Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dibidang kesehatan dan farmasi sangat erat hubungannya dengan dunia
mikroorganisme, dikarenakan banyak penyakit yang disebabkan oleh mikroorganisme
pathogen yang salah satunya adalah penyakit malaria. Penyakit ini disebabkan oleh suatu
protozoa yang disebut Plasmodium Sp.
Malaria sangat dikenal oleh sebagian orang. Hal ini dikarenakan penyakit malaria
merupakan salah satu penyakit yang mematikan di dunia. Dan salah satu pandemi yang
pernah dialami negara-negara di dunia, khususnya banyak terjadi dinegara tropis.
Indonesia sebagai salah satu negara tropis yang rentan dengan pandemi malaria tersebut.
Indonesia pernah tercatat sebagai negara dengan jumlah kasus kematian tinggi akibat
kasus malaria.
Dalam kasus malaria penyebab utama dari banyak kematian adalah protozoa
Plasmodium Sp. Plasmodium malariae merupakan anggota dari genus Plasmodium yang
dapat menyebabkan suatu penyakit malaria kuartana. Yang tingkat keparahannya lebih
tinggi dari penyakit malaria tertiana ringan yang disebabkan oleh Plasmodium ovale.
Organisme ini dapat melakukan penyerangann terhadap tubuh manusia dan melakukan
regenerasi yang sangat cepat sehingga dibutuhkan pengetahuan yang lebih mendalam
lagi tentang hal tersebut untuk dapat mengetahui berbagai informasi malaria, khususnya
tentang Plasmodium malariae.

1.2 Tujuan
Makalah ini disusun dengan tujuan sebagai berikut :
1. Mengetahui berbagai informasi mengenai karakteristik dari Plasmodium
malariae, termasuk siklus hidup dan dampak negatifnya.
2. Mengetahui karakteristik dari jenis nyamuk Anopheles Sp. sebagai vektor
dari Plasmodium malariae.
3. Mengetahui informasi tentang penyakit malaria, baik penyebab, gejala-
gejala yang ditimbulkan, cara pencegahan maupun cara pengobatannya.

Plasmodium malariae Page 1


BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Klasifikasi Plasmodium malariae

Kingdom : Protista
Phylum : Apicomplexa
Class : Aconoidasida
Order : Haemosporida
Family : Plasmodiidae
Genus : Plasmodium
Species : Plasmodium malariae

Secara keseluruhan Plasmodium terdiri dari 12 sub genera. Dari 12 sub genera
tersebut, hanya 3 sub gewnera yang menyebabkan parasit pada manusia yaitu sub genera
Plasmodium, sub genera Laverinia, dan sub genera Vinckeria. Lima sub genera menjadi
parasit pada reptilia dan sub genera lainnya hidup pada burung (Aves). Plasmodium
malariae biasa ditemaukan di Indonesia Bagian Timur.

2.2Struktur Tubuh Plasmodium malariae


Plasmodium malariae termasuk dalam phylum Apicomplexa atau Sporozoa.
Sporozoa merupakan golongan protista
yang dapat membentuk spora untuk
menginfeksi inangnya. Plasmodium
malariae tidak memiliki alat gerak
khusus, sehingga gerakannya dilakukan
dengan mengubah kedudukan tubuhnya.
Plasmodium malariae merupakan
parasit pada manusia (penyebab
penyakit malaria quartana, ia
mengambil makanan dengan menyerap
dari tubuh inangnya. Respirasi dan
ekspirasi terjadi secara difusi.

Plasmodium malariae Page 2


Plasmodium memiliki struktur tubuh berbentuk bulat yang dapat mencapai 10 mm. Tubuh
terbentuk dari kumpulan tropozoit memanjang. Dibagian anterior terdapat kompleks
apikal berupa kait, penghisap, atau filamen sederhana untuk melekatkan diri pada inang.
Kompleks apikal hanya terlihat dengan mikroskop elektron.

2.3 Anopheles Sp.


Klasifikasi Anopheles Sp.
Kingdom : Animalia
Phylum : Arthropoda
Class : Insecta
Order : Diptera
Superfamily : Culicoidea
Family : Colicidae
Subfamily : Anophelinae
Genus : Anopheles

Anopheles (nyamuk betina)


merupakan salah satu anggota dari family Culicidae. Terdapat 400 spesies nyamuk
Anopheles. Namun, hanya 30-40 yang dapat menjadi vektor malaria. Secara alami
Anopheles gambiae paling terkenal akibat peranannya sebagai penyebar parasit malaria
(misalnya Plasmodium malariae). Di Indonesia, ditemukan 80 spesies nyamuk
Anopheles tetapi hanya 16 spesies sebagai vektor malaria Ciri nyamuk Anopheles Relatif
sulit dibedakan dengan jenis nyamuk lain, kecuali dengan kaca pembesar. Ciri paling
menonjol yang bisa dilihat oleh mata telanjang adalah posisi waktu menggigit
menungging, terjadi di malam hari, baik di dalam maupun di luar rumah, sesudah
menghisap darah nyamuk istirahat di dinding dalam rumah yang gelap, lembab, di bawah
meja, tempat tidur atau di bawah dan di belakang lemari.

Plasmodium malariae Page 3


2.4Siklus Hidup Anopheles

1.

Telur
Untuk bertelur nyamuk betina akan mencarai tempat seperti genangan air dan
daun pepohonan yang lembab. Telur akan
diletakkan berpencar. Telur yang semua
berwarna putih, 12-24 jam kemudian berwarna
hitam sebagai kamuflase agar tidak dimakan oleh
hewan atau insecta lainnya. Telur akan menetas
dalam waktu 2-3 hari menjadi larva.
2. Larva (Jentik)
Larva nyamuk merupakan fase hidup
diair, meskipun demikian untuk bernafas
larva harus menghirup udara secara langsung.
Untuk itu bagian belakang tubuhnya
dilengkapi dengan semacam pipa panjang
hingga menembus permukaan air.
Mikroorganisme merupakan makanan larva.
Dengan menggerakkan mulutnya yang menyerupai sikat, air dibuat berpusar
sehingga mikroorganisme dapat masuk ke dalam mulutnya. Pada waktu bahaya,
larva dapat menyelam dan berenang di dalam air. Stadium larva biasanya
berlangsung selama 4-6 hari.

Plasmodium malariae Page 4


3. Pupa
Pupa tidak lagi mensuplai makanan ke
dalam tubuhnya (fase istirahat). Pada stadium
ini, pupa bernafas pada permukaan air dengan
menggunakan 2 tanduk kecil yang berada pada
prohorax. Pupa juga sewaktu bahaya dapat
menyelam di dalam air. Stadium ini umumnya
berlangsung hingga 5-10 hari.

4. Nyamuk.

Setelah mengalami fase Pulpa, akan keluar dari


kepompongnya menjadi nyamuk yang sempurna.
Selanjutnya nyamuk akan mencari makan dan
berpasangan dan fase-fase diatas akan terulang
kembali.

2.5 Siklus Hidup Plasmodium malariae

Siklus hidup pada manusia


Bila nyamuk terinfeksi plasmodium
menghisap darah vertebrata, nyamuk
menginjeksikan air ludahnya (saliva) yang
berisi sporozoit yang kecil dan
memanjang masuk kedalam aliran darah.
Pada dasarnya sporozoit bentuknya mirip
dengan Emeria atau parasit coccidia
dengan panjang 10-15 um dan diameter 1
um.

Plasmodium malariae Page 5


Begitu masuk aliran darah sporozoit langsung menghilang dalam waktu 1 jam.
Ternyata mereka masuk kedalam parenchym hati atau organ internal lainnya. Fase ini
disebut fase “Pre erytrocytic” atau “exoerytrocytic primer” (schizogony). Begitu
masuk kedalam sel hati, parasit bermetamorfosis menjadi trophozoit. Trophozoit
memakan cytoplasma dari sel hospes secara pynositosis. Setelah sekitar 1 minggu,
trophozoit menjadi masak dan mulai mengalami proses scizogony. Sejumlah anak nuclei
terbentuk dan berubah bentuk menjadi schizont yang disebut “Cryptozoit” . Dalam masa
pembelahan inti, membrana nukleus tetap utuh. Mitokondria membesar pada saat terjadi
perkembangan trophozoit menjadi banyak mitokondria. Merozoit yang terbentuk terjadi
setelah proses cytokinesis. Merozoit lebih pendek daripada sporozoit. Merozoit masuk ke
sel hati lainnya dan membentuk schizont dan kemudian membentuk merozoit lagi.

Merozoit meninggalkan sel hati berpenetrasi ke dalam sel erytrocyt, ini adalah awal
fase “erytrocytic”. Begitu masuk erytrocyt, merozoit berubah bentuk menjadi
trophozoit lagi. Cytoplasma sel darah dimakan dan membentuk vacuola cincin
cytoplasma dengan nukleus berada dipinggirnya. Pada saat trophozoit tumbuh, vacuola
menjadi tidak jelas, tetapi terlihat granula pigmen dari hemozoin dari vacuola.
“Hemozoin” adalah produk dari digesti parasit asal hemoglobin dari hospes tetapi bukan
degradasi dari bagian hemoglobin.

Parasit cepat berkembang menjadi schizont. Bilamana perkembangan merozoit telah


sempurna, maka sel pecah kemudian keluar sel metabolik dari parasit dan residu dari sel
hospes termasuk hemozoin. Banyak merozoit dibunuh oleh sel reticuloendothelial dan
leucocyt, tetapi masih ada sejumlah merozoit yang berparasit dalam sel hospes.

Setelah beberapa generasi proses reproduksi asexual tersebut, beberapa merozoit


masuk kedalah sel erytrocyt dan membentuk “Macrogametocyt” dan
“microgametocyt”, berbentuk agak pipih dan mengandung hemozoin.
“Gametocytogenesis” mungkin juga terjadi dalam hati. Bila tidak termakan nyamuk,
gametocyt segera akan mati atau dimakan oleh sel phagocyt dalam sistem
reticuloendothelial.

Siklus Hidup pada Nyamuk Anopheles Betina


Bila erytrocyt yang mengandung gemetocyt dihisap oleh nyamuk yang bukan vektor
(tidak cocok), maka darah akan didigesti dan parasit akan mati. Tetapi bila dihisap oleh
nyamuk vektor (cocok) maka gametocyt berkembang menjadi gamet. Secara alami hanya

Plasmodium malariae Page 6


nyamuk betina yang menghisap darah. Hospes yang cocok pada parasit plasmodium
adalah nyamuk Anopheles spp. Setelah keluar dari erytrocyt, macrogametocyt masak dan
menjadi macrogamet. Dilain pihak microgamet berubah bentuk menjadi “exflagelasi”.
Begitu microgamet menjadi extraseluler, dalam waktu 10-12 menit, nucleus membelah
diri menjadi 6-8 anak nuclei, dimana setiap nuclei berkembang menjadi axonema. Pada
saat dinding microgamet pecah setiap flagella yang mengandung nuclei bergerak keluar
bebas mencari macrogamet dan berpenetrasi sehingga terjadi fertilisasi. Hasilnya adalah
zygot diploid yang dengan cepat berkembang menjadi ookinete yang motil dengan
bentuk yang memanjang. Ookinete berpenetrasi ke membran periothropic dinding usus
nyamuk, bermigrasi ke haemocel usus dan berubah bentuk menjadi oocyt. Oocyt ditutupi
oleh capsul segera setelah keluar dari haemocel. Selama perjalanannya tersebut zygot
membelah diri secara haploid dengan banyak inti sel disebut mitokondria dan inclusion
lainnya. Sporoblast membelah menjadi ribuan sporozoit. Sporozoit ini memecah oocyst

Siklus
dan keluar bermigrasi dalam hidup
tubuh Plasmodium
nyamuk, malariae
kemudian masuk kedalam kelenjar ludah
nyamuk menunggu untuk diinjeksikan ke hospes vertebrata.

Plasmodium malariae Page 7


Plasmodium Malariae memiliki morfologi yang berbeda-beda pada setiap stadiumnya.
Stadium – stadium tersebut meliputi :

a. Stadium Tropozoit
Tropozoit muda ditemukan sebagai cincin kompak dalam sel-sel yang mengandung
titik James. Cincin trofozoit tetap kompak karena mereka mengembangkan dan
menunjukkan sedikit bagian amoeboid secara umum. Butiran kecil
pigmen yang tersebar dapat dilihat dalam mengembangkan trofozoit yang
membubarkan sebagai trofozoit yang telah jatuh. Akhir trofozoit bulat dan
konsolidasi dengan peningkatan sitoplasma

b. Stadium Skizon
Stadium skizon dari sediaan darah penderita merozoit 6-12
(rata-rata 8), tersusun simetris, pigmen coklat kekuningan.

c. Staduim gametosit

Pada gametosit matang berbentuk bulat, mengisi


dua pertiga dari sel darah merah. Sel merah sedikit
diperbesar dan dan dibintiki dan berisi pigmen
yang memiliki pengaturan yang berbeda rodlets
konsentris, terutama di pinggiran.

Plasmodium malariae Page 8


2.6Proses Kehidupan
Sebagaimana Makhluk hidup lainnya, Plasmodium malariae juga melakukan proses
kehidupan meliputi :
a) Metabolisme (pertukaran zat)
Untuk hidupnya, plasmodium mengambil oksigen dan zat makanan dari
hemoglobin sel darah merah (eritrosit) dari proses metabolisme meninggalkan sisa
berupa pigmen yang terdapat dalam sitoplasma. Keberadaan pigmen ini bisa dijadikan
salah satu indikator dalam identifikasi.
b) Pertumbuhan
pertumbuhan disini adalah perubahan morfologi yang meliputi, perubahan
bentuk, ukuran, warna, serta sifat dari bagian-bagian sel. Perubahan ini
mengakibatkan suatu stadium parasit pada berbagai spesies menjadi bervariasi. Setiap
proses membutuhkan waktu sehingga morfologi stadium parasit yang ada pada
sediaan darah dipengaruhi oleh waktu pengambilan darah dilakukan. Hal ini berkaitan
dengan jam siklus perkembangan stadium parasit, akibatnya tidak ada gambar
morfologi parasit yang sama pada lapang pandang atau stadium darah yang berbeda.
c) Pergerakan Plasmodium malariae
Plasmodium malariae bergerak dengan cara menyebarkan sitoplasmanya yang
berbentuk kaki palsu (pseudopodia) bentuk penyebaran ini dikenal sehingga bentuk
sitoplasma amuboit (tanpa bentuk).
d) Perkembangbiakan
Perkembangbiakan artinya berubah dari 1 sel atau sepasang sel menjadi beberapa sel
baru pada 2 macam perkembangbiakan plasmodium Yaitu :
 Perkembangbiakan secara Seksual
Perkembangbiakan ini terjadi dalam tubuh nyamuk melalui proses sporogoni.
Bila mikrogametofit (sel jantan) dan makrogametofit (sel betina) terhisap oleh
vektor bersama darah penderita maka proses perkawinan antara kedua sel
kelamin itu akan terjadi. Dari proses ini akan terbentuk zigot yang kemudian
akan berubah menjadi ookinet dan selanjutnya menjadi ookista. Terakhir,
ookista pecah dan membentuk sporozoit yang tinggal dalam kelenjar ludah
vektor. Perubahan dari mikrogametosit dan makrogametosit sampai menjadi
sporozoit di dalam kelenjar ludah vektor disebut masa tunas eksintrinsik atau

Plasmodium malariae Page 9


siklus sporogoni. Jumlah sporokista pada setiap ookista dan lamanya siklus
sporogoni pada plasmodium malariae menunjukkan jumlah sporozoit dalam
ookista adalah 6-8 butir dan siklus sporogoni selama 26-28 hari.
 Perkembangan secara Aseksual
Perkembangbiakan ini terjadi didalam tubuh manusia melalui proses Sizogoni
yang terjadi melalui proses pembelahan sel secara ganda. Inti tropozoit 2, 4, 8
dan seterusnya sampai pada tahap tertentu. Bila pembelahan ini telah selsesai
sitoplasma sel induk dibagi-bagi kepada setiap inti dan terbentuklah sel baru
yang disebut merozoit.
e) Reaksi terhadap rangsangan
Plasmodium malariae memberikan reaksi terhadap rangsangan yang datang dari luar
ini sebagai upaya mempertahankan diri seandainya rangsangan ini berupa ancaman
terhadap dirinya, misalnya plasmodium dapat membentuk sistem kekebalan
(resistensi) terhadap obat anti malaria yang digunakan oleh penderita.

2.7 Pengertian Malaria


Penyakit malaria adalah penyakit menular yang menyerang dalam bentuk infeksi akut
ataupuan kronis. Penyakit ini disebabkan oleh protozoa genus plasmodium bentuk
aseksual, yang masuk ke dalam tubuh manusia dan ditularkan oleh nyamuk Anhopeles
betina. Istilah malaria diambil dari dua kata bahasa italia yaitu mal = buruk dan area =
udara atau udara buruk karena dahulu banyak terdapat di daerah rawa – rawa yang
mengeluarkan bau busuk. Penyakit ini juga mempunyai nama lain seperti demam roma,
demam rawa, demam tropik, demam pantai, demam charges, demam kura dan paludisme
Di dunia ini hidup sekitar 400 spesies nyamuk anopheles, tetapi hanya 60 spesies
berperan sebagai vektor malaria alami.
Adapun definisi kasus dari berbagai kasusnya adalah sebagai berikut :
1. Kasus Rekrudesensi
Rekrudesensi adalah berulangnya gejala klinik dan parasitemia dalam masa 8
minggu sesudah berakhirnya serangan primer.
2. Kasus Relaps
Relaps dinyatakan sebagai berulangnya gejala klinik setelah periode yang lama
dari masa laten, sampai 5 tahun. Selanjutnya, gejala kliniknya dikenal sebagai trias
malaria yang terdiri dari demam, anemia (kurang darah) dan splenomegali
(Pembengkakan Limpa). Demam khas pada malaria adalah menggigil selama 15-

Plasmodium malariae Page 10


60 menit karena pecahnya skizon eritrosit, lalu demam selama 2-6 jam kemudian
berkeringat selama 2-4 jam. Keringat yang dihasilkan dapat sangat banyak hingga
membasahi tempat tidur. Setelah berkeringat biasanya penderita justru akan merasa
lebih baik tapi lemas. Gejala ini terus berulang dengan periode tertentu sesuai
dengan jenis plasmodiumnya.
2.8 Patogenesis Malaria
Patogenesis malaria akibat dari interaksi kompleks antara parasit, inang dan
lingkungan. Patogenesis lebih ditekankan pada terjadinya peningkatan permeabilitas
pembuluh darah daripada koagulasi intravaskuler. Oleh karena skizogoni menyebabkan
kerusakan eritrosit maka akan terjadi anemia. Beratnya anemi tidak sebanding dengan
parasitemia menunjukkan adanya kelainan eritrosit selain yang mengandung parasit. Hal
ini diduga akibat adanya toksin malaria yang menyebabkan gangguan fungsi eritrosit dan
sebagian eritrosit pecah melalui limpa sehingga parasit keluar. Faktor lain yang
menyebabkan terjadinya anemia mungkin karena terbentuknya antibodi terhadap
eritrosit.
Limpa mengalami pembesaran dan pembendungan serta pigmentasi sehingga mudah
pecah. Dalam limpa dijumpai banyak parasit dalam makrofag dan sering terjadi
fagositosis dari eritrosit yang terinfeksi maupun yang tidak terinfeksi. Pada malaria
kronis terjadi hyperplasia dari retikulosit diserta peningkatan makrofag. Pada malaria
berat mekanisme patogenesisnya berkaitan dengan invasi merozoit ke dalam eritrosit
sehingga menyebabkan eritrosit yang mengandung parasit mengalami perubahan struktur
dan biomolekular sel untuk mempertahankan kehidupan parasit. Perubahan tersebut
meliputi mekanisme, diantaranya transport membran sel, Sitoadherensi, Sekuestrasi dan
Resetting. Sitoadherensi merupakan peristiwa perlekatan eritrosit yang telah terinfeksi P.
falciparum pada reseptor di bagian endotelium venule dan kapiler. Selain itu eritrosit
juga dapat melekat pada eritrosit yang tidak terinfeksi sehingga terbentuk roset.
Resetting adalah suatu fenomena perlekatan antara sebuah eritrosit yang
mengandung merozoit matang yang diselubungi oleh sekitar 10 atau lebih eritrosit non
parasit, sehingga berbentuk seperti bunga. Salah satu faktor yang mempengaruhi
terjadinya Resetting adalah golongan darah dimana terdapatnya antigen golongan darah
A dan B yang bertindak sebagai reseptor pada permukaan eritrosit yang tidak terinfeksi.

Plasmodium malariae Page 11


Menurut pendapat ahli lain, patogenesis malaria adalah multifaktorial dan
berhubungan dengan hal-hal sebagai berikut:
1. Penghancuran eritrosit
Fagositosis tidak hanya pada eritrosit yang mengandung parasit tetapi juga
terhadap eritrosit yang tidak mengandung parasit sehingga menimbulkan anemia dan
hipoksemia jaringan. Pada hemolisis Intravascular yang berat dapat terjadi
hemoglobinuria (Black White Fever) dan dapat menyebabkan gagal ginjal.
2. Mediator endotoksin-makrofag.
Pada saat skizogoni, eritrosit yang mengandung parasit memicu makrofag yang
sensitive endotoksin untuk melepaskan berbagai mediator. Endotoksin mungkin
berasal dari saluran cerna dan parasit malaria sendiri dapat melepaskan faktor nekrosis
tumor (TNF) yang merupakan suatu monokin, ditemukan dalam peredaran darah
manusia dan hewan yang terinfeksi parasit malaria. TNF dansitokin dapat
menimbulkan demam, hipoglikemia, dan sindrom penyakit pernapasan pada orang
dewasa.
3. Sekuestrasi eritrosit yang terluka
Eritrosit yang terinfeksi oleh Plasmodium dapat membentuk tonjolan-tonjolan
(knobs) pada permukaannya. Tonjolan tersebut mengandung antigen dan bereaksi
dengan antibodi malaria dan berhubungan dengan afinitas eritrosit yang mengandung
parasit terhadap endothelium kapiler alat dalam, sehingga skizogoni berlangsung di
sirkulasi alat dalam. Eritrosit yang terinfeksi menempel pada endothelium dan
membentuk gumpalan yang mengandung kapiler yang bocor dan menimbulkan
Anoksia dan edema jaringan.

Plasmodium malariae Page 12


2.9 Gejala-Gejala Penyakit Malaria
Gejala-gejala klasik umum yaitu terjadinya trias malaria (Malaria proxym) secara
berurutan:
a. Periode dingin
Dimulai dengan menggigil, kulit dingin,
dan kering, penderita sering membungkus
dirinya dengan selimut atau sarung pada saat
menggigil, sering seluruh badan gemetar,
pucat sampai sianosis seperti orang
kedinginan. Periode ini berlangsung antara
15 menit sampai 1 jam diikuti dengan
meningkatnya temperature. (Mansyor A
dkk, 2001)
b. Periode Demam
Wajah penderita terlihat merah, kulit panas dan kering, nadi cepat dan panas
tubuh tetap tinggi, dapat sampai 40ºC atau lebih, penderita membuka selimutnya,
respirasi meningkat, nyeri kepala, nyeri retroorbital, muntah- muntah dan dapat terjadi
syok. Periode ini berlangsung lebih lama dari fase dingin dapat sampai 2 jam atau
lebih, diikuti dengan keadaan berkeringat. (Harijanto P.N, 2006). deposit pigmen
tersebut. Terjadinya demam pada penyakit malaria adalah berhubungan erat dengan
kerusakan dari generasi merozoit dan rupturnya sel darah merah yang berisi merozoit
tersebut. Terjadinya demam juga dirangsang oleh produk exkresi dari parasit yang
dikeluarkan pada waktu erytrocyt lysis.

c. Periode berkeringat
Penderita berkeringat mulai dari temporal, diikuti seluruh tubuh, penderita merasa
capek dan sering tertidur. Bila penderita bangun akan merasa sehat dan dapat
melakukan pekerjaan biasa. (Harijanto P.N, 2006). Anemia merupakan gejala yang
sering ditemui pada infeksi malaria, dan lebih sering ditemukan pada daerah endemik.
Kelainan pada limpa akan terjadi setelah 3 hari dari serangan akut dimana limpa akan
membengkak, nyeri dan hiperemis. (Harijanto P.N, 2006)

Plasmodium malariae Page 13


2.10 Penularan Malaria

Cara penularan, apakah secara alamiah atau bukan alamiah, juga mempengaruhi.
Penularan bukan alamiah seperti penularan malalui transfusi darah, masa inkubasinya
tergantung pada jumlah parasit yang turut masuk bersama darah dan tingkat imunitas
penerima arah. Secara umum dapat dikatakan bahwa masa inkubasi bagi plasmodium
falciparum adalah 10 hari setelah transfusi, plasmodium vivax setelah 16 hari dan
plasmodium malariae setelah 40 hari lebih. Masa inkubasi merupakan rentang waktu
sejak sporozoit masuk sampai timbulnyagejala klinis yang ditandai dengan demam.
Masa inkubasi Plasmodium malariae yaitu 28-30 hari.

2.11 Faktor –Faktor yang Mempengaruhi Penyebaran Malaria


1. Lingkungan Fisik
a. Suhu
Udara sangat mempengaruhi panjang pendeknya siklus Sprogami atau masa
inkubasi Ektrinsik. Masa inkubasi Ekstrinsik adalah mulai saat masuknya gametosit ke
dalam tubuh nyamuk sampai terjadinya stadium sporogami dalam nyamuk yaitu
terbentuknya sporozoid yang kemudian masuk kedalam kelenjar liur. Makin tinggi suhu
maka makin pendek masa inkubasi Ekstrinsik. Pengaruh suhu berbeda dari setiap
species pada suhu 26,7ºC masa inkubasi Ekstrinsik untuk setiap Plasmodium malariae
adalah 14 hari. Masa inkubasi Intrinsik adalah waktu mulai masuknya Sprozoid darah
sampai timbulnya gejala klinis/demam atau sampai pecahnya sizon darah dalam tubuh
penderita. Masa inkubasi Intrinsik Plasmodium malariae : 18 – 40 hari (28).
b. Kelembaban udara
Kelembaban udara yang rendah, mempengaruhi umur nyamuk, tingkat
kelembaban 63 % misalnya merupakan angka paling rendah untuk memungkinkan
adanya penularan.
c. Hujan
Terdapat hubungan langsung antara hujan dan perkembangan larva nyamuk
menjadi dewasa. Hujan diselingi oleh panas akan memperbesar kemungkinan
berkembangnya Anopheles spp. Bila curah hujan yang normal pada sewaktu-waktu
maka permukaan air akan meningkat sehingga tidak menguntungkan bagi malaria.
Curah hujan yang tinggi akan merubah aliran air pada sungai atau saluran air sehingga
larva dan kepompong akan terbawa oleh air.

Plasmodium malariae Page 14


d. Angin
Jarak terbang nyamuk dapat dipengaruhi oleh kecepatan angin artinya jarak
jangkau nyamuk dapat diperpanjang atau di perpendek tergantung kepada arah angin.
e. Sinar Matahari
Pengaruh sinar matahari terhadap pertumbuhan larva nyamuk berbeda-beda.
An.sundaicus. Lebih menyukai tempat yang teduh dan An.barbirostris dapat hidup di
tempat yang teduh maupun tempat yang terang. An.macculatus lebih suka hidup di
tempat yang terlindung (sinar matahari tidak langsung).
f. Arus air
Masing-masing nyamuk menyukai tempat perindukan yang aliran airnya berbeda.
An.barbirostris menyukai tempat perindukan yang airnya statis atau sedikit mengalir.
An.minimus menyukai tempat perindukan yang airnya cukup deras dan An. Letifer di
tempat air yang tergenang.
2. Lingkungan Kimia
Beberapa species nyamuk dapat juga memanfaatkan oksigen yang terlarut
(Dissolved oxygen) melalui pernafasan kulit. Dari lingkungan kimia yang baru
diketahui pengaruhnya adalah kadar garam dari tempat perindukan, seperti
An.sundaicus tumbuh optimal pada air payau yang kadar garamnya berkisar 12-18%
dan tidak dapat berkembang biak pada garam lebih dari 40%. Untuk mengatur derajat
keasaman air yang disenangi pada tempat perkembangbiakan nyamuk perlu dilakukan
pengukuran pH air, karena An.Letifer dapat hidup ditempat yang asam atau pH rendah.
3. Lingkungan Biologi
Jenis tumbuhan air yang ada seperti bakau (Mangroves), ganggang dan berbagai
jenis tumbuhan lain yang dapat mempengaruhi kehidupan larva nyamuk, karena ia
dapat menghalangi sinar matahari yang masuk atau menghalangi dari serangan
mahkluk hidup lain. Beberapa jenis tanaman air merupakan indicator bagi jenis-jenis
nyamuk tertentu. Tanaman air bukan saja menggambarkan sifat fisik, tetapi juga
menggambarkan susunan kimia dan suhu air misalnya pada lagun banyak ditemui
lumut perut ayam (Heteromorpha) dan lumut sutera (Enteromorpha) kemungkinan di
lagun tersebut ada larva An. Sundaicus. Adanya berbagai jenis ikan pemakan larva
seperti ikan kepala timah (Plocheilus panchax Panchax spp), Gambusi sp,
Oreochromis niloticus (nila merah), Oreochromis mossambica (mujair), akan
mempengaruhi populasi nyamuk disuatu daerah. Selain itu adanya ternak besar seperti
sapid dan kerbau dapat mengurangi jumlah gigitan nyamuk pada manusia, apabila

Plasmodium malariae Page 15


kandang hewan tersebut diletakkan diluar rumah, tetapi tidak jauh dari rumah atau
cattle barrier (Rao, T.R, 1984).
4. Lingkungan Sosial Budaya
Faktor ini kadang- kadang besar sekali pengaruhnya dibandingkan dengan faktor
lingkungan yang lain. Kebiasaan untuk berada diluar rumah sampai larut malam, di
mana vector lebih bersifat eksofilik dan eksofagik akan memperbesar jumlah gigitan
nyamuk. Penggunaan kelambu, kawat kasa pada rumah dan penggunaan zat penolak
nyamuk yang intensitasnya berbeda sesuai dengan perbedaan status social masyarakat
akan mempengaruhi angka kesakitan malaria.

2.12 Pengendalian Malaria


Penanggulangan malaria seharusnya ditujukan untuk memutuskan rantai penularan
antara Host, Agent dan Environment, pemutusan rantai penularan ini harus ditujukan
kepada sasaran yang tepat, yaitu :
 Pemberantasan Vektor
Penangulangan vector dilakukan dengan cara membunuh nyamuk dewasa
(penyemprotan rumah dengan Insektisida). Dengan di bunuhnya nyamuk maka parasit
yang ada dalam tubuh, pertumbuhannya di dalam tubuh tidak selesai, sehingga
penyebaran/transmisi penyakit dapat.
Demikian juga kegiatan anti jentik dan mengurangi atau menghilangkan tempat-
tempat perindukan, sehingga perkembangan jumlah (Density) nyamuk dapat dikurangi
dan akan berpengaruh terhadap terjadinya transmisi penyakit malaria.
penangulangan vector dapat dilakukan dengan memanfaatkan ikan pemakan jentik.
Penelitian Biologik yang telah dilakukan menunjukkan bahwa prospek terbaik adalah
ikan, karena mudah dikembangbiakkan, ikan suka memakan jentik, dan sebagai sumber
protein bagi masyarakat.
Penggunaan ikan nila merah (Oreochromis Nilotis) sebagai pengendali vektor
telah dilakukan. Ikan nila memiliki daya adaptasi tinggi diberbagai jenis air. Nila dapat
hidup di air tawar, air payau, dan di laut.
 Pengendalian Vektor
Pengendalian vector malaria dilaksanakan berdasarkan pertimbangan, Rasioanal,
Efektif, Efisiensi, Sustainable, dan Acceptable yang sering disingkat RESSA yaitu :
1. Rational : Lokasi kegiatan pengendalian vektor yang diusulkan memang terjadi
penularan (ada vektor) dan tingkat penularannya memenuhi kriteria yang ditetapkan,

Plasmodium malariae Page 16


antara lain : Wilayah pembebasan : desa dan ditemukan penderita indegenius dan
wilayah pemberantasan PR > 3%.
2. Effective : Dipilih salah satu metode / jenis kegiatan pengendalian vektor atau
kombinasi dua metode yang saling menunjang dan metode tersebut dianggap paling
berhasil mencegah atau menurunkan penularan, hal ini perlu didukung oleh data
epidemiologi dan Laporan masyarakat.
3. Sustainable : Kegiatan pengendalian vektor yang di pilih harus dilaksanakan secara
berkesinambungan sampai mencapai tingkat penularan tertentu dan hasil yang sudah
di capai harus dapat dipertahankan dengan kegiatan lain yang biayanya lebih murah,
antara lain dengan penemuan dan pengobatan penderita.
4. Acceptable : Kegiatan yang dilaksanakan dapat diterima dan didukung oleh
masyarakat setempat (Depkes RI, 2005)
Adapun kegiatan yang dilakukan dalam pengendalian vektor adalah sebagai berikut :
1. Penyemprotan rumah, penyemprotan dilakukan pada semua bangunan yang ada, pada
malam hari digunakan sebagai tempat menginap atau kegiatan lain, masjid, gardu ronda,
dan lain-lain.
2. Larviciding adalah kegiatan anti larva yang dilakukan dengan cara kimiawi, kegiatan ini di
lakukan dilingkungan yang memiliki banyak tempat perindukan yang potensial
(Breeding Pleaces). Yang dimaksud dengan tempat perindukan adalah genangan air
disekitar pantai yang permanen, genangan air dimuara sungai yang tertutup pasir dan
saluran dengan aliran air yang lambat.
3. Biological control, kegiatan anti larva dengan cara hayati (pengendalian dengan ikan
pemakan jentik), dilakukan pada desa-desa di mana terdapat di mana terdapat banyak
tempat perindukan vektor potensial dengan ketersedian air sepanjang tahun, seperti mata
air, anak sungai, saluran air persawahan, rawa-rawa daerah pantai dan air payau, dll.

4. Pengolahan lingkungan (Source reduction) adalah kegiatan-kegiatan yang mencakup


perencanaan, pelaksanaan dan pengamatan kegiatan modifikasi dan manipulasi faktor
lingkungan dan interaksinya dengan manusia untuk mencegah dan membatasi
perkembangan vector dan mengurangi kontak antara manusia dan Vektor (Depkes, 2005)
5. Kelambunisasi adalah pengendalian nyamuk Anopheles sp secara kimiawi yang digunakan
di Indonesia. Kelambunisasi adalah pengunaan kelambu yang terlebih dahulu dicelup
dengan insektisida permanent 100EC yang berisi bahan aktif permethrin.

Plasmodium malariae Page 17


2.13 Pencegahan Penyakit Malaria
Pencegahan sederhana dapat dilakukan oleh masyarakat, antara lain :
1. Menghindari atau mengurangi gigitan nyamuk malaria, dengan cara tidur memakai
kelambu, tidak berada diluar rumah pada malam hari, mengolesi badan dengan lotion
anti nyamuk, memasang kawat kasa pada jendela.
2. Membersihkan tempat sarang nyamuk, dengan cara membersihkan semak-semak
disekitar rumah dan melipat kain-kain yang bergantungan, mengusahakan didalam
rumah tidak gelap, mengalirkan genangan air serta menimbunnya.

3. Membunuh nyamuk dewasa (penyemprotan dengan insektisida)


4. Membunuh larva dengan menebarkan ikan pemakan larva.
5. Membunuh larva dengan menyemprot larvasida.

2.14 Pengobatan malaria

Berdasarkan pemeriksaan, baik secara langsung dari keluhan yang timbul maupun
lebih berfokus pada hasil laboratium maka dokter akan memberikan beberapa obat-
obatan kepada penderita. Diantaranya adalah pemberian obat untuk menurunkan
demam seperti paracetamol, vitamin untuk meningkatkan daya tahan tubuh sebagai
upaya membantu kesembuhan.

Sedangkan obat antimalaria biasanya yang dipakai adalah Chloroquine, karena


harganya yang murah dan sampai saat ini terbukti efektif sebagai penyembuhan
penyakit malaria di dunia. Namun ada beberapa penderita yang resisten dengan
pemberian Chloroquine, maka beberapa dokter akan memberikan antimalaria lainnya
seperti Artesunate-Sulfadoxine/pyrimethamine, Artesunate-amodiaquine, Artesunat-
piperquine, Artemether-lumefantrine, dan Dihidroartemisinin-piperquine.

Plasmodium malariae Page 18


BAB III
PENUTUP

3.1Kesimpulan
Plasmodium malariae merupakan suatu anggota dari kelompok Phylum
Apicomplexa atau Sporozoa. Plasmodium jenis ini dapat menyebabkan penyakit
malaria kuartana yang tingkat keparahannya lebih tinggi dibandingkan dengan
penyakit malaria tertiana ringan yang disebabkan oleh Plasmodium ovale.Siklus
hidup Plkasmodium malariae ada dua tahap yaitu tahap pada host manusia dan pada
host nyamuk Anopheles Sp. betina. Anopheles betina merupakan vektor dari
plasmodium. Berbagai cara untuk mengurangi penyakit malaria ini dapat dilakukan
mulai dari pencegahan hingga pengobatannya. Meskipun sebenarnya faktor yang
paling berpengaruh adalah faktor lingkungan yang meliputi faktor fisik, kimia, dan
biologi. Faktor-faktor tersebut pada dasarnya dapat mempercepat ataupun
memperlambat penyebaran penyakit malaria ini melalui vektor nyamuk Anopheles
betina.

3.2Saran
Plasmodium Sp, nyamuk Anopheles Sp, dan penyakit malaria merupakan tiga
hal yang tidak bisa dipisahkan satu sama lain, mengingat ketiganya memiliki
hubungan yang sangat erat. Oleh karena itu, sudah hendaknya kita mempelajari
ketiga hal tersebut guna menemukan cara terbaik dan efektif untuk mengurangi,
bahkan menghilangkan dampak negatif yang ditimbulkannya.

Plasmodium malariae Page 19


Daftar Pustaka

Davey, Patrick. 2000. At a Glance Medicine.. Jakarta : EMS

Garna, herry, dkk.2010.Buku Ajar Infeksi & Pediatri Tropis. IDAI.Jakarta.

W, Aru Sudoyo.2009.Ilmu Penyakit Dalam. .InternaPublishing.Jakarta


Mandal, B.K.,dkk.2008. Infeksi Tropis dan Zoonosis Non Helimintik, Lecture Notes Penyakit
Infeks.Jakarta: Erlangga.
Nurhari, Ogi.2009.Plasmodium Sp. http://www.scribd.com/doc/51574461/Epidemiologi-
Malaria.15 Mei 2011.
Soedarmo, Sumarmo S.Poorwo . 2010. Infeksi Tropis & Pediatri Tropis. Jakarta : UI Press.
Sudoyo, Aru W, dkk. 2006. Malaria, buku ajar ilmu penyakit dalam, jilid iii, hal : 1732.
Jakarta : FKUI
Sudoyo A. W. dkk, 2009. Buku Ajar – Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi V . Jakarta : EGC
Widoyono.2005. Penyakit Tropis : Epidemiologi, Penularan, Pencegahan &
Pemberantasannya. EMS
Zein, Abdurrahman. 2010.Malaria. http://malariana.blogspot.com/2008/11/patologi-dan-
gejala-klinis.html. 15 Mei 2011.
Zulfin.2008. Malaria dan Bahahanya. http://medicastore.com/penyakit/792/Malaria.html.15
Mei 2011.

Plasmodium malariae Page 20

Anda mungkin juga menyukai