Anda di halaman 1dari 10

01.

TEORI HIMPUNAN

1.1 Ruang Sampel

Statistika tidak lepas dari probabilitas. Untuk mempelajari probabilitas suatu


kejadian, maka terlebih dahulu mempelajari ruang sampel dan kejadian.

Sebagai contoh, dalam permainan ular tangga, pemain melempar dadu sebelum
menentukan langkah pada permainan. Apakah pemain dapat menentukan secara pasti
mata dadu yang muncul? Tentu jawabannya pemain tidak bisa mengetahui secara pasti
mata dadu yang muncul, apakah mata dadu 1, 2, 3, 4, 5, atau 6. Jika kita kumpulkan semua
hasil yang mungkin terjadi yaitu mata dadu 1, 2, 3, 4, 5, dan 6, maka inilah yang disebut
ruang sampel.

Definisi 1.1.1
Himpunan semua hasil yang mungkin dari suatu kejadian disebut ruang sampel,
dinotasikan dengan 𝑺.

Contoh 1.1.1
Himpunan semua hasil yang mungkin dari pelemparan satu buah dadu, dinyatakan
sebagai ruang sampel
𝑆 = {1, 2, 3, 4, 5, 6}
Contoh 1.1.2
Percobaan pelemparan koin sebanyak dua kali lemparan. Himpunan hasil yang
dinyatakan sebagai ruang sampel

𝑆 = {(𝐴𝐴), (𝐴𝐺), (𝐺𝐴), (𝐺𝐺)}

Contoh 1.1.3
Kejadian berupa hasil nilai ujian Statistika Matematika pada suatu kelas, maka ruang
sampel dinyatakan pada interval 𝑆 = [0,100]

Suatu ruang sampel 𝑆 dikatakan berhingga (finite) jika memuat berhingga banyak
hasil, 𝑺 = {𝑒1 , 𝑒2 , … , 𝑒𝑛 }, dan dikatakan ruang sampel terhitung tak berhingga
1
(countably infinite) jika ada korespondensi 1-1 antara ruang sampel 𝑆 dengan himpunan
bagian dari 𝑁 = {1,2,3, … }, misalkan 𝑺 = {𝑒1 , 𝑒2 , … }. Ruang sampel 𝑆 dikatakan
takterhitung (uncountable) jika 𝑆 tak hingga dan 𝑆 tidak berkorespondensi 1-1 dengan
𝑁.

Definisi 1.1.2
Jika ruang sampel 𝑆 berhingga atau terhitung takberhingga, maka disebut ruang sampel
diskret.

Contoh 1.1.4
Pada contoh 1.1.1 dan 1.1.2 merupakan ruang sampel berhingga, sedangkan contoh
1.1.3 merupakan contoh ruang sampel tak terhitung, karena tidak berkorespondensi
dengan bilangan bulat positif (ℕ).

1.2 Kejadian dan Operasi Kejadian

Definisi 1.2.1
Suatu kejadian merupakan himpunan bagian dari ruang sampel 𝑺. Jika 𝑨 suatu kejadian,
maka 𝑨 memuat hasil yang terjadi.

Ruang sampel 𝑺 merupakan himpunan bagian dari ruang sampel 𝑺 itu sendiri, atau 𝑺
dikatakan sebagai kejadian pasti (possible event). Sedangkan himpunan kosong ∅ juga
merupakan himpunan bagian dari ruang sampel 𝑺, atau dikatakan kejadian tak pasti
(impossible event).

Contoh 1.2.1
Subset dari ruang sample 𝑺 pada contoh 1.1.2, himpunan kejadian sedikitnya gambar
muncul 1 kali.
𝑨 = {(𝐴𝐺), (𝐺𝐴), (𝐺𝐺)}

2
Operasi Kejadian

𝐴𝐶

Gambar 1.2.1 Komplenen 𝐴𝐶

Definisi 1.2.2
Komplemen himpunan 𝐴, dinotasikan dengan 𝑨𝑪 , didefinisikan 𝑨𝑪 = {𝒔 ∈ 𝑺|𝒔 ∉ 𝑨}

𝐴 𝐵

Gambar 1.2.2 𝐴 ∪ 𝐵

Definisi 1.2.3
Gabungan himpunan 𝐴𝑖 dinyatakan 𝐴1 ∪ 𝐴2 ∪ … ∪ 𝐴𝑛 = ⋃𝑛𝑖=1 𝐴𝑖 didefinisikan
𝑛

⋃ 𝐴𝑖 = {𝒔 ∈ 𝑺|𝒔 ∈ 𝑨𝒊 , 𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 𝑠𝑢𝑎𝑡𝑢 𝑖 = 1,2, . . 𝑛}


𝑖=1

𝐴 𝐵

Gambar 1.2.3 𝐴 ∪ 𝐵

3
Definisi 1.2.4
Irisan himpunan 𝐴𝑖 didefinisikan
𝑛

⋂ 𝐴𝑖 = {𝒔 ∈ 𝑺|𝒔 ∈ 𝑨𝒊 , 𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 𝑠𝑒𝑡𝑖𝑎𝑝 𝑖 = 1,2, . . 𝑛}


𝑖=1

𝐴 𝐵

Gambar 1.2.4 𝐴\𝐵

Definisi 1.2.5
Selisih himpunan 𝐴 dan 𝐵, dinotasikan dengan 𝐴\𝐵 dan didefinisikan
𝐴\𝑩 = {𝒔 ∈ 𝑺|𝒔 ∈ 𝑨 𝑑𝑎𝑛 𝑠 ∉ 𝐵}

𝐴 𝐵

Gambar 1.2.5 𝐴 △ 𝐵

Definisi 1.2.6
Selisih simetris himpunan 𝑨 △ 𝑩 didefinisikan
𝑨 △ 𝑩 = (𝑨 − 𝑩) ∪ (𝑩 − 𝑨)

Contoh 1.2.2
Misalkan percobaan dalam ruang sampel pada interval terbuka (0,5). Sedemikian
hingga 𝑆 = (0,5). Misalkan 𝐴 = (1,3), 𝐵 = (2,4), dan 𝐶 = [3, 4.5).
𝐴 ∪ 𝐵 = (1,4); 𝐴 ∩ 𝐵 = (2,3); 𝐴 ∪ 𝐶 = (1,4.5); 𝐴 ∩ 𝐶 = ∅

4
𝐵 ∪ 𝐶 = (2, 4.5); 𝐵 ∩ 𝐶 = [3,4)

𝐴 𝐵

Gambar 1.2.6 𝐴 dan 𝐵 saling lepas

Definisi 1.2.7
Dua himpunan 𝐴 dan 𝐵 dikatakan saling asing jika 𝐴 ∩ 𝐵 = ∅

Definisi 1.2.8
Barisan himpunan 𝐴1 , 𝐴2 , … dikatakan saling asing jika 𝐴𝑖 ∩ 𝐴𝑗 = ∅ untuk setiap 𝑖 ≠ 𝑗.
Jika 𝐴1 , 𝐴2 , 𝐴3 , … saling asing, maka
∞ ∞

⋃ 𝐴𝑛 = ∑ 𝐴𝑛
𝑛=1 𝑛=1

Proposisi 1.2.1 Untuk semua himpunan 𝐴, 𝐵, 𝐶 ⊂ 𝑆

1. 𝑆 𝐶 = ∅; ∅𝐶 = 𝑆; (𝐴𝐶 )𝐶 = 𝐴;
2. ∅ ⊂ 𝐴
3. 𝐴 ⊂ 𝐴
4. 𝐴 ⊂ 𝐵 dan 𝐵 ⊂ 𝐶, maka 𝐴 ⊂ 𝐶
5. 𝐴 ⊂ 𝐵 jika dan hanya jika 𝐵 𝐶 ⊂ 𝐴𝐶
6. 𝑆 ∪ 𝐴 = 𝑆; ∅ ∪ 𝐴 = 𝐴; 𝐴 ∪ 𝐴𝑐 = 𝑆; 𝐴 ∪ 𝐴 = 𝐴
7. 𝑆 ∩ 𝐴 = 𝐴; ∅ ∩ 𝐴 = ∅; 𝐴 ∩ 𝐴𝑐 = ∅; 𝐴 ∩ 𝐴 = 𝐴
8. Komutatif

 𝐴∪𝐵 =𝐵∪𝐴
 𝐴∩𝐵 =𝐵∩𝐴

5
9. Asosiatif

 𝐴 ∪ (𝐵 ∪ 𝐶) = (𝐴 ∪ 𝐵) ∪ 𝐶
 𝐴 ∩ (𝐵 ∩ 𝐶) = (𝐴 ∩ 𝐵) ∩ 𝐶

10. Distributif

 𝐴 ∩ (𝐵 ∪ 𝐶) = (𝐴 ∩ 𝐵) ∪ (𝐴 ∩ 𝐶)
 𝐴 ∪ (𝐵 ∩ 𝐶) = (𝐴 ∪ 𝐵) ∩ (𝐴 ∪ 𝐶)

Hukum De Morgan

∞ 𝐶 ∞

(⋃ 𝐴𝑛 ) = ⋂ 𝐴𝐶𝑛
𝑛=1 𝑛=1

∞ 𝐶 ∞

(⋂ 𝐴𝑛 ) = ⋃ 𝐴𝐶𝑛
𝑛=1 𝑛=1

1.3 Fields dan 𝝈-Fields

Lapangan atau Fields adalah kumpulan kejadian-kejadian

Definisi 1.3.1
Suatu himpunan ℱ dari kejadian-kejadian dalam ruang sampel 𝑆 disebut fields, jika

1. ∅, 𝑆 ∈ ℱ
2. Jika 𝐴 ∈ ℱ, maka 𝐴𝐶 ∈ ℱ
3. Jika 𝐴, 𝐵 ∈ ℱ maka 𝐴 ∪ 𝐵 ∈ ℱ

Karena 𝐴 ∪ 𝐵 = (𝐴 ∩ 𝐵)𝐶 dan ((𝐴 ∩ 𝐵)𝐶 )𝐶 = 𝐴 ∩ 𝐵, maka ekuivalen dengan Jika 𝐴, 𝐵 ∈ ℱ


maka 𝐴 ∩ 𝐵 ∈ ℱ.

Akibatnya, dari definisi 1.3.1 di atas dapat diperluas sebagai berikut.

Jika 𝐴1 , 𝐴2 , … , 𝐴𝑛 ∈ ℱ, maka

6
a. ⋃𝑛𝑖=1 𝐴𝑖 ∈ ℱ
b. ⋂𝑛𝑖=1 𝐴𝑖 ∈ ℱ

Sifat ini dapat dibuktikan dengan induksi matematika.

Definisi 1.3.2
Suatu keluarga ℱ dari kejadian-kejadian 𝑆 disebut 𝜎 − 𝑓𝑖𝑒𝑙𝑑𝑠 jika

1. ∅, 𝑆 ∈ ℱ
2. Jika 𝐴 ∈ ℱ, maka 𝐴𝐶 ∈ ℱ
3. Jika 𝐴1 , 𝐴2 , 𝐴3 , … ∈ ℱ maka ⋃∞
𝑖=1 𝐴𝑖 ∈ ℱ

4. Dengan hokum De Morgan berlaku, jika 𝐴1 , 𝐴2 , 𝐴3 , … ∈ ℱ maka ⋂∞


𝑖=1 𝐴𝑖 ∈ ℱ

1.4 Limit Himpunan

Definisi 1.4.1
Untuk suatu barisan himpunan 𝐴𝑛 , 𝑛 ∈ ℕ, didefinisikan

inf 𝐴𝑘 = ⋂ 𝐴𝑘
𝑘≥𝑛
𝑘=𝑛

sup 𝐴𝑘 = ⋃ 𝐴𝑘
𝑘≥𝑛
𝑘=𝑛

lim inf 𝐴𝑛 = ⋃ inf 𝐴𝑘 = ⋃ ⋂ 𝐴𝑘


𝑛→∞ 𝑘≥𝑛
𝑛∈ℕ 𝑛∈ℕ 𝑘=𝑛

lim sup 𝐴𝑛 = ⋂ sup 𝐴𝑘 = ⋂ ⋃ 𝐴𝑘


𝑛→∞ 𝑘≥𝑛
𝑛∈ℕ 𝑛∈ℕ 𝑘=𝑛

Dengan mengaplikasikan hukum De Morgan, maka berlaku


𝐶
( lim inf 𝐴𝑛 ) = lim sup 𝐴𝐶𝑛
𝑛→∞ 𝑛→∞

Definisi 1.4.2
Jika barisan himpunan 𝐴𝑛 , 𝑛 ∈ ℕ,

7
lim inf𝑛→∞ 𝐴𝑛 = lim sup𝑛−∞ 𝐴𝑛
maka, dapat dinyatakan limit dari 𝐴𝑛
lim 𝐴𝑛 = lim inf𝑛→∞ 𝐴𝑛 = lim sup𝑛−∞ 𝐴𝑛
𝑛→∞

Contoh 1.4.1
𝑘
Untuk barisan himpunan 𝐴𝑘 = [0, 𝑘+1 ), sehingga diperoleh
𝑛
inf 𝐴𝑘 = [0, )
𝑘≥𝑛 𝑛+1
sup 𝐴𝑘 = [0,1)
𝑘≥𝑛

lim inf𝑛→∞ 𝐴𝑛 = [0,1)


lim sup𝑛−∞ 𝐴𝑛 = [0,1)
lim 𝐴𝑛 = [0,1)
𝑛→∞

Berlaku sifat lim inf𝑛→∞ 𝐴𝑛 ⊂ lim sup𝑛−∞ 𝐴𝑛 .

Definisi 1.4.3
Suatu barisan himpunan 𝐴𝑛 monoton naik jika 𝐴1 ⊂ 𝐴2 ⊂ 𝐴3 ⊂ … dan monoton turun
jika … ⊂ 𝐴3 ⊂ 𝐴2 ⊂ 𝐴1 .

Proposisi 1.4.1 Jika 𝐴𝑛 monoton naik maka lim 𝐴𝑛 = ⋃𝑛∈ℕ 𝐴𝑛 dan jika 𝐴𝑛 monoton
𝑛→∞

turun maka lim 𝐴𝑛 = ⋂𝑛∈ℕ 𝐴𝑛


𝑛→∞

Bukti. Akan dibuktikan Jika 𝐴𝑛 monoton naik maka lim 𝐴𝑛 = ⋃𝑛∈ℕ 𝐴𝑛 . Diketahui 𝐴𝑛
𝑛→∞

monoton naik, maka 𝐴𝑖 ⊂ 𝐴𝑖+1 sehingga ⋂𝑘≥𝑛 𝐴𝑘 = 𝐴𝑛

lim inf 𝐴𝑛 = ⋃ ⋂ 𝐴𝑘 = ⋃ 𝐴𝑛
𝑛→∞
𝑛∈ℕ 𝑘=𝑛 𝑛∈ℕ

∞ ∞

lim sup 𝐴𝑛 = ⋂ ⋃ 𝐴𝑘 ⊂ ⋃ 𝐴𝑘 = lim inf 𝐴𝑛 ⊂ lim sup 𝐴𝑛


𝑛→∞ 𝑛→∞ 𝑛→∞
𝑛∈ℕ 𝑘=𝑛 𝑘=𝑛

Karena

8
lim 𝐴𝑛 = lim sup 𝐴𝑛 = lim inf 𝐴𝑛
𝑛→∞ 𝑛→∞ 𝑛→∞

Sehingga lim 𝐴𝑛 = ⋃𝑛∈ℕ 𝐴𝑛 .


𝑛→∞

Contoh 1.4.2
Barisan himpunan 𝐴𝑛 = {1, 3, … , 2𝑛 − 1}, untuk 𝑛 = 1, 2, 3, …. Karena 𝑨𝒏 monoton naik,
sehingga pada kasus ini

lim 𝐴𝑛 = ⋃ 𝐴𝑛 = {1, 3, 5, … }
𝑛→∞
𝑛=1

Contoh 1.4.3
1 1
Barisan himpunan 𝐵𝑛 = (𝑛 , 3 − 𝑛) untuk 𝑛 = 1, 2, 3, …., karena 𝐵𝑛 monoton turun,
sehingga

lim 𝐵𝑛 = ⋂ 𝐵𝑛 = (1, 2)
𝑛→∞
𝑛=1

1.5 Latihan
1. Tentukan gabunagn 𝐴 ∪ 𝐵 dan irisan 𝐴 ∩ 𝐵 dari dua himpunan 𝐴 dan 𝐵 berikut
a) 𝐴 = ℎ𝑖𝑚𝑝𝑢𝑛𝑎𝑛 𝑏𝑖𝑙𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑎𝑠𝑙𝑖 𝑘𝑢𝑟𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑎𝑟𝑖 10, 𝐵 = himpunan bilangan
kelipatan 2 kurang dari 15.
b) 𝐴 = {𝑥|0 < 𝑥 < 2}, 𝐵 = {𝑥|1 ≤ 𝑥 < 3}
c) 𝐴 = {(𝑥, 𝑦)|0 < 𝑥 < 2,1 < 𝑦 < 2}, 𝐵 = {(𝑥, 𝑦)|1 < 𝑥 < 3,1 < 𝑦 < 3}
2. Tentukan komplemen 𝐴𝑐 dari himpunan 𝐴 dengan ruang sampel 𝑆 jika
5
a) 𝑆 = {𝑥|0 < 𝑥 < 1}, 𝐴 = {𝑥| 8 < 𝑥 < 1}

b) 𝑆 = {(𝑥, 𝑦)||𝑥| + |𝑦| ≤ 2}, 𝐴 = {(𝑥, 𝑦)|𝑥 2 + 𝑦 2 < 2}


3. Tunjukkan bahwa Hukum De Morgan’s benar
a) (𝐴 ∪ 𝐵)𝐶 = 𝐴𝐶 ∩ 𝐵 𝐶
b) (𝐴 ∩ 𝐵)𝐶 = 𝐴𝐶 ∪ 𝐵 𝐶
4. Misalkan 𝑆 = {1, 2, 3, 4} dan ℱ = {∅, {1, 2}, {3,4}, 𝑆}. Selidiki apakah ℱ merupakan
𝜎 − 𝑓𝑖𝑒𝑙𝑑𝑠.
5. Tunjukkan apakah barisan himpunan berikut {𝐴𝑘 } monoton turun atau naik,
kemudian tentukan lim 𝐴𝑘
𝑘−∞

9
1 1
a) 𝐴𝑘 = {𝑥| 𝑘 ≤ 𝑥 ≤ 3 − 𝑘} , 𝑘 = 1, 2, 3, …
1
b) 𝐴𝑘 = {𝑥|2 < 𝑥 ≤ 2 + 𝑘} , 𝑘 = 1, 2, 3, …

10

Anda mungkin juga menyukai