NIM : 11140220000005
Tempo dulu sekitar tahun 1990-an sampai awal tahun 2000-an anak-anak
Betawi khususnya di daerah Kampung Buaran Kecamatan Medan Satria Kota Bekasi
tempat saya tinggal memiliki permainan tradisional, ada yang dilakukan dengan
menggunakan alat-alat dan ada pula yang disertai nyanyian.1
Banyak perubahan yang telah terjadi baik secara disadari maupun tidak kita
sadari, sehingga menyebabkan kebudayaan-kebudayaan yang telah ada seakan
memudar dan bahkan hilang ditelan oleh zaman. Namun hal-hal yang menyebabkan
memudarnya budaya tersebut patutlah kita sadari agar budaya-budaya yang hampir
ditelan zaman tersebut bisa kembali kita lestarikan. Budaya permainan anak-anak
betawi tempo dulu sangatlah banyak dan beragam mulai dari usia anak-anak sampai
remaja semuanya memiliki permainan tradisional yang biasa dimainkan. Berikut
adalah beberapa permainan tradisonal anak betawi tempo dulu :
1. Pletokan
Permainan ini akan lebih ramai dan menyenangkan apabila diikuti oleh
banyak anak. Nantinya mreka akan dibagi menjadi dua kelompok atau regu yang
saling berhadapan untuk bertempur. Karena dua regu bertempur dan akan saling
mendesak mundur pasukan lawan, maka tempat atau arena permainan harus cukup
luas. Kalau awalnya permainan hanya berlangsung di suatu tempat seperti lapangan,
lama-kelamaan bisa sampai ke kebun atau jalanan karena lawan terus mendesak dan
menggempur. Permainan perang-perangan ini biasanya berlangung riuh dan ramai
disertai teriakan dan saling kejar bersamaan dengan suara tembakan pletok.
Perlengkapan Permainan
4
Sofia “PERMAINAN TRADISIONAL ANAK-ANAK BETAWI” ( Jakarta, CV. Widya Lika Utama, 1999) h. 35
Alat utama yang diperlukan dalam permainan ini adalah sebuah senapan atau
pletokan. Senapan ini dibuat dari sebatang bambu kecil, diameternya sekitar 1 atau
1,5 cm, dengan panjang 30-40 cm. ukuran ini dapat disesuaikan dengan panjang ruas
bamboo. Bamboo tersebut akan dijadikan laras senapan, karena itu di dalamnya
kosong seperti corong pipa.
Alat utama yang dijadikan sebagai peluru atau amunisinya dipakai biji jambu
atau biji petai cina, namun para orang tua sering melarangnya karena jika mengenai
mata biji jambu atau petai cina bisa berbahaya, untuk itu digunakanlah kertas basah
sebagai pelurunya karena bahannya lembut dan tidak berbahaya jika mengenai badan.
Untuk alat penekan atau pelatuk senapannya dapat dibuat dari kayu atau bamboo
yang telah dibelah yang sudah di serut atau dihaluskan, sebesar lobang diameter laras
senapannya dan bagian pangkal tolak pelurunya bisa dipasang gagang.
Panjang antara laras senapa dengan alat tolak itu tidak sama. Jadi kalau alat
tolak ini dimasukan ke larasnya, hanya akan mencapai 2 atau 3 cm sebelum lubang
ujung laras. Hal ini agar membuat ruang letup udara. Kalau kita masukan peluru
pertama, hanya akan sampai di ujung saja. Setelah peluru kedua dimasukkan dan kita
tekan dengan alat tolak, maka peluru pertama akan meletup dan mengeluarkan bunyi
pletok! Demikian seterusnya dengan peluru yang lain.
Gambar I : Senapan Pletokan dari Bambu dengan peluru dari biji-bijian.
Namun ada satu hal yang perlu diketahui, bahwa jikalau anak-anak betawi
malas untuk membuatnya karena beberapa hal seperti jarangnya pohon bamboo
mereka bisa membelinya di tukang penjual pletokan di luar sekolah pada siang
harinya. Saya dahulu sering kali menjumpainya di sekolah dasar tempat saya
menimba ilmu ketika tahun 2004 sampai 2008. Namun semakin lama penjual mainan
ini menjadi sulit untuk dijumpai. Saya bertanya kenapa penjual mainan tersebut atau
anak-anak betawi di daerah saya di Kelurahan Harapan Mulya Buaran Kota Bekasi
menjadi sangat jarang menjual dan memainkannya.
Gambar II : Seorang anak dan Penjual Senapan Pletokan, dahulu tahu 1990sampai 2008 banyak
sekali dijumpai di depan sekolah
Menurut seorang bernama Bambang Susanto (32) dan Adi Cahyadi (34) yang
dua orang betawi setempat yang dahulu ketika saya kecil mereka sering sekali
memainkan permainan tersebut ketika usia lima belas tahunan, ada beberapa sebab
permainan tersebut seakan hilang, yang pertama adalah ketersediaan bahan baku yang
menjadi penyebab pertama, seperti yang kita ketahui sebelumnya bahwa permainan
ini membutuhkan batang bambu sebagai bahan bakunya, dan belakangan ini lahan
yang banyak ditanami dengan pohon bambu oleh warga mulai tergusur dan
digantikan oleh rumah-rumah dan pemukiman penduduk seperti perumahan, hal ini
menyebabkan sulitnya mencari pohon bamboo sebagai bahan bakunya. Yang kedua
adalah modernisasi yang tidak dapat kita pungkiri, permainan modern seperti Airsoft
Gun atau permainan tembak-tembakan yang hampir sama seperti pletokan namun
menggunakan senapan yang meniru senapan modern asli, lebih sering digunakan oleh
anak-anak generasi selanjutnya karena dianggap lebih keren dan lebih praktis
ketimbang senapan pletokan tradisional.
Cara Bermain
Pertama bentuk 2 regu pasukan, jumlah pasukan dari setiap regu harus sama.
Kalau jumlahnya 10 pemain maka tiap regu masing-masing ada 5 pasukan. Setiap
anggota pasukan harus memiliki senapan pletokan dan persediaan amunisi yang
cukup.
Gambar III :Dua Orang Anak Sedang Bermain Perang-Perangan dengan Senapan
Pletokan. Biasanya Dilakukan Setelah Pulang Sekolah di Lapangan atau Kebun.
Kata meriem dalam bahasa Betawi sama artinya dengan kata meriam dalam
bahasa Indonesia. Sedangkan kata sundut dalam bahasa Indonesia sama artinya
dengan sulut. Jadi, meriem sundut itu, maksudnya meriam yang dapat meletup
dengan cara disulut.
Perlengkapan Permainan
Peralatan yang dibutuhkan dalam permainan ini adalah sepotong batang
bambu besar sepanjang 1,5 m, diameter sekitar 7-10 cm. di bagian pangkal dipotong
tepat pada ruas atau buku, sehingga tertutup rapat. Mulai dari pangkal sampai
unjungnya bolong seperti pipa. Oleh karena itu jika ditengahnya ada ruas, maka
penutup ruas di bagian dalamnya harus dilubangi sampai rata. Berjarak sekitar 5 cm
daripangkal dibuat lubang kecil seukuran jari kelingking.
Cara Bermain
Setelah selesai dibuat, meriam tersebut harus diletakan miring. Bagian ujung
letaknya lebih tinggi dari bagian pangkal. Karena itu perlu diganjal dengan
bongkahan atau tumpukan batu yang sebelumnya telah disiapkan, agar letaknya kuat
dan tidak goyah. Lubang kecil yang sebelumnya telah dibuat harus menghadap
keatas.
Gambar IV : Anak-Anak Sedang Bermain Meriem Sundut, Biasanya Dilakukan Untuk
Memeriahkan Malam Takbiran Idul Fitri.
Pada pangkal tabung yang tertutup ruas, dituangkan atau diisi dengan minyak
tanah seukuran setengah kaleng susu kecil melalui lubang kecil tadi. Untuk menjaga
agar minyak yang ada didalam meriam tidak tumpah keluar, maka ujung meriam tadi
letaknya harus ditinggikan.
Dengan alat penyulut yan sudah tersedia sebelumnya, yang lebih dahulu
dinyalakan adalah lampu minyak di dekatnya, supaya menjadi sumber api jika api
yang ada di alat penyulut mati. Setelah api pada penyulut menyala maka api tersebut
disulutkan pada lubang kecil tadi sampai tiga kali atau lebih supaya minyak yang ada
dalam meriam memanas, setelah minyak panas maka setiap kali disulutkan akan
menghasilkan letupan keras seperti meriam. Demikian seterusnya sampai minyak
yang ada di dalam meriam habis.
3. Merak-Merak Sintir
Sebutan atau nama merak-merak sintir dapat diartikan sebagai tingkah laku
gerak burung merak yang gemulai. Mungkin dari sekian banyak permainan
tradisional anak betawi permainan inilah yang paling menegangkan dan bahkan
berbahaya karena permainan ini mengundang mahluk halus, oleh karena itu
permainan ini tidak boleh dimainkan sembarangan, hanya orang-orang tertentu saja
yang boleh atau bisa memainkannya, sebenarnya dahulu ketika saya berusia delapan
tahun sesudah pulang mengaji pukul 08.00 malam sering kali melihat anak-anak
remaja lima belas sampai tujuh belas tahun memainkan permainan ini secara diam-
diam, karena jika ketahuan orang tuanya maka mereka semua akan dimarahi karena
permainan ini memang berbahaya dan harus ahli dalam menangani makhluk halus.
Tidak hanya itu sebenarnya permainan ini juga sering dimainkan di daerah Kebun
Melati Tanah Abang Jakarta oleh anak-anak setempat.
Perlengkapan Permainan
Perlengkapan yang dibutuhkan dalam permainan ini tidaklah sulit dan rumit
seperti pletokan atau meriem sundut yang telah disebutkan sebelumnya. Selain tanah
lapang sebagai tempat atau arena bermainnya permainan ini membutuhkan peralatan
sehelai sarung, penutup mata bisa sapu tangan atau juga kain sarung, dan seember air.
Sarung digunakan untuk menutupi pemain yang menjadi perantara atau medium
datangnya mahluk halus. Penutup mata digunakan untuk menutupi mata si perantara
tadi dan seember air tadi digunakan untuk menyiram agar pemain yang menjadi
medium tersebut sadar. Dalam hal ini diperlukan satu orang pemain yang akan
memimpin permainan. Anak-anak yang lain akan membantu menyanyikan lagu
tertentu untuk mengundang mahluk halus.
Cara Bermain
Di gunung gede
Kemajuan teknologi dari hasil sebuah inovasi dalah faktor utama penyebab
memudarnya budaya lama tersebut. Inovasi adalah suatu proses pembaruan
sumber-sumber alam, energy dan modal, penggunaan teknologi baru
menyebabkan adanya produk-produk baru. Dengan demikian inovasi itu
mengenai pembaruan kebudayaan yang khusus mengenai unsur teknologi.5
Airsoft Gun atau Senapan Mainan Modern Masa Kini, Games Online di Warnet dan Petasan
yang di Jual di Pasaran, Kemajuan Teknlogi Sebagai Budaya Baru Menyebabkan Terjadinya
Dinamika Sosial dan Budaya Pada Anak-Anak Betawi Setempat.
Selain itu Inovasi yang dihasilkan juga menyebabkan para pengrajin atau
penjual mainan tradisional tersebut beralih ke teknologi produksi atau
penjualan produk baru yang lebih menguntungkan, karena dengan hilangnya
minat anak-anak dari permainan tradisional tersebut para pengrajin mainan
tradisional tentunya akan kesulitan ekonomi akibat hasil penjualan yang
sedikit.
2. Pengaruh Budaya lain.
Apabila salah satu dari dua kebudayaan yang bertemu memiliki taraf
teknologi yang lebih tinggi, maka yang terjadi adalah proses imitasi yaitu
peniruan terhadap unsur-unsur kebudayaan lain.7 Kasusnya pada permainan
tradisonal masyarakat betawi setempat ialah di tempat ini mulai menjadi
ramai akan penduduk pendatang, khususnya masyarakat kota yang datang ke
daerah perkampungan ini, sehingga penduduk tersebut yang datang membawa
budaya baru secara perlahan diserap dan diimitasi oleh masyarakat setempat.
Hasilnya anak-anak setempat yang awalnya sering memainkan permainan
tradisional jadi mulai terpengaruh oleh permainan modern yang dibawa oleh
masyarakat pendatang tadi.
B. Teori Sosial dan Budaya yang Tepat untuk Permasalahan yang Terjadi.
Setelah saya lihat semua realita yang terjadi selama ini saya mulai berhipotesa
dari point-point penting yang saya temukan di lapangan, saya menyadari bahwa
menurut saya ini adalah sebuah perubahan sosial atau dinamika sosial dimana dari
apa yang telah saya pelajari ada dua model terkenal tentang perubahan sosial yang
terjadi di dunia.
Yaitu model yang dikemukakan oleh Spencer yaitu Evolusi Masyarakat dan
Karl Marx Revolusi Masyarakat. Tapi kali ini saya tidak akan menjelaskan masing-
masing teori tersebut karena akan menjadi pembahasan yang cukup panjang, namun
6
Soerjono Soekanto “SOSIOLOGI Suatu Pengantar” ( Jakarta, Rajawali Pers, 2009) h.282
7
ibid
kali ini saya hanya akan mensinkronkan realita yang saya dapati dengan teori Spencer
yang menurut saya sangat sesuai dengan apa yang saya dapatkan.
Spencer menekankan sebuah model perubahan sosial dan budaya yang terjadi
secara perlahan dan kumulatif (Evolusi).8 Perubahan yang dikemukakannya
ditentukan dari dalam atau dari masyarakat itu sendiri, namun bukan berarti pengaruh
dari luar tidak memiliki andil, pengaruh tersebut tetap memiliki andil namun hanya
sebagai stimulus atau pemicu terjadinya perubahan.
Dalam realita yang telah ada saya melihat memang semua itu disadari oleh
anak-anak betawi setempat yang mulai berubah dengan sendirinya mengikuti arus
perubahan sosial dan budaya yang terjadi, sementara masyarakat pendatang yang
membawa budaya baru tadi sebagai pemicu terjadinya perubahan dengan datangnya
mereka membawa kebudayaan baru lewat teknologi dan inovasi modern.
Hal yang kedua yang sangat penting ialah dalam model Spencer ini mengikuti
apa yang dikatakan oleh Durkheim yaitu perubahan sosial bergantung kepada
penemuan teknologi atau kemajuan teknologi, kasusnya penemuan dan kemajuan
teknologi di wilayah setempat ditandai dengan masuknya jaringan internet,
penggunaan smartphone, dan permainan modern lainnya menyebabkan beralihnya
anak-anak betawi setempat dari budaya permainan tradisional ke budaya permainan
modern.
Sebagai bagian dari masyarakat dan peradaban kita sebagai manusia sudah
barang tentu kita tidak bisa mencegah segala dinamika yang terjadi di dalamnya,
entah itu cepat atau lambat memang perubahan tersebut pasti akan terjadi. Dalam
lingkungan sosial dan budaya betawi di tempat ini saya menyadari bahwa gejala-
gejala yang terjadi memanglah wajar.
8
Peter Buruke, Sejarah Dan Teori Sosial, (2015, Jakarta, Pustaka Obor Indonesia) h.213
Peralihan dari budaya permainan tradisional ke permainan modern yang
terjadi pada dunia anak-anak betawi memang memiliki dampak positif dan negative
pula. Sisi positif dari perubahan ini adalah dengan modernisasi dan segala kemajuan
teknologi yang terjadi membuat dinamika baru, tempat ini akan menjadi semakin
berperadaban. Anak-anak betawi akan menjadi semakin modern mengikuti
perkembangan zaman yang ada dihadapannya dan mampu beradaptasi.
Sisi negative dari fenomena ini juga sudah pasti ada seperti yang telah
dipaparkan sebelumnya, jikalau anak-anak betawi lebih setempat lebih sering
memainkan permainan modern yang berasal dari luar , saya khawatir secara cepat
atau lambat mereka akan melupakan budaya tradisional asli yang merupakan identitas
mereka, padahal dari budaya permainan tradisional tersebut banyak yang
menanamkan kreatifitas.
Solusi yang harus dilakukan setelah melihat realita yang ada di depan mata,
kita anak-anak betawi tentunya tetap harus mengikuti dinamika yang terjadi, dengan
mengikuti kemajuan teknologi yang ada kita setidaknya bisa menjadi anak-anak dari
masyarakat modern. Namun perlu ditananmkan juga identitas asli budaya anak-anak
betawi setempat dengan tetap mengetahui dan menanamkan kecintaan terhadap
budaya permainan tradisonal setempat yang memang sudah ada generasi ke generasi
dengan memperkenalkan dan mengajarkan tentang kayanya warisan budaya anak-
anak betawi tempo dulu kepada anak-anak generasi selanjutnya agar budaya yang
sudah ada sejak lama tersebut tidak hilang begitu saja dimakan oleh waktu. Dengan
demikian hal yang perlu dilakukan adalah mempertahankan nilai budaya tradisional
yang sudah ada sejak lama tetapi juga mengambil sisi positif nilai-nilai modern yang
baru.
Daftar Pustaka
Prof. Dr. Koentjaningrat Pengantar Ilmu Antropologi Edisi Revisi (Jakarta, Rineka
Cipta, 2009).
Peter Buruke, Sejarah Dan Teori Sosial, (2015, Jakarta, Pustaka Obor Indonesia).