Anda di halaman 1dari 13

A.

JUDUL PERCOBAAN : Koloid

B. TANGGAL PERCOBAAN : 26 Februari 2019, 07.00- 09.30 WIB

C. TUJUAN PERCOBAAN : 1. Mengetahui cara pembuatan koloid


2. Mengetahui sifat-sifat koloid
D. DASAR TEORI
Sistem koloid merupakan suatu bentuk campuran yang keadaannya
terletak diantara larutan dan suspensi (campuran kasar) contohnya lem,
kanji, santan, jeli. Analisis sistem koloid diawali oleh percobaan Thomas
Graham menemukan bahwa berbagai larutan misalnya HCl dan NaCl mudah
berdifusi. Sedangkan zat-zat seperti aknji, gelatin, dan putih telur sangat
lambat atau sama sekali tidak berdifusi. Ia menemukan waktu difusi relatif
untuk berbagai zat. Oleh karena zat yang mudah berdifusi biasanya
berbentuk Kristal dalam keadaan padat. Graham menyebutnya kristaloid.
Sedangkan, zat-zat yang sukar berdifusi disebut koloid. Istilah koloid berasal
dari bahasa yunani yaitu, “Kolla” dan “Oid”. Kola berarti lelm dan oid
berarti seperti. Dalam hal ini dikaitkan dengan lem adalah sifat difusinya,
sebab sistem koloid mempunyai nilai difusi yang rendah seperti lem.
(mose,2014)

Selain dari jenis-jenis koloid, terdapat juga sifat-sifat koloid:


1. Efek Tyndall
Untuk menentukan apakah suatu campuran merupakan larutan sejati
atau koloid, sering digunakan metode Efek Tyndall, jika cahaya melewati
larutan sejati. Pengamat yang melihatnya dari arah tegak lurus terhadap sinar
tidak melihat cahaya. Tetapi dalam suspensi koloid cahayanya dibaurkan ke
segala arah dan dapat dilihat dengan mudah. Sifat ini mula-mula dipelajari
oleh Tyndall pada tahun 1869, dan dikenal sebagai efek Tyndall. Contoh
lain mengenai pembauran ialah oleh partikel debu dalam cahaya dari
proyektor film dalam ruang gelap.
Efek Tyndall adalah efek yang terjadi jika suatu larutan terkena sinar.
Pada saat larutan sejati disinari dengan cahaya, maka larutan tersebut tidak
akan menghamburkan cahaya, sedangkan pada sistem koloid cahaya akan
dihamburkan. Hal itu terjadi karena partikel-partikel koloid mempunyai
partikel-partikel yang relatif besar untuk dapat menghamburkan sinar
tersebut. Sebaliknya, pada larutan sejati, partikel-partikelnya relatif kecil
sehingga hamburan yang terjadi hanya sedikit dan sangat sulit diamati.
2. Gerak Brown
Gerak Brown ialah gerakan partikel-partikel koloid yang senantiasa
bergerak lurus tapi tidak menentu (gerak acak/tidak beraturan). Jika kita
amati koloid di bawah mikroskop ultra, maka kita akan melihat bahwa
partikel-partikel tersebut akan bergerak membentuk zig-zag. Pergerakan zig-
zag ini dinamakan Gerak Brown. Partikel-partikel suatu zat senantiasa
bergerak. Gerakan tersebut dapat bersifat acak seperti pada zat cair dan gas,
atau hanya bervibrasi di tempat seperti pada zat padat. Untuk koloid dengan
medium pendispersi zat cair atau gas, pergerakan partikel-partikel akan
menghasilkan tumbukan dengan partikel-partikel koloid itu sendiri.
Tumbukan tersebut berlangsung dari segala arah. Oleh karena ukuran
partikel cukup kecil, maka tumbukan yang terjadi cenderung tidak
seimbang. Sehingga terdapat suatu resultan tumbukan yang menyebabkan
perubahan arah gerak partikel sehingga terjadi gerak zig-zag atau Gerak
Brown.
Semakin kecil ukuran partikel koloid, semakin cepat Gerak Brown
terjadi. Demikian pula, semakin besar ukuran partikel koloid, semakin
lambat Gerak Brown yang terjadi. Hal ini menjelaskan mengapa Gerak
Brown sulit diamati dalam larutan dan tidak ditemukan dalam zat padat
(suspensi). Gerak Brown juga dipengaruhi oleh suhu. Semakin tinggi suhu
sistem koloid, maka semakin besar energy kinetik yang dimiliki partikel-
partikel medium pendispersinya. Akibatnya Gerak Brown dari partikel-
partikel fase terdispersinya semakin cepat. Demikian pula sebaliknya,
semakin rendah suhu sistem koloid, maka Gerak Brown semakin lambat.
3. Adsorpsi
Adsorpsi ialah peristiwa penyerapan partikel atau ion atau senyawa lain
pada permukaan partikel koloid yang disebabkan oleh luasnya permukaan
partikel (Catatan: Adsorpsi harus dibedakan dengan absorpsi yang artinya
penyerapan yang terjadi di dalam suatu partikel). Pada permukaan partikel
koloid terdapat gaya Van der Waals terhadap molekul atau ion lain
disekitarnya. Melekatnya zat lain pada permukaan koloid itu disebut
adsorpsi. Suatu koloid umumnya hanya mengadsorpsi ion positif atau ion
negatif saja. Ion yang teradsorpsi dapat membentuk satu atau dua lapisan.
Contohnya koloid Fe(OH)3 bermuatan positif karena permukaannya
menyerap ion H+ dan koloid AS2S3 bermuatan negatif karena permukaannya
menyerap ion S2.
4. Muatan Koloid (Sifat Listrik)
Partikel koloid yang telah mengadsorpsi ion akan bermuatan listrik
sesuai dengan muatan ion yang diserapnya. Muatan koloid dapat diketahui
dengan mencelupkan batang elektroda. Yang bermuatan positif akan tertarik
(berkumpul) ke elektroda negatif, sedangkan yang bermuatan negatif tertarik
ke elektroda positif.
5. Koagulasi Koloid
Koagulasi adalah penggumpalan partikel koloid dan membentuk
endapan. Dengan terjadinya koagulasi, berarti zat terdispersi tidak lagi
membentuk koloid. Koagulasi dapat terjadi secara fisik seperti pemanasan,
pendinginan dan pengadukan atau secara kimia seperti penambahan
elektrolit, pencampuran koloid yang berbeda muatan.
6. Koloid Pelindung, Dialisis dan Elektroforesis
Koloid pelindung ialah koloid yang mempunyai sifat dapat melindungi
koloid lain dari proses koagulasi. Dialisis ialah pemisahan koloid dari ion-
ion pengganggu dengan cara ini disebut proses dialisis. Elektroforesis ialah
peristiwa pemisahan partikel koloid yang bermuatan dengan menggunakan
arus listrik.
partikel koloid yang telah mengadsorbsi ion akan bermuatan listrik
sesuai dengan muatan ion yang diserapnya. Muatan koloid dapat diketahui
dengan mencelupkan batang elektroda. Yang bermuatan positif akan tertarik
(berkumpul) ke elektroda negatif. Sedangkan yang bermuatan negatif
tertarik ke elektroda positif. (Syukri,1999:458)

Keadaan koloid bukanlah suatu ciri dari zat tertentu apapun; praktis
semua zat, apakah dalam keadaan normal berbentuk gas, cairan ataupun zat
padat, dapat dijadikan koloid. Ada tiga bentuk yang diidealkan (dari) materi
koloid, yaitu laminar, fibrilar dan korpuskular. Untuk materi dalam bentuk
butiran, diameter menunjukkan ukuran partikel. Untuk partikel laminar
(lembaran) dan fibrilar (serat), panjang, lebar dan tebal, semuanya
diperlukan untuk menyatakan ukuran partikel. Tetapi hanya satu dari
dimensi-dimensi ini diperlukan berada dalam jangka koloid agar bahan itu
dikelompokkan sebagai koloid. Misalnya, sabun dalam suatu gelembung
sabun dikelompokkan sebagai koloid, karena tebal lapisan sabunnya hanya
beberapa molekul (Keenan, 1984: 455).

Larutan sejati, sistem koloid, dan suspensi kasar mempunyai


perbedaan dalam beberapa hal. Pada jumlah fase,larutan sejati hanya
mempunyai satu fase,sedangkan sistem koloid dan suspensi kasar
mempunyai dua fase. Dalam distribusi partikel larutan sejati bersifat
homogen, sedangkan sistem koloid dan suspensi kasar bersifat heterogen.
Kemudian dalam penyaringan,larutan sejati tidak dapat disaring, dan sistem
koloid juga tidak dapat disaring, kecuali dengan penyaring ultra, sedangkan
suspensi kasar dapat disaring. Dan terakhir, dalam kestabilan larutan sejati
dengan sistem koloid mempunyai kestabilan yang stabil (tidak memisah),
sedangkan suspensi kasar memiliki kestabilan yang tidak stabil (memisah)
(Elaine,2006).
Ciri penting dari partikel koloid adalah tingginya nisbah antara luas
permukaan dengan volumenya. Telah diketahui bahwa atom, ion, atau
molekul pada permukaan zat agak berbeda dengan di bagian dalamnya. Hal
ini disebabkan karena spesies di permukaan mempunyai gaya-gaya yang
berbeda dengan spesies di bagian dalam. Untuk bahan biasa perbandingan
atom, ion, atau molekul pada permukaan sangat kecil dibandingkan di
bagian dalam, sehingga gejala istimewa yang terdapat di permukaan tidak
menonjol. Dalam bahan koloid gejala permukaan sering sangat menonjol.
(Petrucci, 1987)
berikut jenis-jenis dari koloid:
1. Sol (Fase terdispersi padat)
a. Sol padat adalah sol dalam medium pendispersi padat. Contoh:
paduan logam, gelas warna, intan hitam.
b. Sol cair adalah sol dalam medium pendispersi cair. Contoh: cat,
tinta,tepung dalam air.
c. Sol gas adalah sol dalam medium pendispersi gas. Contoh: debu
diudara, asap pembakaran.
2. Emulsi (Fase terdispersi cair)
a. Emulsi padat adalah emulsi dalam medium pendispersi padat.
Contoh:jelly, keju, mentega, nasi.
b. Emulsi cair adalah emulsi dalam medium pendispersi cair. Contoh:
susu, mayonais, krim tangan.
c. Emulsi gas adalah emulsi dalam medium pendispersi gas. Contoh:
hairspray, obat nyamuk.
3. Buih (Fase terdispersi gas)
a. Buih padat adalah buih dalam medium pendispersi padat. Contoh:
batu apung, marshmallow, karet busa, styrofoam.
b. Buih cair adalah buih dalam medium pendispersi cair. Contoh:
putih telor yang dikocok, busa sabun.
(Brady, 1986)
E. ALAT DAN BAHAN
Alat :
1. Tabung reaksi 2 buah
2. Rak tabung reaksi 1 buah
3. Pipet tetes 5 buah
4. Gelas ukur 100ml 1 buah
5. Mortar 1 buah
6. Sendok 1 buah
7. Spatula 1 buah
8. Corong 1 buah
9. Pembakar bunsen 4 buah
10. Kertas saring secukupnya
11. Penjepit kayu 1 buah
12. Kertas label secukupnya

Bahan :

1. Aquades 20ml
2. FeCl3 Secukupnya
3. Amilum(teung kanji) 2 sendok
4. Larutan HCl 4M Secukupnya
5. Larutan H2SO4 pekat 0,5 ml
6. Serbuk arang 1 sendok kecil
7. Larutan Ca(OH)2 Secukupnya
8. Lilin 1 buah
9. Larutan Asam Formiat pekat 1 ml

F. ALUR PERCOBAAN

1. Pembuatan Koloid Fe(OH)3

10 mL Aquades

- Dimasukkan kedalam gelas kimia

- Dipanaskan sampai mendidih

- Ditambahkan setetes dan setetes FeCl3 Jenuh

- Diaduk sampai berubah warna merah kecoklatan dengan


menghitung jumlah tetesan

Koloid Fe(OH)3

Reaksinya :
H2O + FeCl3 Fe(OH) + HCl
2. Dispersi

10 mL Aquades 10 mL Aquades

- Dimasukkan kedalam - Dimasukkan kedalam


gelas kimia gelas kimia

- Ditambahkan satu - Ditambahkan 1


sendok tepung kanji sendok amilum yang
sudah digerus
- Diaduk
- Diaduk
B
Filtrat A

Hasil
dibandingkan
Filtrat B Filtrat B
Filtrat B

- Ditambahkan 2
tetes larutan Iod
Filtrat B + iod
1. Emulsi

1 mL Benzena
- Dimasukkan kedalam tabung reaksi

- Ditambahkan 2 mL aquades

- Dikocok

- Diletakkan pada rak tabung reaksi hingga


kedua larutan terpisah

- Ditambahkan 15 tetes Na-Oleat


Hasil
H. ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Percobaan1, Pembuatan koloid Fe(OH)3
Percobaan pertama ini termasuk dalam tujuan praktikum pertama
yaitu mengetahui cara pembuatan koloid. Pada percobaan pertama ini
aquades sebanyak 10 ml dimasukan kedalam gelas kimia dan dipanaskan
sampai mendidih. Aquades yang telah mendidih tadi di tetesi dengan FeCl3
yang jenuh sedikit demi sedikit sembari diaduk sampai warnanya berubah
menjadi merah kecoklatan. Jumlah tetsan yang diberikan pada aquades
yaitu sebanyak X . aquades yang semula tidak berwarna berubah menjadi
merah kecoklatan setelah ditetesi oleh FeCl3 yang jenuh dan didapatkan
koloid Fe(OH)3. Koloid Fe(OH)3 termasuk kedalam koloid yang dibuat
secara disperse serta termasuk koloid sol cair. Pada percobaan ini guna
aquades dididihkan yaitu untuk melarutkan FeCl3 yang pelarutnya
merupakan air panas. Reaksi :
H2O (l) + FeCl3 (aq) Fe(OH)3 (aq) + HCl (aq)

Dalam percobaan ini aquades dididihkan juga untuk menghidrolisis FeCl3


yang mengionisasi H2O menjadi ion OH- dan H+ yang mana ion OH- akan
berikatan dengan Fe dan membentuk Fe(OH)3. Kondensasi merupakan
salah satu cara pembuatan koloid. Cara itu dilakukan pada percobaan kali
ini dimana partikel – partikel fase terdispersinya dalam larutan sejati
merupan molekul atau ion. Reaksi ini merupakan reaksi kimia berupa
reaksi hidrolisis garam. Pada percobaan ini medium pendispersinya ialah
cair serta medium terdispersinya ialah cair yang mengahasilkan sol
cair.sehingga percobaan ini merupakan pembuatan koloid secara kimia.

Percobaann 2, pembuatan koloid dengan cara dispersi

Percobaan kedua ini termasuk dalam tujuan praktikum pertama


yaitu mengetahui cara pembuatan koloid. Pada percobaan kedua ini kita
memasukan masing – masing aquades sebanyak 10 ml kedalam dua gelas
kimia yang berbeda. Selanjutnya ditambahkan kanji sebanyak 1 sendok
yang tidak digerus dan 1 sendok kanji yang digerus menggunkan mortar
dan alu sebelum disaring kedua larutan tersebut yang awalnya tidak
berwarna setelah diberi satu sendok kanji berubah menjadi putih. Kedua
larutan tersebut disaring dan diberi label, untuk filtrat larutan yang
kanjinya tidak digerus bernama filtrat A dan filtrate larutan yang kanjinya
digerus diberi nama filtrate B lalu dibandingkan antara filtrate A dan
filtrate B. Perlakuan selanjutnya yaitu filtrate B kita bagi lagi menjadi dua
tabung dan mendapatkan perlakuan yang berbeda. Pada filtrate B pertama
tidak ditetesi oleh larutan iod sedangkan pada filtrate B kedua ditetesi
dengan 1 tetes larutan iod untuk menguji kandungan amilum pada filtrate
tersebut, pada foltrat B yang telah ditetesi oleh iod berubah warna menjadi
ungu tua yang menandakan pada filtrate B mengandung amilum tipe alfa
(amilum yang dapat diuji dengan iod). Filtrate A yang dihasilkan tidak
berwarna serta menghasilkan residua tau endapan putih, sedangkan pada
filtrate B yang dihasilakan putih keruh serta menghasilkan residu atau
endapan putih lebih sedikit dari filtrate A. Pada percobaan kedua ini
pembuatan koloid dengan cara disperse. Pembuatan koloid dengn cara
disperse yaitu pembuatan koloid yang memanfaatkan partikel – partikel
besar menjadi partikel – partikel koloid yang memiliki besar antar 1 – 100
nm. Dalam percobaan ini kami juga menghaluskan materi yang kasar
dengan cara mekanik dengan harapan partikel yang sudah kami haluskan
memiliki ukuran partikel koloid. Jenis koloid yang dihasilkan adalah sol
cair karena medium pendispersinya cair. Pada percobaan yang dilakukan
didapatkan bahwa kanji tersaring sehingga filtrat tidak berwarna dan kanji
yang sudah digerus tidak tersaring sempurna sehingga filtrat keruh. Hal ini
disebabkan karena ukuran partikel kanji digerus lebih kecil dan kertas
saring tidak mampu menyaring partikel itu, dengan kata lain partikel-
partikel kanji yang digerus lolos pada penyaringan dengan kertas saring.
Hal ini sesuai dengan sifat koloid yang hanya bisa disaring dengan
saringan ultra karena ukuran partikelnya antara 1-100nm. Penambahan Iod
berguna untuk menguji adanya kandungan amilum pada medium
terdispersinya. Sehingga percobaan ini termasuk pembuatan koloid secara
fisik.

Percobaan 3, Pembuatan koloid dengan cara emulsi

Pada percobaan ketiga ini merupakan pembuktian bahwa koloid


dapat dibuat melalui cara emulsi. Pada percobaan ini mula-mula
dimasukkan 1ml benzena kedalam tabung reaksi lalu ditambahkan 2 ml
aquades dan dikocok.setelah itu tabung reaksi tersebut diletakkan hingga
larutan memisah. Setelah dihitung waktunya, larutan tersebut memisah
selama 29 detik. Lalu dimasukkan na-oleat atau minyak kelapa sebanyak
15 tetes dan dikocok dan dihitung waktu larutan tersebut memisah yaitu
selama 30detik.
Awalnya air dan benzena tidak dapat menyatu dan tidak berwarna
karena kepolarannya Selain itu perbedaan keelektronegatifan menjadi
penyebab terpisahnya aquades dengan benzena. Lalu setelah ditambahkan
minyak kelapa atau Na-oleat, larutan tersebut memisah lebih lama
daripada sebelumnya. Hal ini dikarenakan minyak kelapa berperan sebagai
emulgator atau penyeimbang dimana larutan tersebut menyatu selama 1
detik namun kembali memisah. Benzena dan aquades yang awalnya tidak
berwarna setelah ditambahkan minyak kelapa menjadi lebih keruh
dibandingkan semula. Sehingga dapat dikatakan percobaan ini merupakan
pembuatan koloid secara emulsi.
Percobaan 4, adsorbsi pada koloid

Pada percobaan keempat 1 sendok gula pasir dilarutkan dengan aquades


kedalam gelas kimia hingga larut dan berwarna kekuningan. lalu
ditambahkan 1 sendok norit yang sudah digerus menggunakan mortar
kemudian larutan tersebut diaduk. Setelah itu gelas kimia yang berisi norit
dan larutan gula dimasukkan kedalam gelas kimia yang lebih besar dan
berisi air mendidih, lalu gelas kimia yang berisi larutan gula dan norit
digoyangkan menggunakan penjepit saat diletakkan kedalam gelas kimia
berisi air mendidih selama selang waktu 10 menit. Setelah itu campuran
norit dan larutan gula disaring menggunakan kertas saring yang sudah
dibasahi. Lalu diamati filtratnya, larutan gula yang semula berwarna
kekuningan, setelah dicampur dengan norit menjadi hitam. saat disaring
menggunakan kertas saring, filtratnya menjadi tidak berwarna.lalu
pemanasan larutan bertujuan untuk mengaktivasi karbon.

Penambahan norit bertujuan untuk menghilangkan zat warna dan zat


pengotor pada larutan gula. Dan dapat dibuktikan bahwa koloid memiliki
sifat adsorbsi yaitu dapat menyerap zat lain, lalu penggerusan pada norit
juga berfungsi untuk memperluas permukaan agar lebih mudah menyerap
zat. membasahi kertas saring bertujuan agar kertas saring tidak menyerap
filtrate.

I. KESIMPULAN

Dapat disimpulkan bahwa koloid dapat dibuat melalui 3 cara yaitu


kondensasi yaitu pembuatan secara kimia,lalu dispersi yaitu pembuatan
koloid secara fisik, dan emulsi secara kimia dengan fase pendispersinya
berupa cairan. Lalu koloid juga memiliki sifat sebagai adsorben yaitu
dapat menyerap zat lain.
DAFTAR PUSTAKA

Brady, J.E dan Humiston. 1999, General Chemistry principle and Structure.4th
edition.New York :John Willey & Sons,Inc

Elaine. 2006. Pengertian dan jenis jenis koloid. Surabaya: Ciputra High School

Keenan, C.W, dkk. 1984. Kimia untuk Universitas.Jakarta : Erlangga

Mose, Yumike. 2014. Penerapan Model pembelajaran Predict-Observe-


Explain(POE) pada Materi Koloid untuk Meningkatkan Keterampilan
Berpikir Kritis dan Keterampilan Proses Sains Siswa. Jakarta:UPI

Petrucci, Ralph. 1987. Kimia Dasar dan Prinsip Terapan Modern. Jakarta :
Erlangga
DOKUMENTASI

No. Gambar Keterangan

1. Larutan aquades setelah ditambah dengan


FeCl3

2. Kanji yang digerus

3. Kanji yang tidak digerus

4. Penyaringan larutan kanji

5. Penyaringan filtrate A

6. Proses penyaringan
7. Filtrate A , Filtrat B, dan Filtrat B + iod

8. Hasil dari percobaan 3 yaitu benzene +


aquades + minyak kelapa

9. Larutan gula

10. Norit yang akan digerus

11. Norit yang dicampurkan pada larutan gula

12. Air yang dipanaskan sampai mendidih

13. Pemanasan campuran norit dan larutan gula


pada air mendidih
14. Residu dari campuran larutan gula + norit
yang dipanaskan

15. Filtrate percobaan 4

Anda mungkin juga menyukai