Barang Milik Negara yang Berasal Dari Kontraktor Kontrak Kerja Sama
(KKKS) pada Direktorat Jenderal Kekayaan Negara
rian.rosita@ui.ac.id
Abstrak
Skripsi ini bertujuan untuk menganalisis pelaksanaan pengelolaan Barang Milik Negara (BMN) yang berasal
dari Kontraktor Kerja Sama (KKKS). Penulis memfokuskan pada tahap pemanfaatan, pemindahtanganan, dan
penghapusan dalam siklus pengelolaan BMN KKKS. Dalam penelitian ini, dilakukan 2 (dua) analisis. Analisis
pertama yaitu analisis regulasi pengelolaan aset KKKS terhadap manajemen aset yang ideal menurut Australian
National Audit Office (ANAO). Analisis yang kedua terkait kepatuhan pelaksanaan pengelolaan aset KKKS
terhadap PP Nomor 6 Tahun 2006 dan PMK Nomor 135/PMK.06/2009. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
terdapat beberapa hal yang masih harus diperbaiki terkait manajemen aset yang ideal menurut ANAO, yaitu
sistem informasi, sistem akuntansi, dan konsep pengadaan. Pelaksanaan pengelolaan BMN KKKS secara garis
besar telah sesuai dengan regulasi, namun peran DJKN dalam hal monitoring, evaluasi, dan penatausahaan aset
perlu ditingkatkan.
Kata Kunci
Barang Milik Negara, Kontraktor Kontrak Kerja Sama, Manajemen Aset
Abstract
The focus of this study is the implementation of state asset management of asset derived from the contractor
production sharing contract (KKKS). Author focuses on the utilization stage, alienation, and the elimination of
the SOA management cycle PSC. In this research, two (2) analysis. The first analysis is the analysis of asset
management regulation KKKS ideal for asset management by the Australian National Audit Office (ANAO).
The second analysis related to compliance with the implementation of asset management KKKS to Regulation
No. 6 of 2006 and PMK No. 135/PMK.06/2009. The results showed that there are some things that still need to
be fixed ideal asset management related by ANAO, ie information systems, accounting systems, and the concept
of procurement. Implementation of SOA management KKKS broadly in accordance with the regulations, but
DJKN role in monitoring, evaluation, and administration of assets need to be increased
Keyword:
State Asset, Production Sharing Contract, Asset Management
1
Universitas Indonesia
Pendahuluan
Kementerian Keuangan merupakan salah satu personel birokrasi di Indonesia yang memegang
peranan penting dalam mewujudkan good governance. Di samping tugas utamanya yaitu
menyelenggarakan urusan di bidang keuangan, penyelenggaraan urusan di bidang kekayaan
negara juga menempati posisi yang tak kalah penting untuk terwujudnya akuntabilitas dan
transparansi dalam pelaksanaan pemerintahan di Indonesia. Dalam rangka mengoptimalkan
perannya tersebut, Kementerian Keuangan selalu melakukan perbaikan untuk menajamkan
kembali tugas dan fungsinya. Salah satu kegiatan yang saat ini menjadi agenda utama
Kementerian Keuangan adalah terselenggaranya manajemen aset pemerintah yang baik dan
handal.
Diungkapkan oleh Maslani (2008) bahwa pengelolaan aset pemerintah secara umum memiliki
fungsi yang sangat strategis dan vital, selaras dengan Martowardoyo (2012) yang
mengungkapkan bahwa potensi kekayaan negara beberapa tahun ke depan dapat mencapai
Rp6.000 triliun. Total aset pemerintah pada LKPP tahun 2011 tercatat sebesar Rp3.023,44
triliun dengan proporsi dari Barang Milik Negara (BMN) yang cukup signifikan, yaitu sebesar
Rp1.726,33 triliun dan 93,79% diantaranya atau senilai Rp1.619,23 triliun merupakan aset
tetap. Paradigma tersebut menjadi sangat krusial dan tidak dapat diabaikan begitu saja,
sehingga sejak tahun 2006 Kementerian Keuangan secara intens mulai melakukan
inventarisasi dan penilaian terhadap seluruh aset pemerintah sebagai salah satu upaya
pengelolaan kekayaan negara secara tepat dan efisien. Dalam rangka menunjang pengelolaan
aset tersebut, maka pemerintah melakukan pembangunan regulasi dan memodernkan
kebijakan dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang
Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah. Pengelolaan aset negara tidak sekedar
administratif semata, namun mulai bersifat sustainable management sehingga mampu
memberikan value added terhadap tata kelola pemerintahan Indonesia.
Manajemen aset pemerintah oleh Kementerian Keuangan dilaksanakan oleh Eselon I yang
bertugas dalam pengelolaan kekayaan negara yaitu Direktorat Jenderal Kekayaan Negara
(DJKN). Salah satu aset yang tak luput dari prioritas DJKN dalam pengelolaan aset di
samping BMN yang ada pada Kementerian/Lembaga adalah aset dari Kontraktor Kontrak
Kerjasama atau biasa dikenal dengan aset KKKS. Aset KKKS tersebut berdasarkan Peraturan
Pemerintah Nomor 35 Tahun 2004 tentang Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi merupakan
Universitas Indonesia
seluruh barang dan peralatan yang secara langsung digunakan dalam kegiatan usaha hulu
minyak dan gas bumi di wilayah Indonesia yang dilakukan oleh para kontraktor. Pengelolaan
aset KKKS mulai menjadi perhatian setelah mendapat rekomendasi dari BPK RI pada tahun
2008 dan ditindaklanjuti dengan dilakukan inventarisasi dan penilaian yang pertama kali
dilaksanakan pada tahun 2009.
Perkembangan dari pengelolaan aset KKKS sendiri selalu menjadi headline dalam agenda
DJKN mengingat jumlah kontraktor kontrak kerjasama di Indonesia telah mencapai hampir
200 kontraktor dan terus bertambah setiap tahunnya, namun sampai dengan Tahun 2011, baru
74 KKKS yang telah dilakukan inventarisasi dan penilaian oleh DJKN. Tahun 2009,
pengelolaan BMN KKKS semakin terarah dengan terbitnya PMK Nomor 135/PMK.06/2009
tentang Pengelolaan BMN yang berasal dari KKKS. Pada tahun yang sama, aset KKKS mulai
dicatat dalam neraca LKPP.
Sehubungan dengan opini BPK atas LKPP Tahun 2011 yaitu “Wajar Dengan Pengecualian”,
aset KKKS ini menjadi salah satu bagian yang ikut andil dalam keluarnya opini tersebut. BPK
menyatakan bahwa aset KKKS yang diketahui sebesar Rp128 triliun, baru sekitar Rp58 triliun
yang tercatat dalam LKPP. Gap yang cukup material tersebut menjadi kualifikasi BPK atas
LKPP tahun 2011 sehingga BPK menjadikan permasalahan tersebut sebagai salah satu
prioritas pemeriksaannya.
Terkait pengelolaan aset KKKS tersebut, sebagaimana disampaikan oleh Maslani (2008),
pertanyaan terbesar adalah apakah pengelolaan aset telah dilakukan dengan baik dan apa
permasalahan utama apabila pengelolaan aset menjadi tidak optimal. Dalam hal pengelolaan
aset dilakukan tidak efisien dan efektif, akan berpotensi menyebabkan kerugian negara.
Apabila aset tersebut tidak diadministrasikan dengan baik, maka ancaman atas aset yang tidak
diketahui keberadaannya semakin besar, sedangkan di sisi lain argo cost recovery untuk aset
KKKS tetap berjalan. Adanya pemanfaatan, pemindahtanganan, dan penghapusan atas aset
KKKS juga menjadi salah satu masalah yang menjadi katalis kurang optimalnya pengelolaan
aset KKKS sehingga harus diidentifikasikan lebih mendalam apakah telah sesuai dengan
prinsip-prinsip manajemen aset yang efektif. Di samping itu, pihak-pihak yang terkait
pengelolaan ini juga perlu dikaji kembali apakah telah melakukan perannya masing-masing
sesuai dengan kapasitas kewenangan dan tanggung jawabnya secara efektif dan efisien. Hal
lainnya yang dapat menjadi media evaluasi adalah apakah regulasi yang ada telah dinamis dan
dapat diaplikasikan terhadap permasalahan di lapangan.
Universitas Indonesia
Tinjauan Teoritis
1. Manajemen Aset
Terdapat beberapa definisi yang berbeda tentang manajemen aset. Australian Asset
Management Collaborative Group (2013) mendefinisikan manajemen aset sebagai suatu
kegiatan dinamis dengan ruang lingkup kegiatan mencakup pada seluruh siklus hidup aset
yang secara intensif memperhatikan perubahan yang terjadi dalam tingkat kegunaan, biaya,
kondisi fisik serta nilai aset. Seluruh sektor publik termasuk pemerintah, seharusnya memiliki
rencana serta blue print terhadap manajemen aset yang terkait dengan siklus hidup aset. Hal
tersebut dikarenakan perencanaan manajemen aset memiliki peran yang besar terhadap
pengambilan keputusan terkait utilisasi, maintenance, investasi dan penghapusan dari aset itu
sendiri.
Australian National Audit Office (ANAO, 2010) sendiri membagi manajemen aset menjadi 3
(tiga) bagian sebagai berikut:
Universitas Indonesia
kebutuhan aset, mengevaluasi aset-aset yang ada, mengidentifikasi optimal asset mix,
serta strategi manajemen aset.
Universitas Indonesia
Reklasifikasi tersebut dilakukan terhadap aset KKKS yang telah dilakukan penyerahan
kepada negara namun belum dilakukan pemindahtanganan. Berdasar PMK 135/2009,
penghapusan dilakukan karena hal-hal sebagai berikut:
a. telah selesainya pelaksanaan pemindahtanganan;
b. telah dilakukan penyerahan kepada Menteri ESDM;
c. telah mendapat persetujuan Menteri Keuangan karena alasan tidak
ekonomis/menguntungkan apabila dilakukan pemindahtanganan dan tidak
memungkinkan dipindahtangankan karena lokasi aset didalam tanah dan atau
didalam laut; atau
telah mendapat persetujuan Menteri Keuangan karena alasan sebab-sebab lain yang
secara normal diperkirakan wajar menjadi penyebab penghapusan antara lain hilang,
kecurian, terbakar, susut, menguap, mencair, terkena bencana alam, kadaluarsa, rusak
berat, dan terkena dampak dari terjadinya keadaan kahar (force majeure).
Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat kualititatif dengan pendekatan studi kasus.
Metodologi yang digunakan penulis dalam menyusun skripsi ini adalah sebagai berikut:
1. Metode Pengumpulan Data
Penelitian ini merupakan studi kasus dengan bebedapa metode dalam pengumpulan data, baik
data primer maupun sekunder. Adapun cara tersebut adalah:
a. Studi Pustaka (Library Research)
Studi pustaka dilakukan meliputi pengumpulan literatur, peraturan, dokumen, serta
sumber lainnya yang terkait dengan penelitian ini. Masalah yang diteliti meliputi konsep
dan prinsip manajemen aset, pengelolaan aset publik, serta pengelolaan BMN KKKS di
Indonesia.
b. Studi Lapangan (Field Research)
Studi lapangan dilaksanakan dengan melakukan penelitian langsung pada proses
pelaksanaan pengelolaan aset KKKS yang dilakukan oleh DJKN. Adapun metode yang
digunakan adalah:
1. Observasi
Observasi dilakukan dengan mengamati aktivitas sehari-hari serta perilaku atau hal
lainnya yang dapat dicatat atau direkam sebagai bahan pendukung dalam penelitian
ini. Peneliti melakukan observasi dengan menjadi pengamat partisipan (participant
Universitas Indonesia
observer) yaitu memasuki organisasi atau lingkungan penelitian dan menjadi bagian
tim kerja. Observasi akan menitikberatkan pada proses pemanfaatan,
pemindahtanganan, dan penghapusan BMN KKKS dengan berbasis pada konsep
manajemen aset yang efektif.
2. Wawancara
Wawancara dilakukan untuk memperoleh data primer atas pemanfaatan,
pemindahtanganan, dan penghapusan aset KKKS. Informasi diperoleh dengan
wawancara terhadap pejabat dan pegawai yang bertugas melakukan pengelolaan aset
KKKS di Kementerian Keuangan dan salah satu KKKS yaitu PT Chevron Pacific
Indonesia.
Wawancara dilakukan dengan tatap muka maupun melalui telepon dengan berfokus
pada bisnis proses pelaksanaan pemanfaatan, pemindahtanganan, dan penghapusan
BMN KKKS serta implementasi yang ada terkait dengan konsep dan prinsip
manajemen aset yang ideal.
2. Metode Analisis
Metode analisis digunakan untuk mengetahui kejadian aktual yang terjadi di lapangan untuk
kemudian dilakukan analisis sehingga memperoleh suatu kesimpulan kualitatif. Analisis
dilakukan dengan membandingkan konsep dan prinsip manajemen aset publik yang ideal
serta peraturan PP Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan BMN/D dan PMK Nomor
135/PMK.06/2009 tentang Pengelolaan BMN yang berasal dari KKKS terhadap proses
pemanfaatan, pemindahtanganan, dan penghapusan aset KKKS pada DJKN, Kementerian
Keuangan.
Atas kondisi dan kriteria yang tidak sesuai, maka akan dilakukan evaluasi, menentukan
penyebab dan solusi, serta mitigasi yang harus dilakukan untuk perbaikan proses pengelolaan
aset KKKS yang lebih efektif dan efisien dengan berpedoman pada konsep dan prinsip
manajemen aset yang ideal.
Hasil Penelitian
Pengelolaan aset KKKS yang tertib dan akuntabel dilaksanakan oleh DJKN saat ini
dilakukan dengan tujuan sebagai berikut:
1. Peningkatan Penerimaan Pajak dan PNBP dari Sektor Migas.
2. Penurunan cost recovery.
3. Peningkatan Opini BPK menjadi WTP (Unqualified Opinion).
Universitas Indonesia
1. Pemanfaatan
Pelaksanaan pemanfaatan setiap tahunnya memang belum dapat dikembangkan secara
optimal. Dari Tahun 2009 sampai dengan Tahun 2011, baru satu kali pernah dilakukan
pemanfaatan yaitu pada tahun 2011. Bentuk pemanfaatan yang pernah dilakukan pada
Tahun 2010 tersebut dalam bentuk pinjam pakai, yaitu penyerahan penggunaan aset
KKKS dari KKKS kepada Pemerintah Daerah dalam jangka waktu tertentu tanpa
memperoleh imbalan, dan setelah jangka waktu tersebut dipenuhi, aset akan diserahkan
kembali.
Setelah vakum di Tahun 2011, Kementerian ESDM kembali mengajukan permohonan
pelaksanaan pemanfaatan pada Tahun 2013. Permohonan pemanfaatan akan dilaksanakan
dalam bentuk sewa. Pada awalnya, persetujuan sewa aset KKKS tersebut tidak dapat
segera diakomodasi oleh DJKN karena belum ada regulasi yang mengatur prosedur sewa
tersebut. Namun saat ini, berdasarkan atas keputusan rapat internal DJKN dan
Universitas Indonesia
pertimbangan bahwa hal tersebut untuk optimalisasi aset dan memberikan kontribusi
kepada negara, maka prosedur sewa dilaksanakan dengan berpedoman pada PP 6/2006.
Di sisi lain, DJKN bersama dengan Kementerian ESDM dan SKK Migas tetap
melanjutkan harmonisasi rancangan peraturan yang akan mengatur mekanisme sewa aset
KKKS secara khusus. Pengajuan permohonan sewa pada Tahun 2013 tersebut adalah
sebagai berikut:
a. antara KKKS PHEONWJ dengan KKKS PT Nusantara Regas;
b. antara KKKS JOBPMTS dengan KKKS DSLNG;
c. antara KKKS PPEJ dengan KKKS Pertamina Persero.
2. Pemindahtanganan
Pemindahtanganan aset justru mengalami peningkatan setiap tahunnya dari segi jumlah
item barang. Sedangkan untuk nominal aset, Tahun 2009 memegang nominal aset paling
besar dalam pemindahtanganan. Pemindahtanganan tersebut dilakukan dalam bentuk
penjualan dan hibah. Dari Rp69,7 M pemindahtanganan, sebesar Rp36 M merupakan
penjualan aset dan Rp33,7 M dalam bentuk hibah. Penjualan dilakukan dalam bentuk beli
balik (buy back) oleh pemasok/vendor/pabrikan, penjualan antar KKKS, serta penjualan
kepada pihak lain setelah diserahkan kepada negara. Dari hasil penjualan tersebut, akan
disetor ke kas negara dan dicatat sebagai Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).
Pelaksanaan hibah sendiri dilakukan kepada Pemerintah Daerah setelah aset diserahkan
terlebih dahulu kepada negara.
3. Penghapusan
Penghapusan aset KKKS merupakan kegiatan yang tindak lanjut dari kegiatan
pemindahtanganan, penyerahan kepada pemerintah, pemusnahan, dan sebab lainnya,
yaitu dengan menghapus catatan aset KKKS dalam list aset yang ada pada Kementerian
ESDM dan neraca LKPP. Penghapusan tersebut dapat dilakukan dengan cara sebagai
berikut:
1. Untuk penghapusan yang merupakan tindak lanjut dari pelaksanaan
pemindahtanganan, pemusnahan, dan sebab-sebab lain akibat dari force majeur,
daftar dan nominal aset tersebut dihapus dalam catatan Kementerian ESDM
sekaligus menghapus nominal aset yang ada pada akun Aset Lainnya dalam neraca
LKPP.
2. Untuk penghapusan yang merupakan tindak lanjut dari penyerahan aset KKKS
kepada pemerintah karena kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi telah selesai
kontraknya, maka penghapusan aset dilakukan dengan melakukan reklasifikasi aset
Universitas Indonesia
KKKS pada neraca LKPP, yang semula diklasifikasikan sebagai Aset Lainnya,
menjadi Tanah/Bangunan/Peralatan sesuai dengan jenis aset. Setelah itu dilakukan
penetapan status pengguna barang, yaitu menjadi BMN milik Kementerian ESDM
dan mekanisme pengelolaannya sama dengan BMN pada umumnya.
Pembahasan
Universitas Indonesia
dengan metode garis lurus, contohnya adalah aplikasi atau software komputer. Di samping
itu, penetapan umur manfaat aset juga kurang tepat jika berdasarkan atas penggolongan dan
kodifikasi aset. Penggolongan dan kodifikasi memungkinkan untuk mesin dan sekrup menjadi
satu golongan. Padahal dua barang tersebut sangat berbeda dalam realisasi umur manfaatnya.
Hal tersebut dapat mendistorsi keandalan dari laporan keuangan aset KKKS. Namun kembali
pada tujuan utama bahwa digunakannya dasar metode garis lurus dan dasar penetapan usia
manfaat aset adalah dengan pertimbangan kemudahan.
Dari sisi strategi manajemen aset, implementasi atas regulasi juga masih terdapat ketidak
sesuaian. Dalam mengevaluasi aset dan alternatif pengamanan, DJKN namun masih belum
didukung dengan peraturan untuk dijadikan sebagai pedoman pelaksanaannya, salah satunya
adalah sertifikasi aset tanah KKKS. Sertifikasi atas tanah mulai dirintis dengan
mengatasnamakan aset tanah kepada Kementerian ESDM sebagai wakil pemerintah. Latar
belakang dilakukannya sertifikasi adalah telah ada beberapa kasus tanah yang digunakan
untuk pengeboran minyak dan gas bumi tersebut dijual karena belum jelas kepemilikan dan
penguasaan lahan tersebut. Penjualan kepada masyarakat ini dinilai berpotensi akan semakin
berkurangnya aset negara, terutama dalam bentuk tanah yang sebenarnya masih memiliki
future benefit untuk dapat digunakan dalam mendukung tugas dan fungsi pemerintahan. Di
samping itu, atas area pengeboran biasanya masih terdapat sisa pengeboran yang tidak bisa
dibereskan seperti alat-alat berat, dan sisa minyak mentah, yang memiliki potensi
membahayakan jika ditangani oleh orang/pembeli yang tidak tepat.
Dalam menentukan solusi nonaset terhadap aset KKKS masih sulit dilakukan mengingat
pelaksanaan operasional pertambangan minyak dilakukan dalam jangka waktu tertentu. Aset
yang digunakan pada umumnya akan cepat mengalami perkembangan teknologi sehingga
tingkat keusangan akan cepat. Namun hal tersebut tidak menutup kemungkinan dapat
dilakukan pertimbangan solusi nonaset. Solusi nonaset lainnya dapat dilakukan dengan
melakukan perbaikan terhadap aset yang rusak. DJKN telah mempertimbangkan biaya
perbaikan dan pemeliharaan saat perencanaan aset. Hal tersebut untuk meminimalkan
pengadaan aset baru dan pengeluaran biaya yang lebih besar.
Evaluasi aset di DJKN dilakukan dengan melakukan pemeriksaan fisik atas aset sekaligus
dilakukan penilaian nilai wajar aset. Sayangnya saat ini pemeriksaan fisik tersebut dilakukan
hanya pada saat ada permohonan dari KKKS. Hal tersebut karena biaya yang mahal dan
keterbatasan sumber daya manusia. Sampai saat ini evaluasi terhadap aset dilakukan oleh
DJKN dengan melakukan inventarisasi minimal sekali dalam lima tahun.
Universitas Indonesia
Penatausahaan utilisasi masih belum dilakukan secara optimal karena belum ada sistem
informasi yang memadai. Oleh karena itu untuk melakukan monitoring terhadap pelaksanaan
utilisasi masih sangat terbatas. Sebagai pengendalian dan mencegah permsalahan selanjutnya,
PMK 135/2009 telah bersifat preventif, salah satunya dalam hal pelaksanaan pemanfaatan
dalam bentuk sewa dan kerjasama pemanfaatan, dilakukan dengan membayar biaya sewa
dengan sistem dibayar dimuka. Hal tersebut akan mempermudah kontrol dan kepastian
pembayaran kontribusi.
Kesimpulan
Penelitian ini berupaya untuk menganalisis regulasi pengelolaan aset KKKS serta
mengevaluasi pelaksanaan pengelolaan aset KKKS. Dasar dilakukannya penelitian ini untuk
mengetahui apakah pengelolaan aset KKKS selama ini telah dilakukan secara tepat serta
menggunakan regulasi yang representatif. Hal tersebut penting mengingat proporsi aset
KKKS dalam LKPP cukup signifikan sehingga diperlukan pengelolaan aset yang optimal agar
tujuan aset dapat tercapai. Adapun dalam penelitian tersebut dapat diperoleh kesimpulan
Universitas Indonesia
sebagai berikut:
1. Evaluasi terhadap PP 6/2006 dan PMK 135/2009 telah sesuai dengan konsep dan prinsip-
prinsip manajemen aset dalam Australian National Audit Office (ANAO).
a. Konsep manajemen aset masih belum optimal dalam pengaturan kebijakan akuntansi,
sistem infomasi, serta dalam pelaksanaan optimalisasi dan evaluasi aset.
b. Prinsip dan teknis manajemen aset masih perlu ditingkatkan kebijakan terkait
perencanaan, pengadaan, serta ketersediaan infrastruktur yang menjamin terwujudnya
akuntabilitas aset.
c. Strategi manajemen aset perlu diperhatikan kembali pengaturan dalam
mengoptimalkan potensi aset, evaluasi atas biaya siklus hidup, manfaat, dan risiko dari
alternatif strategi pengelolaan aset.
2. Kepatuhan pengelolaan BMN KKKS oleh DJKN terhadap PP 6/2006 dan PMK
135/2009.
Pelaksanaan pengelolaan aset KKKS oleh DJKN telah pada dasarnya telah sesuai dengan
PP 6/2006 dan PMK 135/2009, namun masih terdapat hal-hal yang belum optimal
dilakukan oleh DJKN, yaitu:
a. Prosedur yang masih belum dilakukan oleh DJKN adalah dalam hal penatausahaan
berkas dan menjalankan fungsi evaluasi dan monitoring. Hal tersebut mengakibatkan
pihak KKKS dan SKK Migas tidak dapat memonitor posisi dan progress proses
permohonan persetujuan.
b. DJKN belum melakukan proses penatausahaan pengelolaan aset dengan baik..
Universitas Indonesia
untuk mendukung tersedianya informasi yang dapat digunakan sebagai dasar untuk
pengambilan keputusan organisasi dan penentuan kebijakan.
4. Dalam hal proses perencanaan, perlu dilakukan pembahasan dan pengkajian terkait biaya
tiap siklus. Hal tersebut karena menyangkut kelangsungan aset beserta manfaat aset di
masa depan.
5. Optimalisasi pemanfaatan aset KKKS sebaiknya dilakukan secara periodik dengan
melakukan evaluasi agar potensi manfaat aset, terutama untuk aset idle dapat
dimaksimalkan dengan tindak lanjut pemanfaatan, pemindahtanganan, atau penghapusan.
6. Pelaksanaan pengelolaan aset sebaiknya dilakukan sinergi dan kerja sama yang baik
dengan pihak-pihak yang terkait dengan pengelolaan aset KKKS.
DJKN memiliki kantor vertikal yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia, yang dapat
mendukung pelaksanaan pengelolaan aset KKKS sehingga dapat memberikan jalan keluar
dalam hal permasalahan geografis untuk pengoptimalan strategi manajemen aset.
Daftar Referensi
Adriati, Alicia. (2009). Analisis atas Manajemen Aset Tetap dan Penerapan Sistem Akuntansi
Barang Milik Negara pada Rumah Sakit Berstatus BLU : Studi Kasus pada RSUPN Dr. Cipto
Mangunkusumo. Depok: Universitas Indonesia.
ANAO. Better Practice Guide on the Strategic and Operational Management of Assets by
Public Sector Entities. September, 2010.
Apriyadi, Chaidir Yuzi. (2009). Analisis Desain Alur Proses Dalam Rangka Penghapusan
Barang Milik Negara Eks Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) Sub Sektor Migas. Depok:
Universitas Indonesia.
Direktorat Jenderal Kekayaan Negara. Annual Report 2011: Toward a Comprehensive Public
Asset Management. Jakarta. 2012.
Gorman, John. Gold Coast City Council. AssetManagement Strategy (Infrastructure and
Land). May, 2010.
Universitas Indonesia
Hariyono, Arik. (2007). Prinsip dan Teknik Manajemen Kekayaan Negara. Jakarta: BPPK.
2007.
Kaganova, Olga. Government Property Assets in the Wake of The Dual Crisis in Public
Finance and real Estate: an Oportunity To Do Better Going Forward?. Volume 3.
2010/2011.
McNeil, Sue. Asset Management and Asset Valuation:The Implication of The Government
Accounting Standards Bureau (GASB) Standards for Reporting Capital Assets. 2000.
Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 96/PMK.06/2007 tentang Tata Cara
Pelaksanaan Penggunaan, Pemanfaatan, Penghapusan, dan Pemindahtanganan Barang Milik
Negara.
Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2012 tentang Tata Cara
Pelaksanaan Sewa Barang Milik Negara.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang
Milik Negara/Daerah.
Sumiteri, Ni Ketut. (2008). Analisis Implementasi Kebijakan Sistem Akuntansi Barang Milik
Negara Pada Departemen Hukum dan HAM RI. Jakarta: Universitas Indonesia.
Supriyadi, Wasis. (2008). Evaluasi Proses Pengelolaan Barang Milik Daerah di Pemerintah
Kabupaten Lampung Barat. Depok: Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia