Anda di halaman 1dari 2

4/22/2020 Ketika Imam Syafii Mendebat Imam Malik Soal Rezeki | Muslim Obsession

Ketika Imam Sya i Mendebat Imam Malik Soal


Rezeki
Penyunting Fathurrohman - Senin, 13 Mei 19 | 10:49 WIB

Ilustrasi: Burung mencari rezeki untuk menafkahi anaknya.

Jakarta, Muslim Obsession – Meski meyakini bahwa urusan rezeki merupakan hal yang pasti
dari Allah ‘Azza wa Jalla, namun kebanyakan orang masih gelisah memikirkannya. Utamanya,
bagaimana cara untuk mendapatkan rezeki tersebut.

Hal demikian, rupanya pernah juga menjadi perdebatan Imam Maliki dan Imam Sya i yang
merupakan guru dan murid.

Cerita bermula ketika dalam sebuah majelis ilmu, Imam Maliki yang merupakan guru dari Imam
Sya i mengatakan bahwa sesungguhnya rezeki itu datang tanpa sebab. Seseorang cukup
bertawakkal dengan benar, niscaya Allah akan memberikannnya rezeki.

“Lakukan yang menjadi bagianmu, selanjutnya biarkan Allah mengurus lainnya,” demikian kira-
kira pendapat Imam Malik.

Imam Malik menyandarkan pendapatnya itu berdasarkan sebuah hadirs:

َ ‫ﺻﺎ ﻭﺗ َﺮﻭ ُﺡ ِﺑ‬


‫ﻄﺎﻧًﺎ‬ ً ‫ﺍﻟﻄﻴ َْﺮ ﺗﻐﺪُﻭ ِﺧ َﻤﺎ‬ ‫ﻟَﻮ ﺃﻧ ُﻜﻢ ﺗﻮ ﱠﻛ ْﻠﺘُﻢ ﻋﻠَﻰ ﷲِ ﱠ‬
‫ﺣﻖ ﺗ ََﻮ ﱡﻛ ِﻠ ِﻪ ﻟَ َﺮﺯَ ﻗَ ُﻜﻢ ﻛﻤﺎ ﻳَ ْﺮ ُﺯ ُﻕ ﱠ‬

“Andai kalian bertawakkal kepada Allah sebenar-benar tawakkal niscaya Allah akan berikan rizki
kepada kalian, sebagaimana Dia memberikan rizki kepada burung yang pergi dalam keadaan
lapar lalu pulang dalam keadaan kenyang,” (HR. Ahmad).

https://muslimobsession.com/ketika­imam­syafii­mendebat­imam­malik­soal­rezeki/ 1/2
4/22/2020 Ketika Imam Syafii Mendebat Imam Malik Soal Rezeki | Muslim Obsession

Menanggapi hal itu, Imam Sya i yang rupanya memiliki pandangan lain. Ia pun segera
melayangkan pendapatnya.

“Ya Syaikh, seandainya seekor burung tidak keluar dari sangkarnya, bagaimana mungkin ia akan
mendapatkan rezeki?” kata Imam Sya i.

Melalui pengandaian tadi Imam Sya i menyampaikan pendapat bahwa untuk mendapatkan
rezeki dibutuhkan kerja keras. Rezeki tidak datang sendiri, melainkan harus dicari lalui
didapatkan melalui sebuah usaha.

Hingga titik itu, guru dan murid tersebut bersikukuh pada pada pendapatnya masing-masing.

Hingga suatu ketika, saat Imam Sya i berjalan-jalan, ia melihat serombongan orang tengah
memanen anggur. Ia pun membantu mereka. Setelah pekerjaan selesai, Imam Sya i
memperoleh imbalan beberapa ikat anggur sebagai balas jasa.

Imam Sya i senang bukan main. Ia senang bukan karena mendapatkan anggur. Ia senang
karena memiliki cara untuk menyampaikan kepada Imam Malik bahwa pendapatnya soal
memperoleh rezeki itu benar.

“Jika burung tak terbang dari sangkar, bagaimana mungkin mereka akan mendapat rezeki?
Seandainya saya tak membantu memanen, niscaya saya tidak akan mendapatkan anggur”.

Dengan bergegas Imam Sya i menjumpai Imam Malik yang tengah duduk santai. Sambil
menaruh seluruh anggur yang didapatnya, Imam Sya i bercerita seraya sedikit mengeraskan
bagian kalimat, “Seandainya saya tidak keluar pondok dan melakukan sesuatu (membantu
memanen), tentu saja anggur itu tidak akan pernah sampai di tangan saya.”

Mendengar itu Imam Malik tersenyum, seraya mengambil anggur dan mencicipinya. Imam
Malik berucap pelan.

“Sehari ini aku memang tidak keluar pondok, hanya mengambil tugas sebagai guru, dan sedikit
berpikir alangkah nikmatnya kalau dalam hari yang panas ini aku bisa menikmati anggur. Tiba-
tiba engkau datang sambil membawakan beberapa ikat anggur untukku. Bukankah ini juga
bagian dari rezeki yang datang tanpa sebab? Cukup dengan tawakkal yang benar kepada Allah
niscaya Allah akan berikan rezeki. Lakukan yang menjadi bagianmu, selanjutnya biarkan Allah
yang mengurus lainnya.”

Imam Sya i langsung tertawa mendengar penjelasan Imam Malik tersebut. Guru dan murid itu
kemudian tertawa bersama.
https://muslimobsession.com/ketika­imam­syafii­mendebat­imam­malik­soal­rezeki/ 2/2

Anda mungkin juga menyukai