Konflik masih menjadi ancaman potensial dan aktual yang perlu mendapatkan
perhatian dari pemerintah baik Pusat maupun daerah termasuk bagi TNI AD
terutama Satuan Kodim 0904/Tanahgrogot sebagai Pembina, penganyom dan
pengaman masyarakat yang dislokasi satuannya berada dekat dengan masyarakat
di daerah dalam kerangka melaksanakan tugas Operasi Militer Selain Perang
(OMSP) sebagaimana diatur dalam pasal 7 Undang-Undang RI Nomor 34 Tahun
2004 tentang TNI mengenai tugas penanganan konflik sosial sebagai wujud tugas
bantuan TNI kepada Polri dalam penegakkan keamanan dan ketertiban masyarakat.
Peranserta Kodim 0904/Tanahgrogot sesuai dengan kapasitas tugasnya dalam
penyelenggaraan Binter melalui penerapan metode Binter Komunikasi sosial dapat
dimaksimalkan untuk melaksanakan langkah pencegahan konflik sosial di wilayah.
Permasalahannya bagaimana penyelenggaraan komunikasi sosial yang harus
dilaksanakan oleh Kodim guna pencegahan konflik sosial di wilayah ?
TERBATAS
2
Berkaitan dengan hal tersebut, melalui tulisan ini akan mencoba memberikan
gambaran tentang peran dan usaha-usaha Komunikasi sosial yang dapat dilakukan
oleh Kodim dalam membantu Pemda maupun Polri guna pencegahan konflik sosial
di wilayah. Konsep-konsep pemecahan masalah yang tercantum dalam
pembahasan tulisan ini diharapkan dapat memberikan nilai guna dan manfaat untuk
dijadikan sebagai bahan masukan dan pertimbangan bagi Kodim dalam
menjalankan peran Komunikasi sosial guna pencegahan konflik sosial dalam
rangka mewujudkan stabilitas keamanan.
terbatas pada unsur pejabat atau pejabat yang berwenang sesuai dengan fungsinya.
Komunikasi sosial yang dilaksanakan aparat Kodim dengan aparatur pemerintah
saat ini dirasakan kurang efektif, hal ini dikarenakan dengan terbatasnya komunikasi
yang dibangun sehingga pesan yang disampaikan kepada aparatur pemerintah
berkaitan dengan pelaksanaan Binter sangat sedikit untuk diserap dan diketahui oleh
aparatur pemerintah daerah, sehingga pemahaman tentang pertahanan dilingkungan
aparat juga terbatas. Selain itu penyelenggaraan komunikasi sosial yang dibangun
pada umumnya komunikasi tatap muka sedangkan bentuk lainnya yang dapat
memberikan pemahaman yang lebih dalam seperti dialog atau diskusi
pelaksanaannya sangat terbatas; (2) Komunikasi dengan komponen masyarakat.
Selama ini aparat Kodim dari mulai unsur pimpinan sampai dengan para
Babinsanya di lapangan sebagai komunikator hanya mengandalkan pada
pendekatan kekeluargaan atau jadwal kegiatan yang telah diprogramkan melalui
kegiatan satuan dalam melaksanakan pembinaan teritorial dengan komponen
masyarakat. Sementara itu kegiatan yang dikhususkan untuk membicarakan tentang
partisipasi masyarakat guna mengatasi konflik sosial kurang dapat dilaksanakan
dengan baik; (3) Komunikasi dengan keluarga besar TNI. Intensitas atau frekwensi
komunikasi yang dijalin oleh aparatur Kodim dengan Keluarga Besar TNI terutama
para pensiunan TNI yang ada di daerah masih kurang optimal baik komunikasi yang
dilaksanakan secara formal seperti rapat dan acara tatap muka untuk membahas
sesuatu hal yang terkait dengan konflik sosial atau untuk saling tukar informasi serta
komunikasi yang dilaksanakan secara informal seperti olahraga bersama dan acara
seni budaya dalam rangka memperkokoh hubungan emosional, sehingga seringkali
satuan Kodim kesulitan dalam menemukan solusi yang tepat dalam mengatasi
konflik sosial yang terjadi di daerah.
Kita tahu bahwa komunikasi sosial bagi Kodim merupakan suatu upaya untuk
memelihara dan meningkatkan keeratan hubungan antara satuan dengan seluruh
komponen bangsa agar terwujud saling pengertian dan kebersamaan yang
mendalam serta timbulnya partisipasi masyarakat dalam pemberdayaan wilayah
pertahanan. Dalam konteks terjadinya konflik sosial di daerah, Komunikasi sosial
dapat dijadikan sarana bagi Kodim baik secara organisasi maupun individu tiap
aparat Kodim untuk dapat melakukan serangkaian upaya pendekatan secara
persuasif kepada pihak-pihak yang terlibat konflik untuk dapat menyelesaikan akar
6
akan timbul suatu kesamaan visi dan persepsi tentang kegiatan pembinaan teritorial
yang dilaksanakan Kodim khususnya dalam penyusunan RUTR Wilayah Pertahanan
yang akan dimasukkan dalam program kerja dan anggaran Pemda. Disamping itu
kegiatan informal seperti olahraga bersama antara Kodim dengan unsur Pemda
setempat yang dilaksanakan secara bergantian akan dapat mengoptimalkan
komunikasi sosial antara kedua belah pihak; (2) Komunikasi dengan komponen
masyarakat dengan jalan : (a) Mengintensifkan kegiatan dialog, ceramah, seminar
dan kegiatan-kegiatan lain yang bersentuhan dengan masyarakat. Adapun
komponen masyarakat yang dimaksud antara lain; tokoh agama, tokoh masyarakat,
tokoh pemuda, ormas dan komponen bangsa lainnya dengan tujuan tumbuhnya
kesadaran masyarakat dalam upaya bela negara, dan terciptanya kemanunggalan
TNI-Rakyat yang kokoh dan kuat serta dapat menangkal segala bentuk gejala
disintegrasi bangsa; (b) Melaksanakan kegiatan anjangsana dan sering terjun ke
tengah-tengah masyarakat untuk mengetahui situasi yang berkembang di tengah
masyarakat. Dalam kegiatan anjangsana, seluruh komponen masyarakat diajak
berkomunikasi secara akrab dalam suasana yang tidak terlalu formal; (c)
Pendekatan yang lebih bersifat persuasif terhadap tokoh agama, tokoh masyarakat
tokoh pemuda. Dalam hal ini aparat Kodim dari mulai unsur pimpinan/Dandim,
Danramil sampai dengan para Babinsa daerah perlu secara rutin mengadakan
kegiatan anjang sana dengan bertamu ke masyarakat di lingkungan sekitarnya.
Kegiatan ini disamping sebagai wahana bagi aparat Kodim untuk mererat
keharmonisan hubungannya dengan masyarakat, juga diperlukan sebagai sarana
untuk menjaring informasi dan keluhan yang dihadapi masyarakat; (d) Meningkatkan
ketanggapan aparat Kodim dalam merespon aspirasi masyarakat, sehingga aparat
Kowil dapat dijadikan sebagai sarana penyalur aspirasi masyarakat didaerah. Dalam
hal ini setiap aparat Kodim perlu menindaklanjuti apa yang menjadi aspirasi
masyarakat kepada pihak terkait baik Pemda maupun DPRD; (e) Kegiatan Olah-
raga bersama. Pada hari-hari tertentu seperti hari Jum’at dan Minggu, Kodim
mengadakan kegiatan olahraga bersama baik dilakukan di satuan maupun aparat
Kodim sendiri mengikuti kegiatan olah-raga yang diadakan di lingkungan
masyarakat; (f) Melibatkan masyarakat dalam HUT Satuan. Dalam kegiatan
memperingati Hati Ulang Tahun satuan, berbagai kegiatan hiburan dan tradisi satuan
perlu dilakukan dengan menggikutsertakan masyarakat untuk ambil bagian dalam
8
kegiatan ini. Sehingga masyarakat merasa dibutuhkan dan merasa memiliki TNI;.
(3) Komunikasi dengan Keluarga Besar TNI dilakukan dengan jalan : (a) Pembinaan
organisasi purnawirawan TNI AD sebagai salah satu wujud penghargaan terhadap
jasa para sesepuh TNI AD, disamping itu akan timbul suatu sumbangan pikiran dari
seluruh komponen KB TNI terhadap kelancaran pelaksanaan tugas pembinaan
teritorial yang dilaksanakan oleh Kodim, di sisi lain para prajurit aktif harus dapat
menerima dengan jiwa besar segala kritikan dan saran yang mungkin timbul dari KB
TNI terhadap kinerja aparat Kodim sebagai salah satu upaya koreksi khususnya
dalam memulihkan citra TNI AD di tengah-tengah masyarakat. Oleh karenanya
Dandim selaku pimpinan Kowil harus dapat merangkul seluruh organisasi KBT yang
ada di wilayahnya antara lain; Legiun Veteran, Warakawuri, Persit, Purnawirawan
TNI dan FKPPI. Kegiatan ini bisa dilaksanakan secara formal melalui acara dialog,
tatap muka dan rapat untuk membahas sesuatu hal yang terkait dengan negara dan
bangsa khususnya masalah wawasan kebangsaan dan semangat kejuangan serta
sebagai wadah untuk saling tukar menukar informasi. Komunikasi juga dapat
dilaksanakan secara informal melalui kegiatan olahraga bersama dan acara seni
budaya dalam rangka mempererat hubungan silaturahmi dan memperkokoh ikatan
emosional antara anggota Kodim dengan KBT.
maksimal karena aparat Kowil yang terbatas tersebut harus terbagi kedalam dua
wilayah yang berbeda dan berjauhan dislokasinya. Hal tersebut mempengaruhi
kegiatan komunikasi sosial yang dilaksanakan oleh Kodim0904/Tanahgrogot dalam
rangka pencegahan konflik sosial. Sedangkan secara kualitas, pengetahuan yang
dimiliki SDM aparat Kodim tentang manajemen Konflik maupun disiplin ilmu
komunikasi sosial sendiri masih sangat terbatas, karena sebagian besar aparat
Kodim belum memahami aplikasi teknik penanganan konflik berupa Kolaborasi,
Kompetensi, Akomodatif, Tindakan menghindari serta teknik kompromi yang perlu
diterapkan dalam mengatasi konflik sosial yang terjadi, Perilaku manajemen konflik
belum dapat dikuasai, sehingga yang seharusnya dapat diperlihatkan saat terjadinya
konflik, sehingga dalam menghadapi setiap konflik yang terjadi di daerahnya tidak
ada ketenangan dalam sikap. Serta disiplin ilmu komuniksi massa baik secara lisan
maupun verbal masih terbatas dan kurang memahami adat masyarakat setempat
Keterbatasan pengetahuan yang dimiliki oleh SDM aparat Kodim sebagaimana
tersebut diatas, lebih disebabkan oleh aktifitas kegiatan rutin yang dilakukan oleh
aparat Kodim selama ini terpaku pada usaha untuk melaksanakan program-program
kerja satuan menyangkut pelaksanaan pembinaan teritorial secara umum.
Sementara untuk pencegahan konflik sendiri, Satuan Kodim belum menyusun
program secara tersendiri menyangkut pembinaan terhadap aparatnya baik melalui
penataran, pendidikan dalam satuan maupun latihan-latihan yang masih sangat
terbatas dalam penanganan konflik sosial.
Oleh karenanya dalam menunjang penyelenggaraan Komunikasi sosial Kodim
guna pencegahan konflik sosial, maka diperlukan adanya peningkatan kuantitas
aparat Kodim, Koramil dan Babinsa, dimana Kasad Cq.Spersad, Danpusterad
maupun Pangdam Jaya untuk menginventarisir dan memenuhi kebutuhan personel
masing-masing satuan Koramil dan Babinsa di jajaran Kowil Papua, serta diperlukan
adanya penambahan Koramil dan Babinsa baru untuk mengakomodir wilayah
Kecamatan yang selama ini dibina atau menjadi daerah tanggung jawab dari 1 (satu)
Koramil, sehingga 1 Koramil memiliki wilayah tanggung jawab 1 Kecamatan dan 1
Babinsa memiliki wilayah tanggung jawab 1 Kelurahan/Desa. Sementara dalam
Peningkatan Wawasan Pengetahuan Manajemen Konflik dan Komunikasi sosial
maka diperlukan upaya-upaya antara lain : (1) Mengadakan program pembekalan
pengetahuan manajemen konflik termasuk pembekalan kemampuan dan
10
seluruh aparat Kowil di daerah secara rutin dan bergiliran baik terpusat di Bintal
Kotama maupun secara langsung di satuan-satuan guna meningkatkan ketahanan
mental bagi aparat Kodim apabila di daerahnya terjadi konflik sosial yang
membutuhkan adanya keteangan dan bersikap; (b) Memprogramkan kegiatan
pelatihan penanggulangan konflik secara rutin, mandiri maupun gabungan dengan
unsur Pemda, Kepolisian di daerah melalui metode Geladi Posko I maupun Geladi
Lapang yang bersifat simulasi/pendekatan situasi konflik yang nyata dan
berlangsung 2 (dua) pihak; (c) Mengadakan pemutaran video rekaman kasus
konflik sosial melalui multimedia dihadapan seluruh aparat Kodim selanjutnya
diberikan penugasan di tempat, tentang bagaimana sikap dan tindakan yang harus
dilakukan setiap aparat Kodim menghadapi situasi konflik yang terjadi sesuai
tayangan yang ada dalam video tersebut;
Ketiga,. Prosedur dan mekanisme penanganan konflik komunal. Dalam
penanganan konflik sosial di daerah, selama ini Satkowil ditempatkan pada posisi
menunggu adanya permintaan dari Pemda maupun unsur Kepolisian di daerah.
Kewenangan yang dimiliki Satkowil dalam penanganan konflik komunal masih
sangat dibatasi, sehingga tidak dapat secara langsung untuk terjun melakukan
langkah-langkah antisipasi atau pencegahan konflik komunal di daerah. Aturan
perundang-undangan TNI maupun Undang-Undang Penanganan Konflik Sosial
sampai dengan saat ini belum dijabarkan lebih lanjut dengan mengatur secara rinci
bagaimana tugas, peran dan fungsi Kodim dalam pencegahan konflik komunal di
daerah sebagai berikut : (1) Prosedur dan mekanisme penanganan konflik
komunal belum tersusun dalam perundang-undang yang berlaku termasuk dengan
Pemerintah daerah setempat belum memiliki Standard Operations Prosedure (SOP)
penanganan konflik yang sifatnya baku dan terpadu; (2) Koordinasi Lintas
Sektoral antara Kodim dengan Pemerintah daerah, Aparat Kepolisian masih
mengalami hambatan mengingat Peran dan Fungsi Muspida, Muspika dan Tripika,
Pola penanganan konflik sosial; (3) Dukungan Peranti Lunak berupa aturan
perundang-undangan, peraturan pemerintah maupun Bujuk-Bujuk dan Protap
Penanggulanan Konflik sebagai pedoman Kodim untuk melaksanakan tugasnya
dalam rangka mempercepat respon dalam mengatasi setiap gejala konflik yang
terjadi belum tersusun.
12
Nota Kesepahaman yang telah dirumuskan oleh Kapolri dan Panglima TNI
menyangkut status dibawah kendali operasi atau dibawah komando operasi; (5)
Memfasilitasi Kodim jajaran untuk dapat merumuskan Nota Kesepakatan Kerjasama
dibidang pendidikan, latihan penyelenggaraan komunikasi sosial termasuk dalam
penanganan konflik sosial yang terjadi di daerah. Dengan adanya Nota
kesepahaman dan kerjasama antara satuan Kodim dengan instansi sipil/Polri
berkaitan dengan perencanaan, persiapan, pelaksanaan/pengendalian sampai
dengan pengakhiran mengatasi konflik sosial tidak saja dilakukan pada level
pimpinan yakni antara Pimpinan TNI dengan Pimpinan Polri di Pusat, namun dapat
diwujudkan pada level Angkatan termasuk satuan operasional ditingkat Kodim.
Dengan adanya kesepakatan yang ditandatangani secara bersama antara satuan
Kodim, Pemda maupun unsur Kepolisan dalam mengatasi konflik sosial di daerah
akan dapat menjamin adanya keterpaduan dan kekompakan antara TNI dan Polri
dalam setiap penanganan konflik.
Keempat, Sinergitas dan keterpaduan pencegahan Konflik Satuan Kowil
dengan Instansi terkait. Konflik sosial yang terjadi di wilayah pada dasarnya
dalam penanganannya merupakan tugas dan tanggung jawab dari aparat Kepolisian
selaku penegak keamanan dan ketertiban dalam masyarakat, namun demikian
adakalanya aparat Kepolisian tidak dapat mengatasi konflik komunal skala besar,
apalagi terjadi di dua tempat yang bersamaan. Dalam penegakkan keamanan dan
ketertiban dalam masyarakat, Kepolisian yang tersebar di wilayah Tanahgrogot dan
sekitarnya menggelar Babinkamtibmas sebagai mitra dari Babinsa. Namun dalam
pencegahan konflik sosial melalui komunikasi sosial, antara kedua institusi selama
ini belum memiliki aturan atau pedoman baku maupun rencana yang jelas, bahkan
ada kecenderungan unsur Polri merasa institusinya yang paling bertanggung jawab
mengatasi konflik sosial sehingga enggan untuk melibatkan unsur Satuan Kodim
sebagai berikut : (1) Masih mengemukanya perbedaan visi, misi dan persepsi
mengenai konsep keamanan dan ketertiban dalam masyarakat yang masih difahami
sebagai tanggung jawab dari institusi Polri. Sementara bagi Satuan Kowil masih
ditempatkan pada unsur bantuan yang berada pada posisi menunggu permintaan
dari unsur Pemda maupun Kepolisian; (2) PP maupun Inpres dan Peraturan
Pemda yang mengatur tentang pelibatan satuan Kodim dalam mengatasi konflik
komunal seperti konflik sosial terkait dengan aturan yang mengatur tentang tugas
14
budaya dan Hankam. Oleh karenanya untuk mencegah terjadinya konflik sosial
diperlukan adanya upaya komprehensif dari pemerintah didukung oleh Kodim
0904/Tanahgrogot. Keberadaan Kodim dengan Koramil dan Babinsa yang tersebar
di seluruh daerah sangat efektif untuk mendukung penyelenggaran komunikasi
sosial TNI di daerah terutama dalam mewujudkan Kemanunggalan TNI – Rakyat.
Komunikasi sosial yang berhasil oleh satuan Kodim juga dapat dimaksimalkan
perannya guna mengatasi konflik sosial khususnya dalam mengadakan berbagai
pendekatan dengan aparatur Pemda, Kepolisian di daerah, komponen masyarakat
serta KB TNI dalam mencari mencari solusi pemecahan permasalahan akar konflik
sosial di daerah. Disamping itu, dalam pencegahan konflik sosial di wilayah juga
dapat diwujudkan apabila wawasan pengetahuan aparat Kodim tentang manajemen
konflik dan komunikasi massa termasuk ketrampilan penanggulangan konflik dapat
meningkat, didukung oleh intensifnya kegiatan intelijen teritorial guna pencegahan
konflik, adanya Prosedur dan Mekanisme Penanganan Konflik yang dapat
mengakomodir peran dan tugas Kodim serta sinergitas dan keterpaduan
pencegahan Konflik Kodim dengan Instansi terkait dapat diwujudkan apabila antara
Kodim, unsur Pemda dengan unsur Kepolisian di daerah memiliki pemahaman dan
cara pandang yang sama terhadap berbagai aturan perundangan yang mengatur
tentang peran TNI dan Polri, adanya sikap keterbukaan untuk saling bekerjasama
satu sama lain.
Guna mewujudkan hal tersebut maka disarankan beberapa hal yaitu sebagai
berikut : Pertama, Kasad perlu merumuskan pokok-pokok kebijakan dan program khusus
komunikasi sosial bagi seluruh satuan Kodim jajaran yang diarahkan pada usaha untuk
mengatasi konflik sosial di daerah; Kedua, Kasad perlu menambah alokasi pendidikan
spesialisasi territorial, manajemen komunikasi sosial dan manajemen konflik sosial di
Pusdikter bagi seluruh aparat Kodim, Koramil maupun Babinsa; Ketiga, Perlunya
Pemerintah mengadakan sinkronisasi pasal tugas perbantuan TNI dalam
penanganan konflik dalam UU RI No.34 tahun 2004 dengan Undang-undang RI No.
7 Tahun 2012 tentang Penanganan Konfilk Sosial dan Inpres RI No 2 Tahun 2013;
Keempat, Perlunya unsur pimpinan untuk menyusun Mekanisme Kodal Terpadu
yang menggabungkan unsur Kodim , Pemerintah daerah dan unsur Polri di daerah
dalam rangka pengendalian konflik sosial di wilayah.
17
Demikian tulisan ini disusun semoga bermanfaat dan dapat dijadikan sebagai
sumbang pemikiran dan saran bagi unsur pimpinan TNI AD dalam merumuskan
kebijakan pembinaan kemampuan dan penggunaan kekuatan Kodim dalam
pencegahan konflik sosial di wilayah.
Sumber Referensi :