PENDAHULUAN
Konflik dapat mendisintegrasi bangsa, menimbulkan keadaan bahaya,
kekacauan, pengungsian, tercerai berainya kehidupan keluarga, hilangnya
dukungan sosial tradisional, jungkirbaliknya peranan dan ikatan sosial yang hanya
sebatas artifisial dan rawan. Selain itu, disertai tak terjaminnya privasi
masyarakat, keterbatasan akses, rentan pelanggaran hak, eksploitasi seksual,
memburuknya kondisi kesehatan, keterbenaman mental dan trauma, serta masih
banyak lagi berbagai ketidakpastian. Konflik dapat terjadi secara berangsur
maupun mendadak yang disertai dengan kerugian materi maupun jiwa.
Bencana akibat konflik menjadi isu sentral, karena terkait pula dengan
perbedaan ideologi dan politik, kebijakan daerah dan kesenjangan ekonomi,
perbedaan agama, etnis dan faktor ras, diperkuat dan dipercepat lagi oleh
buruknya kualitas informasi yang terjadi di dalam sistem konflik tersebut. Oleh
karena itu, dalam penanggulangannya dapat menggunakan perspektif sosial politik
dengan pendekatan model pemberdayaan: peningkatan kemampuan segala
sumber day a lokal maupun nasional serta meningkatkan penggunaan teknologi.
Dengan demikian, dalam mengatasi permasalahan akibat konflik yang sangat
kompleks, perlu adanya sistem Pemberdayaan berbasis Teknologi Informasi yang
terintegrasi, sehingga mampu mengantisipasi secara dini guna pengendalian-
pengendalian situasi dan kondisi daerah untuk pencegahan konflik.
Pemetaan interaksi
Pada dasarnya setiap individu/kelompok mempunyai perbedaan dengan individu
maupun kelompok lain. Tidak ada orang yang ingin dilahirkan menjadi orang
Jawa, Ambon, Bugis, atau penganut agama tertentu. Begitu lahir, secara default
dia diberi idenritas oleh komunitasnya. Akan tetapi perbedaan tersebut bukanlah
merupakan unsur yang menghalangi kerukunan bermasyarakat diantara mereka,
namun perbedaan tersebut sering dimanfaatkan oleh pihak yang menginginkan
kekacauan untuk menciptakan kondisi konflik diantara mereka. Oleh karena itu
diperlukan pencegahan dini terjadinya provokasi yang memperuncing perbedaan
tersebut, apalagi disertai upaya membenturkan perbedaan tersebut, sehingga
terbentuk interaksi yang negatif.
Pemetaan pola interaksi masyarakat di daerah konflik, sangatlah diperlukan.
Diharapkan dengan adanya pemetaan pola interaksi tersebut, terbentuknya
interaksi yang negatif dapat ditekan serendah mungkin, sementara interaksi yang
positif dapat ditumbuhkan untuk lebih memberdayakan masyarakat di daerah
konflik. Pada waktu yang sama, infrastruktur teknologi informasi juga merupakan
salahsatu media yang dapat dimanfaatkan untuk proses pemetaan pola interaksi
tersebut, seperti Teknologi SMS dapat digunakan untuk memudahkan interaksi
antar individu dalam komunitas, maupun interaksi masyarakat dengan aparat
dilapangan secara on-line. Implementasi aplikasi IT yang didukung oleh teknologi
SMS akan membuat pola interaksi dan kerjasama menjadi lebih efektif dan
efisien, karena data yang tersalurkan merupakan data tertulis dan dapat direkam
dalam database. Sehingga hal ini dapat memudahkan proses deteksi dini, sebagai
indikator terhadap kemungkinan terjadinya potensi konflik.
Teknologi berbasis web bisa digunakan untuk membentuk pola interaksi
masyarakat melalui jaringan private atau intranet, baik antar individu maupun
antar instansi, melalui mekanisme satu pintu yang memiliki security system yang
memadai di dalam setiap instansi, hubungan saling menukar data atau penggunaan
data bersama antar instansi dapat diwujudkan dengan mudah. Ini akan mendukung
upaya sinergi untuk membentuk koordinasi yang lebih baik antar instansi di
daerah, maupun antar instansi daerah kabupaten/kota dengan provinsi maupun
dengan pusat. Hal ini dapat didukung dengan standarisasi data secukupnya, untuk
membedakan antara data private bagi instansi, data protected antar instansi,
maupun data public untuk keperluan layanan kepada masyarakat.
Konsepsi Konflik
Konflik sebagai suatu konsepsi pada umumnya dapat digunakan sebagai
landasan untuk membahas masalah konflik yang wujud dalam kehidupan
masyarakat. Dalam memahami, enangani, maupun mengelola konflik perlu
diketahui penyebab terjadinya konflik dari beberapa perspektif. Misalnya
hubungan masyarakat; negosiasi prinsip; kebutuhan manusia; identitas;
kesalahpahaman antar budaya; dan seterusnya. Masing-masing perspektif dapat
dipilih untuk digunakan sebagai sarana pendekatan mengelola konflik secara tepat
guna berdasarkan pertimbangan-pertimbangan yang dimiliki oleh f asilitator.
Arus utama dalam teori konflik pada intinya terdiri dari:
Masyarakat selalu berada dalam proses perubahan yang ditandai
dengan adanya pertentangan terus menems diantara unsur-unsurnya.
Setiap elemen akan memberikan sumbangan pada disintegrasi sosial.
Keteraturan yang terdapat dalam masyarakat itu hanyalah disebabkan
oleh adanya tekanan atau pemaksaan kekuasaan dari alas oleh
golongan yang berkuasa.
Menurut teori struktural yang ditentang oleh teori konflik mengandung tiga
pemikiran utama :
masyarakat. Oleh karena itu, maka konflik akhirnya menjadi sesuatu yang hampir
dapat dipastikan memang wujud dalam kehidupan masyarakat.
Konflik juga dapat berasal dari tidak tunduknya individu sebagai pihak
yang dikuasai terhadap sanksi yang diberikan oleh pihak yang sedang
berada pada posisi menguasai.
Konflik merupakan fungsi dari adanya pertentangan antara penguasa
dengan yang dikuasai, dimana penguasa senantiasa ingin mempertahankan
"Set of Properties" yang melekat pada kekuasaannya. Sementara itu, yang
dikuasai selalu ter-obsesi untuk mewujudkan perubahan yang dianggapnya
merupakan satu-satunya jalan untuk mencapai perbaikan posisi dirinya.
Salah satu tugas sulit dalam menangani konflik adalah melakukan diagnosis
dan mengatasi konflik. Mengingat tidak mungkin menghindari konflik, maka kita
seharusnya mengedepankan teknik mengelola konflik hingga bersifat fungsional.
Teknik penyelesaian konflik dalam organisasi antara lain problem solving, tujuan
tinggi, perluasan sumber daya, penghindaran, pelunakan atau penindasan
konflik, kompromi, pemerintah yang otoriter, mengubah struktur variabel, dan
mengidentifikasi musuh atau pesaing bersama. Teknik penyelesaian konflik ini
mempengaruhi kelompok untuk melakukan gerakan positif menuju tujuan
organisasi yang akan menimbulkan konsekuensi fungsional dan kelangsungan
hidup organisasi. Problem solving process yang dikenal secara luas meliputi
identifikasi dan seleksi masalah; analisis masalah; alternatif solusi; memilih dan
merencanakan solusi; implementasi solusi; dan evaluasi terhadap solusi.
Di samping itu terdapat beberapa teknik stimulasi atau rangsangan terhadap
kelompok dengan cara-cara antara lain komunikasi, membawa orang dari
luar ke dalam kelompok, mengubah struktur organisasi, serta kompetisi.
Menangani suatu konflik tidak dapat dilakukan sembrono tetapi perlu
berbagai pendekatan yang hingga kini dikenal beberapa istilah.
Pencegahan konflik, secara umum mengacu pada trategi mengatasi
konflik laten dengan harapan dapat mencegah meningkatkannya
kekerasan.
Penyelesaian konflik, mengacu pada upaya pengakhiran kekerasan melalui
persetujuan perdamaian.
Pengelolaan konflik untuk membatasi dan menghindari kekerasan dengan
mendorong perubahan perilaku yang positif bagi para pihak yang terlibat.
Resolusi konflik pada umumnya menangani akar persoalan dan berusaha
membangun hubungan baru lebih permanen di antara para pihak.
Pendekatan ini bukan hanya untuk penyelf'Saian konflik, tetapi juga
mencapai resolusi dari berbagai akar persoalan.
Transformasi konflik, sangat popular dan bersifat menyeluruh serta
membutuhkan komitmen. Pada umumnya mengatasi sumber-sumber
konflik sosial polirik yang lebih luas dan mengubah aspek-aspek negatif
menjadi aspek-aspek positif.
Bagaimanapun untuk mengatasi konflik yang sudah terlanjur terjadi dengan
karakteristik tertentu, antara lain dapat ditempuh dengan cara:
KARAKTERISTIK TINDAKAN
1. Kemajemukan Vertikal : Konflik Tindakan alternatif yang dapat
yang timbul karena tiap dilakukan :
kelompok/individu yang Yaitu, didorongnya kemampuan semua
berdasarkan pekerjaan, profesi dan pihak yang mengalami konflik untuk
tempat tersebut tinggal memiliki saling menyesuaikan diri dengan
kepentingan yang berbeda, bahkan kepentingan dan nilai pihak lain.
saling bertentangan.
2. Kemajemukan Horizontal, Tindakan yang perlu diupayakan :
dimana stuktur masyarakat Dicarikan cara untuk mengurangi
terpolarisasi, menurut pemikiran, disparitas diantara kedua belah pihak
kekayaan, pengetahuan dan dan mengalami konflik.
kekuasaan Jika konflik itu pemikiran,
diupayakan cara dialog,
musyawarah agar ada
kesepahaman.
Jika konflik itu kekakayaan,
diupayakan cara
mendistribusikan kekayaan
secara merata, sehingga
kesenjangan tidak terjadi
mencolok.
Jika konflik itu kekuasaan,
diupayakan prinsip azas
proporsionalitas.
3. Katarsis Politik, Tindakan yang perlu diupayakan :
Kurangnya komukikasi dalam Penyaluran aspirasi, komentar,
penyaluran aspirasi dan partisipasi masyarakat perlu
partisipasi politik. Konplik ini diciptakan. Kondisi politik yang
dapat disebabkan adanya kondusif dari sistem politik yang
ketimpangan kekuatan besar wujud atau kaku perlu diberikan
dari negara yang menyebabkan peluang kemandiriaan masyarakat.
ketidak berdayaan golongan
masyarakat tertentu.
Dari gambaran di atas, upaya untuk mengatasi konflik dapat dilakukan
melalui tindakan:
Diciptakan suatu kemandirian yang cukup tinggi dari individu dan kelompok
dalam masyarakat, terutama ketika berhadapan dengan negara.
Diperlukan adanya ruang publik yang bebas yang berguna sebagai wahana
Bagi keterlibatan politik secara aktif dari seluruh warga negara melalui
wacana dan praktisi yang berkepentingan publik, dan
Perlu diupayakan untuk membatasi kekuasaan negara agar tidak memiliki
sifat intervensionis.
APLIKASITEKNOLOGI
Menggunakan terminal baik berupa GSM modem atau ponsel. Cara ini
adalah yang paling mudah tetapi memiliki kekurar.gan antara lain jumlah
pesan yang dikirim per menit sangat terbatas (sekitar 6-10 persen per menit).
Untuk mengantisipasi hal ini biasanya digunakan lebih dari satu terminal.
Koneksi langsung ke SMSC
Dengan melakukan koneksi langsung ke SMSC, kita dapat mengirim pesan
dalam jumlah banyak, dapat mencapai sekitar 600 sms per menit bergantung
pada kapasitas dari SMSC itu sendiri. Untuk melakukan koneksi ke SMSC,
diperlukan protokol penghubung. Protokol yang umum digunakan adalah
UCP, SMPP, CIMD2, OIS dan TAP. Masing-masing operator GSM
menyediakan tipe protokol yang berbeda-beda.
PENUTUP
Untuk menangani konflik tidak sederhana, karena harus didasari pada filosofi,
paradigma, pendekatan (model), serta penggunaan teknologi yang sesuai dengan
kebutuhan dan kondisi masyarakat. Dalam pemberdayaan dengan aplikasi
Teknologi Informasi (TI) memerlukan kerjasama dengan pelbagai pihak terkait
(stakeholder), tentang pertukaran data antar kelompok masyarakat/daerah.
Model ini dapat dijadikan satu bentuk solusi bagi tugas-tugas penanganan
konflik, terutama dalam hal deteksi dini guna memperkuat dan memberdayakan
ujung tombak operasional serta mendukung upaya koordinasi strategis di tingkat
nasional.
Rekomendasi tulisan ini memiliki spektrum luas, dari perlunya bahasan dan
kajian pada tingkatan filosofi dan prinsip-prinsip kerja, pendekatan
saintifik/akademik sampai memilih dan menentukan penggunaan teknologi yang
sesuai dengan kebutuhan di tingkat operasional. Namun, khusus pada tingkat
implementasinya difokuskan pada kajian pengembangan aplikasi TI yang perlu
dilakukan secara bertahap, dengan mengoptimalkan peran TI dalam masyarakat
sebagai media yang menunjang dalam proses percepatan tindakan dan
penanganan konflik. Karena itu perlu pula meningkatkan kepedulian publik
mengenai pentingnya TI melalui sosialisasi, promosi, motivasi dan edukasi, baik
pada masyarakat maupun pada aparat pemerintah daerah dan aparat keamanan di
daerah konflik; sekaligus mendorong penggunaan TI secara efektif dalam segala
bidang baik di lingkungan masyarakat maupun di lingkungan aparat pemerintah
daerah konflik, baik dalam proses pelayanan maupun dalam proses koordinasi
antar instansi, sehingga, dapat menciptakan masyarakat berbasis komunitas
informasi. Hal ini akan efektif dalam produktivitas informasi yang dibangun atas
azas transparansi dan akuntabilitas, dan mampu memberdayakan masyarakat
sebagai pemasok informasi dalam pendeteksian dini terjadinya konflik (di)
masyarakat; serta perlu adanya pola koordinasi berbasis TI yang lebih terarah,
baik antar instansi pemerintah daerah, antara pemerintah daerah dengan aparat
keamanan maupun antar instansi aparat keamanan sendiri. Koordinasi tersebut
dapat terjadi secara vertikal maupun horisontal.
KEPUSTAKAAN