitigasi terhadap jenis bencana tanah longsor
meliputi:
a. perkuatan lereng;
b. pembangunan jaringan drainase lereng; dan
c. pengaturan geometri lereng dengan pelandaian lereng atau pembuatan
terasering.
9. Kegiatan struktur/fisik untuk mitigasi terhadap jenis bencana erosi pantai meliputi:
a. pembangunan bangunan pelindung pantai;
b. peremajaan pantai;
c. vegetasi pantai; dan
d. pengelolaan ekosistem pesisir.
10. Kegiatan struktur/fisik untuk mitigasi terhadap jenis bencana angin puting beliung
meliputi:
a. penyediaan sistem peringatan dini;
b. penggunaan konstruksi tahan angin; dan
c. penanaman vegetasi pantai.

b. nonstruktur/nonfisik.
Kegiatan nonstruktur/nonfisik untuk mitigasi bencana meliputi:
a. penyusunan peraturan perundang-undangan;
b. penyusunan peta rawan bencana;
c. penyusunan peta risiko bencana;
b. penyusunan analisis mengenai dampak lingkungan (amdal);

Pedoman Teknis Penyusunan RZWP-3-K Provinsi


KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN
III-68
c. penyusunan tata ruang;
d. penyusunan zonasi; dan
e. pendidikan, penyuluhan, dan penyadaran masyarakat yang dapat dilakukan
melalui latihan, gladi, simulasi, lokakarya serta peningkatan kesiapsiagaan
masyarakat mengenai upaya mengurangi risiko bencana.

3.8.2PenetapanAlokasi Ruang
Rencana alokasi ruang wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil Provinsi merupakan rencana
distribusi peruntukan ruang wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil di Provinsi yang
meliputi rencana peruntukan ruang yang ada di kawasan konservasi, kawasan strategis
nasional tertentu, alur laut dan kawasan pemanfaatan umum. Klasifikasi kawasan pada
wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil berdasarkan UU No. 27 tahun 2007 tentang Pengelolaan
Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil adalah sebagai berikut:
Tabel 3.19 Klasifikasi Kawasan RZWP-3-K
Klasifikasi Kawasan
(Berdasarkan UU Nomor 27 tahun 2007)
Keterangan
Kawasan Konservasi merupakan kawasan pesisir dan
pulau-pulau kecil dengan ciri khas tertentu yang
dilindungi untuk mewujudkan pengelolaan pesisir dan
pulau-pulau kecil yang berkelanjutan
Kawasan Konservasi pada UU No 27 tahun
2007 setara dengan Kawasan Lindung pada
UU No 26 tahun 2007
Kawasan Pemanfaatan Umum merupakan kawasan
yang dipergunakanuntuk kepentingan ekonomi, sosial
budaya seperti kegiatan perikanan, prasarana
perhubungan laut, industri maritim, pariwisata,
permukiman, dan pertambangan
Kawasan Pemanfaatan Umum pada UU No 27
tahun 2007 setara dengan Kawasan Budidaya
pada UU No 26 tahun 2007
Alur merupakan perairan yang dimanfaatkan antara lain
untuk alur pelayaran, pipa/kabel bawah laut, dan
migrasi biota laut yang perlu dilindungi
Aturan mengenai alur pelayaran dapat
mengikuti Permen Perhubungan No.68 tahun
2011 tentang Alur Pelayaran di Laut
Kawasan Strategis Nasional Tertentu adalah Kawasan
yang terkait dengan kedaulatan negara, pengendalian
lingkungan hidup, dan/atau situs warisan dunia, yang
pengembangannya diprioritaskan bagi kepentingan
nasional
Kawasan Strategis Nasional Tertentu
memperhatikan kriteria; batas-batas maritim
kedaulatan negara; kawasan yang secara
geopolitik, pertahanan dan keamanan negara;
situs warisan dunia; pulau-pulau kecil terluar
yang menjadi titik pangkal dan/atau habitat
biota endemik dan langka






Pedoman Teknis Penyusunan RZWP-3-K Provinsi


KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN
III-69









Gambar 3.11 Contoh Ilustrasi Klasifikasi Kawasan di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
Peta Rencana Pola Ruang WP-3-K Kabupaten atau Kota disusun berdasarkan peta paket
sumberdaya yang berisi informasi mengenai nilai-nilai sumberdaya, sasaran pengelolaan dan
usulan pemanfaatan zona di suatu wilayah perencanaan, baik kabupaten maupun kota.
Diagram alir penyusunan peta rencana pola ruang (rencana zonasi) di wilayah perairan untuk
tingkatan perencanaan kabupaten dan kota sebagai berikut:





















Pedoman Teknis Penyusunan RZWP-3-K Provinsi


KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN
III-70









































Gambar 3.12Diagram Penyusunan Peta Pola Ruang Wilayah Laut/Perairan
Kabupaten/Kota Berdasarkan Peta Paket Sumberdaya



Pedoman Teknis Penyusunan RZWP-3-K Provinsi


KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN
III-71


Langkah penentuan pola ruang wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil adalahsebagai berikut:
1) Penentuan Kawasan Konservasi
Penentuan Kawasan konservasi memperhatikan keberadaan wilayah yang berpotensi
menjadi kawasan konservasi. Kawasan konservasi ditetapkan untuk wilayah yang
memiliki ciri khas tertentu yang dilindungi untuk mewujudkan pengelolaan pesisir dan
pulau-pulau kecil yang berkelanjutan. Pembagian kawasan konservasi disesuaikan
dengan jenis/kategori kawasan konservasi yang ada di Kabupaten/Kota sesuai Permen
16 tahun 2008 tentang Perencanaan Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
Pasal 15 ayat 4.
2) Penentuan Kawasan Strategis Nasional Tertentu (KSNT)
Penentuan Kawasan Strategis Nasional Tertentu memperhatikan kriteria-kriteria: batas-
batas maritim kedaulatan negara; kawasan yang secara geopolitik, pertahanan dan
keamanan negara; situs warisan dunia; pulau-pulau kecil terluar yang menjadi titik
pangkal dan/atau habitat biota endemik dan langka.
Sesuai dengan Permen KP No.16 tahun 2008 tentang Perencanaan Pengelolaan WP-3-K,
KSNT dibuat dalam peta dengan skala 1:50.000 dan jika dibutuhkan dapat dibuat zona
rinci dengan skala 1:10.000.
3) Penentuan Kawasan Pemanfaatan Umum
Penentuan Kawasan Pemanfaatan Umum memperhatikan kriteria: tidak termasuk ke
dalam wilayah yang ditetapkan menjadi kawasan konservasi dan Kawasan Strategis
Nasional Tertentu, dan merupakan wilayah yang sebagian besar dipergunakan untuk
aktivitas ekonomi.
4) Penentuan Alur Laut
Penentuan AlurLaut memperhatikan kriteria: ruangyang dapat dimanfaatkan untuk alur
pelayaran, pipa/kabel bawah laut, dan migrasi biota laut yang perlu dilindungi.
Aturan mengenai alur pelayaran dapat mengikuti Permen Perhubungan No.68 tahun
2011 tentang Alur Pelayaran di Laut, dimana alur pelayaran di laut terdiri atas : (1) Alur
pelayanan umum dan perlintasan; dan (2) Alur pelayaran masuk pelabuhan.
Pipa/kabel bawah laut merupakan instalasi yang dapat dibangun di perairan, dengan
persyaratan, sebagai berikut :
a. penempatan, pemendaman, dan penandaan;
b. tidak menimbulkan kerusakan terhadap bangunanatau instalasi Sarana Bantu
Navigasi-Pelayaran danfasilitas Telekomunikasi-Pelayaran;
c. memperhatikan ruang bebas dalam pembangunan jembatan;
d. memperhatikan koridor pemasangan kabel laut dan pipa bawah laut; dan
e. berada di luar perairan wajib pandu.
SedangkanAlur Migrasi Ikan adalah pola ruaya (migrasi) ikan yang dipengaruhi suhu,
salinitas, kecepatan dan arah arus, pasang surut, tinggi dan panjang gelombang, warna
perairan, substrat dasar, kedalaman perairan, dan tipologi kelandaian dasar laut.
Kecepatan dan arah arus akan memberikan indikasi terhadap pola pergerakan dan alur
migrasi ikan, sementara keterkaitan suhu, salinitas, kedalaman perairan, kontur dasar,
dan warna perairan memberikan informasi perairan optimum terhadap ikan-ikan target

Pedoman Teknis Penyusunan RZWP-3-K Provinsi


KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN
III-72
tangkapan yang dikehendaki.Alur migrasi biota laut, dapat berupa : alur migrasi cetacea,
tuna, penyu belimbing, penyu lekang, paus dll.

Selanjutnya, penentuan arahan pemanfaatan pola ruang wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil
dilakukan melalui penentuan zona pada masing-masing kawasan. Penentuan zona pada
masing-masing kawasan dilakukan dengan menggunakan metode kesesuaian lahan. Adapun
klasifikasi zona, sub zonadan arahan pemanfaatan untuk setiap zona pada masing-masing
kawasan adalah sebagai berikut:

Tabel 3.20 Pembagian Kawasan menjadi Zona, Sub-Zona
dan/atau Arahan Pemanfaatan

KAWASAN
ZONA DAN/ATAU ARAHAN
PEMANFAATAN
1. KAWASAN PEMANFAATAN UMUM Pariwisata
Permukiman
Pelabuhan
Pertanian
Hutan
Pertambangan
Perikanan Budidaya
Perikanan Tangkap
Industri
Fasilitas Umum
Pemanfaatan lainnya sesuai dengan
karakteristik biogeofisik lingkungannya
2. KAWASAN KONSERVASI


a. Kawasan Konservasi Perairan 1. Zona Inti
2. Zona perikanan berkelanjutan
3. Zona pemanfaatan
4. Zona lainnya
b. Kawasan Konservasi Pesisir dan
Pulau-Pulau Kecil
1. Zona inti
2. Zona pemanfaatan terbatas
3. Zona lain sesuai dengan
peruntukan kawasan
c. Kawasan Konservasi Maritim 1. Zona Inti
2. Zona Pemanfaatan Terbatas
3. Zona lain sesuai dengan
peruntukan kawasan
d. Sempadan Pantai
3. KAWASAN STRATEGIS NASIONAL
TERTENTU (KSNT)

a. Batas maritim kedaulatan negara
b. Kawasan secara geopolitik,
pertahanan dan keamanan
negara

c. Situs Warisan Dunia
d. Pulau-pulau kecil terluar yang
menjadi titik pangkal

e. habitat biota endemik dan langka

Pedoman Teknis Penyusunan RZWP-3-K Provinsi


KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN
III-73
KAWASAN
ZONA DAN/ATAU ARAHAN
PEMANFAATAN
4. ALUR Alur Pipa dan Kabel
Alur Pelayaran
Alur Migrasi Biota











Gambar 3.13 Ilustrasi Contoh Pembagian Kawasan menjadi Zona













Pedoman Teknis Penyusunan RZWP-3-K Provinsi


KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN
III-74
Gambar 3.14 Ilustrasi Contoh Peta Pola Ruang Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil


1.8.3 Penyelarasan, Penyerasian dan Penyeimbangan dengan RTRW
Setelah menyusun matriks kesesuaian dan diperoleh zona, sub zona dan arahan
pemanfaatannya dalam kawasan perlu dilakukan penyelarasan, Penyerasian dan
Penyeimbanganantara RZWP-3-K dengan RTRW sesuai UU No.27 Tahun 2007 tentang
Pengelolaan Wilayah Peisir dan Pulau-Pulau Kecil. Hal ini merupakan penjabaran dari Pasal 9
ayat 2dimanaRZWP-3-K diserasikan, diselaraskan, dandiseimbangkan dengan Rencana Tata
Ruang Wilayah (RTRW) pemerintah provinsi atau pemerintah kabupaten/kota dan juga
penjabaran dari Pasal 11 ayat 2, dimana penyusunan RZWP-3-K diwajibkan mengikuti dan
memadukan rencana Pemerintah dan Pemerintah Daerah dengan memperhatikan kawasan,
zona, dan/atau alur laut.

Tujuan penyelarasan, Penyerasian dan Penyeimbanganantara RZWP-3-K dengan
RTRWadalah untukmereviewdanmembandingkandraftdokumen antara RZWP-3-K
denganrencanayanglainyangtelahdisahkandanuntukmerevisidraftdokumen antara RZWP-3-
Ktersebut,sehinggakonsistendenganrencana-rencanadan program-
programyangbersesuaianyangtelahdisahkan.

Penyelarasan, Penyerasian dan Penyeimbanganantara RZWP-3-K dengan RTRW dilakukan
dalam hal :
1. penentuan struktur dan pola ruang di daratan pesisir dalam RTRW dan RZWP-3-K;
dan
2. penyelarasan pola ruang perairan pesisir dalam RZWP-3-K yang bersinggungan
dengan pola ruang dalam RTRW

Semuadraftdokumen antara RZWP-3-K
harussesuaidenganinisiatifperencanaanwilayahtingkatyanglebihtinggi.Draftdokumen antara
RZWP-3-K kabupaten/kotasebaiknyadireviewolehperencana tata ruangyangmemiliki
wewenanguntukhaltersebut,denganmaksuduntukmemastikanbahwasemuainisiatifperencana
anbaik yangberjangkapendekmaupunyangberjangkapanjangseperti
misalnyaberbagairencanapencapaiandanobyektifdalamhaldiversifikasikonservasidanekonomi
dalamwilayahperencanaan.

Penyerasian, penyelarasan, dan penyeimbangan RZWP-3-K dengan RTRW dapat dilakukan
pada saat :
a. proses penyusunan RZWP-3-K / RTRW; dan/atau
b. proses peninjauan kembali Peraturan Daerah tentang RZWP-3-K/RTRW.

Setelah dilakukan penyerasian, penyelarasan, dan penyeimbangan RZWP-3-K dengan RTRW,
selanjutnya arahan pemanfaatn ruang hasil konsep dan rencana dikonsultasipublikkan.
Berikut adalah contoh tabel arahan pemanfaatan ruang yang dikonsultasikan ke Stakeholder.


Pedoman Teknis Penyusunan RZWP-3-K Provinsi


KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN
III-75






Tabel 3.21 Contoh Arahan Pemanfaatan Ruang
RZWP-3-K Kabupaten/Kota :

ARAHAN PEMANFAATAN RUANG Hasil Konsultasi Publik dengan Stakeholder terkait

Zona Sub-Zona Setuju Tidak setuju
Perikanan
Budidaya
1. Rumput Laut
2. Mutiara
3. Keramba Jaring Apung
4. Keramba Lainnya
5. Bagan
6. Pertambakan
7. Pembenihan (Hatchery)
8. Perkotaan
dll 9.
Renstra Daerah
Arahan
Pemanfaatan


1.8.4 Resolusi Konflik
Konflik yang sering terjadi di tengah masyarakat memerlukan adanya manajemen konflik,
yaitu suatu proses yang diarahkan pada pengelolaan konflik agar terjadi suatu kondisi yang
lebih terkendali melalui suatu rekayasa yang dilakukan untuk mengendalikan konflik agar
menjadi lebih baik. Dengan berusaha mengendalikan konflik, diharapkan tidak sampai
terjadi akumulasi dan besaran berkembangnya konflik menjadi destruktif. Beberapa upaya
yang dapat dilakukan dalam manajemen konflik antara lain:

(1) Pencegahan Konflik, yaitu suatu usaha yang bertujuan untuk membatasi dan
menghindari kekerasan dengan mendorong perubahan perilaku yang positif bagi fihak-
fihak yang terlibat.
(2) Penyelesaian Konflik, yaitu suatu bentuk usaha untuk menangani sebab-sebab konflik
dan berusaha membangun hubungan baru dan yang bisa tahan lama diantara
kelompok-kelompok yang bermusuhan.
(3) Transformasi Konflik, yaitu suatu upaya yang dilakukan untuk mengatasi sumber-
sumber konflik sosial dan politik yang lebih luas dan berusaha mengubah kekuatan
negatif menjadi kekuatan yang positif.

Strategi resolusi konflik sepantasnya harus dimulai dengan pengetahuan yang mencukupi
tentang profil konflik sosial yang terjadi di suatu kawasan. Dengan berbekal profil tersebut,

Pedoman Teknis Penyusunan RZWP-3-K Provinsi


KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN
III-76
segala kemungkinan dan peluang resolusi konflik diperhitungkan dengan cermat, sehingga
setiap manfaat dan kerugiannya dapat dikalkulasikan dengan baik. Seringkali dijumpai
banyak kasus bahwa sebuah pilihan solusi-tindakan rasional untuk mengatasi konflik sosial,
tidaklah benar-benar mampu menghapuskan akar-persoalan konflik secara tuntas dan
menyeluruh. Pada kasus-kasus yang demikian itu, maka resolusi konflik sepantasnya dikelola
pada derajat dan suasana yang sedemikian rupa sehingga ledakan berupa pertikaian sosial
yang bisa berdampak sangat destruktif dapat dihindarkan.

Resolusi konflik merupakan proses identifikasi konflik hingga penyelesaian konflik.
Identifikasi konflik dilakukan terhadap kegiatan-kegiatan di wilayah pesisir dan pulau-pulau
kecil yang bersinggungan namun tidak sesuai (compatible). Hasil analisis paket sumberdaya
yang dilanjutkan dengan beberapa analisis lanjutan, kemudian diidentifikasi antar
kegiatan/zona/sub zona untuk memilih kegiatan/zona/sub zona yang paling sesuai dengan
cara membuat matrik kesesuaian. Konflik dapat terjadi pada pemanfaatan secara horizontal
maupun vertikal. Secara horizontal pada level zona misalnya pemanfaatan pertambangan,
industri, dan perikanan tangkap, sedangkan secara vertikal di perairanmisalkan
pertambangan, perikanan tangkap, dan perikanan budidaya .
Matrik keterkaitan antar zona menguraikan hubungan antar zona/sub zona dalam suatu
wilayah perencanan untuk melihat harmonisasi antar zona/sub zona. Matrik ini berisi
susunan aktifitas/nilai untuk tujuan komersial, industrial, lingkungan, tempat tinggal, dan
tempat rekreasi umum dan berfungsi untuk menjelaskan susunan aktifitas yang dapat
diterapkan di dalam masing-masing peruntukan zona/sub-zona. Contoh matriks kesesuaian
aktifitas/pemanfataan.




















Gambar 3.15Contoh Matriks Keterkaitan antar Kegiatan Pemanfaatan Ruang Pesisir


Pedoman Teknis Penyusunan RZWP-3-K Provinsi


KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN
III-77
Kompabilitas kegiatan selanjutnya diklasifikasikan menjadi kegiatan-kegiatan, yang
meliputi kegiatan dengan kompabilitas: tinggi, menengah, rendah.Setelah diketahui
kegiatan yang termasuk ke dalam kegiatan dengan jenis kompabilitas (tinggi,
menengah, rendah) kemudian kegiatan tersebut dikelompokkan berdasarkan jenis
kompabilitasnya dan diidentifikasi kebutuhan ruang (spatial/temporer), kegiatan
lain yang kompatible, dan kegiatan lain yang tidak kompatible, seperti pada tabel
berikut :
Tabel 3.22 Klasifikasi Kompatibilitas Kegiatan
1. Kompatibilitas Tinggi


2. Kompatibilitas Menengah

3. Kompatibilitas Rendah
Aktiv
itas
Kebutuhan
Ruang
(Spatial/te
mporer)
Kegiatan
lain yang
kompatibel
Kegiatan yg
tidak
kompatibel
Aktivi
tas
Kebutuhan
Ruang
(Spatial/te
mporer)
Kegiatan
lain yang
kompatibel
Kegiatan yg
tidak
kompatibel
Aktivi
tas
Kebutuha
n Ruang
(Spatial/t
emporer)
Kegiatan
lain yang
kompatibel
Kegiatan yg
tidak
kompatibel
1


2


3


dll




























Konflik merupakan salah satu masalah yang lazim dijumpai dalam Pengelolaan Wilayah
Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, mengingat begitu banyak Stakeholder yang terlibat dalam
wilayah ini. Setiap kondisi konflik memerlukan langkah-langkah penyelesaian secara baik dan
memuaskan bagi semua pihak yang terlibat agar dapat dijamin keberlanjutan dalam
program-program WP-3-K. Secara garis besar ada dua cara penyelesaian konflik yaitu
dengan kolaborasi membangun konsensus dan penyelesaian melalui proses legal.
Penyelesaian cara pertama dapat dilakukan hanya dengan menyertakan pihak-pihak yang
terlibat konflik maupun dengan melibatkan pihak ketiga.

Secara umum strategi resolusi konflik seharusnya dimulai dengan pengetahuan yang
mencukupi tentang peta atau profil konflik sosial yang terjadi di suatu kawasan. Dengan peta
tersebut, segala kemungkinan dan peluang resolusi konflik diperhitungkan dengan cermat,
sehingga setiap manfaat dan kerugiannya dapat dikalkulasikan dengan baik.

Penyelesaian konflik yang terjadi di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil diselesaikan melalui
cara Alternative Dispute Resolution (ADR). Beberapa metode resolusi konflik denga metode
ADR adalah sebagai berikut :
1) Negosiasi langsung
Negosiasi adalah suatu proses yang melibatkan pihak-pihak yang bertikai, bertemu, dan
mencapai suatu kesepakatan yang dapat diterima secara bersama-sama.
2) Konsiliasi
Konsiliasi adalah suatu proses pihak luar sebagai mediasi untuk membawa pihak-pihak
yang berselisih bermusyawarah secara bersama. Pihak yang melakuakn konsiliasi harus
membuat agenda, melakukan pencatatan secara administrasi dan mengunjungi pihak-

Pedoman Teknis Penyusunan RZWP-3-K Provinsi


KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN
III-78
pihak yang tidak sempat bertemu langsung, dan bertindak sebagai mediator dalam
pertemuan.
3) Fasilitasi
Merupakan penanganan konflik yang melibatkan fasilitator. Peran fasilitator adalah
menjadi moderator dalam pertemuan yang cakupannya lebih besar dan menjamin
setiap orang dapat berbicara dan mendengar. Fasilitasi juga diterapkan dalam
membantu individu melakukan proses pemecahan masalah (problem solving), prioritas,
dan perencanaan.
4) Mediasi
Mediasi adalah suatu proses penyelesaian konflik dengan menggunakan jasa pihak luar
untuk menjembatani proses negosiasi antaa pihak-pihak yang berselisih. Pihak-pihak
yang berselisih dipertemukan secara bersama oleh pihak luar yang kedudukannya netral
dan independen (berperan sebagai mediator). Dalam proses ini dikaji secara mendalam
dan diputuskan bagaimana konflik tersebut diselesaikan. Peran mediator adalah
membantu semua pihak agar mampu menghasilkan suatu perjanjian tetapi tidak
memiliki kekuatan hukum. Keuntungan dari mediasi adalah : (1) mediator dapat
memfasilitasi komunikasi antara pihak-pihak yang bertikai dan membangun komunikasi
dengan pihak-pihak yang teralienasi, mencegah terjadinya deadlock yang menghambat
resolusi konflik, (2) membantu pihak-pihak yang berselisih untuk menciptakan
kesepakatan bersama, (3) mempercepat proses negosiasi dan menstimulasi pihak yang
berselisih dengan mengajukan penyelesaian konflik secara kreatif dan realistis, (4)
memfasilitasi suatu kerjasama antarpihak yang bertikai.
5) Arbitrasi
Arbitrasi adalah proses penyelesaian konflik dengan cara pihak yang berselisih
menyerahkan proses penyelesaiannya kepada pihak yang dapat memberi legitimasi
untuk memutuskan pihak yang benar dalam perselisihan tersebut. Proses semacam ini
juga dapat berlaku dalam penyelesaian konflik melalui jalur hukum.

Penyelesaian konflik yang terbaik adalah melalui negosiasi kolaboratif antara pihak-pihak
yang berkonflik itu sendiri. Cara demikian akan memperbaiki hubungan dan interaksi antara
pihak-pihak yang berkonflik. Namun demikian seringkali pihak-pihak yang berkonflik itu
tidak mampu berinteraksi sehingga diperlukan pihak ketiga yang membantu proses
penyelesaian konflik. Idealnya pihak ketiga tersebut tidak mendominasi proses penyelesaian
konflik dan atau mempunyai kuasa untuk membuat keputusan melainkan bertindak sebagai
fasilitator komunikasi dan peace builder, yang sering disebut sebagai mediator. Sebagai
catatan, pada kenyataannya, kebanyakan konflik yang terjadi dalam masyarakat sekitar 60
persen diselesaikan melalui mediasi.










Pedoman Teknis Penyusunan RZWP-3-K Provinsi


KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN
III-79








Tahap 9

1.9 Konsultasi Publik
Konsultasi publik pada tahap ini dilakukan dengan maksud untuk memverifikasi atau
memastikan kembali bahwa data dan informasi tematis yang menjadi masukan publik pada
tahap konsultasi sebelumnya telah dirangkum dengan baik dan benar dalam draft rencana
zonasi yang disusunserta menilai kelayakan/kesesuaian pemanfaatan (analisis kemampuan
paket sumberdaya), penetapan tujuan dan strategi pengembangan paket sumberdaya,
menetapkan struktur dan pola ruang serta arahanpemanfaatan dan memeriksa konsistensi
draft dengan RTRW (harmonisasi dengan RTRW) dan aturan-aturan lainnya, sehingga draft
rencana zonasi dapat disepakati oleh semua pemangku kepentingan daerah.

Sasaran yang ingin dicapai adalah adanya perbaikan dan penyempurnaan dari draft dokumen
antara dan memfasilitasi aspirasi dari seluruh Stakeholder terkait, serta penetapan zona dalam
dokumen final yang akan disusun.

Tabel 3.23Tujuan dan Output Pelaksanaan Konsultasi dan Partisipasi Publik dalam
Perencanaan Zonasi WP-3-K

Tahapan Tujuan Output
Konsultasi
publik 2
Mensosialisasikan kembali hasil
perbaikan rumusan draft rencana yang
telah disesuaikan dengan tanggapan dan
usulan pada konsultasi publik
sebelumnya dapat disepakati.
Menginformasikan hasil perbaikan draft
rencana zonasi dari hasil kesepakatan
pada konsultasi publik sebelumnya, hasil
analisis, penetapan tujuan dan strategi
pengembangan paket
sumberdaya,menetapkan struktur dan
pola ruang serta arahanpemanfaatan
dan memeriksa konsistensi draft dengan
RTRW (harmonisasi dengan RTRW) dan
aturan-aturan lainnya untuk dapat
disepakati menjadi draft rencana zonasi
final.
Tanggapan, masukan atau
keberatan terhadap hasil
perbaikan dari konsultasi
publik sebelumnya
Kesepakatan keinginan publik
terhadap draf rencana zonasi
Kesepakatan Stakeholder
terhadap draf rencana zonasi
yang sudah mengakomodir
masukan dari konsultasi
publik sebelumnya
Kesepakatan atas hasil
analisis draft rencana


Pedoman Teknis Penyusunan RZWP-3-K Provinsi


KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN
III-80



Tabel 3.24Target Peserta dalam Pelaksanaan Konsultasi dan Partisipasi Publik dalam
Perencanaan Zonasi WP-3-K

Tahapan Target peserta
Konsultasi
publik 2
Stakeholder :
A. Unsur pemerintah
SKPD daerah yang terdiri dari :
1. Bappeda
2. Dinas Kelautan dan perikanan
3. Dinas Pekerjaan Umum
4. BPN
5. Dinas Kehutanan
6. Dinas Pertanian
7. Dinas Pariwisata
8. Dinas Perhubungan
9. Dinas Perindustrian
10. Dinas Lingkungan hidup.
11. Dinas Pendapatan Daerah
12. BUMD
13. dll
B. TNIAL dan POLAIRUD
C. Masyarakat :
1. Perguruan tinggi
2. Kelompok masyarakat
D. Organisasi/Dunia Usaha
- Dunia Usaha di Bidang Kelautan dan
Perikanan


Tabel 3.25 Tabel Metode, Waktu dan Lokasi dalam Pelaksanaan Konsultasi Publik Kedua
Tahapan Metode pelaksanaan Waktu & lokasi
Konsultasi publik 2 Fokus Group
Discussion (FGD)
Rembug Desa
(dapat dilakukan
dengan menerapkan
model Simulasi)
Kantor Pemerintah Daerah
(Dinas Kelautan dan
perikanan atau Bappeda)
kantor
kecamatan/kelurahan

Hasil dari konsultasi publik ini adalah diperolehnya kesepakatan pemanfaatan zona-zona
didalam draft dokumen RZWP-3-K.

Pedoman Teknis Penyusunan RZWP-3-K Provinsi


KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN
III-81

Tahap 10

1.10 Penyusunan Dokumen Final
3.10.1 Penyusunan Pernyataan Zona (Zoning text) dan Arahan Peraturan Zonasi (Zoning
regulation)
Penyusunan arahan pemanfaatan zona merupakan hasil akhir dari serangkaian proses
analisis pemanfaatan ruangsampai dengan penyerasian, penyelarasan, dan penyeimbangan
RZWP-3-K dengan RTRW maupun kebijakan daerah yang lain yaitu dengan melalui
penetapan kawasan, zona, dan sub zona. Penentuan arahan pemanfaatan kawasan, zona,
sub zona dan arahan pemanfaatannya merupakan hasil yang telah dikonsultasikan terlebih
dahulu kepada Stakeholder terkait melalui konsultasi publik kedua.
Setelah diperoleh komentar yang relevan dari para Stakeholder, maka dilanjutkan dengan
penyusunan pernyataan zona yang terdiri dari arahan pemanfaatan zona serta nilai-nilai
utama dari zona tersebut. Dalam pernyataan zona harus disebutkan mengenai prioritas
utama pembangunan dan isu-isu perencanaan strategis untuk 5 tahun kedepan serta
kebutuhan pengendalian ruangnya. Maka, draft dokumen final RZWP-3-K ini terdiri dari
pernyataan zona dan arahan peraturan zonasi. Contoh pernyataan zona/sub zona dapat
dilihat pada lampiran.Khusus untuk zona-zona yang berada di perairan baik di bagian
permukaan air, kolom, dan dasar air perlu didetailkan pernyataan regulasinya, yang meliputi
kegiatan yang diperbolehkan, kegiatan yang tidak diperbolehkan, kegiatan yang dibatasi, dan
kegiatan yang membutuhkan ijin, seperti pada tabel berikut :

Tabel 3.26Kebutuhan Pengendalian

Zona Luas
Batas Regulasi
Permukaan
Air
Kolom
Dasar
Air/Bawah
Dasar
Kegiatan yg
diperbolehkan
Kegiatan yang
tdk
diperbolehkan
Kegiatan
yang
dibatasi
Kegiatan yg
butuh ijin
1
2
3
dll














Pedoman Teknis Penyusunan RZWP-3-K Provinsi


KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN
III-82
3.10.2 Tinjauan terhadap RTRW dan Rencana Pembangunan Lainnya
Selain dilakukan penyerasian, penyelarasan, dan penyeimbangan RZWP-3-K dengan RTRW,
hasil arahan rencana zonasi dapat digunakan sebagai pertimbangan di dalam penetapan
struktur dan pola ruang yang terdapat didalam RTRW. Tinjauan terhadap RTRW, meliputi :
1. Penetapan struktur ruang di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil yang terdiri dari
pusat-pusat kegiatan di WP-3-K serta sistem jaringan prasarana dan sarana di WP-3-
K.
2. Penetapan pola ruang di WP-3-K yang terdiri dari alokasi ruang di W-3-K untuk
kegiatan-kegiatan yang memiliki keterkaitan terhadap sumberdaya di WP-3-K.
3. Penetapan Kawasan Strategis Nasional Tertentu (KSNT) dapat menjadi muatan yang
direkomendasikan kedalam penentuan kawasan strategis nasional/provinsi/kab/kota
pada RTRW Kab/Kota.
4. Penetapan Kawasan Strategis WP-3-K Kab/Kota dapat menjadi muatan yang
direkomendasikan kedalam penentuan kawasan strategis kab/kota pada RTRW

Untuk menjamin pelaksanaan oleh daerah terhadap hasil perencaaan pengelolaan wilayah
pesisir dan pulau-pulau kecil yang telah disusun (dokumen RZWP-3-K), maka perlu dilakukan
adopsi perencanaan pengeloaan WP-3-K dalam rencana pembangunan daerah. Perencanaan
pengelolaan WP-3-K perlu terintegrasi dalam tata cara perencanaan pembangunan untuk
menghasilkan rencana pembangunan dalam jangka panjang, jangka menengah dan tahunan
yang diselenggarakan oleh unsur penyelenggara negara dan masyarakat. Strategi
pencapaiannya adalah menjadikan dokumen RZWP-3-K sebagai input dalam penyusunan
perencanaan pembangunan daerah (RPJPD,RPJMD,RKPD). Lebih lengkap dapat dilihat pada
diagram kerangka koordinasi perencanaan pengelolaan WP-3-K berikut :

























Gambar 3.16Diagram Kerangka Koordinasi Perecanaan Pengelolaan WP-3-K




Pedoman Teknis Penyusunan RZWP-3-K Provinsi


KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN
III-83


Tahap 11

3.11 Penetapan
Penetapan Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil adalah serangkaian proses
dalam rangka penetapan dokumen Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
menjadi peraturan daerah tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
Proses penetapan dapat dilihat pada diagram berikut :











Gambar 3.17 Diagram Proses Penetapan RZWP-3-K

Menurut Pasal 9 ayat (5) UU No 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan
Pulau-pulau Kecil, Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (RZWP-3K)
ditetapkan dengan peraturan daerah. Rencana zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil
(WP-3K) yang telah direvisi yang menampung semua aspirasi Stakeholders yang terkait, maka
langkah selanjutnya adalah pengajuan draft final rencana zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-
pulau Kecil (RZWP-3K)kepada lembaga pemerintah yang berwenang baik tingkat
lokal,kabupaten/kota,danprovinsiuntukditinjau kembali,diarahkan,danselanjutnya
mendapatpersetujuan dan ditetapkan dengan Peraturan Daerah.

Pengajuan draft dokumen final RZWP-3-K kepada lembaga pemerintah yang
berwenangdisertai dengan :
a. Lampiran dokumen RZWP_3-K dalam bentuk peta
b. Rancangan Perda RZWP-3-K

Penjelasan mekanisme proses penetapan RZWP-3-K Kabupaten/Kota, sebagai berikut :
Dokumen final RZWP-3-K oleh ketua kelompok kerja dilaporkan kepada bupati/walikota
sesuai kewenangannya, guna pemrosesan lebih lanjut. Dalam prosesnya draft final
rencana zonasi yang telah disempurnakan tersebut akan direview terlebih dahulu oleh
pemerintah daerah dengan
mempresentasikankepadalembagapemerintahataubadaneksekutifyangmemilikikewena
nganuntukmembuatdokumenrencanatersebutmenjadidokumenpemerintah yangsah
dalam forum koordinasi di tingkat Kabupaten/Kota.

R E V I E W
PEMERINTAH
DAERAH

PEMERINTAH
PUSAT
PERSETUJUAN
DPRD
RAPERDA
RZWP-3-K

RZWP-3-K
PERDA
RZWP-3-K

Pedoman Teknis Penyusunan RZWP-3-K Provinsi


KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN
III-84
Setelah mendapat persetujuan di tingkat daerah Kabupaten/Kota, Bupati/Walikota
menyampaikan dokumen final RZWP-3-K Kabupaten/Kota kepada Gubernur, Menteri
Kelautan dan Perikanan, dan Menteri Dalam Negeri untuk mendapatkan tanggapan
dan/atau saran dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung mulai sejak
diterimanya dokumen tersebut secara lengkap.
Setelah memperoleh tanggapan/saran di tingkat pusat maka draft tersebut disampaikan
kepada DPRD Kabupaten/Kota dalam bentuk rancangan Perda untuk mendapat
persetujuan dan ditetapkan melalui Peraturan Daerah.
Rancangan Peraturan Daerah oleh DPRD Kabupaten/Kota dibahas bersama dengan
bupati/walikota sesuai kewenangannya. Hasil pembahasan rancangan Peraturan Daerah
sebagaimana dimaksud ditetapkan dalam Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.

Penetapan RZWP-3-K Kabupaten/Kota meliputi dua hal, yaitu:
a. pemberian tanggapan/saran rancangan perda tentang rencana zonasi wilayah
pesisir dan pulau-pulau kecil (WP-3-K) Kabupaten/Kota, sebelum ditetapkan
menjadi Perda;
b. EvaluasimaterimuatanteknisrancanganPerdatentangrencana zonasi wilayah
pesisir dan pulau-pulau kecil Kabupaten/Kota.














Lampiran 1. Kriteria Kesesuaian
KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN

L.1-1
1) Perikanan Tangkap
Kriteria-kriteria lingkungan dan ekologi yang harus diperhatikan antara lain sebagai berikut :
Lokasi harus memperhatikan dan mempertimbangkan habitat kritis dan sensitive yang
terdapat di daratan maupun perairan pesisir (lahan basah; mangrove; padang lamun;
terumbu karang; tempat pembesaran dan pemijahan; gumuk pasir; taman laut, rute migrasi
burung, mamalia & spesies terancam punah lainnya);
Pembukaan lahan hutan dan pertanian harus diminimalkan;
Pemenuhan kebutuhan air bersih dan fasilitas pengolahan limbah cair/padat;
Penetapan pemanfaatan lahan didalam dan sekitar lokasi perencanaan termasuk antisipasi
kegiatan pembangunan yang akan datang;
Kedekatan jarak terhadap daerah permukiman, perdagangan dan pendidikan;
Pekerjaan dan orientasi masyarakat yang ada di dekat lokasi perencanaan, guna
meminimalisasi gangguan dan hilangnya kegiatan sosio ekonomi yang ada;
Pengurangan sumberdaya yang ada harus diminimalkan baik yang terjadi karena dampak
langsung maupun tidak langsung dari kegiatan pembangunan;
Lokasi pada daerah brackish water harus direncanakan secara hati-hati.

Kriteria untuk menentukan daerah penangkapan ikan (fishing ground), antara lain berdasarkan visual
langsung di perairan/pengalaman nelayan dan bantuan teknologi Inderaja dan hidroakustik. Daerah
penangkapan ikan diantaranya ditandai oleh :
Warna perairan lebih gelap dibandingkan perairan sekitarnya ;
Ada banyak burung pemakan ikan beterbangan dan menukik-nukik ke permukaan air ;
Banyak buih/riak di permukaan air ; dan
Umumnya jenis ikan ini bergerombol di sekitar batang-batang kayu yang hanyut di perairan
atau bersama dengan ikan yang berukuran besar.

Penentuan daerah penangkapan ikan menggunakan metode analisis data inderaja dilakukan dengan
memanfaatkan citra satelit yang dihasilkan terhadap beberapa parameter fisika kimia dan biologi
perairan, seperti :
Vegetasi mangrove,
Suhu permukaan laut (SPL) dan arus permukaan laut,
Konsentrasi klorofil dan produktivitas primer air laut,
Kedalaman air,
Terumbu karang, padang lamun, muara sungai,
Angin di permukaan laut, dan
Pengangkatan massa air (up-welling) dan pertemuan dua massa air yang berbeda (sea front).

Hasil interpretasi citra tersebut dituangkan dalam bentuk peta tematik, sehingga dapat diperkirakan
tingkat kesuburan suatu lokasi perairan atau kesesuaian kondisi perairan dengan habitat yang
disukai gerombolan (schoaling) ikan dalam bentuk daftar titik koordinat (bujur dan lintang).
Berdasarkan peta tersebut kemudian dibuat regulasi pengusahaan penangkapan ikan yang meliputi
tata ruang, nursery ground, waktu penangkapan dan jenis alat tangkap dan bobot kapal.

Lampiran 1. Kriteria Kesesuaian
KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN

L.1-2
Metode hidroakustik merupakan suatu usaha untuk memperoleh informasi tentang obyek di bawah
air dengan cara pemancaran gelombang suara dan mempelajari echo yang dipantulkan. Dalam
pendeteksian ikan digunakan sistem hidroakustik yang memancarkan sinyal akustik secara vertikal,
biasa disebut echo sounder atau fish finder.


Tabel L1.1. Parameter Kesesuaian Perairan Untuk Penangkapan Ikan
NO
INPUT PETA YANG
DIBUTUHKAN
PARAMETER
KESESUAIAN
SATUAN
KRITERIA KESESUAIAN
S1 (80) S2 (60) S3 (40) N (1)
1. Peta Batimetri Kedalaman m 0 - 400 - -
2. Peta Oksigen Terlarut (Data
Osenografi Kimia)
Oksigen
Terlarut
mg/L >5 - -
3. Peta Salinitas (Data
Osenografi Kimia)
Salinitas 33 - 34 - -
4. Peta Suhu Permukaan (Data
Oseanografi fisik)
Suhu Celcius 28 - 32 - -
5. Peta Kecerahan (Data
Oseanografi fisik)
Kecerahan - -
6. Peta PH (Data Osenografi
Kimia)
pH 7 - 8,5 - -
7. Peta Arah Kecepatan Arus
(Data Oseanografi Fisik)
Kecepatan
arus cm/detik
- - -
8. Peta Sedimen (Substrat dasar
peraiaran)
Substrat dasar
perairan
- - -
9. Peta Tinggi Gelombang (Data
Oseanografi fisik)
Tinggi
Gelombang
M 0-1 1-2 >=3 >3
10. Peta Curah Hujan (Data
Klimatologi)
Jumlah Hari
Hujan
hari/thn 150-180 110-150 <110 <100
11. Peta Terumbu karang (Data
ekosistem SD Hayati)
Tutupan
Terumbu
Karang
% 60-80 40-60 <40 <20
12. Peta Mangrove (Data
ekosistem SD Hayati)
Tutupan
Mangrove
60-80 40-60 <40 <20
13. Peta LPI, Peta Administrasi Jarak Pantai Km 0-10 10-20 >20 >30
Sumber: Anonim dengan modifikasi














Lampiran 1. Kriteria Kesesuaian
KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN

L.1-3
2) Perikanan Budidaya
a. Tolok Ukur dan Kategori Daya Dukung Lahan Pantai Untuk Pertambakan
Tabel L1.2. Tolok Ukur dan Kategori Daya Dukung Lahan Pantai Untuk Pertambakan
Sumber : Pedoman Identifikasi Potensi Budidaya, Dit. Prasarana dan Sarana
Budidaya, DJPB-KKP, 2010

b. Budidaya air laut (KJA dan Rumput Laut)
Tabel L1.3. Parameter Kesesuaian Perairan Untuk Budidaya Air Laut (KJA dan Rumput Laut)
No. Tolok Ukur
Lokasi Budidaya
Karamba Jaring Apung Rumput Laut
1. Kedalaman perairan Antara 7-15 meter dari
surut terendah
Untuk budidaya rumput laut Eucheuma
cottonii adalah 0,3 0,6 m
2. Dasar perairan Berkarang dan berpasir Perairan yang mempunyai dasar
pecahan-pecahan karang dan pasir kasar,
dipandang baik untuk budidaya rumput
laut Eucheuma cottonii
3. Kecepatan arus Antara 20-25 cm/detik Besarnya kecepatan arus yang ideal
antara 20 40 cm/detik
4. Kecerahan Lebih dari 5 meter Kecerahan perairan yang ideal lebih dari
1 m. Air yang keruh (biasanya
mengandung lumpur) dapat
No. Tolok Ukur
Kategori Daya Dukung
Tinggi Sedang Rendah
1. Tipe dasar pantai Terjal, karang
berpasir, terbuka
Terjal, karang
berpasir/sedikit
berlumpur,
terbuka
Sangat landai,
berlumpur tebal
berupa
teluk/laguna
2. Tipe garis pantai Konsistensi tanah stabil Sama dengan
kategori tinggi
Konsistensi tanah sangat
tinggi
3. Arus perairan Kuat Sedang Lemah
4. Amplitudo pasut
rataan
> 21 dm 11-21 dm < 11 dm
5. Elevasi Dapat diairi saat
pasang tinggi
rataan, dapat
dikeringkan total
saat surut rendah
rataan
Sama dengan
kategori tinggi

Di bawah rataan
surut rendah,
sulit dikeringkan
secara gravitasi
6. Mutu tanah Tekstur, sandy
clay-loam, tidak
bergambut, tidak
pirit
Tekstur, sandy
clay-loam, tidak
bergambut,
kandungan pirit
rendah
Tekstur clay-loam,
tidak bergambut,
kandungan pirit
tinggi
7. Air tawar Dekat sungai
dengan mutu air
dan jumlah
memadai
Sama dengan
kategori tinggi
Dekat sungai
tetapi tingkat
siltrasi tinggi atau
air gambut
8. Permukaan air
tanah
Dibawah LLWL Diantara MLWL
dan LLWL
Diatas MLWL
9. Jalur hijau Memadai Memadai Tipis/tanpa jalur
Hijau
10. Curah hujan < 2.000 mm 2.000-2.500 mm > 2.500 mm
Lampiran 1. Kriteria Kesesuaian
KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN

L.1-4
menghalangi tembusnya cahaya
matahari di dalam air sehingga proses
fotosintesis menjadi terganggu
5. Salinitas Salinitas/kadar garam
31-34 mg/l
Salinitas yang baik berkisar antara 28
35 ppt. Untuk memperoleh perairan
dengan kondisi salinitas tersebut harus
dihindari lokasi yang berdekatan dengan
muara sungai
6. Sumber benih dan pakan Tersedia sumber benih
dan pakan
Ketersediaan bibit yang baik harus
tersedia, baik kuantitas maupun kualitas
secara kontinyu. Apabila dilokasi
budidaya tidak tersedia sumber bibit
maka harus didatangkan dari lokasi lain
7. Oksigen terlarut dan
limbah
Oksigen terlarut (DO)
lebih dari 5,0 ppm
Perairan yang telah tercemar oleh
limbah rumah tangga, industri, maupun
limbah kapal laut harus dihindari
8. Prasarana dan sarana Dekat dengan sarana
dan prasarana
transportasi
Tenaga kerja sebaiknya dipilih yang
bertempat tinggal berdekatan dengan
lokasi budidaya terutama petani/nelayan
lokal
9. Keamanan lokasi Aman dari faktor
pencurian yang bisa
mengakibatkan kerugian;
Tidak pada alur pelayaran;
Terlindung dari angin dan
tinggi gelombang
maksimal 0,5 meter

10. Suhu Antara 26-32C
11. Konsentrasi Ion Hidrogen
(pH)
Antara 7,0-8,5
Sumber : Pedoman Identifikasi Potensi Budidaya, Dit. Prasarana dan Sarana
Budidaya, DJPB-KKP, 2010

c. Budidaya Air Payau
Tabel L1.4. Parameter Kesesuaian Perairan Untuk Budidaya Air Payau
No. Tolok Ukur Kriteria Yang Sesuai
1. Suhu 28-30 C
2. Salinitas 10-35 g/l
3. Tingkat keasaman (Ph) 7,5-8,5
4. Alkalinitas 80-150 mg/l
5. BOD Maksimal 3 mg/l
6. Bahan organik Maksimal 55 mg/l
7. Total padatan terlarut 150-200 mg/l
8. Logam Berat Pb 1157 mg/l; Cd 328 mg/l; Hg 167 mg/l
Sumber : Pedoman Identifikasi Potensi Budidaya, Dit. Prasarana dan Sarana
Budidaya, DJPB-KKP, 2010





Lampiran 1. Kriteria Kesesuaian
KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN

L.1-5
d. Budidaya Tambak Udang
Tabel L1.5. Parameter Kesesuaian Perairan Untuk Budidaya Tambak Udang
No Parameter
Kriteria Kesesuaian
Baik Sedang Buruk
1. Curah Hujan (mm/th) 2500-3000 1000-2000
dan 3000-3500
<1000 atau >3500
2. Kecerahan (%) 25-34 16-24 <16 atau >34
3. Kedalaman Pirit (cm) >100 50-75 <50
4. Oksigen Terlarut (mg/l) >5 3-5 <3
5. Salinitas (
o
/
oo
) 12-20 20-35 >35
6. Suhu (
o
C) 28-31 26-28 <26 atau >31
7. Amoniak (NH
3
) (mg/l) <0,3 0,3-0,5 >0,5
8. pH 7,5-8,5 6-7,5 dan 8,5-10 >10 atau <6
9. Input air tawar Besar Sedang Kurang
10. Kesuburan air Tinggi Sedang Rendah
11. Pengaruh banjir Tidak ada - Ada
12. Polutan Tidak ada - Ada
Sumber: Anonim dengan modifikasi

e. Budidaya Tambak Bandeng
Tabel L1.6. Parameter Kesesuaian Perairan Untuk Budidaya Tambak Bandeng
No Parameter
Kriteria Kesesuaian
Baik Sedang Buruk
1. Curah Hujan (mm/th) 2500-3000 1000-2000
dan 3000-3500
<1000 atau >3500
2. Kecerahan (%) 25-34 16-24 <16 atau >34
3. Kedalaman pirit (cm) >100 50-75 <50
4. Oksigen Terlarut (mg/l) >5 3-5 <3
5. Salinitas (
o
/
oo
) 12-20 20-35 >35
6. Suhu (
o
C) 26-31 20-26 <20
7. Amoniak (NH
3
) (mg/l) <0,3 0,3-0,5 >0,5
8. pH 7,5-8,5 6-7,5 dan 8,5-10 >10 atau <6
9. Input air tawar Besar Sedang Kurang
10. Kesuburan air Tinggi Sedang Rendah
11. Pengaruh banjir Tidak ada - Ada
12. Polutan Tidak ada - Ada
Sumber: Anonim dengan modifikasi

f. Budidaya Kerang Hijau
Tabel L1.7. Parameter Kesesuaian Perairan Untuk Budidaya Kerang Hijau
No Parameter
Kesesuaian Lahan
Baik Sedang Kurang
1. Kedalaman (m) 3 - 7 m > 7 m <3m
2. Substrat Lumpur Pasir Lumpur Pasir, Karang
3. Arus (m/dt) 0,05 - 0,2 m/dt 0,2 - 0,5 >0,5
4. Derah terlarang Aman Cukup Kurang
5. Kecerahan (m) 1 - 4 m 5 - 8 >8
6. Pencemaran Tidak tercemar/Ringan Tercemar Sedang Tercemar berat
Lampiran 1. Kriteria Kesesuaian
KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN

L.1-6
7. Kesuburan perairan Tinggi (>15.000 ind/lt) Sedang (2000-
15.000)
<2000 ind/lt
8. Suhu (C) 25 - 27 28 - 30 <26, >30
9. Salinitas () 25 - 30 31 - 35 <21, >35
10. Aksesbilitas Mudah Cukup Kurang
Sumber: Anonim dengan modifikasi

g. Budidaya Tiram Mutiara (Pinctada maxima)
Tabel L1.8. Parameter Kesesuaian Perairan Untuk Budidaya Tiram Mutiara (Pinctada maxima)
No Parameter Bobot
Kesesuaian Lahan
S1 (Sangat
Sesuai)
Skor S2 (Sesuai) Skor
S3 (Kurang
Sesuai)
Skor
1. Terlindung dari pengaruh
angin musim
3 Sangat
terlindung
3 Terlindung 2 Tidak
terlindung
1
2. Kedalaman perairan (m) 3 10-25 3 25-40 2 <10 dan >40 1
3. Klorofil perairan 3 Tinggi 3 Sedang 2 Rendah 1
4. Kekeruhan perairan 3 Kekeruhan
rendah
3 Kekeruhan
sedang
2 Kekeruhan
tinggi
1
5. Kecepatan arus 2 20-25 3 25-40 2 <20 1
6. Suhu (oC) 2 28-30 3 25-28 2 <25 dan >31 1
7. Salinitas (o/oo) 2 33-35 3 28-32 2 <28 dan >35 1
8. Material dasar perairan 1 Berkarang 3 Berpasir 2 Berlumpur 1
9. pH 1 7,5-8,6 3 6,5-7,5 2 <6,5 dan >8,6 1
Sumber : Bakosurtanal, 1991; Sutaman, 1993; Modifikasi

h. Tambak Garam
Wilayah potensial penghasil garam harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
1. memiliki ketersediaan bahan baku garam (air laut) yang sangat cukup, bersih, tidak tercemar
dan bebas dari air tawar.
2. memiliki iklim kemarau yang cukup panjang (tidak mengalami gangguan hujan berturut-turut
selama 4 5 bulan).
3. memiliki dataran rendah yang cukup luas dengan permeabilitas (kebocoran) tanah yang
rendah.
4. memiliki jumlah penduduk yang cukup sebagai sumber tenaga kerja
Parameter Iklim yang Berpengaruh untuk Tambak Garam, antara lain :
1. Curah hujan tahunan yang kecil, curah hujan tahunan daerah garam antara 1000 1300
mm/tahun.
2. Mempunyai sifat kemarau panjang yang kering yaitu selama musim kemarau tidak pernah
terjadi hujan. Lama kemarau kering ini minimal 4 bulan (120 hari).
3. Mempunyai suhu atau penyinaran matahari yang cukup. Makin panas suatu daerah,
penguapan air laut akan semakin cepat.
4. Mempunyai kelembaban rendah/kering. Makin kering udara di daerah tersebut, peguapan
akan makin cepat.


Lampiran 1. Kriteria Kesesuaian
KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN

L.1-7
Tabel L1.9. Parameter Iklim dan Pengaruhnya terhadap Tambak Garam
No
Parameter Iklim
Pengaruh
1. Hujan menghambat penguapan air laut serta mengencerkan
larutan pekat air laut yang sudah siap dikristalkan
menjadi garam
2. Angin kecepatan angin mempunyai pengaruh positif terhadap
besarnya penguapan
3. Kelembaban Udara makin rendah kelembaban, penguapan semakin tinggi,
padau mumnya kelembaban udara di daerah tropis cukup
tinggi bahkan di musim kemarau kelembaban masih di
atas (>) 60 %
4. Penguapan kecepatan dan jumlah penguapan tergantung dari suhu,
kelembaban, kecepatan angin
Sumber : BRKP & BMG, Cuaca dan Iklim untuk Tambak Garam, 2005

3) Wisata Bahari
Tabel L1.10. Parameter Kesesuaian Perairan Untuk Wisata Bahari
No
Input Peta Yang
Dibutuhkan
Parameter
Kesesuaian
Kriteria Kesesuaian
S1 (80) S2 (60) S3 (40) N (1)
1. Peta Sebagran TSS Warna air Jernih Berwarna berwarna berwarna
2. Peta Kecerahan Material
terapung
Tidak ada Vegetasi Berwarna berwarna
3. Peta Kualitas
Peraiaran
Tanda polusi Tidak ada - Variasi
(Minyak,Samp
ah,busa, dll)
Variasi
(Minyak,Sampah,bu
sa, limbah rumah
tangga)
4. Peta Penggunaan
Lahan
Flora penutup
daratan
pohon semak Jelas Jelas
5. Peta Penggunaan
lahan, Peta
Ekosistem Pesisir
Flora penutup
lereng perairan
Terumbu
karang
Lamun Terbuka atau
rumput
Kering
6. Peta Sebaran Karang Kondisi karang Baik Sedang Terbuka buruk
7. Peta Ekosistem WP3K Spesies ikan Bervariasi Sedang Jelek Jelek
B Kepentingan manusia dan faktor
1. Peta Aksesbilitas Pencapaian
dengan
kendaraan
pribadi
Mudah Sedang Sulit Sangat sulit
2. Peta Aksesbilitas Pencapaian
dengan
kendaraan
umum
Mudah Sedang Sulit Sangat sulit
3. Peta Sarana dan
Prasarana
Sarana dan
prasarana
wisata
Ada Sedikit Sulit Sangat sulit
4. Peta Struktur Ruang
RTRW
Telekomunikasi Ada Ada Tidak ada Tidak ada
5. Peta Struktur Ruang
RTRW
Listrik Ada ada Tidak ada Tidak ada
6. Peta RTRW Perencanaan Ada Belum Tidak ada Tidak ada
Lampiran 1. Kriteria Kesesuaian
KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN

L.1-8
No
Input Peta Yang
Dibutuhkan
Parameter
Kesesuaian
Kriteria Kesesuaian
S1 (80) S2 (60) S3 (40) N (1)
7. Peta Struktur Ruang
RTRW, Peta Struktur
Ruang Kelautan dan
Perikanan
Pelabuhan Ada Tidak ada
/ada
Tidak ada Tidak ada
8. Peta Struktur Ruang
RTRW
Sarana jalan Aspal Jalan
setapak
Tidak ada Tidak ada
9. Peta Struktur Ruang
RTRW
Jumlah
bangunan
sedikit sedang Tidak ada Tidak ada
10. Peta Struktur Ruang
RTRW
Air Tawar Ada
(banyak)
Ada
(sedikit)
Tidak ada Tidak ada
Sumber: Anonim dengan modifikasi

Tabel L1.11. Kriteria Sosial, Ekonomi dan Budaya dalam Penetapan Lokasi
Jenis Wisata Jenis AtraksiWisata
Daya Tarik
Budaya
Daya dukung
masyarakat
Nilai Historis
Wisata Pesisir & Pantai
Wisata Rekreasi Pantai Sedang Tinggi Sedang
Wisata Olahraga Pantai Rendah Tinggi Rendah
Wisata Budaya Tinggi Tinggi Tinggi
Wisata Belanja Rendah Tinggi Rendah
Wisata Makan Rendah Tinggi Rendah
Wisata pendidikan Tinggi Tinggi Tinggi

Wisata Laut
Wisata Rekreasi Laut Rendah Tinggi Sedang
Wisata olahraga air Rendah Tinggi Rendah
Wisata Budaya Tinggi Tinggi Tinggi
Sumber: Anonim dengan modifikasi

a. Wisata Selam
Tabel L1.12. Parameter Kesesuaian Wisata Selam

No Kriteria Teknis Bobot S1 S2 S3 TS Keterangan
1. Kecerahan perairan (%) 5 >80 60-80 30-<60 <30 Nilai skor
2. Penutupan komunitas karang (%) 5 >75 50-75 25-50 <25 Kategori S1 = 3
3. Jenis life form karang 3 >12 7-12 4-7 <4 Kategori S2 = 2
4. Jumlah jenis ikan karang 3 >100 50-100 20-<50 <20 Kategori S3 = 1
5. Kecepatan arus (cm/dtk) 1 0-15 >15-30 >30-50 >50 Kategori TS = 0
6. Kedalaman terumbu karang (m) 1 6-15
>15-20
3-6
>20-30 >30 Nilai maksimum
Bobot x skor = 54
Sumber : Yulianda, 2007
Keterangan :
S1 =Sangat sesuai, dengan nilai 83 100%
S2 =Cukup sesuai, dengan nilai 50 - <80%
S3 =Sesuai bersyarat, dengan nilai 17 - <50%
TS =Tidak sesuai, dengan nilai <17%



Lampiran 1. Kriteria Kesesuaian
KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN

L.1-9
b. Wisata Snorkeling
Tabel L1.13. Parameter Kesesuaian Wisata Snorkeling
No Kriteria Teknis Bobot S1 S2 S3 TS Keterangan
1. Kecerahan perairan (%) 5 100 80-<100 60-<80 <20 Nilai skor
2. Penutupan komunitas karang (%) 5 >75 >50-75 25-50 <25 Kategori S1 = 3
3. Jenis life form karang 3 >12 <7-12 4-7 <4 Kategori S2 = 2
4. Jumlah jenis ikan karang 3 >50 30-50 10-<30 <10 Kategori S3 = 1
5. Kecepatan arus (cm/dtk) 1 0-15 >15-30 >30-50 >50 Kategori TS = 0
6. Kedalaman terumbu karang (m) 1 1-3 >3-6
>6-10 >10 Nilai maksimum
Bobot x skor = 57
7 Lebar hamparan karang (m) 1 >500 100-500 20-100 <20
Sumber : Yulianda, 2007
Keterangan :
S1 =Sangat sesuai, dengan nilai 83 100%
S2 =Cukup sesuai, dengan nilai 50 - <80%
S3 =Sesuai bersyarat, dengan nilai 17 - <50%
TS =Tidak sesuai, dengan nilai <17%

c. Wisata Berperahu, Jet Ski dan Banana Boat
Tabel L1.14. Parameter Kesesuaian Wisata Berperahu, jet Ski dan Banana Boat
No Kritera teknis Bobot
Kelas Kesesuaian dan Skor
S1 Skor S2 Skor N Skor
1. Kedalaman (m) 3 10-25 3 5-10 2 <5 1
2. Kecepatan arus (cm/dtk) 5 0-15 3 15-50 2 >50 1
Sumber : Modifikasi dari Bakosurtanal (1996);Yulianda (2007)
Keterangan :
S1 =Sangat sesuai
S2 =Sesuai
N =Tidak Sesuai

d. Wisata Pantai Rekreasi Pantai
Tabel L1.15. Parameter Kesesuaian Wisata Pantai Rekreasi Pantai
No Kritera teknis Bobot
Kelas Keseuaian (Skor)
S1 S2 N
1. Kedalaman perairan (m) 5 0-5 5-10 >10
2.
Tipe pantai 5 Pasir putih
Pasir hitam
berkarang
Lumpur, berbatu
terjal
3. Lebar pantai (m) 5 >15 5-15 <5
4. Material dasar perairan 4 Pasir Pasir berkarang Lumpur
5. Kecepatan arus (cm/dtk) 4 0-20 20-50 >50
6. Kemiringan pantai (
o
) 4 <15 15-45 >45
7. Kecerahan perairan (%) 4 >80 50-80 <50
8.
Penutupan lahan pantai 3
Kelapa,
lahan
terbuka
Semak belukar
Hutan bakau,
permukiman,bulu
babi
9. Biota berbahaya 3 Tidak ada Bulu babi Ikan pari,lepu,hiu
10. Ketersediaan air tawar (jarak/km) 3 <1 1-2 >2
Sumber : Modifikasi dari Yulianda (2007)
Lampiran 1. Kriteria Kesesuaian
KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN

L.1-10
Keterangan :
S1 =Sangat sesuai
S2 =Sesuai
N =Tidak Sesuai

e. Wisata Pantai Olahraga Pantai dan Berjemur (Sun Bathing)
Tabel L1.16. Parameter Kesesuaian Wisata Pantai Olahraga Pantai dan Berjemur (Sun Bathing)
No Kritera teknis Bobot
Kelas Kesesuaian (Skor)
S1 Skor S2 Skor N Skor
1. Substrat 5 Pasir 3
Karang pasir 2 Lumpur/
lumpur
1
2. Luasan pantai (m2) 5 >2500 3 1000-2500 2 <1000 1
3. Panjang pantai (m) 5 >300 3 100-300 2 <100 1
4. Tipe pantai 3 Berpasir 3
Pasir, sedikit
karang
2 Lumpur,
karang
1
5. Penutupan lahan pantai 3
Lahan
terbuka
3
Semak
belukar
2 Hutan
bakau
1
Sumber : Modifikasi dari Bakosurtanal (1996)
Keterangan :
S1 =Sangat sesuai
S2 =Sesuai
N =Tidak Sesuai

4) Pelabuhan
Kriteria pemilihan lokasi pelabuhan perikanan antara lain:
A. Kriteria Ruang
Kriteria ruang pelabuhan perikanan harus memperhatikan kriteria-kriteria sebagai berikut:
Kriteria Perikanan, seberapa dekat pelabuhan tersebut dengan menghadap daerah
penangkapan ikan (fishing ground), potensi perikanan (stock assesment) yang belum
termanfaatkan, ketersediaan tenaga kerja (nelayan),
Kriteria Historis, sudah sejak lama menjadi tempat pendaratan kapal nelayan setempat dan
merupakan perkampungan nelayan, perkembangan produksi perikanan, perkembangan
armada dan peralatan perikanan.
Kriteria Akses, seberapa besar dekat dengan daerah/tempat pemasaran , seberapa besar
pelabuhan tersebut dibutuhkan untuk mendukung fungsi-fungsi kota (PKN/PKW/PKL),
ketersediaan infrastruktur penghubung dengan daerah lain (jalan) dan kedekatan dengan
jalur pelayaran.
Kriteria Perkiraan Perkembangan Komoditas, perkiraan kebutuhan pasar akan komoditas,
perkiraan kegiatan lanjutan/ikutan dari kegiatan perikanan tangkap.
Kriteria Keberadaan Kawasan Pemanfaatan ruang lain disekitarnya, seberapa dekat
pelabuhan tersebut dengan kawasan konservasi, pemukiman nelayan, perkotaan, dan
kawasan industri.
Skoring penilaian pemilihan lokasi pelabuhan perikanan berdasarkan besaran pelabuhan.



Lampiran 1. Kriteria Kesesuaian
KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN

L.1-11
B. Kriteria teknis
Kriteria teknis yang harus diperhatikan dalam perencanaan pelabuhan secara umum sebagai
berikut:
1. Lokasi terlindung dari gangguan angin dan gelombang sehingga kapal mudah untuk
bermanuver saat dari/ke pelabuhan.
2. Kapal harus dapat dengan mudah ke luar / masuk pelabuhan. Kedalaman alur pelayaran harus
memenuhi kedalaman yang dibutuhkan saat kapal bermuatan penuh.
3. Tersedia ruang gerak kapal di dalam kolam pelabuhan (luas perairan). Hal ini untuk
memudahkan kapal untuk bermanuver saat akan bersandar, saat akan ke laut atau berlabuh.
4. Pengerukan mula dan pemeliharaan pengerukan yang minim. Pelabuhan seyogyanya tidak
terletak didaerah perairan yang dangkal atau daerah sedimentasi yang menyebabkan
pembengkakan biaya pengerukan dan biaya pemeliharaan pengerukan.
5. Mengusahakan perbedaan pasang surut yang relatif kecil, tetapi pengendapan sedimentasi
harus diperkecil.
6. Memiliki topografi yang landai dan cukup luas untuk pengembangan kawasan selanjutnya.
7. Pelabuhan memiliki tempat penyimpanan tertutup atau lapangan terbuka untuk menampung
muatan. (fasilitas)
8. Tersedianya fasilitas prasarana/infrastruktur lain yang mendukung.
9. Terhubung dengan jaringan angkutan darat yang menghubungkan dengan daerah
pendukungnya/daerah belakangnya.

Tabel L1.17. Penggolongan Kelas Pelabuhan Berdasarkan Kriteria Teknis

No. Kriteria
Kelas Pelabuhan Perikanan
(PPS)
Kelas II
(PPN)
Kelas III
(PPP)
Kelas IV
(PPI)
1. Luas Lahan (Ha) Min. 30 Ha 15 Ha 5 Ha 2 Ha
2. Pemanfaatan Lahan
Prasarana,
Industri
Perikanan
Prasarana,
Industri
Prasarana,
Industri Kecil
Prasarana
3.
Jumlah Kapal
(Unit/Hari)
100 75 30 20
4.
Fasilitas tambat labuh
u/ kapal berukuran (GT)
60 30 10 3
5. Panjang Dermaga (m) Min. 300 150 100 50
6. Kedalaman (m) 3 3 2 2

No. Kriteria
Kelas Pelabuhan Perikanan
(PPS)
Kelas II
(PPN)
Kelas III
(PPP)
Kelas IV
(PPI)
7.
Daya Tampung
Kapal Sandar sekaligus
(GT)
6.000 2.250 300 60
8. Ikan Didaratkan (Ton/Hari) 60 30 15 20 > 10
Lampiran 1. Kriteria Kesesuaian
KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN

L.1-12
9.

Fasilitas Pembinaan &
Pengujian Mutu

Tersedia Tersedia Tersedia -
10. Sarana Pemasaran Tersedia Tersedia Tersedia -
11. Pengembangan Industri Tersedia Tersedia Tersedia -
12. Skala Layanan
Laut
Teritorial,
ZEEI dan
Perairan
Internasiona
l
Laut
Teritorial
dan ZEEI
Perairan
Pedalaman,
Perairan
Kepulauan,
Laut Teritorial
dan ZEEI
Perairan
Pedalaman
dan Perairan
Kepulauan
13. Tujuan Pemasaran
Sebagian u/
Ekspor
Sebagian u/
Ekspor
Lokal,
Antardaerah
Lokal
Sumber : Kepmen No. 10 Th 2004 tentang pelabuhan perikanan

Tabel L1.18.Kriteria Pelabuhan Khusus

No Variabel Pelabuhan
Khusus
Nasional
Pelabuhan
Khusus Regional
Pelabuhan
Khusus
Lokal
1. Pelayanan
- menangani pelayanan
barang-barang
berbahaya dan Beracun
(B3);
- melayani kegiatan
pelayanan lintas
Propinsi dan
Internasional.
- tidak menangani
pelayanan barang-
barang berbahaya dan
beracun (B3);
- melayani kegiatan
pelayanan lintas
Kabupaten/Kota
dalam satu Propinsi.
- tidak menangani
pelayanan barang
berbahaya dan
beracun (B3); dan
melayani kegiatan
pelayanan lintas Kota
dalam satu
Kabupaten/Kota.
2. Teknis
- bobot kapal yang
dilayani 3000 DWT
atau lebih;
- panjang dermaga 70 M
atau lebih, konstruksi
beton/baja;
- kedalaman di depan
dermaga - 5 M LWS
atau lebih;

- bobot kapal yang
dilayani lebih clan
1000 DWT dan kurang
dan 3000 DWT;
- panjang dermaga
kurang dari 70 M',
konstruksi
beton/baja;
- kedalaman di depan
dermaga kurang clan -
5 M LWS;

- bobot kapal kurang
dari 1000 DWT;
- panjang dermaga
kurang clan 50 M'
dengan konstruksi
kayu;
- kedalaman di depan
dermaga kurang clan
- 4 M LWS;

Sumber: Kepmenhub No. 53 Tahun 2002 Tentang Tatanan Kepelabuhan Nasional

Tabel L1.19. Kriteria Pelabuhan Daratan
No Variabel
Pelabuhan
Khusus
Nasional
Pelabuhan
Khusus
Regional
Pelabuhan
Khusus
Lokal
1.
volume angkutan barang/peti
kemas
> 20.000
TEUs/tahun

< 12.000
TEUs/tahun;

< 12.000
TEUs/tahun;

2. luas terminal
> 3 Ha

< 2 Ha < 2 Ha
3. area penumpukan > 8.000 m2 5.000 8.000 m2 < 5.000 m2
Lampiran 1. Kriteria Kesesuaian
KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN

L.1-13
4. kapasitas penumpukan > 1.000 TEUs
750 1.000TEUs

< 750 TEUs

5. gudang ekspor
>450 m2

300 450 m2

< 300 m2

6. gudang impor
> 450 m2

300 450 m2

< 300 m2

7. hangar mekanik
> 350 m2

250 350 m2

< 250 m2

8. gedung perkantoran
> 400 m2

250 400 m2

< 250 m2

9.
area bongkar muat dan lalu
lintas trailer/alat berat
> 6.000 m2 > 6.000 m2
< 3.000 m2

10.
panjang landasan pacu gantry
crane
> 250 m2
200 250 m2

< 200 m2

Sumber: Kepmenhub No. 53 Tahun 2002 Tentang Tatanan Kepelabuhan Nasional

Tabel L1.20. Skoring Kesesuaian Kawasan Pelabuhan
No Nama Kriteria SATUAN
Nilai
5 4 3 2 1
KRITERIA PERIKANAN
1. Jumlah Armada Unit 75-100 30-75 20-30 10-20 < 10
2. Zona tangkap I,II,III I,II,III I,II I I
3. Jenis Komoditi
pelagis
besar,pel
agis kecil,
demersal
pelagis
besar,pela
gis kecil,
demersal
pelagis
kecil,pela
gis besar,
demersal
pelagis
kecil,
demersal
pelagis
kecil,
demersa
l
4. Daerah Operasional mil 0-12 0-12 0-6 0-4 0-4
5. Volume Hasil Tangkap ton/Tahun >6000 2250 300 60 <60
6. Kegiatan Lanjutan Ada - - -
Tidak
Ada
7. volume potensi % 60-80 40-60 20-40 10-20 < 10
8. Ikan didaratkan Ton/hari 30-60 20-30 10-20 5-10 < 5
9.
Tenaga Kerja Sektor
Perikanan orang >5000 1000-5000 500-1000 <500 0

KRITERA HISTORIS
10
Kawasan
Nelayan(Nelayan/pendudu
k) % 15-30 - 0-15 - 0
11 Riwayat Armada Nelayan buah 75-100 30-75 20-30 10-20 < 10
12 Armada kapal dari luar % 50 40-50 30-40 20-30 <20
13 Histori Pelabuhan Ada - - -
Tidak
Ada

KRITERIA AKSES
14
Moda Transportasi
Klas Jalan
Arteri
Primer
Kolekt
or
Primer Lokal Primer
Arteri
Sekunder
-
15 Sumber Air km Ada - - -
Tidak
Ada
16 Listrik Ada - - -
Tidak
Ada
17 BBM km Ada - - - Tidak
Lampiran 1. Kriteria Kesesuaian
KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN

L.1-14
Ada
18 Fungsi Kota yang dilayani
Pusat Kegiatan
PKN PKW - PKL -
KRITERIA PERKIRAAN PROSPEK
20 Kebutuhan Pasar Thd
Komoditas (volume)
ton > 60 > 30 >20 > 10
21 Pemenuhan Komoditas di
Pasar
% 60-80 40-60 20-40 10-20 < 10
22 Prospek Industri Lanjutan Baik - Sedang - Kurang
KRITERIA KEDEKATAN DG KAWASAN LAIN
23 Kawasan Konservasi km > 10 7,5-10 5-7,5 5-3 <3
24 Kawasan Pemukiman km <3 5-3 5-7,5 7,5-10 > 10
25 Kawasan Industri km <3 5-3 5-7,5 7,5-10 > 10
KRITERIA TEKNIS
26 Topografi m Landai - Datar - Curam
27 Bathimeteri m >8 7-8 6-7 5-6 < 5
28 Geologi kohesif kohesif Non- kohesif Non-
kohesif
plastis
29 Pasang-Surut Kecil - Sedang - Besar
30 Gelombang m <0,2 0,2-0,5 0,5-0,8 0,8-1 >1
31 Sedimentasi Kecil - Sedang - Besar
32 Angin Kecil - Sedang - Besar
33 Arus Kecil - Sedang - Besar
34 Hidrologi & Sungai Kecil - Sedang - Besar
35 Luas Lahan Darat Ha >30 15-30 5-15 2-5 <2
36 Kapasitas Kapal GT 0-60 0-30 0-10 0-7 0-3
37 Panjang Dermaga m >300 150-
300
100-150 50-100 < 50
38 Kedalaman Kolam labuh m >6 5-6 4-5 3-4 <3
39 Daya Tampung Kapal
Sandar (GT)
GT >6000 2250-
6000
300-2250 60-300 < 60
40 Lebar Alur (1 Kapal) m >15 11-14 10 - 5
41 Lebar Alur (2 Kapal) m >40 30-40 30-20 10-20 <10
42 Kedalaman Alur m >8 7-8 6-7 5-6 < 5
KRITERIA EKONOMI
43 Komoditi lain Ada
(besar)
- Ada (kecil) - Tidak
Ada
44 Dukungan/Kesiapan
daerah belakangnya
Baik - Sedang - Kurang
45 Prospek Perkembangan
Kegiatan
Baik - Sedang - Kurang
46 Ekspor Ada
(besar)
- Ada (kecil) - Tidak
Ada
47 Import Ada
(besar)
- Ada (kecil) - Tidak
Ada
45 Prospek Perkembangan
Kegiatan
Baik - Sedang - Kurang
Sumber: Analisa TRLP3K
Skoring :
0 47 = Tidak direkomendasikan dibangunnya pelabuhan
48 - 94 = Dapat dibangun pelabuhan perikanan setingkat PPI
95 - 141 = Dapat dibangun pelabuhan perikanan setingkat PPI hingga PPP
142 - 188 = Dapat dibangun pelabuhan perikanan setingkat PPI hingga PPN
189 - 235 = Dapat dibangun pelabuhan perikanan setingkat PPI hingga PPS
Lampiran 1. Kriteria Kesesuaian
KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN

L.1-15
5) Pertambangan Pasir Laut
Batasan pengembangan kawasan pertambangan pasir laut mengacu pada Keputusan Menteri
Kelautan dan Perikanan No: Kep.33/MEN/2002 tentang Zonasi wilayah pesisir dan laut untuk
kegiatan pengusahaan pasir laut. Berdasarkan Kepmen tersebut, kawasan pertambangan pasir laut
di wilayah pesisir dan laut dapat dibedakan menjadi 2 (dua) zona yaitu:
a. Zona Perlindungan
Zona perlindungan adalah zona di wilayah pesisir dan laut yang telah ditetapkan sebagai
kawasan perlindungan menurut undang-undang atau berdasarkan kriteria dan
pertimbangan tertentu sehingga perlu dilindungi dari kegiatan pengusahaan pasir laut.
Kawasan-kawasan perlindungan tersebut antara lain :
Kawasan Pelestarian Alam seperti taman nasional dan taman wisata alam
Kawasan suaka alam seperti; cagar alam dan suaka margasatwa
Kawasan perlindungan ekosistem, pesisir dan pulau-pulau kecil seperti ; taman laut
daerah, kawasan perlindungan bagi mamalia laut, suaka perikanan, daerah migrasi, biota
laut dan daerah perlindungan laut, terumbu karang serta kawasan pemijahan, ikan dan
biota laut lainnya.
Perairan yang jarak dari atau sama dengan 2 (dua) mil laut yang diukur dari garis pantai
ke arah perairan kepulauan atau laut lepas pada saat surut terendah.
Perairan dengan kedalaman kurang dari atau sama dengan 10 meter dan berbatasan
langsung dengan garis pantai yang diukur dari permukaan air laut pada surut terendah
Instalasi kabel dan pipa bawah laut serta zona keselamatan selebar 500 meter pada sisi
kiri dan kanan dari instalasi kabel dan pipa bawah laut.
Alur laut kepulauan Indonesia (ALKI)
Zona keselamatan sarana bantu navigasi

b. Zona Pemanfaatan pengusahaan pasir laut
Zona Pemanfaatan untuk pengusahaan pasir laut dapat dibedakan menjadi dua yaitu :
1) Zona pemanfaatan bersyarat
Kawasan atau zona pemanfaatan bersyarat adalah zona yang dapat dimanfaatkan
untuk pengusahaan pasir laut dengan persyaratan tertentu.
Kawasan laut yang merupakan zona pertambangan pasir laut dengan persyaratan atau
zona dengan pemanfaatan bersyarat adalah:
Skema pemisah lalu lintas di laut (Traffic Separation Scheme TSS).
Kawasan pemindahan dan atau bongkar muat lepas pantai (Ship to Ship Transfer
STS) dan daerah lego jangkar.
Alur lalu lintas pelayaran.
Kawasan wisata bahari.
Kawasan penangkapan ikan tradisional.
Tempat pembuangan bahan-bahan peledak.
Zona latihan TNI AL.
Zona pengambilan benda berharga asal muatan kapal tenggelam
Zona pengeboran lepas pantai (zone off shore drilling) termasuk prasarana
penunjang keselamatan pelayaran.

Lampiran 1. Kriteria Kesesuaian
KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN

L.1-16
Perijinan pertambangan pasir laut dapat diberikan dengan beberapa persyaratan yang
bertujuan untuk membatasi kegiatan pertambangan sehingga tidak mengganggu kegiatan
sektor lain.
Beberapa persyaratan yang diterapkan antara lain :
- Pembatasan terhadap jenis dan jumlah kapal yang dioperasikan.
- Penentuan sistem penambangan dan pengerukan yang dilakukan.
- Pembatasan jumlah volume pasir laut yang ditambang.
- Pengaturan jadwal kegiatan penambangan dan pengerukan.


2) Zona terbuka tambang
Zona terbuka tambang adalah zona atau kawasan pesisir dan laut yang dapat dijadikan
lokasi pertambangan pasir laut yang berada di luar kawasan atau zona perlindungan.
Zona terbuka tambang merupakan kawasan perairan yang berada di luar Zona
Perlindungan dan Zona Pemanfaatan Bersyarat. Meskipun pada zona tersebut diijinkan
dilakukannya kegiatan pertambangan pasir laut secara bebas, namun kegiatan tersebut
tetap harus memperhatikan aspek-aspek penting lain yang terkait dengan upaya
pelestarian dan perlindungan ekosistem, maupun perlindungan kehidupan sosial
ekonomi masyarakat nelayan.
Pasal 10 Kepmen KP Nomor Kep.33/MEN/2002 disebutkan bahwa setiap kegiatan
pengusahaan pasir laut diwajibkan menjaga :
- Kelestarian lingkungan pesisir dan laut
- Stabilitas geologi lingkungan pesisir dan laut
- Keberlanjutan usaha nelayan dan petani tambak
- Keserasian kegiatan pertambangan dengan kepentingan pemanfaatan ruang sektor
lain di pesisir dan laut, seperti kegiatan wisata bahari, perikanan tangkap, perikanan
budidaya, pelayaran, serta pertahanan dan keamanan

Pengembangan kawasan pesisir dan laut menjadi zona pertambangan pasir laut harus
memperhatikan beberapa faktor, antara lain:
- Faktor Utama; nilai tambah/nilai ekonomis, potensi tambang.
a. Analisis nilai tambah dari kegiatan pertambangan pasir laut diperlukan untuk melihat
besarnya penerimaan negara/pendapatan asli daerah. Kegiatan pengusahaan tambang pasir
laut diharapkan dapat menjadi pembangkit kegiatan perekonomian di kawasan sekitarnya bila
dibandingkan dengan tingkat kerusakan lingkungan atau gangguan terhadap aktifitas sektor
lain yang mungkin akan terjadi.
b. Nilai dari suatu potensi bahan galian sangat dipengaruhi oleh kuantitas dan kualitasnya.
Potensi bahan galian yang telah dipahami baik geometri, sebaran dan kualitasnya dapat
digolongkan menjadi cadangan bahan galian. Sementara potensi dengan tingkat pemahaman
yang lebih rendah digolongkan sebagai sumberdaya.
Potensi suatu kawasan dapat dibedakan menjadi tinggi, sedang dan rendah. Berdasarkan kualitas
dan kuantitasnya, maka proses penetapan suatu daerah menjadi kawasan pertambangan dapat
digambarkan pada matriks berikut ini.
Lampiran 1. Kriteria Kesesuaian
KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN

L.1-17
Penetapan Menjadi
Kawasan Tambang
Nilai Tambah Potensi B.Galian
Sangat Perlu Tinggi Tinggi
Perlu
Tinggi
Sedang
Sedang
Tinggi
Mungkin Perlu
Sedang
Rendah
Rendah
Sedang
Tinggi
Sedang
Tidak Perlu
Sedang
Rendah
Rendah
Sedang

- Faktor Pembatas; dampak terhadap kondisi fisik (hidro-oceanografi, geologi/geomorfologi),
dampak ekologis, dampak terhadap kawasan lindung, pemanfaatan ruang saat ini (permukiman,
perikanan, pariwisata, alur pelayaran, infrastruktur), sosial-ekonomi masyarakat sekitar,
jangkauan dampak.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pengembangan kawasan pertambangan pasir laut
yang menjadi faktor pembatas :
Dampak terhadap lingkungan fisik dan ekosistem
Hubungan kegiatan pertambangan dengan kegiatan sektor lain
Dampak terhadap kondisi sosial dan ekonomi masyarakat
Faktor keamanan terhadap lingkungan, masyarakat disekitarnya, dan pekerja dilapangan

- Faktor Politis/Kebijakan Pemerintah; UU, PP, Kepmen, Perda
a. Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No: Kep 33/MEN/2002 tentang Zonasi wilayah
pesisir dan laut untuk kegiatan pengusahaan pasir laut.
b. Keputusan Direktur Jenderal Pesisir dan Pulau-pulau Kecil No. Kep.01/P3K/HK.156/X/2002
tentang Petunjuk pelaksanaan zonasi wilayah pesisir dan laut untuk kegiatan pengusahaan
pasir laut.

Proses kegiatan pertambangan pasir laut meliputi:
1. Pretreatment, perlakuan khusus terhadap bahan yang akan ditambang dengan cara kimiawi
atau mekanis tergantung dari jenis bahan.
2. Ekstraksi/pengerukan, proses pemindahan material pengerukan dari tempat asalnya ke atas
permukaan air.
3. Transportasi, proses pengangkutan dari tempat penambangan menuju tempat
penimbunan/pengolahan.
4. Disposal/penimbunan, proses penimbunan/pembuangan material kerukan.

Seluruh proses kegiatan pertambangan pasir laut diatas akan menimbulkan efek terhadap
lingkungan maupun kegiatan lain yang berada pada kawasan yang sama. Kegiatan pertambangan
pasir laut baik pada zona pertambangan terbuka maupun pada zona pertambangan bersyarat akan
menimbulkan dampak terhadap :
Lingkungan fisik kawasan dampak terhadap kondisi fisik (hidro-oceanografi,
geologi/geomorfologi),
Lampiran 1. Kriteria Kesesuaian
KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN

L.1-18
Lingkungan hayati/dampak ekologis (kawasan lindung, perikanan)
Lingkungan sosial, ekonomi, dan budaya (wisata bahari, permukiman, alur pelayaran,
infrastruktur).

Tabel L1.21. Dampak Kawasan Pertambangan Terhadap Kegiatan Pemanfaatan Ruang
No Faktor Variabel
1. Dampak
hidro-oceanografi
Perubahan pola arus dan perambatan gelombang, erosi dan sedimentasi
dasar laut dan pantai, perubahan bathymetri, peningkatan sedimen
tersuspensi
2. Dampak terhadap ekologi Kerusakan ekosistem mangrove, terumbu karang dan padang lamun,
penurunan populasi ikan
3. Dampak terhadap sosial
ekonomi
Penurunan produksi, penangkapan ikan secara tradisional, penurunan
produksi kegiatan budidaya lainnya
4. Jangkauan dampak
(AMDAL)
Jumlah manusia yang terkena dampak
Luas wilayah persebaran dampak
Lamanya dampak berlangsung intensitas dampak
Banyaknya komponen lingkungan lainnya yang terkena dampak
Sifat kumulatif dampak tersebut
Berbalik atau tidak berbaliknya dampak
5. Dampak terhadap
kawasan lindung
Penurunan kualitas hutan mangrove, terumbu karang, padang lamun,
sempadan pantai, cagar alam, cagar budaya, suaka margasatwa, taman suaka
alam laut

6. Dampak terhadap
kegiatan pemanfaatan
ruang
Terganggunya dan tercemarnya kawasan pariwisata, kawasan pemukiman,
kawasan perikanan tangkap/budidaya, alur pelayaran, instalasi kabel bawah
laut/infrastruktur lainnya, dll
Sumber: Analisa TRLP3K
a. Dampak positif pertambangan pasir laut
Pasir laut merupakan potensi sumberdaya kelautan yang memberikan sumbangan cukup
besar terhadap devisa negara ataupun PAD. Pertambangan pasir laut tidak hanya memberikan
dampak yang negatif tetapi juga dampak positif, antara lain:
- Penerimaan devisa negara dari pajak ekspor pasir laut
- Pendapatan asli daerah meningkat
- Adanya penyerapan tenaga kerja.
- Tumbuhnya kegiatan ekonomi lokal dan kesempatan berusaha bagi masyarakat.
b. Dampak negatif pertambangan pasir laut
Selain dampak positif, kegiatan pertambangan pasir laut akan menimbulkan dampak negatif
yang cukup signifikan terhadap lingkungan dan ekosistem laut dan pesisir, antara lain:
- Penurunan hasil tangkapan ikan nelayan tradisional yang menimbulkan dampak lebih lanjut
pada penurunan pendapatan nelayan
- Terjadinya abrasi pantai sehingga hal ini dapat membuat benteng atau tembok tambak
budidaya ikan dan udang menjadi goyang, bocor maupun longsor, serta kerusakan
ekosistem pesisir.
- Terjadinya kekeruhan badan air sampai radius 3-4 km dari lokasi penambangan yang
mengganggu usaha budidaya laut seperti keramba jaring apung, serta ekosistem di laut.
Lampiran 1. Kriteria Kesesuaian
KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN

L.1-19
- Perubahan pola hidrodinamika air laut akibat perubahan permukaan dasar perairan
- Adanya tenaga kerja pendatang seringkali menimbulkan konflik sosial dengan penduduk
setempat

Kriteria penentuan kawasan pertambangan pasir laut harus memperhitungkan faktor-faktor sebagai
berikut:
Jumlah estimasi potensi deposit pasir laut.
Pola hidrodinamika perairan laut yang mencakup pola arus, kecepatan arus dan tinggi
gelombang.
Jarak dari kawasan konservasi atau daerah perlindungan laut.
Keberadaan kawasan perlindungan ekosistem pesisir dan pulau-pulau kecil.
Tingkat kedalaman perairan laut.
Keberadaan Instalasi kabel dan pipa bawah laut serta zona keselamatan selebar 500 meter
pada sisi kiri dan kanan dari instalasi kabel dan pipa bawah laut.
Alur laut kepulauan Indonesia (ALKI).
Keberadaan prasarana keselamatan sarana bantu navigasi.
Keberadaan Skema pemisah lalu lintas di laut (Traffic Separation Scheme TSS).
Keberadaan Kawasan pemindahan dan atau bongkar muat lepas pantai (Ship to Ship Transfer
STS) dan daerah lego jangkar.
Alur lalu lintas pelayaran.
Keberadaan Kawasan wisata bahari.
Kawasan penangkapan ikan nelayan tradisional.
Keberadaan Tempat pembuangan bahan-bahan peledak.
Keberadaan Zona latihan TNI AL.
Keberadaan Zona pengambilan benda berharga asal muatan kapal tenggelam (BMKT).
Keberadaan Zona pengeboran lepas pantai (Zone Offshore Drilling) termasuk prasarana
penunjang keselamatan pelayaran.

Tabel L1.22. Kriteria Fisik Kesesuaian Perairan Kawasan Pertambangan Pasir Laut
No. Kriteria
Kriteria Kesesuaian
Baik Sedang Buruk
1. Kandungan Deposit Banyak Sedang Sedikit
2. Kec. Arus (m/ det) < 1 1 - 2 >2
3. Tinggi Gelombang < 1 1 - 2 >2
4.
Jarak dari Kawasan
Konservasi
> 10 2 - 10 < 2
Sumber : Direktorat TRLP3K, 2003

Prinsip-prinsip wilayah pertambangan pasir laut secara umum dicirikan oleh :
1. Penetapan kawasan pertambangan pasir laut berarti pada kawasan laut yang bersangkutan
telah menempatkan kegiatan pertambangan pasir laut sebagai prioritas dan sebagai
pendorong pembangunan.
2. Kawasan Pertambangan Pasir laut ditentukan disamping berdasarkan pertimbangan geologi
tetapi juga berdasarkan pertimbangan faktor lingkungan, ekonomi, hukum/perundang-
Lampiran 1. Kriteria Kesesuaian
KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN

L.1-20
undangan, sosial-budaya, penilaian rencana manajemen tambang serta optimalisasi
pemanfaatan sumberdaya alam melalui perhitungan biaya-manfaat (cost-benefit).
3. Kawasan pertambangan pasir laut terletak di daerah yang cukup aman untuk dapat
mencemari/memberikan dampak negatif pada daerah vital/strategis atau daerah yang
rentan/peka terhadap gangguan. Oleh karena itu dalam melakukan eksploitasi hendaknya
memperhitungkan kebutuhan, persediaan dari potensi pertambangan.
4. Kawasan pertambangan pasir laut memudahkan/memberi kejelasan pada investor yang
berminat mengembangkan usaha di bidang penambangan, pengolahan maupun jasa
pendukungnya.

Sedangkan prinsip pengembangan kawasan pertambangan yang termuat dalam peraturan antara
lain, yaitu Menurut Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor Kep 34/MEN/2002 tentang
Pedoman umum penataan ruang pesisir dan pulau-pulau kecil mengenai perencanaan zona
eksploitasi dan eksplorasi pasir laut harus memperhatikan ketentuan sebagai berikut :
a. Tidak dilakukan pada kawasan suaka alam dan cagar budaya baik yang ada di perairan
maupun dipantai, yang meliputi zona taman nasional, cagar alam, suaka margasatwa,
Taman Wisata Alam dan zona Cagar Budaya.
b. Tidak dilakukan pada daerah yang merupakan area pemijahan, perlindungan, pembesaran
dan tempat mencari makan biota laut. Misalnya pada daerah terumbu karang, daerah
mangrove, padang lamun, dll.
c. Perlu menghindari zona pangkalan pertahanan (militer), alur-alur keluar masuk pesawat
terbang, alur pelayaran, instansi pelayaran, pelabuhan, menara suar, rambu suar, anjungan
kapal tengah laut dan instalasi lain yang bersifat permanen, di atas atau dibawah
permukaan air.
d. Perlu dihindari dari daerah-daerah yang digunakan sebagi laboratorium alam atau tempat
penelitian ilmiah.
e. Di lokasi yang jaraknya kurang dari 250 (dua ratus lima puluh) meter dari batas wilayah,
kuasa pertambangan dan atau wilayah kerja atau apabila berbatasan dengan negara lain
maka ada ketentuan jarak yang ditentukan dalam perjanjian antar Negara Republik
Indonesia dengan negara yang bersangkutan.
f. Memperhitungkan instalasi bawah permukaan air antara lain pipa penyalur, kabel bawah
laut, dermaga laut setiap jenis pondamen (fondasi dermaga), dan perangkap atau alat
tangkap ikan yang sudah ada maupun rencana kedepan sebelum dimulainya usaha
pertambangan tersebut.
g. Penambangan pasir laut di perairan laut tidak boleh menimbulkan terjadinya pencemaran
pada air laut, air sungai, dan udara dengan zat yang mengandung racun, bahan radio aktif,
barang tidak terpakai dan lainnya.






Lampiran 1. Kriteria Kesesuaian
KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN

L.1-21
6) Pertanian di Pesisir
Tabel L1.23. Parameter Kesesuaian Lahan Pertanian di Pesisir

No.

Kriteria
Kriteria Kesesuaian Lahan

Baik Sedang Buruk
1. Kesuburan Tanah Tinggi sedang Rendah
2. Kelerengan dan keadaan
permukaan tanah
<3% dan 80% dari
wilayah rata
<5 % dan 50% dari
wilayah rata
<8 % dan 40% dari
wilayah rata
3. Kelas drainase Terhambat Agak terhambat Tidak terhambat
4. pH tanah lapisan atas (0 30 cm) 5.5 7.4 <4.0 dan 7.5 8.0 < 3.5 & > 8.5
5. Banjir dan Genangan musian Tanpa < 2 km tanpa ada
genangan
permanen < 1m
2 7 km adanya
genangan
permanen >= 1 m
6. Batu-batu di kawasan Permukaan < 5 % 5 50 % >50 %
7. Zone agroklimat A1..A2. B1.B2 B3.C1.C2.C3 C3.D1.D2.D3
8. Ketinggian (Mdpl) < 500 500 - 750 750 1000
9. Daya hantar lis trik (m mhos/cm) <4 4 - 6 > 6
Sumber : Manajemen Sumberdaya Pertanian, IPB (2003)

7) Permukiman di Pesisir

Tabel L1.24. Parameter Kesesuaian Permukiman di Pesisir
No Kesesuaian Satuan
Kesesuaian
Sesuai Cukup Sesuai Tidak Sesuai
1. Jarak dari sarana jalan m 200 200 500 >500
2. Jarak dari lahan gambut m 200 150 200 0-149
3. Jarak dari lahan rawa m 500 300 500 0 - 299
4. Kelerengan % 8 8 - 15 15
5. Jarak dari daerah banjir m 500 300 500 0 - 300
6. Jarak dari daerah pasang surut m > 300 150 300 0 - 150
7.



Sempadan pantai
- sungai besar m 100
- sungai kecil m > 50
- sungai di daerah permukiman
dibangun jalan inspeksi
m > 15
Sumber Dit. TRLP3K 2005


Lampiran 1. Kriteria Kesesuaian
KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN

L.1-22
8) Kawasan Industri
Tabel L1.25. Kriteria Pemilihan Lokasi Kawasan Industri
No Kriteria Pemilihan Lokasi Faktor Pertimbangan
1. Jarak ke Pusat Kota Minimal 10 Km
2. Jarak terhadap permukiman Minimal 2 (dua) km
3. Jaringan jalan yang melayani Arteri primer
4. Sistem jaringan yang melayani Jaringan listrik, Jaringan telekomunikasi, air
5. Prasarana angkutan Tersedia pelabuhan laut sebagai outlet ekspor-impor
6. Topografi / kemiringan tanah Maksimal 15%
7. Jarak terhadap sungai Maks 5 (lima) km dan terlayani sungai tipe C dan D
atau kelas III dan IV
8. Daya dukung lahan Sigma tanah : 0,7 1,0 kg/cm2
9. Kesuburan tanah Relatif tidak subur (non-irigasi teknis)
10. Peruntukan lahan Non-Pertanian, Non-Permukiman, Non-Konservasi
11. Ketersediaan lahan Minimal 50 Ha
12. Harga lahan Relatif (bukan merupakan lahan dengan harga yang
tinggi di daerah tersebut)
13. Orientasi lokasi Aksessibilitas tinggi, Dekat dengan potensi tenaga
kerja
14. Multiplier Effects Bangkitan lalulintas = 5,5 smp/ha/hari, Kebutuhan
lahan industri dan multiplier-nya = 2 x luas
perencanaan KI, Kebutuhan rumah (1,5 TK ~ 1 KK),
Kebutuhan Fasum dan Fasos
Sumber : Pedoman Teknis Kawasan Industri, Kementerian Perindustrian, 2010



Lampiran 2. Analisis Valuasi Ekosistem Pesisir dan Sumberdaya Ikan

KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN

L.2-1
ANALISIS POTENSI EKOSISTEM PESISIR DAN SUMBERDAYA IKAN

1). Analisis Potensi Ekosistem Pesisir
Analisis potensi ekosistem pesisir meliputi : mangrove, terumbu karang, dan padang lamun.
Pengukuran obyek perairan dasar di lapangan untuk ketiga jenis ekosistem tersebut dilakukan
melalui meliputi identifikasi visual untuk memperkirakan jenis tutupan dari berbagai obyek
dasar seperti terumbu karang dan padang lamun. Metode yang digunakan untuk
memperkirakan tutupan obyek perairan dasar (terumbu karang dan padang lamun) dilakukan
dengan metode Rapid Reef Assessment (RRA). Berdasarkan RRA tersebut dapat diketahui
distribusi dan kondisi obyek perairan dasar sehingga dapat digunakan sebagai acuan penentuan
lokasi pengukuran kondisi obyek perairan dasar tersebut. Pengukuran kondisi obyek perairan
dasar dilakukan dengan cara penyelaman.
Penentuan lokasi sampel untuk identifikasi kondisi obyek perairan dasar pada skala 1 : 250.000
dan 1 : 50.000 dilakukan dengan metode Grid atau Sampling. Metode grid, dilakukan dengan
menentukan lokasi sampel secara merata pada jarak tertentu sesuai dengan skala
perencanaannya. Misalnya untuk skala 1 : 250.000, kawasan perencanaan dapat dibuat grid
dengan panjang dan lebar 2.500 x 2.500 meter dan pada skala 1 : 50.000, kawasan perencanaan
dapat dibuat grid dengan panjang dan lebar 500 x 500 meter.
Metode sampling untuk survei obyek perairan dasar harus memperhatikan keterwakilan data
dan variabilitas kondisi obyek tersebut. Salah satu metode yang sesuai adalah stratified
proportional random sampling atau sampling terstrata dengan penentuan jumlah sampel secara
proporsional dan dilakukan secara acak. Sebagai contoh, desain jumlah titik sampel untuk satu
kawasan tertentu pada skala perencanaan 1 : 50.000 sebagai berikut:

Tabel L2.1Contoh Perhitungan Jumlah Sampel Lapangan Untuk Obyek Perairan Dasar
Skala 1 : 50.000
No Obyek Perairan Dasar
Luas Hasil Interpretasi
(Hektar)
Jumlah Titik
Sampel
1 Terumbu Karang 300 6
2 Padang Lamun 350 7
3 Makro Alga 50 1
4 Substrat Dasar 100 2
Total Titik Sampel 16

Pengamatan jenis tutupan perairan dasar dengan metode Rapid Reef Assessment (RRA)
dilaksanakan secara langsung dengan cara snorkeling dari ujung tubir karang menuju ke daratan
pulau. Untuk mengamati jenis persentase tutupan karang, satu orang penyelam melakukan
snorkeling dan memotret secara kontinyu pada setiap lokasi perubahan obyek perairan dasar
yang ditemui dan satu orang penyelam lainnya melakukan plotting koordinat dengan GPS pada
setiap perubahan jenis tutupan dasar perairan. Jalur dan arah snorkeling berdasarkan garis
track yang telah didesain sebelumnya.

Metode pengukuran kondisi obyek perairan dasar yang digunakan adalahTransek Garis
Menyinggung (Line Intercept Transect) untuk menghitung persentase penutupan substrat dasar
Lampiran 2. Analisis Valuasi Ekosistem Pesisir dan Sumberdaya Ikan

KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN

L.2-2
dengan mengukur transisi di sepanjang 50 meter setiap kategori substrat. Hasil akhir dari
pengolahan ini adalah berupa persen penutupan baik bentuk pertumbuhan ataupun genus
karang serta penyusun substrat dasar lainnya dengan kriteria sebagai berikut (Gomes & Yap,
1998):
Kategori 1: Habitat yang sangat baik (% penutupan karang hidup 75-100%)
Kategori 2: Habitat yang baik (% penutupan karang hidup 50-74%).
Kategori 3: Habitat yang sedang (% penutupan karang hidup 25-49%)
Kategori 4: Habitat yang buruk (% penutupan karang hidup <25%)


1) Terumbu Karang
Pengambilan data terumbu karang dilakukan dengan penyelaman (Scuba Dive) pada lokasi
yang sudah ditentukan berdasarkan hasil identifikasi lokasi penyelaman. Metode
pengambilan data biofisik terumbu karang untuk menentukan komunitas bentik sesil di
terumbu karang berdasarkan bentuk pertumbuhan (life-form) dalam satuan persen, dan
mencatat jumlah biota bentik yang ada sepanjang garis transek menggunakan metode line
intercept transect (LIT) mengikuti English et al. (1997). LIT ditentukan pada garis transek 0-50
m. Seluruh biota dan substrat yang berada tepat di garis tersebut dicatat dengan ketelitian
tiap sentimeter.Identifikasi biota pengisi habitat dasar didasarkan pada bentuk pertumbuhan
(life-form) dengan kode identifikasi mengacu pada English et al. (1997) dan Veron (2000).













Gambar L2.1Cara pencatatan data koloni karang
pada metode transek garis (English et al, 1994)

Analisis persentase tutupan karang dilakukan untuk mengetahui potensi sumberdaya
terumbu karang yang ada di pulau.Untuk mengetahui persentase tersebut, biota habitat
dasar serta panjang transisi penutupan yang ditemukan sepanjang transek garis
dikelompokkan menurut bentuk partumbuhannya (lifeform). Setelah itu masing-masing
bentuk pertumbuhan dihitung nilai penutupannya berdasarkan rumus berikut (Gomez dan
Yap 1988):

Lampiran 2. Analisis Valuasi Ekosistem Pesisir dan Sumberdaya Ikan

KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN

L.2-3

dimana:
Li = Persentase penutupan biota ke-i
ni = Panjang total kelompok biota karang ke-i
L = Panjang total transek garis.

TabelL2.2 Kriteria Persentase Penutupan Karang Hidup
No.
Persentase Penutupan
Karang Hidup (%)
Kategori / Kriteria
1. 0 24 buruk
2. 25 49,9 sedang
3. 50 - 74,9 baik
4. 75 100 sangat baik.

Analisis parameter yang digunakan untuk penentuan kondisi terumbu karang adalah
persentase tutupan karang berdasarkan bentuk pertumbuhan (lifeform) dengan kriteria
persentase tutupan karang menggunakan kategori yang dikemukakan oleh English et. al.
(1997). Untuk keperluan pemetaan skala 1 : 250.000 dan 1 : 50.000, kedetilan informasi
obyek perairan dasar (terumbu karang, padang lamun, makro alga dan substrat dasar) yang
harus muncul pada skala tersebut dapat dilihat pada tabel berikut:

TabelL.2.3 Pembagian Klasifikasi Terumbu Karang
Skala Kategori / Kriteria
1 : 250.000 Sebaran Terumbu Karang
1 : 50.000 Terumbu Karang
Padang Lamun
Makro Alga
Substrat Dasar

2) Lamun
Pengukuran struktur komunitas padang lamun dilakukan melalui Metode Transek Kuadrat
yang dibentangkan secara tegak lurus terhadap garis pantai. Metode ini digunakan untuk
mengetahui komposisi spesies dan persentase penutupan lamun (English et al, 1997). Secara
teknis pengukuran dilakukan dengan cara membuat petak pengamatan seluas 10 m x 10 m.
Kemudian pada petakan tersebut diletakkan kuadrat ukuran 1 m x 1 m secara sejajar luas
areal pengamatan. Pengamatan didukung dengan kamera bawah air (underwater camera)
sesuai dengan ukuran yang ditetapkan. Hasil yang diperoleh dari metode ini adalah
persentase tutupan relatif (English et al. 1997).
Berdasarkan hasil pengukuran spesies dan persentase penutupan lamun yang telah
diidentifikasi di lapangan, dilakukan pengolahan lebih lanjut untuk memperoleh kerapatan
spesies, luas area penutupan dan indeks-indeks struktur komunitas.


% 100 x
L
ni
Li =
Lampiran 2. Analisis Valuasi Ekosistem Pesisir dan Sumberdaya Ikan

KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN

L.2-4
Kerapatan Jenis (D
i
) adalah jumlah tegakan jenis i dalam suatu unit area:
D
i =
n
i /
A
dimana D
i
adalah kerapatan jenis
i, n
i
adalah jumlah total individu dari jenis i dan
A adalah luas total area pengambilan contoh (luas total petak contoh/plot).

Penutupan Spesies (PC
i
) adalah perbandingan antara luas area penutupan jenis i
(C
i
) dan luas total area penutupan untuk seluruh jenis (A):
PC
i
= (C
i
/ A) x 100

3) Mangrove
Interpretasi mangrove dilakukan dengan menggunakan citra satelit dengan menggunakan 9
unsur interpretasi citra. Pemetaan ini dimaksudkan untuk mendelineasi mangrove melalui
interpretasi citra satelit secara visual dan melakukan klasifikasi mangrove berdasarkan skala
peta. Faktor-faktor resolusi citra seperti resolusi spasial, resolusi spektral, resolusi temporal,
dan resolusi radiometrik harus dipertimbangkan dalam interpretasi. Metode Pemetaan
Mangrove skala 1 : 50.000 dan 1:250.000 sebagai berikut:

TabelL.2.4Pembagian Klasifikasi Mangrove
Skala Sumberdata
Kerja
Laboratorium
Survei Verifikasi Lapangan
1 : 50.000 Peta dasar
dengan tingkat
kedetilan
1:50.000
Delineasi
mangrove:
Klasifikasi
penutupan tajuk
Survei verifikasi tutupan mangrove
dan non-mangrove, transek jalur
yang dambil secara sistematik
dengan awal teracak: penutupan
tajuk dan kerapatan pohon
1 : 250.000 Peta dasar
dengan tingkat
kedetilan
1:250.000
Delineasi
tutupan vegetasi
mangrove
Survei verifikasi tutupan mangrove
dan non-mangrove

Dalam pengukuran kondisi ekosistem mangrove, yang perlu diidentifikasi di lapangan adalah
struktur komunitas mangrove. Metode ini menggunakan plot/petak dengan ukuran 10 x 10
meter yang diletakkan secara acak sesuai dengan jumlah sampel yang telah ditentukan
sebelumnya. Pada setiap petak contoh yang telah ditentukan, diidentifikasi setiap tumbuhan
mangrove yang ada, jumlah individu setiap jenis, dan lingkaran batang setiap pohon
mangrove.Data-data mengenai spesies, jumlah individu dan diameter pohon yang telah
dicatat pada tabel Form Mangrove, diolah lebih lanjut untuk memperoleh kerapatan jenis,
frekuensi jenis, luas area penutupan, dan nilai penting jenis suatu spesies dan
keanekaragaman spesies. Data mangrove yang dikumpulkan meliputi jenis, komposisi jenis,
kerapatan jenis, frekuensi jenis, luas area penutupan, nilai penting jenis, dan biota yang
berasosiasi.




Lampiran 2. Analisis Valuasi Ekosistem Pesisir dan Sumberdaya Ikan

KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN

L.2-5
Tabel L.2.5Kriteria Kerapatan Mangrove Berdasarkan Hasil Interpretasi Citra
Klasifikasi Kerapatan
Mangrove
Persen Penutupan Tajuk (%)
(interpretasi citra)
Rapat/tinggi >= 75
Sedang >= 50 - <75
Jarang/rendah <50
Sumber: Kepmen LH No. 200 dan 201 Tahun 2004

Lokasi sampel pengukuran mangrove ditentukan dengan metode stratified proporsional
random sampling, dimana stratifikasinya adalah kerapatan mangrove yang diperoleh melalui
interpretasi citra satelit, jumlah titik sampel ditentukan secara proporsional dan lokasinya
ditempatkan secara acak.Pada setiap lokasi sampel, pengukuran mangrove di lapangan
dilakukan dengan menggunakan plot/petak dengan ukuran 10 x 10 meter yang diletakkan
secara acak.










Gambar L.2.2 Desain unit contoh pengamatan mangrove di lapangan



Klasifikasi kerapatan mangrove di lapangan yang digunakan sebagai berikut:

Tabel L.2.6Kriteria Mangrove Berdasarkan Hasil Pengukuran Lapangan

Klasifikasi Kerapatan Mangrove Kerapatan (Pohon/Hektar)
Rapat/tinggi >=1500
Sedang >=1000 - <1500
Jarang/rendah <1000
Sumber: Kepmen LH No. 200 dan 201 Tahun 2004

Berdasarkan data-data mangrove yang telah diidentifikasi di lapangan berupa spesies,
jumlah individu dan diameter pohon, dilakukan pengolahan lebih lanjut untuk memperoleh
kerapatan jenis, frekuensi jenis, luas area penutupan, dan nilai penting jenis suatu spesies
dan keanekaragaman spesies.

Lampiran 2. Analisis Valuasi Ekosistem Pesisir dan Sumberdaya Ikan

KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN

L.2-6
Kerapatan Jenis (D
i
) adalah jumlah tegakan jenis i dalam suatu unit area:
D
i =
n
i /
A
dimana D
i
adalah kerapatan jenis i, n
i
adalah jumlah total individu dari jenis i dan A
adalah luas total area pengambilan contoh (luas total petak contoh/plot)

Kerapatan Relatif jenis (RD
i
) adalah perbandingan antara jumlah tegakan jenis i (n
i
)
dan jumlah total tegakan seluruh jenis ( n):
RD
i
= (

n
i
n)x 100

Frekuensi Jenis (F
i
) adalah peluang ditemukannya jenis i dalam petak contoh/ plot
yang diamati:
F
i
= p
i
/p
Dimana, F
i
adalah frekuensi jenis i, p
i
adalah jumlah petak contoh/ plot dimana
ditemukan jenis i, dan p adalah jumlah total petak contoh/plot yang diamati.

Frekuensi Relatif Jenis (RF
i
) adalah perbandingan antara frekeunsi jenis i (F
i
) dan
jumlah frekuensi untuk seluruh jenis (F):
RF
i
= (F
i
/F)x 100

Penutupan jenis (C
i
) adalah jenis luas penutupan jenis i dalam suatu unit area:
C
i
=BA/A
Dimana BA= DBH
2
/4 (dalam cm
2
), (3,1416) adalah suatu konstanta dan DBH adalah
diameter batang pohon dari jenis i,A adalah luas area pengambilan contoh (luas total
petak contoh/ plot). DBH= CBH adalah lingkaran pohon setinggi dada.

Penutupan Relatif Jenis ( RC
i
) adalah perbandingan antara luas area penutupan jenis i
(C
i
) dan luas total area penutupan untuk seluruh jenis (C) :
RC
i
= (C
i
/ C) x 100

Jumlah nilai kerapatan relatif jenis ( RD
i
), frekuensi relatif jenis (RF
i
), dan penutupan
relatif jenis (RC
i
) menunjukkan nilai Penting Jenis (IV
i
):
IV
i
= RD
i
+ RF
i
+ RC
i

Nilai penting suatu jenis berkisar antara 0 dan 300. Nilai penting ini memberikan
suatu gambaran mengenai pengaruh atau peranan suatu jenis tumbuhan mangrove
dalam komunitas mangrove.

Indeks Keanekaragaman (H). Keanekaragaman jenis (species diversity) vegetasi
mangrove ditentukan dengan indeks Keanekaragaman Shanon-Wiener (H) (Odum,
1971) dengan formula sebegai berikut :
H = - P
i
ln P
i

dimana : H = Indeks Keanekaragaman
P
i
= (n
i
/ N)
n
i
= jumlah individu dari jenis ke-i
N = jumlah total seluruh individu

Lampiran 2. Analisis Valuasi Ekosistem Pesisir dan Sumberdaya Ikan

KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN

L.2-7
Kisaran nilai indeks keanekaragaman Shannon Wienner diklasifikasikan:
H < 1 = Keanekaragaman jenis kecil dan komunitas rendah
H < 1 < 3 = Keanekaragaman jenis sedang dan komunitas sedang
H > 3 = Keanekaragaman jenis tinggi dan komunitas tinggi

Indeks Kemerataan (E). Keseragaman jenis vegetasi mangrove ditentukan dengan
indeks kemerataan (Brower and Zar, 1977), dengan formula sebagai berikut :
E = H / H
maks

H
maks
= ln S
Dimana ;
H = Indeks Keanekaragaman
S = Jumlah Jenis

Nilai keseragaman berkisar antara 0 1. Apabila nilai E mendekati 0, maka sebaran
individu antara jenis tidak merata dan apabila nilai E mendekati 1, maka sebaran
individu antara jenis merata.
Kategori kerapatan mangrove ditentukan berdasarkan hasil interpretasi citra satelit
dan survei lapangan. Klasifikasi mangrove adalah sebagai berikut:

Tabel L.2.7Klasifikasi tingkat kerapatan mangrove berdasarkan persen
penutupan tajuk dan lapangan
Klasifikasi Kerapatan
Mangrove
Persen penutupan tajuk
(interpretasi citra) (%)
Kerapatan (survey
lapangan) (Pohon/Hektar)
Rapat/tinggi >= 75 >=1500
Sedang >= 50 - <75 >=1000 - <1500
Jarang/rendah <50 <1000

Tabel L.2.8Klasifikasi Tingkat Kerapatan Mangrove
Skala Klasifikasi
Skala 1 : 250.000

Mangrove
Non-mangrove

Penutupan tajuk (%) Kerapatan pohon ( pohon/ha)
Skala 1 : 50.000



Mangrove lebat (70 100)
Mangrove sedang (50 69)
Mangrove jarang (<50)
Non-mangrove
Mangrove rapat > 660
Mangrove sedang 330 < KP <
660
Mangrove jarang <330
Non-mangrove
Sumber: SNI Survei dan pemetaan mangrove







Lampiran 2. Analisis Valuasi Ekosistem Pesisir dan Sumberdaya Ikan

KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN

L.2-8
2) Analisis Sumberdaya Ikan
Analisis ini dimaksudkan untuk mengetahui besarnya stock assessment (kelimpahan stock)
sumberdaya ikan di perairan.
Secara umum ada dua kelompok utama model-model yang digunakan dalam pengkajian stok,
yaitu:
1. Model Holistik: Model Produksi Surplus (Surplus Production Model)
2. Model Analitik: Model Yield per Recruit

1). Model Produksi Surplus
Metode ini menggunakan hasil tangkapan per satuan upaya (misalnya berat ikan yang
tertangkap per jam tarikan trawl) sebagai masukan. Data tersebut biasanya merupakan data
runtun waktu tahunan dan berasal dari hasil penarikan contoh perikanan komersial.
Modelnya didasarkan atas asumsi bahwa biomassa ikan di laut proporsional dengan hasil
tangkapan per unit upaya. Tujuannya adalah menentukan tingkat upaya optimum, yaitu
suatu upaya yang dapat menghasilkan suatu hasil tangkapan maksimum yang lestari tanpa
mempengaruhi stok dalam jangka panjang (MSY).Metode Pengkajian Stok Lainnya, yaitu
Metode Sensus (Metode Penghitungan Langsung) digunakan untuk mendapatkan estimasi
ukuran populasi absolut Metode ini dilaksanakan dengan cara menghitung jumlah individu
dalam bagian tertentu dari wilayah yang dihuni oleh stok yang bersangkutan. Metode Luas
Sapuan (Swept Area Method) digunakan untuk menentukan densitas sumber perikanan
demersal; Menggunakan data dari hasil survei penangkapan dengan menggunakan trawl.

2). Metode Akustik (Acoustic Method)
Metode ini digunakan untuk menentukan densitas sumberdayaikan pelagis dengan
menggunakan data dari hasil survey penangkapan dan dengan menggunakan acoustic
instruments (fish finder, echosounder, sonar). Prinsip alat ini yaitu gelombang suara dapat
merambat dengan baik dalam air laut dan gema yang dipantulkannya dapat dicatat oleh
suatu recorder.

Bila tersedia cukup data hasil tangkapan dan upaya dari kegiatan perikanan tangkap, maka
analisis ini bisa menggunakan pendekatan Catch per Unit Effort (CPUE) dan model surplus
production yang dikembangkan Schaefer untuk mengestimasi tingkat produksi maksimum
lestari atau maximum sustainable yield (MSY) di suatu perairan (Pauly, 1983). Analisis ini
dilakukan dengan memplotkan hasil tangkapan per satuan upaya yang telah distandarisasi (c/f)
dalam satuan kg/trip dengan upaya penangkapan yang telah distandarisasi (f) dalam satuan trip
kemudian dihitung dengan metode regresi linier, sehingga diperoleh nilai konstanta regresi (a)
dan gradiennya (b). Bila nilai gradiennya (b) negatif, maka nilai-nilai tersebut dapat
dipergunakan untuk:
1. Mengestimasi upaya penangkapan optimum (f
opt
) dengan rumus:
fopt = - a/2b
2. Mengestimasi produksi maksimum lestari (MSY) dengan rumus:
MSY = - a
2
/4b

Bila nilai gradiennya positif, maka dapat diperkirakan bahwa perairan tersebut masih under-
exploited dan untuk estimasi nilai potensi lestarinya didekati dengan data sekunder yang
Lampiran 2. Analisis Valuasi Ekosistem Pesisir dan Sumberdaya Ikan

KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN

L.2-9
tersedia dan luasan perairannya.Selanjutnya, bila nilai gradiennya (b) negatif, analisis di atas
dilanjutkan dengan analisis bio-ekonomi, guna mendapatkan nilai maximum economic yield
(MEY).Pada analisis ini, selain parameter biologi maka parameter ekonomi juga diperhitungkan,
yaitu biaya penangkapan (c) dan harga (p).
Biaya penangkapan yang digunakan merupakan rata-rata dari biaya operasional penangkapan
yang meliputi biaya bahan bakar oli, es dan pangan. Rata-rata biaya penangkapan dihitung
berdasarkan rumus:


Keterangan:
C = Biaya penangkapan rata-rata
Ci = Biaya penangkapan responden ke-i
n = Jumlah responden

Standarisasi biaya dihitung dengan menggunakan rumus:




Keterangan :
Csdt.
t
= Biaya per unit standarisasi effort pada periode ke t
TC
i
= Total biaya untuk alat tangkap ke-i
E
i
= Total effort untuk alat tangkap ke-i
h
it
= Produksi alat tangkap ke-i pada periode ke t
(hi+hj) = Total produksi seluruh alat tangkap
n = Jumlah alat tangkap
CPIt = Indeks harga konsumen pada periode ke t
CPIsdt = Indeks harga konsumen standar (2007)
Sedangkan harga ikan juga ditentukan oleh harga ikan rata-rata dengan rumus Keterangan :





Keterangan :
P = Harga ikan rata-rata
Pi = Harga nominal ikan responden ke-i
n = Jumlah responden
Pt = Harga riil ikan waktu t





Lampiran 2. Analisis Valuasi Ekosistem Pesisir dan Sumberdaya Ikan

KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN

L.2-10
Jika kedua parameter biologi dan ekonomi tersebut telah diketahui, maka Total Revenue (TR)
dan Total Cost (TC) diperoleh dengan persamaan:





Keuntungan lestari yang merupakan selisih dari TR dan TC diperoleh melalui persamaan:



Dalam penggunaan metode ini, sebagaimana metode-metode yang lain memiliki kelemahan,
karena sangat dipengaruhi keberadaan dan keakuratan data dan informasi stok biomasa. Oleh
karena itu data yang dikumpulkan berorientasi pada data dependen yang meliputi total
tangkapan, jumlah upaya tangkapan dan kombinasi keduanya berupa Catch per Unit Effort.
Beberapa asumsi dasar yang harus diperhatikan adalah :
1. Stok ikan dianggap sebagai unit tunggal dan sama sekali tidak berpedoman pada
struktur populasinya.
2. Stok ikan selalu dalam keadaan yang cenderung menuju situasi steady state sesuai
model pertumbuhan biomas seperti kurva logistik.
3. Hasil tangkapan dan upaya penangkapan merupakan data yang bersifat random.
4. Hasil tangkapan yang didaratkan berasal dari perairan tersebutdan tidak ada hasil
tangkapan yang didaratkan di luar kawasan.
5. Teknologi penangkapan tidak ada perubahan secara signifikan.

Lampiran 3. Tabel Pernyataan Zona dan Peraturan Zonasi

KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN

L.3-1
Tabel L3.1. Contoh Pernyataan Zona dan Peraturan Zonasi
RZWP-3-K Kabupaten/Kota :

Posisi Geografis
Lokasi Luas
Aktivitas yg
diperbolehkan
Aktivitas yg
tidak
diperbolehkan
Lon (X) Lat (Y)
Rencana Struktur Ruang
ARAHAN PEMANFAATAN RUANG
Pusat-pusat pertumbuhan kelautan
sistem prasarana jaringan transportasi
sistem jaringan prasarana sumber daya air;
sistem jaringan prasarana energi dan kelistrikan;
sistem jaringan prasarana telekomunikasi
sistem jaringan persampahan sanitasi dan drainase

Rencana Pola Ruang
KATEGORI KAWASAN PEMANFAATAN UMUM
ARAHAN PEMANFAATAN RUANG
Zona Sub-Zona
Pariwisata 1. Wisata selam;
2. Wisata Snorkling;
3. Wisata Jet ski dan Banana boat;
4. Wisata Pantai, dan/atau
5. Olahraga pantai dan berjemur
Permukiman 1. Permukiman Nelayan;
2. Permukiman Non
Nelayan;dan/atau

3. Permukiman Diatas Air;
Lampiran 3. Tabel Pernyataan Zona dan Peraturan Zonasi

KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN

L.3-2
Pelabuhan 1. Daerah Lingkungan Kerja
(DLKr);

2. Daerah Lingkungan
Kepentingan (DLKp); dan/ atau

3. Wilayah Kerja dan Wilayah
Pengoperasian Pelabuhan
Perikanan.

Pertanian 1. Pertanian Sawah; dan/atau
2. Pertanian Non Sawah;
Hutan 1. Hutan Produksi Terbatas;
2. Hutan produksi Tetap; dan/atau
3. Hutan Produksi yang dapat
dikonversi

Pertambangan 1. Mineral;
2. Batubara;
3. Minyak bumi;
4. Gas bumi;
5. Panas bumi; dan/ atau
6. Air tanah di kawasan
pertambangan

Perikanan Budidaya 1. budidaya rumput laut;
2. budidaya mutiara; dan/ atau
3. budidaya KJA
Perikanan Tangkap 1. ikan pelagis; dan/atau
2. ikan demersal
Industri 1. Pengolahan Hasil Perikanan;
2. Industri Kapal Tradisional;
3. Bengkel/Docking;
4. Pergudangan; dan/atau
Lampiran 3. Tabel Pernyataan Zona dan Peraturan Zonasi

KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN

L.3-3
5. Industri Berbasis Non Kelautan
Perikanan;

Fasilitas Umum 1. pendidikan;
2. olahraga;
3. keagamaan;
4. kesenian; dan/atau
5. kesehatan
Pemanfaatan lainnya sesuai
dengan karakteristik
biogeofisik lingkungannya
1. biofarmakologi;
2. bioteknologi
3. garam;
4. deep sea water; dan/atau
5. biofarmakologi
KATEGORI KAWASAN KONSERVASI
ARAHAN PEMANFAATAN RUANG
Kategori Kawasan Zona
Kawasan Konservasi Pesisir
dan Pulau-Pulau kecil
(KKP3K)
1. Zona Inti
2. Zona perikanan berkelanjutan
3. Zona pemanfaatan
4. Zona lainnya

Kawasan Konservasi
Maritim (KKM)
1. Zona inti
2. Zona pemanfaatan terbatas
3. Zona lain sesuai dengan
peruntukan kawasan

Kawasan Konservasi
Perairan (KKP)
1. Zona inti
2. Zona pemanfaatan terbatas
3. Zona lain sesuai dengan

Lampiran 3. Tabel Pernyataan Zona dan Peraturan Zonasi

KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN

L.3-4
peruntukan kawasan
Sempadan pantai
KATEGORI KAWASAN ALUR
ARAHAN PEMANFAATAN RUANG
Zona Sub-Zona
Alur pipa dan kabel 1. Kabel Listrik;
2. Pipa Air Bersih;
3. Jaringan Kabel Komunikasi;
4. Pipa Gas
Alur pelayaran 1. Pelayaran Internasional
2. Pelayaran Nasional
3. Pelayaran Regional
4. Pelayaran Lokal
5. Pelayaran Industri Tambang
6. Pelayaran Wisata
Alur migrasi biota 1. Migrasi Tuna
2. Migrasi Penyu
3. Migrasi Paus
KATEGORI KAWASAN KAWASAN STRATEGIS NASIONAL
TERTENTU

ARAHAN PEMANFAATAN
RUANG

Instalasi Militer
Perbatasan dan PPK terluar
Situs warisan dunia
Habitat Biota Endemik

Nilai-Nilai Utama Zona / Sub Zona :
Lampiran 3. Tabel Pernyataan Zona dan Peraturan Zonasi

KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN

L.3-5
Budidaya Rumput Laut ...........................
KJA ...
Desa/Kampung Nelayan ...
Permukiman Diatas Air ...
Prioritas utama untuk
Pembangunan 5 tahun
kedepan
: ..
Isu-isu perencanaan
strategis 5 tahun kedepan
: ..
Kebutuhan Pengendalian
Ruang
: ...


Lampiran 4. Outline Dokumen RZWP3K Kab/Kota

KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN

L.4-1
Tabel L4. 1 Outline Dokumen RZWP3K Kabupaten/Kota

BAB URAIAN
SUB
BAB
ISI KETERANGAN

I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Uraian mengenai sedikit gambaran umum wilayah
perencanaan, isu, potensi, dan isu permasalahan, serta
perlunya disusun RZWP3K di wilayah perencanaan
1.2 Tujuan dan Sasaran Tujuan dan Sasaran Penyusunan Rencana Zonasi WP-3-K
1.3 Landasan Hukum Penyusunan RZWP-3-K Peraturan perundang-undangan yang berlaku, seperti UU,
Permen, Perda, dll
1.4 Ruang Lingkup:
1.4.1. Ruang lingkup wilayah perencanaan
Ruang lingkup wilayah perencanaan merupakan batasan
(delineasi) wilayah perencanaan.
1.4.2. Ruang lingkup materi dokumen
RZWP-3-K
Ruang lingkup materi dokumen RZWP3K berisi garis besar
substansi yang ada di dokumen RZWP-3-K.
1.5 Output Keluaran dari penyusunan Rencana Zonasi WP-3-K adalah:
1. Tersusunnya arahan pemanfaatan yang disertai
penetapan alokasi ruang wilayah pesisir. Rencana
alokasi ruang WP3K Kab/Kota merupakan rencana
distribusi peruntukan ruang wilayah pesisir dan pulau-
pulau kecil di Kab/Kota yang meliputi rencana
peruntukan ruang yang terdiri dari Kawasan
Pemanfaatan Umum, Kawasan Konservasi, Kawasan
Strategis Nasional Tertentu, dan Alur Laut.
2. Tersusunnya peraturan zonasi (zoning regulation) yang
memuat kegiatan yang boleh dilakukan dan tidak boleh
dilakukan serta kegiatan yang hanya dapat dilakukan
setelah memperoleh izin pada setiap satuan zona.
1.6 Sistematika Laporan Merincikan sistematika atau outline dokumen rencana zonasi

II Tinjauan Kebijakan 2.1 Kebijakan Non Spasial Pada bab ini diuraikan tinjauan kebijakan non spasial yang
dijadikan bahan rujukan kegiatan RZWP-3-K, yaitu :
Lampiran 4. Outline Dokumen RZWP3K Kab/Kota

KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN

L.4-2
BAB URAIAN
SUB
BAB
ISI KETERANGAN
a. Kebijakan strategis
Nasional/Provinsi/Kabupaten/Kota
b. UU, PP, Permen, Kepmen, Perda
c. RPJMD
d. RPJPD
e. RKPD
f. Dokumen Renstra WP3K (jika sudah ada)
2.2 Kebijakan Spasial Pada bab ini diuraikan tinjauan kebijakan spasial yang dijadikan
bahan rujukan kegiatan RZWP-3-K, yaitu :
a. RTRWN
b. RTRW Provinsi/Kabupaten/Kota

III Metodologi 3.1 Metodologi Penyusunan RZWP3K - Menjabarkan dan membuat alur INPUT PROSES OUTPUT
terdiri dari:
1) Kerangka Alur Proses Kegiatan dan
2) Kerangka Pikir Substansi
3.2 Pengumpulan Data - Pengumpulan data yang terdiri dari :
Data dan informasi yang dibutuhkan dalam penyusunan peta
rencana zonasi, terdiri atas 12 Datasets :
A. Baseline Datasets :
1. Terestrial
2. Batimetri
B. Thematic Datasets :
1. Geologi dan Geomorfologi
2. Oseanografi
3. Penggunaan Lahan, Status Kepemilikan Lahan, RTRW
4. Pemanfaatan Wilayah Laut
5. Kesesuaian Lahan/Perairan dan Sumberdaya Air
6. Ekosistem Pesisir dan Sumberdaya Ikan
7. Infrastruktur
Lampiran 4. Outline Dokumen RZWP3K Kab/Kota

KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN

L.4-3
BAB URAIAN
SUB
BAB
ISI KETERANGAN
8. Demografi dan Sosial
9. Ekonomi Wilayah
10. Resiko Bencana
3.3 Analisis - Menjabarkan metode analisis yang dipakai dalam
menganalisis 12 data set atau paket2 sumberdaya

IV Profil Wilayah Pesisir
dan Pulau-pulau Kecil
4.1 Letak Geografis dan Administrasi Wilayah Penjabaran terhadap letak geografis wilayah, kondisi
demografi, sosial ekonomi makro, arah kebijakan
pembangunan kabupaten/kota, kontribusi sektoral terhadap
PAD, arahan struktur dan pola ruang kabupaten/kota.
Disertai dengan peta-peta:
- Orientasi wilayah kabupaten/kota
- Sebaran kepadatan penduduk per kecamatan
- Rencana Pola Ruang dalam RTRW Kabupaten/Kota
- Rencana Struktur Ruang dalam RTRW Kabupaten/Kota.

Selain itu juga menggambarkan kondisi wilayah pesisir yang
meliputi gambaran umum kondisi eksisting daerah, berisi
deskripsi umum, sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil,
pola penggunan lahan dan perairan, serta kondisi sosial budaya
dan ekonomi. Hal-hal yang terkait antara lain:
- Luas Perairan,
- panjang garis pantai,
- jumlah pulau-pulau kecil,
- jumlah administrasi kecamatan pesisir,
- luasan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil,
- pulau yang berpenghuni dan tidak berpenghuni,
- pemanfaatan ruang saat ini di WP-3-K
4.2 Gambaran Fisik, Sosial, Budaya dan
Ekonomi Wilayah
Gambaran eksisting terhadap 12 Datasets :
Baseline Datasets :
Lampiran 4. Outline Dokumen RZWP3K Kab/Kota

KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN

L.4-4
BAB URAIAN
SUB
BAB
ISI KETERANGAN
1. Terestrial
2. Batimetri
Thematic Datasets :
1. Geologi dan Geomorfologi
2. Oseanografi; kondisi Hidro-Oseanografi seperti luas
perairan (yang memiliki kedalaman < 10 m, 10-20 m, 20-
30 m), tipe pantai dan sedimen pantai, pola pasut, pola
arus, sedimen dasar perairan berdasarkan kedalaman
3. Penggunaan Lahan, Status Kepemilikan Lahan, RTRW
4. Pemanfaatan Wilayah Laut
5. Sumberdaya Air
6. Ekosistem Pesisir (luas, sebaran dan kondisi ekosistem
pesisir (mangrove, padang lamun, estuary dan terumbu
karang)) dan Sumberdaya Ikan
7. Infrastruktur
8. Demografi dan Sosial
9. Ekonomi Wilayah
10. Resiko Bencana

V Identifikasi Potensi dan
Permasalahan Wilayah
5.1 Identifikasi Potensi WP-3-K Penjabaran terhadap jumlah, luas dan sebaran potensi
sumberdaya alam, sumberdaya manusia, dan lingkungan
binaan yang meliputi proses :
Pengolahan dan analisis data untuk disusun dalam peta-
peta tematik
Identifikasi pemanfaatan sumber daya pesisir dan
pulau-pulau kecil
Identifikasi potensi perkembangan wilayah
Identifikasi dampak kegiatan dari wilayah sekitar
yang mempengaruhi wilayah perencanaan
5.2 Identifikasi Isu dan Permasalahan Wilayah Penjabaran terhadap isu-isu yang bersifat global nasional,
Lampiran 4. Outline Dokumen RZWP3K Kab/Kota

KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN

L.4-5
BAB URAIAN
SUB
BAB
ISI KETERANGAN
regional maupun lokal yang mempengaruhi arah kebijakan
pembangunan di kabupaten/kota pada umumnya dan wilayah
pesisir laut pada khususnya seperti pemanasan global,
tumpahan minyak, kerjasama pengelolaan terumbu karang,
tsunami, dll

VI Analisis Wilayah
Perencanaan
6.1 Analisis Paket Sumberdaya Menganalisis 12 data set yang kemudian akan menghasilkan
paket-paket sumberdaya
6.2 Analisis Lanjutan Paket Sumberdaya
6.2.1 Analisis Kebijakan dan Kewilayahan Menganalisis tinjauan kebijakan yang dijadikan bahan rujukan
kegiatan RZWP-3-K, yaitu :
a. RTRW (Perda RTRW Nomor 1 Tahun 2012)
b. RPJMD
c. RPJPD
d. RKPD
e. Dokumen Renstra WP3K (kalau sudah ada)
Dan menganalisa konflik kepentingan yang terjadi di
kabupaten/kota yang bersangkutan
6.2.2 Analisis Sosial dan Budaya Analisis untuk mengetahui kondisi masyarakat dari sisi struktur
dan komposisi penduduk dan sisi sosial. Metode pendataan
dapat dilakukan secara primer dan sekunder. Pengumpulan
data primer dilakukan dengan cara wawancara terstruktur
maupun wawancara mendalam terhadap anggota masyarakat
yang dianggap mengetahui informasi yang diperlukan dan
pimpinan-pimpinan lembaga-lembaga lokal, pemuka
masyarakat, pemuka agama, dll), observasi (pengamatan
langsung) terhadap kondisi-kondisi lingkungan fisik, lingkungan
sosial, hubungan sosial, kebiasaan-kebiasaan masyarakat
setempat, dan diskusi dengan kelompok-kelompok masyarakat
(Focus Group Discussion). Data sekunder dapat diperoleh dari
Lampiran 4. Outline Dokumen RZWP3K Kab/Kota

KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN

L.4-6
BAB URAIAN
SUB
BAB
ISI KETERANGAN
instansi-instansi terkait.
6.2.3 Analisis Infrastruktur Untuk mengetahui sebaran infrastruktur yang ada, sebagai
data dasar dalam pengembangan struktur wilayah dan acuan
dalam analisis proyeksi kebutuhan sarana dan prasarana
kelautan dan perikanan.
6.2.4 Analisis Ekonomi Wilayah Pemetaan kondisi perekonomian masyarakat bertujuan untuk
mengetahui struktur ekonomi dan pola distribusi
perkembangan wilayah, sektor basis, komoditas unggulan dan
pertumbuhan pusat-pusat kegiatan di wilayah kajian
6.2.5 Analisis Potensi Ekosistem Pesisir dan
Sumberdaya Ikan
Analisis yang digunakan untuk mengetahui potensi kelimpahan
(stock assessment) dan tingkat pemanfaatan ekosistem pesisir
meliputi mangrove, terumbu karang, dan padang lamun, serta
sumberdaya ikan, baik ikan pelagis maupun ikan demersal.
6.2.6 Analisis Daya Dukung Wilayah Daya tampung maksimum lingkungan untuk diberdayakan
manusia
6.2.7 Analisis Risiko Bencana Menganalisis kerawanan dan risiko bencana yang dapat
dilakukan dengan menggunakan metode GIS, pemodelan, dan
identifikasi lokasi secara langsung di lapangan. Data sekunder
kerawanan dan risiko bencana dapat diperoleh dari instansi
yang terkait.

VII Rencana Zonasi
Wilayah Pesisir dan
Pulau-pulau Kecil
7.1 Tujuan, Kebijakan dan Strategi
Pengembangan
Berisikan tujuan yang ingin dicapai dengan disusunnya
RZWP3K, Kebijakan dan strategi secara umum terhadap
penyusunan rencana zonasi.
7.2 Rencana Alokasi Ruang Isi dari arahan zona pada setiap kawasan yang berada pada
ruang darat dapat merujuk pada RTRW Kabupaten/Kota
a. Kawasan Pemanfaatan Umum
b. Kawasan Konservasi
c. Kawasan Strategis Nasional Tertentu
d. Alur Laut
Lampiran 4. Outline Dokumen RZWP3K Kab/Kota

KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN

L.4-7
BAB URAIAN
SUB
BAB
ISI KETERANGAN
7.4 Arahan, Pernyataan Zona, dan Peraturan
Zonasi
Berisi mengenai Arahan dan Pernyataan zona masing2
kawasan , zona dan subzona
Arahan Zona:
a. Arahan Pemanfaatan Ruang Kawasan Pemanfaatan Umum
b. Arahan Pemanfaatan Ruang Kawasan Konservasi
c. Arahan Pemanfaatan Ruang Kawasan Strategis Nasional
Tertentu
d. Arahan Pemanfaatan Ruang Alur
Pernyataan Zona berisikan Text pernyataan zona (zoning text
regulation) dan Tabel pernyataan zona (zoning map
regulation). Pada bagian ini setiap arahan pemanfaatan ruang
WP, baik Rencana Struktur Ruang WP, maupun Rencana Pola
Ruang WP dituliskan peraturan zonasi untuk kegiatan yang
diperbolehkan, kegiatan yang tidak diperbolehkan, dan
kegiatan yang dibatasi dan kegiatan yang hanya dapat
dilakukan setelah memperoleh izin.
Arahan, Pernyataan Zona, dan Peraturan Zonasi dapat dibuat
tabel atau dapat dirinci secara tertulis
7.5. Rekomendasi Harmonisasi RZWP-3-K
dengan RTRW
Berisi tinjauan terhadap RTRW dan peraturan lainnya

VIII Indikasi Program Disertai penjabaran indikasi program utama dalam jangka
waktu perencanaan 5 tahunan sampai akhir tahun
perencanaan 20 tahun.






Lampiran 5. Muatan Ranperda RZWP-3-K Kabupaten/Kota
KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN

L.5-1
Rancangan Perda RZWP-3-K, sekurang-kurangnya berisi muatan sebagai berikut :

No Muatan Keterangan
1 Ketentuan Muatan Ketentuan muatan berisi :
a. batasan istilah dan definisi
b. singkatan atau akronim yang dituangkan
didalam batasan pengertian atau definisi
c. hal-hal lain yang bersifat umum yang berlaku
bagi pasal atau beberapa pasal berikutnya
2 Ruang lingkup, asas, dan tujuan Ruang lingkup memuat ruang lingkup wilayah
administrasi, luas, dan batas administrasi
Asas memuat asas penyusunan RZWP-3-K
Tujuan memuat arahan perwujudan ruang wilayah
pesisir dan pulau-pulau kecil yang diinginkan pada
masa yang akan datang
3 Jangka waktu, kedudukan, dan fungsi Jangka waktu memuat jangka waktu penyusunan
RZWP-3-K
Kedudukan memuat kedudukan RZWP-3-K terhadap
peraturan yang lain
Fungsi memuat fungsi penyusunan RZWP-3-K
4 Rencana Alokasi Ruang Rencana alokasi ruang merupakan rencana distribusi
ruang di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, yang
meliputi :
a. kawasan pemanfaatan umum;
b. kawasan konservasi;
c. kawasan strategis nasional tertentu;
dan/atau
d. alur laut
5 Kebijakan, strategi, dan arahan
pengembangan alokasi ruang
Kebijakan memuat arah tindakan yang harus
ditetapkan untuk mencapai tujuan penataan ruang
Strategi memuat penjabaran masing-masing
kebijakan kedalam langkah operasional untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan
Arahan pengembangan/pengelolaan memuat
rencana pengembangan dan pengelolaan untuk
mencapai strategi yang telah ditetapkan
6 Arahan pemanfaatan ruang Arahan pemanfaatan memuat upaya perwujudan
rencana alokasi ruang yang dijabarkan ke dalam
indikasi program utama.
7 Arahan pengendalian pemanfaatan
ruang
Arahan pengendalian pemanfaatan ruang, terdiri
atas :
a. arahan peraturan zonasi
b. arahan perizinan
c. arahan insentif dan disinsentif
d. arahan sanksi
8 Kelembagaan Kelembagaan memuat pengaturan koordinasi
penyelenggaraan rencana zonasi dan kerjasama
antar sektor/antar daerah

Lampiran 5. Muatan Ranperda RZWP-3-K Kabupaten/Kota
KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN

L.5-2
8 Peran masyarakat Peran masyarakat memuat:
a. hak dan kewajiban masyarakat
b. pengaturan bentuk dan tata cara peran
masyarakat
c. kewajiban, tugas, dan tanggung jawab
Pemerintah Daerah dalam mendukung
pelaksanaan peran masyarakt
d. pendanaan
9 Penyidikan Penyidikan memuat pengaturan tentang penyidik
pegawai negeri sipil beserta kewenangannya dan
mekanisme tindakan yang dilakukan sesuai dengan
pengaturan perundang-undangan
10 Ketentuan pidana Ketentuan pidana memuat ketentuan pidana
sebagai dasar penegakan hukum dalam
penyelenggaraan penataan ruang wilayah pesisir
dan pulau-pulau kecil sesuai dengan peraturan
perudang-undangan
11 Ketentuan penutup Ketentuan penutup, memuat:
a. jangka waktu dan peninjauan kembali perda
tentang RZWP-3-K
b. pemberlakuan perda yang baru dan
pencabutan serta pernyataan tidak berlaku
untuk perda yang lama
c. pernyataan untuk diketahui setiap orang dan
perintah pengundangan perda melalui
penempatannya kedalam Lembaran Daerah
Provinsi dan Lembaran Daerah
Kabupaten/Kota



Lampiran 6. Contoh Berita Acara Pemberian Tanggapan/Saran

KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN

L.6-1

BERITA ACARA RAPAT PEMBERIAN TANGGAPAN/SARAN
RAPERDA KABUPATEN/KOTA..................
TENTANG RZWP3K KABUPATEN/KOTA..................

Pada hari ini, ........., tanggal ...................., telah dilaksanakan Rapat Pemberian
Tanggapan/Saran Raperda Kabupaten/Kota............... tentang Rencana Zonasi Wilayah
Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K) Kabupaten/Kota............... bertempat di .................
Rapat ini dihadiri oleh:


Rancangan Perda RZWP3K dimaksud secara substantif telah mengacu pada ketentuan
Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-
Pulau Kecil, Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER. 16/MEN/2008 tentang
Perencanaan Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, Pedoman Penyusunan
Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, serta peraturan perundang-
undangan yang berlaku.

Rancangan Perda RZWP3K dimaksud dapat diproses lebih lanjut untuk ditetapkan menjadi
Peraturan Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku,
dengan memperhatikan masukan dan saran tertulis Direktorat J enderal KP3K, Kementerian
Kelautan dan Perikanan.

Demikian Berita Acara Rapat Pemberian Tanggapan/Saran ini dibuat dengan sebenarnya
dan penuh tanggung jawab untuk dipergunakan sebagaimana mestinya.

............., ..........................

Pimpinan Rapat
No Nama Jabatan
1
2
3
dll
Lampiran 7. Contoh RAB (Rencana Anggaran Biaya) Penyusunan RZWP-3-K

KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN

L.7-1

RENCANA ANGGARAN BIAYA
Judul Kegiatan
Lokasi
Tahun Anggaran

No Uraian Volume Satuan
Harga
Satuan
Jumlah
1 Sosialisasi
Belanja Bahan
- Bahan komputer
- ATK
- Penggandaan bahan
- Konsumsi pertemuan sosialisasi
Honor output kegiatan
- Honorarium ketua/wakil ketua panitia
Seminar/Rakor/Sosialisai/Diseminasi/FGD
- Honorarium anggota Panitia
Seminar/Rakor/Sosialisai/Diseminasi/FGD
Belanja barang non operasional lainnya
- Transport kegiatan dalam kota
Belanja sewa
- Sewa kendaraan roda 4
- Sewa ruangan pertemuan
Belanja jasa profesi
- Honor narasumber/pembahas
Belanja perjalanan lainnya
- Perjalanan dalam rangka sosialisasi

2 Pembentukan Kelompok Kerja
Belanja bahan
- Konsumsi rapat koordinasi Tim Pokja
Honor output kegiatan
Tim Pokja
- Honorarium Ketua/Wakil ketua Panitia
Seminar/Rakor/Sosialisai/Diseminasi/FGD
- Honorarium Sekretaris Panitia
Seminar/Rakor/Sosialisai/Diseminasi/FGD
Tim Pokja Lintas Sektor
- Honorarium Pengarah Tim Pelaksana Kegiatan
- Honorarium Penanggung Jawab Tim Pelaksana
Kegiatan
- Honorarium Ketua Tim Pelaksana Kegiatan
- Honorarium Wakil Ketua Tim Pelaksana
Kegiatan
- Honorarium Sekretaris Tim Pelaksana Kegiatan
- Honorarium Anggota Tim Pelaksana Kegiatan
Belanja Barang Non Operasional Lainnya
- Transport Kegiatan Dalam Kota
Belanja Perjalanan Lainnya
- Perjalanan dalam rangka pembentukan Tim
Pokja

3 Pengumpulan Data dan Survey Lapangan
A. Survey Oceanografi
Belanja Sewa
- Sewa Kapal
- ADCP Arus dan Gelombang

Lampiran 7. Contoh RAB (Rencana Anggaran Biaya) Penyusunan RZWP-3-K

KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN

L.7-2
No Uraian Volume Satuan
Harga
Satuan
Jumlah
- Sewa Tide Gauge
- Sewa GPS Mapsounder
B. Survey Kualitas Lingkungan Air
Belanja Sewa
- Water quality checker
- Secchi Disk
- Botol Nansen
- Grab sampler
- Plankton net
C. Survey Ekosistem dan Sumber Daya Ikan
Belanja Bahan
- Pembelian paket material survey
Belanja Sewa
- Alat selam
- Kompressor
- Tabung selam
- Under Water Camera
- Transek, meteran, jangka soron
D. Survey Sosial Ekonomi
Belanja Bahan
- Penggandaan data terestrial
- Penggandaan data geologi dan geomorfologi
- Penggandaan data status lahan
- Penggandaan data demografi, sosial ekonomi,
dan infrastruktur
- Penggandaan data risiko bencana
- Penggandaan data klimatologi
- Penggandaan kuesioner
Belanja Sewa
- GPS
- Sewa Kendaraan Roda 4
- Sewa Kendaraan Roda 2
E. Mobilisasi Personel
Belanja Bahan
- Konsumsi rapat
Belanja Barang Non Operasional Lainnya
- Perjalanan dalam rangka pengumpulan data
dan survey lapangan
Belanja Jasa Profesi
- Tenaga loka
- Penyelam
- Teknisi Lapangan
- Surveyor
4 Identifikasi Potensi Wilayah dan Analisa Data
Belanja Bahan
- Pemrosesan citra
- Analisis Citra
- Penggandaan dan Pengolahan Peta Dasar
Digital dan Hardcopy (LPI, RBI, Dishidros)
- Analisis Ekosistem (mangrove, padang lamun,
terumbu karang, dan sumber daya ikan)
- Analisis laboratorium (kimia perairan)
- Analisis laboratorium (biologi perairan
- Oseanografi (CTD)

Lampiran 7. Contoh RAB (Rencana Anggaran Biaya) Penyusunan RZWP-3-K

KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN

L.7-3
No Uraian Volume Satuan
Harga
Satuan
Jumlah
- Pemodelan
Belanja Barang Non Operasional Lainnya
- Biaya Paket Kegiatan Rapat/Pertemuan Full
Board di Luar Kantor
Belanja Jasa Profesi
- Narasumber pengelolaan pesisir terpadu
- Narasumber kelautan
Narasumber penginderaan jauh dan SIG
5 Perumusan dan Penyusunan Dokumen Awal, Antara, dan
Akhir

Belanja Bahan
- Penggandaan laporan dan album peta
- Konsumsi pertemuan pembahasan laporan di
daerah
- Penggandaan bahan
Belanja Barang Non Operasional Lainnya
- Biaya Paket Kegiatan Rapat/Pertemuan Full Day
di Luar Kantor
- Uang Saku Paket Fullday/Halfday Di Dalam Kota
- Perjalanan dalam rangka pembahasan laporan
di daerah
- Transport Kegiatan Dalam Kota
Belanja Sewa
- Sewa Kendaraan Roda 4
- Sewa ruangan pertemuan
Belanja Jasa Profesi
- Honorarium Narasumber/Pembahas

Total Jumlah

Lampiran8. Contoh Peta Dasar dan Peta Tematik
KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN

L.8-1

Peta Dasar dan Peta Tematik
A. Peta dasar
1. Tanah

GambarL.8. 1. ContohPetaJenis Tanah

2. Topografi


Gambar L.8. 2. ContohPetaTopografi
Lampiran8. Contoh Peta Dasar dan Peta Tematik
KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN

L.8-2

3. Bathimetri











Gambar L.8.3. Contohpetabathimetri yang dihasilkandaripemeruman

B. Peta Tematik
1. Geologi

GambarL.8. 4. ContohPetaGeologi
Lampiran8. Contoh Peta Dasar dan Peta Tematik
KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN

L.8-3
2. Geomorfologi

















Gambar L.8. 5. Contoh Peta Geomorfologi

3. Oseanografi
a. Arus
















GambarL.8. 6.Pemodelan Arus Permukaan Laut di Kabupaten Berau dengan Input Data
Pasang Surut dan Angin

Lampiran8. Contoh Peta Dasar dan Peta Tematik
KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN

L.8-4
b. Gelombang

GambarL.8. 7.Contoh model penjalarangelombangdariarah Utara.

c. Data Fisika dan Kimia Perairan
1) Parameter Fisika


GambarL.8. 9.ContohPetaSebaranSuhu



Lampiran8. Contoh Peta Dasar dan Peta Tematik
KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN

L.8-5

GambarL.8. 9. Contoh Peta Sebaran TSS

2) Parameter Kimia

GambarL.8.10. ContohPetaSebaran pH





Lampiran8. Contoh Peta Dasar dan Peta Tematik
KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN

L.8-6

GambarL.8. 11. Contoh Peta Sebaran Salinitas


GambarL.8. 12. Contoh Peta Sebaran DO






Lampiran8. Contoh Peta Dasar dan Peta Tematik
KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN

L.8-7

GambarL.8. 13. Contoh Peta Sebaran BOD
5



GambarL.8. 14. Contoh Peta Sebaran Ammonia






Lampiran8. Contoh Peta Dasar dan Peta Tematik
KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN

L.8-8

GambarL.8. 15. Contoh Peta Sebaran Nitrat



GambarL.8. 16. Contoh Peta Sebaran Fosfat



Lampiran8. Contoh Peta Dasar dan Peta Tematik
KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN

L.8-9
4. PenggunaanLahan, Status LahandanRencana Tata Ruang Wilayah
a. PenggunaanLahan

GambarL.8. 17. Contoh Peta Penggunaan Lahan
b. PetaTematik Tata Ruang


GambarL.8. 19. Contoh Peta Tematik Tata Ruang (Peta Struktur Ruang)
Lampiran8. Contoh Peta Dasar dan Peta Tematik
KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN

L.8-10
5. Pemanfaatan Wilayah Laut


















GambarL.8. 19. Pemanfaatan Ruang wilayah Pesisir dan Laut

6. KesesuaianLahandanSumberdaya Air

















GambarL.8. 20. Contoh Peta Kesesuaian Pemanfaatan Lahan dan Perairan


Lampiran8. Contoh Peta Dasar dan Peta Tematik
KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN

L.8-11

Gambar L.8. 21. Contoh Peta Sumberdaya Air

7. EkosistemPesisirdanSumberdayaIkan


GambarL.8. 22. Contoh Peta Ekosistem Pesisir



Lampiran8. Contoh Peta Dasar dan Peta Tematik
KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN

L.8-12

GambarL.8. 23. Contoh Peta Sumber daya Ikan

8. Infrastruktur


GambarL.8. 24. Contoh Peta Infrastruktur



Lampiran8. Contoh Peta Dasar dan Peta Tematik
KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN

L.8-13
9. DemografidanSosial

GambarL.8. 25. Contoh Peta Jumlah Penduduk

10. Ekonomi Wilayah



GambarL.8. 26. Contoh Peta Pergerakan Ekonomi Wilayah




















Pengumpulan Data
dan survei

Identifikasi
Potensi Wilayah
Penyusunan
Dokumen Awal
Penyusunan
Dokumen Antara
Penyusunan
Dokumen Final
12 (duabelas) datasets
Data Dasar
1. Terestrial
2. Bathimetri
Data Spasial dan Non
Spasial Tematik
1. Geologi &
geomorfologi
2. Oseanografi
3. Penggunaan Lahan
dan Status Lahan
4. Pemanfaatan
Wilayah Laut
5. Kesesuaian
Lahan/Perairan dan
Sumberdaya Air
6. Ekosistem Pesisir
dan Sumberdaya
Ikan
7. Infrastruktur
8. Demografi dan
Sosial
9. Ekonomi Wilayah
10. Risiko Bencana dan
Pencemaran
Pengolahan dan
analisis data untuk
disusun dalam
peta-peta tematik
Identifikasi
pemanfaatan SD
Pesisir &Pulau-
pulau Kecil
Identifikasi potensi
perkembangan
wilayah

Peta-peta
tematik
Hasil identifikasi
pemanfataan
sumber daya
pesisir dan pulau-
pulau kecil
Hasil identifikasi
potensi
perkembangan
Hasil perbaikan
dokumen awal
Analisis lanjutan
Paket Sumberdaya
Penetapan Alokasi
Ruang
Penyelarasan ,
penyerasian dan
penyeimbangan
dengan RTRW
Resolusi Konflik



Hasil perbaikan
dokumen antara
Penyusunan
Arahan
Pemanfaatan
Zona, Pernyataan
Zona (Zoning
text), dan Arahan
Peraturan zonasi
(Zoning
regulation)
Tinjauan
/Rekomendasi
terhadap RTRW
dan rencana
pembangunan
lainnya
Lampiran
dokumen
RZWP_3-K dalam
bentuk peta
Rancangan Perda
RZWP-3-K
PENYUSUNAN RZWP3K PROVI NSI PENETAPAN
Konsultasi Publik II
Penyampaian Draft Awal
Rencana Zonasi
Menjaring
masukan/penyampaian opini
& aspirasi masyarakat
Konsultasi Publik I
Penyampaian Draft Awal
Rencana Zonasi
Menjaring
masukan/penyampaian opini
& aspirasi masyarakat
Pemberian
tanggapan/saran
Evaluasi
Proses pengesahan
Perda RZWP3K
Provinsi
Penetapan
Perda RZWP3K

Pemberian data dan informasi
Pendataan dan pemberian
masukan : aspirasi dan opini
masyarakat dan kebijakan
sektor
Identifikasi potensi masalah
Per an
Masyar ak at
Tahap
Persiapan
Persiapan Awal :
Pemahaman KAK
Penyiapan RAB
Kajian awal data
sekunder
Pemberitahuan
Penyusunan
RZWP-3-K
(Sosialisasi)
Kajian Awal Data
Sekunder :
Review RTRW yg
sudah ada
Kajian kebijakan
terkait lainnya
Persiapan Teknis :
Perumusan
Metodologi
Penyiapan
perangkat survei

Penyampaian
keberatan/sanggahan masyarakat
terhadap rencana dan Ranperda
RZWP-3-K
Analisis & Konsep Rencana
Analisis lanjutan Paket Sumberdaya :
Analisis Kebijakan dan Kewilayahan
Analisis Sosial dan Budaya
Analisis Infrastruktur
Analisis Ekonomi Wilayah
Analisis Potensi Ekosistem Pesisir
dan Sumberdaya Ikan
Analisis Daya Dukung Wilayah
Analisis Resiko Bencana
Penentuan Usulan
Alokasi Ruang
Tumpang susun peta-
peta tematik dalam
Dokumen Awal untuk
dituangkan dalam peta
paket sumber daya
Identifikasi nilai-nilai
sumber daya dalam peta
paket sumber daya
Analisis kesesuaian
terhadap kriteria
kawasan, zona, dan/atau
pemanfaatannnya
Penentuan usulan
kawasan, zona, dan/atau
pemanfaatannnya
















Persiapan
Teknis dan
Non Teknis
sebelum
pelaksanaan
Penyusunan
RZWP3K
Identifikasi
Potensi
Wilayah


Pemberian tanggapan/saran,
Evaluasi, Proses pengesahan
Perda RZWP3K Kab/Kota
PROSES PENYUSUNAN RZWP3K PROSES PENETAPAN
Pengumpulan
Data dan
Survei
(Primer dan
Sekunder)
Penyusunan
Dokumen
Awal
24 bulan
8-18 bulan
1 bulan 2-3 bulan 2-3 bulan
2-8 bulan
Perkiraan
Waktu
Yang
Dibutuhkan
Uraian
Kegiatan
Tahapan
Penentuan Usulan Alokasi Ruang
Penyusunan Dokumen Antara, dan
Dokume Final
Ranperda
Analisis,Perumusan
Konsep dan Rencana
2-3 bulan
4-6 bulan

Anda mungkin juga menyukai