Anda di halaman 1dari 11

Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Volume
Jurnal Ilmu 15,
Sosial dan Nomor
Ilmu 1, Juli
Politik, Vol. 20111,(68-78)
15, Nomor Juli 2011

ISSN 1410-4946

Inovasi Pelayanan Publik Setengah Hati:


Studi Pelayanan Publik SAMSAT Kota Yogyakarta

Wasisto Raharjo Jati


Universitas Gadjah Mada, Jl. Sosio Yustisia Yogyakarta
e-mail: wasisto.raharjo@mail.ugm.ac.id

Abstract

Paradigm shift in public services to be more transparent, accountable, and participatory


encountered many obstacles at its implementation. Constraints are not only coming from
the government officials but also from the people who do not fully believe in the improve-
ment efforts being taken by the government. Taking the example of One Stop Service
(Samsat) in the city of Yogyakarta, this paper presents a portrait of public service deliv-
ery that is still full of practices that are inconsistent with the principles of new public
management.

Key Words:
public service reform; brokering; minimal service

Abstrak

Pergeseran paradigma penyelenggaraan pelayanan publik menuju pola pelayanan yang


lebih transparan, akuntabel dan partisipatif ternyata pada tataran implementasi menemui
banyak kendala. Kendala tersebut tidak hanya berasal dari sisi aparat pemerintah namun
juga dari sisi masyarakat yang belum sepenuhnya percaya terhadap upaya perbaikan
yang tengah dilakukan pemerintah. Dengan mengambil contoh praktik pelayanan di
Kantor Sistem Administrasi Manunggal Satu Atap (Samsat) Kota Yogyakarta, paper ini
menyajikan potret pelayanan publik yang masih sarat dengan praktik-praktik yang tidak
sesuai dengan prinsip new public management.

Kata Kunci:
reformasi pelayanan publik; percaloan; pelayanan minimalis

Pendahuluan efisien, efektif, dan demokratis. Proses


Pola sentralisasi masih melekat dalam transisi reformasi pelayanan publik yang
manajemen pelayanan publik masa kini. masih berjalan lambat dan setengah –
Hal tersebut tentunya menjadi sangat tengah ditengarai menjadi penyebabnya
problematis dan dilematis mengingat sehingga terjadi ambivalensi dalam proses
diskursus inovasi penyelenggaraan pelayanan publik. Adapun ambivalensi
pelayanan publik mulai banyak dipratikkan yang dimaksud adalah citra biner yang
di level daerah sebagai manifestasi ditampilkan antara keinginan “relatif”
mempublikkan pelayanan publik yang birokrat untuk berubah sesuai tuntuan

68
Wasisto Raharjo Jati, Inovasi Pelayanan Publik Setengah Hati: Studi Pelayanan Publik SAMSAT Kota Yogyakarta

reformasi pelayanan berbasiskan langsung) dengan objek yang diteliti dalam


mekanisme pasar, sementara ada keinginan model penelitian partisipatoris. Penelitian
lain yang ingin mempertahankan unsur tersebut dilakukan untuk dapat menyajikan
konservatif yakni mempertahankan adanya secara langsung hakikat hubungan antara
sentralisasi pelayanan publik yang peneliti dan informan, serta lebih peka untuk
komprehensif di Samsat dengan warisan dapat menyesuaikan diri dengan banyak
prosedur yang membingungkan. penajaman pengaruh bersama dan terhadap
Kata “relatif ” menjadi kata kunci pola-pola nilai yang dihadapi
utama permasalahan untuk melakukan (Moleong,1995: 5). Dalam hal ini, Peneliti
proses inovasi penyelenggaraan pelayanan ingin melakukan komparasi pelayanan
publik karena sikap para pemberi layanan publik yang terdapat di Kantor Samsat Kota
yang enggan melakukan improvisasi untuk Yogyakarta maupun Kantor Samsat Drive
mempercepat dan mempersingkat proses Thru dengan berpartisipasi secara aktif dan
dalam memberikan pelayanan karena takut pasif dalam meneliti dinamika pelayanan
melanggar regulasi yang ketat dan publik di kedua institusi tersebut. Ditinjau
mengikat, sementara masyarakat sendiri dari perspektif analisa kebijakan publik,
menginginkan pelayanan publik yang penelitian ini bercorak analysis of. Artinya
cepat, efektif, dan efisien. Oleh karena itulah, peneliti menggunakan suatu pendekatan
terjadi deprivasi relatif dalam pelayanan teori untuk menganalisa implementasi
publik dalam pengurusan pajak kendaraan kebijakan publik sehingga dari situ
yakni kesenjangan harapan untuk melihat kemudian diketahui apakah teori dan
proses pelayanan publik yang cepat. Namun praktik dalam kebijakan publik sendiri
realitanya, keinginan masyarakat tersebut beriringan ataukah tidak sama sekali
justru tak terpenuhi. Maka di tengah (Santoso, 2011: 12).
kesenjangan harapan dan realita untuk Adapun instrumen yang digunakan
melihat proses pelayanan publik yang cepat, untuk upaya penggalian dan mengolah data
muncullah praktik percaloan yang hadir adalah dengan menggunakan dua sumber
sebagai agency untuk menjawab keinginan data yaitu primer dan sekunder. Data primer
publik. Praktik percaloan ini merupakan dilakukan melalui indeepth interview
struktur informal yang hadir dalam proses sehingga penggalian informasi dapat
kepengurusan pelayanan publik. diperoleh secara mendalam. Sebagai peneliti,
Adapun dinamika perubahan dari Old penulis melakukan wawancara tersebut
Public Administration menuju New Public dengan dua cara yaitu, Pertama, terbuka
Management sendiri tidak berjalan mulus dimana peneliti memberitahu kepada
dalam pelayanan di Kantor Samsat yang informan bahwa peneliti adalah mahasiswa
justru tidaklah berjalan maksimal. Yang jurusan politik dan pemerintahan Fisipol
terjadi justru adalah dikotomi praktik UGM yang sedang mencari data terkait
pelayanan publik di mana Kantor Samsat dengan bagaimana pelayanan publik di
Kota Yogyakarta masih menggunakan cara Samsat Kota Yogyakarta, sehingga disini
– cara konvensional, sementara pada kasus pihak informan pun mengetahui kehadiran
yang terjadi di Samsat Drive Thru adalah pewawancara sebagai peneliti yang bertugas
bentuk pelayanan publik berbasiskan NPM. melakukan wawancara di lokasi penelitian.
Dalam hal ini, hasil wawancara yang
Metode Penelitian didapat adalah dari Kepala Samsat Kota
Dalam penelitian lapangan ini, peneliti Yogyakarta. Kedua, wawancara dilakukan
berupaya melakukan engaged (berinteraksi dengan penyamaran. Di sini peneliti sendiri

69
Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Vol. 15, Nomor 1, Juli 2011

berpura – pura menjadi klien pembayar Gagasan kedua dalam OPA adalah
pajak sehingga tidak ketahuan kalau tim adanya prinsip efisiensi dalam
adalah mahasiswa sehingga baik calo menyelenggarakan administrasi publik.
maupun petugas tidak curiga sama sekali. Untuk dapat menciptakan penyelenggaraan
Pencarian data selanjutnya adalah dengan administrasi publik yang efisien maka
menggunakan data sekunder yaitu, data dibutuhkan struktur organisasi yang terpadu
yang dapat dikatakan telah tersedia secara dan bersifat hierarkis. Adanya dua gagasan
fisik. Data sekunder ini kami peroleh dari besar dalam OPA, maka konsekuensi yang
data yang dapat dicari secara manual yakni, diterapkan dalam penyelenggaraan publik
melalui literatur yang tersedia seperti adalah penyediaan pelayanan publik yang
mendalami teks, buku, web, brosur, maupun secara langsung dimonopoli oleh pemerintah
literatur yang relevan untuk digunakan melalui badan-badan publik. Perspektif ini
dalam menganalisa data. juga berpandangan bahwa prinsip efisiensi
hanya dapat dilakukan oleh pemerintah
Perdebatan Old Public Management dengan sistem yang state driven sehingga
dan New Public Management partisipasi masyarakat dalam proses
Secara leksikal, pelayanan publik penyelenggraan pelayanan sangatlah minor.
diartikan upaya negara untuk memenuhi Selain itu, dilakukan pembatasan bagi ad-
hak hak dasar masyarakat dalam ministrator publik dalam melakukan
kapasitasnya sebagai warga negara perencanaan, pengorganisasian, pengelolaan
(Puspitosari, 2007: 13). Definisi tersebut pegawai, pengarahan, pengordinasian,
memberi pertanyaan mengenai karak- pelaporan dan pengganggaran.
teristik pola pelayanan publik yang Dalam perkembangannya model OPA
dilakukan negara dalam menjawab kemudian mengalami perubahan seiring
pertanyaan elementer tersebut. Menurut dengan kemunculan pemikiran baru tentang
Deinhart (2004) setidaknya terdapat tiga perspektif administrasi publik seperti
pola pelayanan publik yang bisa digunakan, pandangan tentang pilihan publik (public
yaitu Old Public Administration (OPA), New choice). Pandangan baru ini cenderung
Public Management (NPM), dan New Pub- menggunakan pendekatan ekonomi. Teori
lic Service (NPS). Adapun dalam penulisan ini disarikan atas beberapa asumsi. Pertama,
makalah ini, hanya akan dijelaskan dua teori ini memusatkan perhatiannya terhadap
pendekatan pertama. Pendekatan pertama individu dengan asumsi bahwa pengambilan
merupakan perspektif klasik yang sering keputusan perorangan adalah pilihan
digunakan dalam memahami pelayanan rasionalitas terbaik karena ia bisa
publik. Dalam perspektif OPA sendiri, mendapatkan pelayanan sesuai dengan
terdapat dua gagasan besar di dalamnya. keinginannya. Kedua, teori ini juga
Pertama, adanya pemisahan antara memusatkan barang-barang publik (public
administrasi pemerintahan dan politik. goods) sebagai output dari badan publik.
Artinya administrasi pemerintahan Ketiga, teori ini juga didasarkan atas asumsi
hanyalah sebagai instrumen dalam bahwa situasi keputusan yang berbeda akan
implementasi kebijakan yang dibuat di menghasilkan pendekatan berbeda dalam
wilayah politik. Dalam hal ini, admintrasi penentuan kebijakan sehingga dapat
publik diasumsikan sangat netral dan mempengaruhi pilihan-pilihan dalam
profesional serta bertanggung jawab menentukan kemanfaatan barang. Dengan
terhadap pemerintah politik (Denhart, 2004: demikian, teori tentang pilihan publik
7).

70
Wasisto Raharjo Jati, Inovasi Pelayanan Publik Setengah Hati: Studi Pelayanan Publik SAMSAT Kota Yogyakarta

menjadi penghubung antara Old Public membebani anggaran. Oleh karena itulah,
Administrasion dan New Public Management. beban anggaran kemudian bertambah
Karakteristik pola pelayanan publik seiring dengan laba yang didapat oleh
pelayanan publik yang kedua adalah New badan usaha negara yang justru mengalami
Public Management. Dalam pendekatan kerugian. Maka sebagai aksi reduktif
yang kedua ini, model ini berusaha maupun kuratif, pemerintah Barat mau
menggunakan pendekatan sektor swasta tidak mau harus memangkas pola banalitas
dan pendekatan bisnis dalam sektor publik. yang dilakukan oleh para birokrat tersebut
Pendekatan kedua ini sebenarnya banyak dimulai dari melakukan pengadopsian nilai
dipengaruhi oleh ilmuwan ekonomi pasar yang fundamental yakni produce
sehingga sering kali dikaitkan dengan rather than spending (Kurniawan, 2007: 34)1.
konsep-konsep market economics, cost and Adapun logika tersebut kemudian
benefits, dan rational model choice. diterjemahkan dalam berbagai pola aksi
Sebenarnya pemakaian istilah secara untuk melakukan reformasi pelayanan
substantif hampir sama antara public admin- publik. Dimulai dari melakukan pemisahan
istration dan public management, yaitu antara birokrat wewenang dan pelaksana di
menekan pada fokus implementasi lapangan. Hal tersebut sangatlah urgen dan
kebijakan. Yang membedakan hanyalah signifikan mengingat selama ini terjadi
kecenderungan pemakaian istilah public ad- politisasi yang dilakukan oleh top bureau-
ministration dengan ilmu sosial dan politik, cracy kepada street level bureaucracy
sedangkan public management cenderung sehingga mengakibatkan birokrasi menjadi
sering kali digunakan dalam ilmu ekonomi. tidak netral dan multi kepentingan dalam
Gambaran yang lebih utuh tentang melaksanakan tugas. Maka pemisahan
perspektif New Public Management ini dapat tersebut dianggap penting untuk mereduksi
dilihat dari pengalaman Amerika Serikat hal – hal tersebut. Kedua, adalah diseminasi
sebagaimana tertuang dalam sepuluh informasi. Informasi menjadi kata kunci bagi
prinsip “mewirausahakan birokrasi menurut khalayak luas untuk mendapatkan
Osborne & Gaebler (2007: 54). Adapun aksesbilitas mendapatkan pelayanan dari
Prinsip-prinsip tersebut antara lain adalah: instansi pemerintah. Dalam pola pelayanan
catalytic government: steering rather than rowing, publik yang lama, akan sangatlah terlihat
community-owned government: empowering rather jelas, bahwa informasi justru dimonopoli
than serving, competitive government: injecting oleh rezim birokrasi. Hal itu dilakukan
competition into service delivery, mission-driven untuk menjaga hubungan struktural antara
government: transforming rule-driven
birokrasi dengan masyarakat karena
organizations, results-oriented government: funding
outcomes not inputs, customer-driven government:
meeting the needs of the customer not the
1
bureaucracy,entreprising government: earning rather Logika produce rather than spending ini dicetuskan
oleh Perdana Menteri Inggris Margareth Thatcher
than spending, anticipatory government: prevention
dalam sidang parlemen Inggris di Westminster
rather than cure, decentralized government: from Parliamentary pada dekade 1980-an. Thatcher
hierarchy to participation and team work, market- prihatin dengan kondisi keuangan minus yang
oriented government: leveraging change through dialami British Petroleum, Royal Mail Service, Brit-
the market. ish Airways, maupun BUMN lainnya. Thatcher
menuding birokrasi yang lamban merupakan
Kesepuluh konsep itu merupakan sumber utama krisis keuangan berbagai
abstraksi kuratif dari kondisi lemahnya perusahaan negara. oleh karena itulah, Thatcher
birokrasi yang terdapat di Amerika Utara kemudian menelurkan kebijakan debirokratisasi
maupun companyzation untuk mendorong
maupun Eropa Barat di mana birokrasi perusahaan negara meraih profit dan
cenderung tidak efektif, efisien, dan menguntungkan negara.

71
Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Vol. 15, Nomor 1, Juli 2011

birokrasi merupakan satu-satunya aktor pelayanan proses pembayaran pajak


oligarkis dalam menjaga informasi tersebut kendaraan, mutasi, uji kir, perpanjangan
(Mahmudi, 2003: 76). BPKB, maupun uji rangka kendaraan.
Premis tersebut kini terkikis seiring Institusi ini mewadahi semua bentuk
dengan majunya teknologi dan informasi pelayanan yang ada, namun harus melalui
dimana penyebaran akan informasi berbagai pintu yang berbeda. Pintu yang
menjadi lebih terinklusi dan deliberatif dimaksud adalah aspek prosedural,
sehingga masyarakat multi level pun dapat administratif, maupun regulasi yang
mengaksesnya. Oleh karena itulah, berbeda tergantung jenis pelayanan apa
diseminasi akan informasi dalam pelayanan yang mau dikehendaki masyarakat.
publik juga perlu dilakukan mengingat Namun, di balik adanya berbagai
sumber informasi yang kini tidak tunggal. perbedaan pintu tersebut, kesemuanya
Informasi menjadi kata kunci dalam kemudian mempunyai simililaritas yakni
menyelenggarakan pelayanan publik yang bentuk pelayanan yang lama, prosedur
akuntabel dan transparan sehingga potensi yang berbelit, regulatif, maupun sikap
akan praktik pungutan liar maupun aksi arogan rutin yang dipertontonkan oleh
koruptif dan kolusi lainnya dapat tereduksi birokrat. Adanya patologi tersebut
dengan sendirinya. Ketiga adalah adanya mengisyaratkan bahwa pelayanan publik
desentralisasi dalam melakukan pelayanan yang dilakukan di Samsat sendiri masih
publik. Birokrat dituntut untuk menghadir- mencerminkan pola lama old public
kan pelayanan hingga ke pelosok sehingga management.
masyarakat pun dapat mengaksesnya. Hal ini ditengarai karena masih adanya
Desentraliasi pelayanan publik sendiri sentralisasi pelayanan yang dilakukan oleh
dituntut untuk menghadirkan kualitas Samsat sehingga menimbulkan konteks
pelayanan publik yang sama dengan ketergantungan yang begitu besar dari
penyelenggaraan pelayanan publik yang masyarakat kepada Samsat. Masyarakat
terdapat di kota. tidak mempunyai pilihan lain dalam
Adapun pengkondisian pelayanan melakukan pembayaran pajak kendaraan
publik yang terjadi dalam kasus Amerika secara komprehensif selain halnya di Samsat.
Utara maupun Eropa Barat sendiri dimana Besarnya animo sendiri akan pelayanan di
birokratnya dapat direformasi dengan nilai Samsat sendiri justru tidak diimbangi
pasar justru belum dianggap maksimal di ketersediaan jumlah SDM yang mumpuni
Indonesia. Dalam kasus di Indonesia, sehingga mengakibatkan proses pelayanan
birokratnya justru malah mengkomodifikasi kepada masyarakat menjadi lama.
nilai pasar menjadi stimulan untuk mengejar Lamanya proses pelayanan publik yang
rente ekonomi. Persoalan yang terjadi dilakukan oleh birokrat justru
lainnya adalah munculnya aktor ekstra memunculkan aktor ekstra negara untuk
negara yang hadir untuk memberikan melakukan penetrasi dalam memberikan
pelayanan publik yang lebih baik pelayanan yang lebih cepat dan efisien
ketimbang dengan apa yang dilakukan oleh dalam bentuk aksi percaloan. Hadirnya
birokrat. praktik percaloan dalam kepengurusan
pajak kendaraan bermotor merupakan
Pola Pelayanan Publik Kantor Samsat bentuk dari lemahnya kontrol pengawasan
Kantor Samsat (Satuan Manunggal Satu negara. Hal ini muncul karena akses
Atap) Kota Yogayakarta merupakan bentuk masyarakat untuk mendapatkan informasi
palayanan satu atap yang digunakan untuk dalam persyaratan administrasi dianggap

72
Wasisto Raharjo Jati, Inovasi Pelayanan Publik Setengah Hati: Studi Pelayanan Publik SAMSAT Kota Yogyakarta

cukup mahal sehingga semakin membuat tersebar baik di lingkungan internal dan
masyarakat untuk apatis mengurusi eksternal Kantor Samsat. Oleh karena itulah,
kebutuhannya secara mandiri. Bentuk praktik percaloan sendiri sangatlah sulit
apatisme lain dari masyarakat dapat diberantas oleh para petugas Samsat. Selain
terindikasi ketika dihadapkan pada proses itu pula di sisi yang lain, praktik percaloan
pelayanan yang cukup rumit di mata publik secara implisit juga diperlukan oleh para
sebagaimana tertera dalam skema di bawah birokrat yang berada di lingkungan Kantor
ini. Samsat untuk sekadar mereduksi jumlah
Tabel 1: Prosedur pembayaran Pajak Kendaraan permintaan masyarakat yang berjubel
Bermotor dan Bea Balik Kendaraan, Samsat Kota setiap harinya dengan memberi akses lebih
Yogyakarta kepada para calo untuk menguruskan surat
para kliennya tersebut dikarenakan jumlah
SDM aparatur pemberi layanan di Kantor
Samsat sendiri mengalami keterbatasan.
Bisa dibayangkan dalam realitanya
sekarang ini, perbandingan antara jumlah
aparatur sebagai provider dengan
masyarakat sebagai demander berbanding 1:
1000 artinya satu aparatur harus melayani
1000 orang, padahal seharusnya idealnya 1:
100 sehingga pelayanan lebih cepat.
“Pelayanan pembayaran pajak di Samsat
ini masih terhambat keterbatasan jumlah
aparatur di dalam melayani masyarakat,
dimana satu personil bisa sampai melayani
dengan perbandingan 1:1000 sehingga hal
inilah yang membuat pelayanan bisa
menjadi lama dan tidak efektif, padahal
idealnya tiap personil seharusnya hanya
Sumber: Brosur Prosedur Pembayaran Pajak
melayani seratus orang,” jelas Kepala
Kendaraan Bermoror Samsat Kota Yogyakarta
Samsat Kota Yogyakarta Totok Jaka
Maka berawal dari situ, praktik Suwarto. Adapun pelayanan yang diberikan
percaloan informal dianggap mampu oleh para calo sendiri sebagaimana yang
membantu memberikan pelayanan secara diungkapkan oleh salah satu calo bahwa
cepat tanpa harus menunggu proses antrian “adanya pelayanan yang kurang efektif di
yang memakan waktu. Seiring dengan Samsat tersebut dapat dijadikan ajang bisnis
berjalannya waktu, praktik percaloan yang percaloan” kemudian telah dianggap dapat
semula masih bersifat informal menjadi lebih memuaskan daripada mengurus
terinstitusionalisasi menjadi biro jasa yang sendiri dengan antrian yang sangatlah
mempunyai badan hukum yang tetap panjang sebagaimana tertera dalam tabel di
dengan memiliki berbagai anak buah yang bawah ini.

73
Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Vol. 15, Nomor 1, Juli 2011

Tabel 2: Tabulasi Pelayanan Publik Samsat Kota Dilema & Permasalahan Pelayanan
Yogyakarta Publik di Kantor Samsat Yogyakarta
Meminjam terminologi Anthony
Giddens (2010) tentang struktur yakni
aturan mengenai pertukaran sumber daya
antar para aktor sebagai “agency” yang
harus dipatuhi bersama dalam mencapai
tujuan umum. Kata “agency” menunjukkan
sebagai intermediari dalam usaha mem-
Berdasarkan pada pembacaan tabel di perlancar pertukaran sumber daya tersebut
atas, dapat dikatakan bahwa selain halnya sehingga tidak ada yang diuntungkan dan
lemahnya kontrol birokrat yang berada di dirugikan secara sepihak.3 Merujuk pada
dalam lingkungan Samsat juga dapat praktik percaloan yang terjadi dalam
disebabkan oleh ketidakmampuan birokrat pelayanan pembayaran pajak kendaraan di
untuk melayani masyarakat secara cepat, Kantor Samsat, dapat dikatakan bahwa calo
efektif, dan efisien sesuai dengan misi sendiri merupakan salah satu dari 3 aktor
reformasi pelayanan publik berbasis pada yakni birokrat dan masyarakat dalam
nilai pasar dikarenakan tidak diimbangi hubungan piramida yang kausalistik
dengan penambahan jumlah aparatur. sebagaimana dalam gambar di bawah ini.
Adapun upaya birokrat di Kantor Samsat
Tabel 3
mendiseminasikan informasi tentang leaflet Relasi Struktur Informal dalam Pelayanan
sebagai wujud pengadopsian nilai pasar, Publik Samsat Kota Yogyakarta
agar masyarakat mengurus sendiri
pembayaran pajaknya. Namun, masyara-
kat sendiri sudah sangat apatis dan skeptis
karena substansi leaflet yang masih
formalistik dengan regulasi yang rumit dan
kurang menarik dibaca. Oleh karena itulah
sejatinya nilai New Public Management
sendiri tidak dilakukan oleh para pemberi
layanan, melainkan digerakkan oleh para
calo maupun biro jasa yang berkeliaran
setiap harinya, justru pelayanan informal
Sumber: dikutip dengan perubahan dari
berbasiskan biro jasa sebagai agency yang
teori strukturasi Giddens (2010, 55)
mendapatkan apresiasi dari masyarakat.
Seperti telah ditulis sebelumnya, bahwa
biro jasa ini mendapatkan akses khusus dari
birokat untuk mengurus surat pembayaran
2
Tabulasi ini merupakan hasil olahan komparasi dari kliennya dan sekadar membantu
yang dilakukan tim peneliti dengan membandingan mempercepat proses pengurusan pajak.
data formal yang diperoleh dari hasil wawancara Adapun keistimewaan yang didapat oleh
dengan aparat terkait dengan data informal yang
diperoleh dari para calo yang berkeliaran di para calo dari birokrat tersebut juga
Halaman Samsat serta Informasi mengenai dibangun atas kesepatakan bersama yakni
layanan perpanjangan pajak kendaraan diperoleh
3
dari hasil wawancara dengan Totok Jaka Suwarto, Giddens sendiri beranggapan bahwa agent sendiri
selaku Kepala Dispenda Kota Yogyakarta, bertindak secara netral untuk menjembatani
Yogyakarta 9 Mei 2011. dualitas struktur yang menjadi kliennya.

74
Wasisto Raharjo Jati, Inovasi Pelayanan Publik Setengah Hati: Studi Pelayanan Publik SAMSAT Kota Yogyakarta

0,5 % dari uang klien yang diuruskan dan psikologis, masyarakat tahunya sudah
kepada calo disumbangkan kepada beres dengan diuruskan kepada calo sebagai
birokrat4. Logika tersebut sendiri masih agency sehingga daripada mempercayai
mendera di kalangan birokrat khususnya birokrat, mereka cenderung menyukai cara
petugas Samsat, mereka justru meng- calo bekerja.
komodifikasikan nilai pasar menjadi ajang
mencari rente ekonomi dengan imbalan Pelayanan Publik di Kantor Samsat
efektifitas dan efisiensi pelayanan publik Drive-Thru
kepada masyarakat. Oleh karena itulah,
Gagasan pendirian Samsat Drive Thru
sejatinya tidak ada praktik reformasi
sendiri berasal dari permasalahan yang
pelayanan publik berbasiskan New Public
dihadapi oleh Pemerintah Provinsi DIY
Management, yang ada hanyalah Quasi -
maupun Polda DIY yang jengah melihat
New Public Management karena para
praktik percaloan sedemikian akut yang
birokrat Kantor Samsat sendiri pun masih
terkadang juga menumbuhkan praktik
berpikir pada corak Old Public Management
KKN yang dilakukan oleh birokrat terutama
secara regulatif, namun berpratik kolutif
pelaksana tugasnya. Menindaklanjuti hal
ekonomi dengan berpraktik percaloan
tersebut, maka dibentuklah Kantor Samsat
menjadikan pelayanan pembayaran Pajak
Pembantu Drive Thru yang berada di Jalan
Kendaraan Bermotor (PKB) maupun Bea
Parangtritis Km 5, Sewon, Bantul pada
Balik Nama Kendaraan (BBNM) di Kantor
tahun 2006 silam. Di sana layanan layanan
Samsat Kota Yogyakarta menjadi ajang
pembayaran pajak kendaraan lebih cepat
komoditas rente 5. Prosedur yang me-
dan efektif dengan waktu yang relatif cukup
nyulitkan kadang membingungkan
singkat sekitar 10 menit. Bahkan, pemilik
masyarakat sendiri kala mengurus pajak
kendaraan tidak perlu keluar cukup
kendaraan menumbuhkan cara berpikir
memberikan biaya administrasi saja.
instan dengan memanfaatkan calo maupun
Keunggulan lain yang dimiliki adalah
biro jasa. Walaupun kesepakatan yang
memberikan kemudahan kepada wajib
disetujui adalah mahalnya biaya ke-
pajak kendaraan di DIY dalam memenuhi
pengurusan oleh para calo, namun segelintir
kewajibannya sehingga tidak hanya
masyarakat sendiri puas dengan pelayanan
eksklusif wilayah administratif Kabupaten
yang diberikan calo yang cepat, efektif, dan
Bantul semata dikarenakan sistem Drive
efisien daripada mengurus sendiri yang
Thru berbasiskan pada sistem daring yang
memakan waktu satu hari penuh. Secara riil
mengintegrasikan sejumlah data elektronik
4
Kesepakatan tersebut dilakukan sebagai bentuk kendaraan dari semua Kantor Polres
berburu rente (rent seeking) yang dilakukan oleh maupun Samsat yang tersebar di seluruh
birokrat Kantor Samsat dengan memanfaatkan
calo sebagai jejaring untuk menggaet masyarakat.
wilayah administrasi Provinsi DIY. Adapun
informasi mengenai logika rente birokrasi sistem Drive Thru ini merupakan bentuk
diperoleh berdasarkan wawancara dengan Tugiyo, pengabdosian pelayanan berbasiskan fran-
juru parkir sekaligus calo di Kantor Samsat Drive
Thru, Yogyakarta 10 Mei 2011.
chise yang jamak terlihat di restoran
5
Quasi - New Public Management merupakan bentuk waralaba untuk meningkatkan kualitas
patologi yang terjadi dalam pelaksanaan NPM layanan publik pembayaran pajak
dikarenakan para birokrat sendiri masih terpenjara
dengan pola lama yang tidak efektif dan efisien
kendaraan bermotor6.
dalam memberikan layanan. Para pemberi
layanan justru melakukan komodifikasi nilai NPM 6
seperti halnya efektif, efisiensi, dan beorientasi Sebagai bentuk penerapan orientasi pelayanan
hasil untuk semakin menjadi – jadi dalam bertindak NPM yang berbasiskan desentralisasi dan devolusi
koruptif. dalam memberikan pelayanan kepada masya-

75
Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Vol. 15, Nomor 1, Juli 2011

Penerapan Drive Thru ini merupakan pada bentuk perpanjangan pajak kendaraan
bentuk solutif untuk mengurangi adanya yang terbatas pada perpanjangan STNK
praktek calo atau biro jasa sebagaimana saja, sementara untuk urusan lainnya seperti
yang ada pada Kantor Samsat7. Namun di halnya urusan bea balik nama, uji rangka
sisi lain, Drive Thru ini belum bisa menjawab mesin, perpanjangan SIM, uji kir kendaraan
apatisme masyarakat dalam reformasi bermotor, urusan BPKB, dan kasus
pelayanan publik. Hal tersebut ditengarai hilangnya SIM & STNK masih dilakukan di
karena pelayanan pajak kendaraan Kantor Samsat masing masing di
bermotor berbasiskan Drive Thru ini terlalu Kabupaten/ Kota Provinsi DIY. Oleh karena
eksklusif, eksperimental, dan kurang itulah, watak sentralisasi masih begitu
komprehensif. Eksklusif di sini dapat menguat dalam praktik reformasi pela-
dijelaskan bahwa pelayanan publik pajak yanan publik berbasis pasar karena praktik
kendaraan ini hanya terbatas pada kalangan desentralisasi layanan masih bersifat
kendaraan beroda empat saja, sementara minimalis8. Kendala lain yang timbul dari
bagi masyarakat pengguna kendaraan penerapan Drive Thru ini adalah kurangnya
beroda dua masih menggunakan cara lama diseminasi informasi yang diterima oleh
yakni antre di loket pembayaran. Tentunya masyarakat luas untuk mengakses reformasi
hal tersebut menjadi ironi dikarenakan pelayanan publik tersebut. Maka bisa jadi
sebagian besar masyarakat pengguna dari hal tersebut, masyarakat masih skeptis,
layanan Samsat Drive Thru ini adalah apatis, dan permisif akan keinginan para
pengguna kendaraan bermotor roda dua. birokrat untuk mengubah pola pelayanan
Selain itu pula, kapasitas pelayanan yang publik berbasiskan nilai pasar dikarenakan
dilakukan di Samsat Drive Thru ini juga tidak ada niat sungguh sungguh untuk
masih terbatas dengan hanya melayani 10- melakukannya. Adapun secara psikologis
20 mobil saja dengan waktu operasional dan kultur, masyarakat secara dogmatik
pukul 08.00 s/d 12.00 WIB. Adapun juga cenderung menyerahkan urusan
eksperimental yang dimaksud adalah, pelayanan publik ke Kantor Samsat
Samsat Drive Thru ini hanyalah progam pi- daripada ke Samsat Drive Thru. Mereka
lot project satu satunya di Provinsi DIY belum terbiasa untuk melakukan proses
sehingga pelayanan yang diberikan belum pembayaran pajak kendaraan di instansi
maksimalis karena baru dalam taraf ujicoba. selain Kantor Samsat sehingga menyebab-
Padahal seharusnya Drive Thru ini kan praktik reformasi pelayanan publik
merupakan inovasi yang sudah dima- tersendiri juga belum berjalan optimum dan
tangkan konsepnya sehingga mampu maksimum. Oleh karena itulah, praktik
memuaskan pelayanan kepada masyarakat. penerapan New Public Management sendiri
Permasalahan lain yang muncul dari yang berlaku di Kantor Samsat sendiri
Samsat Drive Thru ini adalah kurang hanya berjalan dari satu arah saja yakni para
komprehensif dalam memberikan pe- birokrat, itupun masih menyisakan berbagai
layanan. Ditengarai, hal tersebut bersumber pemasalahan lain dalam internal dalam
birokratnya sendiri. Sementara di sisi lain,
rakat sehingga terjadi diseminasi pelayanan yang
adil dan merata bagi publik
masyarakat tidak paham akan New Public
7
Penerapan sistem Drive Thru sendiri tak lepas dari Management yang diemban oleh para
perubahan reformasi pelayanan publik yang
dilakukan oleh Polri kepada masyarakat. 8
pelayanan Drive Thru sendiri pertama kali Sistem Drive Thru sendiri yang terdapat di
diluncurkan di wilayah Poltabes Surabaya pada Yogyakarta baru sampai pada level pilot project
tahun 2006 yang kemudian diikuti serupa oleh Polres sehingga sering kali pelayanan yang diberikan
lain di seluruh Indonesia. kurang maksimal kepada masyarakat

76
Wasisto Raharjo Jati, Inovasi Pelayanan Publik Setengah Hati: Studi Pelayanan Publik SAMSAT Kota Yogyakarta

birokrat dikarenakan kurangnya keter- layanan yang begitu cepat daripada yang
bukaan informasi yang dilakukan oleh para dilakukan oleh birokrat. Calo maupun biro
birokrat. jasa menjadi agency antara birokrat
maupun masyarakat dalam praktik
Kesimpulan pelayanan pembayaran pajak di Kantor
Pengadopsian nilai pasar dalam New Samsat.
Public Management yang diharapkanakan Penerapan New Public Management
mampu sebagai upaya kuratif atas model sendiri juga dilakukan setengah hati oleh
pelayanan publik sebelumnya justru para birokrat Kantor Samsat melalui sistem
berakhir pada aksi karikatif yang Drive Thru. Hal itu dikarenakan masih
diperlihatkan oleh para birokrat. Karikatif terbatasnya praktik pelayanan publik
di sini dapat terlihat dari komodifikasi nilai melalui sistem tersebut, karena semuanya
nilai pasar seperti halnya efektifitas maupun masih dikendalikan Kantor Samsat
efisiensi justru menjadi penguat legitimasi Kabupaten/ Kota. Selain itu pula akses
bagi kalangan birokrat terutama pemberi masyarakat untuk merasakan pelayanan
jasa layanan pembayaran pajak kendaraan berbasiskan Drive Thru ini juga masih
di Kantor Samsat Yogyakarta untuk terbatas akan diseminasi maupun
berpraktik kolutif, manipulatif, dan berburu keterbukaan informasi yang diberikan oleh
rente dengan menjadikan pembayaran para birokrat sehingga menjadikan
pajak kendaraan sebagai komoditas pribadi. masyarakat sendiri menjadi apatis dan
Selain itu pula, praktik New Public Manage- permisif. Hal lain yang mengganjal dalam
ment sendiri tidak diimbangi dengan reformasi pelayanan publik New Public
penambahan SDM aparatur maupun Management sendiri juga karena secara
infrastruktur pendukung sehingga psikis masyarakat cenderung menggu-
menjadikan pelayanan publik sendiri nakan cara lama untuk mengakses pe-
menjadi lambat dan tidak efektif, efisien layanan publik terutama dalam
yang sejatinya bukan tujuan yang ingin kepengurusan Pajak Kendaraan Bermotor
dicapai oleh dalam implementasi New Pub- (PKB). Oleh karena itulah, praktik New Pub-
lic Management itu sendiri. Maka ditengah lic Management di aras lokal belum dapat
komplekstitas dan sengkarutnya penerapan dikatakan berhasil sepenuhnya karena
New Public Management, muncullah praktik kultur lama birokrat maupun kondisi psikis
percaloan yang ironisnya menawarkan jasa masyarakat masih kuat dalam pelaksanaan
pelayanan publik.

77
Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Vol. 15, Nomor 1, Juli 2011

Daftar Pustaka Moleong. (1999). Metodologi Penelitian


Kualitatif. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Denhardt, D. (2004). The New Public Service: Osborne, David. (2006). Mewirausahakan
Serving, Not Steering. New York: M.E. Birokrasi. Jakarta: Grafindo.
Sharpe.
Puspitosari,Hesti. (2007). Wajah Buram
Giddens, Anthony. (2010). Teori Strukturasi. Pelayanan Publik. Malang: Yappika.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Santoso, Purwo. (2011). Analisa Kebijakan
Kurniawan, Teguh. (2007). ’Pergeseran Publik. Yogyakarta: JPP UGM.
Administrasi Publik: Dari Perilaku
Model Klasik dan NPM Menuju Good Taufik. (2010). ‘Samsat Jogja Dipenuhi Calo’.
Governance’. Jurnal Ilmu Administrasi (http://jogja.tribunnews.com/samsat-
Publik, Vol. 7, No. 1. Edisi Maret – Mei jogja-dipenuhi-calo_files, diakses pada
2007. Hal 34-50. tanggal 20 Mei 2011)

Mahmudi. (2003). ‘New Public Management


(NPM): Pendekatan Baru Manajemen
Sektor Publik’. Jurnal Sinergi, Vol 6 No
1. Edisi Juli – September 2003. hal 76-
85.

78

Anda mungkin juga menyukai