Anda di halaman 1dari 3

Nama : Lalu Muhammad Satya Gunarsyah

NIM : LB019057

Modal Sosial Dalam Menghadapi Covid - 19

Undang-Undang No 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana menyebutkan


bahwa epidemi dan wabah penyakit merupakan contoh bencana non alam. Penanganan masa
krisis inilah yang akan menentukan apakah jumlah kasus positif corona akan terus naik atau
terkendali. Indonesia memiliki banyak pengalaman dalam penanganan bencana alam. Namun
untuk menangani bencana non alam seperti virus corona, Indonesia pemula. Meski demikian
tidak ada kata terlambat untuk menghambat dan menghentikan laju penyebaran corona.
Seperti diketahui, virus ini menyerang semua lapisan masyarakat. mau kaya, mau miskin.
pejabat maupun tidak punya jabtanan. Anak kecil maupun dewasa. Bisa saja terjangkit.
Menghadapi bencana ini artinya membutuhkan solidaritas masyarakat yang kuat. Dalam
upaya menumbuhkan dan memupuk rasa solidaritas yang tinggi, diperlukanlah modal sosial.

Modal sosial berasal dari interaksi dari berbagai faktor, yang masing-masing memerlukan
hubungan sosial yang membentuk bagaimana agen bereaksi dan reaksi ini dibentuk oleh
adanya modal sosial. Modal sosial adalah jaringan, norma dan kepercayaan yang
memfasilitasi kerjasama dan koordinasi (Putnam, 1998; COLEMAN, 2000). Oleh karena itu,
Modal sosial dipercaya sebagai “ujung tombak” dalam mengatasi penyakit yang ada di
masyarakat. Badan Pusat Statistik (BPS) di tahun 2014 dalam statistik modal sosial
menjelaskan bagaimana modal sosial diukur. Instrumen pengukuran merujuk pada instrumen
Bank Dunia (Grootaert, Narayan, Jones, & Woolcock, 2004) masih relevan untuk
menggerakkan energi sosial mengatasi bencana corona. Berikut implementasi modal sosial
dalam konteks mengatasi bencana corona.

Sikap Percaya dan Solidaritas


Sikap saling percaya diperlukan untuk mengatasi bencana corona. Saling percaya diperlukan
baik antar masyarakat maupun dengan pengambil kebijakan. Masyarakat harus percaya
dengan skema kebijakan penanggulangan bencana corona pemerintah, dengan tetap berpikir
kritis. Percaya ketika diminta untuk tetap di rumah, bekerja di rumah, meniadakan kegiatan
ramai, tidak berkerumun, dan sebagainya untuk mencegah penyebaran virus secara masif.
Tanpa kepercayaan publik, upaya pemerintah mengatasi bencana corona akan sia-sia. Begitu
juga sebaliknya, pemerintah mesti percaya bahwa masyarakat juga tidak tinggal diam.
Masyarakat ikut membantu, baik sekadar mengikuti anjuran pemerintah, maupun membantu
mengatasi kekurangan perlengkapan dan kebutuhan yang belum mampu dicukupi
pemerintah. Misalnya kebutuhan tenaga medis, masker, hand sanitizer, bahan makanan, dan
lainnya. Pemerintah seharusnya menjaga kepercayaan ini dengan mengoptimalkan upaya
penanggulangan bencana corona. Mengutamakan kepentingan publik dibanding kepentingan
segelintir elite. Kepercayaan akan menumbuhkan solidaritas, baik individu maupun kolektif.
Solidaritas merupakan energi sosial untuk menghadapi bencana corona. Solidaritas antar
warga dapat membangun kekuatan di tingkat masyarakat dan bersatu dalam solidaritas
nasional.

Penguatan Kelompok dan Jejaring


Masyarakat Indonesia terbiasa hidup komunal baik formal maupun informal. Kelompok
merupakan salah satu modal sosial penting di Indonesia. Kekuatan kelompok dapat
mendorong kebersamaan untuk pemecahan masalah, termasuk bencana corona. Partisipasi
kelompok diperlukan untuk membangun kekuatan kolektif melawan wabah tersebut.
Membangun kesadaran individu dalam kelompok-kelompok masyarakat penting untuk
memutus rantai penyebaran corona. Di sini, perlu peran opinion leader untuk membangun
kesadaran dan perubahan perilaku untuk mendukung penanggulangan bencana corona.
Misalnya saling mengingatkan untuk mematuhi protokol pencegahan penyebaran virus
sampai lingkungan terkecil RT/RW. Selanjutnya, jejaring antar kelompok harus diperkuat
untuk membangun kekuatan lebih besar. Kekuatan besar akan terbangun dengan bertopang
pada budaya, agama dan sosial. Jejaring yang terbentuk akan membangun solidaritas kolektif.

Gotong Royong dan Kerja Sama


Gotong-royong adalah modal sosial yang sudah mengakar, warisan leluhur bangsa Indonesia.
Gotong royong ini tercermin dalam budaya saling tolong menolong dalam kehidupan
bermasyarakat. Dalam suasana merebaknya virus corona, pentingnya saling tolong menolong
bagi warga yang terkena dampak corona. Masyarakat yang memiliki kemampuan finansial
lebih membantu masyarakat yang finansialnya menurun terutama yang terkena imbas corona
secara langsung. Kerja sama juga diperlukan dari pelaku usaha untuk tidak memanfaatkan
situasi dengan menaikkan harga tidak wajar dan menimbun barang. Dunia usaha seharusnya
cepat tanggap mengalokasikan dana CSR untuk penanggulangan bencana corona. Dalam
kondisi demikian, semua bisa menjadi korban. Jika dunia usaha tidak mau ambil bagian,
bisnisnya ke depan pasti akan terganggu. Sebab dunia usaha berhubungan dengan SDM dan
pasar. Keduanya digerakkan oleh manusia. Dan, wabah corona mengincar manusia, siapa
saja, di mana saja.

Informasi dan Komunikasi


Subdimensi ini memainkan peranan penting untuk mengatasi infodemik yang mewabah di
berbagai media sosial. Hoaks salah satunya. Masifnya penyebaran hoaks terkait corona akan
memicu kepanikan publik dan mengganggu sistem sosial ekonomi secara nasional. Hoaks
juga memicu panic buying di pasar tradisional. Menghadapi ini, aparat pemerintah di daerah
sampai level desa maupun kelurahan mestinya bisa menjadi komunikator bagi masyarakat.
Dalam kondisi krisis, warga butuh komunikator yang sumbernya dapat dipercaya. Di sisi lain,
pemerintah sebaiknya lebih terbuka terhadap data infrastruktur dan sumber daya untuk
mengatasi bencana corona. Adanya gap antara informasi pemerintah dan realitas lapangan
menyebabkan ketidakpercayaan publik. Selain itu, publik membutuhkan informasi akurat
tentang individu dan lokasi Orang Dalam Pemantauan (ODP), Pasien Dalam Pengawasan
(PDP), dan pasien positif corona, dengan tetap menjaga kerahasiaan identitas pribadi pasien.
Informasi tertutup, simpang-siur, dan samar hanya akan menciptakan kepanikan atau
ketidakpedulian. Banyak masyarakat masih cuek dan santai karena merasa di kawasan tempat
tinggal dan aktivitasnya aman dari wabah corona. Akhirnya, imbauan pemerintah untuk tetap
di rumah diabaikan.

Keeratan Sosial dan Kebersamaan


Subdimensi ini berkaitan dengan keeratan sosial, upaya meredam konflik sebagai akibat dari
berbagai macam perbedaan antar anggota masyarakat, serta ada tidaknya diskriminasi
terhadap akses layanan publik. Keeratan sosial diperlukan agar bencana corona tidak memicu
konflik, baik konflik SARA, konflik identitas, maupun konflik ekonomi. Tidak dipungkiri,
bencana corona berdampak terhadap perekonomian masyarakat, terutama sektor informal dan
UMKM. Permasalahan ekonomi biasanya memiliki efek domino terhadap permasalahan
sosial. Keeratan sosial diperlukan untuk meredam efek domino tersebut. Dalam konteks ini,
keeratan sosial akan berkaitan dengan keeratan ekonomi. Keeratan ekonomi akan menjaga
masyarakat dari potensi konflik ekonomi. Keeratan sosial ekonomi juga bermakna pihak yang
tidak terdampak secara ekonomi membantu tetangganya yang terdampak. Pemerintah, tokoh
masyarakat, tokoh publik, dan siapa pun, mestinya dapat mendorong keeratan sosial ekonomi
di lingkungannya. Dana kas/infak rumah-rumah ibadah mestinya dapat dialokasikan untuk
kebutuhan makanan masyarakat terdampak langsung, sampai pandemik ini berakhir.
Keeratan sosial dan ekonomi ini akan memperkuat kebersamaan warga dan negara dalam
menanggulangi bencana corona. Bersama-sama, bangsa Indonesia menghadapi tantangan
global yang berat ini. Ketika pemerintah memutuskan kebijakan kerja di rumah, larangan
berkumpul, larangan membuka usaha, mestinya dibarengi dengan insentif bagi dunia usaha
dan pekerja informal terdampak.

Anda mungkin juga menyukai