Pembimbing:
Aili Pyhälä – Universitat Autònoma de Barcelona
Andrew Jamison – Aalborg University
Juli 2013
Inez Silvy Yoanita Fitri / Joint European Master in Environmental Studies (2013) ii
Kata Pengantar
Pertama-tama, puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat
dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan penelitian ini. Penelitian ini
diajukan sebagai syarat untuk menyelesaikan program Eramus Mundus Master Course – Joint
European Masters in Environmental Studies (JEMES) yang didanai oleh Europan
Commission melalui beasiswa Erasmus Mundus.
Penulis ingin menghaturkan rasa terima kasih kepada semua pihak yang telah terlibat dalam
penelitian ini, khususnya:
1. Aili Pyhälä sebagai pembimbing utama, atas bimbingan, masukan dan dukungan
selama proses pelaksanaan penelitian ini,
2. Andrew Jamison sebagai pembimbing kedua, atas masukan dalam penulisan laporan
penelitian ini,
3. Martin Lehman selaku Koordinator program JEMES,
4. Gara Villalba selaku Koordinator lokal program JEMES di Universitat Autonoma
Barcelona, Spanyol,
5. seluruh staf pengajar program JEMES di Aalborg University, Technische Universität
Hamburg-Harburg dan Universitat Autonoma de Barcelona,
6. Sigit Reliantoro selaku informan utama dari pihak PROPER, atas bantuannya
sehingga memungkinkan penelitian ini terlaksana,
7. semua informan dari pihak PROPER, Kementerian Lingkungan Hidup, BPLHD Jawa
Barat, akademisi, perusahaan, LSM lingkungan dan perwakilan masyarakat lokal
yang telah meluangkan waktunya untuk membantu dan memberikan informasi
pendukung dalam penelitian ini,
8. semua rekan dalam program magister JEMES atas bantuan dan dukungannya,
9. orang tua dan keluarga penulis atas dukungannya.
Akhir kata, semoga laporan penelitian ini dapat menghasilkan kontribusi positif dan
bermanfaat bagi kita semua.
Penulis
Inez Silvy Yoanita Fitri / Joint European Master in Environmental Studies (2013) iii
Abstrak
Kata kunci: PROPER, partisipasi publik, peraturan lingkungan hidup, peringkat kinerja
lingkungan, Indonesia
Inez Silvy Yoanita Fitri / Joint European Master in Environmental Studies (2013) iv
Daftar Isi
BAB VI PEMBAHASAN........................................................................................................ 46
6.1 Mencapai Tingkatan Partisipasi yang Tepat ...................................................................... 46
6.2 Meningkatkan Partisipasi Masyarakat dalam PROPER .................................................... 46
6.3 Partisipasi Masyarakat sebagai Sarana untuk Meningkatkan Fungsi PROPER ................ 48
Daftar Tabel
Daftar Gambar
BAB I
PENDAHULUAN
BAB I PENDAHULUAN
Tietenberg (1998) mengemukakan tiga jenis pendekatan kebijakan mengenai pengelolaan
lingkungan hidup, yaitu pendekatan "command-and-control", kebijakan berbasis instrumen
pasar, dan pengungkapan informasi kinerja perusahaan kepada publik. Pengungkapan
informasi kepada publik mengacu pada penyebarluasan informasi mengenai kegiatan
perusahaan dan kinerja lingkungan kepada masyarakat, termasuk kepada konsumen,
pemerintah, lembaga keuangan, dan masyarakat (Institute for Global Environmental
Strategies 2010). Berdasarkan informasi ini, pihak terkait dapat memberikan umpan balik
untuk mempengaruhi kinerja perusahaan agar lebih ramah lingkungan. Tanggapan dari publik
dapat diartikan sebagai insentif untuk perusahaan. Penyebarluasan informasi kinerja
pengelolaan lingkungan hidup oleh perusahaan merupakan salah satu wadah partisipasi
pemangku kepentingan dalam pengelolaan lingkungan hidup (OECD 2004).
Masalah lingkungan seringkali beragam dengan tingkat ketidakpastian yang tinggi dan
mempengaruhi banyak pemangku kepentingan. Oleh karena itu, keputusan lingkungan juga
harus fleksibel dan diputuskan melalui proses yang transparan yang mempertimbangkan
informasi yang komprehensif dan pemangku kepentingan terkait. Partisipasi pemangku
kepentingan dianggap sebagai kunci utama untuk menghasilkan keputusan mengenai
lingkungan yang memuaskan semua pihak (Reed 2008). Beierle (2002) melakukan penelitian
terhadap 239 studi kasus yang dipublikasi mengenai pengambilan keputusan mengenai
lingkungan hidup melalui partisipasi pemangku kepentingan di Amerika Serikat. Hasil studi
ini menunjukkan bahwa pada sebagian besar kasus, partisipasi pemangku kepentingan dapat
menyediakan informasi yang komprehensif sehingga meningkatkan kualitas keputusan yang
diambil. Di sisi lain, ada kekhawatiran bahwa manfaat dari partisipasi tidak selalu dapat
diraih ketika proses tidak berjalan dengan baik. Misalnya, partisipan merasa hanya menerima
sedikit kompensasi dari partisipasi mereka, atau bahwa partisipan hanya memiliki kekuasaan
dan kapasitas yang terbatas untuk mempengaruhi keputusan yang berdampak pada partisipan
itu sendiri (Burton et al. 2004).
Studi ini membahas sejauh mana implementasi partisipasi pemangku kepentingan dalam
program pemeringkatan kinerja perusahaan dalam pengelolaan lingkungan. Dalam penelitian
ini, PROPER terpilih sebagai objek studi kasus yang dikategorikan menarik dan ekstrim (Yin
2003) untuk menilai partisipasi pemangku kepentingan dalam proses pengambilan keputusan
peringkat kinerja perusahaan dalam pengelolaan lingkungan. PROPER dipilih sebagai studi
kasus karena merupakan kasus yang menarik, dengan mekanisme yang unik sebagai strategi
pengendalian pencemaran melalui pengungkapan informasi kepada publik. PROPER juga
dapat dikategorikan sebagai kasus yang ekstrim, karena PROPER merupakan program
pertama yang menggunakan instrumen pengungkapan informasi kinerja perusahaan dalam
pengelolaan lingkungan kepada publik berskala nasional yang pertama kali diselenggarakan
di negara berkembang (Lopez et al. 2004). Menyusul keberhasilannya, PROPER kemudian
diterapkan oleh beberapa negara berkembang lainnya. Diantaranya yaitu EcoWatch yang
diluncurkan pada tahun 1996 di Filipina (Tietenberg 1998), Green Watch di Cina, dan
Environmental Rating Program di India (Institute for Global Environmental Strategies 2010).
Negara-negara berkembang lain yang juga menerapkan strategi ini meliputi Thailand,
Bangladesh, Meksiko, Kolombia dan Papua Nugini (Kathuria 2006).
Partisipasi pemangku kepentingan merupakan salah satu prinsip dalam program PROPER.
Berdasarkan studi literatur, partisipasi pemangku kepentingan telah dinyatakan bermanfaat
untuk proses pengambilan keputusan, yaitu menghasilkan keputusan yang lebih berkualitas
dan melibatkan para pemangku kepentingan dalam pengelolaan lingkungan (Richards et al.
2004). Namun, sampai saat ini, tidak ada penelitian untuk mengevaluasi proses partisipatif
yang dilaksanakan dalam program PROPER. Penelitian ini bertujuan untuk mengisi celah ini
dengan mengevaluasi implementasi partisipasi pemangku kepentingan dalam program
PROPER dan menyelidiki persepsi pemangku kepentingan terhadap program tersebut. Studi
ini mengidentifikasi tingkatan partisipasi pemangku kepentingan dan kekurangan dalam
prosesnya, dan untuk mendapat masukan dalam rangka peningkatan fungsi program
PROPER melalui peningkatan partisipasi pemangku kepentingan.
Inez Silvy Yoanita Fitri / Joint European Master in Environmental Studies (2013) 3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sejarah Tanggung Jawab Perusahaan dalam Bidang Lingkungan
Pada 1970-an dan 1980-an, pemerintah di negara-negara industri mulai lebih memperhatikan
perlindungan lingkungan di tingkat nasional dengan mendirikan kementerian bidang
lingkungan hidup dan mendukung pertumbuhan lembaga swadaya masyarakat (LSM) bidang
lingkungan. Masalah lingkungan meningkat karena perkembangan industri sehingga
pemerintah dan pihak industri terbangun untuk mengambil tindakan dalam pengelolaan
lingkungan. Tanggung jawab lingkungan para pelaku kegiatan usaha mulai berkembang pada
1990-an. Strategi meminimalisasi dampak lingkungan yang terintegrasi ke dalam semua
aspek kegiatan usaha, termasuk kegiatan produksi, manajemen, dan pemasaran dilakukan
dalam rangka untuk memenuhi kebutuhan pemangku kepentingan bisnis agar menjadi ramah
lingkungan. Strategi pengelolaan lingkungan terkait dengan kegiatan produksi dimulai
dengan transformasi pendekatan “end-of-pipe” menjadi pollution reduction principle dan
pollution prevention. Pendekatan sistem manajemen lingkungan dipelopori dengan berdirinya
The British Standard, BS 7750 (the Specification for Environmental Management Systems)
pada tahun 1992 dan peraturan dari Uni Eropa yaitu "Eco-management and Audit Scheme"
(EMAS) yang diluncurkan pada tahun 1993 . Selain itu, versi asli ISO 14001 sebagai standar
internasional pertama mengenai sistem manajemen pengelolaan lingkungan diterbitkan pada
tahun 1996. Sementara itu, pengungkapan informasi kepada publik (juga disebut sebagai
pelaporan lingkungan) dimulai secara sukarela pada 1990-an oleh beberapa perusahaan
multinasional seperti Monsanto dari Amerika Serikat, sebagai bagian dari laporan keuangan
tahunan. Mengikuti kecenderungan ini, United Nations Environment Programme (UNEP)
mulai mempromosikan konsep produksi bersih secara global. Saat ini, pengungkapan
informasi kepada publik telah berkembang menjadi laporan keberlanjutan terpadu yang
mencakup masalah keuangan, lingkungan dan/atau sosial perusahaan (Kørnøv et al. 2007).
Di Indonesia, pada tahun 1980-an terjadi pertumbuhan industri yang sangat tinggi, disertai
dengan pengingkatan kerusakan lingkungan akibat kegiatan industri. Upaya pemerintah untuk
mengatur industri terkait dengan perlindungan lingkungan dilakukan melalui pendekatan
“command-and-control” yang terbukti tidak berhasil. Oleh karena itu, pada tahun 1995,
program PROPER dicanangkan. Program PROPER memberikan mandat kepada perusahaan
untuk melaporkan kinerja pengelolaan lingkungan dan kemudian mengungkapkan informasi
ini kepada publik. Melalui penyebaran informasi, lebih banyak pelaku akan terlibat dalam
usaha "menghukum" pencemar. Sementara itu, PROPER akan memfasilitasi perusahaan-
perusahaan dengan kinerja yang baik untuk mendapatkan keuntungan dalam bidang
pemasaran yaitu mempromosikan perusahaan sebagai pelaku bisnis yang ramah lingkungan
(Afsah dan Vincent 1997). PROPER diawali sebagai "Program Kali Bersih" (PROKASIH)
dalam rangka memantau dan meminimalkan limbah cair perusahaan. Saat ini, PROPER telah
dikembangkan untuk mendorong perusahaan untuk mematuhi undang-undang lingkungan
serta mencapai keunggulan lingkungan melalui praktik prinsip pembangunan berkelanjutan
dalam kegiatan usaha dan menjalankan usaha secara etis melalui program pengembangan
masyarakat (Reliantoro 2012).
Inez Silvy Yoanita Fitri / Joint European Master in Environmental Studies (2013) 4
Dalam hukum lingkungan di Indonesia, UU No. 32 Tahun 2009 mengenai Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup, kewajiban pelaku kegiatan usaha terhadap perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup tercantum dalam Pasal 68:
Menurut Dietz dan Stern (2008), tujuan partisipasi adalah untuk meningkatkan kualitas dan
legitimasi keputusan di bidang lingkungan serta kapasitas para pemangku kepentingan
sebagai partisipan. Dietz dan Stern (2008) berpendapat bahwa sebuah keputusan akan
berkualitas jika diambil dengan mempertimbangkan semua informasi yang relevan dan
kepentingan dari semua pihak yang terkena dampak dan dihasilkan berdasarkan ilmu
pengetahuan dan metode yang relevan, yang dapat a) mengarah pada pelaksanaan keputusan
yang bermanfaat dan b) mengantisipasi kemungkinan dampak dari keputusan tersebut.
Legitimasi didefinisikan sebagai sebuah proses yang dianggap baik, adil, dan valid oleh
semua pihak yang terlibat. Dalam rangka meningkatkan legitimasi, partisipasi pemangku
kepentingan dapat digunakan sebagai sarana untuk mencapai penerimaan publik terhadap
keputusan tersebut. Dengan demikian, kemungkinan konflik dapat dikurangi dan kepercayaan
antar semua pihak yang terkait akan lebih meningkat. Sementara, kapasitas yang dimaksud
adalah para pemangku kepentingan: a) dididik dengan informasi mengenai masalah terkait, b)
memiliki kemampuan untuk terlibat dalam proses partisipasi, dan c) saling membangun
kepercayaan (ibid).
Dorongan proses partisipatif berasal dari konvensi tingkat global, contohnya seperti Deklarasi
Rio (ditandatangani pada Konferensi PBB tentang Lingkungan dan Pembangunan pada tahun
1992) dan Konvensi Aarhus oleh United Nations Economic Commission for Europe pada
tahun 1998 (Wang et al. 2004), serta dorongan dari masyarakat luas seperti protes dan
demonstrasi publik. Dalam pengambilan keputusan di bidang lingkungan, partisipasi
digunakan sebagai sarana untuk mengetahui opini publik (Richards et al. 2004). Prinsip
kesepuluh dalam Deklarasi Rio menyatakan bahwa masalah lingkungan harus diselesaikan
melalui partisipasi masyarakat dan pemerintah harus memfasilitasi partisipasi pemangku
kepentingan melalui penyediaan akses terhadap informasi publik. Dalam Konvensi Aarhus,
Inez Silvy Yoanita Fitri / Joint European Master in Environmental Studies (2013) 5
ditetapkan bahwa partisipasi dalam pengambilan keputusan untuk masalah lingkungan telah
diakui sebagai hak demokratis. Prinsip ini semakin banyak diadopsi oleh banyak lembaga
lingkungan (Reed 2008). Masyarakat memiliki hak untuk mendapatkan informasi dan terlibat
dalam pengambilan keputusan untuk menjamin transparansi dan mendapatkan manfaat dari
hasil keputusan tersebut (Lostarnau et al. 2011).
Dalam hukum lingkungan di Indonesia, UU No. 32 Tahun 2009 mengenai Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup, partisipasi diakui dalam Pasal 2 ayat (k), bahwa partisipasi
termasuk dalam prinsip-prinsip dasar perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Dalam
pasal 65 ayat (2) tercantum:
“Setiap orang berhak mendapatkan pendidikan lingkungan hidup, akses informasi,
akses partisipasi, dan akses keadilan dalam memenuhi hak atas lingkungan hidup
yang baik dan sehat.”
Dalam kaitannya dengan peran masyarakat untuk berpartisipasi dalam perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup, disebutkan dalam Pasal 70 bahwa masyarakat memiliki hak
dan kesempatan yang sama dan seluas-luasnya untuk berperan aktif dalam perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup melalui pengawasan sosial; pemberian saran, pendapat, usul,
keberatan, pengaduan; dan/atau penyampaian informasi dan/atau laporan. Peran masyarakat
dilakukan untuk: a) meningkatkan kepedulian dalam perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup; b) meningkatkan kemandirian, keberdayaan masyarakat, dan kemitraan; c)
menumbuhkembangkan kemampuan dan kepeloporan masyarakat; d) menumbuh-
kembangkan ketanggapsegeraan masyarakat untuk melakukan pengawasan sosial; dan e)
mengembangkan dan menjaga budaya dan kearifan lokal dalam rangka pelestarian fungsi
lingkungan hidup.
Ada banyak tipologi partisipasi pemangku kepentingan yang dikemukakan oleh para peneliti
(misalnya Arnstein 1969; Biggs 1989; Pretty 1995; Davidson 1998; Farrington 1998; Goetz
dan Gaventa 2001; Lawrence 2006). Tingkatan partisipasi yang tepat dipengaruhi oleh tujuan
dari proyek dan kompetensi para pemangku kepentingan untuk mempengaruhi proses
pengambilan keputusan. Konsep ini sejalan dengan pendekatan “Roda Partisipasi” yang
dikemukakan oleh Davidson (1998).
"Roda Partisipasi" dibagi menjadi empat tingkatan partisipasi (lihat Gambar 1) yaitu:
information, consultation, participation dan empowerment. Tergantung pada jenis informasi
yang dipublikasikan dan bagaimana informasi tersebut disebarluaskan, tingkatan information
dibagi menjadi: a) minimal communication, ketika keputusan tidak melibatkan warga dan
kemudian disebarluaskan kepada publik; b) limited information, ketika informasi yang
diterbitkan ditentukan oleh dewan; dan c) high quality information, bila informasi yang
Inez Silvy Yoanita Fitri / Joint European Master in Environmental Studies (2013) 6
diterbitkan mencakup apa ingin diketahui oleh warga. Limited consultation, customer care
dan genuine consultation termasuk tingkatan consultation. Limited consultation adalah ketika
masyarakat dapat memberikan pendapat berdasarkan informasi yang terbatas. Customer care
terjadi ketika masyarakat difasilitasi untuk memberikan masukan untuk berpartisipasi.
Genuine consultation yaitu ketika dewan dibentuk dalam rangka melibatkan publik dalam
pengambilan keputusan. Tingkatan participation terdiri dari: a) effective advisory body,
ketika opini publik disertakan ke dalam proses pengambilan keputusan; b) partnership, ketika
solusi yang diputuskan melalui kerjasama dengan masyarakat; dan c) limited decentralized
decision-making, yang memungkinkan masyarakat untuk memutuskan. Tingkatan keempat,
empowerment, terdiri dari delegated control, independent control, dan entrusted control.
Level ini berhubungan dengan kekuasaan masyarakat dalam mempengaruhi pengambilan
keputusan, apakah sebagian didelegasikan, difasilitasi oleh dewan, atau diserahkan kepada
masyarakat.
Beberapa kendala umum dalam pemenuhan tingkat partisipasi yang lebih tinggi termasuk
membangun pengetahuan yang cukup di masyarakat agar cukup kompeten untuk
berpartisipasi secara efektif, serta rumitnya proses pembentukan dewan warga yang
representatif dan bertanggung jawab.
Menurut Davidson (1998), tujuan partisipasi tidak akan tercapai bila tingkat partisipasi yang
dilakukan tidak tepat. OECD (2004) dan Blackstock et al. (2007) memberikan panduan untuk
memutuskan tingkat partisipasi pemangku kepentingan yang tepat sesuai kebutuhan dan
kapasitas pemangku kepentingan. Panduan ini dijabarkan pada Tabel 2.
Banyak peneliti telah mengembangkan kriteria evaluasi proses partisipasi (misalnya Rosener
1981; Blackstock et al. 2007; De Stefano et al. 2010). Langkah pertama dalam evaluasi
partisipasi pemangku kepentingan adalah pemilihan kriteria evaluasi. Blackstock et al. (2007)
merangkum kriteria evaluasi yang banyak digunakan oleh para peneliti. Reed (2008)
mengemukakan bahwa yang terpenting dalam mencapai keputusan yang berkualitas melalui
partisipasi pemangku kepentingan adalah kualitas proses partisipasi itu sendiri. Enam kriteria
Inez Silvy Yoanita Fitri / Joint European Master in Environmental Studies (2013) 8
evaluasi yang paling relevan berikut dipilih untuk membangun kerangka evaluasi dalam studi
ini berkaitan dengan faktor penting dalam partisipasi pemangku kepentingan.
partisipasi tersebut berat untuk dilakukan masyarakat, manfaat dari proses partisipasi tersebut
akan meningkatkan motivasi masyarakat untuk berpartisipasi (Davies et al. 2004).
Berdasarkan Dietz dan Stern (2008), terdapat kondisi yang harus dipenuhi untuk mencapai
proses partisipasi yang sukses. Pertama, partisipasi harus sepenuhnya diimplementasikan
dalam proses pengambilan keputusan dengan keterlibatan semua pihak, bukan hanya sebatas
prosedur normatif saja. Ketika keputusan diambil oleh badan pemerintah, partisipasi
pemangku kepentingan yang sukses membutuhkan bahwa ada: a) tujuan yang jelas, b)
komunikasi yang jelas untuk menginformasikan tentang kegiatan partisipasi, serta c)
anggaran, sumber daya manusia, dan waktu yang memadai untuk penyelenggaraan proses
pengambilan keputusan yang semakin baik berdasarkan proses iterasi evaluasi proses
partisipasi yang telah dijalankan sebelumnya. Waktu yang memadai dalam proses partisipasi
sangatlah penting. Lamanya proses partisipasi harus mempertimbangkan apakah waktu yang
tersedia cukup untuk mendapatkan dan memproses semua informasi yang relevan dan
membangun kepercayaan antara semua pihak yang terlibat. Peneliti menganjurkan pelibatan
pemangku kepentingan dari tahap awal proses partisipasi (ibid).
Beberapa sub-pertanyaan penelitian yang diangkat dalam rangka memperoleh jawaban atas
pertanyaan penelitian utama adalah sebagai berikut.
Penelitian ini akan memaparkan hasil evaluasi dan kesimpulan tentang implementasi proses
partisipasi pemangku kepentingan dalam program PROPER, program pemeringkatan kinerja
perusahaan dalam pengelolaan lingkungan di Indonesia. Hasil evaluasi akan
direkomendasikan sebagai dasar untuk peningkatan fungsi program PROPER di masa
mendatang. Melalui peningkatan partisipasi pemangku kepentingan, program PROPER dapat
diselenggarakan dengan lebih baik sehingga membuat program lebih mudah diakses bagi
masyarakat untuk berpartisipasi secara aktif dalam mempengaruhi perusahaan untuk
melakukan bisnis dengan cara yang lebih ramah lingkungan. Hasil penelitian ini dapat
dianggap sebagai masukan bagi pemerintah untuk melaksanakan proses partisipasi pemangku
kepentingan yang lebih efektif melalui PROPER.
Inez Silvy Yoanita Fitri / Joint European Master in Environmental Studies (2013) 11
BAB III
PROPER
BAB III PROPER
PROPER (Program Pemeringkatan, Evaluasi dan Pengendalian Pencemaran Perusahaan)
adalah peraturan yang melengkapi hukum lingkungan di tingkat nasional di Indonesia yang
diselenggarakan untuk membantu dalam penegakan peraturan yang sudah ada. Setiap tahun,
sistem manajemen lingkungan dan pengelolaan limbah ratusan perusahaan dinilai dan
kemudian diumumkan melalui mekanisme PROPER. Sebagai tindak lanjut, perusahaan yang
dinilai tidak mematuhi peraturan lingkungan akan diproses secara dihukum. PROPER
diselenggarakan berdasarkan UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan. Program ini merupakan upaya pemerintah dalam pengawasan dan pemantauan
ketaatan perusahaan terhadap hukum dan peraturan lingkungan melalui pengungkapan
informasi kepada publik mengenai kinerja perusahaan dalam pengelolaan lingkungan,
mencakup pelibatan masyarakat dalam kegiatan pengelolaan lingkungan, dan
mengakomodasi kewajiban perusahaan dalam memberikan informasi mengenai pengelolaan
lingkungan kepada publik.
Tujuan utama dari program PROPER adalah untuk: 1) meningkatkan kepatuhan perusahaan
terhadap peraturan lingkungan hidup, 2) meningkatkan komitmen pemangku kepentingan
terhadap pelestarian lingkungan hidup, 3) meningkatkan kesadaran pelaku usaha untuk
mematuhi peraturan lingkungan, dan 4) menggalakkan prinsip "Reuse, Reduce, Recycle”.
Program PROPER berawal dari program PROPER PROKASIH ("Program Kali Bersih")
pada tahun 1995 yang diselenggarakan oleh BAPEDAL (Badan Pengendalian Dampak
Lingkungan), dengan tujuan utama untuk memantau dan meminimalkan pembuangan limbah
cair industri ke sungai. Pada tahun 1995 hingga 1998, penyelenggaraan PROPER
PROKASIH didasarkan pada prinsip bagaimana penilaian air limbah perusahaan limbah
dapat dilakukan dengan: a) langkah-langkah yang relatif sederhana, b) dalam waktu singkat,
dan c) dengan biaya yang relatif rendah. Pemeringkatan pada waktu itu tidak dapat mewakili
kinerja perusahaan dalam pengelolaan lingkungan secara menyeluruh karena hanya
mencakup pengelolaan limbah cair saja. Sebagai contoh, jika sebuah perusahaan melakukan
pengelolaan limbah cair dengan baik, perusahaan tersebut dinilai telah berkinerja baik,
sementara pengelolaan limbah B3 dan pencemaran udara diabaikan. Namun demikian,
PROPER dianggap sukses karena berhasil menurunkan tingkat pencemaran air sebesar 40%
dari 187 perusahaan yang berpartisipasi pada periode 1995-1997 (Lopez, 2004).
(BOD) yang dibuang ke sungai diproduksi oleh 10% dari jumlah perusahaan. Oleh karena itu,
terlihat bahwa langkah-langkah untuk mengurangi polusi akan lebih efektif jika difokuskan
pada sejumlah perusahaan yang menghasilkan pencemaran air dalam jumlah yang signifikan.
Kedua, seperti yang telah dibahas sebelumnya, pendekatan "command-and-control" tidak
efektif karena kurangnya sumber daya manusia untuk benar-benar mengawasi kinerja
perusahaan. Pada saat itu, program PROPER PROKASIH dapat mengatasi hambatan yang
telah disebutkan sebelumnya dengan meningkatkan partisipan yang terlibat dalam melakukan
pemantauan, dalam hal ini dengan memperkuat pasar dan masyarakat untuk ikut andil dalam
mempengaruhi kinerja perusahaan. Hasil PROPER PROKASIH dapat terlihat bahwa
dibutuhkan waktu yang relatif singkat dan biaya yang lebih murah untuk memantau
perusahaan daripada pendekatan "command-and-control". Informasi kinerja perusahaan
dalam pengelolaan lingkungan dapat disebarluaskan kepada publik dan membentuk citra
perusahaan. Masyarakat kemudian dapat menanggapi informasi ini dengan memberikan
apresiasi atas ketaatan perusahaan atau paksaan kepada perusahaan untuk mematuhi
peraturan lingkungan (Reliantoro 2012).
Program PROPER tidak diselenggarakan pada tahun 1998 karena krisis politik dan ekonomi
nasional. Program ini kemudian diaktifkan kembali di tahun 2002 dengan kriteria penilaian
yang telah diperluas dengan mencakup pencemaran udara, pengelolaan limbah B3, dan
Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) sesuai dengan PP Nomor 27 tahun 1999
tentang AMDAL. Selain itu, penerapan sistem manajemen lingkungan, konservasi sumber
daya, dan pengembangan masyarakat saat ini juga telah dimasukkan dalam kriteria PROPER.
Penambahan kriteria ini diterapkan untuk menghasilkan penilaian yang representatif dan
akurat mengenai kinerja perusahaan dalam pengelolaan lingkungan secara menyeluruh.
Kriteria yang lebih komprehensif ini memerlukan prosedur yang lebih rumit dalam
pengumpulan data dan lebih banyak sumber daya yang dibutuhkan untuk pemantauan dan
penilaian, termasuk waktu, biaya, dan tim penilai yang lebih ahli (PROPER 2009).
Pada tahun 2010, PROPER menerapkan desentralisasi ke tingkat provinsi. Tujuannya adalah
untuk meningkatkan cakupan pemantauan PROPER untuk meningkatkan jumlah perusahaan
yang berpartisipasi, sehingga PROPER dapat berkontribusi terhadap perbaikan dalam kualitas
lingkungan secara signifikan. Pada tahun 2010-2011, jumlah perusahaan yang berpartisipasi
dalam PROPER mencapai 1000 perusahaan dari berbagai sektor industri termasuk
manufaktur, pertambangan, industri jasa seperti rumah sakit dan hotel minyak dan gas,
tekstil, dan agro-industri. Melalui desentralisasi, tingkat provinsi memiliki kewenangan untuk
melakukan verifikasi lapangan, mengusulkan peringkat biru, merah dan hitam sementara, dan
mengusulkan calon kandidat peringkat hijau. Pada tahun 2012, desentralisasi PROPER
dilakukan di 22 provinsi. Pada akhir tahun 2013, desentralisasi akan diperluas ke kabupaten
dan kota (Reliantoro 2012).
Pada tahun 2011, perubahan radikal terjadi dalam kriteria dan penilaian PROPER. Kriteria
penilaian untuk potensi kerusakan lahan untuk kegiatan pertambangan telah ditambahkan ke
dalam penilaian PROPER. Kriteria untuk melampaui tingkat kepatuhan juga ditambahkan
dengan kriteria baru yaitu perlindungan keanekaragaman hayati. Mekanisme penilaian untuk
calon peringkat hijau dan emas telah dimodifikasi untuk menjadi lebih obyektif, melalui
metode desktop study yang menggantikan metode presentasi singkat dan pengelompokan
industri untuk dibandingkan dalam sektor yang sama. Selain itu, sejak 2013 PROPER
mendorong perusahaan untuk melakukan sustainability reporting. Dalam tahun-tahun
berikutnya, industri inovatif diharapkan mendapatkan apresiasi yang lebih tinggi (Reliantoro
2012).
Inez Silvy Yoanita Fitri / Joint European Master in Environmental Studies (2013) 13
Tim Teknis PROPER bertanggung jawab untuk melaksanakan penilaian PROPER. Proses
pengambilan keputusan dalam PROPER dilakukan oleh Tim Teknis dan akhirnya oleh
Dewan Pertimbangan PROPER. Dewan ini bertanggung jawab untuk mengusulkan peringkat
perusahaan berdasarkan informasi yang diberikan oleh tim teknis. Hasilnya kemudian akan
menjadi pertimbangan utama bagi Menteri Lingkungan Hidup untuk menentukan peringkat
perusahaan. Dewan Pertimbangan PROPER, Tim Teknis, dan pejabat PROPER berperan
sebagai sumber informasi kinerja perusahaan yang diungkapkan kepada publik. Untuk
menjamin kredibilitasnya, anggota Dewan Pertimbangan PROPER terdiri dari 8 orang yang
mewakili unsur-unsur yang berbeda dalam masyarakat luas, yaitu kalangan akademisi, LSM,
media massa, dan pejabat pemerintah, serta perwakilan dari mantan anggota komunitas
internasional (PROPER 2009).
Ruang lingkup kegiatan PROPER diatur dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 5
Tahun 2011. Program PROPER dimulai dengan pemilihan perusahaan yang berpartisipasi,
berfokus pada perusahaan dengan dampak lingkungan yang signifikan, terdaftar di bursa
efek, dan memproduksi produk-berorientasi ekspor, atau digunakan oleh masyarakat luas.
Perusahaan-perusahaan yang tidak berpartisipasi dalam PROPER diawasi melalui program
pengawasan rutin. Tahap berikutnya adalah untuk mengumpulkan data swapantau dengan
meninjau laporan swapantau perusahaan, serta data primer melalui verifikasi lapangan oleh
pejabat pengawas lingkungan dalam rangka untuk memvalidasi data melalui pengukuran di
laboratorium terakreditasi. Informasi ini disajikan dalam bentuk laporan kinerja lingkungan
yang meliputi evaluasi kinerja lingkungan dalam pengendalian pencemaran terkait dengan air
limbah dan emisi udara, dan juga pengelolaan limbah beracun dan berbahaya. Evaluasi
PROPER wajib bagi perusahaan yang dipilih oleh pemerintah, tetapi perusahaan yang tidak
ditunjuk dapat secara sukarela berpartisipasi dalam PROPER (PROPER 2009).
Penilaian PROPER dilakukan melalui sistem desentralisasi, bekerja sama dengan para
pejabat tingkat provinsi dan kabupaten. Untuk memastikan akuntabilitas, sistem penilaian
PROPER dilakukan secara bertingkat. Peer review dilakukan untuk memeriksa laporan
kinerja lingkungan oleh Tim Teknis PROPER, dan kemudian dilaporkan kepada Pejabat
Eselon Pertama (Deputi Kementerian) di Kementerian Lingkungan Hidup untuk
didiskusikan. Hasilnya kemudian dibahas oleh Dewan Pertimbangan PROPER. Menurut
diskusi, peringkat sementara akan diberikan, dan laporan kinerja lingkungan sementara
disebarluaskan kepada pemerintah daerah dan perusahaan yang berpartisipasi. Kemudian
perusahaan dapat mengklarifikasi informasi yang tidak tepat dengan didukung oleh data yang
valid. Kedua tahap dari sistem pengungkapan peringkat diterapkan dalam proses penilaian
PROPER untuk menjamin keadilan dan transparansi PROPER bagi perusahaan. Data yang
telah diperbarui akan disajikan untuk pertimbangan kepada Dewan Pertimbangan PROPER
untuk memutuskan peringkat final bagi perusahaan. Setelah itu, Kementerian Lingkungan
Hidup memeriksa dan menetapkan peringkat PROPER berdasarkan diskusi dengan Dewan
Pertimbangan PROPER. Peringkat PROPER yang disepakati kemudian dilaporkan kepada
Presiden Indonesia dan disebarluaskan secara terbuka (PROPER 2009).
Penilaian PROPER terdiri dari dua kategori, yaitu aspek penilaian ketaatan dan aspek
penilaian melampaui ketaatan yang dipersyaratkan dalam peraturan (beyond compliance).
Kriteria penilaian ketaatan perusahaan mengevaluasi apakah perusahaan telah memenuhi
kriteria sebagai berikut:
Inez Silvy Yoanita Fitri / Joint European Master in Environmental Studies (2013) 14
Peringkat Spesifikasi
Fungsi PROPER juga sebagai sarana pendukung untuk penegakan hukum. Hasil PROPER
ditindaklanjuti dengan memberikan insentif dan disinsentif kepada perusahaan. Penghargaan
PROPER merupakan bentuk insentif kepada perusahaan dengan kinerja lingkungan yang
baik. Di sisi lain, perusahaan dengan kinerja lingkungan yang buruk diproses secara hukum
sesuai dengan peraturan lingkungan yang berlaku. Perusahaan dengan peringkat hitam akan
menghadapi proses hukum. Dan perusahaan dengan peringkat merah akan diberikan
kesempatan untuk meningkatkan kinerja mereka dalam waktu 6 bulan. Dari aspek keuangan,
peringkat PROPER perusahaan termasuk dalam penilaian kelayakan calon debitur oleh
lembaga keuangan. Sebagai contoh, bank dapat menangguhkan kredit untuk perusahaan jika
perusahaan tersebut mendapat peringkat PROPER yang rendah. Namun demikian, di samping
sanksi, pemerintah juga mendukung perusahaan untuk meningkatkan pengelolaan lingkungan
mereka dengan menyediakan pinjaman lunak bagi perusahaan untuk membangun fasilitas
pengolahan limbah. (PROPER 2009)
Inez Silvy Yoanita Fitri / Joint European Master in Environmental Studies (2013) 16
PROPER telah diakui sebagai program lingkungan pemerintah yang sukses berdasarkan
pencapaian penurunan tingkat polusi dan peningkatan ketaatan perusahaan. Selanjutnya,
setiap tahun, lebih banyak perusahaan yang terpilih untuk berpartisipasi dalam PROPER,
membantu untuk meningkatkan keefektifan PROPER sebagai sarana pendukung untuk
kebijakan lingkungan. Jumlah perusahaan yang terlibat mencapai 1.317 perusahaan pada
tahun 2012.
Mengenai tingkat ketaatan perusahaan, jumlah tersebut relatif tinggi pada tahun 2002 karena
sebagian besar perusahaan yang berpartisipasi dalam PROPER telah memiliki system
pengelolaan lingkungan yang baik. Pada tahun 2003 hingga 2005, tingkat ketaatan menurun
karena kriteria yang diperketat. Pada tahun 2006-2007, tingkat kepatuhan mencapai tingkat
tertinggi (76%), dan pada tahun 2008-2009 turun menjadi 70%. Gambar 2 menunjukkan
peningkatan jumlah peserta PROPER, perusahaan yang memenuhi kriteria ketaatan mencapai
69% pada tahun 2012.
PROPER telah berhasil dalam mengurangi beban pencemaran terhadap lingkungan. Industri
pulp dan kertas berhasil menurunkan beban pencemaran dengan total 2.900 ton kebutuhan
oksigen kimia (COD)/tahun oleh 36 perusahaan dari 60 perusahaan. Industri pupuk berhasil
menurunkan beban pencemaran air limbah sebesar 470 ton Amoniak/tahun, 550 ton
COD/tahun, dan 57 ton total suspended solid (TSS)/tahun oleh 4 perusahaan. Selain itu, 24
perusahaan tekstil dari 268 perusahaan mengalami penurunan beban pencemaran sebesar 30
ton COD/tahun; 9,75 ton BOD/tahun dan 8,5 ton TSS/tahun. Namun, tidak ada data
mengenai apakah angka ini signifikan atau tidak (Adnan 2009).
Inez Silvy Yoanita Fitri / Joint European Master in Environmental Studies (2013) 17
Menurut PROPER (2009), berbagai pemangku kepentingan telah terlibat dalam seluruh
proses pelaksanaan program PROPER, termasuk menyusun tata cara penilaian secara rinci,
menetapkan perusahaan peserta PROPER, dan mengungkapkan hasilnya kepada publik. Para
pemangku kepentingan utama PROPER adalah pemerintah, manajer perusahaan, investor,
pemasok, konsultan dan masyarakat pada umumnya. Keberhasilan PROPER berhubungan
dengan bagaimana para pemangku kepentingan aktif bertindak dalam menanggapi penilaian
perusahaan PROPER. Tanggapan pemangku kepentingan dipengaruhi oleh tiga aspek:
kredibilitas Dewan Pertimbangan PROPER sebagai kelompok yang bertanggung jawab
dalam pengambilan keputusan peringkat PROPER, keefektifan strategi komunikasi yang
diterapkan, dan sinergi dengan program lain melalui pemberian insentif dan disinsentif bagi
perusahaan sesuai dengan fungsi PROPER sebagai pendukung kebijakan lingkungan.
Proses pengungkapan publik dilaksanakan melalui media massa dan internet. Hal ini
bertujuan untuk memperoleh tanggapan pemangku kepentingan mengenai peringkat kinerja
perusahaan. Hasil PROPER juga disebarluaskan kepada pemerintah daerah, lembaga
keuangan, dan diumumkan dalam acara tahunan Malam Penghargaan Lingkungan (PROPER
2009).
Meskipun PROPER dinilai telah sukses dari tahun ke tahun berdasarkan penurunan tingkat
polusi dan meningkatnya jumlah perusahaan peserta PROPER, ada aspek lain yang penting
dalam menilai pelaksanaan PROPER, yaitu partisipasi pemangku kepentingan. Saat ini,
evaluasi mengenai partisipasi pemangku kepentingan dalam pelaksanaan PROPER belum
pernah dilakukan. Oleh karena itu, hanya sedikit upaya yang telah dilakukan untuk
meningkatkan aspek ini dalam penyelenggaraan PROPER.
Inez Silvy Yoanita Fitri / Joint European Master in Environmental Studies (2013) 18
Partisipasi masyarakat, sebagai salah satu pemangku kepentingan yang penting dalam
pengelolaan lingkungan, termasuk dalam peraturan lingkungan di Indonesia, yang tercantum
dalam UU No. 32 Tahun 2009 mengenai Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Pasal
70, bahwa:
“(1) Masyarakat memiliki hak dan kesempatan yang sama dan seluas-luasnya untuk
berperan aktif dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. (2) Peran
masyarakat dapat berupa: a) pengawasan sosial; b) pemberian saran, pendapat, usul,
keberatan, pengaduan; dan/atau c) penyampaian informasi dan/atau laporan.”
Dalam Lampiran III, Bagian C tentang mekanisme penilaian peringkat hijau dan emas,
tercantum dalam butir 7 (d) terkait dengan kandidat peringkat emas, bahwa:
“Dewan Pertimbangan PROPER dapat menggunakan informasi lain yang berasal dari
konsultasi publik atau sumber-sumber yang dapat dipercaya untuk memberikan
pertimbangan terhadap usulan Tim Teknis.”
Peran masyarakat untuk melakukan pengawasan sosial didasari oleh hukum, informasi
berdasarkan pengaduan masyarakat yang telah diverifikasi dianggap sebagai data utama
dalam penilaian PROPER. Pejabat dan Dewan Pertimbangan PROPER memiliki
kewenangan untuk menurunkan peringkat akhir dari perusahaan yang terbukti terlibat dalam
kasus lingkungan. Program PROPER memfasilitasi pengaduan masyarakat. PROPER
menerima pengaduan masyarakat yang diproses bersama-sama dengan keluhan masyarakat
secara umum kepada Kementerian Lingkungan Hidup. Mekanisme penanganan pengaduan
masyarakat diatur dalam Peraturan Menteri Nomor 9 Tahun 2010. Melalui mekanisme ini,
masyarakat dimungkinkan untuk secara tidak langsung terlibat dalam penilaian PROPER
dengan mengirimkan pengaduan kasus lingkungan yang berkaitan dengan kegiatan
perusahaan.
Prosedur umum penanganan pengaduan masyarakat adalah sebagai berikut. Publik dapat
mengajukan pengaduan kepada Kementerian Lingkungan Hidup, Badan Pengelolaan
Lingkungan Hidup Daerah, atau langsung ke Sekretariat PROPER. Pengaduan tersebut
kemudian diklasifikasikan menjadi pengaduan lingkungan dan pengaduan non-lingkungan.
Pengaduan lingkungan kemudian diproses oleh Kementerian Lingkungan Hidup atau
dilimpahkan kepada pemerintah daerah yang telah mengeluarkan izin lingkungan untuk
kegiatan yang bermasalah. Di Kementerian Lingkungan Hidup, pengaduan masyarakat
Inez Silvy Yoanita Fitri / Joint European Master in Environmental Studies (2013) 19
Salah satu indikator yang digunakan untukuntuk mengukur kepuasan publik dalam PROPER
adalah kepercayaan publik mengenai peringkat perusahaan (PROPER 2009). Dalam beberapa
tahun terakhir, telah ada protes dari LSM tentang peringkat dari beberapa perusahaan, dengan
klaim bahwa peringkat tidak sesuai dengan kinerja perusahaan (WALHI 2012). Misalnya,
beberapa perusahaan yang telah digugat secara hukum mengenai masalah lingkungan telah
dinilai oleh PROPER sebagai "berkinerja baik". Peringkat PROPER dapat mengarah ke
tindakan greenwashing yaitu menutupi fakta
fakta kinerja perusahaan yang buruk dalam mengelola
lingkungan. Oleh karena itu, beberapa LSM berpendapat bahwa peringkat PROPER tidak
memiliki kredibilitas yang baik dan tidak akurat. Berdasarkan "Surat Protes PROPER 2011"
yang ditulis oleh
eh LSM untuk pemerintah,
pemerin LSM mengkritik beberapa peringkat PROPER yang
Inez Silvy Yoanita Fitri / Joint European Master in Environmental Studies (2013) 20
BAB IV
METODE PENELITIAN
BAB IV METODE PENELITIAN
4.1 Pengumpulan Data
Langkah pertama dalam penelitian ini adalah pengumpulan informasi tentang PROPER dan
melakukan tinjauan pustaka yang mendukung topik dan tujuan penelitian, yaitu partisipasi
publik. Artikel yang berhubungan dengan PROPER di media internet yang diterbitkan antara
tahun 2010 dan 2012 juga digunakan untuk memperoleh informasi lebih lanjut.
Wawancara dilakukan dengan perwakilan dari kelompok pemangku kepentingan yang terkait
dengan PROPER, termasuk pemerintah, masyarakat, akademisi, dan industri. Pejabat
PROPER, pejabat Kementerian Lingkungan Hidup, dan pejabat Badan Pengelolaan
Lingkungan Hidup Daerah yang juga sebagai wakil pemerintah daerah. Dua anggota Dewan
Pertimbangan PROPER diwawancara sebagai informan. Sembilan orang perwakilan LSM
dan masyarakat lokal yang berdekatan dengan empat perusahaan panas bumi di Provinsi Jawa
Barat juga dipilih sebagai informan dalam penelitian ini. LSM yang diwawancarai adalah
LSM yang berkegiatan di bidang lingkungan dan sosial. Profil rinci LSM yang terlibat dalam
penelitian ini disajikan pada Lampiran C. Tiga orang akademisi yang terlibat aktif dalam
upaya pengelolaan lingkungan oleh pemerintah, industri dan masyarakat diwawancarai untuk
memperoleh perspektif yang lebih luas mengenai PROPER melalui pendekatan ilmiah. Satu
Inez Silvy Yoanita Fitri / Joint European Master in Environmental Studies (2013) 22
perusahaan pertambangan dan dua perusahaan panas bumi diwawancarai untuk mendapatkan
informasi dari perspektif perusahaan.
Lokasi pengumpulan data lapangan terkait dengan industri dan masyarakat setempat
ditentukan untuk mendapatkan: a) informasi dari perusahaan-perusahaan yang diberikan
peringkat emas dan hijau dan pada tahun 2011, dan b) informasi dari masyarakat setempat
yang berlokasi di sekitar industri yang terlibat dalam penelitian ini, dalam hal ini yaitu
sebagian masyarakat yang tinggal di Kabupaten Bandung, Provinsi Jawa Barat. Wakil dari
Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Provinsi sebagai pelaksana PROPER di tingkat daerah
dan sebagai wakil dari lembaga pemerintah lokal juga diwawancarai. Total sebanyak 30
informan diwawancarai mengenai partisipasi berbagai kelompok pemangku kepentingan
dalam penyelenggaraan PROPER. Daftar profil informan disajikan dalam Lampiran A dan B.
Hasil penelitian ini disajikan dalam empat bagian. Bagian pertama meliputi identifikasi
tingkatan partisipasi masyarakat dilaksanakan berdasarkan "Roda Partisipasi" (Davidson
Inez Silvy Yoanita Fitri / Joint European Master in Environmental Studies (2013) 23
Dalam penelitian ini, subyek penilaian partisipasi pemangku kepentingan dalam program
PROPER terbatas pada pemerintah, akademisi, industri, masyarakat dan LSM setempat.
Obyek utama dalam evaluasi partisipasi pemangku kepentingan dalam penyelenggaraan
program PROPER pada penelitian ini dibatasi pada masyarakat lokal dan LSM sebagai
perwakilan masyarakat luas. Hal ini didasari pada asumsi bahwa masyarakat lokal dan LSM
dapat menjadi aktor potensial untuk terlibat dalam pengelolaan lingkungan namun saat ini
kesempatan masyarakat untuk berpartisipasi dalam program PROPER masih terbatas.
Selanjutnya, obyek penelitian disebut dengan ‘partisipasi masyarakat dalam PROPER’.
Tahap perencanaan dan evaluasi PROPER berada di luar ruang lingkup penelitian ini. Tujuan
evaluasi ini juga tidak dimaksudkan untuk menilai apakah partisipasi sampai saat ini berhasil
atau tidak. Sebaliknya, tujuan dari evaluasi adalah untuk menyelidiki setiap tindakan yang
mungkin relevan untuk meningkatkan fungsi program PROPER melalui proses partisipasi
yang ideal dan lebih efektif.
Inez Silvy Yoanita Fitri / Joint European Master in Environmental Studies (2013) 25
BAB V
HASIL PENELITIAN
BAB V HASIL PENELITIAN
5.1 Implementasi Partisipasi Masyarakat dalam PROPER
Tabel 5. Teknik dan Tingkatan Partisipasi Masyarakat dalam PROPER pada tahun 2011
Tahap-tahap Teknik Partisipasi Tingkatan Partisipasi
Mekanisme PROPER
Seleksi perusahaan peserta
PROPER
Pengumpulan data
Analisis data
Verifikasi data
Penilaian peringkat biru, merah
dan hitam
Penilaian peringkat hijau dan Consultation:
emas Limited public consultation Limited consultation
Direct interview Customer care
Penyebarluasan peringkat Dissemination of Information:
PROPER perusahaan ke publik information via internet Limited information
and media
Hasil evaluasi partisipasi masyarakat dalam program PROPER disajikan sebagai berikut.
Mengenai kriteria pertama pada kerangka evaluasi yaitu membangun tujuan bersama, hal
tersebut dikonfirmasi oleh semua perwakilan LSM dan pejabat PROPER bahwa tidak ada
diskusi tentang tujuan bersama mengenai proses partisipasi dalam penyelenggaraan PROPER
kepada LSM atau masyarakat. Kemudian, menuruturut wawancara dengan semua informan LSM
dan perwakilan pejabat PROPER, kriteria kedua yaitu peningkatan kapasitas bagi masyarakat
atau LSM untuk berpartisipasi dalam PROPER belum pernah dilakukan. Perwakilan pejabat
PROPER dan Dewan Pertimbangan PROPER menyebutkan
menyebutkan bahwa peningkatan kapasitas
PROPER telah dilakukan hanya untuk perusahaan dan pemerintah daerah.
Adapun untuk kriteria resolusi konflik, protes LSM terhadap hasil penilaian
aian PROPER tidak
dianggap sebagai "konflik" oleh pemerintah, seperti yang dinyatakan
dinyatakan oleh informasn
perwakilan Dewan Pertimbangan PROPER dan pejabat PROPER. Sebaliknya, ini dipandang
sebagai reaksi umum dari LSM karena sudut pandang ekstrim mereka tentang perlindungan
lingkungan, oposisi terhadap kegiatan bisnis, menuntut hukuman langsung bagi pelanggaran
peraturan lingkungan dan juga amanat LSM untuk bersikap kritis kepada pemerintah. Protes
itu ditanggapi oleh Kementerian Lingkungan Hidup melalui media massa dan surat resmi
yang berisi penjelasan bahwa penilaian PROPER sudah dilakukan
dilakukan sesuai prosedur. Tidak ada
upaya lain dalam menyamakan persepsi dan ekspektasi LSM untuk hasil penilaian PROPER.
Salah seorang informan
nforman pemerintah berpendapat bahwa protes tersebut dapat menghasilkan
Inez Silvy Yoanita Fitri / Joint European Master in Environmental Studies (2013) 27
dampak yang baik yaitu dengan memberikan tekanan kepada perusahaan untuk menjadi lebih
ramah lingkungan. Hal ini juga mendorong pemerintah untuk lebih memperhatikan
masyarakat sekitar daerah industri.
Berkenaan dengan kriteria transparansi, tujuh informan perwakilan LSM berpendapat bahwa
keterbukaan informasi yang berkaitan dengan PROPER harus ditingkatkan agar masyarakat
dapat mengetahui bagaimana sebuah perusahaan mendapat peringkat tertentu.
Penyebarluasan informasi melalui internet dinilai tidak efektif untuk menginformasikan
kepada masyarakat, khususnya masyarakat lokal dengan akses internet yang sangat terbatas.
Para wakil LSM berpendapat bahwa masyarakat lokal, khususnya mereka yang menerima
dampak negatif langsung dari kegiatan perusahaan, memiliki hak untuk mengakses informasi
mengenai pengelolaan lingkungan sebanyak mungkin. Masalah ini diakui oleh informan
pemerintah, seperti yang dinyatakan oleh seorang pejabat PROPER dan salah satu perwakilan
Dewan Pertimbangan PROPER yang diwawancarai, bahwa transparansi dalam PROPER
telah direalisasikan melalui penyebaran informasi kriteria penilaian PROPER, mekanisme
penilaian, dan peringkat PROPER perusahaan yang berpartisipasi melalui internet dan media
massa. Namun, tidak ada pengungkapan penilaian PROPER secara rinci. Ada juga
pengenalan PROPER kepada masyarakat lokal di sekitar industri. Salah satu informan pejabat
PROPER menyatakan bahwa sosialisasi PROPER bagi masyarakat lokal tidak diperlukan.
Saat ini tidak ada upaya yang dilakukan untuk memberikan informasi melalui media lain
yang lebih mudah diakses. Selain itu, tidak ada sumber daya yang cukup untuk melakukan
sosialisasi langsung kepada masyarakat. Pejabat PROPER juga berpendapat bahwa
penyebaran informasi melalui website PROPER mungkin tidak efektif, tapi itu adalah cara
yang optimal mengingat kendala waktu yang ada.
Empat orang informan pemerintah yang diwawancarai menjelaskan alasan mengapa penilaian
PROPER tidak dapat dibuka ke publik secara rinci, yaitu karena terlalu banyak data (lebih
dari 1000 perusahaan), sehingga alasan utamanya adalah kepraktisan. Peringkat yang
disebarluaskan melalui kode warna dimaksudkan untuk menyederhanakan sistem penilaian
sehingga masyarakat dapat memahami dengan mudah, bukan untuk mempublikasikan data
teknis seperti tingkat BOD atau COD air limbah perusahaan. Menurut mereka, data teknis
tersebut tidak dipahami oleh masyarakat awam. Selanjutnya, data teknis yang disebarluaskan
dapat menyebabkan kemungkinan penyalahgunaan. Namun demikian, salah satu perwakilan
resmi PROPER menunjukkan bahwa masyarakat dapat meminta penjelasan rinci dari
penilaian PROPER dengan memenuhi persyaratan tertentu. Setelah diumumkan, informasi
PROPER menjadi informasi publik. Salah satu informan perwakilan perusahaan yang
diwawancarai tidak keberatan bila penilaian PROPER secara detail dapat diakses oleh publik,
asalkan mempertimbangkan terjaganya rahasia perusahaan. Namun, dalam praktiknya, satu
LSM pernah meminta informasi rinci penilaian PROPER satu perusahaan dan informasi
tersebut tidak diberikan (Dewi 2011). Dalam rangka meningkatkan transparansi, salah satu
perwakilan resmi PROPER menyatakan bahwa calon perusahaan yang berpartisipasi dalam
PROPER pada 2012/2013 akan disebarluaskan di situs PROPER.
Tiga orang informan pemerintah dan anggota Dewan Pertimbangan PROPER menyatakan
bahwa Dewan Pertimbangan PROPER dibentuk untuk memastikan kredibilitas penilaian
PROPER. Komposisi saat ini dianggap telah memiliki kredibilitas yang memadai untuk
memutuskan peringkat PROPER yang bebas dari kepentingan politik. Pemilihan anggota
dewan dilakukan secara internal, dengan memilih tokoh senior yang memiliki keahlian di
bidangnya, dengan kemampuan untuk memberikan masukan yang bijaksana untuk penilaian
PROPER. Menurut mereka, karena kendala waktu, pemilihan tidak dapat dilakukan secara
terbuka (misalnya untuk meminta LSM untuk memilih perwakilan mereka sendiri). Dewan
Pertimbangan PROPER lebih terlibat dalam menilai aspek sosial dan bukan aspek teknis,
maka lebih terfokus pada isu-isu yang berkaitan dengan opini publik, kebijakan publik, atau
sudut pandang kelembagaan lainnya untuk mencegah kekacauan di ruang publik.
Dari wawancara dengan enam informan perwakilan masyarakat lokal, mereka menyatakan
bahwa mereka tidak mengetahui tentang PROPER. Hanya satu orang dari mereka yang
pernah berinteraksi dengan tim PROPER dalam wawancara langsung untuk penilaian
perusahaan kandidat peringkat emas dan satu lagi yang memiliki interaksi dengan pejabat
PROPER dalam penilaian perusahaan kandidat peringkat hijau. Informas tersebut mengetahui
bahwa PROPER merupakan penghargaan yang diberikan oleh Kementerian Lingkungan
Hidup dan sebagian penilaiannya mencakup program Corporate Social Responsibility (CSR)
perusahaan. Dengan tidak diketahuinya PROPER oleh masyarakat lokal, begitu pula dengan
dampak yang diakui dari PROPER. Seperti dijelaskan pada Subbab 5.2, dampak lain dari
PROPER berkaitan dengan pengelolaan lingkungan perusahaan dan pemerintah pada
umumnya tidak diakui oleh beberapa informan perwakilan LSM.
Ada dua pendapat yang berbeda diantara perwakilan LSM mengenai PROPER: beberapa
informan memprotes dan beberapa informan lainnya mendukung PROPER. Dua dari
sembilan informan perwakilan LSM mendukung PROPER karena dampak positif dari
PROPER terkait dengan kriteria perlindungan keanekaragaman hayati dan pengembangan
masyarakat yang termasuk dalam penilaian PROPER. Informan perwakilan LSM yang
mendukung PROPER adalah LSM yang bekerja sama dengan perusahaan dalam
melaksanakan perlindungan keanekaragaman hayati dan program pengembangan masyarakat.
Menurut diwawancarai, LSM ini mendukung PROPER karena PROPER berhasil mendorong
perusahaan untuk melakukan upaya-upaya perlindungan keanekaragaman hayati dan program
pengembangan masyarakat. Dengan kata lain, PROPER telah memberikan kerangka hukum
Inez Silvy Yoanita Fitri / Joint European Master in Environmental Studies (2013) 29
dengan peraturan yang lebih rinci tentang kriteria tersebut dalam aspek ‘melampaui ketaatan’
dalam penilaian PROPER sebagai kewajiban perusahaan, sehingga mendorong perusahaan
untuk meningkatkan kinerja lingkungan mereka. Kasus lingkungan yang berkaitan dengan
PROPER tidak perhatian utama mereka. Satu pernyataan dari perwakilan LSM adalah:
Di sisi lain, ketujuh informan perwakilan LSM yang menentang PROPER berasal dari LSM
yang fokus pada kegiatan advokasi kasus lingkungan dan memiliki kekhawatiran tentang
keadilan sosial bagi masyarakat serta pada dampak negatif dari kegiatan perusahaan kepada
masyarakat.
Tabel 6. Hasil Evaluasi Partisipasi Masyarakat dalam PROPER tahun 2011 (lanjutan)
Kriteria Deskripsi Hasil
Resolusi konflik Bagaimana konflik antara Informan pemerintah
masyarakat atau LSM dan memandang bahwa protes
penyelenggara PROPER LSM bukanlah konflik sebagai
(contohnya protes terhadap bagian dari proses partisipasi,
hasil penilaian PROPER) protes ini ditanggapi melalui
diselesaikan sebagai bagian pemberian penjelasan melalui
dari proses partisipasi surat resmi.
Transparansi Apakah proses pengambilan Informan NGO memandang
keputusan mengenai penilaian bahwa PROPER tidak
PROPER telah transparan dan transparan. Di sisi lain,
diakui oleh masyarakat. informan pemerintah
berpendapat bahwa
transparansi yang berlebihan
akan menyebabkan
kesalahpahaman bagi publik.
Perwakilan Bagaimana Dewan Informan LSM berpendapat
Pertimbangan PROPER bahwa Dewan Pertimbangan
mewakili masyarakat dalam PROPER tidak mewakili LSM
pengambilan keputusan dan dan masyarakat lokal.
bagaimana publik memandang Pemerintah menyatakan
legitimasi dari bentuk bahwa anggota Dewan
perwakilan tersebut pertimbangan adalah orang-
orang yang berkompeten
untuk mewakili masyarakat.
Dampak yang diakui Apakah perubahan yang terjadi Dua dari Sembilan informan
sebagai dampak dari proses LSM mengakui dampak
partisipasi masyarakat dalam positif PROPER, sementara
penyelenggaraan PROPER informan masyarakat lokal
diketahui dan diakui oleh tidak mengetahui dampak
masyarakat PROPER.
Informan wakil LSM yang menentang PROPER berpendapat bahwa kriteria penilaian
PROPER harus diformulasikan menjadi lebih komprehensif dan ketat, dan bahwa peringkat
hijau dan emas tidak boleh diberikan secara mudah kepada perusahaan. Lima informan
perwakilan LSM berpendapat bahwa penilaian PROPER perlu mempertimbangkan semua
Inez Silvy Yoanita Fitri / Joint European Master in Environmental Studies (2013) 31
dampak dari kegiatan perusahaan, termasuk perubahan penggunaan lahan dan penebangan
hutan yang disebabkan oleh pembangunan fasilitas perusahaan dan ekstraksi bahan baku,
dampak lingkungan akumulatif, dan dampak sosial dari kehadiran perusahaan di daerah
sekitarnya, seperti pada relokasi penduduk dan kesenjangan sosial antara pekerja perusahaan
dan non-pekerja. Namun, argumen ini dimentahkan oleh anggota Dewan Penasehat PROPER
yang menyatakan bahwa kerusakan lingkungan akibat kegiatan perusahaan tidak bisa
dihindari, karena putusan tersebut tidak didasarkan pada dampak lingkungan mutlak, tetapi
pada kinerja pengelolaan dampak lingkungan. PROPER menghargai komitmen perusahaan
untuk melakukan pengelolaan lingkungan melalui kebijakan perusahaan, dan merealisasikan
kebijakan tersebut melalui program dan anggaran yang memadai dan apakah program yang
telah dicanangkan tersebut telah berhasil atau tidak. Jika penilaian itu didasarkan pada
dampak lingkungan mereka, maka tidak akan mungkin bagi perusahaan dengan dampak
lingkungan yang tinggi untuk mencapai peringkat yang baik dan PROPER tidak akan mampu
memotivasi mereka untuk meningkatkan kinerja pengelolaan lingkungan mereka.
Salah satu perwakilan LSM berpendapat bahwa peringkat hijau harus diberikan kepada
perusahaan yang telah berhasil mengatasi dan meminimalisasi konflik. Di sisi lain, dari sudut
pandang akademis, tidak mungkin bagi perusahaan untuk tidak berkonflik dengan
masyarakat. Namun, yang penting adalah apakah perusahaan memiliki sistem untuk
menindaklanjuti dan menyelesaikan konflik yang ada.
Dua informan perwakilan LSM berharap bahwa mekanisme PROPER dapat memecahkan
masalah pada mekanisme lain dalam pengelolaan lingkungan di Indonesia, seperti masalah
yang berkaitan dengan izin lingkungan dan AMDAL, yang termasuk dalam salah satu kriteria
PROPER. Seorang pejabat PROPER menjelaskan bahwa PROPER tidak dirancang untuk
menyelesaikan masalah dalam mekanisme lain. Karena keterbatasan sumber daya manusia,
mekanisme lain yang dibawahi oleh bagian lain di Kementerian Lingkungan Hidup dianggap
telah berjalan sesuai prosedur. Pejabat PROPER berkoordinasi dengan bagian lain di
Kementerian hanya untuk memeriksa apakah ada masalah yang dihadapi oleh perusahaan
peserta PROPER terkait dengan kriteria penilaian.
Semua informan perwakilan industri memandang bahwa kriteria PROPER sudah cukup
komprehensif. Selain itu, peningkatan standar penilaian dari tahun ke tahun juga berarti
tantangan bagi perusahaan untuk memperoleh peringkat PROPER yang sama atau bahkan
lebih tinggi di tahun berikutnya. Para pejabat PROPER menyatakan bahwa peningkatan
standar penilaian adalah bagian dari perbaikan terus-menerus dalam penilaian PROPER.
Namun, salah satu perwakilan LSM menganggap ini sebagai inkonsistensi penilaian
PROPER karena kurangnya informasi mengenai perbaikan standar penilaian ini.
perusahaan tidaklah cukup. Verifikasi lapangan harus memenuhi banyak kriteria penilaian
berdasarkan pengamatan di lapangan dan mengambil banyak sampel. Data untuk penilaian
PROPER dari satu perusahaan tergantung pada berapa banyak cerobong asap atau titik
penaatan untuk pengambilan sampel. Hasil pengamatan tersebut harus dirangkum dan
disajikan dalam laporan resmi. Belum lagi mempertimbangkan waktu perjalanan untuk
mencapai lokasi perusahaan. Selama verifikasi lapangan, ada kemungkinan bahwa pekerja
perusahaan mengarahkan tim PROPER untuk memeriksa fasilitas perusahaan yang telah
dipersiapkan sehingga tidak memeriksa bagian dari fasilitas perusahaan yang dapat
membuktikan pelanggaran peraturan.
Terdapat kasus di Provinsi Jawa Barat yaitu perusahaan berperingkat biru mendapat keluhan
dari masyarakat dan setelah diverifikasi, pengaduan tersebut terbukti sebagai pelanggaran
peraturan lingkungan. Mengenai hal ini, pegawai penyidik lingkungan tidak berwenang untuk
memeriksa hasil penilaian akhir PROPER perusahaan terkait. Hal itu disampaikan salah satu
perwakilan dari Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Provinsi:
“Jangan [dianggap] jaminan [jika] kemarin sudah dinilai [oleh tim PROPER,
sehingga] sudah pasti dia [perusahaan] disiplin. Tidak. Karena apa? Saya
berkaca dari pengalaman. Dua kasus yang saya tangani, walaupun hanya
sanksi administrasi, dia [perusahaan tersebut meraih peringkat PROPER]
biru. Bukan dua, satu [perusahaan mendapat] sanksi administrasi, sekarang
saya sedang tangani, perusahaan besar di Karawang, dia [perusahaan
tersebut meraih peringkat PROPER] biru. Bahkan [perusahaan] yang satu
pada saat sudah penyidikan, artinya pidana, dia juga [perusahaan tersebut
meraih peringkat PROPER] biru, ‘kan agak mengherankan. [Peraih PROPER]
Biru tapi [terlibat kasus] pidana. [Peraih PROPER] Biru tapi [terlibat kasus
dan mendapat] sanksi administrasi . (…) Namanya manusia, sekarang dinilai,
besok [perusahaan tersebut] buang lagi limbah [melanggar peraturan
lingkungan]. “ – Informan Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Provinsi
(Mei 2013)
Berdasarkan wawancara dengan enam informan dari LSM, PROPER hanya dianggap sebagai
sarana bagi perusahaan untuk membangun citra dan bahkan mengarah pada greenwashing
untuk menutupi buruknya kinerja perusahaan dengan peringkat yang baik dari PROPER.
Sistem penilaian PROPER yang menilai unit bisnis secara terpisah dianggap membuka
kemungkinan bagi perusahaan untuk melakukan greenwashing karena perusahaan dapat
mempromosikan penghargaan yang diterima oleh salah satu unit bisnis ke media untuk
menutupi buruknya kinerja unit bisnis lain yang berada di bawah satu perusahaan. Prasangka
ini didasarkan pada ‘Kasus Lapindo’ (lihat Kotak 1). Penjelasan mengenai kasus ini yang
diberikan oleh pejabat PROPER adalah bahwa penilaian PROPER untuk PT Lapindo Brantas
Unit Bisnis Wunut sudah sesuai prosedur PROPER. Salah satu informan anggota Dewan
Pertimbangan PROPER berpendapat bahwa jika perusahaan hanya menerbitkan informasi
yang menguntungkan untuk membangun citra mereka atau untuk menaikkan harga saham,
media masih dapat menyebarluaskan tentang unit bisnis dengan peringkat PROPER yang
buruk dan itu akan mempengaruhi citra perusahaan. Karena itu, ketika unit usaha yang
berbeda menerima peringkat PROPER yang berbeda, perusahaan akan bertujuan untuk
memperbaiki peringkat PROPER untuk semua unit bisnis. Unit bisnis yang berbeda dalam
perusahaan menjalankan kegiatan yang berbeda, misalnya unit produksi dan unit pemasaran.
Dengan demikian, penilaian yang terpisah dari unit bisnis yang berbeda dalam satu
Inez Silvy Yoanita Fitri / Joint European Master in Environmental Studies (2013) 33
perusahaan didasarkan pada keadilan dalam rangka untuk menghargai upaya lingkungan yang
relevan dan spesifik yang dilakukan di setiap unit bisnis dalam perusahaan.
Kasus ini adalah bencana nasional semburan lumpur dari bawah tanah di Porong Kecamatan
Sidoarjo di Provinsi Jawa Timur yang disebabkan oleh ledakan selama pengeboran sumur gas
alam pada tahun 2006 oleh PT Lapindo Brantas. Sekarang lumpur telah menutupi wilayah 22 desa
dan masih mengalir. Tujuh belas ribu orang yang menjadi korban bencana ini. Pada tahun 2011,
unit bisnis Wunut, salah satu unit bisnis yang dimiliki oleh PT Lapindo Brantas diberikan
peringkat HIJAU. Hal ini menimbulkan protes dari LSM karena dianggap tidak pantas bagi PT
Lapindo Brantas yang menyebabkan bencana tersebut untuk menerima penghargaan PROPER.
Protes ditanggapi oleh Kementerian Lingkungan Hidup dengan penjelasan bahwa penghargaan
PROPER tidak diberikan untuk unit bisnis yang menyebabkan bencana walaupun mereka berada
di bawah perusahaan yang sama. Penilaian PROPER unit bisnis Wunut telah dilakukan
berdasarkan peraturan dan PROPER menilai masing-masing unit bisnis secara terpisah, sehingga
unit bisnis Wunut pantas diberi penghargaan. (Kementerian Lingkungan Hidup 2012, Taylor
2013)
Seorang informan perwakilan perusahaan menyatakan bahwa salah satu keuntungan dari
mendapatkan peringkat PROPER yang baik adalah bahwa hal itu dapat menjadi pembenaran
untuk membuka unit bisnis baru. Ketika kegiatan usaha telah diakui melalui penghargaan
PROPER, membuka unit bisnis baru dengan kegiatan serupa akan lebih mudah untuk
diterima oleh publik. Ini terkait dengan keprihatinan dari satu informan wakil LSM. Namun,
ketika peringkat PROPER tidak kredibel, peringkat PROPER akan membenarkan kegiatan
usaha yang sebenarnya tidak ramah lingkungan, misalnya kasus Lapindo dalam kaitannya
dengan aktivitas pertambangan di sekitar daerah pemukiman. Pemerintah telah mengakui hal
itu melalui program PROPER, walaupun terbukti kegiatan usaha tersebut berbahaya jika
merujuk pada kasus lumpur Lapindo. Informan tersebut berpendapat bahwa pemerintah perlu
memeriksa peraturan dan risiko lingkungan yang dapat diterima oleh masyarakat lokal dari
kegiatan usaha pertambangan tersebut.
“… visi misi itu kita jabarkan menjadi suatu kebijakan yang tadi kita sebutkan
bahwa PROPER itu tidak semudah membalikkan telapak tangan. Kita
[perusahaan] harus ada perencanaan di sini [dalam proses meraih peringkat
PROPER emas]. Kalau tidak ada perencanaan, tidak akan pernah bisa dinilai
oleh Kementerian Lingkungan Hidup, dan juga tentunya ada penerapan-
penerapannya. (…)Manajemen itu sangat berperan penting dalam … [proses
Inez Silvy Yoanita Fitri / Joint European Master in Environmental Studies (2013) 34
c. Isu politik
Salah satu temuan yang dapat menimbulkan isu politik adalah bahwa salah satu perusahaan
yang mendapat peringkat PROPER biru ternyata terkait dengan pengaduan masyarakat atas
kinerja perusahaan yang buruk dalam pengelolaan lingkungan. Pemerintah melakukan
verifikasi tentang pengaduan tersebut, dan ketika pengaduan itu terbukti, hal ini
menyebabkan kebingungan karena penegakan hukum dan program PROPER adalah kegiatan
yang dilakukan oleh lembaga yang sama di lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup atau
Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah. Dalam sebuah wawancara dengan perwakilan
dari Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Provinsi, yang diwawancara menyatakan bahwa:
“Pada saat kami [tim penyidik BPLHD Provinsi] melakukan verifikasi dan si
pemilik [perusahaan meraih peringkat] PROPER ini biru biasanya agak
jumawa. [Perusahaan menanyakan] ‘Kenapa harus mem-verifikasi kami?
Kami [perusahaan meraih peringkat] biru PROPERnya. Saya bilang ‘…
sekalipun kalau memang ada pengaduan dan terbukti di lapangan anda
melakukan pelanggaran, saya tidak peduli anda [meraih peringkat] emas
sekalipun.’ (…) Nah ini, jangan sampai (…) ‘kan ngga baik juga. Dalam satu
institusi, ada dua program yang tidak berkolaborasi baik, akhirnya di
lapangan terjadi seperti itu. Malu juga kita ‘kan, satu rumah memperlakukan
hal yang sangat berbeda, yang ini [tim PROPER] menganugerahi biru, yang
ini [Subbid Penataan Hukum Lingkungan] menindak. (…) Jadi kadang-
kadang saya juga malu di lapangan. Mungkin karena kurang komunikasi saja
[antara tim PROPER dan Subbid Penataan Hukum Lingkungan di BPLHD
Provinsi].” – Informan Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Provinsi (Mei
2013)
Integritas lembaga, bahkan badan pemerintah, dipertanyakan ketika melakukan tindakan
bertentangan, di satu sisi memberikan penghargaan dan di sisi lain memberikan penalti pada
waktu yang sama.
d. Masalah hukum
Hasil penilaian PROPER yang mengikat secara hukum dari dapat dimanfaatkan oleh
perusahaan sebagai justifikasi kinerja perusahaan dalam pengelolaan lingkungan. Argumen
ini diajukan oleh seorang informan LSM khususnya yang terkait dengan ‘Kasus Newmont’ di
mana perusahaan PT Newmont Nusa Tenggara diserahkan peringkat PROPER hijau sebagai
bukti di pengadilan (lihat Kotak 2). Dua informan LSM menganggap bahwa PROPER
Inez Silvy Yoanita Fitri / Joint European Master in Environmental Studies (2013) 35
LSM mengajukan gugatan terhadap Kementerian Lingkungan Hidup pada tanggal 29 Mei 2011
tentang perpanjangan izin pembuangan tailing PT Newmont Nusa Tenggara ke Teluk Senunu
yang terletak di Provinsi Nusa Tenggara Timur. Hal ini didukung oleh keluhan dari nelayan
setempat bahwa hasil tangkapan ikan mengalami penurunan. Pada tahun 2011, Newmont
menerima peringkat PROPER hijau. LSM juga memprotes tentang hal ini. Perusahaan
berpendapat bahwa izin lingkungan sudah sah dan didukung oleh penelitian ilmiah bahwa itu
tidak akan mempengaruhi aktivitas perikanan di daerah tersebut. (ANTARANEWS 2011;
WALHI 2011)
Dua informan LSM menyatakan bahwa dari perspektif keadilan sosial, tidak adil jika
kesejahteraan masyarakat sekitar perusahaan besar begitu rendah. Sebuah perusahaan harus
mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar dan mengurangi dampak negatif
terhadap lingkungan. Misalnya, perusahaan panas bumi di Provinsi Jawa Barat adalah satu di
Inez Silvy Yoanita Fitri / Joint European Master in Environmental Studies (2013) 36
antara kontributor terbesar bagi APBD. Meskipun demikian, masyarakat yang berdekatan
setempat tetap terpinggirkan dan hidup dalam kemiskinan. Disebutkan bahwa di daerah
Kamojang, di mana dua perusahaan panas bumi dengan peringkat PROPER hijau dan emas
beroperasi, masyarakat setempat masih mengalami persoalan kelangkaan air.
Seorang informan akademisi berpendapat bahwa masalah ini tidak dapat diselesaikan dengan
program PROPER. Kewajiban meningkatkan kesejahteraan sosial masyarakat berada di
tangan pemerintah dan perusahaan hanya bisa memberikan dukungan tambahan. Masalah
kesejahteraan ini diakui oleh perwakilan masyarakat lokal juga, yang menyebutkan bahwa
masalah terjadi karena alokasi anggaran pemerintah daerah yang tidak merata dan korupsi di
semua lembaga pemerintah daerah, bahkan di organisasi pemerintahan desa.
f. Dampak PROPER
Semua informan perwakilan pemerintah dan Dewan Pertimbangan PROPER sepakat bahwa
PROPER telah mempengaruhi pengelolaan lingkungan di Indonesia secara positif. Secara
umum, perusahaan yang mematuhi peraturan lingkungan akan menyebabkan kerusakan
lingkungan berkurang. PROPER juga menyediakan penilaian sistem manajemen lingkungan
perusahaan yang secara tidak langsung akan memberikan dampak positif bagi masyarakat
sekitar jika sistem dilakukan dengan benar. PROPER meningkatkan kesadaran perusahaan
untuk menjadi lebih ramah lingkungan melalui penilaian aspek ‘melampui ketaatan’. Salah
satu dampak langsung PROPER terhadap lingkungan yang disebutkan oleh informan anggota
Dewan Pertimbangan PROPER adalah reboisasi yang dilakukan oleh sebuah perusahaan di
daerah sekitar lokasi perusahaan untuk memenuhi kriteria perlindungan keanekaragaman
hayati, yang juga mengakibatkan kondisi lingkungan yang lebih baik untuk masyarakat lokal.
Berdasarkan wawancara dengan seorang informan pemerintah daerah, PROPER
menyediakan format untuk pemantauan komprehensif perusahaan dan akan menjadi format
standar untuk pemantauan berkala di Provinsi Jawa Barat. Salah satu informan pejabat
PROPER menyebutkan bahwa di Provinsi Jawa Timur, pemerintah setempat melakukan
program yang mirip dengan PROPER bagi perusahaan di wilayah tersebut yang berarti
bahwa pemerintah daerah mendorong untuk meningkatkan kinerja pengelolaan lingkungan
mereka. Seorang informan pemerintah mengemukakan pernyataan sebagai berikut:
PROPER juga dianggap telah memperkuat regulasi lingkungan dan kegiatan pengawasan
pemerintah. Menurut wawancara dengan lima informan pemerintah, sebelum PROPER
dilakukan, pengawasan rutin biasanya dilakukan hanya untuk industri manufaktur yang
terletak di dekat kota-kota besar. Namun, PROPER telah meningkatkan lingkup pengawasan
ke industri yang terletak di daerah terpencil, seperti industri minyak dan gas, industri
pertambangan, dan agro-industri. Kualitas kegiatan pengawasan ditingkatkan melalui
peningkatan kapasitas pejabat pengawas lingkungan di tingkat provinsi, kabupaten dan kota.
Melalui PROPER, Data swapantau perusahaan divalidasi. Selain itu, PROPER memfasilitasi
pemerintah untuk mendorong perusahaan untuk meningkatkan kinerja mereka dengan
Inez Silvy Yoanita Fitri / Joint European Master in Environmental Studies (2013) 37
Dari perspektif perusahaan, salah satu informan menjelaskan bahwa PROPER memberikan
panduan untuk perbaikan pengelolaan lingkungan di perusahaan. Misalnya, perusahaan
membuat upaya untuk memenuhi aspek ‘melampaui ketaatan’ seperti efisiensi sumber daya
dan pengurangan emisi. Selain itu, PROPER mendorong perusahaan untuk melakukan
perbaikan terus-menerus dari tahun ke tahun karena dalam penilaian PROPER, perusahaan
dalam sektor yang sama dibandingkan satu sama lain untuk mencapai peringkat PROPER
yang lebih tinggi.
Salah satu kriteria yang secara langsung berhubungan dengan masyarakat merupakan kriteria
pengembangan masyarakat. Dalam kaitannya dengan dampak PROPER pada masyarakat
lokal, PROPER memberikan kerangka hukum dan pedoman untuk melaksanakan program-
program pembangunan masyarakat yang partisipatif dan fokus pada kesejahteraan
masyarakat. Ini mengisi celah peraturan mengenai pelaksanaan program pembangunan
masyarakat secara terperinci. Misalnya, program pengembangan masyarakat harus
diprioritaskan bagi kelompok masyarakat rentan di daerah sekitar fasilitas perusahaan.
Berdasarkan kriteria PROPER, partisipasi masyarakat merupakan bagian dari persyaratan
dalam perencanaan program pengembangan masyarakat. Oleh karena itu, program
pengembangan masyarakat dapat lebih bermanfaat bagi masyarakat dan tepat dalam
menangani kebutuhan masyarakat.
Tiga informan wakil pemerintah menganggap ini sebagai dampak tidak langsung dari
PROPER kepada masyarakat, terutama kepada masyarakat lokal, seperti dikutip dari
wawancara dengan seorang pejabat PROPER:
Ada pendapat yang berbeda mengenai dampak tidak langsung PROPER terhadap perusahaan.
Salah seorang informan akademisi menyatakan bahwa PROPER mendorong perusahaan
melakukan perubahan struktur organisasi untuk membangun program pengembangan
masyarakat. Perusahaan memutuskan untuk membentuk divisi khusus untuk melaksanakan
program pengembangan masyarakat dengan anggaran dan sumber daya manusia yang
memadai. Di sisi lain, salah satu informan perusahaan yang diwawancarai menyebutkan
bahwa program pengembangan masyarakat telah termasuk dalam kegiatan rutin dengan divisi
khusus dalan struktur organisasi bahkan sebelum mereka diikutkan dalam PROPER. Jadi,
PROPER tidak memberikan dampak yang signifikan terkait dengan program pengembangan
masyarakat mereka.
Namun, dampak PROPER yang telah dibahas terhadap pemerintah dan perusahaan tidak
diketahui oleh LSM dan masyarakat lokal. LSM menduga bahwa PROPER tidak
mempengaruhi sistem manajemen di perusahaan dengan cara apapun. Berdasarkan
Inez Silvy Yoanita Fitri / Joint European Master in Environmental Studies (2013) 38
Empat informan LSM menyatakan bahwa tidak ada kontribusi signifikan dari PROPER
terhadap peningkatan kualitas lingkungan. Mereka merasa bahwa PROPER hanya program
penghargaan biasa dan bukan strategi pemerintah untuk mengawasi kinerja perusahaan dan
mendorong mereka untuk mencapai dan melampaui standar kepatuhan. PROPER dianggap
sebagai hanya sebuah program seremonial dan tidak berkorelasi dengan upaya minimalisasi
pencemaran dan kerusakan lingkungan di Indonesia. Hal ini didasarkan pada 10 tahun
penyelenggaraan PROPER dan tingkat pencemaran dan kerusakan lingkungan tidak
menurun. Salah satu LSM menggunakan indikator tingkat bencana dan pencemaran di
wilayah pesisir dimana limbah dari sungai dan lahan yang akumulasi. Informan LSM
tersebut menyatakan pemerintah diharapkan untuk mencegah dampak negatif dari
perusahaan mulai dari perencanaan perusahaan untuk memastikan kepatuhan terhadap
peraturan.
Informan wakil pejabat PROPER dan anggota Dewan Pertimbangan PROPER menyatakan
bahwa tujuan utama dari PROPER adalah meningkatkan kepatuhan perusahaan dalam
pengelolaan lingkungan dan mempromosikan keunggulan pengelolaan lingkungan dalam
kegiatan bisnis. Namun, itu dikonfirmasi oleh dua informan akademisi yang diwawancara,
Inez Silvy Yoanita Fitri / Joint European Master in Environmental Studies (2013) 39
Subbab ini menyajikan persepsi para pemangku kepentingan yang berbeda terhadap
partisipasi pemangku kepentingan dalam program PROPER. Tujuh informan perwakilan
LSM sepakat bahwa penilaian PROPER harus melibatkan pendapat LSM dan masyarakat
lokal dalam proses pengambilan keputusan perusahaan peringkat PROPER. Di sisi lain,
Pejabat PROPER dan anggota Dewan Pertimbangan PROPER menyatakan bahwa para
pejabat PROPER telah melakukan kunjungan lapangan untuk memverifikasi isu yang
relevan. Namun, hal ini tidak disetujui oleh LSM.
Dua informan pemerintah daerah sepakat dalam hal ini, bahwa kinerja perusahaan harus
diverifikasi kepada masyarakat setempat yang mengetahui tentang kinerja harian perusahaan.
Selain itu, dua informan LSM menyebutkan bahwa tidak ada peraturan rinci tentang
mekanisme partisipasi masyarakat dalam PROPER. Empat informan wakil LSM berpendapat
bahwa masyarakat setempat sebagai kelompok yang paling rentan terhadap dampak negatif
kegiatan usaha terhadap lingkungan memiliki hak untuk menerima informasi tersebut.
Argumen bahwa PROPER tidak melakukan proses partisipasi ini selaras dengan salah satu
informan akademisi bahwa partisipasi publik sangat terbatas dalam PROPER. Salah satu
informan pemerintah dan salah satu anggota Dewan Pertimbangan PROPER berpendapat
bahwa partisipasi masyarakat bukan bagian dari indikator kunci keberhasilan PROPER yang
diminta oleh pemerintah. Selanjutnya, seorang informan lainnya dari Dewan Pertimbangan
PROPER menyatakan bahwa PROPER tidak tepat untuk implementasi partisipasi publik.
Seorang informan perwakilan pemerintah menyebutkan bahwa dalam praktiknya sangat sulit
untuk mengatur keterlibatan LSM di lapangan misalnya untuk kunjungan ke masyarakat lokal
di sekitar lokasi perusahaan kandidat peringkat emas seperti dikutip di bawah ini.
Di sisi lain, berdasarkan UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Pasal 70 sehubungan dengan peran masyarakat untuk berpartisipasi dalam
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, tiga informan wakil pemerintah
menyatakan bahwa informasi berdasarkan pengaduan masyarakat yang telah diverifikasi
Inez Silvy Yoanita Fitri / Joint European Master in Environmental Studies (2013) 40
Ada masalah yang biasa terjadi dalam mekanisme penanganan pengaduan masyarakat sesuai
dengan wawancara dengan informan perwakilan pemerintah daerah. Pertama, tidak ada
prosedur yang solid dalam mekanisme pelimpahan kasus ke Badan Pengelolaan Lingkungan
Hidup Daerah. Kementerian Lingkungan Hidup dapat mendelegasikan penyelidikan
pengaduan masyarakat ke tingkat provinsi, atau tingkat kabupaten/kota tanpa
memberitahukan ke badan di tingkat provinsi. Karena otonomi daerah, tidak ada struktur
hirarki antara Kementerian Lingkungan Hidup dan instansi pengelolaan lingkungan daerah.
Ada sebuah kasus yang ditangani oleh kabupaten/kota dan lembaga provinsi hingga terjadi
dua kali verifikasi untuk satu kasus karena kurangnya koordinasi. Dan ada kemungkinan
bahwa beberapa keluhan tidak ditangani sama sekali karena kurangnya prosedur yang jelas
dalam mekanisme pelimpahan penanganan pengaduan masyarakat ke tingkat daerah.
Masalah kedua adalah kurangnya sumber daya manusia di Kementerian Lingkungan Hidup
dan instansi pengelolaan lingkungan daerah yang mengurus pengaduan masyarakat. Ini
menyebabkan keterlambatan dan waktu lebih lama untuk mengurus banyak keluhan sehingga
proses tidak dapat berjalan optimal dan publik melihatnya sebagai ketidakseriusan
pemerintah dalam menangani pengaduan masyarakat.
“… kita sendiri di PROPER, tidak punya kapasitas orang yang cukup besar
untuk menyelenggarakan proses itu [melakukan verifikasi semua pengaduan
masyarakat sebagai informasi yang dipertimbangkan dalam penilaian
PROPER], maka kita percaya sistem-sistem yang lain [contohnya pengaduan
masyarakat oleh Deputi V KLH Bidang Penataan Hukum Lingkungan] juga
jalan. Yang dari [institusi lingkungan tingkat] provinsi misalnya ada
pengaduan masyarakat, terus diverifikasi, ternyata betul. Maka yang di
mekanisme PROPER sekarang, itu [informasi pengaduan masyarakat] juga
jadi temuan major. Itu berpengaruh ke… [penilaian PROPER] Karena kita
sendiri, kalau orang PROPER-nya sendiri harus mengakomodasi itu
[pengaduan masyarakat], mungkin [memerlukan sumber daya sebanyak] satu
KLH semuanya [untuk] mengerjakan PROPER.”– Sekretaris PROPER (April
2013)
Oleh karena itu, pejabat PROPER mengandalkan proses seleksi peserta PROPER dan
mekanisme pemeriksaan. Dalam proses seleksi peserta PROPER, ada mekanisme penapisan
di Kementerian Lingkungan Hidup bahwa perusahaan-perusahaan yang terlibat dalam kasus
lingkungan selama periode penentuan peserta PROPER tidak diizinkan untuk berpartisipasi
dalam PROPER. Sebelum peringkat PROPER diputuskan, terdapat mekanisme pemeriksaan
di Kementerian Lingkungan Hidup oleh Deputi Bidang Penaatan Hukum Lingkungan yang
menangani pengaduan masyarakat dan Deputi Bidang Tata Lingkungan tentang persyaratan
dokumen AMDAL apakah calon peraih peringkat PROPER yang baik yang terlibat dalam
kasus lingkungan.
Menurut informan wakil Kementerian Lingkungan Hidup, terdapat contoh kasus peringkat
perusahaan yang diturunkan menjadi peringkat merah karena pengaduan masyarakat yang
Inez Silvy Yoanita Fitri / Joint European Master in Environmental Studies (2013) 41
terbukti benar. Contoh ini membuktikan bahwa pengaduan masyarakat dapat menjadi
informasi penting untuk dipertimbangkan dalam penilaian PROPER.
Subbab berikut menyajikan temuan-temuan yang diidentifikasi dari hasil wawancara sebagai
tantangan yang menghambat pelaksanaan partisipasi masyarakat dalam program PROPER.
Temuan-temuan ini dikategorikan sebagai berikut: a) sudut pandang ekstrim LSM
lingkungan, b) perbedaan standar lingkungan dari sudut pandang hukum dan masyarakat c)
keterbatasan kompetensi, d) kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah, dan e)
keterbatasan sumber daya.
PROPER berbeda dari kebijakan pengawasan tradisional oleh pemerintah yang secara
langsung menghukum perusahaan yang melanggar peraturan. Seorang informan perwakilan
pemerintah menjelaskan bahwa mekanisme PROPER difokuskan pada pengawasan,
mendidik perusahaan yang kinerjanya buruk, dan menerjemahkan hasilnya menjadi peringkat
dengan kode warna yang kemudian disebarluaskan ke publik. Ada pendapat yang berbeda
antara pemerintah dan LSM mengenai hal ini. Tiga informan LSM tidak setuju dengan misi
pendidikan melalui PROPER dengan memberikan kesempatan kepada perusahaan dengan
peringkat merah untuk melakukan perbaikan yang memungkinkan perusahaan untuk
menghindari penegakan hukum. Selain itu, seorang informan LSM berpendapat bahwa
berkinerja buruk harus disebarluaskan agar perusahaan tersebut mendapatkan tekanan dari
publik. Sementara itu, salah satu informan pemerintah daerah berpendapat bahwa peringkat
merah berarti bahwa perusahaan telah berusaha untuk memenuhi peraturan lingkungan tetapi
hasilnya masih sedikit melewati ambang batas. Peringkat merah bukan berarti perusahaan
telah melakukan pelanggaran berat Bahkan, jika perusahaan mendapatkan peringkat merah
dari tahun ke tahun, bisa disebabkan karena pelanggaran kriteria yang berbeda. Karena satu
saja ambang batas dari salah satu kriteria tidak dapat dipenuhi, hal itu dapat menyebabkan
peringkat merah. Oleh karena itu, Kementerian Lingkungan Hidup memberikan kesempatan
kepada perusahaan berperingkat merah untuk meningkatkan kinerjanya sehingga dapat
meningkatkan tingkat ketaaatan perusahaan dalam jangka panjang.
Sudut pandang ekstrim lain LSM adalah bahwa LSM tidak mentolerir industri yang
menyebabkan degradasi lingkungan yang signifikan. Sehubungan dengan perspektif yang
ekstrim dari LSM, salah satu informan pejabat PROPER menyatakan bahwa PROPER
memfasilitasi kepentingan investasi serta pelestarian lingkungan.
Seorang informan perwakilan pejabat PROPER menyatakan bahwa ada masalah perbedaan
dalam standar lingkungan antara sudut pandang hukum dan persepsi publik yang berkaitan
dengan ketaatan perusahaan. Sangat mungkin ada perbedaan standar antara ambang batas
polutan yang diatur dalam regulasi dan penerimaan publik atas kualitas limbah yang dibuang
ke lingkungan dan dirasakan langsung oleh masyarakat, seperti bau dan warna aliran limbah.
Masalah ini juga dapat disebabkan oleh daya dukung lingkungan yang tidak dapat
menampung dan mengurai limbah industri bahkan yang kualitasnya lebih rendah dari ambang
batas. Perusahaan yang memenuhi peraturan tidak selalu dianggap bebas dari polusi
lingkungan oleh masyarakat. Misalnya, masyarakat bisa mengeluh bahwa emisi udara dari
pabrik tertentu berbahaya berdasarkan gas buang yang berwarna putih. Namun, perusahaan
mungkin tidak melanggar regulasi polusi udara sesuai dengan ambang batas yang telah
ditetapkan dalam peraturan lingkungan. Publik dapat mengangkat isu ini hingga
Inez Silvy Yoanita Fitri / Joint European Master in Environmental Studies (2013) 43
menyebabkan konflik dengan perusahaan. Salah satu informan pejabat PROPER berpendapat
bahwa kesenjangan ini telah diatasi dengan pengelolaan konflik yang baik sebagai bagian
dari kriteria untuk mencapai peringkat PROPER hijau sebagai berikut.
“… gap antara bahasa tulis dan bahasa oral … ’kan tidak artikulatif. (...) Itu
yang kita atasi dengan yang [kriteria peringkat PROPER] hijau tadi. (…) dia
[perusahaan] harus menyampaikan keluhan [masyarakat dan] penanganan
konflik. Nah dari situ kelihatan .. ada konflik [antara perusahaan dan
masyarakat] .. dia [perusahaan] punya sistem [penanganan konflik] atau tidak.
Yang penting bukan jumlah tidak ada konfliknya tetapi bagaimana dia
[perusahaan] menangani [konflik yang terjadi].” – Sekretaris PROPER (April
2013)
Empat informan LSM sepakat bahwa masalah yang berkaitan dengan persepsi masyarakat
terhadap dampak lingkungan perusahaan harus diselidiki dan dipertimbangkan dalam
penilaian PROPER. Misalnya, kasus kelangkaan air di daerah pemukiman di dekat kawasan
industri, penyakit kulit yang dialami oleh masyarakat setempat di sekitar sungai yang
merupakan lokasi pembuangan limbah industri, dan penurunan hasil tangkapan ikan karena
pembuangan limbah tailing di laut oleh industri pertambangan. Dampak kumulatif dari
pembuangan limbah industri yang tidak dipertimbangkan dalam PROPER dianggap sebagai
masalah utama tentang kualitas lingkungan sekitar kawasan industri.
c. Keterbatasan kompetensi
Masalah keterbatasan kompetensi ini dikemukakan oleh tiga informan pemerintah dan salah
satu anggota Dewan Pertimbangan PROPER. Hal ini dikonfirmasi oleh informan perwakilan
LSM dalam kaitannya dengan kasus Newmont di Teluk Senunu di Provinsi Nusa Tenggara
Timur. Informan LSM yang prihatin tentang kegiatan penambangan oleh Newmont yang
menerima peringkat PROPER hijau walaupun ada terdapat fakta bahwa mereka membuang
limbah ke laut dan diasumsikan limbahnya telah mencemari lingkungan. Dalam hal ini, izin
lingkungan telah dikeluarkan sesuai ketentuan dan berdasarkan penelitian ilmiah bahwa
limbah pembuangan ke laut tidak akan mempengaruhi aktivitas perikanan di daerah perairan
sekitar lokasi pembuangan tersebut. Dalam kasus ini, WALHI meminta informasi mengenai
penelitian terkait yang dilakukan oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Sebagai
lembaga publik, LIPI seharusnya menginformasikan hasil penelitian tersebut ke publik.
Namun, permintaan ini ditolak dengan alasan penelitian bersifat rahasia karena didanai oleh
Newmont. Oleh karena itu, LSM tidak bisa membuktikan pencemaran lingkungan akibat
pembuangan limbah ke laut. Hal ini menunjukkan kurangnya kompetensi LSM untuk
mendapatkan informasi teknis dan hal itu mempengaruhi kredibilitas LSM.
lingkungan bersertifikat yang kompeten untuk melakukannya dengan benar dan kemudian
harus dianalisis oleh laboratorium terakreditasi sesuai ketentuan.
Enam informan perwakilan LSM menyebutkan masalah yang mungkin terkait dengan
program Kementerian Lingkungan Hidup seperti kasus korupsi, kurangnya komitmen dan
kurangnya perhatian terhadap masyarakat setempat. Ini semua mengarah pada rendahnya
kepercayaan masyarakat kepada lembaga pemerintah. Ada prasangka bahwa pemerintah
rentan akan suap dan manipulasi data. Para informan LSM menduga bahwa PROPER akan
menghadapi masalah yang sama dengan program lain dari Kementerian Lingkungan Hidup
seperti Adipura, program penghargaan bagi kota terbersih. Diduga bahwa ada korupsi dalam
sistem penilaian, sehingga penilaian Adipura menjadi tidak kredibel. Namun, LSM tidak
menemukan tidak memiliki bukti adanya korupsi dalam program PROPER. Tiga informan
perwakilan pemerintah berargumen bahwa kemungkinan manipulasi data telah dicegah sebisa
mungkin melalui penilaian yang melalui beberapa tahap. Dibandingkan dengan Program
Adipura yang rentan korupsi, salah satu anggota Dewan Pertimbangan PROPER berpendapat
bahwa ada kepentingan politik berkaitan dengan program Adipura seperti kepala daerah
menggunakan penghargaan Adipura sebagai sarana kampanye untuk dipilih kembali oleh
warga, sehingga mereka mencoba upaya ilegal untuk memenangkan Adipura. Di sisi lain,
Dewan Pertimbangan PROPER adalah kelompok netral yang menempatkan perspektif yang
lebih luas selama proses pengambilan keputusan mengenai peringkat perusahaan.
Salah satu informan perwakilan LSM menyatakan kurangnya komitmen dari pemerintah
untuk meningkatkan kualitas lingkungan seperti dikutip di bawah ini:
Empat perwakilan LSM menegaskan bahwa Kementerian Lingkungan Hidup sebagai badan
yang memiliki kewenangan harus mengoptimalkan fungsinya dengan berkonsentrasi pada
program lain yang memberikan kontribusi signifikan terhadap kualitas lingkungan daripada
menyelenggarakan program PROPER karena mereka menganggap PROPER hanya sebagai
Inez Silvy Yoanita Fitri / Joint European Master in Environmental Studies (2013) 45
Masalah keterbatasan sumber daya manusia telah dibahas pada Subbab 5.3. Sedangkan
masalah keterbatasan waktu disampaikan oleh salah satu informan pejabat PROPER. Sebagai
contoh jadwal penilaian PROPER yang sangat kurang sehingga jadwal pelaksanaannya
sangat ketat, seperti kutipan berikut.
BAB VI
PEMBAHASAN
BAB VI PEMBAHASAN
6.1 Mencapai Tingkatan Partisipasi yang Tepat
Jika pemerintah Indonesia bertujuan untuk memanfaatkan PROPER sebagai sarana untuk
partisipasi publik, maka proses partisipasi publik perlu dirancang ulang, dilembagakan, dan
dibakukan dalam kerangka hukum dan mekanisme terperinci untuk memenuhi semua aspek
penting dalam mencapai hasil yang lebih baik dan menjalankan proses partisipasi itu sendiri.
Menurut Richards et al. (2004), diketahui bahwa proses partisipatif memerlukan waktu dan
sumber daya. Masalah yang menyebabkan gagalnya proses partisipasi umumnya adalah
kurangnya waktu dan sumber daya yang didedikasikan untuk menjalankan proses partisipasi.
Dalam PROPER, masalah tersebut menyebabkan mekanisme partisipasi publik dalam
PROPER seperti pemilihan anggota Dewan Pertimbangan PROPER dan konsultasi publik
kepada LSM yang disebutkan pada Subbab 5.1, tidak dapat dilaksanakan secara optimal.
PROPER harus dirancang dengan kurun waktu yang lebih panjang untuk memungkinkan
proses konsultasi publik yang optimal untuk mendapatkan sebanyak mungkin informasi yang
relevan dan menghasilkan keputusan yang lebih akurat. Menurut Dietz dan Stern (2008),
dianjurkan untuk melibatkan masyarakat dalam tahap awal proses partisipasi dalam rangka
membangun kepercayaan dan mengumpulkan informasi yang memadai untuk proses
pengambilan keputusan.
Inez Silvy Yoanita Fitri / Joint European Master in Environmental Studies (2013) 47
Sumber daya manusia yang memadai sangat penting dalam mencapai proses partisipasi
publik yang ideal. Proses partisipasi tidak dapat berjalan tanpa adanya sumber daya manusia.
Komitmen pemerintah untuk melaksanakan proses partisipasi dalam PROPER dapat
ditunjukkan dengan menyediakan sumber daya yang cukup untuk menjamin proses
partisipasi dapat dilaksanakan dengan baik (Dietz dan Stern 2008).
Temuan pada Subbab 5.2, yaitu hasil PROPER mungkin tidak mewakili kinerja harian
perusahaan dan kemungkinan terjadinya tindakan kontradiktif dari pemerintah atau badan
pengelolaan lingkungan hidup, mengungkapkan bahwa penting untuk melibatkan partisipasi
masyarakat dalam hal pengawasan sosial masyarakat dan pengaduan masyarakat dalam
penilaian PROPER untuk mencakup semua informasi yang relevan sehingga menghasilkan
peringkat PROPER yang representatif. Dengan kata lain, partisipasi masyarakat untuk
mengetahui informasi mengenai kinerja perusahaan berdasarkan pengawasan sosial oleh
masyarakat sangat penting.
Kasus perusahaan yang memperoleh peringkat PROPER biru namun terlibat dalam kasus
lingkungan adalah temuan yang harus diusut tuntas karena dapat menunjukkan perlunya
perbaikan kriteria dan mekanisme penilaian PROPER.
Beberapa temuan menunjukkan ruang perbaikan dalam mekanisme PROPER. Sebagaimana
diuraikan pada Subbab 5.3, hal ini menunjukkan bahwa mekanisme penanganan pengaduan
masyarakat dan komunikasi di internal Kementerian Lingkungan Hidup dan eksternal dengan
badan pengendalian lingkungan hidup tingkat daerah dalam kaitannya dengan penilaian
PROPER harus ditingkatkan untuk menjamin integritas PROPER dan lembaga-lembaga itu
sendiri. Tidak adanya mekanisme pemeriksaan di Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup
Provinsi dapat menyebabkan informasi yang kurang mengenai keterlibatan perusahaan
peserta PROPER dalam kasus-kasus lingkungan yang ditangani oleh lembaga di tingkat
provinsi. Prosedur pelimpahan penyelidikan pengaduan masyarakat antara lembaga-lembaga
perlu diperbarui untuk menjamin bahwa kasus yang berkaitan dengan perusahaan yang
berpartisipasi dalam PROPER tidak diabaikan dan dimasukkan dalam penilaian PROPER.
Hal ini sangat penting untuk mempertimbangkan pengaduan masyarakat sebagai indikasi
masalah lingkungan yang harus dipertimbangkan dalam penilaian PROPER. Oleh karena itu,
proses ini harus dioptimalkan untuk meningkatkan validitas penilaian PROPER.
Mengacu pada temuan tentang keterlibatan langsung masyarakat dalam PROPER, ini terkait
terutama dengan kurangnya sumber daya manusia dan mekanisme verifikasi lapangan cukup
dalam PROPER. Dalam kasus tersebut, kemitraan dengan masyarakat dalam pemantauan
sosial akan menjadi pilihan yang mungkin untuk mengatasi masalah ini. Ada kemitraan
antara pemerintah dan masyarakat dalam memantau aliran Sungai Citarum di Provinsi Jawa
Barat. Sebuah studi oleh Halimatusadiah, (2011) menunjukkan bahwa kemitraan pemerintah
dan masyarakat telah menghasilkan hasil yang bermanfaat dalam mendukung pengelolaan
lingkungan.
Dalam rangka menilai kinerja perusahaan dalam pengelolaan lingkungan melalui PROPER,
kontrol sosial dan umpan balik dari masyarakat sekitar tentang kegiatan perusahaan sangat
penting. Dengan demikian, penting untuk memberdayakan masyarakat sekitar industry untuk
melakukan pengawasan sosial terhadap limbah industri bila memungkinkan sehingga
memberikan tekanan kepada industri untuk selalu mematuhi peraturan lingkungan.
Peningkatan kepedulian masyarakat lokal sangat diperlukan karena mereka adalah petugas
pengawasan secara informal sehari-hari. Sampai sekarang, pengaduan masyarakat umum
tidak digalakkan dalam kaitannya untuk mempengaruhi peringkat PROPER perusahaan
Inez Silvy Yoanita Fitri / Joint European Master in Environmental Studies (2013) 48
Selain kemitraan dengan masyarakat, kemitraan dengan LSM juga bisa menguntungkan. Jika
pemerintah memfasilitasi untuk mengatasi masalah kompetensi teknis LSM yang lemah,
kemitraan ini akan membawa pengelolaan lingkungan ke tingkat yang lebih tinggi. Hubungan
yang dibangun akan mendorong rasa saling percaya dan saling memahami antara kedua belah
pihak dan mempererat kerjasama antar lembaga (Brinkerhoff 2002).
Berikut ini adalah ringkasan tentang bagaimana partisipasi masyarakat dapat meningkatkan
penerimaan masyarakat terhadap hasil penilaian PROPER melalui legitimasi peringkat
PROPER, meningkatkan proses pengambilan keputusan peringkat PROPER dengan
mempertimbangkan informasi dari semua pemangku kepentingan terkait, mempertimbangkan
kepentingan masyarakat, dan peningkatan kapasitas masyarakat.
Terkait dengan kriteria resolusi konflik, pemerintah menganggap bahwa protes LSM
bukanlah konflik yang disebabkan oleh masalah dalam proses pengambilan keputusan hasil
PROPER. Hal ini dikarenakan sudut pandang ekstrim LSM untuk mengkritik program
pemerintah yang tidak bisa dihindari. Namun, LSM juga bisa memberikan masukan berharga
bagi pemerintah untuk memperbaiki program pengelolaan lingkungan menjadi lebih baik.
Menurut Richards et al. (2004), proses partisipasi masyarakat mencakup penyelesaian konflik
melalui mambangun kesepakatan dalam mendefinisikan masalah dan mencari solusi yang
menguntungkan bagi semua partisipan dalam rangka mendukung pengelolaan lingkungan.
Hindess (1997) menunjukkan bahwa 'defisitnya demokrasi' telah mendorong perlunya
partisipasi dalam kaitannya dengan legitimasi, terkait dengan masalah kepercayaan publik
kepada pemerintah yang dibahas pada Subbab 5.4. Melalui partisipasi masyarakat,
kemungkinan konflik dapat dikurangi dan kepercayaan antar pihak dapat ditingkatkan (Dietz
dan Stern 2008).
Mengenai kriteria transparansi, kurangnya transparansi merupakan salah satu masalah yang
menyebabkan protes dari LSM. Liputan media yang terbatas tentang PROPER menyebabkan
masyarakat terutama masyarakat lokal yang menerima dampak negatif langsung kegiatan
perusahaan tidak mengetahui tentang PROPER. LSM menyatakan bahwa partisipasi ideal
akan membutuhkan transparansi informasi publik bagi pihak yang terkena dampak. Namun,
pemerintah memiliki persepsi yang berbeda mengenai transparansi diperlukan dalam
penyelenggaraan PROPER. Transparansi terbatas ditujukan untuk mencegah kesalahpahaman
di masyarakat akibat informasi yang kompleks. Selain itu, sosialisasi PROPER tidak
dilakukan karena kurangnya sumber daya manusia dan kendala waktu. Transparansi
diperlukan untuk membangun kepercayaan publik dan juga menyediakan sarana pendidikan
bagi masyarakat untuk berpartisipasi aktif dalam pengelolaan lingkungan (Dietz dan Stern
2008). Proses partisipasi yang dilaksanakan secara transparan dan mempertimbangkan
perspektif kelompok pemangku kepentingan yang relevan dapat meningkatkan kepercayaan
publik terhadap keputusan mengenai pengelolaan lingkungan hidup. Keputusan lingkungan
akan dianggap sebagai adil dan holistik ketika mempertimbangkan kepentingan para
pemangku kepentingan. Menurut (Richards et al. 2004) Karena persepsi dan ekspektasi yang
berbeda terhadap PROPER, bentuk transparansi yang akan dilaksanakan harus didiskusikan
dan disepakati para pemangku kepentingan.
Ada pendapat yang berbeda tentang kriteria perwakilan oleh Dewan Pertimbangan PROPER.
Dalam proses partisipasi publik, ketimpangan representasi beberapa pemangku kepentingan
dapat menghambat proses partisipasi (Richards et al. 2004). Dalam hal ini, LSM merasa
sebagai salah satu pemangku kepentingan yang tidak cukup terwakili melalui Dewan
Pertimbangan PROPER. Pemerintah terhambat masalah keterbatasan waktu dalam
pelaksanaan PROPER sehingga kriteria perwakilan tersebut dianggap tidak tercapai secara
Inez Silvy Yoanita Fitri / Joint European Master in Environmental Studies (2013) 50
optimal. Menurut Arnstein (1969), masalah dalam membentuk dewan yang akuntabel dan
representatif biasa terjadi dalam proses partisipasi. Dengan memberikan LSM kesempatan
untuk memilih perwakilan mereka, LSM akan memiliki kekuasaan untuk membentuk hasil
keputusan melalui perwakilannya sebagai anggota dewan. Tippett et al. (2007) berpendapat
bahwa proses partisipasi yang adil dan sah dapat dicapai melalui keadilan pembagian
kekuatan kelompok pemangku kepentingan dalam rapat dewan dan rasa saling percaya dalam
menyepakati hasil keputusan.
LSM menyatakan bahwa pengaduan masyarakat sangat penting sebagai informasi awal
tentang kinerja perusahaan untuk mengisi celah pada sistem penilaian PROPER yang
didasarkan pada verifikasi data yang dilakukan hanya dalam satu hari di masing-masing
perusahaan. Pendapat ini didukung oleh pejabat badan pengelolaan lingkungan hidup daerah,
karena verifikasi dilakukan dengan pemberitahuan sebelumnya kepada perusahaan dan sangat
mungkin bagi perusahaan untuk merencanakan agar hasil verifikasi memenuhi kriteria
penilaian secara memuaskan. Tidak ada jaminan bahwa hasil dari kegiatan verifikasi
lapangan dengan durasi satu hari dapat mewakili kinerja lingkungan perusahaan sepanjang
tahun.
Dalam hal ini, partisipasi publik memungkinkan PROPER untuk menghasilkan keputusan
yang akurat dan representatif. Ini berarti bahwa proses pengambilan keputusan telah
mencakup semua informasi terkait, termasuk masalah dan kekhawatiran dari semua pihak
terkait (Dietz dan Stern 2008). Kualitas keputusan dicapai dengan mempertimbangkan
informasi yang komprehensif (Fischer 2000). Kualitas keputusan yang tinggi akan dapat
meningkatkan program PROPER.
Ketika keputusan harus mencakup aspek teknis, partisipan harus memiliki kompetensi untuk
terlibat dalam proses pengambilan keputusan, sehingga membangun kompetensi diperlukan
untuk memastikan partisipasi pemangku kepentingan (Reed 2008). Publik telah terlibat
secara tidak langsung dalam PROPER melalui mekanisme penanganan pengaduan
masyarakat dan wawancara oleh Dewan Pertimbangan PROPER dan tim penilai perusahaan
kandidat peringkat emas sebagaimana dijabarkan dalam Subbab 5.1. Namun, keterlibatan
tersebut tidak didasari motivasi untuk mempengaruhi hasil PROPER. Terkait dengan
kurangnya informasi untuk mendorong masyarakat untuk terlibat dalam pengelolaan
lingkungan, masyarakat harus diberikan lebih banyak akses ke informasi mengenai
pengelolaan lingkungan. PROPER adalah sarana yang baik untuk menyediakan informasi
lingkungan dalam rangka meningkatkan kesadaran masyarakat untuk berpartisipasi aktif
dalam pengelolaan lingkungan. Temuan yang dibahas pada Subbab 5.4 tentang perbedaan
standar hukum dan persepsi masyarakat dalam pengawasan sosial dan kompetensi
masyarakat yang rendah dalam pengelolaan lingkungan menunjukkan bahwa publik perlu
dididik untuk terlibat dalam pengelolaan lingkungan. Peran masyarakat dalam pengawasan
sosial dan menginformasikan pemerintah tentang isu-isu lingkungan telah diatur secara
hukum. Jika masyarakat dibekali kompetensi untuk mengawasi pembuangan air limbah,
masyarakat dimungkinkan untuk melakukan pengawasan sosial dan jika perlu menyampaikan
keluhan kepada Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah untuk melaporkan kegiatan
melanggar hukum yang dilakukan perusahaan. Hal ini dapat meningkatkan kualitas hasil
peringkat PROPER melalui pengambilan keputusan berdasarkan perspektif yang lebih luas
terhadap program PROPER.
keterlibatan mereka dalam PROPER akan membawa perubahan positif bagi mereka, mereka
akan memiliki alasan dan motivasi untuk berpartisipasi aktif. Menurut Davies et al. (2004),
hal ini didasarkan pada sifat manusia yang akan bersedia untuk terlibat dalam partisipasi
ketika itu memberikan manfaat bagi mereka. Masyarakat seharusnya tidak diharapkan untuk
mengetahui keuntungan dari proses partisipatif karena masyarakat masih memiliki
kompetensi dan motivasi yang rendah untuk menyelidiki hasil partisipasi. Salah satu peran
partisipasi adalah menunjukkan manfaat dari keputusan lingkungan yang disepakati melalui
proses partisipasi (Davies et al. 2004). Peningkatan proses partisipasi terkait dengan
mempublikasikan dampak positifnya kepada masyarakat mungkin dapat membuat LSM
tertarik untuk terlibat dan mendukung PROPER sehingga PROPER dapat membuahkan lebih
banyak dampak positif.
Inez Silvy Yoanita Fitri / Joint European Master in Environmental Studies (2013) 53
BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN
Studi ini bertujuan untuk menyelidiki implementasi partisipasi masyarakat dalam
penyelenggaraan program PROPER di Indonesia. Berdasarkan kerangka evaluasi partisipasi
pemangku kepentingan, tingkatan partisipasi dan tantangan dalam implementasinya berhasil
diidentifikasi. Berdasarkan temuan-temuan tersebut, penelitian ini menghasilkan rekomendasi
untuk meningkatkan proses partisipasi pemangku kepentingan khususnya masyarakat lokal
dan LSM dalam rangka meningkatkan fungsi program PROPER. Peningkatan proses
partisipasi masyarakat diharapkan dapat mendukung program PROPER dalam mendorong
masyarakat untuk lebih aktif berpartisipasi dalam mendorong perusahaan untuk menjadi lebih
ramah lingkungan dan mempertahankan kinerjanya dalam pengelolaan lingkungan secara
umum.
Berdasarkan evaluasi proses partisipasi dalam program PROPER yang dibahas pada Subbab
5.1, terdapat kriteria yang tidak dipenuhi untuk mencapai proses partisipasi yang sukses.
Tidak ada upaya dari pemerintah untuk membangun tujuan bersama dan meningkatkan
kapasitas pemangku kepentingan. Persepsi perwakilan masyarakat mengenai partisipasinya
dalam program PROPER adalah bahwa PROPER tidak memberikan kesempatan bagi LSM
dan masyarakat lokal untuk mempengaruhi peringkat PROPER. Transparansi dan resolusi
konflik dianggap kurang. Dewan Pertimbangan PROPER dianggap tidak mewakili
masyarakat khususnya LSM. Publik juga tidak mengetahui dampak positif dari program
PROPER kepada masyarakat. Proses partisipasi masyarakat dapat ditingkatkan dengan
realisasi kriteria penting yang dibutuhkan untuk mencapai proses partisipasi yang sukses,
termasuk kriteria dalam kerangka evaluasi yang telah diterapkan oleh para peneliti dan dalam
berbagai literatur.
Faktor-faktor yang dapat menghambat proses partisipasi masyarakat juga diidentifikasi. Dari
hasil temuan yang ada, cara-cara meningkatkan partisipasi masyarakat yang dapat
direkomendasikan adalah sebagai berikut. Upaya perbaikan proses partisipasi masyarakat
dalam program PROPER terdiri dari peningkatan pemberdayaan masyarakat untuk
melakukan pengawasan sosial dan mekanisme penanganan pengaduan masyarakat mengenai
pelanggaran lingkungan oleh perusahaan, peningkatan komunikasi dan mekanisme
pendukung lainnya yang terkait dengan PROPER intern maupun antara Kementerian
Lingkungan Hidup dan badan pengelolaan lingkungan hidup tingkat daerah, waktu yang
cukup untuk proses partisipasi dan sumber daya manusia yang memadai, perancangan ulang
proses partisipasi pemangku kepentingan secara menyeluruh, akses informasi publik dan
pendidikan tentang pengelolaan lingkungan, kemitraan masyarakat dan pemerintah untuk
melakukan pengawasan sosial, dan peningkatan kapasitas LSM untuk mendukung PROPER
melalui input positif kepada pemerintah.
Ada persepsi dan ekspektasi yang berbeda dari berbagai kelompok pemangku kepentingan
terhadap PROPER. Partisipasi pemangku kepentingan merupakan sarana yang tepat untuk
mengakomodasi berbagai sudut pandang untuk membangun kesepahaman untuk
Inez Silvy Yoanita Fitri / Joint European Master in Environmental Studies (2013) 54
menghasilkan keputusan yang adil dan holistik yang diterima secara luas oleh masyarakat.
Peningkatan kualitas dan akurasi keputusan dapat dihasilkan dengan mempertimbangkan
informasi lingkungan dari LSM dan masyarakat lokal yang telah terbukti menjadi sumber
informasi penting (Subbab 5.3). Kompetensi perwakilan masyarakat sebagai salah satu
pemangku kepentingan dalam aspek teknis dan aspek partisipatif perlu ditingkatkan untuk
memperbaiki proses partisipasi dalam program PROPER sehingga meningkatkan keterlibatan
masyarakat dalam pengelolaan lingkungan. Perbaikan-perbaikan ini akan membangun
kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah.
Penelitian ini juga telah menghasilkan rekomendasi untuk peningkatan upaya pengelolaan
lingkungan di Indonesia pada umumnya. Seperti dijelaskan pada Subbab 5.2, PROPER
dianggap tidak berkontribusi secara signifikan terhadap peningkatan kualitas lingkungan. Hal
itu juga disadari oleh pemerintah, menurut pernyataan dari satu informan wakil pemerintah,
bahwa PROPER saja tidak dapat menyelesaikan semua masalah lingkungan di Indonesia.
Menurut Adnan (2009), meskipun PROPER telah berhasil meningkatkan ketaatan perusahaan
dan mengurangi beban pencemaran terhadap lingkungan, belum ada korelasi langsung
terhadap peningkatan kualitas lingkungan. Hal ini dikarenakan PROPER hanya berfokus
pada industri yang salah satu dari berbagai penyebab pencemaran lingkungan dan beberapa
kontributor penting seperti limbah kegiatan pertanian dan limbah domestik belum teratasi
dengan baik. Oleh karena itu, sangat penting untuk merumuskan kebijakan baru dan program
pengendalian pencemaran dari kegiatan dengan kontribusi yang signifikan terhadap degradasi
lingkungan. Hal ini sangat penting untuk mengembangkan sinergi antara PROPER dan
program lingkungan lainnya dalam sistem pengelolaan lingkungan di Indonesia untuk
mencapai kualitas lingkungan yang baik.
Inez Silvy Yoanita Fitri / Joint European Master in Environmental Studies (2013) 55
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR PUSTAKA
Adnan, M.G. 2009. Jalan Panjang Pengendalian Pencemaran di Indonesia. Jakarta: Deputi
Menteri Negara Lingkungan Hidup Bidang Pengendalian Pencemaran Lingkungan.
Afsah, S. and Vincent, J.R. 1997. Putting Pressure on Polluters: Indonesia's PROPER
Program – A Case Study. Harvard Institute for International Development. World Bank.
Afsah, S., Laplante, B., Wheeler,D., Makarim, N., Ridho, R., Sarjanto,A., Salim, A.,
Setiawan, M.A., Ratunanda, M., Wawointana, F., Dahlan R. 1995. What is PROPER?
Reputational Incentives for Pollution Control in Indonesia. World Bank.
ANTARANEWS. 2011. Walhi protests environment awards for Newmont, Nusa Halmahera.
http://www.antaranews.com/en/news/76289/walhi-protests-environment-awards-for-
newmont-nusa-halmahera. Tanggal terakhir diakses: 25 June 2013.
Areizaga, J., Sanò, M., Medina,R., Juanes J.2012. Improving public engagement in ICZM: A
practical approach. Journal of Environmental Management 109: 123-135.
Arnstein, S. 1969. A ladder of citizen participation. Journal of the American Planning
Association 35: 216–224.
Beierle, T.C., 2002. The quality of stakeholder-based decisions. Risk Analysis 22: 739–749.
Bellamy, J.A., Walker, D.H., McDonald, G.T., Syme, G.J., 2001. A systems approach to the
evaluation of natural resource management initiatives. Journal of Environmental
Management 63, 407–423.
Biggs, S., 1989. Resource-Poor Farmer Participation in Research: a Synthesis of Experiences
from Nine National Agricultural Research Systems. OFCOR Comparative Study Paper
Vol. 3. The Hague: International Service for National Agricultural Research.
Blackstock, K.L., Kelly, G.J., Horsey, B.L. 2007. Developing and applying a framework to
evaluate participatory research for sustainability. Ecological Economics 60: 726-742.
BPLHD Jawa Barat. 2013. BPLHD Jawa Barat. http://www.bplhdjabar.go.id/index.php.
Tanggal terakhir diakses: 27 June 2013.
Brinkerhoff, J.M. 2002. Assessing and improving partnership relationships and outcomes: a
proposed framework. Evaluation and Program Planning 25: 215–231.
Bryman, A. 2008. Social Research Methods. 3rd Ed. New York: Oxford University Press Inc.
Burton, P., Croft, J., Hastings, A., Slater, T., Goodlad R., Abbott, J., Macdonald, G. 2004.
What works in community involvement in area-based initiatives? A systematic review of
the literature. London: Home Office - Research, Development and Statistics Directorate.
Davidson, S. 1998. Spinning the wheel of empowerment. Planning 3: 14–15.
Davies, B.D., Blackstock, K.L., Brown, K.M. and Shannon, P. 2004. Challenges in creating
local agri-environmental cooperation action amongst farmers and other stakeholders:
final report. Scottish Executive Environment and Rural Affairs Department.
De Stefano, L. 2010. Facing the Water Framework Directive Challenges: A Baseline of
Stakeholder Participation in the European Union. Journal of Environmental Management
91: 1332-1340.
Dewi, J.S. 2011. “Study on Implementation of Public Access to Information on
Environmental Management (Case Study on the Implementation of Access to Information
in Ministry of Environment’s Program on Company’s Environmental Performance Rating
Program’s (PROPER))”. Master thesis. Jakarta, Indonesia: Universitas Indonesia.
Dewi, J.S. 2011. “Study on Implementation of Public Access to Information on
Environmental Management (Case Study on the Implementation of Access to Information
Inez Silvy Yoanita Fitri / Joint European Master in Environmental Studies (2013) 56
Tietenberg, T. 1998. Disclosure strategies for pollution control. Environmental and Resource
Economics 11: 587–602.
Tippett, J., Handley, J.F., Ravetz, J., 2007. Meeting the challenges of sustainable
development – A conceptual appraisal of a new methodology for participatory ecological
planning. Progress in Planning 67: 9–98.
Torres, M. M., and Kanungo, P. 2003. Indonesia's program for pollution control, evaluation,
and rating (PROPER). Empowerment case studies. Washington D.C.: The Worldbank.
WALHI Jawa Barat. 2013. Tentang Kami. http://walhijabar.wordpress.com/about/. Tanggal
terakhir diakses: 27 June 2013.
WALHI. 2010. Tentang WALHI. http://walhi.or.id/id/home/siapa-kami.html. Tanggal terakhir
diakses: 27 June 2013.
WALHI. 2011. Gugatan WALHI dkk kepada Kementerian Lingkungan Hidup untuk
membatalkan izin pembuangan tailing Newmont ke Teluk Senunu.
http://www.walhi.or.id/index.php/id/kampanye-dan-advokasi/tematik/tambang/1256-
gugatan-walhi-dkk-kepada-klh-untuk-membatalkan-izin-pembuangan-tailing-newmont-
ke-teluk-senunu.html. Tanggal terakhir diakses: 25 June 2013.
WALHI. 2012. Protes terhadap PROPER: Peringkat hitam bagi Kementerian Lingkungan
Hidup. http://walhi.or.id/index.php/id/ruang-media/siaran-pers/2952-protes-terhadap-
proper-peringkat-hitam-bagi-kementrian-lingkungan-hidup.html. Tanggal terakhir
diakses: 18 June 2013.
Wang, H., Bi, J., Wheeler, Wang, J., Cao, D., Lu, G., Wang, Y. 2004. Environmental
performance rating and disclosure: China’s GreenWatch program. Journal of
Environmental Management 71: 123–133.
Weber, N., and Christopherson, T. 2002. The influence of non-governmental organisations on
the creation of Natura 2000 during the European policy process. Forest Policy and
Economics 4: 1-12.
Wheeler, D., and Afsah, S. 1996. Going public on polluters in Indonesia: Bapedal’s
PROPER PROKASIH program. Washington, DC: International Executive Reports.
Wilcox, D. 1994. The Guide to Effective Participation. http://www.partnerships.org.uk/guide.
Tanggal terakhir diakses: 25 June 2013.
Yin, R.K. 2003. Case Study Research: Design and Methods. 3rd Ed. California: Sage.
Inez Silvy Yoanita Fitri / Joint European Master in Environmental Studies (2013) 59
Akademisi
No Institusi Jabatan
8 Institut Teknologi Bandung, Indonesia Guru Besar Program Studi Teknik Kimia, Fakultas Teknologi Industri
9 Universitas Gadjah Mada, Indonesia Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
10 Universitas Lampung, Indonesia Dosen Departemen Teknologi Agroindustri
Inez Silvy Yoanita Fitri / Joint European Master in Environmental Studies (2013) 60
Industri
No Perusahaan Jabatan
11 PT Aneka Tambang, UBPE Pongkor Staf HES Department
12 Supervisor Senior Keamanan dan Humas
PT Indonesia Power, UBP Kamojang
13 Ahli madya K3 Kimia dan Lingkungan
14 Asisten manajer humas
PT Pertamina Geothermal Energy
15 Ahli Lindungan Lingkungan
LSM
No Institution Position
16 WALHI (Wahana Lingkungan Hidup Indonesia) Manajer Kampanye untuk Tambang dan Energi
17 ICEL (Indonesian Center for Environmental Law) Staf legal
18 JATAM (Jaringan Advokasi Tambang) Koordinator
19 SatuDunia Manajer Divisi Knowledge Management
20 KIARA (Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan) Koordinator Pendidikan dan Jaringan
21 DPKLTS (Dewan Pemerhati Kehutanan dan Lingkungan Tatar Sunda) Koordinator Divisi Informasi dan Komunikasi
22 WALHI West Java Province Direktur eksekutif
23 Yayasan KEHATI (Keanekaragaman Hayati Indonesia) Direktur Komunikasi dan Penggalangan Sumber Daya
24 Yayasan SPEKTRA (Studi dan pengembangan Keberdayaan Rakyat) Direktur eksekutif
Masyarakat Lokal
No Kecamatan Profesi
25 Kertasari Petani
26 Pangalengan Aktivis lingkungan hidup
Kepala Desa Marga Mulya – Ketua Asosiasi Kepala Desa Kecamatan Pangalengan
27 Pangalengan
(terlibat dalam program pengembangan masyarakat PT Star Energy Geothermal (Wayang Windu, Ltd.))
28 Ibun Aktivis lingkungan hidup
29 Ibun Ketua RW di Desa Laksana / Ketua Kelompok Persemaian binaan PT Indonesia Power, UBP Kamojang
Karyawan PT Indonesia Power, UBP Kamojang/
30 Ibun
Ketua Kelompok Usaha Mandiri binaan PT Indonesia Power, UBP Kamojang
*Semua perwakilan masyarakat sekitar lokasi industri yang diwawancara adalah laki-laki dengan rentang usia 29-60 tahun.
Inez Silvy Yoanita Fitri / Joint European Master in Environmental Studies (2013) 61
Institusi Pemerintah
No Institusi Profil
Kementerian Lingkungan Hidup adalah institusi pemerintah yang bertanggung jawab dalam pengelolaan
lingkungan hidup di tingkat nasional di Indonesia, terdiri dari tujuh deputi kementerian. PROPER adalah
Kementerian
1 salah satu program unggulan Kementerian Lingkungan Hidup di bawah Deputi Bidang Pengendalian
Lingkungan Hidup
Pencemaran Lingkungan dan Deputi Bidang Pengelolaan B3, Limbah B3 dan Sampah (Dewi 2011;
Kementerian Lingkungan Hidup 2011).
Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) Propinsi Jawa Barat bertanggung jawab dalam
pengelolaan lingkungan hidup di tingkat provinsi di Jawa Barat. Struktur organisasi BPLHD Jawa Barat
Badan Pengelolaan
terdiri dari Bidang Tata Kelola Lingkungan, Bidang Pengendalian Pencemaran Lingkungan, Bidang
2 Lingkungan Hidup Daerah
Konservasi SDA dan Mitigasi Bencana, dan Bidang Penataan Hukum Kemitraan dan Pengembangan
(BPLHD) Propinsi Jawa Barat
Kapasitas Lingkungan. Penilaian PROPER berada di bawah Subbidang Pembinaan Pengendalian
Pencemaran Lingkungan (BPLHD Jawa Barat 2013).
Akademisi
No Nama Profil
Guru Besar Program Studi Teknik Kimia, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Bandung,
Indonesia. Beliau telah bekerja sama dengan Kementerian Lingkungan Hidup sebagai staf ahli
1 Prof. Tjandra Setiadi
pembuatan kerangka peraturan lingkungan hidup mengenai pengelolaan limbah beracun dan berbahaya
dan peraturan lainnya. (Sumber: wawancara)
Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Gadjah Mada, Indonesia. Beliau terlibat dalam
2 Jamil Bahruddin tim perumus salah satu kriteria PROPER yaitu pengembangan masyarakat. Saat ini, beliau adalah
koordinator tim penilaian PROPER untuk criteria pengembangan masyarakat. (Sumber: wawancara)
Dosen Departemen Teknologi Agroindustri, Universitas Lampung, Indonesia. Beliau terlibat kerja sama
dengan Kementerian Lingkungan Hidup dalam pembuatan revisi peraturan lingkungan hidup. Beliau
3 Dr. Udin Hasanudin juga melakukan konsultansi bagi industri untuk peningkatan kinerja industri dalam pengelolaan
lingkungan hidup, pengolahan dan penggunaan kembali limbah industri dalam kaitannya dengan
memenuhi penilaian PROPER yang lebih baik. (Sumber: wawancara)
Inez Silvy Yoanita Fitri / Joint European Master in Environmental Studies (2013) 62
Industri
No Perusahaan Profil
PT Antam Tbk adalah satu-satunya perusahaan milik negara yang bergerak di bidang eksplorasi dan
eksploitasi sumber daya mineral di Indonesia. Salah satu komoditas utamanya yaitu emas dengan salah
satu unit produksinya berada Pongkor, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. PT Aneka Tambang,
PT Aneka Tambang,
1 UBPE Pongkor telah menjadi peserta PROPER sejak tahun 2003 dan meraih peringkat biru kemudian
UBPE Pongkor
peringkat hijau empat kali berturut-turut pada tahun 2007 hingga 2011. Pada tahun 2012, peringkat biru
diperoleh bukan karena kinerja perusahaan yang menurun, namun karena ada perubahan standar
penilaian PROPER (Sumber: wawancara)
PT Indonesia Power didirikan pada tanggal 3 Oktober 2000 sebagai anak perusahaan PT Pembangkitan
Jawa Bali I. Indonesia Power mengoperasikan delapan Unit Bisnis Pembangkitan (UBP) dan Unit Bisnis
PT Indonesia Power,
2 Pemeliharaan di Jawa dan Bali, salah satunya yaitu UBP Kamojang. PT Indonesia Power, UBP
UBP Kamojang
Kamojang meraih peringkat PROPER biru kemudian peringkat hijau sebanyak lima kali sampai tahun
2012. (Sumber: Indonesia Power 2011; wawancara)
Pertamina Geothermal Energy (PGE), anak perusahaan PT Pertamina (Persero), berdiri sejak tahun 2006
telah diamanatkan oleh pemerintah untuk mengembangkan 15 Wilayah Kerja Pengusahaan geothermal
PT Pertamina Geothermal
3 di Indonesia. Unit bisnis Kamojang memiliki kapasitas 200 MW. PGE Area Kamojang meraih peringkat
Energy Area Kamojang
PROPER biru pada tahun 2003, kemudian peringkat hijau hingga tahun 2010, dan peringkat emas dua
tahun terakhir. (Sumber: Pertamina 2013; Pertamina Geothermal Energy 2013; wawancara)
Lembaga Swadaya Masyarakat
No Institusi Profil
WALHI adalah organisasi lingkungan hidup yang independen, non-profit dan terbesar di Indonesia.
WALHI WALHI hadir di 28 propinsi dengan total 479 organisasi anggota dan 156 anggota individu (terhitung
(Wahana Lingkungan Hidup Desember 2011) yang secara aktif berkampanye di tingkat lokal, nasional dan internasional. WALHI
1
Indonesia/ Indonesian Forum for menentang model pembangunan saat ini yang berhaluan globalisasi ekonomi dan korporasi. WALHI
Environment) mempromosikan solusi yang akan membantu menciptakan lingkungan yang berkelanjutan dan
berkeadilan sosial masyarakat (WALHI 2010).
ICEL adalah organisasi hukum lingkungan non pemerintah yang independen, bergerak dalam bidang
ICEL penelitian dan pengembangan hukum lingkungan, advokasi dan pemberdayaan masyarakat yang
2 (Indonesian Center for berupaya mewujudkan tegaknya prinsip-prinsip Good Sustainable Development Governance atau Tata
Environmental Law) Pemerintahan Yang Baik Berwawasan Pembangunan Berkelanjutan dalam pengelolaan kehidupan
berbangsa dan bernegara di Indonesia (ICEL 2013).
Inez Silvy Yoanita Fitri / Joint European Master in Environmental Studies (2013) 63
No Institusi Profil
JATAM adalah jaringan organisasi non pemerintah (ornop) dan organisasi komunitas yang memiliki
JATAM kepedulian terhadap masalah-masalah HAM, gender, lingkungan hidup, masyarakat adat dan isu-isu
(Jaringan Advokasi Tambang/ keadilan sosial dalam industri pertambangan dan migas. Pertemuan Nasional (Pernas) JATAM
3
Mining Advocacy Network) 2013 di Surabaya telah merumuskan mandat baru. Mandat JATAM 2014-2016 adalah
melawan penghancuran dengan membangun produksi konsumsi tandingan yang berkeadilan
dan berdaya pulih. (JATAM 2013).
KIARA adalah organisasi non-pemerintah yang berdiri pada tahun 2003. Organisasi nirlaba ini
diinisiasi oleh WALHI, Bina Desa, JALA (Jaringan Advokasi untuk Nelayan Sumatera Utara), Federasi
KIARA (Koalisi Rakyat untuk Serikat Nelayan Nusantara (FSNN), dan individu-individu yang menaruh perhatian terhadap sektor
4 Keadilan Perikanan/ Fisheries kelautan dan perikanan. Sejak awal berdiri, KIARA berkomitmen untuk memperkuat kelompok
Justice Coalition) nelayan dan masyarakat yang tinggal di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil agar memperoleh
perlindungan dan kesejahteraan hidup yang layak dari Pemerintah Republik Indonesia (Forest People
Programme 2013).
Jaringan Yayasan SatuDunia adalah jaringan kerja kolaboratif yang bersifat menetap, dalam
jangka waktu yang relatif panjang serta mempunyai tujuan bersama. SatuDunia dalam berbagai
SatuDunia jaringan memegang peran sesuai dengan core isu dan kompetensi yaitu dalam bidang
5
(OneWorld Indonesia) Informasi, Pengetahuan, Komunikasi dan Teknologi. SatuDunia/OneWorld Indonesia
merupakan bagian dari jaringan informasi global OneWorld Internasional, www.oneworld.net,
yang terdiri lebih dari 1600 organisasi di 11 pusat regional di seluruh dunia (SatuDunia 2010).
WALHI adalah organisasi lingkungan hidup yang independen, non-profit dan terbesar di Indonesia.
6 WALHI West Java Province WALHI Jawa Barat hadir di 8 Kabupaten/Kota dengan total 23 organisasi anggota dan yang secara
aktif berkampanye di tingkat lokal di Jawa Barat. (WALHI Jawa Barat 2013).
No Institusi Profil
KEHATI adalah institusi independen non-pemerintah institusi yang bertujuan untuk mempromosikan
konservasi dan pemanfaatan berkelanjutan sumber daya keanekaragaman hayati di Indonesia untuk
Yayasan KEHATI
generasi sekarang dan mendatang secara nasional dan global. KEHATI mendanai dan memfasilitasi
(Keanekaragaman Hayati
8 upaya konservasi keanekaragaman hayati yang dilakukan oleh LSM, masyarakat setempat, pemuda,
Indonesia/ Indonesian
ilmuwan, profesional dan anggota masyarakat sipil lainnya. Untuk mencapai tujuannya, KEHATI
Biodiversity Foundation)
mendukung kesadaran dan pendidikan masyarakat, pemberdayaan masyarakat, advokasi kebijakan, dan
membangun jaringan di tingkat lokal, nasional dan internasional (KEHATI 2013).
LP3ES, sebuah LSM nasional mendirikan sebuah lembaga pada tanggal 9 Januari 1996 dengan nama
Yayasan SPeKTRA (Studi dan
SPEKTRA (Studi dan Pengembangan Keberdayaan Rakyat). SPEKTRA dalam mencapai visi dan
Pengembangan Keberdayaan
9 misinya didukung oleh berbagai institusi internasional, perusahaan, dan pemerintah. Pada saat ini
Rakyat/ People's Empowerment
SPeKTRA bekerja sama dengan PT Unilever Indonesia menggerakkan program pengembangan
and Development Studies)
masyarakat. (Sumber: wawancara)
No Kecamatan Profil
Kecamatan Kertasari berdekatan dengan lokasi beberapa perusahaan, antara lain PT Star Energy
1 Kertasari
Geothermal (Wayang Windu Ltd.) dan PT Chevron Geothermal Indonesia. (Sumber: wawancara)
PT Star Energy Geothermal (Wayang Windu Ltd.) berlokasi di Kecamatan Pangalengan dimana
2 Pangalengan perusahaan menjalankan program pengembangan masyarakat untuk 6 desa yang berbatasan langsung
dengan lokasi kegiatan perusahaan, salah satunya yaitu desa Margamulya. (Sumber: wawancara)
PT Pertamina Geothermal Energy Area Kamojang and PT Indonesia Power UBP Kamojang berlokasi
3 Ibun di Kecamatan Ibun dimana kedua perusahaan menjalankan program pengembangan masyarakat.
(Sumber: wawancara)
Inez Silvy Yoanita Fitri / Joint European Master in Environmental Studies (2013) 65
Profil LSM
Tanggal didirikan:
Berbadan hukum: sejak:
Mohon dijelaskan bagaimana Anda terlibat dalam/ dengan PROPER.
Pertanyaan umum tentang keterlibatan dalam PROPER dan dampak PROPER
1. Bagaimana pengalaman Anda berkaitan dengan program PROPER?
2. Apakah menurut Anda PROPER telah berfungsi secara baik? Mohon penjelasannya.
3. Apa Anda memiliki saran dan masukan agar PROPER dapat berfungsi lebih lagi?
Partisipasi masyarakat secara umum dan berkaitan dengan PROPER
1. Apakah ada contoh peningkatan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan lingkungan hidup?
2. Apa yang menjadi kendala dalam merealisasikan aspek partisipasi masyarakat dalam program
PROPER?
3. Apa saran dan harapan Anda dalam peningkatan dan perbaikan realisasi aspek partisipasi
masyarakat dalam PROPER?
4. Apakah Anda mengetahui hukum dan peraturan tentang partisipasi masyarakat?
5. Apakah pelaksanaan PROPER telah memenuhi hukum dan peraturan mengenai informasi publik
dan partisipasi masyarakat?
6. Apa sajakah yang telah dilakukan pihak PROPER dalam rangka memfasilitasi aspek partisipasi
masyarakat?
7. Apakah pernah dilakukan evaluasi tentang aspek partisipasi masyarakat dalam program
PROPER? Jika ya, bagaimana hasilnya?
8. Apakah ada upaya peningkatan aspek partisipasi masyarakat dalam PROPER? Mohon
penjelasannya.
Membangun visi dan tujuan bersama
Apakah pernah dilakukan usaha membangun visi bersama dengan masyarakat mengenai PROPER?
Bagaimana contohnya? Mohon penjelasannya.
Peningkatan kapasitas
1. Apakah yang pernah dilakukan PROPER dalam rangka peningkatan kapasitas masyarakat
untuk lebih aktif berpartisipasi dalam PROPER?
2. Apakah menurut anda kegiatan peningkatan kapasitas masyarakat ini harus dilakukan?
3. Jika ya? Apa saran anda untuk implementasinya? Mohon penjelasannya.
Resolusi Konflik
1. Apakah pendapat anda mengenai protes hasil PROPER di media?
2. Apa yang telah dilakukan pihak PROPER untuk mencegah terjadinya konflik (misalnya: protes)?
3. Apa saja yang dilakukan PROPER untuk menindaklanjuti protes tersebut?
4. Apakah PROPER pernah berusaha mengatasi konflik yang terjadi berkaitan dengan reaksi
masyarakat terhadap hasil PROPER? Mohon penjelasannya.
Inez Silvy Yoanita Fitri / Joint European Master in Environmental Studies (2013) 66
Transparansi
1. Bagaimana pendapat Anda mengenai transparansi dalam penyelenggaraan PROPER?
2. Apakah ada upaya untuk meningkatkan transparansi PROPER?
3. Bagaimana bentuk upaya tersebut?
4. Apakah Anda setuju dengan sistem penyebaran informasi yang hanya mencakup ranking warna
perusahaan saja? Mohon penjelasannya.
5. Bagaimana dengan informasi detail mengenai proses penilaiannya? Apakah menurut Anda perlu
untuk disebarluaskan? Apakah menurut Anda informasi tersebut akan lebih bermanfaat jika
disebarluaskan?
Representasi masyarakat oleh Dewan Pertimbangan PROPER
Apakah menurut Anda Dewan Pertimbangan PROPER telah cukup mewakili masyarakat? Mohon
penjelasannya.
Dampak yang Diakui Masyarakat
Apakah peringkat PROPER perusahaan mempengaruhi komitmen perusahaan terhadap peningkatan
kesejahteraan masyarakat, khususnya masyarakat di sekitar lokasi industri?
7. Apakah masyarakat sekitar dalam kaitannya dilibatkan dalam penilaian PROPER? Mohon
penjelasannya.
8. Bagaimana PROPER memberikan dampak kepada masyarakat sekitar?
9. Apakah perusahaan punya interaksi atau dialog dengan masyarakat sekitar? Mohon
penjelasannya. Pernahkah perusahaan menginformasikan masyarakat sekitar tentang PROPER?
10. Apa pendapat Anda tentang keterlibatan masyarakat sekitar lokasi industri dalam penilaian
PROPER? Mohon penjelasannya.
11. Apakah Anda pernah berkomunikasi langsung dengan Dewan Pertimbangan PROPER?
12. Apa pendapat Anda tentang representasi dan kredibilitas Dewan Pertimbangan PROPER?
Apakah Anda memiliki keberatan atau saran untuk Dewan Pertimbangan PROPER?
13. Apakah menurut Anda PROPER telah berfungsi dengan baik? Mohon penjelasannya.
14. Bagaimana menurut Anda agar PROPER bisa berfungsi lebih baik?
15. Apakah Anda setuju bahwa semua hasil penilaian PROPER disebarluaskan ke publik? Mohon
penjelasannya.
16. Apa pendapat Anda tentang standar kriteria penilaian PROPER?
17. Apakah Anda punya saran lain untuk meningkatkan keefektifan PROPER?
c. Pertanyaan untuk informan dari kalangan akademik
1. Mohon penjelasannya mengenai keterlibatan Anda dalam PROPER?
2. Apa pendapat Anda tentang protes LSM terhadap penilaian PROPER?
3. Apa pendapat Anda tentang sudut pandang dan persepsi LSM tentang pengelolaan lingkungan
hidup di Indonesia?
4. Apakah menurut Anda PROPER telah berfungsi dengan baik? Mohon penjelasannya.
5. Bagaimana menurut Anda PROPER bisa berfungsi lebih baik?
6. Apa pendapat Anda tentang standar kriteria penilaian PROPER?
7. Apakah Anda memiliki saran lain untuk meningkatkan keefektifan PROPER?
d. Pertanyaan untuk informan dari perwakilan masyarakat yang tinggal di sekitar lokasi industri
1. Perusahaan apa saja yang berlokasi disekitar tempat tinggal masyarakat disini?
2. Apakah Anda mengetahui kegiatan bisnis perusahaan?
3. Apakah adanya perusahaan berdampak pada kehidupan Anda atau masyarakat di sekitar lokasi
perusahaan ? Mohon penjelasannya.
4. Apakah ada dampak negatif dan positif dari kegiatan perusahaan terhadap lingkungan sekitar?
Mohon penjelasannya.
5. Mohon penjelasannya mengenai kondisi demografi di lokasi sekitar perusahaan (populasi dan
kesejahteraan penduduk)?
6. Pernahkah Anda mendengar tentang PROPER? Jika ya, bagaimana / dari siapa / apa yang Anda
tahu tentang hal itu? (Jika tidak, jelaskan kepada masyarakat setempat apa PROPER)
7. Apakah Anda pernah terlibat dalam penilaian PROPER? Jika ya, apa pengalaman Anda dengan
itu? Apakah Anda bersedia untuk terlibat dalam penilaian PROPER selanjutnya? (Jika tidak,
jelaskan apa itu PROPER, dan tanyakan apakah mereka akan bersedia / tertarik untuk terlibat)
8. Apakah saran Anda agar masyarakat di sekitar lokasi perusahaan lebih dilibatkan dalam penilaian
PROPER?
9. Apakah masyarakat terlibat dalam perencanaan program CSR perusahaan? Apakah ada evaluasi
program yang melibatkan masyarakat?
10. Apakah Anda pernah berinteraksi dengan pekerja/ wakil dari perusahaan? Mohon penjelasannya.
Secara umum, bagaimana hubungan masyarakat dengan perusahaan (baik, buruk atau netral)?
11. Apakah Anda pernah terlibat dalam penilaian PROPER (diwawancarai oleh Dewan Pertimbangan
PROPER)?