TEORI HIMPUNAN
Sebagai contoh, dalam permainan ular tangga, pemain melempar dadu sebelum
menentukan langkah pada permainan. Apakah pemain dapat menentukan secara pasti
mata dadu yang muncul? Tentu jawabannya pemain tidak bisa mengetahui secara pasti
mata dadu yang muncul, apakah mata dadu 1, 2, 3, 4, 5, atau 6. Jika kita kumpulkan semua
hasil yang mungkin terjadi yaitu mata dadu 1, 2, 3, 4, 5, dan 6, maka inilah yang disebut
ruang sampel.
Definisi 1.1.1
Himpunan semua hasil yang mungkin dari suatu kejadian disebut ruang sampel,
dinotasikan dengan 𝑺.
Contoh 1.1.1
Himpunan semua hasil yang mungkin dari pelemparan satu buah dadu, dinyatakan
sebagai ruang sampel
𝑆 = {1, 2, 3, 4, 5, 6}
Contoh 1.1.2
Percobaan pelemparan koin sebanyak dua kali lemparan. Himpunan hasil yang
dinyatakan sebagai ruang sampel
Contoh 1.1.3
Kejadian berupa hasil nilai ujian Statistika Matematika pada suatu kelas, maka ruang
sampel dinyatakan pada interval 𝑆 = [0,100]
Suatu ruang sampel 𝑆 dikatakan berhingga (finite) jika memuat berhingga banyak
hasil, 𝑺 = {𝑒1 , 𝑒2 , … , 𝑒𝑛 }, dan dikatakan ruang sampel terhitung tak berhingga
1
(countably infinite) jika ada korespondensi 1-1 antara ruang sampel 𝑆 dengan himpunan
bagian dari 𝑁 = {1,2,3, … }, misalkan 𝑺 = {𝑒1 , 𝑒2 , … }. Ruang sampel 𝑆 dikatakan
takterhitung (uncountable) jika 𝑆 tak hingga dan 𝑆 tidak berkorespondensi 1-1 dengan
𝑁.
Definisi 1.1.2
Jika ruang sampel 𝑆 berhingga atau terhitung takberhingga, maka disebut ruang sampel
diskret.
Contoh 1.1.4
Pada contoh 1.1.1 dan 1.1.2 merupakan ruang sampel berhingga, sedangkan contoh
1.1.3 merupakan contoh ruang sampel tak terhitung, karena tidak berkorespondensi
dengan bilangan bulat positif (ℕ).
Definisi 1.2.1
Suatu kejadian merupakan himpunan bagian dari ruang sampel 𝑺. Jika 𝑨 suatu kejadian,
maka 𝑨 memuat hasil yang terjadi.
Ruang sampel 𝑺 merupakan himpunan bagian dari ruang sampel 𝑺 itu sendiri, atau 𝑺
dikatakan sebagai kejadian pasti (possible event). Sedangkan himpunan kosong ∅ juga
merupakan himpunan bagian dari ruang sampel 𝑺, atau dikatakan kejadian tak pasti
(impossible event).
Contoh 1.2.1
Subset dari ruang sample 𝑺 pada contoh 1.1.2, himpunan kejadian sedikitnya gambar
muncul 1 kali.
𝑨 = {(𝐴𝐺), (𝐺𝐴), (𝐺𝐺)}
2
Operasi Kejadian
𝐴𝐶
Definisi 1.2.2
Komplemen himpunan 𝐴, dinotasikan dengan 𝑨𝑪 , didefinisikan 𝑨𝑪 = {𝒔 ∈ 𝑺|𝒔 ∉ 𝑨}
𝐴 𝐵
Gambar 1.2.2 𝐴 ∪ 𝐵
Definisi 1.2.3
Gabungan himpunan 𝐴𝑖 dinyatakan 𝐴1 ∪ 𝐴2 ∪ … ∪ 𝐴𝑛 = ⋃𝑛𝑖=1 𝐴𝑖 didefinisikan
𝑛
𝐴 𝐵
Gambar 1.2.3 𝐴 ∪ 𝐵
3
Definisi 1.2.4
Irisan himpunan 𝐴𝑖 didefinisikan
𝑛
𝐴 𝐵
Definisi 1.2.5
Selisih himpunan 𝐴 dan 𝐵, dinotasikan dengan 𝐴\𝐵 dan didefinisikan
𝐴\𝑩 = {𝒔 ∈ 𝑺|𝒔 ∈ 𝑨 𝑑𝑎𝑛 𝑠 ∉ 𝐵}
𝐴 𝐵
Gambar 1.2.5 𝐴 △ 𝐵
Definisi 1.2.6
Selisih simetris himpunan 𝑨 △ 𝑩 didefinisikan
𝑨 △ 𝑩 = (𝑨 − 𝑩) ∪ (𝑩 − 𝑨)
Contoh 1.2.2
Misalkan percobaan dalam ruang sampel pada interval terbuka (0,5). Sedemikian
hingga 𝑆 = (0,5). Misalkan 𝐴 = (1,3), 𝐵 = (2,4), dan 𝐶 = [3, 4.5).
𝐴 ∪ 𝐵 = (1,4); 𝐴 ∩ 𝐵 = (2,3); 𝐴 ∪ 𝐶 = (1,4.5); 𝐴 ∩ 𝐶 = ∅
4
𝐵 ∪ 𝐶 = (2, 4.5); 𝐵 ∩ 𝐶 = [3,4)
𝐴 𝐵
Definisi 1.2.7
Dua himpunan 𝐴 dan 𝐵 dikatakan saling asing jika 𝐴 ∩ 𝐵 = ∅
Definisi 1.2.8
Barisan himpunan 𝐴1 , 𝐴2 , … dikatakan saling asing jika 𝐴𝑖 ∩ 𝐴𝑗 = ∅ untuk setiap 𝑖 ≠ 𝑗.
Jika 𝐴1 , 𝐴2 , 𝐴3 , … saling asing, maka
∞ ∞
⋃ 𝐴𝑛 = ∑ 𝐴𝑛
𝑛=1 𝑛=1
1. 𝑆 𝐶 = ∅; ∅𝐶 = 𝑆; (𝐴𝐶 )𝐶 = 𝐴;
2. ∅ ⊂ 𝐴
3. 𝐴 ⊂ 𝐴
4. 𝐴 ⊂ 𝐵 dan 𝐵 ⊂ 𝐶, maka 𝐴 ⊂ 𝐶
5. 𝐴 ⊂ 𝐵 jika dan hanya jika 𝐵 𝐶 ⊂ 𝐴𝐶
6. 𝑆 ∪ 𝐴 = 𝑆; ∅ ∪ 𝐴 = 𝐴; 𝐴 ∪ 𝐴𝑐 = 𝑆; 𝐴 ∪ 𝐴 = 𝐴
7. 𝑆 ∩ 𝐴 = 𝐴; ∅ ∩ 𝐴 = ∅; 𝐴 ∩ 𝐴𝑐 = ∅; 𝐴 ∩ 𝐴 = 𝐴
8. Komutatif
𝐴∪𝐵 =𝐵∪𝐴
𝐴∩𝐵 =𝐵∩𝐴
5
9. Asosiatif
𝐴 ∪ (𝐵 ∪ 𝐶) = (𝐴 ∪ 𝐵) ∪ 𝐶
𝐴 ∩ (𝐵 ∩ 𝐶) = (𝐴 ∩ 𝐵) ∩ 𝐶
10. Distributif
𝐴 ∩ (𝐵 ∪ 𝐶) = (𝐴 ∩ 𝐵) ∪ (𝐴 ∩ 𝐶)
𝐴 ∪ (𝐵 ∩ 𝐶) = (𝐴 ∪ 𝐵) ∩ (𝐴 ∪ 𝐶)
Hukum De Morgan
∞ 𝐶 ∞
(⋃ 𝐴𝑛 ) = ⋂ 𝐴𝐶𝑛
𝑛=1 𝑛=1
∞ 𝐶 ∞
(⋂ 𝐴𝑛 ) = ⋃ 𝐴𝐶𝑛
𝑛=1 𝑛=1
Definisi 1.3.1
Suatu himpunan ℱ dari kejadian-kejadian dalam ruang sampel 𝑆 disebut fields, jika
1. ∅, 𝑆 ∈ ℱ
2. Jika 𝐴 ∈ ℱ, maka 𝐴𝐶 ∈ ℱ
3. Jika 𝐴, 𝐵 ∈ ℱ maka 𝐴 ∪ 𝐵 ∈ ℱ
Jika 𝐴1 , 𝐴2 , … , 𝐴𝑛 ∈ ℱ, maka
6
a. ⋃𝑛𝑖=1 𝐴𝑖 ∈ ℱ
b. ⋂𝑛𝑖=1 𝐴𝑖 ∈ ℱ
Definisi 1.3.2
Suatu keluarga ℱ dari kejadian-kejadian 𝑆 disebut 𝜎 − 𝑓𝑖𝑒𝑙𝑑𝑠 jika
1. ∅, 𝑆 ∈ ℱ
2. Jika 𝐴 ∈ ℱ, maka 𝐴𝐶 ∈ ℱ
3. Jika 𝐴1 , 𝐴2 , 𝐴3 , … ∈ ℱ maka ⋃∞
𝑖=1 𝐴𝑖 ∈ ℱ
Definisi 1.4.1
Untuk suatu barisan himpunan 𝐴𝑛 , 𝑛 ∈ ℕ, didefinisikan
∞
inf 𝐴𝑘 = ⋂ 𝐴𝑘
𝑘≥𝑛
𝑘=𝑛
∞
sup 𝐴𝑘 = ⋃ 𝐴𝑘
𝑘≥𝑛
𝑘=𝑛
∞
Definisi 1.4.2
Jika barisan himpunan 𝐴𝑛 , 𝑛 ∈ ℕ,
7
lim inf𝑛→∞ 𝐴𝑛 = lim sup𝑛−∞ 𝐴𝑛
maka, dapat dinyatakan limit dari 𝐴𝑛
lim 𝐴𝑛 = lim inf𝑛→∞ 𝐴𝑛 = lim sup𝑛−∞ 𝐴𝑛
𝑛→∞
Contoh 1.4.1
𝑘
Untuk barisan himpunan 𝐴𝑘 = [0, 𝑘+1 ), sehingga diperoleh
𝑛
inf 𝐴𝑘 = [0, )
𝑘≥𝑛 𝑛+1
sup 𝐴𝑘 = [0,1)
𝑘≥𝑛
Definisi 1.4.3
Suatu barisan himpunan 𝐴𝑛 monoton naik jika 𝐴1 ⊂ 𝐴2 ⊂ 𝐴3 ⊂ … dan monoton turun
jika … ⊂ 𝐴3 ⊂ 𝐴2 ⊂ 𝐴1 .
Proposisi 1.4.1 Jika 𝐴𝑛 monoton naik maka lim 𝐴𝑛 = ⋃𝑛∈ℕ 𝐴𝑛 dan jika 𝐴𝑛 monoton
𝑛→∞
Bukti. Akan dibuktikan Jika 𝐴𝑛 monoton naik maka lim 𝐴𝑛 = ⋃𝑛∈ℕ 𝐴𝑛 . Diketahui 𝐴𝑛
𝑛→∞
lim inf 𝐴𝑛 = ⋃ ⋂ 𝐴𝑘 = ⋃ 𝐴𝑛
𝑛→∞
𝑛∈ℕ 𝑘=𝑛 𝑛∈ℕ
∞ ∞
Karena
8
lim 𝐴𝑛 = lim sup 𝐴𝑛 = lim inf 𝐴𝑛
𝑛→∞ 𝑛→∞ 𝑛→∞
Contoh 1.4.2
Barisan himpunan 𝐴𝑛 = {1, 3, … , 2𝑛 − 1}, untuk 𝑛 = 1, 2, 3, …. Karena 𝑨𝒏 monoton naik,
sehingga pada kasus ini
∞
lim 𝐴𝑛 = ⋃ 𝐴𝑛 = {1, 3, 5, … }
𝑛→∞
𝑛=1
Contoh 1.4.3
1 1
Barisan himpunan 𝐵𝑛 = (𝑛 , 3 − 𝑛) untuk 𝑛 = 1, 2, 3, …., karena 𝐵𝑛 monoton turun,
sehingga
∞
lim 𝐵𝑛 = ⋂ 𝐵𝑛 = (1, 2)
𝑛→∞
𝑛=1
1.5 Latihan
1. Tentukan gabunagn 𝐴 ∪ 𝐵 dan irisan 𝐴 ∩ 𝐵 dari dua himpunan 𝐴 dan 𝐵 berikut
a) 𝐴 = ℎ𝑖𝑚𝑝𝑢𝑛𝑎𝑛 𝑏𝑖𝑙𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑎𝑠𝑙𝑖 𝑘𝑢𝑟𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑎𝑟𝑖 10, 𝐵 = himpunan bilangan
kelipatan 2 kurang dari 15.
b) 𝐴 = {𝑥|0 < 𝑥 < 2}, 𝐵 = {𝑥|1 ≤ 𝑥 < 3}
c) 𝐴 = {(𝑥, 𝑦)|0 < 𝑥 < 2,1 < 𝑦 < 2}, 𝐵 = {(𝑥, 𝑦)|1 < 𝑥 < 3,1 < 𝑦 < 3}
2. Tentukan komplemen 𝐴𝑐 dari himpunan 𝐴 dengan ruang sampel 𝑆 jika
5
a) 𝑆 = {𝑥|0 < 𝑥 < 1}, 𝐴 = {𝑥| 8 < 𝑥 < 1}
9
1 1
a) 𝐴𝑘 = {𝑥| 𝑘 ≤ 𝑥 ≤ 3 − 𝑘} , 𝑘 = 1, 2, 3, …
1
b) 𝐴𝑘 = {𝑥|2 < 𝑥 ≤ 2 + 𝑘} , 𝑘 = 1, 2, 3, …
10