Anda di halaman 1dari 17

NAMA : ACHMAD FACHRI HUSEINI

NIM : 11140220000005

PERMAINAN TRADISONAL ANAK BETAWI TEMPO DULU

Tempo dulu sekitar tahun 1990-an sampai awal tahun 2000-an anak-anak
Betawi khususnya di daerah Kampung Buaran Kecamatan Medan Satria Kota Bekasi
tempat saya tinggal memiliki permainan tradisional, ada yang dilakukan dengan
menggunakan alat-alat dan ada pula yang disertai nyanyian.1

Setiap permainan tersebut dahulu juga memiliki klasifikasi berdasarkan siapa


yang memainkannya, mulai dari yang dimainkan oleh anak laki-lai ataupun yang
dimainkan oleh anak perempuan.2 Disamping itu ada juga yang dilakukan oleh anak
Remaja.

Permainan-permainan tersebut sudah mentradisi turun-temurun, sejak zaman


nenek moyang sampai ke generasi-generasi selanjutnya. Karena itu, bisa dikatakan
usia permainan-permainan ini sudah cukup panjang sehingga tidak diketahui lagi
siapa yang punya ide menciptakannya.3 Namun sekitar tahun 2008 M permainan
1
Abdul Chaer “FOLKLOR BETAWI Kebudayaan dan Kehidupan orang Betawi” (Jakarta,
Masup Jakarta, 2012) h.173
2
Ibid.
3
Sofia “PERMAINAN TRADISIONAL ANAK-ANAK BETAWI” ( Jakarta, CV. Widya Lika
Utama, 1999) h. 1
tradisonal tersebut seperti Pletokan, Meriem Sundut, Golelio,Tuk Tuk Ubi dan Tepok
Nyamuk mulai jarang dimainkan.

Banyak perubahan yang telah terjadi baik secara disadari maupun tidak kita
sadari, sehingga menyebabkan kebudayaan-kebudayaan yang telah ada seakan
memudar dan bahkan hilang ditelan oleh zaman. Namun hal-hal yang menyebabkan
memudarnya budaya tersebut patutlah kita sadari agar budaya-budaya yang hampir
ditelan zaman tersebut bisa kembali kita lestarikan. Budaya permainan anak-anak
betawi tempo dulu sangatlah banyak dan beragam mulai dari usia anak-anak sampai
remaja semuanya memiliki permainan tradisional yang biasa dimainkan. Berikut
adalah beberapa permainan tradisonal anak betawi tempo dulu :

1. Pletokan

Pada dasarnya permainan ini merupakan permainan perang-perangan atau


tembak-tembakan. Karena itu hanya cocok dimainkan oleh anak laki-laki saja. Nama
Pletokan diambil dari bunyi senjata yang digunakan untuk bermain,
pletok……,pletok.4 Melihat bentuk dan caranya, sebenarnya permainan semacam ini
ditemukan juga di daerah-daerah lain. Hanya saja namanya yang berbeda.

Permainan ini akan lebih ramai dan menyenangkan apabila diikuti oleh
banyak anak. Nantinya mreka akan dibagi menjadi dua kelompok atau regu yang
saling berhadapan untuk bertempur. Karena dua regu bertempur dan akan saling
mendesak mundur pasukan lawan, maka tempat atau arena permainan harus cukup
luas. Kalau awalnya permainan hanya berlangsung di suatu tempat seperti lapangan,
lama-kelamaan bisa sampai ke kebun atau jalanan karena lawan terus mendesak dan
menggempur. Permainan perang-perangan ini biasanya berlangung riuh dan ramai
disertai teriakan dan saling kejar bersamaan dengan suara tembakan pletok.

Perlengkapan Permainan

4
Sofia “PERMAINAN TRADISIONAL ANAK-ANAK BETAWI” ( Jakarta, CV. Widya Lika Utama, 1999) h. 35
Alat utama yang diperlukan dalam permainan ini adalah sebuah senapan atau
pletokan. Senapan ini dibuat dari sebatang bambu kecil, diameternya sekitar 1 atau
1,5 cm, dengan panjang 30-40 cm. ukuran ini dapat disesuaikan dengan panjang ruas
bamboo. Bamboo tersebut akan dijadikan laras senapan, karena itu di dalamnya
kosong seperti corong pipa.

Alat utama yang dijadikan sebagai peluru atau amunisinya dipakai biji jambu
atau biji petai cina, namun para orang tua sering melarangnya karena jika mengenai
mata biji jambu atau petai cina bisa berbahaya, untuk itu digunakanlah kertas basah
sebagai pelurunya karena bahannya lembut dan tidak berbahaya jika mengenai badan.
Untuk alat penekan atau pelatuk senapannya dapat dibuat dari kayu atau bamboo
yang telah dibelah yang sudah di serut atau dihaluskan, sebesar lobang diameter laras
senapannya dan bagian pangkal tolak pelurunya bisa dipasang gagang.

Panjang antara laras senapa dengan alat tolak itu tidak sama. Jadi kalau alat
tolak ini dimasukan ke larasnya, hanya akan mencapai 2 atau 3 cm sebelum lubang
ujung laras. Hal ini agar membuat ruang letup udara. Kalau kita masukan peluru
pertama, hanya akan sampai di ujung saja. Setelah peluru kedua dimasukkan dan kita
tekan dengan alat tolak, maka peluru pertama akan meletup dan mengeluarkan bunyi
pletok! Demikian seterusnya dengan peluru yang lain.
Gambar I : Senapan Pletokan dari Bambu dengan peluru dari biji-bijian.

Namun ada satu hal yang perlu diketahui, bahwa jikalau anak-anak betawi
malas untuk membuatnya karena beberapa hal seperti jarangnya pohon bamboo
mereka bisa membelinya di tukang penjual pletokan di luar sekolah pada siang
harinya. Saya dahulu sering kali menjumpainya di sekolah dasar tempat saya
menimba ilmu ketika tahun 2004 sampai 2008. Namun semakin lama penjual mainan
ini menjadi sulit untuk dijumpai. Saya bertanya kenapa penjual mainan tersebut atau
anak-anak betawi di daerah saya di Kelurahan Harapan Mulya Buaran Kota Bekasi
menjadi sangat jarang menjual dan memainkannya.
Gambar II : Seorang anak dan Penjual Senapan Pletokan, dahulu tahu 1990sampai 2008 banyak
sekali dijumpai di depan sekolah

Menurut seorang bernama Bambang Susanto (32) dan Adi Cahyadi (34) yang
dua orang betawi setempat yang dahulu ketika saya kecil mereka sering sekali
memainkan permainan tersebut ketika usia lima belas tahunan, ada beberapa sebab
permainan tersebut seakan hilang, yang pertama adalah ketersediaan bahan baku yang
menjadi penyebab pertama, seperti yang kita ketahui sebelumnya bahwa permainan
ini membutuhkan batang bambu sebagai bahan bakunya, dan belakangan ini lahan
yang banyak ditanami dengan pohon bambu oleh warga mulai tergusur dan
digantikan oleh rumah-rumah dan pemukiman penduduk seperti perumahan, hal ini
menyebabkan sulitnya mencari pohon bamboo sebagai bahan bakunya. Yang kedua
adalah modernisasi yang tidak dapat kita pungkiri, permainan modern seperti Airsoft
Gun atau permainan tembak-tembakan yang hampir sama seperti pletokan namun
menggunakan senapan yang meniru senapan modern asli, lebih sering digunakan oleh
anak-anak generasi selanjutnya karena dianggap lebih keren dan lebih praktis
ketimbang senapan pletokan tradisional.
Cara Bermain

Pertama bentuk 2 regu pasukan, jumlah pasukan dari setiap regu harus sama.
Kalau jumlahnya 10 pemain maka tiap regu masing-masing ada 5 pasukan. Setiap
anggota pasukan harus memiliki senapan pletokan dan persediaan amunisi yang
cukup.

Gambar III :Dua Orang Anak Sedang Bermain Perang-Perangan dengan Senapan
Pletokan. Biasanya Dilakukan Setelah Pulang Sekolah di Lapangan atau Kebun.

Mula-mula kedua regu pasukan akan saling berhadapan, kemudian saling


menembak. Anggota pasukan yang tertembak dinyatakan mati dan tidak boleh
mengikuti permainan lagi sampai permainan bubar atau semua anggota pasukan dari
salah satu regu telah tertembak mati sehingga permainan dimulai dari awal lagi.

Sambil mengisi peluru, biasanya mereka lari menyingkir dahulu, khawatir


ketika mereka mengisi peluru rentan dan menjadi sasaran empuk bagi lawannya. Oleh
karena itu biasanya pada permainan ini juga akan saling kejar dan sembunyi antara
masing-masing pemainnya. Seperti yang dikatakan sebelumnya regu yang berhasil
menembak semua anggota pasukan dari regu lawan dinyatakan sebagai pemenang
dan regu yang kehabisan anggota pasukan dinyatakan kalah.

2. Meriem Sundut / Meriam Sulut.

Kata meriem dalam bahasa Betawi sama artinya dengan kata meriam dalam
bahasa Indonesia. Sedangkan kata sundut dalam bahasa Indonesia sama artinya
dengan sulut. Jadi, meriem sundut itu, maksudnya meriam yang dapat meletup
dengan cara disulut.

Permainan sejenis meriem sundut ini ternyata tidak hanya ditemukan di


masyrakat Betawi, tetapi juga di Jawa Tengah dan Yogyakarta. Biasanya di
lingkungan tempat saya tinggal anak-anak betawi dulu suka memainkannya saat
berlangsung malam-malam istimewa, seperti malam takbiran baik itu Idul Fitri dan
Idul Adha, malam tahun baru baik itu Masehi atau Hijriah, dan malam Maulid Nabi
Muhammad SAW. Biasanya yang memainkan atau mengoperasikan meriem sundut
adalah anak laki-laki, namun tak jarang anak-anak perempuan juga ikut bermain
memeriahkannya.

Berbeda dengan pletokan, meriem sundut ini bukan permainan perang-


perangan yang menguras tenaga, meriem sundut hanya mengutamakan kegembiraan
karena letupan meriem yang berkali-kali. Karena bunyi letupan meriem sundut itu
keras dan bisa terdengar dari jarak jauh, maka suasana akan menjadi ramai dan
semarak jika meriem-meriem dalam satu kampung tersebut berbunyi saling
bersahutan.

Bermain meriem sundut dapat dilakukan dengan sendiri, tetapi untuk


meramaikan susasana dan agar tidak lelah maka biasanya dilakukan oleh tiga orang
lebih untuk mengoperasikan meriem sundutnya.

Perlengkapan Permainan
Peralatan yang dibutuhkan dalam permainan ini adalah sepotong batang
bambu besar sepanjang 1,5 m, diameter sekitar 7-10 cm. di bagian pangkal dipotong
tepat pada ruas atau buku, sehingga tertutup rapat. Mulai dari pangkal sampai
unjungnya bolong seperti pipa. Oleh karena itu jika ditengahnya ada ruas, maka
penutup ruas di bagian dalamnya harus dilubangi sampai rata. Berjarak sekitar 5 cm
daripangkal dibuat lubang kecil seukuran jari kelingking.

Untuk bahan pemicu letupannya diperlukan minyak tanah secukupnya, lampu


minyak dan satu alat penyulut, serta bongkahan atau tumpukan batu sebagai alat
pengganjal letak meriam tersebut. Perlu diketahui juga bahwa permainan ini mulai
sangat jarang atau bahkan tidak pernah dimainkan kembali oleh anak-anak betawi
bukan hanya ditempat saya tinggal tapi ditempat lain seperti daerah Pasar Minggu,
Kebayoran Lama, Petamburan dan Tanah abang. Apalagi setiap malam seperti Idul
Fitri, tidak pernah lagi saya melihat anak-anak betawi setempat memainkannya lagi,
mereka lebih sering memainkan kembang api atau petasan yang lebih praktis dan
mudah didapatkan ketimbang membuat meriem sundut.

Cara Bermain

Setelah selesai dibuat, meriam tersebut harus diletakan miring. Bagian ujung
letaknya lebih tinggi dari bagian pangkal. Karena itu perlu diganjal dengan
bongkahan atau tumpukan batu yang sebelumnya telah disiapkan, agar letaknya kuat
dan tidak goyah. Lubang kecil yang sebelumnya telah dibuat harus menghadap
keatas.
Gambar IV : Anak-Anak Sedang Bermain Meriem Sundut, Biasanya Dilakukan Untuk
Memeriahkan Malam Takbiran Idul Fitri.

Pada pangkal tabung yang tertutup ruas, dituangkan atau diisi dengan minyak
tanah seukuran setengah kaleng susu kecil melalui lubang kecil tadi. Untuk menjaga
agar minyak yang ada didalam meriam tidak tumpah keluar, maka ujung meriam tadi
letaknya harus ditinggikan.

Dengan alat penyulut yan sudah tersedia sebelumnya, yang lebih dahulu
dinyalakan adalah lampu minyak di dekatnya, supaya menjadi sumber api jika api
yang ada di alat penyulut mati. Setelah api pada penyulut menyala maka api tersebut
disulutkan pada lubang kecil tadi sampai tiga kali atau lebih supaya minyak yang ada
dalam meriam memanas, setelah minyak panas maka setiap kali disulutkan akan
menghasilkan letupan keras seperti meriam. Demikian seterusnya sampai minyak
yang ada di dalam meriam habis.

3. Merak-Merak Sintir
Sebutan atau nama merak-merak sintir dapat diartikan sebagai tingkah laku
gerak burung merak yang gemulai. Mungkin dari sekian banyak permainan
tradisional anak betawi permainan inilah yang paling menegangkan dan bahkan
berbahaya karena permainan ini mengundang mahluk halus, oleh karena itu
permainan ini tidak boleh dimainkan sembarangan, hanya orang-orang tertentu saja
yang boleh atau bisa memainkannya, sebenarnya dahulu ketika saya berusia delapan
tahun sesudah pulang mengaji pukul 08.00 malam sering kali melihat anak-anak
remaja lima belas sampai tujuh belas tahun memainkan permainan ini secara diam-
diam, karena jika ketahuan orang tuanya maka mereka semua akan dimarahi karena
permainan ini memang berbahaya dan harus ahli dalam menangani makhluk halus.
Tidak hanya itu sebenarnya permainan ini juga sering dimainkan di daerah Kebun
Melati Tanah Abang Jakarta oleh anak-anak setempat.

Pada umumnya permainan ini dilakukan oleh remaja laki-laki, karena


membutuhkan keberanian. Waktunya tentu saja pada malam hari sekitar pukul 07.00
atau 08.00 malam, bertempat di tanah lapang atau sebuah halaman yang cukup luas.
Dimainkan sedikitnya oleh empat orang anak yang sudah tentu memiliki keahlian
dalam memainkan permainan ini. Karena merak-merak sintir mengundang roh atau
mahluk halus.

Perlengkapan Permainan

Perlengkapan yang dibutuhkan dalam permainan ini tidaklah sulit dan rumit
seperti pletokan atau meriem sundut yang telah disebutkan sebelumnya. Selain tanah
lapang sebagai tempat atau arena bermainnya permainan ini membutuhkan peralatan
sehelai sarung, penutup mata bisa sapu tangan atau juga kain sarung, dan seember air.
Sarung digunakan untuk menutupi pemain yang menjadi perantara atau medium
datangnya mahluk halus. Penutup mata digunakan untuk menutupi mata si perantara
tadi dan seember air tadi digunakan untuk menyiram agar pemain yang menjadi
medium tersebut sadar. Dalam hal ini diperlukan satu orang pemain yang akan
memimpin permainan. Anak-anak yang lain akan membantu menyanyikan lagu
tertentu untuk mengundang mahluk halus.

Cara Bermain

Satu orang yang telah berpengalaman akan menjadi pemimpin dalam


permainan ini, ia akan memilih satu orang secara acak siapa yang akan menjadi
medium perantara dari tiga atau lebih dari teman-temanya yang ada. Setelah dipilih
satu orang dari mereka anak yang menjadi medium tadi akan jongkok atau duduk di
tanah. Matanya akan ditutup atau bisa dipejamkan saja, lalu ia akan ditutupi dengan
kain sarung yang sebelumnya telah disediakan. Setelah ditutupi bagian atas kain
sarung akan dipegangi oleh pimpinan permainan tersebut. Pimpinan permainan ini
kemudian membaca mantra-mantra bersama anak-anak lainnya yang mengiringi
permainan dengan menari mengelilingi pemain yang menjadi medium tadi. Mantra
tersebut saya masih ingat beberapa bait sampai sekarang :

Merak merak sintir

Sintimye ngeong ngeong

Ade burung ade merak

Burung merak ngigel

Di gunung gede

Selama dalam keadaan seperti itu, sesekali sang pemimpin permainan


mengintip dari atas dengan cara membuka sedikit sarung yang dipegangnya.
Maksudnya untuk melihat apa mahluk halus yang dipanggil itu sudah datang. Bila
mahluk halus yang dipanggil udah datang maka anak yang menjadi medium dan
ditutupi sarung tadi akan kaku, kejang-kejang dan lalu kesurupan.
Apabila kondisi tersebut sudah terjadi maka kain sarung dilepas, mantra
dihentikan. Kemudia anak-anak segera menyingkir agak jauh. Bersama dengan itu
pemain yang sudah kesurupan tadi akan diperintahkan oleh penonton untuk
melakukan tingkah laku yang bermacam-macam seperti meniru tingkah laku burung
merak, ayam, dan bebek, pemain yang bertindak sebagai medium perantara yang
sudah kerasukan tersebut tentunya tidak sadar atas apa yang dilakukannya selama
permainan berlangsung. Pada saat seperti itu biasanya permainan berlangsung dengan
ramai, meriah dan penuh gelak tawa. Apabila permain yang kerasukan tadi sudah
kelihatan lelah maka permainan dihentikan. Untuk menghentikan permainan tersebut
maka pemain yang sudah kerasukan tadi disiram dengan seember penuh air tadi
sehingga sadar kembali.

A. Penyebab Memudarnya Permainan Tradisonal Tersebut.

Seperti yang telah dikatakan sebelumnya bahwa permainan-permainan


tradisonal tersebut seakan telah memudar dimakan waktu, sehingga kita sulit
menjumpainya lagi. Kali ini saya akan menjelaskan aspek-aspek yang penting dari
hal-hal yang menyebabkan memudarnya budaya lama tersebut.

1. Kemajuan Teknologi dari Hasil Inovasi.

Kemajuan teknologi dari hasil sebuah inovasi dalah faktor utama penyebab
memudarnya budaya lama tersebut. Inovasi adalah suatu proses pembaruan
sumber-sumber alam, energy dan modal, penggunaan teknologi baru
menyebabkan adanya produk-produk baru. Dengan demikian inovasi itu
mengenai pembaruan kebudayaan yang khusus mengenai unsur teknologi.5

Permainan-permainan tradisonal tersebut memudar dan mulai jarang


dimainkan karena teknologi permainan tersbut dianggap sangatlah kuno
sehingga anak-anak generasi selanjutnya mulai beranggapan bahwa
5
Prof. Dr. Koentjaningrat Pengantar Ilmu Antropologi Edisi Revisi (Jakarta, Rineka
Cipta, 2009) h.184
permainan tersebut membosankan dibandingkan dengan permainan yang
melibatkan teknologi tinggi seperti games online di computer yang bisa
menghubungkan dengan pemain lain yang berada di luar jangkauan kita,
Mobil-mobilan RC (Radio Control) yang bisa dikendalikan dari jarak jauh
menggunakan remote, bahkan aplikasi-aplikasi permainan di ponsel yang
mereka miliki.

Gambar V, VI, dan VII :

Airsoft Gun atau Senapan Mainan Modern Masa Kini, Games Online di Warnet dan Petasan
yang di Jual di Pasaran, Kemajuan Teknlogi Sebagai Budaya Baru Menyebabkan Terjadinya
Dinamika Sosial dan Budaya Pada Anak-Anak Betawi Setempat.

Selain itu Inovasi yang dihasilkan juga menyebabkan para pengrajin atau
penjual mainan tradisional tersebut beralih ke teknologi produksi atau
penjualan produk baru yang lebih menguntungkan, karena dengan hilangnya
minat anak-anak dari permainan tradisional tersebut para pengrajin mainan
tradisional tentunya akan kesulitan ekonomi akibat hasil penjualan yang
sedikit.
2. Pengaruh Budaya lain.

Apabila sebab-sebab perubahan bersumber pada masyarakat lain, itu mungkin


terjadi karena kebudayaan dari masyarakat lain melancarkan pengaruhnya.
Hubungan yang dilakukan secara fisik antara dua masyarakat menimbulkan
pengaruh timbal balik. Artinya masing-masing masyarakat mempengaruhi
masyarakat lainnya.6

Apabila salah satu dari dua kebudayaan yang bertemu memiliki taraf
teknologi yang lebih tinggi, maka yang terjadi adalah proses imitasi yaitu
peniruan terhadap unsur-unsur kebudayaan lain.7 Kasusnya pada permainan
tradisonal masyarakat betawi setempat ialah di tempat ini mulai menjadi
ramai akan penduduk pendatang, khususnya masyarakat kota yang datang ke
daerah perkampungan ini, sehingga penduduk tersebut yang datang membawa
budaya baru secara perlahan diserap dan diimitasi oleh masyarakat setempat.
Hasilnya anak-anak setempat yang awalnya sering memainkan permainan
tradisional jadi mulai terpengaruh oleh permainan modern yang dibawa oleh
masyarakat pendatang tadi.

B. Teori Sosial dan Budaya yang Tepat untuk Permasalahan yang Terjadi.

Setelah saya lihat semua realita yang terjadi selama ini saya mulai berhipotesa
dari point-point penting yang saya temukan di lapangan, saya menyadari bahwa
menurut saya ini adalah sebuah perubahan sosial atau dinamika sosial dimana dari
apa yang telah saya pelajari ada dua model terkenal tentang perubahan sosial yang
terjadi di dunia.

Yaitu model yang dikemukakan oleh Spencer yaitu Evolusi Masyarakat dan
Karl Marx Revolusi Masyarakat. Tapi kali ini saya tidak akan menjelaskan masing-
masing teori tersebut karena akan menjadi pembahasan yang cukup panjang, namun
6
Soerjono Soekanto “SOSIOLOGI Suatu Pengantar” ( Jakarta, Rajawali Pers, 2009) h.282
7
ibid
kali ini saya hanya akan mensinkronkan realita yang saya dapati dengan teori Spencer
yang menurut saya sangat sesuai dengan apa yang saya dapatkan.

Spencer menekankan sebuah model perubahan sosial dan budaya yang terjadi
secara perlahan dan kumulatif (Evolusi).8 Perubahan yang dikemukakannya
ditentukan dari dalam atau dari masyarakat itu sendiri, namun bukan berarti pengaruh
dari luar tidak memiliki andil, pengaruh tersebut tetap memiliki andil namun hanya
sebagai stimulus atau pemicu terjadinya perubahan.

Dalam realita yang telah ada saya melihat memang semua itu disadari oleh
anak-anak betawi setempat yang mulai berubah dengan sendirinya mengikuti arus
perubahan sosial dan budaya yang terjadi, sementara masyarakat pendatang yang
membawa budaya baru tadi sebagai pemicu terjadinya perubahan dengan datangnya
mereka membawa kebudayaan baru lewat teknologi dan inovasi modern.

Hal yang kedua yang sangat penting ialah dalam model Spencer ini mengikuti
apa yang dikatakan oleh Durkheim yaitu perubahan sosial bergantung kepada
penemuan teknologi atau kemajuan teknologi, kasusnya penemuan dan kemajuan
teknologi di wilayah setempat ditandai dengan masuknya jaringan internet,
penggunaan smartphone, dan permainan modern lainnya menyebabkan beralihnya
anak-anak betawi setempat dari budaya permainan tradisional ke budaya permainan
modern.

C. Hal yang Harus Dilakukan ?

Sebagai bagian dari masyarakat dan peradaban kita sebagai manusia sudah
barang tentu kita tidak bisa mencegah segala dinamika yang terjadi di dalamnya,
entah itu cepat atau lambat memang perubahan tersebut pasti akan terjadi. Dalam
lingkungan sosial dan budaya betawi di tempat ini saya menyadari bahwa gejala-
gejala yang terjadi memanglah wajar.

8
Peter Buruke, Sejarah Dan Teori Sosial, (2015, Jakarta, Pustaka Obor Indonesia) h.213
Peralihan dari budaya permainan tradisional ke permainan modern yang
terjadi pada dunia anak-anak betawi memang memiliki dampak positif dan negative
pula. Sisi positif dari perubahan ini adalah dengan modernisasi dan segala kemajuan
teknologi yang terjadi membuat dinamika baru, tempat ini akan menjadi semakin
berperadaban. Anak-anak betawi akan menjadi semakin modern mengikuti
perkembangan zaman yang ada dihadapannya dan mampu beradaptasi.

Sisi negative dari fenomena ini juga sudah pasti ada seperti yang telah
dipaparkan sebelumnya, jikalau anak-anak betawi lebih setempat lebih sering
memainkan permainan modern yang berasal dari luar , saya khawatir secara cepat
atau lambat mereka akan melupakan budaya tradisional asli yang merupakan identitas
mereka, padahal dari budaya permainan tradisional tersebut banyak yang
menanamkan kreatifitas.

Solusi yang harus dilakukan setelah melihat realita yang ada di depan mata,
kita anak-anak betawi tentunya tetap harus mengikuti dinamika yang terjadi, dengan
mengikuti kemajuan teknologi yang ada kita setidaknya bisa menjadi anak-anak dari
masyarakat modern. Namun perlu ditananmkan juga identitas asli budaya anak-anak
betawi setempat dengan tetap mengetahui dan menanamkan kecintaan terhadap
budaya permainan tradisonal setempat yang memang sudah ada generasi ke generasi
dengan memperkenalkan dan mengajarkan tentang kayanya warisan budaya anak-
anak betawi tempo dulu kepada anak-anak generasi selanjutnya agar budaya yang
sudah ada sejak lama tersebut tidak hilang begitu saja dimakan oleh waktu. Dengan
demikian hal yang perlu dilakukan adalah mempertahankan nilai budaya tradisional
yang sudah ada sejak lama tetapi juga mengambil sisi positif nilai-nilai modern yang
baru.

Daftar Pustaka

Abdul Chaer “FOLKLOR BETAWI Kebudayaan dan Kehidupan orang Betawi”


(Jakarta, Masup Jakarta, 2012).
Sofia “PERMAINAN TRADISIONAL ANAK-ANAK BETAWI” ( Jakarta, CV. Widya Lika
Utama, 1999).

Prof. Dr. Koentjaningrat Pengantar Ilmu Antropologi Edisi Revisi (Jakarta, Rineka
Cipta, 2009).

Soerjono Soekanto “SOSIOLOGI Suatu Pengantar” ( Jakarta, Rajawali Pers, 2009).

Peter Buruke, Sejarah Dan Teori Sosial, (2015, Jakarta, Pustaka Obor Indonesia).

Anda mungkin juga menyukai