menuntut ilmu yang mahal. Misalnya ketika ada kursus bahasa Arab, sebagian peserta
mengeluh biaya daftarnya yang mahal (padahal sebenarnya murah, hanya saja mereka
membandingkan dengan beberapa kursus yang gratis atau hanya bayar sukarela saja). Kita
perlu menghilangkan “mindset” bahwa belajar ilmu agama itu pasti gratis terus dan tidak
memerlukan harta. Ketahuilah bahwa yang namanya ilmu itu perlu juga pengorbanan harta baik
banyak maupun sedikit.
Sebagaimana perkataan Imam Syafi’i bahwa menuntut ilmu itu perlu bekal berupa harta:
ان
ِ َصيلِهَا بِبَي َ ال ْال ِع ْل َم إاَّل بِ ِستَّ ٍة َسُأ ْنبِي
ِ ك َع ْن تَ ْف َ ََأ ِخي لَ ْن تَن
ان َذ َكا ٌء َو ِحرْ صٌ َواجْ تِهَا ٌد َوب ُْل َغةٌ َوصُحْ بَةُ ُأ ْستَا ٍذ َوطُو ُل َز َم
ِ Saudaraku, engkau tidak akan mendapatkan ilmu kecuali dengan enam perkara
Akan aku kabarkan padamu perinciannya degan jelas
Kecerdasan, kemauan keras, semangat, bekal cukup (harta)
Bimbingan ustadz dan waktu yang lama [Diwan Syafi’i]
Agar bisa memotivasi kita supaya “tidak terlalu pelit” mengeluarkan harta untuk belajar agama,
mari kita lihat bagaimana semangat para ulama dahulu. Mereka rela mengorbankan harta yang
banyak bahkan ada yang sampai tidak punya harta sama sekali karena untuk menuntut ilmu
agama alias bangkrut.
َ َيث َأ ْفل
س َ ب ْال َح ِد
َ ََم ْن طَل
“Barangsiapa yang menuntut ilmu hadist/belajar agama maka akan bangkrut” [Jaami’u bayaanil ‘ilmi
wa fadhlihi I/410 no.597]
ال يبلغ أحد من هذا العلم ما يريد حتى يضربه الفقر ويؤثره على كل
شئ
“Seseorang tidak akan mencapai ilmu ini sesuai dengan apa yang diharapkan sehingga ia menjadi fakir
dan berpengaruh kepada semuanya.” [Al-Majmu’ 1/35]
Yang cukup terkenal adalah kisah ulama menuntut ilmu sampai-sampai harus menjual atap
rumah mereka.
حتى التجأ،أنفق ابن عائشة على إخوانه أربع مائة ألف دينار في هللا
إلى أن باع سقف بيته
“Ibnu Aisyah membelanjakan harta untuk saudara-saudaranya sebanyak empat ratus dinar, hingga ia
menjual atap rumahnya.” [Tarikh Baghdadi 12/17]
Muhammad bin Salam berkata,
َأ ْو هذا الَّ ِذي هو فيه من، أيما أحب إليك ثالثون ألف دينار:فقالت أمه
َ َ ق، فإني قد أنفقت المال كله َعلَ ْي ِه: قالت، ال َوهللا ِإال هذا:ال
:ال َ َ ق،الجاه
فوهللا ما ضيعته
“Ibu Rabi’ah berkata kepada suaminya, ‘Mana yang engkau sukai antara 30.000 dinar atau kedudukan
yang dia (anakmu) peroleh?’ Suaminya berkata, ‘Demi Allah aku lebih suka yang ini (kedudukan ilmu
anaknya)’, Ibu Rabi’ah berkata, ‘Saya telah menghabiskan seluruh harta tersebut untuk mendapatkan
seperti sekarang ini’ Suaminya berkata, ‘Demi Allah, engkau tidak menyia-nyiakannya.’ [Tarikh
Baghdad 9/414]