Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PRAKTIKUM

KIMIA DASAR II
PERCOBAAN IV
KIMIA KOLOID

NAM
I. TUJUAN PERCOBAAN

Tujuan percobaan praktikum ini adalah untuk mempelajari sifat-sifat


koloid.

II. TINJAUAN PUSTAKA

Koloid adalah suatu campuran zat heterogen (dua fase) antara dua zat
atau lebih partikel-partikel zat yang berukuran koloid (fase terdispersi/yang
dipecah) tersebar secara merata di dalam zat lain (medium
pendispersi/pemecah). Ukuran partikel koloid berkisar antara 1-100 nm.
Ukuran yang dimaksud dapat berupa diameter, panjang, lebar, maupun tebal
dari suatu partikel. Keadaan koloid merupakan keadaan antara suatu larutan
dan suatu suspensi. Bila suatu bahan berada dalam keadaan subdifisi ini.
Bahan itu memperagakan sifat-sifat yang menarik dan penting yang tidak
merupakan cirri dari bahan dalam agregat yang lebih besar (Keenan, 1984).
Partikel-partikel dalam suatu koloid terlalu kecil untuk dilihat dengan
mata atau dengan mikroskop biasa, walaupun demikian, partikel ini dapat
mempengaruhi cahaya tampak, ukuran partikelnya yang cocok untuk
menyebabkan cahaya tersebar dengan sudut-sudut yang besar. Bila konsentrasi
koloidnya besar, penyebaran cahayanya ini akan menyebabkan larutan koloid
kelihatan jenuh. Jadi, cahaya tak diteruskan, contohnya susu. Sinar yang
datang pada susu disebarkan oleh partikel-partikel koloid. Susu kemudian
diadsorpsi, sehingga tak diteruskan. Bila konsentrasi lebih kecil, dispensi
koloidnya kelihatan seperti awan dan bila diencerkan lagi bisa lebih terang
(transparan) misalnya saja larutan kanji yang encer akan kelihatan terang
(Syukri, 1999).
Ciri penting dari partikel koloid adalah tingginya nisbah antara luas
permukaan dengan volumenya. Telah diketahui bahwa atom, ion, atau
molekul pada permukaan zat agak berbeda dengan di bagian dalamnya. Hal
ini disebabkan karena spesies di permukaan mempunyai gaya-gaya yang
berbeda dengan spesies di bagian dalam. Untuk bahan biasa perbandingan
atom, ion, atau molekul pada permukaan sangat kecil dibandingkan di bagian
dalam, sehingga gejala istimewa yang terdapat di permukaan tidak menonjol.
Dalam bahan koloid gejala permukaan sering sangat menonjol (Petrucci,
1987).
Suatu koloid selalu mengandung dua fasa yang berbeda, mungkin
berupa gas, cair, atau padat. Pengertian fasa di sini tidak sama dengan wujud,
karena ada wujud sama tetapi fasanya berbeda, contohnya campuran air dan
minyak bila dikocok akan terlihat butiran minyak dalam air. Butiran itu
mempunyai fasa berbeda dengan air walaupun keduanya cair. Oleh karena
itu, suatu koloid selalu mempunyai fasa terdispersi dan fasa pendisfersi. Fasa
terdisfersi dan fasa pendisfersi mirip dengan pelarut dan zat terlarut pada
suatu larutan. Partikel koloid yang telah mengadsorpsi ion akan bermuatan
listrik sesuai dengan muatan ion yang diserapnya. Muatan partikel ini dapat
positif atau negatif. Contohnya koloid Fe2O3 bermuatan positif setelah
mengadsorpsi Fe3+ pada koloid Fe2O3 x H2O. Koloid bila dibiarkan dalam
waktu tertentu akan terpengaruh oleh gaya gravitasi, sehingga partikelnya
turun perlahan ke dasar bejana yang disebut koagulasi atau penggumpalan.
Waktu penggumpalan bervariasi antara satu dengan yang lain, koagulasi
dapat dibantu dengan alat sentrifugal ultra (Syukri, 1999).
Baik zat terdispersi maupun pendispersi dapat berbentuk gas, cairan
ataupun padatan (kecuali keduanya berbentuk gas, karena molekul gas
tidaklah sebesar koloid), berikut jenis-jenis dari koloid:
1. Sol (Fase terdispersi padat)
a. Sol padat adalah sol dalam medium pendispersi padat. Contoh:
paduan logam, gelas warna, intan hitam.
b. Sol cair adalah sol dalam medium pendispersi cair. Contoh: cat,
tinta, tepung dalam air.
c. Sol gas adalah sol dalam medium pendispersi gas. Contoh: debu di
udara, asap pembakaran.
2. Emulsi (Fase terdispersi cair)
a. Emulsi padat adalah emulsi dalam medium pendispersi padat.
Contoh: jelly, keju, mentega, nasi.
b. Emulsi cair adalah emulsi dalam medium pendispersi cair. Contoh:
susu, mayonais, krim tangan.
c. Emulsi gas adalah emulsi dalam medium pendispersi gas. Contoh:
hairspray, obat nyamuk.
3. Buih (Fase terdispersi gas)
a. Buih padat adalah buih dalam medium pendispersi padat. Contoh:
batu apung, marshmallow, karet busa, styrofoam.
b. Buih cair adalah buih dalam medium pendispersi cair. Contoh:
putih telor yang dikocok, busa sabun.
(Brady, 1986).
Sol adalah partikel berukuran koloid 0,001-0,1 ¼m yang tidak dapat
membentuk dispersi koloid dalam air dan karena ukuran partikelnya sol koloid ini
cenderung tidak stabil. Gel merupakan sistem padatan yang bersifat elastis karena
terbentuknya suatu jalinan antara partikel-partikel koloid sol. Transformasi koloid
sol menjadi gel apabila tercipta beberapa kondisi seperti perubahan suhu,
perubahan agensia pembentuk gel, pengurangan jumlah gugus bermuatan akibat
perubahan derajat keasaman atau penambahan garam (Lesmana dkk, 2008).
Selain dari jenis-jenis koloid, terdapat juga sifat-sifat koloid:
1. Efek Tyndall
Untuk menentukan apakah suatu campuran merupakan larutan
sejati atau koloid, sering digunakan metode Efek Tyndall, jika cahaya
melewati larutan sejati. Pengamat yang melihatnya dari arah tegak
lurus terhadap sinar tidak melihat cahaya. Tetapi dalam suspensi
koloid cahayanya dibaurkan ke segala arah dan dapat dilihat dengan
mudah. Sifat ini mula-mula dipelajari oleh Tyndall pada tahun 1869,
dan dikenal sebagai efek Tyndall. Contoh lain mengenai pembauran
ialah oleh partikel debu dalam cahaya dari proyektor film dalam ruang
gelap (Petrucci, 1987).
Efek Tyndall adalah efek yang terjadi jika suatu larutan terkena
sinar. Pada saat larutan sejati disinari dengan cahaya, maka larutan
tersebut tidak akan menghamburkan cahaya, sedangkan pada sistem
koloid cahaya akan dihamburkan. Hal itu terjadi karena partikel-
partikel koloid mempunyai partikel-partikel yang relatif besar untuk
dapat menghamburkan sinar tersebut. Sebaliknya, pada larutan sejati,
partikel-partikelnya relatif kecil sehingga hamburan yang terjadi hanya
sedikit dan sangat sulit diamati (Petrucci, 1987).
2. Gerak Brown
Partikel-partikel koloid hanya dapat bergerak dengan sedikit, tetapi
karena adanya tumbukan dengan molekul-molekul fasa pendispersinya
gerakannya akan berbentuk zig-zag ni disebut gerakan Brown.
(Petrucci, 1987).
3. Muatan Koloid (Sifat Listrik)
Partikel koloid yang telah mengadsorpsi ion akan bermuatan listrik
sesuai dengan muatan ion yang diserapnya. Muatan koloid dapat
diketahui dengan mencelupkan batang elektroda. Yang bermuatan
positif akan tertarik (berkumpul) ke elektroda negatif, sedangkan yang
bermuatan negatif tertarik ke elektroda positif (Syukri, 1999).
III. ALAT DAN BAHAN

A. Alat

Alat-alat yang digunakan pada percobaan ini adalah gelas beker


500 ml, gelas beker 200 ml, tabung sentrifugasi, senter, kertas saring,
pengaduk, dan neraca.

B. Bahan

Bahan-bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah 10 gram


garam dapur, 400 ml air, 5 gram tawas, 100 ml susu cair Indomilk.
IV. PROSEDUR PERCOBAAN

1. Pertama mnyiapkan 10 gram garam dapur, kemudian


melarutkannya dalam 100 ml akuades. Larutan ini disebut sebagai
campuran (A).
2. Menyiapkan 100 ml susu Indomilk cair. Larutan ini disebut
sebagai campuran (B).
3. Melakukan penyinaran dengan menggunakan lampu senter
terhadap (A). Mengamati jalannya sinar. Kemudian melakukan
hal yang sama untuk campuran (B).
4. Mengambil sebanyak 20 ml campuran (A) dan (B). Melakukan
penyaringan terhadap masing-masing campuran secara terpisah
dengan menggunakan kertas saring biasa. Mengamati filtrat yang
diperoleh dari masing-masing campuran.
5. Menyiapkan dua buah tabung sentrifugasi. Mengisi tabung
pertama dengan campuran (A) dan tabung yang lain dengan
campuran (B) hingga tabung terisi dua pertiganya. Melakukan
sentrifugasi pada kedua tabung selama 15 menit pada kecepatan
2000-3000 rpm. Mengamati apakah ada perubahan yang terjadi
pada setiap tabung.
6. Mengukur pH campuran (A) dan (B). Menurunkan pH dari
masing-masing campuran sebanyak 2 satuan dengan cara
menambahkan HCl pekat. Mengamati apakah ada perubahan yang
terjadi.
7. Mengambil sebanyak 20 ml campuran (A) dan (B),
menempatkannya dalam gelas beker terpisah. Menambahkan 1-2
gram tawas ke dalam setiap campuran, dan mendiamkannya
selama 20 menit. Mengamati apakah ada perubahan yang terjadi.
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Data Hasil Percobaan

Perlakuan Campuran (A) Campuran (B)

Penyinaran dengan Cahaya tembus Cahaya tidak tembus


senter

Penyaringan (kertas Tidak terdapat endapan Terdapat endapan


saring)

Sentrifugasi Tidak terjadi perubahan Tidak terjadi perubahan


(alat error) (alat error)

Penambahan HCl Cahaya tembus Cahaya tidak tembus


pekat.
pH = 3 pH = 3

Penambahan tawas Tidak terdapat gumpalan Terdapat gumpalan

Kesimpulan. Campuran (A) bukan Campuran (B) adalah


koloid koloid

B. Pembahasan

Pada praktikum ini, dilakukan percobaan untuk mengetahui sifat-sifat


koloid. Percobaan yang dilakukan adalah dengan menggunakan larutan
garam dapur dan susu cair. Kemudian dilakukan lima perlakuan terhadap
campuran A (larutan garam dapur) dan campuran B (susu cair). Perlakuan
yang pertama adalah dengan menyinari kedua campuran menggunakan
senter. Campuran yang pertama (A) yaitu 10 gram garam dapur yang
dilarutkan dalam 100 ml akuades, dan campuran (B) 100 ml susu cair.
Masing-masing campuran tersebut dimasukkan ke dalam gelas beker
terpisah. Kemudian kedua campuran ini disinari dengan senter.
Pada saat dilakukan penyinaran, terlihat bahwa sinar dari lampu senter
terhadap campuran A diteruskan dalam satu arah. Sedangkan sinar pada
campuran B diserap atau dihamburkan dalam mediumnya sendiri sehingga
pada campuran B tidak tembus cahaya. Hal ini dikarenakan campuran (B)
merupakan larutan koloid yang mempunyai partikel yang lebih besar dan
acak sehingga sinar datang dipantulkan oleh partikelnya ke segala arah
yang disebut efek Tyndall.
Pada percobaan selanjutnya, 20 mL dari campuran (A) dan campuran
(B) disaring secara terpisah menggunakan kertas saring. Kemudian setelah
disaring dapat dilihat bahwa terdapat perbedaan antara keduanya, yaitu
pada campuran (A) tidak terdapat endapan, sedangkan pada campuran (B)
terdapat sedikit endapan.
Pada penyaringan yang dilakukan, dapat terlihat jelas bahwa larutan
garam (campuran A) lebih cepat tersaring dibandingkan dengan susu cair
(campuran B). Hal ini dikarenakan oleh adanya gaya berat partikel –
partikel koloid yang terdapat pada larutan susu tersebut. Pada larutan
garam, tidak terdapat endapan ketika larutan tersebut disaring dengan
kertas saring. Hal ini disebabkan karena garam telah bercampur secara
homogen dengan pelarutnya yaitu akuades. Hingga garam dapat larut
dengan sempurna. Sedangkan pada larutan susu terdapat endapan yang
berupa filtrat putih, yang disebabkan karena adanya gaya berat pada
partikel-partikel koloid yang terdapat pada larutan susu tersebut.
Selanjutnya dilakukan percobaan dengan alat sentrifugasi. Campuran
(A) dan campuran (B) dimasukkan ke dalam tabung sentrifugasi terpisah
dan diisi hingga dua pertiganya. Kemudian kedua campuran di sentrifugasi
selama 15 menit dengan kecepatan 2000-3000 rpm. Setelah 15 menit,
ternyata tidak terjadi perubahan apa-apa karena alat yang digunakan untuk
sentrifugasi error, sehingga pada percobaan ini tidak menghasilkan apa-
apa.
Kemudian pada pengukuran pH, untuk menurunkan pH sebanyak 2
satuan dapat digunakan larutan HCl pekat dengan menuangkan ke dalam
larutan koloid tetes demi tetes agar sesuai dengan pH yang ingin
didapatkan. Terdapat besar pH yang sama pada campuran A dan campuran
B yaitu masing-masing sebesar 7. Setelah kedua campuran ini
ditambahkan dengan HCl pekat, pH pada kedua campuran tersebut diukur
kembali. Dapat dilihat bahwa kedua campuran ini mengalami penurunan
pH menjadi 3. Dan pada campuran A, ternyata terlihat mengalami
pengentalan. Sedangkan pada campuran B, terdapat gumpalan atau
endapan. Pada kedua percobaan ini sendiri, tidak mencapai pH yang
diharapkan yaitu 5, karena ketika melakukan pengamatan ukuran atau
jumlah larutan yang akan digunakan tidak dibatasi, misalnya 5 ml, 10 ml,
atau 20 ml. Hal ini menyulitkan praktikan untuk mendapatkan pH sesuai
dengan yang diharapkan.
Pengamatan terakhir adalah dengan menambahkan dengan tawas pada
masing-masing campuran. Pertama-tama, campuran A ditambahkan
dengan tawas, namun ketika diamati ternyata tidak terjadi perubahan yang
signifikan selain larutan yang berubah menjadi keruh. Sedangkan saat
campuran B ditambahkan dengan tawas, campuran B menjadi lebih kental
dan terdapat gumpalan. Sifat ini dapat disebut sebagai sifat koagulasi atau
penggumpalan karena tawas menggumpalkan partikel dari susu.

VI. KESIMPULAN

Kesimpulan yang dapat diperoleh dari percobaan ini adalah :


1. Besar pH larutan garam dan susu berturut-turut adalah 7 dan 7.
Setelah ditambahkan HCl, diturunkan dua satuan menjadi 5, tetapi
yang dihasilkan adalah pH 3 untuk campuran (A) dan (B).
2. Campuran (A) yang ditambahkan tawas menjadi keruh tanpa
terjadinya perubahan lain. Tetapi ketika campuran (B)
ditambahkan dengan tawas, larutan menjadi lebih kental dan
terdapat gumpalan serta agregat.
3. Campuran A (larutan garam) bukan koloid, sedangkan campuran
B (susu cair) adalah koloid.

DAFTAR PUSTAKA

Brady, James E. 1986. Kimia Universitas Asas dan Struktur. Jakarta: Bina Purna
Aksara.

Keenan, C.W.1984. Kimia untuk Universitas. Jakarta: Erlangga.

Lesmana, S. Novita, Thomas Indarto P. S dan Netty Kusumawati. 2008. Pengaruh


Penambahan Kalsium Karbonat sebagai Fortifikan Kalsium terhadap Sifat
Fisikokimia dan Organoleptik Permen Jeli Susu. Jurnal Teknologi Pangan
dan Gizi. Vol. 7 No. 1 April 2008.
Petrucci,Ralph H.1987. Kimia Dasar Prinsip dan Terapan Modern. Jakarta:
Erlangga.

Syukri.S. 1999. Kimia Dasar 2. Bandung: ITB.

Anda mungkin juga menyukai